Anda di halaman 1dari 122

MAKALAH VIROLOGI

MUTASI GENETIK VIRUS COVID-19

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah

VIROLOGI

Dosen :

Michael V. L. Tumbol S.Farm., M.Kes., Apt

Oleh:
Kelompok 3
Agreta Lumenta Gloudia Karinda
Andreta Baware Patricia Kawonal
Belinda Bojoh Rivaldo Aseng
Chimberly Pelango Suci Paputungan
Cindy Syaloom Koraag
Dwisa Watung Tiara Mamarodia
Fauzia Kobandaha Virginia Mentang
Finta Datunsolang Elisa Pantow

JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS


POLTEKKES KEMENKES MANADO
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan

rahmatnya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan yang

berarti dan sesuai dengan harapan.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada bapak Michael V. L. Tumbol., S.Farm.,

M.Kes., Apt sebagai dosen pengampu mata kuliah Virologi yang telah membantu memberikan

arahan dan pemahaman dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan karena

keterbatasan kami. Maka dari itu penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran untuk

menyempurnakan makalah ini. Semoga apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang membutuhkan.

Manado, September 2022

Kelompok 3 Kelas 3A

2
DAFTAR ISI

Hlm

COVER…………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR……………………………………………………. ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………… iii

BAB I: PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1

1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………

1.4 Tujuan Penulisan …………………………………………………..........

BAB II: PEMBAHASAN

2.1 Materi Pertama…………………..............................................................

2.1.1 Sub-Materi Pertama…………………………………………………

2.1.2 Sub-Materi Kedua…………………………………………………...

2.2 Materi Kedua……………………………..………………………….......

2.3 Materi Ketiga……………………………………………………………

BAB III: PENUTUP

3.1 Kesimpulan……………………………………………………………...

3.2 Saran…………………………………………………………………….

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perjuangan melawan pandemi COVID-19 belumlah usai. Hingga akhir April 2021,

COVID-19 telah menginfeksi setidaknya 1,69 juta jiwa penduduk di Indonesia. Meski

demikian, kita layak untuk optimis mengingat kasus harian yang mulai menunjukkan

penurunan memasuki Maret 2021. Tren yang sangat positif ini dipengaruhi oleh

keputusan pemerintah yang menerapkan kebijakan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan

Kegiatan Masyarakat) Mikro berbasis komunitas di level terkecil. Keputusan ini ternyata

berhasil membuahkan dampak yang positif karena melibatkan masyarakat secara

langsung dalam penanganan pandemi COVID-19. Namun penurunan kasus harian saja

tidak cukup. Indonesia harus mampu mengendalikan penyebaran COVID-19 hingga

positivity rate harian turun di bawah 5%. Saat ini, positivity rate harian di Indonesia

berfluktuasi di kisaran 10-12%. Dengan penularan yang masih terus terjadi hingga saat

ini, kesadaran masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan dan mendukung

program vaksinasi harus terus dijaga.(Satgas Covid-19, 2021)

Pandemi COVID-19 merupakan ancaman luar biasa yang terjadi secara global.

SPenyakit ini dapat menyerang siapa saja tanpa kecuali. Penyebab penyakit COVID-19

adalah sebuah virus yang diberi nama SARS-CoV-2 (Severe Acute Respiratory

Syndrome Coronavirus-2). Infeksi virus SARS-CoV-2 ke dalam tubuh manusia dapat

mengakibatkan infeksi saluran pernapasan bagian bawah lalu berkembang menjadi

4
sindrom pernapasan akut yang parah, beberapa kegagalan organ, dan bahkan kematian.

Penyakit ini dapat menjadi lebih berbahaya jika diderita oleh kelompok lanjut usia dan

mereka yang memiliki penyakit bawaan (komorbid). Beberapa penyakit bawaan yang

dapat meningkatkan faktor resiko COVID-19 antara lain Hipertensi, Diabetes, Jantung,

Asma, Kanker, dan Gagal Ginjal.

Seperti virus pada umumnya yang bukan merupakan sel, maka saat berada di luar

tubuh kita, SARS-CoV-2 sebagai penyebab penyakit COVID-19 berada dalam keadaan

diam (dorman). Hal ini karena virus tidak memiliki perangkat penting untuk

memperbanyak dirinya sendiri, seperti yang dimiliki oleh sel. Apabila virus memiliki

kesempatan untuk masuk ke dalam tubuh kita, misalnya saat kita tidak sengaja

memegang benda terkontaminasi, lupa mencuci tangan dan mengusapkan tangan ke

wajah di sekitar hidung, maka virus seperti SARS-CoV-2 tersebut akan memiliki

kesempatan untuk memperbanyak dirinya di dalam sel target dengan menggunakan mesin

yang ada di dalam sel, yaitu ribosom. Masa inkubasi virus SARS-Cov2 adalah 14 hari.

Pada masa 14 hari tersebut, virus akan mengalami peningkatan akibat perbanyakan virus

yang terjadi, tapi kemudian menurun setelah sistem imun tubuh terbentuk.

Seperti halnya resepsionis yang bertugas menerima tamu pada sebuah gedung, virus

juga membutuhkan penerima (reseptor) yang cocok dengan molekul protein di

permukaannya. Pada SARS-Cov2, molekul protein di permukaan tersebut adalah protein

Spike. Protein Spike ini harus cocok dengan reseptor penerima pada sel targetnya.(Ii &

Dengan, 2014)

5
Virus penyebab COVID-19 merupakan virus yang memiliki genom berupa RNA

beruntai tunggal, virus tersebut juga dapat bermutasi. Mutasi merupakan peristiwa yang

senantiasa terjadi secara acak. Peristiwa mutasi ini terjadi pada saat proses perbanyakan

virus. Untuk memperbanyak dirinya, virus juga perlu menduplikasi genomnya, sehingga

ada proses ‗pembentukan pasangan‘. Pada saat pembentukan pasangan genom inilah,

apabila terjadi kesalahan pemilihan ‗pasangan‘, mutasi akan terjadi.

Meskipun merupakan virus dengan genom RNA, kecepatan mutasi virus penyebab

COVID-19 tidak secepat virus dengan genom RNA lainnya seperti HIV atau virus

Influenza. Hal ini disebabkan karena pada virus penyebab COVID-19, seperti juga pada

virus corona lainnya, terdapat mekanisme perbaikan mutasi yang tidak terdapat pada HIV

atau virus Influenza. Namun meskipun kecepatan mutasinya lebih rendah, hal ini tetap

mengakibatkan adanya keragaman virus penyebab COVID-19 sehingga dapat dilakukan

pengelompokan virus. Selain itu, walaupun tidak semua mutasi mengakibatkan

perubahan bentuk protein, namun ada juga mutasi yang dapat mengakibatkan perubahan

bentuk dan kerja dari suatu protein, termasuk protein S pada virus penyebab COVID-19.

Beberapa mutasi yang terjadi pada virus penyebab COVID-19, yang berakibat pada

perubahan bentuk protein S, sejauh yang diketahui, ada yang mempengaruhi transmisi

virus penyebab COVID-19. Namun bagaimana kaitannya dengan keparahan, masih

diperlukan penelitian lebih lanjut.

Dalam menghadapi kemungkinan penyebaran serta mutasi yang terdapat pada virus

penyebab COVID-19, sangatlah penting untuk tetap disiplin pada protokol Kesehatan.

Seperti halnya virus komputer yang hanya bisa menyebar melalui jaringan saat
6
menginfeksi komputer, virus penyebab COVID-19 dapat menyebar apabila menginfeksi

tubuh manusia, yang kemudian menyebar dari orang ke orang. Untuk itu kita harus

membatasi mobilitas penduduk agar meminimalisasi peluang tersebarnya virus penyebab

COVID-19. Hal ini tetap perlu terus dilakukan, sambil menunggu penuntasan vaksinasi

yang diperlukan untuk meningkatkan ketahanan tubuh kita dan terbentuknya kekebalan

kelompok.

1.2 Rumusan Masalah

a) Apa itu covid 19

b) Bagaimana cara penularan covid 19

c) Bagaimana Proses mutasi Genetik Virus Covid-19

1.3 Tujuan Penulisan

a) Mengetahui Bagaimana Proses mutasi Genetik Virus Covid-19

b) Memberikan inforasi seputar covid 19

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. MUTASI

Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada bahan genetik (DNA maupun RNA),

baik pada taraf urutan gen (disebut mutasi titik) maupun pada taraf kromosom. Mutasi

pada tingkat kromosomal biasanya disebut aberasi. Mutasi pada gen dapat mengarah pada

munculnya alel baru dan menjadi dasar bagi kalangan pendukung evolusi mengenai

munculnya variasi-variasi baru pada spesies.

Istilah mutasi petama kali digunakan oleh Hugo de Vries, untuk mengemukakan

adanya perubahan fenotipe yang mendadak pada bunga Oenothera lamarckiana dan

bersifat menurun. Ternyata perubahan tersebut terjadi karena adanya penyimpangan dari

kromosomnya. Seth wright juga melaporkan peristiwa mutasi pada domba jenis Ancon

yang berkaki pendek dan bersifat menurun. Penelitian ilmiah tentang mutasi dilakukan

pula oleh Morgan (1910) dengan menggunakan Drosophila melanogaster (lalat buah).

Akhirnya murid Morgan yang bernama Herman Yoseph Muller berhasil dalam

percobaannya terhadap lalat buah, yaitu menemukan mutasi buatan dengan menggunakan

sinar X (Anonim, 2009).

Peristiwa terjadinya mutasi disebut mutagenesis. Makhluk hidup yang mengalami

mutasi disebut mutagen. Mutasi bersifat acak, 90% sesungguhnya bersifat

merugikan bagi individu atau populasi suatu spesies. Dikatakan bersifat merugikan

karena mutasi menimbulkan perubahan suatu karakter dari keadaan yang biasanya

8
padahal karakter itu sudah beradaptasi selama jutaan tahun terhadap lingkungan.

Dengan adanya perubahan, maka makhluk itu harus beradaptasi lagi. Klasifikasi

Mutasi

Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada bahan genetik, baik DNA maupun

RNA. Berdasarkan klasifikasinya, mutasi dibagi menjadi beberapa jenis. yaitu:

1. Mutasi berdasarkan jenis sel

Mutasi jenis sel terbagi pula menjadi 2 macam, yakni mutasi somatis dan germinal.

 Mutasi Somatis

Mutasi somatik adalah adalah mutasi yang terjadi pada sel somatik, yaitu sel tubuh

seperti sel kulit. Mutasi ini tidak akan diwariskan pada keturunannya.

 Mutasi Gametik

Mutasi ini terjadi pada sel gamet, yaitu sel organ reproduksi yang meliputi sperma

dan ovum pada manusia. Oleh sebab itu, mutasi ini terjadi akibat faktor keturunan.

2. Mutasi berdasarkan cara terjadi

Klasifikasi selanjutnya adalah terjadinya mutasi dibedakan berdasarkan proses atau

cara terjadinya. Mutasi berdasarkan cara terjadi dibagi menjadi 2 macam, yakni

mutasi alami dan mutasi buatan yang dirancang oleh manusia untuk memenuhi

tujuan tertentu.

9
 Mutasi Alami

Perubahan genetik dalam mutasi alami terjadi secara alami tanpa campur tangan

manusia. Hal ini karena faktor terdapatnya mutagen alami yang menyebabkan

mutasi. Kasus dari mutasi alami sangat jarang terjadi.

 Mutasi Buatan

Mutasi ini terjadi pada sel gamet, yaitu sel organ reproduksi yang meliputi sperma

dan ovum pada manusia. Oleh sebab itu, mutasi ini terjadi akibat faktor keturunan.

 Mutasi berdasarkan sifat genetik

Selanjutnya, mutasi berdasarkan sifat genetik tertentu dari suatu individu.

Umumnya, ada 2 macam mutasi pada klasifikasi ini, yakni:

 Mutasi Dominan

Mutasi dominan terekspresi dalam keadaan genotip homozigot dan heterozigot

dominan. Gen dominan tersebut kemudian akan membawa sifat penyebab mutasi.

 Mutasi Resesif

Mutasi dominan terekspresi dalam keadaan genotip homozigot yang resesif. Gen

resesif tersebut akan membawa sifat penyebab mutasi.

Baca juga: Penentuan Jenis Kelamin pada Makhluk Hidup

10
4. Mutasi berdasarkan arah mutasi

Kemudian, ada mutasi yang digolongkan berdasarkan arah mutasinya. Ada dua jenis

mutasi berdasarkan arah mutasinya yakni:

 Mutasi Maju

Mutasi ini mengubah fenotip organisme yang sebelumnya abnormal menjadi normal.

Mutasi ini umumnya terjadi secara buatan. Karena sifatnya membawa dampak

positif dan digunakan sebagai teknologi dalam bidang kesehatan. Contohnya yakni

pengobatan dengan metode radioterapi.

 Mutasi Mundur

Mutasi ini menyebabkan fenotip organisme yang sebelumnya normal menjadi

abnormal. Contohnya ada pada penyakit anemia sel sabit yang menyerang sel darah

merah.

5. Mutasi berdasarkan peran bagi mutan

Nah, untuk klasifikasi ini, mutasi banyak dibahas dari segi peranannya yang terjadi

pada mutan (individu yang bermutasi tersebut). Diantaranya adalah

 Mutasi Menguntungkan

11
Mutasi ini terjadi dan membuat organisme mengalami perubahan menjadi adaptif.

Contohnya adalah mutasi pada gen CETP yang menyebabkan produksi kolesterol

dalam tubuh menjadi rendah. Sehingga individu terhindar dari masalah pada

pembuluh darah dan penyakit jantung meskipun mengkonsumsi kolesterol dalam

jumlah besar.

 Mutasi Merugikan

Kebalikan dari mutasi menguntungkan, mutasi ini terjadi dan membuat organisme

mengalami perubahan menjadi tidak adaptif. Contohnya yakni mutasi genetik pada

belalang yang justru mengubah warnanya menjadi merah muda, sehingga mudah

dimangsa oleh predatornya.

6. Mutasi berdasarkan perubahan fenotip

Mutasi selanjutnya digolongkan berdasarkan perubahan pada fenotip. Mutasi ini

terbagi menjadi 2 jenis, yakni:

 Mutasi Makro

Pada mutasi makro, perubahan terjadi cukup signifikan karena perubahan besar

terjadi pada fenotip. Umumnya mutasi ini dapat terlihat dengan jelas, seperti mutasi

pada belalang berwarna merah muda.

 Mutasi Mikro

12
Mutasi mikro sendiri hanya menyebabkan sedikit perubahan pada fenotip. Selain itu,

mutasi tersebut seringkali tidak bisa diamati secara langsung dan memerlukan

penelitian lebih lanjut.

7. Mutasi berdasarkan tingkatan

Kemudian yang terakhir, seperti yang sudah kita bahas pertama kali, mutasi

berdasarkan tingkatan ini terbagi menjadi 2 jenis, yakni mutasi gen dan mutasi

kromosom.

Demikianlah klasifikasi dari banyaknya jenis mutasi di dunia ini. Gimana? mulai

agak goyang belum ini buat ngapalin semuanya? Tenang aja, tarik nafas dulu. Duduk

yang enak, baru lanjutin pembahasan berikutnya tentang dampak dari mutasi.

B. MUTASI GENETIK

Mutasi gen pada dasarnya merupakan mutasi titik (point mutation). Pada mutasi ini

terjadi perubahan kimiawi pada satu atau beberapa pasangan basa dalam satu gen tunggal

yang menyebabkan perubahan sifat individu tanpa perubahan jumlah dan susunan

kromosomnya. Peristiwa yang terjadi pada mutasi gen adalah perubahan urutan-urutan

DNA atau lebih tepatnya mutasi titik merupakan perubahan pada basa N dari DNA atau

RNA.

Penggantian/substitusi pasangan basa terjadi karena penggantian satu nukleotida

dengan pasangannya di dalam untaian DNA komplementer dengan pasangan nukleotida

lain. Pasangan basa nitrogen (basa N) pad DNA antara timin dengan adenine atau antara

13
guanine dengan sitosin dihubungkan oleh ikatan hydrogen yang lemah. Atom-atom

hydrogen dapatberpindah dari satu posisi ke posisi lain pada purin atau pirimidin.

Perubahan kimai yang seperti itu disebut dengan perubahann tautomer. Misalnya secara

tidak normal, adenine berpasangan dengan sitosin dan timin dengan guanine. Peristiwa

perubahan genetik seperti itu disebut dengan mutasi gen karena hanya terjadi di dalam

gen.

Mutasi gen disebabkan oleh adanya perubahan dalam urutan nukleotida perubahan

genotif. Bahan-bahan penyebab terjadinya mutasi disebut dengan mutagen. Sedangkan

individu yang memperlihatkan perubahan sifat (fenotipe) akibat mutasi disebut mutan.

14
PERBEDAAN VIRUS DAN BAKTERI

Bakteri dan virus memiliki ukuran yang sangat kecil dan tidak kasat mata. Bakteri

bisa dilihat dengan mikroskop biasa, sedangkan virus tidak bisa dilihat dengan mikroskop

biasa, melainkan harus dilihat di bawah mikroskop elektron. Banyak bakteri dan virus

yang menyebabkan penyakit pada manusia.

Bakteri adalah organisme bersel tunggal yang secara alami dapat ditemukan di

tubuh atau di lingkungan sekitar kita. Kebanyakan dari bakteri ini tidak membahayakan

dan tidak menyebabkan penyakit. Hanya kurang dari satu persen jenis bakteri yang dapat

menyebabkan penyakit pada manusia. Salah satu contoh penyakit umum yang disebabkan

oleh bakteri adalah tuberkulosis atau TBC yang menyerang paru-paru. Ukuran

Mycobacterium tuberculosis yang menjadi penyebab TBC berkisar antara 0,2 sampai 0,6

μm (lebar) ×1 sampai 10 μm (panjang). Bakteri ini dapat dilihat di bawah mikroskop.

Virus mempunyai ukuran yang sangat kecil. Berbeda dengan bakteri, kebanyakan dari

virus menyebabkan penyakit. Salah satu contoh virus yang dapat menyebabkan penyakit

adalah Virus Influenza. Ukuran Virus Influenza sekitar 80 - 120 nm.

Virus Corona termasuk golongan virus, bukan bakteri. Virus Corona sangat banyak

macamnya, yang paling baru adalah SARS Corona Virus-2, yang menyebabkan COVID-

19. Virus ini berukuran 50—200 nm.

15
16
COVID-19

Virus corona atau severe

acute respiratory syndrome

coronavirus 2 (SARS-CoV-2) adalah

virus yang menyerang sistem

pernapasan. Penyakit karena infeksi

virus ini disebut Covid 19. Virus

corona bisa menyebabkan gangguan

ringan pada sistem pernapasan, infeksi paru- paru yang berat, hingga kematian. Severe

acute respiratory syndrome corona virus 2 (SARS- CoV-2) yang lebih dikenal dengan

nama virus corona adalah jenis baru dari corona virus yang menular ke manusia. Virus ini

bisa menyerang siapa saja, baik bayi, anak-anak, orang dewasa, lansia, ibu hamil,

maupun ibu menyusui(Handayani, 2020). Corona virus adalah kumpulan virus yang bisa

menginfeksi sistem pernapasan(Kemenkes, 2020).

17
ASAL NAMA CORONA

Ada dua pendapat asal nama virus tersebut. Pertama, di bawah mikroskop

elektron bentuk virus mirip korona pada gerhana matahari. Pada gerhana matahari ada

cincin di sekitar gerhana yang disebut korona.

Kedua, bentuk Virus Corona mirip dengan mahkota ratu atau raja. Dalam Bahasa

Latin, corona berarti mahkota.

18
SEJARAH COVID-19

Sejarah Coronavirus bermula pada laporan pertama wabah COVID-19 yang berasal

dari sekelompok kasus pneumonia manusia di Kota Wuhan, China, sejak akhir Desember

2019. Tanggal paling awal timbulnya kasus adalah 1 Desember 2019. Gejala dari pasien

meliputi demam, malaise, batuk kering, dan dispnea yang didiagnosis sebagai gejala infeksi

virus pneumonia. Awalnya, penyakit itu disebut pneumonia Wuhan oleh pers karena gejala

yang serupa pneumonia. Hasil sekuensing genom menunjukkan bahwa agen penyebabnya

adalah coronavirus baru. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk sementara menamai virus

baru 2019 novel coronavirus (2019-nCoV) pada 12 Januari 2020 dan kemudian secara resmi

mengubahnya menjadi penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) pada 12 Februari 2020.

Penyakit COVID-19 yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 atau yang dikenal juga

dengan coronavirus masih satu keluarga dengan coronavirus penyebab wabah Severe Acute

Respiratory Syndrome (SARS) dan Middle East Respiratory Syndrome (MERS). Ketiga

wabah ini memiliki kecepatan infeksi yang berbeda dalam menjangkiti para korban. Di antara

ketiganya, COVID-19 adalah yang tercepat dalam mengakibatkan infeksi antar manusia.

Penyakit COVID-19 telah menjadi pandemi kelima yang didokumentasikan sejak

pandemi flu 1918. COVID-19 pertama kali dilaporkan di Wuhan, Cina, dan kemudian

menyebar ke seluruh dunia. Coronavirus penyebab COVID-19 secara resmi dinamai Severe

Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) oleh International Committee on

Taxonomy of Viruses (ICTV) berdasarkan analisis filogenetik dan taksonomi. SARS-CoV-2

diyakini sebagai limpahan dari coronavirus hewan yang kemudian beradaptasi dan berpindah

19
penularannya dari manusia ke manusia. Karena virus ini sangat mudah menular, ia menyebar

dengan cepat dan terus bermultiplikasi pada populasi manusia.

Coronavirus adalah keluarga besar dari berbagai virus yang sudah lama berada dalam

kehidupan manusia. Beberapa di antaranya menyebabkan flu biasa pada manusia, yang

lainnya menyebabkan batuk dan gangguan pernapasan ringan. Coronavirus menginfeksi

hewan, termasuk kelelawar, unta, dan sapi. Ilmuwan telah mengklasifikasikan coronavirus ke

dalam empat sub-grup yaitu alpha, beta, gamma, dan delta. SARS-CoV-2 ini merupakan

anggota ketujuh dari keluarga virus corona yang menginfeksi manusia. MERS muncul pada

2012 dan merenggut 858 korban jiwa. Penyakit yang pertama kali terlacak di Arab Saudi itu

butuh waktu 903 hari atau sekitar 2,5 tahun untuk menginfeksi 1.000 orang pertama. SARS

yang ditemukan di Tiongkok pada 2002 menewaskan 774 korban jiwa, serta menghabiskan

130 hari untuk menginfeksi 1.000 orang pertama. Sementara COVID-19 menjadi wabah

dengan durasi penularan tercepat. Virus yang berkembang dari Wuhan, Tiongkok, ini hanya

membutuhkan 48 hari untuk menginfeksi 1.000 orang pertama. Data Reuters pada 1 Februari

2020 menyatakan, virus yang bermula dari Wuhan, Tiongkok ini menimpa 1000 orang dalam

48 hari pertama. Data selengkapnya perbandingan kecepatan penyebaran COVID-19, SARS

dan MERS.

 Awal Mula Penyebaran Pandemi Covid-19 di Dunia Internasional

Pada awal Desember 2019, Covid-19 pertama kali terkonfirmasi di Wuhan, China

ditandai dengan pasien pertama yang mengalami gejala pneumonia 1. Kemudian, pada 31

Desember 2019, terdapat belasan orang di Wuhan yang terindikasi mengalami gejala

pneumonia seperti infeksi pada radang paru-paru 2. Hal tersebut dikarenakan Covid-19
20
disebabkan oleh SARS-CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus-2)

yang berkaitan dengan virus yang menyerang pernapasan atau disebut dengan SARS.

Bahkan, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization) telah

menyatakan penyebab utama dari pandemi Covid-19 berasal dari hewan. Adapun,

pandemi tersebut berasal dari pasar hewan Huanan yang menjual makanan laut di

Wuhan, China 3.

Pasar Huanan di Wuhan menjadi tempat pertama kali kasus Covid-19

terkonfirmasi di China pada 11 Desember 2019. Hal ini ditandaidengan seorang

perempuan yang merupakan salah satu pedagang di pasar Huanan melaporkan bahwa

dirinya mengalami gejala demam dan sejumlah gejala yang mengarah pada infeksi terkait

virus tersebut. Setelah terdapat kasus virus Covid-19 pertama kali, terdapat sejumlah

pedagang di pasar Huanan yang melaporkan bahwa telah mengalami gejala serupa

dengan kasus pertama di pasar tersebut. Pada 30 Desember 2019, Komisi Kesehatan Kota

Wuhan (The Wuhan Municipal Health Commission) atau WHC memberi peringatan

kepada masyarakat bahwa terdapat sejumlah pasien dengan gejala pneumonia yang

bekerja sebagai pedagang di Pasar Huanan 4. Hal tersebut menunjukkan bahwa

Pemerintah China transparan dan terbuka terhadap masyarakat terkait penemuan kasus

pertama virus yang serupa dengan pneumonia tersebut.

Pada 27 Desember 2019, terdapat pasien yang dirawat di rumah sakit yang

terletak di Distrik Jianghan dan pasien tersebut merupakan pekerja di Pasar Huanan 5.

Berkaitan dengan kasus tersebut, pada 28 dan 29 Desember 2019 terdapat tambahan tiga

pasien dengan gejala yang sama dan ketiga pasien tersebut merupakan pekerja di Pasar

21
Huanan, Wuhan. Bahkan, pada 28 Desember 2019, Rumah Sakit Pusat Wuhan (Wuhan

Central Hospital) melaporkan bahwa terdapat empat dari tujuh kasus pasien diantarainya

telah melakukan aktifitas di Pasar Wuhan. Bahkan, salah satu pasien pertama yang

mengalami gejala penyakit pneumonia tersebut menunjukkan adanya infeksi paru-paru

dari hasil CT scan.

Pada 1 Januari 2020, otoritas kesehatan China telah melakukan penutupan Pasar

Huanan setelah mengetahui awal mula penyebab utama dari penularan Covid19 berasal

dari hewan di pasar tersebut. Pasar Huanan menjual sejumlah hewan seperti kelelawar,

tikus, ular, ayam, babi, domba, dan juga menjual makanan laut seperti udang dan ikan.

Penutupan Pasar Huanan tersebut bertujuan untuk mengurangi penyebaran Covid-19 di

lingkungan masyarakat dan mengubah pola hidup masyarakat yang masih membeli

hewan liar yang dianggap sebagai sumber virus Covid-19 untuk dikonsumsi sehari-hari.

Penutupan pasar tersebut didasarkan karena telah ditemukan 27 kasus yang menunjukkan

gejala infeksi berkaitan dengan Covid-19 pada 31 Desember 2019 lalu. Oleh karena itu,

sebagian besar dari pasien tersebut terindikasi melakukan interaksi di Pasar Huanan.

Penyebaran kasus Covid-19 tidak hanya menyebar di sejumlah wilayah di China,

tetapi juga negara lain. Pada 13 Januari 2020, PemerintahThailand telah melaporkan

bahwa terdapat warga negara China yang berasal dari Kota Wuhan berada di Thailand

dan terkonfirmasi mengalami infeksi yang berkaitan dengan Covid-19 6. Pandemi

tersebut tidak hanya menyebar ke negara-negara di kawasan Asia Tenggara, tetapi juga

telah menyebar ke kawasan Asia Timur seperti Jepang. Pada 16 Januari 2020, Pemerintah

Jepang telah melakukan konfirmasi terkait warganegara Jepang yang melakukan

22
perjalanan menuju Wuhan, mengalami infeksi virus corona atau Covid-19 7. Bahkan,

pada 21 Januari 2020 kasus Covid-19 telah menyebar ke kawasan Amerika Serikat

ditandai dengan adanya sejumlah pejabat yang berada di Washington terkonfirmasi

positif Covid-19.

Penyebaran pandemi Covid-19 telah menyebar ke sejumlah negara di hampir

seluruh kawasan secara masif melalui imported case. Pada 24 Januari 2020, pandemi

Covid-19 pertama kali telah menyebar ke kawasan Eropa, yaitu Perancis 8. Kasus Covid-

19 tersebut ditandai dengan adanya dua warga negara Perancis yang telah melakukan

perjalanan dari Wuhan. Pada 25 Januari 2020, pandemi Covid-19 telah menyebar ke

Kanada yang berasal dari seorang pria yang memiliki riwayat perjalanan dari Wuhan,

China. Kasus tersebut bersamaan dengan Pemerintah Malaysia dan Australia yang telah

melaporkan adanya kasus pertama Covid-19 yang terkonfirmasi di negaranya masing-

masing. Pada 27 Januari 2020, Pemerintah Jerman juga melaporkan kasus Covid-19

pertama kali di Jerman dan membentuk tim guna mengatasi pandemi tersebut 9. Di sisi

lain, pada 14 Februari 2020 pandemi Covid-19 telah terkonfirmasi pertama kali di

kawasan Afrika Utara yaitu Mesir.

Sebelum WHO menetapkan nama terhadap virus yang serupa dengan SARS,

WHO menyebut virus tersebut sebagai Novel Coronavirus atau virus corona. Hal tersebut

dikarenakan virus tersebut menyebabkan flu hingga infeksi pernapasan yang mirip

dengan MERS (Middle East Respiratory Syndrom) maupun SARS. Bahkan, telah

ditemukan adanya virus corona terbaru yang disebut oleh WHO sebagai Covid-19 yang

menyebar secara masif di hampir seluruh negara hingga menjadi pandemi global.

23
 Awal Mula Penyebaran Pandemi Covid-19 di Indonesia

Pada 2 Maret 2020, Pemerintah Indonesia telah menyatakan bahwa terdapat dua

warga negara Indonesia (WNI) yang telah terkonfirmasi positif Covid-19 10. Kasus

Covid-19 pertama kali di Indonesia ditemukan di Kota Depok, Jawa Barat dan kedua

WNI tersebut merupakan seorang ibu yang berusia 64 tahun dan anak perempuan yang

berusia 31 tahun. Kasus pertama yaitu perempuan yang berusia 31 tahun tersebut terkena

Covid-19 yang berasal dari interaksi dengan warga negara Jepang yang berada di Jakarta.

Sedangkan, kasus kedua yaitu seorang ibu yang telah melakukan kontak dengan anak

perempuannya tersebut. Putrinya tersebut menghadiri pesta dansa yang diadakan di Klub

Paloma dan Amigos, Jakarta pada 14 Februari 2020.

24
SIFAT COVID 19

Coronavirus adalah kelompok virus yang beragam yang Menginfeksi banyak

hewan yang berbeda, dan mereka dapat Menyebabkan infeksi pernapasan ringan hingga

berat pada Manusia. Pada tahun 2002 dan 2012, masing-masing, dua Coronavirus yang

sangat patogen dengan asal zoonosis,Coronavirus sindrom pernafasan akut yang parah

(SARS-CoV) Dan coronavirus sindrom pernafasan Timur Tengah (MERSCoV), muncul

pada manusia dan menyebabkan penyakit Pernafasan yang fatal, menjadikan coronavirus

yang muncul Sebagai masalah kesehatan masyarakat baru di abad kedua Puluh satu1 .

Pada akhir tahun 2019, sebuah novel coronavirus Yang ditetapkan sebagai SARS-CoV-2

muncul di kota Wuhan, Cina, dan menyebabkan wabah pneumonia virus yang tidak

Biasa. Karena sangat mudah menular, penyakit coronavirus baru Ini, juga dikenal sebagai

penyakit coronavirus 2019 (COVID-19), Ini telah sangat melampaui SARS dan MERS

dalam hal jumlah Orang yang terinfeksi dan jangkauan spasial daerah epidemi. Wabah

COVID-19 yang sedang berlangsung telah menimbulkan Ancaman luar biasa bagi

kesehatan masyarakat global4,5 .Dalam Ulasan ini, kami merangkum Pemahaman terkini

tentang sifat SARS-CoV-2 dan COVID-19. Berdasarkan temuan yang baru-baru ini

diterbitkan, Tinjauan Komprehensif ini mencakup biologi dasar SARS-CoV-2, termasuk

Karakteristik genetik, asal zoonosis potensial, dan pengikatan Reseptornya.(Hu et al.,

2021)

 Sifat pathogen virus

25
Corona adalah berdasarkan pada sifat SARS-CoV dan MERS-CoV yang telah

dipelajari sebelum kejadian COVID-19. Pada studi homologi diketahui bahwa Kesamaan

(smilirity) antara COVID-19 dengan SARS CoV ZC45 di atas 85% .

Pengetahuan mengenai karakteristik Virus SARS-CoV-2 diperlukan dalam upaya

Inaktivasi virus ini untuk memutus rantai Penyebaran Covid-19. Secara genetik virus

SARS-CoV-2 termasuk ke dalam jenis β-Corona virus yang sama dengan jenis virus

Penyebab penyakit SARS dan penyakit Middle East respiratory syndrome (MERS)

(Uddin et al. 2020), yang menyerang ssaluran Pernafasan bagian bawah. Selain ketiga

jenis Virus corona tersebut, virus corona jenis lain Yang menjadi penyebab penyakit pada

Manusia khususnya saluran pernapasan Dengan gejala ringan flu dan demam telah

Dikenal sejak akhir tahun 1960-an (Kahn dan McIntosh 2005). Seperti halnya virus

corona yang lain, Karakteristik virus SARS-CoV-2 adalah virus RNA utas tunggal,

panjang genom sekitar 30 Kb dan memiliki selubung (envelope) berupa Lipid, dimana

pada selubung tersebut tersebar Glikoprotein membran yang dikenal dengan Nama

protein S (Kim et al. 2020, Wang et al. 2020). Protein S memiliki struktur berupa

Tonjolan-tonjolan seperti paku (spikes) yang Menjadi wahana virus untuk melekat pada

Reseptor sel inang (host) dan masuk ke dalam Sel inang, sehingga protein ini sangat

Menentukan tingkat keganasan dari virus ini (Prayitno et al., 2021)

 Sifat umum virus corona

 Corona – mahkota ditandai dengan adanya paku (spike) dipermukaan virus

26
 Protein S (spike) berkaitan dengan suatu reseptor di permukaan sel manusia yaitu

angiotensinenzim pengubah 2 (ACE 2)

 daya ikat protein S virus SARS-CoV 2 lebih tinggi 10-20 kali virus SARS-CoV 2.

Diperkirakan ini penyebab tingginya penularan

27
EPIDEMIOLOGI

Pandemi COVID-19 (Coronavirus Disease 2019) yang disebabkan oleh virus

SARSCoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus- 2) menjadi peristiwa

yang mengancam kesehatan masyarakat, menyerang sistem pernapasan dan

menyebabkan penyakit mulai dari flu biasa hingga sindrom pernapasan akut yang parah

(SARS).1 Hingga 12 Maret 2021, lebih dari 118 juta kasus yang dikonfirmasi di 220

negara dan lebih dari 2 juta kematian telah dilaporkan.2 Per 14 Juli 2021, Indonesia

menempati peringkat ke 15 dari 221 dengan total konfirmasi lebih dari 2,6 juta kasus.3

Semarang dengan jumlah kasus konfirmasi 27,514 kasus menempati urutan tertinggi di

wilayah Jawa Tengah.4 Guna mengendalikan penularan kasus COVID-19, beberapa

tindakan telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang, seperti; melakukan edukasi

keliling mengenai protokol kesehatan pencegahan COVID-19 setiap hari yang dilakukan

oleh Puskesmas, menyediakan sarana prasarana berupa fasilitas tempat cuci tangan di

tempat umum seperti pusat perbelanjaan, menayangkan iklan layanan masyarakat dalam

mengimbau untuk selalu menaati protokol kesehatan di beberapa rambu lalu lintas, dan

masih banyak lagi. Tindakan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh WHO dan

Kementerian Kesehatan RI tidak akan berjalan sebelum masyarakat dibekali dengan

pengetahuan, sikap dan keterampilan yang baik dalam pelaksanaannya. Pengetahuan

yang baik, akan mendorong sikap dan perilaku positif, seperti perilaku kesehatan yang

berupa perilaku pencegahan COVID-19.5(Arianto & Sutrisno, 2021)

Perilaku kesehatan menurut L. Green, dipengaruhi dan ditentukan oleh tiga faktor

yaitu faktor predisposisi (predisposing factor), faktor pemungkin (enabling factor), dan
28
faktor pendorong/penguat (reinforcing factor).6 Jika dilihat dari faktor predisposisi,

masyarakat memiliki faktor sosiodemografi seperti perbedaan umur, jenis kelamin,

tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat pengetahuan, serta daerah asal. Gambaran

karakteristik sosiodemografi tersebut dapat memengaruhi perilaku masyarakat serta

outcome dari kesehatan masyarakat.7 Faktor pemungkin (enabling factor) juga berperan

dalam terbentuknya perilaku pencegahan COVID-19, seperti status vaksinasi. Saat ini,

vaksin untuk SARS-CoV-2 sudah tersedia dan telah diedarkan di masyarakat Indonesia.

Disisi lain, pemerintah tetap menghimbau supaya masyarakat tidak mengesampingkan

protokol kesehatan dalam beraktivitas dimanapun dan kapanpun mengingat virus ini

masih bermutasi dan belum diketahui dampak jangka panjangnya dari mutasi ini.

8Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Prihati menunjukkan tidak ada hubungan

yang signifikan antara usia responden, jenis kelamin, dan jenis pekerjaan terhadap

perilaku dalam pencegahan COVID-19.9 Disisi lain, pada penelitian Shamshiripour,

Rahimi, Shabanpour, & Mohammadian (2020) sebagian responden (5%) ke area

terjangkit dapat menjadikan seseorang terkena infeksi COVID-19.2 Berdasarkan studi

pendahuluan melalui data Dinas Kesehatan Kota Semarang per 19 Juli 2021, kasus

konfirmasi aktif COVID-19 lebih banyak diderita oleh laki-laki sebanyak 1050 orang

(52,6%) dibandingkan perempuan sebanyak 948 orang (47,4%).

Menurut persebaran melaporkan mereka melakukan kontak erat dengan kasus

konfirmasi COVID-19 dan berpotensi terjangkit infeksi karena mengalami gejala (3%)

setelah melakukan kontak.10 Kontak erat, termasuk tinggal satu rumah dengan pasien

COVID-19 dan riwayat perjalanan kelompok usia, usia produktif (20-54 tahun)

menyumbang angka kasus konfirmasi aktif paling banyak (52%) dibanding kelompok
29
usia lainnya. Penelitian mengenai gambaran epidemiologi COVID-19 sudah banyak

dilakukan, namun yang menghubungankan keterbaruan variabel seperti status vaksinasi

dan riwayat kontak sosial dengan pasien konfirmasi aktif dengan perilaku pencegahan

COVID-19 belum banyak diteliti. Untuk itu, peneliti tertarik melakukan penelitian

mengenai gambaran epidemiologi COVID-19 dan hubungannya dengan perilaku

pencegahan di Kota Semarang.

Diawali dengan penemuan kasus pertama di Wuhan, China yang melaporkan kasus

pertamanya lalu makin menyebar ke daerah lain bahkan keseluruh penjuru dunia. Kasus

COVID-19 diibaratkan sebagai bola salju yang makin hari mengalami peningkatan angka

positif dari hampir seluruh negara, hingga artikel ini dibuat terdapat lebih dari 205 juta

kasus positif dengan 4,33 juta korban meninggal dunia (WHO, 2021).

Kasus pertama COVID-19 di Indonesia dilaporkan terjadi di Depok pada tanggal 2

Maret 2020, hingga saat ini kasus positif di Indonesia mencapai 3,75 juta dan 112.000

korban meninggal. Provinsi Lampung sendiri jumlah angka positif mencapai 39.446

dengan korban jiwa mencapai 2.665 orang (Kemenkes RI, 2021).

Coronavirus terdapat messenger RNA (mRNA) yang

membantu translasi dari replikasi/transkripsi. Terdapat 16 protein non struktural

yang dikode oleh ORF. Bagian 1/3 lainnya dari rangkaian RNA virus, yang tidak

berperan dalam proses replikasi/transkripsi, berperan dalam mengkode 4 protein


(12) (13)
struktural, yaitu protein S, protein E, protein M, dan protein N . Pintu

masuk virus ke dalam sel adalah hal yang mendasar untuk transmisi. Seluruh

Coronavirus mengode glikoprotein permukaan, yaitu protein S yang berikatan

30
dengan reseptor inang dan menjadi jalan masuk virus ke dalam sel (Letko,

2020).

Secara genetik SARS-CoV-2 yang ditemukan saat ini

memiliki kemiripan secara genetik dengan SARS yang ditemukan pada tahun 2002.

Coronavirus akan menjadi infektif ketika mencapai tempat yang menyediakan

lingkungan seluler untuk perkembangan virus dan mutasi virus. Sebuah penelitian

dengan analisis filogenetik menunjukkan virus ini termasuk kedalam genus

betacoronavirus. Penelitian lain yang dilakukan menyebutkan bahwa morfologi virus

umumnya adalah pleomorfisme dengan diameter 60-140 nm. Virus ini memiliki protein

spike atau protein S dengan ukuran 9-12 nm (Ayu et al., 2020)

Penularan COVID-19 terbagi kedalam beberapa jenis, diantaranya sebagai

berikut:

a. Kontak dan droplet

Penularan COVID-19 terjadi melalui kontak langsung, tidak langsung maupun

kontak erat dengan orang yang terjangkit COVID-19 melalui air liur dan droplet

yang keluar dari orang dengan COVID-19 pada saat sedang berbicara, bernyanyi,

batuk dan aktivitas lainnya. Penularan melalui droplet dapat terjadi pada jarak

kurang lebih 1 meter (WHO, 2020).

b. Udara

Penularan melalui udara didefinisikan sebagai agen infeksius yang diakibatkan

oleh penyebaran droplet yang melayang dan masih dalam keadaan infeksius dan

dapat bergerak hingga jauh (WHO, 2020).

31
c. Fomit

Adalah penularan yang disebabkan oleh kontaminasi permukaan dan benda yang

terkena droplet dari orang yang terjangkit COVID-19 (WHO, 2020).

Gejala klinis COVID-19 sangat beragam, mulai dari asimptomatik, gejala sangat

ringan, gejala berat, hingga kondisi yang mengharuskan untuk mendapat perawatan

khusus seperti kegagalan respirasi akut (Huang et al., 2020). Gejala klinis yang biasanya

terjadi pada kasus COVID-19 adalah demam, batuk kering dan sesak napas. Berdasarkan

penelitian pada pasien, gejala yang paling sering muncul adalah demam (98%), batuk

(76%), dan myalgia atau kelemahan (44%), sakit kepala 8%, batuk darah 5%, dan diare

3% (Huang et al., 2020). Gejala lain yang timbul adalah gejala yang menyerang

pencernaan dengan hasil penelitian sebagai berikut, 2,7% pasien mengalami sakit

abdominal, 7,8% pasien mengalami diare, 5,6% pasien mengalami mual dan/atau

muntah.(Maftuhah, 2017)

Akhir tahun 2019 muncul wabah pneumonia yang disebabkan oleh Covid-19.

Penyebaran kasus pertama Covid-19 di Indonesia pada tanggal 02 Maret 2020 yang

terkonfirmasi sebanyak 2 penderita yang berasal dari Jakarta. COVID-19 disebabkan

oleh strain baru dari coronavirus, yang secara resmi dinamai sebagai Severe Acute

Respiratory Syndrome- Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) (Bedford,2020). COVID-19 dapat

menular sangat cepat melalui bebrapa perantara, diantaranya adalah kontak dengan orang

yang terkonfirmasi COVID-19, droplet, udara dan fomit(WHO, 2020).

Gejala umum di awal penyakit adalah demam, kelelahan atau myalgia, batuk kering.

Serta beberapa organ yang terlibat seperti pernapasan (batuk, sesak napas, sakit

tenggorokan, hemoptisis atau batuk darah, nyeri dada), gastrointestinal (diare, mual,
32
muntah), neurologis (kebingungan dan sakit kepala). Namun tanda dan gejala yang

sering dijumpai adalah demam (83-98%), batuk (76-82%), dan sesak napas atau dyspnea

(31-55%) (Levani, 2021).

Tatalaksana untuk pasien coronavirus disease 2019 adalah Lovinapir, Ritonavir,

Remdesivir, Kloroquin, Hidrokloroquin, Plasma Konvaselen (Shen et al., 2020). Faktor

resiko penularan COVID-19 berhubungan dengan komorbid pada seseorang dan

bagaimana dia menjaga kebersihan, oleh sebab itu WHO telah mengeluarkan tatalaksana

pencegahan yag meliputi menjaga jarak, mencuci tangan, menjauhi kerumunan (WHO,

2020).

Hingga saat ini belum ditemukan tatalaksana psasti untuk pasien COVID-19, tatalaksana

yang dapat dilakukan adalah terapi sesuai dengan gejala yang muncul dan dengan

oksigen. Namun beberapa penelitian mengatakan beberapa jenis obat dinilai ampuh

untuk digunakan sebagai tatalaksana COVID-19. Berikut merupakan jenis obat yang

telah dilakukan penelitian :

a. Lovinapir dan Ritonavir

Penelitian yang dilakukan Chu, et al menunjukkan hasil bahwa pasien yang diberi

tatalaksana obat tersebut menurunkan angka kematian. Obat ini juga memiliki

kemampuan dalam menginhibisireplikasi virus (Cascella, 2020).

b. Remdesivir

Hasil penelitian menunjukkan remdesivir dapat menginhibisi infeksi virus, obat

ini efektif dalam menurunkan angka kematian padakasus berat (Cascella, 2020).

c. Kloroquin dan Hidroksiklorokuin Kloroquin

merupakan obat yang dapat menghambat infeksi virus, obat ini termasuk kedalam
33
obatkeras sehingga penggunaannyaharus dibawah pantauan dokter(Cascella, 2020).

d. Plasma Konvaselen

Plasma pasien yang telah sembuh dari COVID-19 memiliki efek terapeutik karena

telah mempunyai antibodi terhadap SARS-CoV-2. Penelitian yang dilakukan

menunjukkan terdapat lima serial kasus pasien yang mendapat terapi Plasma

Konvaselen menunjukkan perbaikan klinis pada keseluruhan pasien(Kemenkes RI,

2020).

34
CARA PENULARAN

Apabila seseorang mengidap virus di saluran pernapasan maka setiap bernapas,

berbicara, batuk, bersin, menyanyi, atau kegiatan lain yang menghasilkan droplet, virus

akan ikut terbawa keluar saat aktivitas tersebut.

Droplet merupakan cairan dari saluran pernapasan yang ukurannya besar.

Misalnya, apabila kita bersin atau batuk maka tubuh akan mengeluarkan percikan atau

cipratan air ludah atau lendir hidung. Apabila droplet yang membawa virus terhirup oleh

orang lain, virus akan Kembali hidup di dinding saluran pernapasan sejak dari ujung

hidung sampai alveolus (ujung paru-paru). Dari batuk droplet ini bisa terpercik sekitar

1—2 meter. Nasib droplet yang berisi virus sebagian akan terhirup orang lain, sebagian

besar akan jatuh ke lantai, baju, meja, atau permukaan lain. Droplet akan mengering,

tetapi virus masih mampu hidup beberapa saat (Ii, 2020).

Virus itu bisa menempel di bagian tubuh mana saja, contohnya tangan. Oleh

karena itu, harus sering cuci tangan. Jika droplet yang membawa virus terhirup oleh

orang yang sehat, virus akan kembali hidup di dinding saluran pernapasan sejak dari

ujung hidung sampai alveoli (ujung paru-paru

35
36
LAMA HIDUP VIRUS CORONA DI LINGKUNGAN

Virus Corona hidup dan sangat menular melalui droplet yang keluar melalui

mulut dan hidung orang yang terinfeksi. Virus Corona dapat bertahan hidup di udara

bebas selama tiga jam dan dapat hidup lebih lama jika menempel pada permukaan-

permukaan benda di sekitar. Hal ini yang menyebabkan kemungkinan terjadinya

penyebaran infeksi baru secara tidak langsung. Namun, perlu diingat penularan melalui

udara bebas atau aerosol hanya terjadi pada situasi tindakan medis, seperti pemasangan

intubasi atau nebulasi yang memungkinkan partikel-partikel droplet yang lebih kecil

(aerosol) menyebar lebih dari 1-2 meter.

Virus Corona dapat bertahan hidup paling lama pada permukaan plastik dengan

durasi selama 72 jam; permukaan stainless steel selama 48 jam; permukaan kertas atau

kardus selama 24 jam; dan permukaan berbahan tembaga selama 4 jam (Surtaryo et al.,

37
2020).

38
MANIFESTASI KLINIS

Gejala klinis umum yang terjadi pada pasien Covid19, diantaranya yaitu demam,

batuk kering, dispnea, fatigue, nyeri otot, dan sakit kepala (Lapostolle dkk, 2020).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Huang dkk (2020), gejala klinis yang paling

sering terjadi pada pasien Covid19 yaitu demam (98%), batuk (76%), dan myalgia atau

kelemahan (44%). Gejala lain yang terdapat pada pasien, namun tidak begitu sering

ditemukan yaitu produksi sputum (28%), sakit kepala 8%, batuk darah 5%, dan diare 3%,

sebanyak 55% dari pasien yang diteliti mengalami dispnea.

39
GEJALA

Secara umum pasien menunjukkan gejala gangguan system pernapasan yang

ringan dan demam. Rerata waktu inkubasi Virus Corona adalah 5 hingga 6 hari, dengan

catatan periode inkubasi bisa berbeda pada tiap individu dengan rentang satu hingga 14

hari dari infeksi.

Gejala yang paling umum ditemukan adalah demam dan batuk tidak berdahak.

Hampir 90% kasus menunjukkan gejala demam dan 67% menunjukkan gejala batuk tidak

berdahak. Kemudian disusul dengan 40% pasien mengeluhkan gejala fatigue (tidak enak

badan/pegal-pegal) dan 33% pasien melaporkan adanya batuk berdahak. Dari seluruh

gejala, hanya 18.6% pasien yang melaporkan adanya gejala kesulitan bernapas (dyspnea).

Banyak dari gejala yang dilaporkan oleh pasien COVID-19 hampir serupa dengan gejala

flu. Namun, pasien COVID-19 jarang mengeluhkan adanya gejala hidung tersumbat atau

pilek dibandingkan dengan flu pada umumnya (Ansori, 2015).

40
Pada gambar di atas, ada empat kelompok pembagian:

C. Kelompok pertama: Pelaku perjalanan dari negara terjangkit

a. Pelaku perjalanan dari negara/wilayah terjangkit COVID-19 (ada kasus konfirmasi

tetapi bukan transmisi lokal)

Pelaku perjalanan dari negara/wilayah terjangkit COVID-19 yang tidak bergejala

wajib melakukan monitoring mandiri (selfmonitoring) terhadap kemungkinan

munculnya gejala selama 14 hari sejak kepulangan. Setelah kembali dari

negara/area terjangkit sebaiknya mengurangi aktivitas yang tidak perlu dan

menjaga jarak kontak (≥ 1 meter) dengan orang lain.

b. Pelaku Perjalanan dari negara/ wilayah dengan transmisi lokal COVID-19

Pelaku perjalanan dari negara/wilayah transmisi local maka harus melakukan

karantina mandiri di rumah selama 14 hari sejak kedatangan dan bagi warga negara

asing harus menunjukkan alamat tempat tinggal selama di karantina dan informasi

tersebut harus disampaikan pada saat kedatangan di bandara. Selama masa

karantina diharuskan untuk tinggal sendiri di kamar yang terpisah, menghindari

kontak dengan anggota keluarga lainnya, dan tidak boleh melakukan aktivitas di

luar rumah.

2. Kelompok kedua: orang tanpa gejala (OTG)

Kelompok kedua merupakan kelompok orang yang tidak mengalami gejala

COVID-19, tetapi ada riwayat kontak dengan pasien konfirmasi positif COVID-

19. Pada kelompok orang ini, sebaiknya memeriksakan diri ke pusat kesehatan
41
untuk diambil spesimen pemeriksaan RT-PCR atau Rapid Test pada hari ke-1 dan

ke-14. Sementara itu, tetap harus melakukan karantina di rumah saja, sambil

memantau apakah ada gejala yang muncul (pengukuran suhu sendiri, apakah ada

batuk, nyeri tenggorokan, dll.).

3. Kelompok ketiga: orang dalam pemantauan ( ODP )

a. Orang yang mengalami demam (≥38oC) atau Riwayat demam; ATAU gejala

gangguan sistem pernapasan seperti pilek/sakit tenggorokan/batuk DAN tidak ada

penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan DAN pada 14 hari

terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di

negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal.

b. Orang yang mengalami gejala gangguan system pernapasan seperti pilek/sakit

tenggorokan/batuk DAN pada 14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki

riwayat kontak dengan kasus konfirmasi COVID-19.

ODP juga akan dilakukan pengambilan spesimen pada hari ke-1 dan ke-2 untuk

pemeriksaan COVID-19 dengan RT-PCR. Pengambilan spesimen dilakukan oleh

petugas laboratorium setempat yang berkompeten dan

berpengalaman baik di fasilitas pelayanan Kesehatan (fasyankes) atau lokasi

pemantauan. ODP harus tetap di rumah dan melakukan pemantauan diri terhadap

gejala (demam/pengukuran suhu setiap hari, batuk, nyeri tenggorokan, dan lain-

lain). Apabila adanya perburukan gejala, maka sebaiknya secepatnya ke pelayanan

kesehatan terdekat (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2020).

42
4. Kelompok keempat: pasien dalam pengawasan (PDP)

a. Orang dengan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), yaitu demam (≥38oC) atau

riwayat demam; DISERTAI salah satu gejala/tanda penyakit pernapasan, seperti.

b. batuk/sesak napas/sakit tenggorokan/pilek/pneumonia ringan hingga berat DAN

tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan DAN pada

14 hari terakhir sebelum timbul gejala memiliki riwayat perjalanan atau tinggal di

negara/wilayah yang melaporkan transmisi lokal.

c. Orang dengan demam (≥38oC) atau riwayat demam atau ISPA DAN pada 14 hari

terakhir sebelum timbul gejala memiliki Riwayat kontak dengan kasus konfirmasi

COVID-19.

d. Orang dengan ISPA berat/pneumonia berat yang membutuhkan perawatan di

rumah sakit DAN tidak ada penyebab lain berdasarkan gambaran klinis yang

meyakinkan.

PDP dilakukan pengambilan spesimen pada hari ke-1 dan ke-2 untuk pemeriksaan

RT-PCR. Pengambilan specimen dilakukan oleh petugas laboratorium setempat

yang berkompeten dan berpengalaman baik di fasyankes atau lokasi pemantauan.

Tata laksana selanjutnya akan sesuai kondisi: ringan (isolasi diri di rumah), sedang

(di RS Darurat), berat (RS Rujukan)(Kementerian Kesehatan RI, 2020).

43
PENYEBAB COVID-19

Penyebab Covid-19 adalah virus corona jenis baru yang berkerabat dengan

dengan virus SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome), sehingga dinamakan

SARS new coronavirus 2, disingkat SARS nCov-2. Genom SARS nCov-2

mempunyai kesamaan sebesar 70% dengan virus SARS (Sahin et al., 2020).

Walaupun mempunyai kesamaanu rutan DNA yang tinggi dengan virus SARS,

virus Covid-19 mempunyai perbedaan yang tidak dimiliki oleh virus SARS, yaitu

virus COVID-19 diaktifkan oleh enzim furin dari sel manusia, dan virus COVID-

19 10x lebih kuat dalam mengikat reseptor ACE2. Ukuran virus corona antara 80-

160 Nm (Sahin et al., 2020). Struktur virus corona terdirivdari spike (S),

membrane (M), nucleocapsid (N), envelope (E), dan RNA (Sahin et al., 2020;

Wrapp et el., 2020). Protein S membentuk struktur piala yang disebut corona

(Gambar 1) (Wrapp et el., 2020).

Selain itu, protein S virus Covid-19 berperan dalam infeksi virus pada sel

inang, baik sel hewan maupun sel manusia yang mempunyai reseptor ACE2

(Towler et al., 2004). Protein S terdiri dari 2 subunit, yaitu Subunit 1 (S1) dan

Subunit 2 (S2). Subunit S1 berperan dalam mengikat reseptor ACE2 pada sel

inang, sedangkan Subunit S2 berperan dalam fusi virus ke dalam membran sel

inang (Gambar 2). Subunit S1 terdiri dari N-terminal domain (NTD), Receptor-

binding domain (RBD) dan Receptor-binding motif (RBM), sehingga fungsinya

mengikat reseptor ACE2 di (Alamsyah, 2020)

44
s

el

man

usia.

Sub

unit

S2 terdiri dari fusion peptide (FP), Heptad Repeat 1 (HR1), Heptad repead 2

(HR2), transmembran domain (TM) dan cytoplasma domain (CP), sehingga

fungsinya dalam fusi virus ke dalam sel manusia(Gambar 3) (Xia et al., 2020).

45
TEMPAT HIDUP VIRUS

Virus Corona sebagian besar akan menempel pada dinding saluran

pernapasan sejak dari liang hidung sampai dengan ujung terdalam saluran paru-

paru (gelembung paru-paru / alveolus).

Gejala penyakit muncul akibat keberadaan virus. Demam dan batuk karena

ada infeksi di saluran pernapasan. Sesak napas karena menyerang alveoli. Jaringan

alveoli dan sekitarnya yang rusak akibat peradangan disebut pneumonia.

46
PENYEBARAN COVID-19

Virus Covid-19 menyebar melalui hewan dan manusia sebagai inang.

Transmisi pertama melalui agen zoonosis dari hewan ke manusia. Transmisi ke

dua dari manusia ke manusia (Sahin et al., 2020). Kemudian yang sedang diteliti

adalah transmisi ke tiga dari manusia ke hewan, khususnya hewan peliharaan

seperti kucing dan anjing di dalam rumah. Pusat penyebaran Covid-19 di berbagai

negara dengan kasus tertinggi mempunyai iklim subtropika dan terjadi di musim

dingin hinggga musim semi. SARS juga terjadi di musim dingin hingga musim

semi tahun 2002.Covid-19 dapat menyebar melalui droplet, fomite, dan aerosol

dari penderita (Sahin et al., 2020). Fomite adalah objek atau media yang dapat

membawa virus, seperti pakaian, peralatan dan furniture. Virus covid-19 dapat

menempel di berbagai media dan dapat bertahan hidup dalam beberapa jam hingga

hari pada suhu 21-23℃ dan 40-65% kelembaban(Kurniawan et al., 2020) .

Reseptor ACE2 yang diikat oleh protein spike virus Covid-19, tidak hanya

terdapat di alveoli paru-paru, tetapi juga terdapat di ginjal, usus dan pembuluh

darah (Sahin et al., 2020; Towler et al., 2004). Setelah berhasil masuk kedalam sel

inang, virus akan bereplikasi dan bertranskripsi menggunakan ribosom sel inang

untuk mensintesis protein-protein yang dibutuhkan untuk membentuk virus-virus

baru (Lambeir et al., 2003; Sahin et al., 2020). Selama replikasi, akan dihasilkan

kopi RNA (-) dari genome virus dan akan menjadi template untuk membuat

genome RNA (+) (Luk et al., 2019; Sahin et al., 2020). Selama transkripsi, bagian

7-9 RNA sub-genomik, termasuk di dalamnya bagian yang mengkode semua


47
protein structural, dihasilkan oleh transkripsi yang berlangsung secara terus-

menerus. Nucleocapsid virus digabungkan di dalam sitoplasma sel inang, dan

kemudian dimasukkan ke dalam lumen retikulum endoplasma. Virion atau virus-

virus baru akan dilepaskan dari sel inang yang terinfeksi secara eksositosis.

Pelepasan virus-virus baru ini dapat menginfeksi sel-sel ginjal, hati, usus, dan sel T

limfosit, dan juga menginfeksi saluran pernafasan di paru-paru, di mana terjadi

gejala utama dari Covid-19 (Lambeir et al., 2003; Sahin et al., 2020).

48
PATOLOGI VIRUS COVID-19

Virus Covid-19 menyebar melalui hewan dan manusia sebagai inang. Transmisi

pertama melalui agen zoonosis dari hewan ke manusia. Transmisi ke dua dari manusia

ke manusia (Sahin et al., 2020). Kemudian yang sedang diteliti adalah transmisi ke tiga

dari manusia ke hewan, khususnya hewan peliharaan seperti kucing dan anjing di dalam

rumah. Pusat penyebaran Covid-19 di berbagai negara dengan kasus tertinggi

mempunyai iklim subtropika dan terjadi di musim dingin hinggga musim semi. SARS

juga terjadi di musim dingin hingga musim semi tahun 2002.Covid-19 dapat menyebar

melalui droplet, fomite, dan aerosol dari penderita (Sahin et al., 2020). Fomite adalah

objek atau media yang dapat membawa virus, seperti pakaian, peralatan dan furniture.

Virus covid-19 dapat menempel di berbagai media dan dapat bertahan hidup dalam

beberapa jam hingga hari pada suhu 21-23℃ dan 40-65% kelembaban(Prof. Dr. dr.

Yuyun Yueniwati, M.Kes, n.d.).[2,3]

Peran Reseptor ACE2

SARS-CoV-2 menggunakan reseptor angiotensin converting enzyme 2 (ACE2)

yang ditemukan pada traktus respiratorius bawah manusia dan enterosit usus kecil

sebagai reseptor masuk. Glikoprotein spike (S) virus melekat pada reseptor ACE2 pada

permukaan sel manusia. Subunit S1 memiliki fungsi sebagai pengatur receptor binding

domain (RBD). Sedangkan subunit S2 memiliki fungsi dalam fusi membran antara sel

virus dan sel inang

Replikasi Virus di Dalam Sel


49
Setelah terjadi fusi membran, RNA virus akan dikeluarkan dalam sitoplasma sel

inang. RNA virus akan mentranslasikan poliprotein pp1a dan pp1ab dan membentuk

replication/transcription complex (RTC). Selanjutnya, RTC akan mereplikasi dan

menyintesis subgenomik RNA yang mengodekan pembentukan protein struktural dan

tambahan.

Gabungan retikulum endoplasma, badan golgi, genomik RNA, protein

nukleokapsid, dan glikoprotein envelope akan membentuk badan partikel virus. Virion

kemudian akan berfusi ke membran plasma dan dikeluarkan dari sel-sel yang terinfeksi

melalui eksositosis.

Penyebaran Virus ke Seluruh Organ

Virus-virus yang dikeluarkan kemudian akan menginfeksi sel ginjal, hati,

intestinal, dan limfosit T, dan traktus respiratorius bawah, yang kemudian

menyebabkan gejala pada pasien. Gejala dan tanda COVID-19 terutama berupa infeksi

saluran napas, tetapi dapat juga menyebabkan gejala di saluran pencernaan seperti

diare, mual, dan muntah, jantung seperti miokarditis, saraf seperti anosmia bahkan

stroke, serta mata dan kulit(Meliana, 2021).

50
PENGOBATAN

Pengobatan untuk COVID-19 ini masih bersifat suportif, artinya hanya

bersifat dukungan keadaan umum misalnya demam diberi parasetamol, jika asupan

makan dan minum kurang dapat diberikan infus, jika ada infeksi oleh bakteri lain

dapat diberikan antibiotik. Saat ini, belum ada obat yang dapat membunuh Virus

Corona dan belum ada vaksinnya. Untuk individu yang memiliki gejala ringan,

atau tanpa gejala, tinggal di daerah yang terdapat transmisi lokal, atau memiliki

kontak dengan pasien yang positif COVID-19 harus melakukan isolasi mandiri di

rumah, konsumsi makanan bergizi seimbang, minum air, dan istirahat yang cukup.

Selain itu, obat untuk demam yang dianjurkan adalah parasetamol. Obat yang

dilarang adalah obat untuk demam ibuprofen karena dapat memperburuk keadaan

penyakitnya(Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2020).

Individu yang memiliki gejala yang lebih berat seperti mengalami keluhan

sulit bernapas atau sesak akan dirawat di ruang isolasi di rumah sakit dengan

perawatan suportif seperti bantuan oksigen dan pengawasan keseimbangan cairan

oleh tenaga kesehatan. Jika ditemukan penyakit penyerta lainnya, maka penyakit

penyerta akan ditangani juga. Penyakit penyerta misalnya asma, diabetes,

hipertensi, sakit jantung, sakit liver, sakit ginjal, stroke, dan lain-lain.

51
52
DETEKSI VIRUS CORONA

Untuk identifikasi keberadaan Virus Corona di dalam tubuh, maka diperlukan

pengambilan bahan dari rongga hidung dari depan sampai belakang (nasofaring),

dahak, atau darah oleh petugas laboratorium untuk diperiksa(Tim Kerja

Kementerian Dalam Negeri, 2013). Sebenarnya, ada beberapa macam pemeriksaan

tambahan untuk deteksi penyakit antara lain:

1. Kultur

Kultur atau pengembangbiakkan virus pada pemeriksaan deteksi Virus Corona

dilakukan dengan menanam pada media tertentu.

2. Mikroskop electron

Mikroskop elektron dapat digunakan untuk melihat bentuk virus dan melihat

struktur dari virus.

3. RT-PCR

Bahan dari apusan rongga hidung dari depan sampai belakang (nasofaring), dahak,

atau darah kemudian diperiksa menggunakan RT PCR untuk mendeteksi materi

genetik dari virus. Jika pada pemeriksaan ini positif, maka menandakan adanya

infeksi dari Virus Corona. Sampai saat ini, RT-PCR masih merupakan

pemeriksaan yang paling baik untuk mendeteksi Virus Corona.

4. Tes berdasar adanya antigen virus

Tes ini sampai akhir bulan Maret 2020 belum tervalidasi. Pada dasarnya setiap

virus dalam struktur tubuhnya mempunyai antigen. Kalau terdeteksi ada antigen
53
berarti terdapat virus. Serupa dengan ini adalah tes NS1 pada infeksi demam

berdarah yang bisa digunakan untuk mendeteksi keberadaan Virus Dengue pada

demam hari pertama sampai keempat.

5. Pemeriksaan laboratorium berdasar patologi anatomi

Bahan yang diambil biasanya paru-paru atau organ tubuh lain setelah pasien

meninggal.

6. Tes serologi

Berdasarkan adanya immunoglobulin (IgM dan IgG)

Bahan dari darah diambil untuk melihat antibodi terhadap

virus. Kalau IgM terdeteksi menandakan adanya infeksi

yang baru saja terjadi. Sedangkan, kalau IgG terdeteksi

berarti pernah mendapat paparan virus telah berlangsung

lama (lebih dari 28 hari).

54
VARIASI MUTASI GENETIK COVID-19

1. Varian B.1.351 (varian beta)

Varian Beta SARS-CoV-2, juga dikenal sebagai garis keturunan

B.1.351 atau 501.V2, adalah varian dari SARS-CoV-2, virus yang

menyebabkan Covid-19. Varian ini termasuk varian yang dianggap penting. Ia

ditemukan pertama kali di Teluk Nelson Mandela,[2] Provinsi Eastern Cape, Afrika

Selatan, pada Oktober 2020[3] dan dilaporkan oleh departemen kesehatan negara

tersebut pada 18 Desember 2020.[4] Analisis filogeografi menunjukkan bahwa

varian ini telah muncul di daerah Teluk Nelson Mandela sejak Juli atau Agustus

2020.[5]

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melabeli varian ini sebagai varian Beta bukan

untuk menggantikan nama ilmiah, melainkan sebagai nama yang dipakai secara

umum di ruang publik.[6] WHO menganggapnya sebagai varian yang diwaspadai

(variant of concern).[7]

Mutasi pada SARS-CoV-2 cukup sering: lebih dari empat ribu mutasi telah

dideteksi hanya pada bulir proteinnya menurut Konsorsium Britania Raya untuk

Genom COVID-19.

55
Varian ini terdiri dari 31 mutasi: 19 mutasi tak bersinonim, 2 mutasi hapus, dan 10

mutasi bersinonim,[5] yaitu 21 mutasi yang mengubah protein dan 10 mutasi yang

tidak berdampak.

 Gejala Varian Beta B.1.351 Covid-19

Seseorang yang terinfeksi virus corona bisa merasakan berbagai gejala yang

berlainan dengan orang lain yang juga positif Covid-19. Karena itulah Covid-19

juga disebut sebagai penyakit 1.000 wajah saking banyaknya gejala yang muncul

56
dan berbeda-beda. Hingga kini, gejala varian beta B.1.351 tak begitu berbeda

dengan gejala infeksi varian awal virus corona

Namun, dalam sejumlah riset, ada beberapa gejala khas yang didapati pada pasien

Covid-19 yang terkonfirmasi terinfeksi varian tersebut, yaitu:

 Demam

 Anosmia (tidak mampu mencium bau)

 Sakit kepala

 Batuk berkepanjangan

 Sakit perut

 Sakit tenggorokan

 Asal Penyebaran Varian Beta B.1.351 Covid-19

Awalnya, varian beta B.1.351 terdeteksi di Eastern Cape, Afrika Selatan,

pada September 2020. Saat awal penyebarannya, pernah suatu ketika sebanyak 95

persen sampel dari pasien Covid-19 di negara itu merupakan varian beta. Tak lama

kemudian, sebanyak 40 negara melaporkan kasus positif Covid-19 dengan varian

beta.

Namun kini varian itu tidak lagi dominan di Afrika Selatan ataupun negara-

negara lain. Pada awal Juli 2021, hanya ada 5,6 persen sampel virus yang terdeteksi

merupakan mutasi varian beta. Penurunan ini kemungkinan besar terjadi karena

kedatangan varian delta yang sangat menular.

57
Beta sekarang telah dilaporkan ada di 123 negara, tapi masih jauh lebih jarang

daripada delta. Per 11 Juli 2021, Indonesia juga hanya melaporkan 12 kasus varian

beta B.1.351. Masih lebih banyak varian delta dengan 615 kasus dan varian alpha

sebanyak 54 kasus.

 Deteksi Varian Beta B.1.351 Covid-19

Seperti halnya varian virus corona lain, cara deteksi varian beta B.1.351

adalah lewat pengurutan genom. Genom adalah gugus kromosom yang ada dalam

setiap inti sel organisme, termasuk virus corona. Pengurutan genom dilakukan di

laboratorium oleh tenaga ahli yang memenuhi standar tertentu.

Saat ini belum ada metode tes polymerase chain reaction (PCR) yang bisa

mendeteksi varian virus corona. Tes usap PCR saat ini hanya digunakan untuk

mengkonfirmasi kasus positif atau negatif Covid-19. Untuk mendeteksi varian,

sampel dari tes usap PCR perlu diteliti lewat teknologi pengurutan genom.

 Pengobatan Varian Beta B.1.351 Covid-19

Varian beta B.1.351 diketahui tak efektif diobati dengan terapi antibodi

monoclonal. Namun secara umum pengobatan pasien yang terinfeksi varian ini

mengacu pada pedoman tata laksana dari sejumlah perhimpunan dokter, termasuk

Ikatan Dokter Indonesia. Pedoman ini memuat tata cara dan aturan pemberian obat

serta penanganan pasien berdasarkan derajat keparahan gejalanya.

58
Jenis obat-obatan yang dapat diberikan juga diperbarui berdasarkan hasil riset

internasional. Karena itu, dokter dan tenaga kesehatan lain akan mengacu pada

pedoman tersebut dalam memberikan perawatan kepada pasien.

1.N439K

Mutasi virus corona N439K dipercaya menggunakan D614G yang ditemukan

juga di Indonesia. Sebuah studi melaporkan, N439K sanggup bersembunyi atau

melakukan kamuflase dalam antibodi. Varian tadi disinyalir inheren lebih bertenaga

menggunakan ace receptor pada tubuh manusia, sebagai akibatnya berpotensi lebih

menular. Sebuah studi berjudul Circulating SARS-CoV-2 Spike N439K Variants

Maintain Fitness while Evading Antibody-mediated Immunity melaporkan syarat

tersebut. Menurut peneliti, protein N439K sudah menaikkan pengikatan ke reseptor

ACE2. Virus N439K mempunyai kesesuaian replikasi in vitro yang lebih seperti

dan mengakibatkan infeksi dibandingkan tipe awal. Mutasi N439K

memberitahuakn reaksi resistensi terhadap beberapa pen¬awar, termasuk galat satu

yang diizinkan sang Food and Drug Administration (FDA). (Thomson et al., 2021).

 Karakterisasi epidemiologi

mutasi pada motif pengikatan reseptor lonjakan SARS-CoV-2 menunjukkan

bahwa itu menghasilkan kebugaran virus yang serupa dibandingkan dengan tipe liar

sambil memberikan resistensi terhadap beberapa antibodi monoklonal penetral dan

mengurangi aktivitas beberapa respons antibodi poliklonal.

59
 Highlights

o The receptor-binding motif (RBM) is a highly variable region of SARS-CoV-2 spike

o RBM mutation N439K has emerged independently in multiple lineages

o N439K increases spike affinity for hACE2; viral fitness and disease are unchanged

o N439K confers resistance to several mAbs and escapes some polyclonal responses

SARS-CoV-2 dapat bermutasi dan menghindari kekebalan, dengan

konsekuensi kemanjuran vaksin yang muncul dan terapi anti tubuh. Di sini, kami

menunjukkan bahwa motif pengikat reseptor (RBM) SARS-CoV-2 yang

imunodominan adalah wilayah S yang sangat bervariasi dan memberikan

karakterisasi epidemiologis, klinis, dan molekuler dari mutasi RBM sentinel yang

lazim, N439K. Kami menunjukkan protein N439K S telah meningkatkan afinitas

pengikatan ke reseptor hACE2, dan virus N439K memiliki kebugaran replikasi in

vitro yang serupa dan menyebabkan infeksi dengan hasil klinis yang serupa

dibandingkan dengan tipe liar. Kami menunjukkan mutasi N439K memberikan

resistensi terhadap beberapa antibodi monoklonal penetralisir, termasuk yang

diizinkan untuk penggunaan darurat oleh Food and Drug Administration (FDA) AS,

dan mengurangi aktivitas beberapa serum poliklonal dari orang yang sembuh dari

infeksi. Mutasi penghindaran kekebalan yang mempertahankan virulensi dan

kebugaran seperti N439K dapat muncul dalam SARS-CoV-2 S, menyoroti perlunya

pengawasan molekuler yang berkelanjutan untuk memandu pengembangan dan

penggunaan vaksin dan terapi.

60
Di sini, kami memeriksa motif pengikat reseptor SARS-CoV-2

imunodominan (RBM), target utama dari respons penetralisir Ab dalam RBD

(Piccoli et al., 2020), dan menemukannya sebagai wilayah yang sangat bervariasi

dari protein S pada virus yang bersirkulasi. Untuk memahami implikasi dari

plastisitas struktural ini, yang memungkinkan RBD mengakomodasi perubahan

asam amino yang dapat berkontribusi pada penghindaran imun, kami

mendefinisikan dampak klinis dan epidemiologis, fitur molekuler, dan respons imun

terhadap mutasi RBM N439K. Penggantian asam amino ini telah muncul secara

independen beberapa kali, dan dalam dua kasus membentuk garis keturunan lebih

dari 500 urutan. Pada 6 Januari 2021, itu diamati di 34 negara dan merupakan

mutasi RBD kedua yang paling umum diamati di seluruh dunia, dan mutasi S

keenam yang paling umum. Kami menemukan bahwa mutasi N439K menghasilkan

peningkatan afinitas RBD untuk hACE2, ini terkait dengan spektrum penyakit

klinis yang serupa dan viral load yang sedikit lebih tinggi in vivo dibandingkan

dengan virus dengan tipe liar (WT) resi N439, dan menghasilkan pelepasan

kekebalan dari serum poliklonal dari proporsi individu yang pulih dan beberapa

mAb penetral.

N439K memberikan contoh sentinel pelarian kekebalan, menunjukkan bahwa

varian RBM harus dievaluasi ketika mempertimbangkan vaksin dan penggunaan

terapi atau profilaksis mAbs.

61
 Analisis filogenetik dari SARS-CoV-2 . yang lazim Mutasi RBM N439K

N439K adalah mutasi RBM yang lazim (yang paling umum kedua) mutasi

di RBD hingga akhir 2020) yang pertama sampel pada Maret 2020 di Skotlandia

dari garis keturunan B.1 (Rambaut et al., 2020) dengan latar belakang D614G.

Menggunakan filogenetik analisis, kami menentukan bahwa urutan N439K yang

paling awal dilaporkan mewakili satu garis keturunan SARS-CoV-2 (Gambar 3A)

yang meningkat frekuensinya menjadi 542 urutan di Skotlandia oleh 20 Juni 2020

(10% dari urutan genom virus Skotlandia yang tersedia untuk periode waktu ini).

Selanjutnya, bilangan N439K dan semua varian lainnya menurun di Skotlandia

bersamaan dengan pengendalian pandemi setelah dimulainya kesehatan masyarakat

yang ketat langkah-langkah, dengan garis keturunan N439K khusus ini (ditunjuk di

sini sebagai garis keturunan i) tidak terdeteksi sejak Juni 2020 (Gambar 3B dan

3C). Namun, mutasi N439K muncul di >6.000 tambahan urutan dalam database

GISAID pada 6 Januari 2021. Our analisis menunjukkan bahwa sebagian besar

urutan ini mewakili garis keturunan kedua yang independen (garis keturunan yang

ditunjuk ii) yang pertama kali disampel di Rumania pada 13 Mei 2020, lalu Nor

way pada 23 Juni 2020, dan kini terdeteksi beredar di 32 negara (Gambar 3A-3C).

Garis keturunan N439K yang saya dan ii miliki baru-baru ini masing-masing

menerima sebutan garis keturunan B.1.141 dan B.1.258 (Rambaut et al., 2020).

Kami juga mengamati setidaknya tujuh posisi mutasi N439K yang muncul secara

independen dari dua garis keturunan besar ini, termasuk lagi di Amerika Serikat di

setidaknya empat infeksi terkait, dan di Brasil dan Nigeria di mana tidak ada garis

62
keturunan ii/B.1.258 telah diamati, menghasilkan total 34 negara di mana N439K

telah terdeteksi hingga saat ini (Gambar 3A dan 3B).

Jumlah urutan sangat dipengaruhi oleh frekuensi pengambilan sampel, yang

sangat bervariasi antar negara, dan N439K sebagai persentase dari total urutan

tampak rendah: pada 6 Januari, 2021, telah terjadi 6.868 N439K observasi di

GISAID, 2% dari 290.000 sekuens genom SARS-CoV-2 untuk 34 negara di mana

mutasi ini telah terdeteksi. Namun demikian, ketika membandingkan persentase

N439K urutan dari waktu ke waktu di negara-negara dengan data yang cukup,

proporsinya bisa signifikan: 10% di Skotlandia dari Maret hingga Juni 2020 dan

10% di Denmark dari Agustus hingga Desember 2020, kedua negara dengan tingkat

pengurutan tinggi, dan 13% di Irlandia dari Juli hingga Desember 2020, di mana

cakupan wilayah cukup masuk akal, tetapi tingkat urutannya lebih rendah (Gambar

3C). Yang penting, pada skala pandemi, proporsi kecil sesuai dengan besar jumlah

infeksi. Jika proporsi urutan N439K dalam setiap negara memprediksi berapa

proporsi infeksi yang dikonfirmasi dikaitkan dengan varian N439K, maka varian

N439K sesuai dengan 764.000 infeksi SARS-CoV-2.

Secara keseluruhan, penyebaran N439K ke setidaknya 34 negara

mengkhawatirkan, seperti kemunculan independennya yang berulang. Pada tingkat

nukleotida, semua varian N439K sampai saat ini muncul dari mutasi yang sama:

transversi C-ke-A pada posisi kodon ketiga. Menariknya, 4.209 sekuens dalam garis

keturunan ii/B.1.258 juga membawa penghapusan S 69-70 yang telah terjadi secara

independen beberapa kali dalam pandemi dan terutama dengan penggantian asam

63
amino Y453F yang terkait dengan infeksi cerpelai (Oude Munnink et al., 2021).

Dalam kedua kasus, mutasi delesi 69-70 telah muncul setelah mutasi RBM dan

kemudian dipertahankan di semua varian berikutnya. Penghapusan ini juga

barubaru ini dilaporkan untuk memberikan jalan keluar bagi anti bodi penetral

spesifik NTD (McCarthy et al., 2021). Baru-baru ini, penghapusan ini juga diamati

terjadi bersamaan dengan mutasi RBM lainnya, N501Y (Volz et al., 2021).

Karena ada kekhawatiran bahwa mutasi dengan prevalensi tinggi mungkin

telah meningkatkan penularan virus, kami selanjutnya mengevaluasi apakah ada

perbedaan yang dapat dideteksi dalam tingkat penyebaran garis keturunan N439K

dibandingkan dengan garis keturunan lainnya. Karena tanah Skotlandia memiliki

frekuensi pengambilan sampel yang tinggi untuk ukuran populasinya (Tabel S2),

adalah mungkin untuk menghitung tingkat pertumbuhan untuk garis keturunan

N439K i berdasarkan perbandingan dengan garis keturunan Skotlandia lainnya

(lihat metode STAR dan http://sars2.cvr.gla. ac.uk/RiseFallScotCOVID/). Kami

menemukan bahwa meskipun silsilah N439K/D614G adalah salah satu yang

terbesar yang muncul di Skotlandia yang diberikan oleh mutasi N439K.

N439K RBD membentuk interaksi baru dengan hACE2 dan memiliki

peningkatan afinitas hACE2 Selain frekuensi dan kemunculannya yang berulang,

mutasi N439K menonjol dari mutasi RBM lain yang bersirkulasi karena memiliki

mekanisme yang masuk akal untuk mempertahankan kebugaran virus. Posisi setara

dengan N439K dalam RBM SARSCoV juga merupakan asam amino bermuatan

positif (R426), yang membentuk jembatan garam dengan hACE2 (Li et al., 2005)

64
(Gambar 4A). Oleh karena itu kami berhipotesis bahwa varian N439K SARS-CoV-

2 dapat membentuk jembatan garam serupa pada antarmuka RBD-hACE2 (RBD

N439K:hACE2 E329) (Gambar 4B). Kami menentukan struktur sinar-X dari

N439K RBD dalam kompleks dengan hACE2 pada resolusi 2,8 Aÿ dan mengamati

bahwa interaksi baru ini memang terbentuk (Gambar 4C; Tabel S3). Karena

jembatan garam dapat menjadi ikatan non-kovalen yang kuat, dan oleh karena itu

mutasi N439K secara masuk akal menambahkan interaksi yang kuat pada

antarmuka pengikatan, kami berhipotesis bahwa varian N439K telah meningkatkan

pengikatan untuk hACE2.

Untuk menguji hipotesis ini, kami menggunakan resonansi plasmon

permukaan (SPR) untuk mengevaluasi pengikatan protein N439K S atau RBD

rekombinan ke hACE2 rekombinan. Kami juga mengevaluasi N439R dan Varian

K417V, yang masing-masing ditemukan di SARS-CoV pada posisi ini, dan yang

terakhir akan menghilangkan jembatan garam pada antarmuka RBD:hACE2. Di

berbagai format pengujian, kami menemukan bahwa varian N439K dan N439R

menunjukkan peningkatan 2 kali lipat afinitas pengikatan yang ditingkatkan untuk

hACE2 dibandingkan dengan varian N439 asli (disebut di sini WT) (Gambar 4D).

Besarnya peningkatan ini disejajarkan dengan hilangnya ikatan 2 kali lipat.

65
 N439K SARS-CoV-2 mempertahankan kebugaran dan virulensi

Peningkatan afinitas hACE2 yang diberikan oleh mutasi N439K, kemunculan

geografisnya sebagai garis keturunan independen, serta prevalensinya di antara

isolat virus yang beredar konsisten tanpa efek pada kebugaran virus. Kami mulai

menguji secara langsung dampak N439K pada kebugaran virus dengan

mengevaluasi data klinis dan hasil yang terkait dengan virus yang membawa mutasi

N439K versus WT N439, serta dengan pertumbuhan dan kompetisi virus in vitro

langsung. Data klinis termasuk usia, jenis kelamin, tanggal diagnosis, status rawat

inap, dan kematian dikumpulkan secara prospektif, dan pengurutan dilakukan

secara real time, sebagai bagian dari strategi Skotlandia untuk pengawasan COVID-

19.

Kami menggunakan qPCR untuk mengevaluasi viral load (yang diukur

dengan ambang siklus [Ct]) pada 1.918 pasien Skotlandia yang sampel positifnya

telah diurutkan (Gambar 5A dan 5B). Variannya adalah N439K/ D614G (n = 406),

N439/D614G (n = 978), atau ancestral (N439/D614) (n = 534). Analisis kami

menemukan bukti kuat bahwa genotipe N439K/ D614G dikaitkan dengan sedikit

lebih rendah Ct daripada genotipe N439/D614G, bahkan setelah mengontrol

faktorfaktor pemicu: usia, jenis kelamin, ko-ancestry virus, dan tahap epidemi (rata-

rata perbedaan nilai Ct antara N439K/D614G dan N439/D614G:

0,65, interval kepercayaan 95% [CI]: 1,22, 0,07) (Gambar 5B; Tabel S4).

Dengan asumsi PCR adalah 95% efisien, maka perbedaan Ct ratarata 0,65 akan

mewakili peningkatan jumlah salinan RNA 1,54 kali lipat di N439K/D614G relatif
66
terhadap N439/D614G. Karena Ct pengukuran berasal dari beberapa lokasi di

Skotlandia, sub analisis viral load menggunakan standar RNA dilakukan dengan

sampel yang tersedia. Analisis ini menunjukkan korelasi yang hampir sempurna

dengan nilai Ct (Gambar 5B). D614G sebelumnya telah dikaitkan dengan viral load

yang lebih tinggi/nilai Ct yang lebih rendah (Korber et al., 2020; LorenzoRedondo

et al., 2020; Mueller et al., 2020; Volz et al., 2021); meskipun data kami

menunjukkan tren yang sama dalam analisis naif, ketika mengontrol perancu

(diberikan di atas), kami tidak dapat mendeteksi efek ini.

Hasil klinis juga diperoleh untuk subset dari pasien ini (n = 1,591), yang

dinilai untuk tingkat keparahan penyakit berdasarkan kebutuhan oksigen: (1) tidak

ada dukungan pernapasan, (2) oksigen mental yang kenyal, (3) invasif atau non -

ventilasi invasif atau kanula hidung aliran tinggi, atau (4) kematian (Gambar 5C dan

S3B). Persyaratan untuk terapi oksigen atau ventilasi dikumpulkan secara

retrospektif. Jumlah varian untuk analisis hasil klinis adalah mutan ganda

(N439K/D614G, n = 399), mutan D614G (dengan N439 WT, n = 735), atau

genotipe leluhur (N439/ D614, n = 457). Regresi ordinal kami menunjukkan bahwa

genotipe virus N439K/D614G dikaitkan dengan hasil klinis yang serupa

dibandingkan dengan D614G atau genotipe leluhur (rerata posterior efek genotipe

N439K/D614G: 0,06, 95% CI: 1,21, 1,33) (Tabel S5). Semua hasil lain dari analisis

keparahan secara kualitatif mirip dengan analisis mutasi D614G sebelumnya (Volz

et al., 2021). Data hasil klinis ini menunjukkan bahwa virus N439K tidak terkait

dengan fenotipe yang dilemahkan atau terkait dengan peningkatan keparahan.

67
Kami selanjutnya secara eksperimental menguji pertumbuhan dua isolat

SARS-CoV-2 yang representatif, GLA1 (N439) dan GLA2 (N439K), keduanya

dengan latar belakang D614G (Tabel S6). Kultur dilakukan selama 72 jam dalam

sel Vero E6 dengan hACE2 dan TMPRSS2 ekspresi berlebih, ekspresi berlebih

hACE2, atau tanpa ekspresi berlebih. Ct daripada genotipe N439/D614G, bahkan

setelah mengontrol faktorfaktor pemicu: usia, jenis kelamin, ko-ancestry virus, dan

tahap epidemi (rata-rata perbedaan nilai Ct antara N439K/D614G dan

N439/D614G: Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pertumbuhan isolat ini

setelah inokulasi pada multiplisitas infeksi (MOIs) sebesar 0,005 dan 0,01. Varian

N439K direplikasi sedikit lebih cepat pada awalnya setelah inokulasi (Gambar 5D).

Data percobaan ini menunjukkan bahwa mutasi N439K tidak menunjukkan efek

positif atau negatif pada pertumbuhan virus. Untuk menilai lebih lanjut kesesuaian

untuk replikasi dalam sel yang dikultur, kami melakukan uji persaingan silang

menggunakan inokulasi sel pada MOI yang cocok diikuti dengan kuantisasi N439

dan N439K dengan sekuensing metagenomik dari waktu ke waktu (Gambar 5E).

N439K menunjukkan kesesuaian yang serupa dengan varian WT N439, dengan

sedikit keunggulan kebugaran untuk N439K dalam sel yang mengekspresikan

TMPRSS2. Secara kolektif, hasil ini menunjukkan bahwa mutasi N439K

menghasilkan kebugaran virus yang serupa atau mungkin sedikit lebih baik

dibandingkan dengan virus WT N439. Hasil ini mungkin berhubungan dengan

peningkatan afinitas hACE2 yang diukur untuk N439K RBD dalam uji pengikatan

SPR, atau dapat berhubungan dengan mekanisme tambahan, seperti perubahan

68
kepadatan S pada permukaan partikel virus atau perubahan pada dinamika

konformasi protein S.

69
 Mutasi N439K mendorong penghindaran imunitas yang dimediasi antibody

Setelah menetapkan bahwa mutasi N439K tidak memiliki efek yang dapat

dideteksi pada replikasi virus, kami berusaha untuk menguji apakah mutasi tersebut

mendorong penghindaran imunitas yang dimediasi antibodi dengan mengevaluasi

pengenalan N439K RBD oleh mAbs dan oleh serum imun poliklonal dari 442 orang

yang pulih, termasuk enam donor yang terinfeksi oleh varian SARS-CoV-2 N439K.

6,8% dari serum yang diuji menunjukkan pengurangan >2 kali lipat dalam

pengikatan pada N439K RBD dibandingkan dengan WT. . Dalam beberapa

individu, pengurangan> 2 kali lipat mengurangi respons RBD ED50 di bawah 30

(Gambar 6A; Data S1), ambang batas yang sebelumnya ditentukan sebagai batas

untuk pengikatan tertentu (Piccoli et al., 2020). Dengan demikian, respons terhadap

RBD dapat dipengaruhi secara signifikan oleh mutasi N439K pada sejumlah

individu yang terinfeksi oleh WT SARS-CoV-2. Sebagian besar sampel serum yang

kehilangan ikatannya adalah sampel yang memiliki titer Ab keseluruhan lebih

rendah terhadap WT RBD. Serum dari enam individu yang diketahui telah pulih

dari infeksi virus SARS-CoV-2 N439K semuanya menunjukkan perubahan <2 kali

lipat dalam tingkat ke WT RBD dibandingkan dengan N439K RBD.

Ini mungkin mencerminkan respons spesifik varian yang sebenarnya atau

ikatan yang berbeda tidak dapat diukur karena terbatasnya jumlah sampel yang

dianalisis.

Untuk memahami hasil kami pada tingkat antibodi individu, kami

mengevaluasi panel 140 mAb yang diisolasi dari individu yang pulih dari infeksi
70
SARS-CoV-2 di awal pandemi (kemungkinan virus N439 WT), yang merupakan

sampel representatif dari penargetan RBD mAbs yang dihasilkan setelah infeksi

(Piccoli et al., 2020; Tortorici et al., 2020). Kami juga mengevaluasi mAbs

REGN10933, REGN10987, LY-CoV555, dan S309 (induk VIR-7831) yang

merupakan tahap klinis atau disetujui untuk EUA (Baum et al., 2020; Chen et al.,

2021; Hansen et al. , 2020; Pinto dkk., 2020). 16,7% dari mAb ini menunjukkan

pengurangan >2 kali lipat dari pengikatan RBD sebagai respons terhadap mutasi

N439K (Gambar 6C, 6D, dan S5; Data S1). Sebagai perbandingan, kami juga

mengevaluasi mutasi K417V dan N439K/K417V. Persentase yang sama, 9,7%

untuk K417V dan 14,6% untuk N439K/K417V, kehilangan ikatan >2 kali lipat

untuk varian ini (Gambar 6C, 6D, dan S5; Data S1). Sebagai catatan, beberapa mAb

menunjukkan hilangnya ikatan yang lebih besar pada mutan ganda dibandingkan

dengan salah satu mutan tunggal (Gambar 6C, 6D; dan S5; Data S1). Pengurangan

pengikatan mAbs ke mutan RBD ini juga dikonfirmasi oleh analisis interfer ometry

bio-layer (Gambar 6E dan S6). Panel mAb dievaluasi oleh eksperimen kompetisi

pengikatan RBD dengan hACE2 serta dengan tiga antibodi yang dicirikan secara

struktural yang mendefinisikan epitop berbeda pada RBD: S304/situs II, S309/situs

IV, dan S2H14/situs I, yang terakhir secara signifikan tumpang tindih dengan RBM

(Piccoli et al., 2020). Mayoritas panel adalah situs I, mAbs pemblokir hACE2; mAb

dengan sensitivitas terhadap N439K diperkaya untuk situs I mAbs dengan sedang

atau lemah/tidak blokade hACE2, konsisten dengan posisi N439K di tepi RBM.

71
2.Kappa

Varian Kappa (-varian) adalah sub-garis keturunan dari varian B.1.617,

pertama kali dilaporkan dari Maharashtra, India, pada Oktober 2020. Varian ini

kemudian diidentifikasi sebagai mutan rangkap tiga oleh pemerintah India pada

akhir Maret 2021, seperti yang telah tiga mutasi yang menarik. Sublineage

B.1.617.1 sekarang dikenal sebagai -varian, sedangkan B.1.617.2 dikenal sebagai .

The , bertanggung jawab atas munculnya gelombang kedua di India; telah

ditemukan di hampir 100 negara dan merupakan VOC global. Anak keturunan

ketiga, B.1.617.3, belum diidentifikasi sebagai VOI atau VOC. Secara sederhana, -

varian adalah saudara dari Delta. Namun, seperti dalam sebuah keluarga, saudara

kandung bisa sangat berbeda satu sama lain, seperti halnya dengan varian dan .

Sementara memiliki transmisibilitas yang lebih tinggi, pelepasan kekebalan yang

terdokumentasi, dan infeksi terobosan, sejauh ini tidak satu pun dari sifat-sifat ini

telah didokumentasikan untuk varian . K-varian tidak menjadi perhatian utama

untuk saat ini. Meskipun saat ini, varian menjadi perhatian, pencampuran dengan

varian lain seperti dan varian jauh lebih memprihatinkan dibandingkan dengan

varian tunggal. Orang yang divaksinasi lengkap memiliki risiko penyakit parah dan

kematian yang jauh lebih rendah daripada orang yang tidak divaksinasi yang

berisiko dari semua varian virus corona. Varian yang berbeda diidentifikasi melalui

mutasi pada gen virus. Perubahan pada masing-masing basa RNA ini (yang terdiri

dari sekitar 35.000 pasangan basa) membuat mutasi, akibatnya mengubah bentuk

dan sifat fungsi virus.

72
Covid-19 Varian Kappa adalah nama baru untuk B.1.617.1. Sedangkan varian

B.1.617.2 disebut Delta. Dua varian SARS-CoV-2 ini sudah menyebar ke berbagai

negara, termasuk Indonesia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan varian

India Kappa ke daftar Variant of Interest (VOI) pada 4 April 2021. Menurut WHO,

VOI memuat varian virus yang telah teridentifikasi menyebabkan penularan Covid-

19 dalam kasus atau kluster di masyarakat atau telah terdeteksi di sejumlah negara.

Adapun Delta telah masuk daftar Variant of Concern (VOC), yang artinya varian itu

telah menimbulkan penularan yang lebih parah dalam masyarakat. Varian Kappa

atau B.1.617.1, adalah turunan dari varian Delta yang awalnya terdeteksi di India.

Itulah sebabnya varian ini juga disebut "mutan ganda". Sedangkan Delta dianggap

sebagai variant of concern (VOC) yang menjadi perhatian Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO). Berbeda dengan Varian Delta, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

menggolongkan varian B.1.617.1 atau varian Kappa sebagai Variant of Interest

(VOI). Artinya varian Kappa terindikasi memiliki perubahan terkait sifat penularan,

kepekaan alat tes, keparahan gejala, hingga kemampuan virus dalam menghindari

imunitas sehingga perlu diteliti lebih jauh.

Serupa dengan varian Delta, varian Kappa juga memiliki tingkat penularan

tinggi. Berpapasan dalam waktu kurang dari 10 detik dapat menularkan virus

tersebut. Per Juli 2021, varian Kappa telah tersebar di 27 negara dan menyebabkan

lonjakan kasus pada beberapa negara, seperti di Italia. Indonesia juga menjadi salah

satu negara tempat virus varian ini ditemukan, khususnya di DKI Jakarta dan

Sumatera Selatan. Meski memiliki gejala khusus (lihat ilustrasi di bawah)

73
Walaupun beberapa epidemiolog telah mengklaim tingkat penyebaran varian Kappa

yang tinggi, varian ini tetap dapat dicegah dengan cara menjaga protokol kesehatan,

terutama melalui vaksinasi. Terlebih, menurut studi yang dilakukan oleh University

of Oxford, vaksin Astrazeneca dipercaya ampuh dalam mencegah varian ini.

Kappa awalnya ditemukan di India pada akhir 2020. Di Indonesia, varian ini

tercatat pertama kali di Sumatera Selatan dan DKI Jakarta pada pertengahan 2021.

Hingga saat ini, penelitian terhadap varian India Kappa masih berlangsung. Belum

ada kepastian apakah varian ini lebih berbahaya daripada varian lain. Yang pasti,

varian ini membawa banyak mutasi seperti Delta dan dua di antaranya paling

menonjol, yaitu E484Q dan L452R.

Adanya dua mutasi itu memicu dugaan bahwa varian India Kappa lebih

menular dan lebih berbahaya. Sebab, E484Q disebut memiliki kemampuan

penularan yang lebih cepat. Sedangkan L452R diduga mampu meloloskan diri dari

perlawanan sistem kekebalan tubuh.

Varian India terdiri menurut 2 mutasi protein lonjakan virus. B.1.617 adalah

output menurut mutasi ganda E484Q dan L452R. E484Q seperti menggunakan

E484K, yakni mutasi yang terlihat dalam varian Afrika Selatan (B.1.353), dan

dalam varian Brasil (P1). Sementara itu, L452R terdeteksi pada varian virus

California (B.1429), yang sama ditemukan dalam varian pada Jerman. Lonjakan

protein memungkinkan virus masuk ke tubuh dan menginfeksinya. Virus lalu bisa

menyebar menggunakan cepat ke semua tubuh, bila lolos menurut antibodi apapun

74
pada sistem kekebalan atau yang dikembangkan menjadi output menurut vaksin.

Virus ini mengakibatkan lonjakan kasus di India yang terkonfirmasi infeksi virus

corona. Epidemiolog menurut Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman

menyebutkan di Melbourne, varian Kappa diklaim lebih gampang menyebar dan

menginfeksi. Dampak varian tadi bahkan dipercaya menyerupai campak, dan

mampu masuk pada tubuh manusia hanya dengan berpapasan. Berbeda

menggunakan Varian Delta, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan

varian B.1.617.1 atau varian Kappa menjadi Variant of Interest (VOI). Artinya

varian Kappa terindikasi mempunyai perubahan terkait sifat penularan, kepekaan

indera, keparahan gejala, sampai kemampuan virus pada menghindari imunitas

sebagai akibatnya perlu diteliti lebih jauh.

Sejumlah epidemiolog menyatakan penularan varian India Kappa lebih cepat

terjadi. Salah satu kasus yang melatari pernyataan itu adalah kasus yang terjadi di

Australia. Pejabat dan petugas penanganan pandemi Covid-19 di negeri itu

menyebutkan varian Kappa lebih gampang menyebar dan menginfeksi manusia.

Bahkan penularan bisa terjadi hanya dengan berpapasan atau kontak minimal.

Selain itu, gejalanya disebut mirip dengan campak. Gejala lain serupa dengan

gejala umum yang disebabkan oleh varian virus lain, termasuk:

 Demam (37,5C atau lebih tinggi)

 Berkeringat saat malam atau menggigil

 Batuk

75
 Kelelahan

 Sakit tenggorokan

 Sakit kepala

 Hidung meler atau tersumbat

Varian India Kappa teridentifikasi pertama kali di India pada Desember 2020.

Pada 11 Mei 2021, WHO melaporkan varian ini ditemukan di 34 negara. Namun

pada 25 Mei 2021, sebanyak 41 negara diketahui mencatat kasus positif Covid-19

dari varian Kappa. Per 19 Mei 2021, Inggris mengidentifikasi 418 kasus positif

yang dipicu varian Kappa. Pada Juni 2021, puluhan kasus terkonfirmasi disebabkan

oleh Kappa di Australia

76
 Deteksi Varian India Kappa Covid-19

Cara mendeteksi varian India Kappa serupa dengan varian lain, yakni

menggunakan metode whole genome sequencing atau mengurutkan seluruh

rangkaian DNA dan kromosom virus di laboratorium. Dalam metode ini, peneliti

mengambil sampel virus dan menambahkan sejumlah bahan kimia untuk

membongkar virus.

Peneliti lalu mengurutkan genom virus tersebut dan membandingkannya

dengan virus dari kasus yang telah diketahui. Dengan cara itu, peneliti dapat

menemukan kemungkinan sumber virus. Hasil pengurutan dibandingkan dengan

basis data genom virus internasional, yaitu GISAID, untuk menemukan varian yang

serupa.

Untuk mengetahui varian virus, tingkat penularan dalam suatu kasus juga bisa

dijadikan tolok ukur. Ketika terjadi penularan yang masif dan cepat daripada

sebelum-sebelumnya, patut diduga penyebabnya adalah varian baru, termasuk

varian India Kappa yang disebut lebih mudah menular.

Varian Kappa (-varian) adalah sub-garis keturunan dari varian B.1.617,

pertama kali dilaporkan dari Maharashtra, India, pada Oktober 2020. Varian ini

kemudian diidentifikasi sebagai mutan rangkap tiga oleh pemerintah India pada

akhir Maret 2021, seperti yang telah tiga mutasi yang menarik. Sublineage

B.1.617.1 sekarang dikenal sebagai -varian, sedangkan B.1.617.2 dikenal sebagai .

The , bertanggung jawab atas munculnya gelombang kedua di India; telah


77
ditemukan di hampir 100 negara dan merupakan VOC global. Anak keturunan

ketiga, B.1.617.3, belum diidentifikasi sebagai VOI atau VOC. Secara sederhana, -

varian adalah saudara dari Delta. Namun, seperti dalam sebuah keluarga, saudara

kandung bisa sangat berbeda satu sama lain, seperti halnya dengan varian dan .

Sementara memiliki transmisibilitas yang lebih tinggi, pelepasan kekebalan yang

terdokumentasi, dan infeksi terobosan, sejauh ini tidak satu pun dari sifat-sifat ini

telah didokumentasikan untuk varian . K-varian tidak menjadi perhatian utama

untuk saat ini. Meskipun saat ini, varian menjadi perhatian, pencampuran dengan

varian lain seperti dan varian jauh lebih memprihatinkan dibandingkan dengan

varian tunggal. Orang yang divaksinasi lengkap memiliki risiko penyakit parah dan

kematian yang jauh lebih rendah daripada orang yang tidak divaksinasi yang

berisiko dari semua varian virus corona. Varian yang berbeda diidentifikasi melalui

mutasi pada gen virus. Perubahan pada masing-masing basa RNA ini (yang terdiri

dari sekitar 35.000 pasangan basa) membuat mutasi, akibatnya mengubah bentuk

dan sifat fungsi virus.

78
3.Gamma

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit infeksi saluran nafas

yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS

CoV-2) yang menyebabkan perubahan baik dari segi jumlah dan fungsi dari sistem

imun innate dan adaptive. Interferon gamma mengatur aktivasi kekebalan sistem

innate dan memediasi kekebalan sistem imun adaptive Interferon gamma dihasilkan

dari beberapa sel yang terinfeksi salah satunya adalah sel T CD8 dan CD4 yang

akan mengaktivasi sel B menghasilkan antibodi.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional bertujuan melihat korelasi kadar

interferon gamma dan antibodi S-RBD SARS CoV-2 pada pasien COVID-19 terdiri

dari 41 sampel non severe dan 29 sampel severe COVID-19. Kadar interferon

gamma diperiksa dengan menggunakan metode enzyme-linked immunosorbent

assay (ELISA) menggunakan Human IFN gamma Bioassay, sedang antibodi S-

RBD SARS CoV-2 kuantitatif menggunakan metode ECLIA dengan alat COBAS

e411 pada saat pasien masuk RS untuk pasien rawat inap dan saat pasien melakukan

pemeriksaan pertama untuk pasien rawat jalan. Uji statistik yang digunakan adalah

uji chi square, uji Mann-Whitney dan uji korelasi Spearman.

Hasil penelitian ini menunjukan hubungan bermakna kadar Interferon gamma

dengan kasus nonsevere dan severe (p= <0,001).Tidak ditemukan hubungan yang

bermakna pada kadar antibodi S-RBD SARS CoV-2 terhadap jumlah subjek

nonsevere dan severe COVID-19 (p=0,238). Tidak ditemukannya korelasi antara

kadar interferon gamma dan antibodi S-RBD SARS CoV-2 pada pasien nonsevere

(p=0,081) dan severe (p=0,208).


79
Kesimpulan peningkatan kadar Interferon gamma lebih tinggi pada kasus nonsevere

dibanding severe, tidak ditemukannya korelasi kadar Interferon gamma dan

antibodi S-RBD SARS CoV-2.

Interferon gamma merupakan bagian yang sangat penting dari sistem imun,

mampu mencegah replikasi virus secara tidak langsung dan merangsang protein

tertentu yang menyebabkan penghancuran sel yang terinfeksi. Interferon gamma

terlibat dalam regulasi hampir semua fase respon imun dan inflamasi, baik dalam

sistem imun innate dan adaptive termasuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sel B, sel

NK, makrofag dan lainnya. Oleh karena itu IFNγ sering disebut sebagai cytokin

imunoregulatory distinct (Kate schroder, et al.,2020 ;Lee & Ashkar, 2018).

Interferon gamma dapat bertindak sebagai penghubung utama respons imun

innate dan aktivasi respons imun adaptive yang berperan dalam imunitas seluler dan

humoral (Lee and Ashkar, 2018). Peran IFNɣ dalam imunitas seluler sebagai sitokin

sitotoksik bersama dengan granzyme B dan perforin memulai apoptosis. Beberapa

refrensi menyatakan bahwa peran langsung IFNγ dalam imunitas humoral

membantu dalam proses aktivasi sel B yang memicu pembentukan antibodi

(Chowdhury et al., 2020). Antibodi spike receptor binding domain (S-RBD) berasal

dari respon imun humoral setelah terpapar dengan virus SARS CoV-2, peran

antibodi spesifik terhadap S-RBD tersebut dapat mencegah virus pada paparan

berikutnya dengan menghambat pengikatan reseptor ACE2 sehingga replikasi tidak

terjadi dan infeksi dapat dihentikan (Wang et al., 2020). Penelitian yang dilakukan

oleh Cervia et al.,( 2020) pasien

80
dengan COVID-19 berat menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan dari

titer serum IgA dan IgG spesifik SARS-CoV-2 setelah onset gejala. Titer yang

sangat tinggi dari serum IgA spesifik SARS CoV-2 berkorelasi dengan sindrom

gangguan pernapasan akut yang parah. Irnai et al., (2020) dalam penelitiannya

menyatakan bahwa respon antibodi lebih kuat terjadi pada pasien COVID-19 yang

parah dan tingkat serokonversi antibodi yang rendah terhadap N dan S1 pada kasus

ringan (Imai et al., 2020); Cervia et al., 2021).

Virologi virus SARS CoV-2 Coronavirus disease 2019 (COVID-19)

merupakan virus RNA (Ribonucleic Acid) berstrand tunggal , termasuk kedalam

ordo Nidoviral, terdiri dari famili Coronaviridae, Roniviridae, Mesoniviridae dan

Arteriviridae. Famili Coronaviridae dibagi menjadi dua subfamili yaitu

Coronavirinae dan Torovirinae. Subfamili Coronavirinae terbagi menjadi 4 genus

yaitu alfa, beta, gamma dan delta. Dua genus yang dapat menginfeksi manusia

adalah genus alfa dan beta. Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis

coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus 229E,

alphacoronavirus NL63, betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe

Acute Respiratory Illness Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory

Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) (Kemenkes, 2020; (Kumar et al., 2020).

Definisi Interferon gamma

Interferon ditemukan pada tahun 1957 oleh Isaac dan Lindeman saat melakukan

pengamatan pada sel ayam yang diinkubasi dengan virus influenza inaktif , hasilnya

ditemukan suatu substansi yang melindungi sel dari infeksi virus yang lain.

81
Interferon merupakan sekelompok sitokin yang berfungsi sebagai pembawa berita

antar sel yang memiliki aktivitas sebagai antivirus, antibakteri dan disintesis sebagai

respon adanya induksi virus, bakteri, antigen, dan asam nukleat asing. Terdapat tiga

jenis interferon (IFN) yang berperan dalam regulitas imunitas yaitu IFN tipe I (IFN

α/ IFNβ), IFN tipe II (IFNγ) dan IFN tipe III (IFNλ) (Lee & Ashkar, 2018).

Struktur Interferon gamma

Interferon gamma merupakan sitokin larut dimerisasi yang merupakan satu –

satunya anggota kelas IFN II . Struktur IFNγ terdiri dari protein dimerik dengan

subunit 146 asam amino. Protein-proteinnya mengalami glikosilasi pada 2 sisi. Gen

yang mengkode IFNγ terletak pada kromosom 12q24 . Secara struktural tidak

terikat dengan IFN tipe I, mengikat reseptor yang berbeda dan dikodekan oleh lokus

kromosom yang terpisah (Lee & Ashkar, 2018).

Struktur dari semua interferon mengadopsi struktur α heliks dengan topologi

up-up-down-down yang unik. Setiap IFN terdiri dari enam elemen struktural

sekunder, yang dilambangkan dengan AF, dimana helik A, C, D dan F membentuk

bundel empat heliks antiparalel. Elemen loop B dan E menunjukan struktur

sekunder yang lebih bervariasi, mulai dari heliks tambahan hingga segmen yang

diperpanjang hingga menempel ditepi bundel empat heliks (heliks A, C,D dan F).

Heliks α dari IFN tipe I panjang dan lurus dan sejajar dengan yang lain (Gambar

10a). Meskipun terdapat

keragaman urutan yang cukup besar (35% - 95%) semua IFN mengadopsi struktur α

helik yang sama. IFN tipe III terdiri dari heliks yang lebih pendek yang lebih kusut

82
dan membentuk bundel (Gambar 10b), akibatnya IFN tipe III mengadopsi struktur

yang mirip dengan IL 10 . Berbeda dengan IFN tipe I dan III, IFN II mengadopsi

struktur dimer berselang, dimana heliks E dan F dari satu rantai bertukar dengan

subunit lain dari dimer (Gambar 10c), seperti IFNλ struktur IFNγ mirip dengan IL

10 (Walter, 2020).

Reseptor Interferon gamma

Interferon tipe I (IFNα/IFNβ) terdiri dari sekelompok sitokin yang secara struktural

mirip dan mencakup 13 – 14 subtipe. Sebagai bagian dari respon antivirus imun

inate, sitokin ini diproduksi secara cepat setelah stimulasi oleh PRR. Penelitian saat

ini menunjukan bahwa gelombang IFNα/β diproduksi dan bergantung pada

fosforilasi IRF3 dan aktivasi NFkb. IFN tipe I menginduksi fosforilasi IRF7 dan

menghasilkan loop umpan balik positif dari peningkatan pelepasan IFN tipe I.

Setelah diproduksi, semua sitokin ini memberi sinyal melalui reseptor sama,

reseptor IFN tipe I (IFNAR). Reseptor IFN terdiri dari dari dua subunit yaitu

IFNAR1 dan IFNAR2 yang bila terikat ke IFN tipe I akan diendositosis dan

mengaktifkan tirosin kinase terkait , Tyk2 dan Jak1. Hasil kaskade persinyalan

klasik dalam fosforilasi STAT2 dan STAT1, yang membentuk kompleks dengan

IRF9 yang dikenal sebagai faktor gen yang distimulasi IFN 3 (ISF3). Interferon 3

kemudian mengarah pada ekspresi gen yang distimulasi IFN. Diluar ISGF3, IFN

tipe I juga daat menginduksi fisforilasi dan dimerisasi STAT3, STAT4, STAT5 dan

STAT6 dan telah terbukti menginduksi aktivasi Rap1, CrKL, Map Kinase, IRS -1

dan 2, Vav, RAC1 dan PI3 jalur kinase tranduksi sinyal. IFNβ terbukti memberikan

83
sinyal tambahan melalui subunit IFNAR1 independent dari IFNAR2 dan membawa

mealalui jalur persinyalan non-kanonik (Lee & Ashkar, 2018).

Interferon gamma sebagian besar diproduksi oleh sel NK selama respon imun

innate. Beberapa bukti menunjukan bahwa IFN tipe I, IL 12, IL 15 dan IL 18

semuanya mampu menginduksi produksi IFNγ dari sel NK. Sel NK IFNγ

bergantung pada fosforilasi STAT4 untuk produksinya. Setelah dilepaskan, sinyal

IFNγ melalui reseptor IFNγ (IFNGR) terdiri dari subunit IFNGR1 dan IFNGR2.

Dalam jalur persinyalan klasik, ligasi IFNγ ke IFNGR mengarah ke aktivasi JAK1

dan JAK2 mengasilkan homodimerisasi dan fosforilasi STAT1 (Gambar 11),

namun seperti IFN tipe , IFNγ juga telah terbukti memberi sinyal melalui jalur

alternatif antara lain STAT4, Erk1/2, pyk dan CrkL (Nice, Robinson & Van

Winkle, 2018; (Schroder et al., 2004).

 Produksi Interferon gamma

Interferon memiliki fungsi biologi masing – masing. Interferon tipe I terkenal

karena kemampuannya yang secara langsung menginduksi respon antivirus didalam

sel yang terinfeksi dan sekitarnya melalui peningkatan regulasi molekul yang dapat

melawan replikasi virus. Hal ini dikarenakan IFN tipe I terdapat di hampir semua

sel sehingga diproduksi lebih awal selama infeksi, IFN ini penting untuk

mengaktifkan respon imun innate antivirus, seperti fungsi efektor natural killer cell

(NK) . Interferon tipe III terbatas pada sel epitel, neutrofil, dan sistem imun yang

diaktifkan, memiliki peran yang lebih khusus dalam respon imun mukosa dan

dalam regulasi respon adaptif. (Jorgovanovic et al., 2020) Interferon gamma


84
disekresi terutama oleh limfosit yang teraktivasi seperti sel T helper 1 (Th1) CD4

dan sel T Sitotoksik CD8, sel Natural kiler (NK) dan sel penyaji APC. Ekspresinya

diinduksi oleh mitogen dan sitokin seperti IL12, IL15, IL18 dan IFN tipe I.

Sementara CD8, CD4 merupakan sumber utama IFNɣ selama respon imun adaptif.

Faktor transkripsi spesifik yang memulai transkripsi IFNɣ tergantung pada sinyal

induksi dan tipe sel (Jorgovanovic et al., 2020).

 Fungsi Interferon gamma

Interferon gamma adalah sitokin pleitropik yang memiliki berberapa fungsi

yaitu antivirus, antitumor dan imunomodulator, oleh karena itu berperan penting

dalam mengkoordinasikan respon imun innate dan adaptif. Dalam keadaan

inflamasi IFNɣ memicu aktivasi respon imun yang merangsang eliminasi patogen,

serta mencegah aktivasi berlebihan dari sistem kekebalan dan kerusakan jaringan.

Selain itu IFNɣ bertindak sebagai sitokin sitotoksik bersama dengan granzyme B

dan perforin memulai apoptosis (Jorgovanovic et al., 2020).

Interferon tipe II atau dikenal IFNγ, nomenklatur yang mirip dengan IFN tipe

I, sinyal melalui reseptor yang berbeda dan memiliki efek yang tidak tergantung

dari IFN tipe I. IFNγ merupakan bagian dari respon imun innate, yang sebagian

besar diproduksi oleh sel NK selama infeksi. Interferon gamma mempromosikan

kekebalan antivirus melalui efek pengaturannya pada respon imun inate dan

bertindak sebagai penghubung utama antara respon imun inate dan adaptif (Lee &

Ashkar, 2018). Interferon gamma dikenal dengan banyak sinonim, diantaranya

antigen induced interferon, immune interferon, T interferon, mitogen induced,


85
interferon dan pH2-labile interferon. Biosintesis IFNγ bersifat lebih spesifik jika

dibandingkan dengan IFN α (Kelchtermans, Billiau & Matthys, 2008).

Interferon gamma dapat memicu aktivitas pembunuhan sel kanker dengan

meningkatkan destruksi intrasel pada sel kanker yang difagositosis, IFNɣ dapat

meningkatkan kemampuan makrofag untuk membunuh bakteri dan protozoa

dengan cara aktivasi makrofag. Aktivasi ini penting untuk perkembangan resistensi

terhadap mikroorganisme tertentu seperti Mycobacterium tuberculosis,

Corynebacterium pseudotuberculosis, Brucella abortus, Listeria monocytogenes dan

Salmonella (Jorgovanovic et al., 2020).

 Hubungan Interferon gamma dan Antibodi S-RBD dengan COVID-19

Interferon gamma menginduksi produksi nitrit okside (NO) yang berpotensi

menghambat replikasi virus tetapi menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah untuk

menurunkan aliran darah dan memungkinkan peningkatan ekstravasasi sel imun

yang direkrut ketempat infeksi dan peradangan. IFNγ juga meningkatkan

fagositosis yang dimediasi reseptor makrofag melalui peningkatan regulasi reseptor

komplemen, meskipun hal ini lebih banyak pada infeksi bakteri daripada infeksi

virus. Lebih lanjut IFNɣ mendorong polarisasi makrofag menjadi fenotipe M dan

menjadikan sel tersebut menghasilkan sitokin proinflamasi seperti IL 12, TNFα, dan

IL1β (Lee & Ashkar, 2018). Selain itu peran dari IFNɣ mengatur aktivasi sistem

kekebalan bawaan, mengoordinasikan interaksi limfosit-endotel, mengontrol

proliferasi seluler dan apoptosis serta membantu dalam proses maturasi sel B yang

86
memicu pembentukan antibodi (Gambar 14) ( Kate schroder et al.,2003 ;

Kletcherman,Billiau& Matthys, 2008).

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit infeksi saluran

nafas yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2

(SARS CoV-2) yang menyebabkan perubahan baik dari segi jumlah dan fungsi dari

sistem imun innate dan adaptive. Interferon gamma mengatur aktivasi kekebalan

sistem innate dan memediasi kekebalan sistem imun adaptive Interferon gamma

dihasilkan dari beberapa sel yang terinfeksi salah satunya adalah sel T CD8 dan

CD4 yang akan mengaktivasi sel B menghasilkan antibodi.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional bertujuan melihat korelasi kadar

interferon gamma dan antibodi S-RBD SARS CoV-2 pada pasien COVID-19 terdiri

dari 41 sampel non severe dan 29 sampel severe COVID-19. Kadar interferon

gamma diperiksa dengan menggunakan metode enzyme-linked immunosorbent

assay (ELISA) menggunakan Human IFN gamma Bioassay, sedang antibodi S-

RBD SARS CoV-2 kuantitatif menggunakan metode ECLIA dengan alat COBAS

e411 pada saat pasien masuk RS untuk pasien rawat inap dan saat pasien melakukan

pemeriksaan pertama untuk pasien rawat jalan. Uji statistik yang digunakan adalah

uji chi square, uji Mann-Whitney dan uji korelasi Spearman.

Hasil penelitian ini menunjukan hubungan bermakna kadar Interferon gamma

dengan kasus nonsevere dan severe (p= <0,001).Tidak ditemukan hubungan yang

bermakna pada kadar antibodi S-RBD SARS CoV-2 terhadap jumlah subjek

nonsevere dan severe COVID-19 (p=0,238). Tidak ditemukannya korelasi antara

kadar interferon gamma dan antibodi S-RBD SARS CoV-2 pada pasien nonsevere
87
(p=0,081) dan severe (p=0,208).

Kesimpulan peningkatan kadar Interferon gamma lebih tinggi pada kasus nonsevere

dibanding severe, tidak ditemukannya korelasi kadar Interferon gamma dan

antibodi S-RBD SARS CoV-2.

Interferon gamma merupakan bagian yang sangat penting dari sistem imun,

mampu mencegah replikasi virus secara tidak langsung dan merangsang protein

tertentu yang menyebabkan penghancuran sel yang terinfeksi. Interferon gamma

terlibat dalam regulasi hampir semua fase respon imun dan inflamasi, baik dalam

sistem imun innate dan adaptive termasuk aktivasi dan diferensiasi sel T, sel B, sel

NK, makrofag dan lainnya. Oleh karena itu IFNγ sering disebut sebagai cytokin

imunoregulatory distinct (Kate schroder, et al.,2020 ;Lee & Ashkar, 2018).

Interferon gamma dapat bertindak sebagai penghubung utama respons imun innate

dan aktivasi respons imun adaptive yang berperan dalam imunitas seluler dan

humoral (Lee and Ashkar, 2018). Peran IFNɣ dalam imunitas seluler sebagai sitokin

sitotoksik bersama dengan granzyme B dan perforin memulai apoptosis. Beberapa

refrensi menyatakan bahwa peran langsung IFNγ dalam imunitas humoral

membantu dalam proses aktivasi sel B yang memicu pembentukan antibodi

(Chowdhury et al., 2020). Antibodi spike receptor binding domain (S-RBD) berasal

dari respon imun humoral setelah terpapar dengan virus SARS CoV-2, peran

antibodi spesifik terhadap S-RBD tersebut dapat mencegah virus pada paparan

berikutnya dengan menghambat pengikatan reseptor ACE2 sehingga replikasi tidak

terjadi dan infeksi dapat dihentikan (Wang et al., 2020). Penelitian yang dilakukan

88
oleh Cervia et al.,( 2020) pasien dengan COVID-19 berat menunjukkan

peningkatan yang sangat signifikan dari titer serum IgA dan IgG spesifik SARS-

CoV-2 setelah onset gejala. Titer yang sangat tinggi dari serum IgA spesifik SARS

CoV-2 berkorelasi dengan sindrom gangguan pernapasan akut yang parah. Irnai et

al., (2020) dalam penelitiannya menyatakan bahwa respon antibodi lebih kuat

terjadi pada pasien COVID-19 yang parah dan tingkat serokonversi antibodi yang

rendah terhadap N dan S1 pada kasus ringan (Imai et al., 2020); Cervia et al., 2021).

Virologi virus SARS CoV-2 Coronavirus disease 2019 (COVID-19)

merupakan virus RNA (Ribonucleic Acid) berstrand tunggal , termasuk kedalam

ordo Nidoviral, terdiri dari famili Coronaviridae, Roniviridae, Mesoniviridae dan

Arteriviridae. Famili Coronaviridae dibagi menjadi dua subfamili yaitu

Coronavirinae dan Torovirinae. Subfamili Coronavirinae terbagi menjadi 4 genus

yaitu alfa, beta, gamma dan delta. Dua genus yang dapat menginfeksi manusia

adalah genus alfa dan beta. Sebelum terjadinya wabah COVID-19, ada 6 jenis

coronavirus yang dapat menginfeksi manusia, yaitu alphacoronavirus 229E,

alphacoronavirus NL63, betacoronavirus OC43, betacoronavirus HKU1, Severe

Acute Respiratory Illness Coronavirus (SARS-CoV), dan Middle East Respiratory

Syndrome Coronavirus (MERS-CoV) (Kemenkes, 2020; (Kumar et al., 2020).

89
4.Mutasi virus korona E484K

Mutasi E484K sendiri bukanlah varian baru, melainkan mutasi yang terjadi

pada varian yang berbeda dan telah ditemukan pada varian Afrika Selatan (B.1.351)

dan Brasil (B.1.1.28). Mutasi ada pada protein lonjakan dan tampaknya berdampak

pada respons kekebalan tubuh dan, mungkin, kemanjuran vaksin. Pada 1 Februari,

Public Health England (PHE) mengumumkan bahwa konsorsium Covid-19

Genomics (COG-UK) telah mengidentifikasi mutasi E484K yang sama ini pada 11

sampel yang membawa varian Inggris B.1.1.7 (kadang-kadang disebut varian Kent),

setelah menganalisis 214.159 urutan.

Mutasi ―Eek‖ atau E484K dilaporkan ditemukan di beberapa negara, antara

lain Brazil, Inggris, Amerika Serikat, Kanada, jepang, Afrika Selatan, Argentina,

Filipina dan Indonesia. Mutasi ―Eek‖ atau E484K terjadi di spike protein, di mana

spike protein penting untuk menempelnya virus dengan sel manusia dan pengenalan

sel imun terhadap virus. Mutasi ―Eek‖ atau E484K dikenal dengan sebutan ―mutasi

yang sedang melarikan diri‖. Mutasi ini menyebabkan virus penyebab Covid-19

bisa ―menghindar‖ dari beberapa jenis antibodi terhadap Covid-19. Mutasi ini

berpotensi menurunkan kemampuan antibodi untuk menetralisir virus. (Wise, 2021;

The New York Times Coronavirus Variant Tracker).

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sendiri telah mengumumkan bahwa

kasus mutasi virus Corona E484K, atau biasa disebut "Eek", ditemukan di DKI

Jakarta.

90
Melansir Reuters, mutasi ini ditemukan di 10 dari 14 orang yang dites positif

terkena virus di Rumah Sakit Medis Universitas Kedokteran dan Gigi di Tokyo,

Maret lalu. E484K juga disebut dengan nama "Eek". Kata "eek" dalam bahasa

Inggris merujuk ekspresi ketakutan, kejutan, atau peringatan.

E484K juga disebut dengan nama "Eek". Kata "eek" dalam bahasa Inggris

merujuk ekspresi ketakutan, kejutan, atau peringatan. Selain di Jepang, mutasi

E484K juga sudah ditemukan di Amerika, Brasil, dan Indonesia. Juru Bicara

Vaksinasi Covid-19 dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi

mengatakan, salah satu mutasi protein disebut E484K. Varian E484K diketahui

merupakan hasil mutasi dari varian B.1.1.7

E484K disebut mutasi pelarian karena membantu virus melewati pertahanan

kekebalan tubuh. Ravindra Gupta di University of Cambridge dan rekan telah

mengkonfirmasi bahwa varian B.1.1.7 plus E484K yang baru secara substansial

meningkatkan jumlah antibodi serum yang dibutuhkan untuk mencegah infeksi

sel. 2 Kita sudah tahu bahwa varian B.1.1.7 lebih mudah menular sehingga

kombinasi virus yang menyebar lebih cepat yang juga lebih baik dalam

menghindari kekebalan mengkhawatirkan—jika tidak dihentikan akan mengungguli

varian B.1.1.7 yang lebih lama .

Kekhawatiran lain adalah bahwa varian Afrika Selatan mungkin dapat

menginfeksi ulang orang yang sebelumnya telah terinfeksi dengan bentuk asli virus

secara lebih efisien. Lawrence Young, seorang ahli virologi dan profesor onkologi

molekuler di Universitas Warwick, mengatakan, ―Ini mungkin, sebagian, karena

91
mutasi E484K dapat melemahkan respons imun dan juga berdampak pada umur

panjang respons antibodi penetralisir. Jadi varian B.1.1.7 yang membawa mutasi

E484K mungkin lebih efisien dalam infeksi ulang.‖

Varian baru ini diduga memiliki kemampuan yang sangat menular. Hal ini

karena mutasi E484K dapat mengubah permukaan protein lonjakan yang digunakan

virus untuk memasuki sel manusia. Mutasi ini membuat virus corona lebih menular

dengan mengikat lebih dekat ke ―reseptor‖ virus dalam sel manusia.

Lawrence Young, ahli virologi dan profesor onkologi molekuler di

Universitas Warwick, Inggris mengatakan, mutasi E484K.

Ia mengatakan E484K dapat melemahkan respons imun dan memengaruhi

umur dari respons antibodi penetral. "Jadi, varian B.1.1.7 yang membawa mutasi

E484K mungkin lebih berdampak lebih parah ketika seseorang terinfeksi ulang,"

ujar dia.

Ada penelitian yang menunjukkan bahwa vaksin saat ini bekerja melawan

varian Inggris B.1.1.7 tanpa mutasi E484K. Namun, uji klinis baru-baru ini oleh

Novavax dan Johnson & Johnson menunjukkan bahwa vaksin baru mereka kurang

efektif di Afrika Selatan dibandingkan dengan Inggris atau AS, yang mungkin

karena tingginya tingkat virus yang membawa mutasi E484K. Meski begitu,

Novavax melaporkan 60% efikasi vaksin mereka di Afrika Selatan yang masih

merupakan respon yang cukup baik, setara dengan vaksin influenza. 3Dan para

ilmuwan mengatakan bahwa vaksin dapat dirancang ulang dan diubah agar lebih

92
cocok dengan varian baru dalam hitungan bulan. Tim Oxford AstraZeneca,

misalnya, mengumumkan bahwa mereka sudah mempertimbangkan untuk

memperbarui vaksin mereka agar lebih efektif melawan mutasi yang terlihat dan

dapat tersedia pada musim gugur. Ada kemungkinan itu bisa berupa booster satu

dosis yang diperbarui dan diluncurkan setiap tahun.

Dari sejumlah penelitian yang telah dilakukan, vaksin yang beredar saat ini

belum terbukti bekerja optimal pada mutasi ini.

uji klinis vaksin Novavax dan Johnson & Johnson menunjukkan hasil kurang

efektif di Afrika Selatan dibandingkan di Inggris atau Amerika Serikat. Hal ini

diduga berkaitan dengan tingginya virus yang membawa mutasi E484K. Kendati

demikian, Novavax melaporkan 60 persen kemanjuran vaksinnya di Afrika Selatan,

sehingga ada peluang untuk dilakukan desain baru. Sementara itu, AstraZeneca

sedang memperbarui vaksin agar lebih efektif melawan mutasi tersebut, salah satu

opsinya berupa penguat dosis terbaru dan akan dirilis ke pasaran tiap tahun.

93
5.Delta

Covid-19 varian Delta atau

B.1.617.2 merupakan penyakit

Covid-19 yang disebabkan oleh

virus Corona yang Ctelah

bermutasi. Munculnya varian virus

Corona baru ini pertama kali

dilaporkan di India pada Desember

2020. Varian ini telah ditemukan di

lebih dari 74 negara, termasuk

Indonesia. Selain varian Delta, ada beberapa varian lain dari virus Corona yang

bermutasi, misalnya varian Alfa, Beta, Gamma, dan Lambda.

Pada 3 Mei 2021, varian Delta telah masuk ke Indonesia. Per 4 Juli 2021,

terdapat 398 kasus di Indonesia yang terkena varian Delta. Tersebarnya Covid-19

varian Delta merupakan masalah kesehatan serius dan turut berperan dalam

terjadinya lonjakan kasus positif Covid-19 di berbagai belahan dunia, termasuk

Indonesia

Masih tingginya jumlah kasus Covid-19 di banyak negara secara umum

dipicu oleh ketidakdisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan,

munculnya varian virus yang lebih menular, dan program vaksinasi yang belum

terlaksana sepenuhnya. Tidak terkecuali di Amerika Serikat (AS), negara yang

dianggap maju infrastruktur kesehatannya, pemicunya pun sama. Meski kasus


94
Covid-19 di AS cenderung menurun, namun di tingkat global tetap tinggi

jumlahnya jika dibandingkan negara-negara lain. Terjadinya kasus Covid-19 di AS,

terutama yang muncul akhir-akhir ini, ditengarai tidak terlepas dari masuknya

varian Delta asal India dan varian Gamma asal Brasil, di AS.

Kasus Covid-19 di India yang kembali melonjak, setelah sebelumnya dapat

dikendalikan, juga menimbulkan keprihatinan. Pelonjakan kasus dipicu oleh varian

Delta yang merebak begitu cepat di beberapa negara bagian. Covid-19 varian Delta

menjadi varian baru yang paling dikhawatirkan dan ditakuti, sebab varian ini

disebut paling cepat menular (cnbcindonesia.com., 27 Juni 2021). Yang

dikhawatirkan, sejumlah pemerintah negara bagian di India akan segera

melonggarkan penguncian wilayahnya jika kasus Covid-19 menurun. Keputusan itu

menimbulkan kekhawatiran di tengah kehadiran varian Delta yang ―mematikan‖

dan lambatnya program vaksinasi.

Kasus Covid-19 yang masih tinggi di Brasil juga menimbulkan kekhawatiran.

Dengan angka kematian lebih dari 500 ribu jiwa, Brasil menjadi negara kedua di

dunia yang memiliki angka kematian terbanyak akibat Covid-19, berada di

belakang AS yang mencatat angka kematian lebih dari 600 ribu jiwa. Jumlah infeksi

harian di Brasil yang terus meningkat dan kebijakan Presiden Jair Bolsonaro yang

tidak tegas dalam menangani pandemi, ditengarai menjadi pemicu tingginya kasus

Covid-19 di Brasil. Ditambah lagi, munculnya varian Gamma (sebelumnya disebut

varian Brasil), dianggap cukup memicu bagi terjadinya peningkatan kasus kematian

akibat Covid-19 di Brasil (health.grid.id., 24 Juni 2021).

95
Di benua Eropa, jika mengacu pada data Woldometers di atas, kasus Covid-

19 juga masih cukup tinggi, setidaknya hal itu terlihat di Perancis dan Rusia yang

memiliki kasus Covid-19 lebih dari 5 juta kasus. Juru bicara Pemerintah Perancis

Gabriel Attal mengemukakan, pada minggu pertama bulan Juli, kasus Covid-19

kembali meningkat di Perancis dan 30 persen penyebabnya adalah varian Delta.

Attal juga mengemukakan, gelombang keempat infeksi kemungkinan terjadi di

Perancis pada akhir Juli ini. Pejabat Perancis itu pun mengakui bahwa tidak cukup

banyak warga Perancis yang divaksinasi meskipun persediaan vaksin mencukupi,

dan hal tersebut bisa menyebabkan peningkatan kasus Covid-19 di Perancis

(kontan.co.id., 5 Juli 2021).

Alur virus yang diekstraksi di India mempunyai dua substitusi asam amino

penting (L452R dan E484Q) di RBD pada protein S. Varian ―bermutasi ganda‖ ini

memiliki tiga subvarian (B.1.617.1, B.1.617.2, dan B.1.617.3), yang dibagi

berdasarkan mutasi di protein S. Subvarian B.1.617.2 dinamakan varian Delta oleh

WHO.2,15 Terdapat mutasi D614G, substitusi pada posisi 614, yaitu substitusi

asam aspartat menjadi glisin, yang juga dimiliki oleh varian Alpha, Beta, dan

Gamma. Mutasi ini dikaitkan dengan angka transmisi yang tinggi. Mutasi L452R

meningkatkan afinitas protein S kepada reseptor ACE2 dan menurunkan

kemampuan sistem imun dalam mengenali virus. Mutasi P681R dapat

meningkatkan infektivitas dari varian..

 Gejala Covid-19 Varian Delta

96
Covid-19 varian Delta bisa menimbulkan gejala yang berbeda-beda pada

setiap orang. Berbagai gejala Covid-19 akibat infeksi virus Corona varian Delta ini

juga bisa bersifat ringan hingga berat.

Beberapa orang yang positif Covid-19 varian Delta tercatat tidak memiliki

gejala, tetapi sebagian besar lainnya mengalami keluhan yang bertambah parah

dalam waktu 3–4 hari.

Berikut adalah beberapa gejala yang dapat muncul bila terkena Covid-19

varian Delta:

• Demam

• Pilek

• Sakit kepala

• Sakit tenggorokan

Di samping gejala tersebut, Covid-19 varian Delta juga mungkin akan

menimbulkan gejala umum Covid-19 lainnya, seperti batuk, sesak napas,

kelelahan, anosmia, nyeri otot, serta gangguan pencernaan. Hingga saat ini, gejala-

gejala Covid-19 varian Delta masih terus dipantau dan diteliti. Selain itu, untuk

mendiagnosis Covid-19, tetap diperlukan pemeriksaan fisik dan penunjang dari

dokter, termasuk tes PCR rus SARS-Cov-2 atau virus Corona penyebab Covid-19

varian Delta diketahui lebih mudah dan cepat menular dari pada varian virus

Corona lainnya. Riset sejauh ini menyebutkan bahwa Covid-19 varian Delta

97
memiliki tingkat penularan lebih tinggi hingga 40% dibandingkan virus Corona

varian Alpha.

Tingkat Keparahan Covid-19 Varian DeltaDibandingkan dengan Covid-19

varian Alpha atau yang lainnya, Covid-19 varian Delta memiliki tingkat keparahan

yang lebih tinggi. Beberapa laporan kasus sejauh ini menyebutkan bahwa ada lebih

banyak pasien positif Covid-19 varian Delta yang membutuhkan perawatan di

rumah sakit daripada pasien Covid-19 varian lain.

Selain itu, virus Corona varian Delta diketahui dapat menimbulkan

komplikasi yang lebih parah pada pasien lansia atau yang memiliki penyakit

penyerta sebelumnya, seperti diabetes, hipertensi, atau asma.

Varian virus Corona baru ini juga lebih mudah menginfeksi anak-anak,

remaja, dan orang dewasa di bawah usia 50 tahun. Orang dengan kelainan sistem

imun dan orang-orang yang belum mendapatkan vaksin Covid-19 juga berisiko

tinggi terinfeksi Covid-19 varian Delta.

Kemampuan Vaksin Covid-19 dalam Melawan Covid-19 Varian Delta Vaksin

Covid-19 yang tersedia saat ini dapat memberikan perlindungan terhadap beragam

varian virus Covid-19, termasuk varian Delta. Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa orang-orang yang telah mendapatkan 2 dosis vaksin Covid, seperti vaksin

Astrazeneca dan vaksin Pfizer, memiliki antibodi yang cukup untuk melawan

Covid-19 varian Delta.

98
Lalu, bagaimana dengan orang-orang yang baru mendapatkan vaksinasi dosis

pertama?Vaksinasi dosis pertama hanya memberikan perlindungan terhadap varian

Delta sebanyak 33%. Sementara perlindungan vaksin Covid-19 dosis lengkap

terhadap varian Delta diketahui bisa mencapai 60–80%, tidak berbeda dengan

perlindungan vaksin Covid-19 terhadap varian virus Corona lainnya.

99
PROSEDUR PEMERIKSAAN

1. Metode

PCR merupakan suatu metode in vitro dalam sintesis DNA. Prinsip dasar

metode ini adalah perbanyakan fragmen DNA menggunakan enzim polymerase

pada temperatur yang tinggi yang dilakukan secara berulang.

Pada proses PCR dibutuhkan oligonukleotida pendek (primer DNA) yang

berperan dalam mengawali proses ini. Primer akan menempel atau hybrid

pada untai tunggal DNA saat temperatur diturunkan setelah terjadi pemisahan untai

ganda DNA. Produk hasil PCR dapat diamatimenggunakan teknik eletroforesis

agarose.

Hingga saat ini, metode PCR telah berkembang dari metode PCR yang

umum hingga metode PCR yang dapat digunakan langsung untuk melihat apakah

sampel tersebut memiliki mutasi atau tidak, tergantung aplikasi apa yang akan

dipakai apakah untuk identifikasi molekuler, sekuensing atau rekayasa genetika.

Beberapa PCR yang telah dikembangkan saat ini adalah sebagai berikut:

o PCR standar, metode dasar PCR dan hasil produk PCR dapat digunakan untuk

tahap selanjutnya seerti kloning, sekuensing, restriksi enzim.

o ARMS PCR, atau Amplification Refractory Mutation System (ARMS) adalah

aplikasi PCR dimana menggunakan primer spesifik. Metode ini yang sangat

berguna untuk identifikasi mutasi titik atau polimorfisme.


100
o GAP-PCR, mutasi delesi pada gen cluster seperti b-globin, dapat dideteksi oleh

PCR standar menggunakan sepasang primer yang komplemen dengan untai

DNA yang di dalamnya ada area delesi. Untuk delesi yang kecil, kurang dari 1

kb, maka akan dihasilkan dua buah produk fragmen, satu fragmen besar dan

satu fragmen kecil (fragmen yang ada delesi kurang dari 1 kb). Untuk delesi

yang lebih besar (2 kb), jarak antara kedua primer yang mengapit produk PCR

(amplikon) terlalu besar, sehingga sukar didapatkan dua fragmen produk

(hanya yang terbentuk fragmen yang delesi/fragmen kecil, sedang framen

normal tidak terbentuk), Oleh karena itu, diperluka teknik khusus untuk

memperoleh kedua fragmen tersebut, yaitu teknik GAP-PCR. Teknik ini

banyak digunakan untuk deteksi alfa talassemia, di mana delesi yang terjadi

sangat besar (gambar

o RFLP PCR, metode ini digunakan jika ada area pemotongan enzim restriksi.

Pada alel homozigot/mutan yang memiliki situs pemotongan, maka produk

PCR akan dapat dipotong oleh enzim restriksi tertentu (atau sebaliknya). Untuk

alel hetero, maka produk PCR yang diamati adalah kombinasi antara pita yang

terpotong dan yang tidak terpotong

o Kuantitatif-PCR, metode ini digunakan untuk menghitung kuantitas atau

jumlah produk spesifik hasil PCR, biasanya dikenal dengan sebutan Real-Time

PCR (―RT-PCR‖). RT PCR di sini, berbeda dengan Reverse Transcription

(RT) PCR. Reverse Transcription PCR (RTPCR) didesain untuk amplifikasi

101
DNA dari RNA. Jumlah amplifikasi DNAdari RNAdapat diamati dengan

menggunakan ―RT-PCR‖.

o Multipleks tandem PCR, metode untuk mendeteksi banyak target pada satu

sampel. Pada metode ini, satu sampel akan menggunakan banyak primer

spesifik dan proses PCR dijalan serentak. Karena menggunakan banyak primer,

maka akan dihasilkan banyak amplikon (produk PCR) dengan ukuran yang

beragam

102
Prosedur Kerja

Preparasi Genom DNA/RNA

1) Analisis genom DNA dengan NanoDrop 1000/2000

Alat dan Bahan :

- Tabung reaksi 30 mL

- Etanol

- Buffer saline (PBS)

- Larutan lisi

- PCL

- Amonium astetat

- Sentrifuse

Prosedur kerja :

- Masukkan sampel dalam tabung sentrifuse 25 mL, ulangi hingga 2 kali.

- Tabung kemudian disentrifuse pada kecepatan maksimum (5000 rpm) selama 20 menit.

Lebih baik jika menggunakan sentrifuse dingin.

Hati-hati dalam membuang supernatant, jangan sampai pellet sel terlepas dari

dinding tabung.

- Tambahkan 1 mL larutan lisis buffer yang terdiri dari campuran 0.5% SDS, 0.1 M EDTA, 10

mM Tris-HCl.

103
- Tambahkan 50 uL Proteinase K lalu kocok perlahan, jangan berbuih,

sampai pellet terlepas dari dinding tabung. Kemudian inkubasi 56 C selama 3 jam atau

biarkan dalam suhu kamar selama 1 malam.

- Setelah 3 jam atau dibiarkan satu malam, tambahkan larutan 1 mL PCI (fenol-8OH-TE)

dengan perbandingan volume yang sama. Kocok kuatkuat selama 30 detik, lalu sentrifugasi

dengan kecepatan maksimum selama 10 menit.

- Ambil lapisan atas dan pindahkan ke tabung baru yang berisi kloroform dengan volume yang

sama. Hati-hati dalam memindahkan DNA yang terlarut dalam fase cair (larutan bening),

jangan sampai tercampur dengan daerah interfase yang berwarna putih, dan lapisan bawah

yang merupakan fase fenol (larutan kuning). Tabung baru yang telah berisi hasil sentrifuse no

8 dan kloroform, kemudian dikocok dan disentrifuse kecepatan maksimum selama 10 menit.

Pindahkan larutan atas ke tabung baru. Fungsi kloroform dalam percobaan ini untuk

membersihkan fenol dari sampel.

- Tambahkan setengah volume (kira-kira 1 mL) 7.5 M ammonium asetat kemudian tabung

dibolak-balik 10 kali.

- Tambahkan etanol 95% dingin sebanyak 2 x jumlah volume larutan sebelumnya, misalkan

jumlah volume total DNAdan ammonium asetat 3 mL maka tambahkan etanol 6 mL. Bolak-

balikkan dengan pelan, maka akan muncul helaian DNA seperti kapas. Ambil helaian DNA

secara hati-hati dengan menggunakan batang kaca dan pindahkan ke tabung yang sudah

mengandung 3 etanol 70% dingin.

- Sentrifuse pada kecepatan maksimum selama 5 menit. DNA akan mengendap di bagian

bawah tabung seperti lapisan atau butiran putih.

104
- Buang hati-hati etanol tersebut, buang sebanyak mungkin, kemudian keringkan di oven

dengan tutup tabung terbuka, pada suhu 70 C.

- Setelah kering, pellet DNA dapat dilarutkan dengan 100 uL buffer TE (Tris EDTA). Biarkan

semalam dalam temperatur 4 C hingga larut.

- Untuk memeriksa keberhasilan penelitian, dapat digunakan uji elektroforesis dan nanodrop

untuk menghitung kemurnian-konsentrasi DNA.

105
2) Analisis DNA dengan PCR

Alat dan Bahan :

- Alat RT-PCR

- 10X PCR bufer

- Tag Polimerase

- dNTP

- DNA template

Prosedur kerja :

- Siapkan semua bahan dalam tabung PCR

Untuk program PCR gunakan:

- Denaturasi awal 95 C selama 3 menit

- Denaturasi PCR 98 C selama 20 detik

- Hibridisasi PCR 60 C selama 15 detik

- Elongasi PCR 72 C selama 60 detik

- Ulangi no 2 – 4 untuk 35 siklus

- Elongasi akhir 72 C selama 60 detik

- Pendinginan 24 C

106
BAB III

PEMBAHASAN

Kami membuat uji RT-LAMP-BART baru untuk SARS-CoV-2. Uji

SARS-RT-LAMP-BART kami spesifik dan sensitif untuk identifikasi cepat

SARS-CoV-2. Gen RdRp dari SARS-CoV-2 telah diidentifikasi dengan benar

dalam 18 strain referensi, termasuk SARS-CoV-2 (tipe liar dan empat varian),

MERS-CoV, coronavirus manusia, RSV, dan empat bakteri patogen

pernapasan.(Iijima et al., 2022)

Karena COVID-19 telah menyebar ke seluruh dunia, pengujian di tempat

perawatan/penilaian laboratorium yang cepat dan akurat akan terus menjadi

prioritas utama secara global. Untuk skrining COVID-19, kecepatan dan frekuensi

tes lebih penting daripada sensitivitasnya [20]. Pada pasien dengan COVID-19,

viral load SARS-CoV-2 meningkat dengan cepat sebelum dan setelah timbulnya

gejala dan menurun secara signifikan setelahnya. Jika frekuensi pengujian rendah,

virus tidak dapat dideteksi, terlepas dari sensitivitas pengujian.

Dalam penelitian ini, uji SARS-RT-LAMP-BART memiliki sensitivitas

yang lebih rendah daripada RT-PCR waktu nyata dalam hal jumlah salinan RNA

yang terdeteksi. Sebuah tar set primer LAMP alternatif yang mendapatkan daerah

lain dapat dimasukkan dalam campuran reaksi untuk meningkatkan sensitivitas,

tetapi itu akan membuat reaksi lebih kompleks dan menyebabkan akumulasi dimer,

yang dapat menyebabkan hasil positif palsu.

107
(Iijima et al., 2022) Dalam penelitian ini, reaksi RT-LAMP-BART

dihambat oleh zat biologis dalam sampel berduri RNA, seperti pada metode RT-

PCR waktu nyata konvensional. Dalam penelitian kami sebelumnya, gangguan

tersebut dari zat biologis tidak diamati dalam reaksi LAMP [21-23]. BART juga

memiliki ketahanan terhadap zat biologis. Gandelman dkk.

melaporkan bahwa LAMP BART menunjukkan perilaku yang kuat , deteksi

yang andal menggunakan spesimen urin , dan tidak dapat dihambat dengan

preparasi DNA cepat [ 14 ] . Namun, dalam penelitian ini, RT-LAMP sedikit

dilemahkan oleh zat biologis. Kami berpikir bahwa transkripsi balik ( RT )

mungkin telah mempengaruhi hasil ini , dan mungkin menjadi kunci untuk

meningkatkan reaksi RT - LAMP sensitivitas.

Pabrikan merekomendasikan penggunaan protease semi-alkali atau

pengenceran 1/10 dengan saline/PBS untuk preparasi sampel air liur, meskipun

jumlah RNA juga dilemahkan dalam sampel. Proteinase semi-alkali adalah

homogenizer dahak, biasanya digunakan untuk persiapan sampel dalam pengujian

tuberkulosis. Penggunaan enzim ini untuk preparasi sampel air liur juga

direkomendasikan untuk pengujian titik perawatan RT-LAMP [24]. Protease

semi-alkali dapat meningkatkan deteksi dari sampel air liur.

Catted Varian B.1.617 sangat menular dan telah menyebabkan wabah

secara global [ 25 , 26 ] . Di Inggris , dua dosis vaksin BNT162b2 memiliki

efektivitas 87,9 % terhadap penyakit simtomatik yang disebabkan oleh varian

B.1.617.2 COVID - 19 [ 27 ] . Sebuah penelitian di Skotlandia menyimpulkan


108
bahwa vaksin itu 79% efektif melawan varian tersebut [28]. Para peneliti di

Kanada mengukur efektivitasnya pada 87% [29]. Sejak 6 Juni 2021, penurunan

tajam dalam efektivitas vaksin dalam mencegah infeksi (64%) dan penyakit

bergejala (64%) telah diamati secara bersamaan dengan penyebaran varian

B.1.617.2 di Israel [30].

Varian B.1.617 memiliki mutasi titik khas pada protein RBD (L452R)

yang meningkatkan infektivitas dan resistensi terhadap vaksin saat ini. Metode

yang dikembangkan mampu mendeteksi mutasi ini.

Pada prinsipnya, pendeteksian varian, khususnya mutasi indel atau

missense, tidaklah mudah dengan menggunakan metode berbasis asam nukleat

lainnya. Metode RT-PCR konvensional dan RT-PCR waktu-nyata juga tidak dapat

dengan mudah mengidentifikasi satu mutasi missense, di mana pengurutan

langsung sangat penting [22].

Nielsen dkk. menciptakan PNA analog DNA sintetis pada tahun 1991 [ 31

] . Tulang punggung deoksiribosa fosfat digantikan oleh polimer pseudo-peptida,

yang dihubungkan dengan nukleobasa. PNA tidak memiliki interaksi langsung

dengan DNA polimerase, dan hibridisasi PNA menjadi DNA/RNA terjadi dengan

afinitas dan spesifisitas yang sangat tinggi. Dengan demikian , PNA dapat

menghentikan pemanjangan primer oligonukleotida dengan cara mengikat

template atau bersaing dengan primer . Oleh karena itu, kami menggunakan PNA

sebagai probe hibridisasi molekuler untuk menghambat amplifikasi target spesifik.

109
Metode deteksi probe LAMP plus PNA telah dikembangkan [32, 33].

Dalam penelitian ini, metode L452R-RT-LAMP-BART menggunakan probe PNA

dengan benar mengidentifikasi mutasi lonjakan L452R dalam waktu 30 menit,

dengan LoD -100 kopi per reaksi. Sepengetahuan kami, ini adalah laporan

pertama uji RT-LAMP-BART menggunakan PNA untuk mendeteksi mutasi.

Probe PNA dan metode RT-LAMP-BART juga dapat diterapkan untuk mendeteksi

varian CoV-2 lainnya. BART tidak dapat dimultipleks secara konvensional, tetapi

kemudahannya, biaya rendah, dan analisis citra sederhana yang diperlukan

memungkinkan beberapa reaksi dijalankan secara bersamaan [ 14]. Metode ini

akan berguna untuk deteksi varian setelah memastikan infeksi SARS - CoV - 2 ,

yang akan sangat membantu jika waktu reaksi dapat dikurangi menjadi 25-30

menit.

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Sensitivitas SARS-RT-

LAMP-BART tidak setinggi RT-PCR real-time. Jika COVID-19 dicurigai secara

klinis tetapi diperoleh hasil negatif, metode deteksi yang lebih sensitif dan tersedia

harus dipertimbangkan. Berdasarkan keselarasan gen RdRp tujuh virus corona,

kami juga mengharapkan uji BART SARS-RT-LAMP untuk mendeteksi SARS-

CoV (Gambar S2). Kedua spesies tersebut merupakan patogen pernapasan yang

serius. Pekerjaan selanjutnya menggunakan spesimen klinis dari pasien

diperlukan.

110
3.1Kesimpulan

Pada penelitian ini merupakan laporan pertama dari Uji deteksi SARS-Cov 2

menggunakan metode RT-LAMP-BART. Yang akan memfasilitasi skrining Covid-19

dan identifikasi infeksi dengan variasi SARS-Cov 2 yang menjadi perhatian atau minat.

Berbeda dengan penggunaan template DNA, sensitivitas RT-LAMP dapat dikurangi

dengan zat biologi. Ini harus dipertimbangkan ketika menggukan metode ekstrasi RNA

sederhana

3.2Saran

Saran untuk penulis di tambahkan lagi bagaimana pemeriksaan covid dengan lengkap

pada pembahasan dan di bahas lebih lengkap lagi semua elemen yang ada pada makalah.

111
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, F. (2020). Covid-19: penyebab, penyebaran dan pencegahannya. Indonesian Scholars


Network, 5–9. https://eprints.uai.ac.id/1711/

Ansori. (2015). COVID-19. Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents,


3(April), 49–58.

Arianto, D., & Sutrisno, A. (2021). Kajian Antisipasi Pelayanan Kapal dan Barang di Pelabuhan
Pada Masa Pandemi Covid–19. Jurnal Penelitian Transportasi Laut, 22(2), 97–110.
https://doi.org/10.25104/transla.v22i2.1682

Ayu, G., Laksmi, P., & Sari, P. (2020). Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Journal of
Midwifery and Women’s Health, 65(6), 833–834. https://doi.org/10.1111/jmwh.13196

Hu, B., Guo, H., Zhou, P., & Shi, Z. L. (2021). Characteristics of SARS-CoV-2 and COVID-19.
Nature Reviews Microbiology, 19(3), 141–154. https://doi.org/10.1038/s41579-020-00459-7

Ii, B. A. B. (2020). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. COVID-19 1. Pengertian COVID-19. 9–35.

Ii, B. A. B., & Dengan, P. C.-D. (2014). Suwoto Mulyosudarmo, Kekuasaan dan Tanggung
Jawab Presiden Republik Indonesia, Suatu Penelitian Segi-Segi Teoritik dan Yuridis
Pertanggungjawaban Kekuasaan , Penerbit Universitas Airlangga, Surabaya, 1990, hlm.30
63. 63–106.

Iijima, T., Ando, S., Kanamori, D., Kuroda, K., Nomura, T., Tisi, L., Kilgore, P. E., Percy, N.,
Kohase, H., Hayakawa, S., Seki, M., & Hoshino, T. (2022). Detection of SARS-CoV-2 and
the L452R spike mutation using reverse transcription loopmediated isothermal
amplification plus bioluminescent assay in real-time (RT-LAMPBART). PLoS ONE, 17(3
March), 1–14. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0265748

Kemenkes RI. (2020). Protokol Tata Laksana Covid-19 Buku Saku. Kementrian Kesehatan, 105.
https://www.papdi.or.id/pdfs/983/Buku Pedoman Tatalaksana COVID-19 5OP Edisi 3
2020.pdf
112
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Serta Definisi Coronavirus Disease (COVID-19). Germas, 11–45.
https://infeksiemerging.kemkes.go.id/download/REV-04_Pedoman_P2_COVID-
19__27_Maret2020_TTD1.pdf [Diakses 11 Juni 2021].

Kementerian Kesehatan RI. (2020). Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Novel
Coronavirus. 1–41.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Keputusan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Nomor HK.01.07/MenKes/413/2020 Tentang Pedoman Pencegahan
dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). MenKes/413/2020, 2019, 207.

Kurniawan, I. D., Suryani, Y., Kusumorini, A., & Akbar, R. T. M. (2020). Analisis Potensi
Kelelawar (Chiroptera) sebagai Reservoir Alami SARS- COV-2 Penyebab Covid-19.
Uinsgsg, no. 4(Covid-19), 1–10. digilib.uinsgd.ac.id

Maftuhah, L. (2017). Gambaran Biaya Langsung Medis Pada Pasien Covid-19 Dengan
Komorbid di Instalasi Rawat Inap Provinsi NTB Tahun 2020. 1(11150331000034), 1–147.

Meliana, D. A. P. M. V. (2021). Konsep COVID. Angewandte Chemie International Edition,


6(11), 951–952., 5–24.

Prayitno, J., Darmawan, R. A., Susanto, J. P., & Nugroho, R. (2021). Tinjauan Teknologi
Inaktivasi Virus Untuk Penanggulangan Pandemi Covid-19. Jurnal Bioteknologi & Biosains
Indonesia (JBBI), 8(1), 137–154. https://doi.org/10.29122/jbbi.v8i1.4612

Prof. Dr. dr. Yuyun Yueniwati, M.Kes, S. R. (n.d.). THE COVID PEDIA. In アジア経済.

Satgas Covid-19. (2021). Pengendalian Covid-19 dengan


3M,3T,vaksinasi,disiplin,kompak,konsisten. In Satuan Tugas Penanganan Covid-19 (Vol.
53, Issue 9).

Surtaryo, Sabrina, dea sella, Sagoro, L., & Yang, N. (2020). Buku Praktis Penyakit Virus
Corona 19 (COVID-19). In Gadjah Mada University Press (Vol. 53, Issue 9).
https://pustaka-digital.kemdikbud.go.id/slims/index.php?p=show_detail&id=1931
113
Tim Kerja Kementerian Dalam Negeri. (2013). Pedoman Umum Menghadapi Pandemi Covid-19
Bagi Pemerintah Daerah : Pencegahan, Pengendalian, Diagnosis dan Manajemen. Journal
of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004

114
CURRICULUM VITAE

NAMA : Virginia Rilianti Mentang

TINGKAT/SEMESTER : 3/5

TTL : Tondegesan, 24 Febuari 2003

JENIS KELAMIN : Perempuan

UMUR : 19 Tahun

ALAMAT : Perkamil

PENDIDIKAN : SD : SD N Tondegesan

SMP : SMP PGRI Tondegesan

SMA : SMA N 1 Kawangkoan

GMAIL : virginiamentang24@gmail.com

CURRICULUM VITAE

NAMA : FINTA DEWI ANGGRAINI DATUNSOLANG

TINGKAT/KELAS : 3A

TTL : PIMPI, 11 MEI 2003

JENIS KELAMIN : Perempuan

UMUR : 19 Tahun

ALAMAT : Desa Pimpi, Kec Bintauna Kab. Bolaang Mongondow Utara

PENDIDIKAN : SD : SDN 1 Pimpi

SMP : SMP N 1 BINTAUNA

SMA : SMA N 1 BINTAUNA

GMAIL : fintadewianggraini11@gmail.com

115
CURRICULUM VITAE

NAMA : Elisa Magdalena Pantow

TINGKAT/SEMESTER : 3/5

TTL : Tondegesan, 24 juni 2000

JENIS KELAMIN : Perempuan

UMUR : 22 Tahun

ALAMAT : Perkamil

PENDIDIKAN : SD : SD Inpres Tondegesan

SMP : SMP PGRI Tondegesan

SMA : SMA N 1 Kawangkoan

GMAIL : elisapantow@gmail.com

CURRICULUM VITAE

NAMA : Fauzia amanda kobandaha

TINGKAT/KELAS : 3/IIIA

TTL : Matali, 16 Maret 2003

JENIS KELAMIN : Perempuan

UMUR : 19 tahun

ALAMAT : perkamil

PENDIDIKAN : SD : SDN 1 Matali

SMP : SMP N 2 Kotamobagu

SMA : SMA N 2 Kotamobagu

GMAIL : Fauziaamanda16@gmail.com

116
CURRICULUM VITAE

NAMA : Patricia Kawonal

TINGKAT/KELAS : 3A

TTL : Bitung,05 maret 2002

JENIS KELAMIN : Perempuan

UMUR : 20 Tahun

ALAMAT : Bitung Timur

PENDIDIKAN : SD : SD Katolik 1 DonBosco Bitung

SMP : SMP Katolik DonBosco Bitung

SMA : SMA N 2 Bitung

GMAIL : patriciakawonal05@gmail.com

CURRICULUM VITAE

NAMA : SUCI ARYUNI PAPUTUNGAN

TINGKAT/KELAS : 3/3A

TTL : KOTAMOBAGU, 30.11.2002

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

UMUR : 19 TAHUN

ALAMAT : PERKAMIL, KEC TIKALA

PENDIDIKAN : SD : SDN 1 BINTAUNA

SMP : SMP NEGERI 1 BINTAUNA

SMA : SMA NEGERI 1 BINTAUNA

GMAIL : cicipaputungan3@gmail.com

117
CURRICULUM VITAE

NAMA : Agreta Lumenta

TINGKAT/KELAS : 3A

TTL : Manado, 27 Agustus 2002

JENIS KELAMIN : Perempuan

UMUR : 20 Tahun

ALAMAT : Desa Ollot, Kec. Bolangitang Barat, Kab. Bolaang

Mongondow Utara

PENDIDIKAN : SD : SDN 2 Ollot

SMP : SMP Negeri 2 Bolangitang Barat

SMA : SMA Negeri 1 Bolangitang Barat

GMAIL : agretalumenta@gmail.com

CURRICULUM VITAE

NAMA : TIARA PEBRIANTI MAMARODIA

TINGKAT/KELAS : 3/3A

TTL : Mangaran,13 Februari 2002

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

UMUR : 20 TAHUN

ALAMAT : Ranomut Lingkungan 5,Kec. Paal 2

PENDIDIKAN : SD : SDN INPRES MANGARAN

SMP : SMP NEGERI 1 KABARUAN

SMA : SMA NEGERI 4 MANADO

GMAIL : tiaramamarodia590@gmail.com

118
CURRICULUM VITAE

NAMA : Gloudia Felicia Karinda

TINGKAT/KELAS : 3A

TTL : Kiawa, 13 Agustus 2003

JENIS KELAMIN : Perempuan

UMUR : 19 Tahun

ALAMAT : Desa Kiawa, Kec. Kawangkoan Utara, Kab. Minahasa

PENDIDIKAN : SD : SD Inpres Kiawa

SMP : SMP N 3 Kawangkoan

SMA : SMA N 1 Kawangkoan

GMAIL : gloudiafelicia2003@gmail.com

CURRICULUM VITAE

NAMA : Andreta Febiola Baware

TINGKAT/SEMESTER : 3/5

TTL : Bitung, 12 April 2002

JENIS KELAMIN : Perempuan

UMUR : 20 Tahun

ALAMAT : Manembo-nembo Atas, Kec. Matuari, Bitung

PENDIDIKAN : SD : SD GMIM 23 Girian

SMP : SMP N 2 Bitung

SMA : SMA N 1 Bitung

NO. TLPON : 082346361558

GMAIL : bawareandreta04@gmail.com

119
CURRICULUM VITAE

NAMA : Syaloom Ketsia Apriani Koraag

TINGKAT/KELAS : 3A / 5

TTL : Manado, 12 April 2002

JENIS KELAMIN : Perempuan

UMUR : 20 Tahun

ALAMAT : Desa Koha Barat, Jaga II

PENDIDIKAN : SD : SD INPRES KOHA

SMP : SMP KRISTEN KOHA

SMA : SMA NEGERI 9 MANADO

GMAIL : syalomkoraag12@gmail.com

CURRICULUM VITAE

NAMA : CINDI

TINGKAT/SEMESTER : 3/5

TTL : Luwuk,1 oktober 2002

JENIS KELAMIN : Perempuan

UMUR : 19 Tahun

ALAMAT : Perkamil

PENDIDIKAN : SD : SD Pembina Luwuk

SMP : SMP 3 Luwuk

SMA :SMA 3 Luwuk

GMAIL : sindypisu15@gmail.com

120
CURRICULUM VITAE

NAMA : Rivaldo Nathanael Aseng

TINGKAT/SEMESTER : 3/5

TTL : Tomohon,29 November 2022

JENIS KELAMIN : Laki-Laki

UMUR : 19 Tahun

ALAMAT : Perkamil

PENDIDIKAN : SD : SD GMIM Wiau Lapi

SMP : SMP Negeri 3 Manado

SMA : SMA Negeri 2 Manado

GMAIL : rivaldoaseng@gmail.com

CURRICULUM VITAE

NAMA : DWISA VANIA PUTRI WATUNG

TINGKAT/KELAS : 3A

TTL : KAWANGKOAN, 12 SEPTEMBER 2002

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

UMUR : 20 TAHUN

ALAMAT : DESA KAYUUWI 1 JAGA 3

PENDIDIKAN : SD : SD GMIM KAYUUWI

SMP : SMP N 5 KAWANGKOAN

SMA : SMA N 1 KAWANGKOAN

GMAIL : niawatung02@gmail.com

121
CURRICULUM VITAE

NAMA : CHIMBERLY STERY PELANGO

TINGKAT/KELAS : 3/A

TTL : TOLUMBUKAN, 15 NOVEMBER 2002

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

UMUR : 19 Thn

ALAMAT : TOMBATU 2 TENGAH, JAGA III

PENDIDIKAN : SD : SDN 2 LIWUTUNG

SMP : SMPN 4 TOMBATU

SMA : SMAN 2 RATAHAN

GMAIL : pelangochimberly@gmail.com

CURRICULUM VITAE

NAMA : BELINDA CINDY NATHANIA BOJOH

TINGKAT/KELAS : 3A

TTL : MANADO, 02 DESEMBER 2002

JENIS KELAMIN : PEREMPUAN

UMUR : 19 TAHUN

ALAMAT : PERUMAHAN GIRIAN SEA LESTARI 3

PENDIDIKAN : SD : SD KATOLIK IV ST.YOHANES MANADO

SMP : SMP KATOLIK ST. RAFAEL MANADO

SMA : SMA N 9 MANADO

GMAIL : belindacindy12@gmail.com

122

Anda mungkin juga menyukai