Anda di halaman 1dari 50

RANCANGAN PEMBELAJARAN BERBASIS SCL

Matakuliah: Oseanografi Terapan

Oleh

Prof.Dr.Ir.Musbir, M.Sc
Dr.Ir.Faisal Amir, M.Si
Dr.Ir. Alfa Nelwan, M.Si.
Dr. Ir. Muhamad Ali Yahya, M.Si.

Program Studi Magister Ilmu Perikanan


Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2011

1
RENCANA PEMBELAJARAN

1. Unit Kerja : Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin


2. Program Studi : Ilmu Perikanan
3. Universitas : Hasanuddin
4. Nama Mata Kuliah : Oseanografi Terapan
5. Kode Mata Kuliah :
6. Semester : Awal (III)
7. Prasyarat :
8. Nama Dosen : Dr. Ir. Muhamad Ali Yahya, M.Si.
9. Kategori : Pendukung
10. Tujuan Pembelajaran : Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa
(Learning Objective) dapat mengembangkan teori dasar dan terapan dan lebih memahami proses sirkulasi lautan,
kompleksitas laut, dan perkembangan teknologi mutakhir dalam bidang oseanografi terapan dan
dalam berbagai aplikasinya (penggunaan isntrumen pengukuran dan teknik observasi)

11. Silabus Mata Kuliah :

2
NAMA MATA KULIAH : Oseanografi Terapan
KODE/NAMA DOSEN : Dr. Ir. Muhamad Ali Yahya, M.Si.
JUMLAH PESERTA : . . Orang
PROGRAM STUDI : MAGISTER (S2) ILMU PERIKANAN

Minggu Pokok Bahasan Metode Hasil Pembelajaran Indikator Penilaian Bobot


Pembelajaran (Learning Outcome) Capaian Outcome (PB)
V Sirkulasi Lautan - Ceramah Setelah mengikuti mata kuliah ini Mahasiswa mampu 5%
- Presentasi mahasiswa akan dapat menjelaskan Sirkulasi
- Diskusi mengetahui sirkulasi lautan : Arus Lautan: Arus permukaan
permukaan laut, sirkulasi laut laut, sirkulasi laut dalam,
dalam, dan teknologi pengukuran dan teknologi pengukuran
arus arus
X Kompleksitas Laut - Ceramah Setelah mengikuti mata kuliah ini Mahasiswa mampu 10 %
- Presentasi mahasiswa dapat mengetahui: menjelaskan kompleksitas
- Diskusi kompleksitas laut, dinamika laut laut, dinamika laut tropik,
tropik, sifat fisik dan biologi, serta sifat fisik dan biologi,
upwelling-downwelling, dan upwelling-downwelling,
seafront dan seafront
XIII- Teknologi Mutakhir - Ceramah Setelah mengikuti mata kuliah ini Mahasiswa mampu 10 %
XIV Oseanografi - Presentasi mahasiswa dapat mengetahui: menjelaskan teknologi
Terapan - Diskusi teknologi remotesensing, sea remotesensing, sea
observation, prosessing data, observation, prosessing
teknik model dan analisis serta data, teknik model dan
aplikasi data oseanografi analisis serta aplikasi data
oseanografi

3
NAMA MATA KULIAH : Oseanografi Terapan
KODE/NAMA DOSEN : Dr. Ir. Muhamad Ali Yahya, M.Si.
JUMLAH PESERTA : . . Orang
PROGRAM STUDI : MAGISTER (S2) ILMU PERIKANAN

EVALUASI KOMPETENSI AKHIR SESI PEMBELAJARAN SUB MODUL V


Setelah mengikuti mata kuliah ini Mahasiswa mampu :
mahasiswa mampu :  Menjelaskan sirkulasi lautan:
 Menjelaskan sirkulasi lautan: Arus arus permukaan laut, sirkulasi laut
permukaan laut, sirkulasi laut dalam, dalam, dinamika aruus pantai dan
dinamika arus pantai dan lepas pantai lepas pantai
 Menggunakan teknologi  Menggunakan teknologi
No NIM NAMA MAHASISWA
pengukuran arus pengukuran arus untuk berbagai
kajian
Hasil
Ketepatan Ketepatan Keaktifan
Keaktifan diskusi kerja
menjelaskan Menjelaskan diskusi
(10 %) kelompok
(90 %) (40 %) (10 %)
(50 %)
1
2
3
.
N

4
EVALUASI KOMPETENSI AKHIR SESI PEMBELAJARAN MODUL IX

Setelah mengikuti mata kuliah ini Mahasiswa mampu:


mahasiswa mampu :  Menjelaskan Kompleksitas Laut,
 Menjelaskan Kompleksitas Laut, Dinamika Laut Tropik, Dinamika Pantai
Dinamika Laut Tropik, Dinamika Pantai dan Lepas Pantai, Sifat Fisik dan
dan Lepas Pantai, Sifat Fisik dan Biologi Biologi Laut, serta Upwelling-
Laut, serta Upwelling-Downwelling, serta Downwelling, serta Iklim dalam
NAMA
No NIM Iklim dalam hubungannya dengan hubungannya dengan Dinamika Laut
MAHASISWA
Dinamika Laut

Hasil
Ketepatan Keaktifan Hasil kerja Ketepatan Keaktifan
kerja
menjelaskan diskusi kelompok Menjelaskan diskusi
kelompok
(40 %) (10) (50 %) (40 %) (10%)
(50%)
1
2
3
.
N

5
EVALUASI KOMPETENSI AKHIR SESI PEMBELAJARAN MODUL XIII & XIV

Setelah mempelajari modul ini mahasiswa Setelah mempelajari modul ini


mampu : mahasiswa mampu :
▪ Menjelaskan pengertian Teknologi ▪ Menjelaskan pengertian Teknologi
pengukuran parameter oseanografi pengukuran parameter oseanografi
(Direct Observation dan Indirect (Direct Observation dan Indirect
Observation) Observation)
▪ Menjelaskan ruang lingkup pemanfaatan ▪ Menjelaskan ruang lingkup
Teknologi Remotesensing, Model-Model pemanfaatan Teknologi
Pengukuran dan Pemrosesan Data Remotesensing, Model-Model
NAMA
No NIM Oseanografi Pengukuran dan Pemrosesan Data
MAHASISWA
▪ Menggunakan beberapa Software Oseanografi
aplikasi dalam bidang oseanografi untuk ▪ Menggunakan beberapa Software
analisis data aplikasi dalam bidang oseanografi
untuk analisis data

Hasil
Ketepatan Keaktifan Hasil kerja Ketepatan Keaktifan
kerja
menjelaskan diskusi kelompok Menjelaskan diskusi
kelompok
(40 %) (10) (50 %) (40 %) (10%)
(50%)
1
2
3
.
N

6
5. STRATEGI PEMBELAJARAN

Metode perkuliahan yang digunakan pada mata kuliah ini adalah metode ceramah/kuliah dan diskusi. Ceramah
dilakukan selama satu jam perkuliahan kemudian dilanjutkan dengan diskusi selama satu jam berikutnya. Mulai pada akhir
tatap muka ke II mahasiswa diberikan tugas kelompok yang dikerjakan di luar kelas, dipresentasikan dan didiskusikan di
depan kelas. Selain tatap muka, mahasiswa juga harus melakukan praktikum sesuai petunjuk masing-masing modul.

6. MATERI/BAHAN BACAAN

Bishop, J.M. 1984. Aplied Oceanography. John Willey and Sons, Inc. New York. 252 p.

Gandadikusumah, D. G. 1979. Mengenal Foto Satelit Cuaca TIROS-N dan NOAA-AVHRR LAPAN. Proyek Penelitian
Pemanfaatan SATCA dan Observasi Lingkungan, LAPAN. Jakarta. 25 hal.

Gastellu-Ettchegorry and T. Boely, 1988. Methodology for an Operational Monitoring of Remotely-Sensed Sea Surface
Temperatures in Indonesia. Int. J. Remote Sensing, Vol. 9 No. 3. P. 423 – 438.

GC. Net Home Page (1997). AVHRR Sensor Characteristics. Data Guide/Sensor.
(http://www.ccrs.nrcan.gc.ca/gcnet/guides/avhrr/ch3.html).

Gross, M. 1990. Oceanography sixth edition. New Jersey : Prentice-Hall.Inc.

Gordon, A.L., and R.A. Fine, 1996, Pathways of water between the Pacific and Indian Oceans in the Indonesian Seas, Nature,
V. 379, 146~149.

7
Gordon, A. L., D. Susanto, 1999. Makassar Strait Transport: Preliminary Arlindo Result and From Maks-1 dan Maks-2.
Oregon State University. pp 1-7.

Hanggono, A., Hilda, L., Retno, A. dan Khaerul, A., 2000. Identifikasi Lokasi Fishing Ground di Indonesia melalui Satelit
NOAA-AVHRR. Remote Sensing and Geographic Information Systems, Year Book. BPP Teknologi. Jakarta.

Hendiarti, N., B. Winarno., S. I. Sachoemar dan I. Farahidy, 1999. Penentuan Daerah Upwelling Di Perairan Selatan Jawa-
Bali dan Selat Makassar. Remote Sensing and Geographic Information Systems. Year Book 1995-1996, BPP
Teknologi. Jakarta.

Hutabarat, S. dan M. E. Stewart, 1985. Pengantar Oseanografi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Jansen, J. R., 1986. Introduction Digital Image Processing : A Remote Sensing Perspective. Prentice. Hal Englewood Clif.
New Jersey.

King, A. H. 1963. An Introduction to Oceanography. Hill Books Company Inc. San Fransisco.

Laevastu, T. dan Hela. 1970. Fisheries Oceaonography. Fishing News (Book) Ltd. London.

Myers D. G., and P. T. Hick, 1990. An Application of Satellite-Derived Sea Surface Temperature Data to The Australian
Fishing Industry in Near Real –Time. Int. J. Remote Sensing, Vol. 11 No. 11. P. 2103 – 2112.

Pond, S. and G. L. Pickard, 1983. Introductory Dynamical Oceanography. 2 nd edition. Pergamon Press. New York.

Rajaan M. S., 1991. Remote Sensing and Gegraphic Information System For Natural Resource Management. Asian
Development Outlook, ADB, Manila. 197 p.

Supriyadi.2002.OksigenTerlarut.http://www.raya4.papua.com. Diakses 28 Mei 2009 pukul 18.00 WIB.

8
Syamsuddin, F., 2003. Arus Lintas Indonesia Dalam Konteks Perubahan Iklim Global pada Masa Lalu dan Masa Kini. Berita
Iptek 2 Juni 2003. Diunduh 28 Oktober 2011.

Sverdrup, H. U., M. W Jhonson dan R. H. Flemming . 1946. The Ocean: Their Physics, Chemistry and General Biology. The
Prentice-Hall Inc. New York.

US Navy Hydrographic Office, 1959. Instruction Manual for Oceanographic Observation. US Navy Hydrographic Office Pub.
No. 607 : 1 - 210.

Widyaprasetya, Atmadipoera, S.A. dan Siregar, P. 2000. Penentuan Daerah Penangkapan Ikan Pelagis Dengan Teknologi
Inderaja di Perairan Natuna, Laut Cina Selatan. Remote Sensing and Geographic Information Systems, Year Book.
BPP Teknologi. Jakarta.

Webster, PJ, Moore, AM, Loschnigg, JP, Leben, RR, 1999, Coupled ocean-atmosphere dynamics in the Indian Ocean during
1997-98, Nature 401, p. 356-360.

Wyrtki, K., 1961. Physical Oceanography of the South-East Asian Waters. Naga Report Vol. 2. The University of California,
La Jolla.

Yokoyama, R. and S. Tanba, 1991. Estimation of Sea Surface Temperature via AVHRR of NOAA-9 – Comparison With Fixed
Buoy Data. Int. J. Remote Sensing, Vol. 12, No. 12. P. 2513 – 2528.

9
7. TUGAS

• Mahasiswa harus membaca bahan bacaan sebelum mengikuti setiap perkuliahan


• Mahasiswa harus membuat tugas perorangan dan atau tugas kelompok
• Mahasiswa harus mempresentasikan tugas perkelompok mahasiswa sesuai dengan tugas kelompok
• Mahasiswa harus mengikuti praktik dan membuat laporan
• Mahasiswa harus menunjukkan penguasaan bahan kuliah setiap minggu melalui kuis
• Mahasiswa harus mengikuti ujian-ujian yang diadakan (tengah semester dan akhir semester)

10
TUGAS KELOMPOK MAHASISWA

Tugas TUGAS KELOMPOK KETERANGAN


ke
I
II
III
IV
V Kelompok mahasiswa ditugaskan mencari artikel berbahasa Tugas ini diberikan pada akhir pertemuan ke V
Inggeris tentang Sirkulasi dan Dinamika Laut dan dipresentasikan pada minggu ke X
VI
VII
VIII
IX
X Kelompok mahasiswa ditugaskan mencari artikel berbahasa Tugas ini diberikan pada akhir pertemuan ke X
Inggeris tentang Kompleksitas Laut; Upwelling, Downwelling, dan dan dipresentasikan pada minggu ke XIII
seafront
XI
XII
XIII- Kelompok mahasiswa ditugaskan mencari artikel berbahasa Tugas ini diberikan pada akhir pertemuan ke XIII
XIV Inggeris tentang pengukuran parameter oseanografi dengan dan dipresentasikan pada minggu ke XIV
Teknologi Mutakhir serta penggunaan beberapa software aplikasi
bidang oseanografi

11
8. KRITERIA PENILAIAN

• Penilaian hasil belajar akan dilakukan oleh pengajar dengan menggunakan standar PAN yaitu berdasarkan distribusi
normal nilai pada satu kelas.
• A = > 90
• A- = >85 – 90
• B = > 80 – 85
• B- = > 75 – 80
• C = > 70 – 75
• E = < 70

Hal-hal yang menjadi faktor penilaian kelulusan pada mata kuliah ini adalah

• Tugas kelompok 50 %
• Ujian tengah semester 15 %
• Uji akhir semester 15 %
• Praktikum 20%

9. NORMA AKADEMIK

1. Mahasiswa harus berpakaian rapih dan bersepatu


2. Mahasiswa tidak diperkenankan rebut dalam kelas
3. Mahasiswa tidak dipekenankan menerima telepon selam perkuliahan berlangsung
4. Wajib membaca materi yang akan disajikan pada pertemuan berikutnya

12
10. JADWAL PEMBELAJARAN

POKOK METODE ESTIMASI


NO KEGIATAN SUB POKOK BAHASAN MINGGU DOSEN
BAHASAN KULIAH WAKTU
1
2
3
4
5 Menjelaskan tentang Sirkulasi Laut  Konsep Sirkulasi Laut V 1. Cerama 2 x 50 Muh. Ali
Sirkulasi dan Dinamika Dinamika Laut perairan pantai dan h menit Yahya
Laut perairan lepas pantai 2. Diskusi
 Konsep sirkulasi laut 3. Tugas
pada pada perairan kelompok
tertutup dan perairan 4. Pendala
terbuka man materi
 Upwelling,
downwelling, dan
seafront
 Konsep dinamika laut
dan fariabel penentu
6
7
8
9
10 Menjelaskan tentang Kompleksitas  Pengertian X 1. Cerama 2 x 50 Muh. Ali
Kompleksitas Laut Laut dan kompleksitas laut h menit Yahya
Dinamikanya  Parameter penentu 2. Diskusi
dalam menganalisis 3. Tugas
kompleksitas laut kelompok

13
4. Pendala
man materi
11

12
13- Menjelaskan Teknologi Teknologi  Model-model XIII & XIV 1. Cerama 4 x 50 Muh. Ali
14 Mutakhir Oseanografi Mutakhir pengukuran h menit Yahya
Terapan Oseanografi (observasi) 2. Diskusi
Terapan oseanografi terapan 3. Tugas
 Penggunaan kelompok
teknologi indirect 4. Pendala
observation (remote man materi
sensing) dalam
bidang oseanografi
 Penggunaan
teknologi direct
observation
(pengukuran arus,
teknik sampling, dan
analisis parameter
oseanografi)

14
15
MATERI MODUL KULIAH MINGGU KE V (SIRKULASI LAUT)

Sirkulasi laut memberi pengertian yang secara umum dapat dikatakan

sebagai, pergerakan massa air di laut dari suatu wilayah perairan ke wilayah

perairan lainnya. Sirkulasi laut pada lapisan permukaan, dapat dibangkitkan

oleh kekuatan angin yang bekerja (bertiup) di permukaan laut dalam waktu

tertentu dan disebut sebagai sirkulasi laut yang dibangkitkan oleh angin (wind

driven ocean circulation). Selain itu, ada juga sirkulasi massa air yang bukan

dibangkitkan oleh kekuatan angin yang disebut sebagai sirkulasi termohalin

(thermohaline circulation) dan sirkulasi akibat proses pasang surut laut.

Sirkulasi termohalin dibangkitkan oleh adanya perbedaan densitas air laut.

Istilah termohalin sendiri, berasal dari dua kata yaitu thermo yang berarti

temperatur dan haline yang berarti salinitas. Penamaan ini diberikan karena

densitas air laut sangat dipengaruhi oleh temperatur dan salinitas. Sementara

itu, sirkulasi laut akibat pasang surut laut disebabkan oleh, adanya perbedaan

distribusi tinggi muka laut antara satu wilayah dan wilayah lainnya, sebagai

akibat adanya interaksi bumi, bulan dan matahari.

Sirkulasi di bagian permukaan, membawa massa air laut yang hangat

dari daerah tropis menuju ke daerah kutub. Di sepanjang perjalanannya, energi

panas yang dibawa oleh massa air yang hangat tersebut, akan dilepaskan ke

atmosfer. Di daerah kutub, air menjadi lebih lebih dingin pada saat musim

dingin, sehingga terjadi proses sinking (turunnnya massa air dengan densitas

yang lebih besar ke kedalaman). Hal ini terjadi di Samudera Atlantik Utara dan

sepanjang Antartika. Air laut dari bagian yang lebih dalam, secara perlahan-

lahan akan kembali ke dekat permukaan dan dibawa kembali ke daerah tropis,

16
sehingga terbentuklah sebuah siklus pergerakan massa air yang disebut Sabuk

Sirkulasi Laut Global (Global Conveyor Belt). Semakin efisien siklus yang

terjadi, maka akan semakin banyak pula energi panas yang ditransfer dan iklim

di bumi akan semakin hangat.

Akibat bumi yang berotasi, maka aliran massa air (arus) yang terjadi

akan dibelokkan ke arah kanan di belahan bumi utara (BBU) dan ke kiri di

belahan bumi selatan (BBS). Efek ini dikenal sebagai gaya semu Coriolis.

Pembelokkan ini menjadikan tinggi dan rendahnya elevasi muka laut

berbanding secara langsung dengan kecepatan arus permukaan. Perubahan

elevasi muka laut yang diakibatkan aliran massa air ini, disebut sebagai

topografi laut dan saat ini dapat diamati dengan menggunakan satelit

TOPEX/Poseidon. Dengan bantuan data dari satelit ini, maka para ahli dapat

memetakan pola arus laut global.

Variasi yang terjadi pada sirkulasi laut, mengakibatkan variasi pada

transpor energi panas dan pola musim. Seperti diketahui bahwa, laut memiliki

peranan yang sangat penting dalam mendsitribusikan energi panas dari daerah

ekuator ke daerah kutub karena kemampuan air untuk menyimpan energi

panas dalam waktu yang sangat lama dibandingkan dengan tanah yang cepat

menjadi dingin ketika matahari sudah tidak menyinarinya lagi. Hal ini menjadi

bagian yang sangat vital dalam menentukan pola cuaca/iklim di bumi. Menurut

penelitian yang dilakukan di University of Bern dengan menggunakan model

iklim dengan perata-rataan ke arah zonal (zonally averaged climate model),

pemanasan global yang terjadi saat ini akibat adanya efek gas rumah kaca bisa

17
merubah dan bahkan mematikan sabuk sirkluasi laut global (Stocker and

Schmittner, 1997).

Faktor Penyebab Terjadinya Arus

Terjadinya arus lautan disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor

internal dan faktor eksternal.  Faktor internal seperti perbedaan densitas air

laut, gradien tekanan mendatar dan gesekan lapisan air. Sedangkan faktor

eksternal seperti gaya tarik matahari dan bulan yang dipengaruhi oleh tahanan

dasar laut dan gaya coriolis, perbedaan tekanan udara, gaya gravitasi, gaya

tektonik dan angin (Gross, 1990). Menurut Bishop (1984), gaya-gaya utama 

yang berperan dalam sirkulasi massa air adalah gaya gradien tekanan, gaya

coriolis, gaya gravitasi, gaya gesekan, dan gaya sentrifugal.

Faktor penyebab terjadinya arus yaitu dapat dibedakan menjadi tiga

komponen yaitu gaya eksternal, gaya internal angin, gaya-gaya kedua yang

hanya datang karena fluida dalam gerakan yang relatif terhadap permukaan

bumi. Dari gaya-gaya yang bekerja dalam pembentukan arus antara lain

tegangan angin, gaya Viskositas, gaya Coriolis, gaya gradien tekanan

horizontal, gaya yang menghasilkan pasut.

  Ketika angin berhembus di laut, energi yang ditransfer dari angin ke

batas permukaan, sebagian energi ini digunakan dalam pembentukan

gelombang gravitasi permukaan, yang memberikan pergerakan air dari yang

kecil kearah perambatan gelombang sehingga terbentuklah arus dilaut.

Semakin cepat kecepatan angin, semakin besar gaya gesekan yang bekerja

pada permukaan laut, dan semakin besar arus permukaan. Dalam proses

18
gesekan antara angin  dengan permukaan laut dapat menghasilkan gerakan air

yaitu pergerakan air laminar dan pergerakan air turbulen (Supangat,2003).

  Gaya Viskositas pada permukaan laut ditimbulkan karena adanya

pergerakan angin pada permukaan laut sehingga menyebabkan pertukaran

massa air yang berdekatan secara periodik, hal ini disebabkan karena

perbedaan tekanan pada fluida. Gaya viskositas dapat dibedakan menjadi dua

gaya yaitu viskositas molecular dan viskositas eddy. Gesekan dalam

pergerakan fluida hasil dari transfer momentum diantara bagian-bagian yang

berbeda dari fluida. Dalam pergerakan fluida dalam aliran laminer, transfer

momentum terjadi hasil transfer antara batas yang berdekatan yang disebut

viskositas molekular. Di permukaan laut, gerakan air tidak pernah laminer,

tetapi turbulen sehingga kelompok-kelompok air, bukan molekul individu,

ditukar antara satu bagian fluida ke yang lain. Gesekan internal yang dihasilkan

lebih besar dari pada yang disebabkan oleh pertukaran molekul individu dan

disebut viskositas eddy.

  Gaya Coriolis mempengaruhi aliran massa air, dimana gaya ini akan

membelokan arah angin dari arah yang lurus. Gaya ini timbul sebagai akibat

dari perputaran bumi pada porosnya. Gaya Coriolis ini yang membelokan arus

dibagian bumi utara kekanan dan dibagian bumi selatan kearah kiri. Pada saat

kecepatan arus berkurang, maka tingkat perubahan arus yang disebabkan gaya

Coriolis akan meningkat. Hasilnya akan dihasilkan sedikit pembelokan dari arah

arus yang relaif cepat dilapisan permukaan dan arah pembelokanya menjadi

lebih besar pada aliran arus yang kecepatanya makin lambat dan mempunyai

kedalaman makin bertambah besar. Akibatnya akan timbul suatu aliran arus

19
dimana makin dalam suatu perairan maka arus yang terjadi pada lapisan-

lapisan perairan akan dibelokan arahnya. Hubungan ini dikenal sebagai Spiral

Ekman, Arah arus menyimpang 45 0 dari arah angin dan sudut penyimpangan.

bertambah dengan bertambahnya kedalaman (Supangat, 2003).

Gambar 2. Pola arus spiral Ekman

Gaya gradien tekanan horizontal sangat dipengaruhi oleh tekanan,

massa air, kedalaman dan juga densitas dari massa air tersebut, yang mana

jika densitas laut homogen, maka gaya gradien tekanan horizontal adalah sama

untuk kedalaman berapapun. Jika tidak ada gaya horizontal yang bekerja, maka

akan terjadi percepatan yang seragam dari tekanan tinggi ke tekanan yang

lebih rendah. Gelombang-gelombang yang panjang pada lautan menghasilkan

peristiwa pasang surut air laut. Pasang surut ini, menimbulkan pergerakan

massa air yang mana prosesnya dipengaruhi oleh gaya tarik bulan, matahari

dan benda angkasa lainya selain itu juga dipengaruhi oleh gaya sentrifugal dari

bumi itu sendiri.

20
1. Suhu dan Salinitas Perairan

Suhu adalah suatu besaran fisika yang menyatakan banyaknya aliran

bahang (panas) yang terkandung dalam suatu benda. Suhu air laut terutama

di lapisan permukaan, sangat tergantung pada jumlah bahang yang diterima

dari sinar matahari. Daerah-daerah yang paling banyak menerima bahang

sinar matahari, adalah daerah-daerah yang terletak pada daerah khatulistiwa

(lintang 0o). Dengan demikian suhu permukaan air laut yang tertinggi akan

ditemukan di daerah kahtulistiwa (Weil dalam Hutagalung, 1988).

Lapisan air di permukaan laut tropis pada umumnya hangat dan variasi

hariannya tinggi. Perairan Indonesia mempunyai kisaran suhu sekitar 28 - 31 oC

pada lapisan permukaan. Pada daerah tertentu tempat dimana sering terjadi

upwelling, keadaan suhunya dapat menjadi lebih rendah (sekitar 25 oC) yang

disebabkan oleh massa air dingin dari bawah yang berasal dari bagian yang

lebih dalam terangkat ke atas (Wyrtki, 1961).

Sebaran suhu permukaan laut di perairan Selat Makassar dipengaruhi

oleh keadaan cuaca, antara lain curah hujan, penguapan, kelembaban udara,

kecepatan angin dan intensitas penyinaran matahari. Proses penyinaran dan

pemanasan matahari pada musim barat lebih banyak berada di belahan bumi

selatan, sehingga suhu berkisar antara 29 - 30 oC dan di bagian utara

khatulistiwa suhu berkisar antara 27 - 28 oC. Pada musim timur, suhu perairan

Indonesia bagian utara akan naik menjadi 28 - 30 oC dan suhu permukaan di

perairan sebelah selatan akan turun menjadi 27-28 oC (Wyrtki, 1961).

Salinitas adalah jumlah garam yang terlarut dalam satu liter air, biasanya

dinyatakan dengan satuan permil ( o/oo). Di perairan samudera, salinitas

21
biasanya berkisar antara 34 - 35 o/oo. Di perairan pantai karena terjadinya

proses pengenceran, misalnya karena curah hujan yang tinggi dan pengaruh

massa air sungai yang mengalir ke laut maka salinitasnya menjadi lebih rendah.

Pada daerah dengan tingkat intensitas penyinaran yang tinggi terjadi

penguapan yang lebih tinggi, sehingga mengakibatkan nilai salinitas lebih tinggi

(King, 1963; Hela dan Laevastu, 1970; serta Nontji, 1987).

Salinitas air laut di daerah tropis secara umum lebih tinggi dibandingkan

dengan pada daerah sub-tropis, karena pada daerah tropis terjadi evaporasi

yang lebih tinggi (Nybakken, 1982). Salinitas air laut erat hubungannya dengan

penyesuaian tekanan osmotik antara sitoplasma dari sel-sel dalam tubuh ikan

dengan salinitas sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan tidak semua ikan dapat

beradaptasi pada semua kisaran suhu yang ada di dalam air. Ikan yang dapat

mentolerir kisaran suhu yang luas disebut sebagai oligohalin, sedangkan ikan

yang hanya mampu mentolerir kisaran suhu yang sempit disebut stenohalin.

Perubahan struktur salinitas di dalam air, juga berkaitan erat dengan perubahan

massa air dan kondisi stabilitasnya (Hela dan Laevastu, 1970).

Perairan laut yang mengalami penguapan cukup tinggi akan

mengakibatkan salinitas yang tinggi. Berbeda halnya dengan keadaan sebaran

suhu yang relatif kecil variasinya, salinitas air laut dapat berbeda secara

geografis akibat pengaruh cuaca dan hujan lokal, banyaknya air sungai yang

masuk ke laut, penguapan dan sirkulasi massa air (King, 1963). Salinitas

minimum terdapat di daerah khatulistiwa dan salinitas maksimum terjadi pada

daerah 20oLU dan 20oLS, kemudian nilai salinitas ini menurun ke arah kutub.

Nilai salinitas yang rendah di daerah khatulistiwa disebabkan oleh tingginya

22
curah hujan. Di perairan kepulauan nilai salinitas ini makin bertambah rendah

lagi, disebabkan oleh banyaknya air sungai yang bermuara ke laut.

Gandadikusumah (1983) dalam penelitian musim di Indonesia dengan

menggunakan data satelit menyebutkan bahwa, daerah Indonesia pada

umumnya memiliki curah hujan tahunan yang tinggi terutama di sekitar daerah

Selat Makassar, daerah-daerah pedalaman Sulawesi Tenggara dan daerah

Manado Sulawesi Utara. Data yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan

Geofisika (BMG) Paotere Makassar dan Majene menunjukkan bahwa keadaan

curah hujan di pesisir pantai Selat Makassar dari pada Bulan Nopember,

Desember dan Januari (Musim Barat) sampai pada Bulan Februari, Maret dan

April (peralihan musim Barat-Timur) curah hujannya lebih tinggi dibandingkan

pada bulan Mei, Juni dan Juli (Musim Timur) sampai pada Bulan Agustus

September dan Oktober (peralihan Musim Timur-Barat) bahkan puncak musim

hujan di daerah ini terjadi pada musim Barat .

Sebaran salinitas permukaan laut di perairan Selat Makassar

dipengaruhi oleh peredaran angin Muson. Berdasarkan pola sebaran arus

permukaan yang telah dipetakan oleh Wyrtki (1961), massa air dari Samudera

Pasifik yang memiliki salinitas tinggi bergerak terus menerus sepanjang tahun

memasuki Laut Sulu ke Laut Sulawesi dan melalui perairan Selat Makassar

terus menuju ke arah selatan khatulistiwa. Pengaruh massa air Samudera

Hindia tidak banyak mempengaruhi perairan Selat Makassar, karena massa air

di sebelah selatan Jawa, Bali, Lombok dan Sumbawa diangkut oleh arus

khatulistiwa selatan (AKS) ke arah barat. Menurut Nontji (1987), besarnya

23
salinitas rata-rata Laut Jawa adalah berkisar 32.5 o/oo, Laut Flores 33.5o/oo,

sedangkan Selat Makassar, Laut Banda dan Laut Sulawesi sekitar 34.0 o/oo.

Gambar 3. Sirkulasi massa air Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) (Gordon and
Fine, 1997).

Hasil pengamatan lapangan selama ini menunjukkan, betapa pentingnya

Arus Lintas Indonesia (ARLINDO) dan Benua Maritim Indonesia (BMI) pada

umumnya terhadap sirkulasi massa air yang melintasi wilayah Indonesia,,

terutama dengan massa air yang memasuki wilayah Indonesia dari Samudera

Pasifik ke Samudera Indonesia. Arlindo merupakan sebuah sistem arus yang

mengalir dari Samudera Pasifik menuju Samudera Indonesia, melalui perairan

Indonesia, yaitu melewati Selat Makasar dan keluar melewati Selat Lombok

(25% dari total transport arus yang lewat Selat Makassar) dan Selat Ombai

bersama-sama Laut Timor (75% sisa total transport arus tersebut) (Gordon, A.L

dan R.A. Fine, 1996). Arlindo terjadi sebagai akibat perbedaan tekanan tinggi

paras laut rata-rata sebesar 16 cm antara Samudera Pasifik dan Hindia.

Selanjutnya Webster dkk., (1999) menyatakan bahwa, fluk bahang

arlindo berbanding dengan fluk bersih permukaan bagian utara Samudera

24
Indonesia dan merupakan bagian utama dari fluk panas ke Kolam Panas

Samudera Pasifik Barat (KPSPB). Uji kepekaan menggunakan model global

atmosfer menunjukkan bahwa, perubahan sedikit saja suhu permukaan laut di

perairan Indonesia (suhu > 28 0C) dapat merubah konveksi panas ke atmosfer

dan mempunyai dampak klimatologi yang sangat besar. Peneliti oseanografi

dunia, telah mengetahui hubungan timbal balik antara dinamika Kolam Panas

Samudra Pasifik Barat (KPSPB) ini dengan variasi besar dan kecilnya intensitas

Arlindo dan El Nino Southern Oscillation (ENSO) yang berdampak pada

perubahan iklim regional.

Pada saat musim timur massa air dari Laut Flores akan memasuki

perairan Selat Makassar bagian selatan, sehingga dapat meningkatkan nilai

salinitas di perairan ini. Pada daerah pantai Selat Makassar terdapat kantong-

kantong air dengan salinitas tinggi, yang hanya dapat dijelaskan dengan proses

penaikan massa air karena pada daerah yang berdekatan justru bersalinitas

rendah. Pada musim timur selama proses penaikan massa air berlangsung,

salinitas dapat mencapai nilai 34.0 - 34.5 o/oo. Sebaliknya pada musim barat

massa air dari Laut Jawa yang bersalinitas rendah akan memasuki perairan

Selat Makassar bagian selatan, sehingga dapat menurunkan salinitas

permukaan perairan (Illahude, 1970).

2. Kandungan Nutrien

Konsentrasi fosfat di laut umumnya meningkat dengan meningkatnya

kedalaman. Kandungan fosfat terendah dijumpai pada bagian permukaan dan

kandungan yang lebih tinggi dijumpai pada perairan yang lebih dalam.

25
Kandungan fosfat yang tinggi pada bagian permukaan dapat dijumpai pada

daerah terjadinya upwelling (Ross, 1970).

Kandungan fosfat di permukaan laut tropis kurang dari 0,1 g-at P/l.

Pada lapisan pegat terjadi kenaikan konsentrasi yang tajam, dengan nilai

konsentrasi mencapai 1,5 g-at P/l terjadi pada lapisan yang tidak tebal. Pada

lapisan pertengahan dan lapisan dalam, kandungan fosfatnya berkisar antara

2,5 - 3,0 g-at P/l (Wyrtki, 1961). Konsentrasi fosfat di suatu perairan bervariasi

menurut faktor lintang, musim dan aktivitas plankton. Di daerah lintang sedang

konsentrasi fosfat tinggi pada musim gugur dan musim dingin. Pada musim

semi dan panas, terjadi aktivitas fitoplankton yang tinggi sehingga pemakaian

akan fosfat menjadi meningkat. Pada perairan tropis, variasi fosfat sangat kecil

bahkan dapat dikatakan tidak ada variasi sama sekali. Hal ini disebabkan oleh

perbedaan suhu yang tidak begitu mencolok, sehingga aktivitas plankton

hampir seragam sepanjang tahun. Pada perairan pesisir dan paparan benua,

sungai membawa hanyutan-hanyutan sampah maupun sumber fosfat daratan

lainnya menyebabkan konsentrasi fosfat di muara sungai lebih besar dari

sekitarnya (Sverdrup et al, 1942; Sidjabat, 1973).

Konsentrasi fosfat di perairan Indonesia pada umumnya menunjukkan

nilai yang lebih tinggi pada musim timur daripada musim barat. Konsentrasi

fosfat menunjukkan nilai yang menurun dari perairan Indonesia ke arah

Samudera Pasifik. Di perairan Indonesia bagian timur konsentrasi fosfat

permukaan pada musim barat berkisar antara 0,2 - 0,3 g-at P/l, sedangkan

pada musim timur naik menjadi 0,3 - 0,4 g-at P/l. Hal tersebut disebabkan

oleh penaikan massa air di Laut Banda dan Arafura, yang menyebabkan zat

26
hara di lapisan permukaan meningkat dan melalui sirkulasi massa air di

perairan tersebut menyebabkan terjadinya suplai zat hara ke perairan di

sekitarnya (Soegiarto dan Birowo, 1975).

Distribusi nitrat di dalam laut dipengaruhi oleh proses fotosintesis,

gerakan gravitasi residu organisme air dan gerakan arus atau massa air

(adveksi, upwelling dan lain-lain) (Sidjabat, 1973). Selanjutnya Nybakken

(1988) mengemukakan bahwa, nitrat dan fosfat merupakan nutrien utama yang

sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan organisme plankton dalam suatu perairan

pesisir. Di lautan terbuka kadar nitrat semakin besar, dengan semakin

bertambahnya kedalaman. Hal ini disebabkan karena tenggelamnya partikel-

partikel yang mengandung nitrat, serta berubahnya partikel tersebut menjadi

nitrogen organik, sehingga distribusi nitrat pada lautan terbuka dapat dikatakan

sama, baik menegak maupun mendatar (Sidjabat, 1973).

Konsentrasi nitrat di permukaan perairan Indonesia bagian timur pada

musim barat berkisar antara 0,5 - 1,0 g-at N/l, bahkan di sekitar Pulau Seram

berkisar antara 1,0 - 2,0 g-at N/l. Di perairan Laut Jawa dan Laut Cina

Selatan, umumnya mempunyai konsentrasi nitrat antara 0,5 - 1,0 g-at N/l.

Pada musim timur terdapat konsentrasi yang tinggi di sekitar perairan Nusa

Tenggara, yaitu lebih dari 2,0 g-at N/l, tetapi konsentrasi nitrat di Indonesia

bagian timur secara keseluruhan berkisar antara 0,1 - 3,0 g-at N/l (Soegiarto

dan Birowo, 1975).

Di laut silikat merupakan salah satu zat hara yang diperlukan dan

mempunyai pengaruh terhadap proses-proses pertumbuhan dan

perkembangan hidup organisme laut. Konsentrasi silikat akan semakin

27
bertambah dengan bertambahnya kedalaman. Kandungan silikat di permukaan

perairan umumnya hanya berasal dari aliran air sungai yang masuk ke laut.

Kandungan silikat yang rendah di lapisan permukaan adalah akibat aktivitas

biologi yang intensif dan tenggelamnya organisme-organisme mati atau- sisa-

sisa kerangka organisme tersebut, yang pada akhirnya membentuk endapan di

dasar. Konsentrasi silikat dipengaruhi oleh proses biokimia dan biologi.

Konsentrasi silikat bervariasi dari yang tidak terdeteksi di lapisan permukaan

sampai 170 g-at S/l pada kedalaman 1000 meter di Samudera Pasifik Utara

(Sverdrup et al. 1942).

3. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup

organisme di laut, karena merupakan salah satu elemen penting bagi

kehidupan dan proses-proses metabolisme, yang juga secara tidak langsung

merupakan petunjuk adanya pergerakan massa air (King, 1963).

Konsentrasi oksigen cenderung relatif lebih tinggi pada lapisan

permukaan, karena disamping terjadi penambahan oksigen melalui proses

diffusi dari atmosfir, yaitu melalui proses pemasukan gelembung udara yang

dihasilkan oleh puncak gelombang dan selanjutnya terjadi pengadukan dalam

molekul air, sehingga gas tersebut menjadi larut. Selain itu penambahan

oksigen terlarut juga terjadi melalui proses fotosintesis oleh beberapa tumbuhan

pada waktu siang hari.

Dengan bertambahnya kedalaman proses fotosintesis akan semakin

kurang efektif dan menyebabkan terjadinya penurunan konsentrasi oksigen

sampai didapat suatu kedalaman yang disebut compensation depth. Pada

28
kedalaman ini oksigen yang dihasilkan melalui proses fotosintesis dibandingkan

dengan oksigen yang dibutuhkan untuk proses respirasi adalah tidak seimbang.

Pada kedalaman beberapa ratus meter di bawah permukaan laut, akan ditemui

suatu lapisan yang miskin dengan konsentrasi oksigen yang disebut sebagai

oxygen poor layer (Sverdrup et al, 1942).

Selanjutnya dijelaskan bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi

penyebaran kandungan oksigen terlarut di laut, yaitu :

(1) Konsentrasi oksigen terlarut di laut akan bertambah bila terjadi interaksi

yang dinamis antara permukaan air laut dengan atmosfir. Oksigen bebas

yang terlarut dalam air laut akan menurun dengan meningkatnya suhu dan

salinitas.

(2) Kegiatan biologis dari organisme yang menghasilkan dan memanfaatkan

oksigen di dalam air yang dapat mempengaruhi konsentrasi oksigen dan

karbondioksida itu sendiri.

(3) Pergerakan arus dan proses percampuran yang mempunyai kecenderungan

untuk mengubah pengaruh kegiatan-kegiatan biologi melalui gerakan massa

air dan proses difusi.

4. Penaikan Masa Air (Upwelling) dan Penenggelaman Massa Air


(Downwelling)

Penaikan massa air atau upwelling adalah istilah yang lazim digunakan

untuk menyatakan proses penaikan massa air dari lapisan yang lebih dalam ke

lapisan yang lebih atas atau menuju permukaan. Penaikan massa air dapat

mencapai permukaan perairan dan meliputi daerah yang cukup luas (Sverdrup

et al, 1942; Soegiarto dan Birowo, 1975; Mihardja, 1982; dan Nontji, 1987).

29
Selat Makassar jika dilihat dari kondisi geografisnya, dipengaruhi oleh

Samudera Pasifik. Berdasarkan pola arus yang berhasil dipetakan terlihat

bahwa, perairan Selat Makassar lebih banyak menerima masukan massa air

yang berasal dari Samudera Pasifik. Sirkulasi massa air dan pola angin yang

bertiup memungkinkan untuk terjadinya penaikan massa air (Upwelling) di

bagian paling selatan perairan ini (Wyrtki, 1961; Illahude, 1978).

Upwelling di perairan Selat Makassar dapat terjadi pada musim timur,

yang ditandai oleh penurunan suhu dan konsentrasi oksigen terlarut serta

meningkatnya nilai salinitas dan kadar zat hara di daerah upwelling,

dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Hal ini diakibatkan adanya penaikan

massa air dari lapisan bawah ke lapisan permukaan (Wyrtki, 1961).

Massa air yang mencapai permukaan laut karena proses penaikan

massa air yang lebih dalam membawa zat hara (nutrien), mengakibatkan

daerah tersebut umumnya ditandai dengan meningkatnya kandungan zat hara

dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Tingginya kadar zat hara akan

merangsang perkembangan fitoplankton di lapisan permukaan. Dengan

perkembangan fitoplankton ini menjadi sangat erat kaitannya dengan tingkat

kesuburan perairan, menyebabkan proses penaikan massa air selalu

dihubungkan dengan meningkatnya produktivitas primer suatu perairan yaitu

dengan meningkatnya populasi ikan di perairan tersebut. Kenyataan ini terjadi

karena adanya rantai makanan, yaitu produktivitas primer (fitoplankton)

dimakan oleh produktivitas sekunder (zooplankton dan ikan herbivora) yang

kemudian menjadi makanan bagi konsumen tersier (karnivora) seperti halnya

yang dikemukakan oleh Nontji (1987) dan Pariwono et al, (1988).

30
Fenomena upwelling yang terjadi, telah banyak dipelajari pada beberapa

perairan. Menurut Soegiarto dan Birowo (1975) hal tersebut disebabkan oleh

beberapa alasan, diantaranya: (1) Naiknya air dingin dari lapisan bawah ke

permukaan dapat mempengaruhi keadaan iklim terutama di daerah pantai

dimana penaikan massa air itu terjadi, (2) Naiknya air dari lapisan bawah yang

kaya akan zat-zat hara (fosfat, nitrat dan silikat) menyebabkan kesuburan

perairan di lapisan atas yang ditandai dengan produksi plankton yang tinggi dan

biasanya diikuti oleh adanya produksi perikanan yang tinggi pula.

Hasil penelitian mengenai fenomena upwelling di berbagai tempat baik di

perairan Indonesia maupun di perairan lainnya, menunjukkan bahwa perairan

tempat terjadinya upwelling merupakan daerah yang amat subur dengan hasil

perikanan yang tinggi. Sekitar 90% dari produksi perikanan dunia, diperoleh

dari perairan yang terdapat proses upwelling (Pond dan Pickard, 1981).

Di perairan pantai yang jauh dari khatulistiwa, penaikan massa air terjadi

akibat angin yang berhembus terus menerus dengan kecepatan yang cukup

tinggi dan berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Penaikan massa air ini

tidak hanya terjadi di sekitar perairan pantai, tetapi juga dapat terjadi di laut

terbuka atau laut lepas. Penaikan massa air di laut terbuka terjadi terutama

karena proses divergen dua massa air dan sebagai akibatnya akan terjadi

kekosongan massa air di permukaan yang selanjutnya diisi oleh massa air dari

bawah (Sverdrup et al, 1942; dan Wyrtki, 1961).

Selanjutnya penaikan massa air menurut Wyrtki (1961), dapat dibedakan

menjadi tiga jenis, yakni: (1) Jenis tetap (stationery type), yaitu penaikan massa

air yang terjadi sepanjang tahun meskipun intensitasnya bisa berubah-ubah.

31
Pada waktu penaikan massa air terjadi, massa air dari lapisan bawah bergerak

secara vertikal ke atas dan setelah mencapai permukaan, massa air tadi terus

bergerak horizontal menjauh dari pantai dengan arah tegak lurus dengan

pantai. Sebagai contoh adalah penaikan massa air yang terjadi di lepas pantai

Peru. (2) Jenis Berkala (periodic type), yaitu penaikan massa air yang terjadi

hanya dalam satu musim. Sebagai contohnya adalah penaikan massa air yang

terjadi di Selat Makassar dan Selatan Jawa. (3) Jenis Silih Berganti ( alternating

type), yaitu penaikan massa air yang terjadi secara bergantian dengan

peneggelaman massa air (singking). Dalam satu musim, massa air yang ringan

di lapisan permukaan bergerak ke luar dari lokasi terjadinya upwelling dan

massa air yang lebih berat dari lapisan bawah bergerak ke atas, sedangkan

dalam musim yang lain massa air pada bagian permukaan bertumpuk di lapisan

atas yang kemudian tenggelam. Sebagai contohnya adalah penaikan dan

penenggelaman massa air yang terjadi di Laut Banda dan Laut Arafura.

Peristiwa penaikan massa air yang terjadi di perairan Selat Makassar

bagian selatan telah diduga oleh Wyrtki (1961) dan Illahude (1970). Penaikan

massa air di perairan ini menurut Illahude (1970) berdasarkan analisa sebaran

suhu, salinitas dan kadar fosfat, berlangsung selama 4 bulan dari bulan Juni

sampai dengan September. Selama proses upwelling ini terjadi, termoklin

bergerak ke atas sejauh 50 meter dengan kecepatan rata-rata 5 x 10 -4 cm/detik.

Luas daerah upwelling sekitar 4o persegi (2o x 2o) atau kira-kira 49.408 km2.

Dengan luas dan kecepatan naik tersebut, upwelling yang terjadi disini dapat

memberikan kontribusi air sebesar kira-kira 0,2 juta m 3/detik terhadap arus

permukaan. Sedangkan menurut Mihardja (1982), penaikan massa air di

32
perairan Selat Makassar terjadi mulai bulan April dengan berdasarkan arah

angin pada bulan April yang telah menunjukkan arah Tenggara.

Arus Permukaan Angin

Daratan Daratan

Angin Arus Permukaan

(A) (B)

Dasar Laut Dasar Laut

A B
Gambar 4. Upwelling dan Singking (Hutabarat dan Evans, 1985).

Keterangan :
A) Daerah penaikan (upwelling) : di Belahan Bumi Utara (BBU), arah angin
adalah sejajar dengan pantai, tetapi dari arus yang ditimbulkannya akan
mengarah ke laut. Hal ini menghasilkan timbulnya upwelling di dekat pantai
yang mengangkut massa air dari dasar ke permukaan perairan.
B) Daerah penenggelaman (singking) : dalam hal ini arus mengarah ke darat,
permukaan air akan mengalir ke bawah begitu mencapai pantai.

33
MATERI MODUL KULIAH MINGGU KE X (KOMPLEKSITAS LAUT)

Arus Permukaan Laut Samudera (Surface Ocean Circulation)

Penyebab utama arus permukaan laut di samudera adalah, tiupan angin

yang bertiup melintasi permukaan bumi melintasi zona-zona lintang yang

berbeda. Ketika angin melintasi permukaan samudera, maka massa air laut

tertekan sesuai dengan arah angin. Pola umum arus permukaan samudera

dimodifikasi oleh faktor-faktor fisik dan berbagai variabel seperti friksi, gravitasi,

gerak rotasi bumi, konfigurasi benua, topografi dasar laut, dan angin lokal.

Interaksi berbagai variabel itu, menghasilkan arus permukaan samudera yang

rumit. Arus di samudera bergerak secara konstan. Arus tersebut bergerak

melintasi samudera yang luas dan membentuk aliran yang berputar searah

gerak jarum jam di Belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere), dan

berlawanan arah gerak jarum jam di Belahan Bumi Selatan (Southern

Hemisphere). Pola umum sirkulasi arus global dapat dilihat dalam Gambar 5.

Karena gerakannya yang terus menerus itu, massa air laut mempengaruhi

massa udara yang ditemuinya dan merubah cuaca dan iklim di seluruh dunia.

Gambar 5. Fenomena sirkulasi massa air permukaan Samudera.

34
Arus di Kedalaman Samudera (Deep-water Circulation)

Faktor utama yang mengendalikan gerakan massa air laut di kedalaman

samudera adalah densitas air laut. Perbedaan densitas diantara dua massa air

laut yang berdampingan menyebabkan gerakan vertikal air laut dan

menciptakan gerakan massa air laut-dalam (deep-water masses) yang

bergerak melintasi samudera secara perlahan. Gerakan massa air laut-

dalamtersebut kadang mempengaruhi sirkulasi permukaan.Perbedaan densitas

massa air laut terutama disebabkan oleh perbedaan temperatur dan salinitasair

laut. Oleh karena itu gerakan massa air laut-dalam tersebut disebut juga

sebagai sirkulasi termohalin (thermohaline circulation). Model sirkulasi

termohalin secara global dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Fenomena sirkulasi massa air laut dalam Samudera.

 Arus Pasang Surut (Tidal Current)

Arus pasang surut terjadi terutama karena gerakan pasang surut air laut.

Arus ini terlihat jelas di perairan estuari atau muara sungai. Bila air laut

bergerak menuju pasang, maka terlihat gerakan arus laut yang masuk ke dalam

35
estuari atau alur sungai, sebaliknya ketika air laut bergerak menuju surut, maka

terlihat gerakan arus laut mengalir ke luar.

Arus Sepanjang Pantai (longshore current) dan Arus Rip (Rip Current)

Ke-dua macam arus ini terjadi di perairan pesisir dekat pantai, dan terjadi

karena gelombang mendekat dan memukul ke pantai dengan arah yang miring

atau tegak lurus garis pantai. Arus sepanjang pantai bergerak menyusuri

pantai, sedang arus rip bergerak menjauhi pantai dengan arah tegak lurus atau

miring terhadap garis pantai.

Keterkaitan Faktor Oseanografi dan Perikanan

Salah satu faktor yang diduga sangat menentukan keberhasilan suatu

operasi penangkapan ikan adalah, pengetahuan tentang faktor oseanografi

(suhu, salinitas, arus) dalam kaitannya dengan kondisi perairan yang disenangi

oleh jenis ikan tersebut. Winarko (1994) mengamati bahwa dengan naiknya

suhu permukaan laut maka hasil tangkapan ikan terbang juga mengalami

peningkatan, yakni pada kisaran suhu permukaan laut antara 27.8-29.9 oC. Hal

tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Hutomo et al. (1985) bahwa

sebaran ikan terbang dibatasi oleh isotherm 20o C.

Beberapa hasil penelitian lain yang telah dilakukan juga melaporkan

bahwa suhu permukaan laut, merupakan salah satu parameter penting dalam

upaya pengembangan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan laut. Suhu

permukaan laut, dapat dijadikan sebagai indikator adanya daerah-daerah up-

welling yang menggambarkan situasi dimana massa air dari lapisan bawah naik

menuju ke lapisan atas atau mungkin mencapai permukaan maupun sea-front

36
yang menggambarkan adanya pertemuan dua massa air yang memiliki

karakteristik yang berbeda.

Selat Makassar misalnya jika dilihat dari kondisi geografisnya,

dipengaruhi oleh Samudera Pasifik. Berdasarkan pola arus yang berhasil

dipetakan terlihat bahwa, perairan Selat Makassar lebih banyak menerima

masukan massa air yang berasal dari Samudera Pasifik. Sirkulasi massa air

dan pola angin yang bertiup, memungkinkan terjadinya penaikan massa air

(Up-welling) di bagian selatan perairan ini (Wyrtki, 1961; Illahude, 1978).

Proses upwelling di perairan Selat Makassar biasanya terjadi pada

musim timur, yang ditandai oleh penurunan suhu dan konsentrasi oksigen

terlarut serta meningkatnya nilai salinitas dan kadar zat hara di daerah tersebut

dibandingkan dengan daerah sekitarnya. Hal ini diakibatkan oleh adanya

penaikan massa air dari lapisan bawah ke lapisan permukaan (Wyrtki, 1961).

MATERI MODUL KULIAH MINGGU KE XIII DAN XIV (TEKNOLOGI


MUTAKHIR OSEANOGRAFI TERAPAN)

1. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh (inderaja) kelautan saat ini telah berkembang sesuai

dengan perkembangan teknologi inderaja itu sendiri. Inderaja

kelautan/perikanan seperti yang telah dilakukan pada beberapa negara maju

seperti Jepang, Australia dan beberapa negara Eropa, telah terbukti banyak

membantu dalam berbagai penelitian untuk memahami dinamika lingkungan

laut, termasuk memahami dinamika sumberdaya alam yang terkandung di

dalamnya.

37
Dalam perkembangan penggunaan teknologi satelit khususnya yang

banyak digunakan dalam sistem penginderaan jauh kelautan, telah

dikembangkan berbagai jenis sensor untuk mendeteksi berbagai parameter

lingkungan laut yang penting di dalam proses-proses kelautan itu, baik proses

fisika, kimia, maupun biologi. Beberapa jenis sensor yang telah dikembangkan

untuk kepentingan penginderaan jauh kelautan, diantaranya adalah jenis

sensor CZCS (coastal zone color scanner) yang diluncurkan pertama kalinya ke

angkasa pada tahun 1978 misalnya, adalah merupakan contoh sensor yang

khusus dibuat untuk tujuan penelitian kelautan. Sensor yang lain seperti jenis

TM (Thematic Mapper) yang dibawa oleh satelit Landsat adalah khusus

dirancang untuk penelitian di daratan, tetapi dapat pula digunakan untuk tujuan

penelitian kelautan, termasuk sensor AVHRR (Advanced Very High Radiometer

Resolution) yang banyak dimanfaatkan, karena dapat diperoleh dengan mudah

dan murah terutama selama krisis ekonomi melanda Indonesia pada beberapa

tahun terakhir ini (Hasyim, dkk. 1996).

2. Deskripsi dan Perkembangan Sistem Inderaja

Pemanfaatan wahana antariksa untuk tujuan pengamatan tertentu, telah

lama dan banyak digunakan termasuk untuk mengamati kondisi lingkungan

samudera di dunia. Wahana antariksa yang digunakan untuk penelitian

kelautan adalah berupa satelit walaupun pada awalnya digunakan pesawat

terbang selama dalam uji coba sensor.

Satelit yang diluncurkan umumya tidak hanya membawa satu jenis

sensor saja, tetapi sekaligus juga membawa beberapa jenis sensor lainnya.

Satelit dengan sensor yang bekerja pada daerah spektral sinar tampak, dapat

38
dianggap sebagai Ocean Color Sensor. Kategori sensor tersebut adalah

bersifat umum, sedangkan nama sensornya sendiri dapat bermacam-macam.

Salah satu jenis coastal zone color sensor dari jenis color sensor, adalah

AVHRR (Advenced Very High Resolution Radiometer) yang dibawa oleh satelit

NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) dan sampai saat ini,

sensor tersebut banyak digunakan untuk tujuan pengamatan kelautan

(Hanggono, dkk. 2000).

Jenis satelit lainnya yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan pengamatan

kelautan adalah TOPEX-PSEIDON dan SEASTAR dengan sensor SEAWIFS.

Amerika Serikat pada bulan Desember 1999 telah meluncurkan lagi satu satelit

yakni satelit TERRIA yang membawa sensor MODIS. Sensor Seawifs pada

satelit Seastar dan sensor modis pada satelit Terria, merupakan sensor passif

yang dapat mengukur temperatur dan warna permukaan laut yang berkaitan

dengan distribusi klorofil-a. Sedangkan satelit Topex-Poseidon yang membawa

sensor radar altimetri merupakan sensor aktif sehingga dapat terbebas dari

kendala tutupan awan. Satelit ini mampu memantau tinggi muka laut rata-rata,

sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengukuran arus dan tinggi gelombang.

3. Aplikasi Inderaja pada Bidang Kelautan


Aplikasi teknologi inderaja pada bidang kelautan dapat ditujukan pada

berbagai bidang kajian, misalnya penginderaan jauh untuk vegetasi mangrove,

konsentrasi klorofil dan produktivitas primer air laut, suhu dan arus permukaan

laut, kedalaman air, terumbu karang, bahkan angin yang bertiup pada

permukaan laut. Bahkan dalam perkembangannya akhir-akhir ini termasuk di

Indonesia, telah sampai pada tahap bagaimana menentukan lokasi

39
penangkapan ikan potensil, pengaruh musim terhadap migrasi ikan telah

banyak digeluti walaupun masih terus dalam tahap uji coba (trial and error).

a. Suhu Permukaan laut (SPL)

Suhu permukaan laut (SPL), adalah merupakan salah satu parameter

kelautan yang sangat penting. Berbagai proses kelautan dimana kejadiannya

banyak dipengaruhi oleh SPL atau sebaliknya proses-proses kelautan tersebut

mengakibatkan terjadinya perubahan SPL. Oleh karena itu, mempelajari

fenomena SPL adalah sangat penting untuk memahami dinamika dan kejadian-

kejadian kelautan. Bahkan SPL juga sangat beperan di dalam sistem iklim dan

cuaca di daratan, sehingga SPL tidak hanya penting untuk penelitian kelautan,

tetapi juga beberapa fenomena yang terjadi di daratan. Proses-proses kelautan

yang lain seperti terjadinya up-welling dan front yang sangat penting bagi

perikanan, juga dapat dipelajari melalui fenomena SPL tersebut.

Metode inderaja untuk pengamatan SPL, dapat menggunakan energi

infra merah maupun gelombang mikro. Namun demikian di dalam tulisan ini,

hanya dibatasi pada penggunaan gelombang infra merah secara khusus yang

digunakan pada AVHRR yang ada pada satelit NOAA. AVHRR mempunyai 5

kanal (band) yang mencakup daerah spektral sinar tampak dan infra merah.

Beberapa jenis sensor yang dibawa oleh satelit NOAA-AVHRR tersebut,

dapat dilihat pada Tabel 1. Setiap piksel data AVHRR di daerah sekitar nadir,

dapat mewakili daerah seluas 1.1 km X 1.1 km, dengan demikian data AVHRR

ini disebut mempunyai daerah resolusi spasial sekitar 1 km. Satu lintasan

satelit, mampu mencakup daerah sekitar 3.000 km sepanjang lintasannya dari

utara ke selatan atau sebaliknya.

40
Tabel 1. Kanal dan Panjang Gelombang Spektrum NOAA-AVHRR.

Kanal Panjang Gelombang (m) Spektrum

1 0.58 - 0.68 Sinar Tampak


2 0.725 – 1.10 Infra Merah Dekat
3 3.55 – 3.93 Infra Merah Menengah
4 10.30 – 11.30 Infra Merah jauh
5 11.50 – 1.50 Infra Merah Jauh
Sumber : GC Net Home Page (1997).

Penginderaan jauh SPL dengan AVHRR ini, telah berkembang dengan

baik dan berbagai algoritme pendugaan SPL telah dibuat. Secara umum

algoritme SPL dengan AVHRR, merupakan kombinasi dua atau tiga kanal

terakhir (kanal 3, 4 dan 5). Kombinasi dua kanal, dikenal sebagai metode split

window, sedangkan kombinasi 3 kanal disebut sebagai triple windows. Metode

split windows (kanal 4 dan 5) nampaknya merupakan metode yang paling

banyak digunakan. Sementara metode singgle window sendiri hanya

digunakan sebatas untuk mendeteksi sebaran SPL dan bukan untuk penentuan

nilai-nilai SPL-nya sendiri.

Tabel 2. Beberapa Algoritma SPL Dengan NOAA-AVHRR.

No. Fungsi Estimasi SPL Algoritma

1. SPL = TW4 +2.1 (TW4 – TW5) – 1.28 – 273.0 Deschamps &


Phulpin (1980)

2. SPL = TW4 + 2.93 (TW4 – TW5) – 0.76 – 273.0 McClain


(1981)

3. SPL = TW4 + 3.35 (TW4 – TW5) + 0.32 – 273.0 Maul (1983)

4. SPL = 1.035 TW4 + 3.046 (TW4 – TW5) – 274.305 McClain, et al

41
(1983)

5. SPL = TW4 + 2.702 (TW4 – TW5) – 0.582 – 273.0 McMillin &


Crosby (1984)

6. SPL = 1.699 TW4 – 0.699 TW5 – 0.24 – 273.0 Singh (1984)

7. SPL = 1.0346 TW4 + 2.55 (TW4 – TW5) + 0.21 – Strong &


273.0 McClain
(1984)

8. SPL = 1.0351 TW4 + 3.046 (TW4 – TW5) – 283.93 Callison, et al


(1989)
Sumber : Hasyim, dkk. (1996).

Beberapa algoritme yang dapat digunakan untuk pendugaan SPL

dengan AVHRR seperti pada Tabel 2 di atas, pada prinsipnya adalah membuat

persamaan hubungan antara SPL dengan suhu air yang dideteksi dari masing-

masing kanal (misalnya pada kanal 4 dan 5).

b. Pemanfaatan Data Citra Satelit Dalam Bidang Perikanan

Pengamatan jangka panjang beberapa parameter oseanografi yang

dapat direkam melalui penginderaan jauh, sekaligus juga dapat dimanfaatkan

dalam bidang perikanan, sebagai bahan informasi dalam memahami

keterkaitan antara indikator-indikator faktor oseanografi yang terjadi dan

ketersediaan suatu sumberdaya perikanan. Data-data penginderaan jauh

tersebut yang berupa citra hasil rekaman dapat diperoleh melalui stasiun-

stasiun penerima (ground station) baik yang berada di BPP Teknologi Jakarta,

di Lapan Pekayon Jakarta khusus untuk data citra NOAA maupun di stasiun-

stasiun penerima lainnya, seperti untuk data citra Landsat di Pare-Pare,

Sulawesi Selatan. Data hasil rekaman tersebut, selanjutnya dapat dianalisis

untuk beberapa tujuan yang diperlukan, diantaranya adalah untuk mendapatkan

42
informasi tentang sebaran suhu permukaan laut (SPL) dari satelit NOAA yang

dapat dipergunakan untuk tujuan penangkapan ikan melalui penentuan fishing

ground potensil (Widyaprasetya, dkk. 2000).

Hubungan antara beberapa parameter lingkungan laut seperti suhu,

salinitas, arus dan beberapa parameter lainnya terhadap produksi hasil

tangkapan ikan misalnya pada waktu tertentu berdasarkan musim dapat dikaji

lebih mendalam. Penelitian terhadap beberapa parameter lingkungan laut

hubungannya dengan keberadaan suatu kawanan ikan (fish schoaling),

walaupun telah banyak dilakukan namun sebagian besar masih menggunakan

cara dan metode yang konvensional. Dengan perkembangan teknologi satelit

yang sangat pesat pada satu dasa warsa terakhir ini, penelitian dengan teknik

penginderaan jauh telah banyak dikembangkan dengan memanfaatkan data-

data rekaman citra satelit. Seperti yang dikemukakan oleh Hanggono, dkk.

(2000) bahwa data citra tersebut dapat diperoleh secara terus menerus (time

series) dalam waktu yang cukup panjang, sehingga dengan demikian dapat

memberikan gambaran informasi mulai dari keadaan, proses dan bahkan

sampai pada akibat yang ditimbulkan dari berbagai fenomena alam kelautan

yang terjadi.

Beberapa Parameter Laut Yang Dijadikan Objek Pengamatan Dalam


Bidang Perikanan

1. Parameter Fisika

1.1 Suhu

Suhu merupakansalah satu faktor utama yang mempengaruhi penyebab

jasad-jasad laut. Jasad-jasad yang mampu mempertenggang jangka suhu yang

43
nisbi luas diistilahkan sebagai euritermal yang terbatas kepada jangka suhu

yang sangat sempit disebut stenotermal. Beberapa jenis diantaranya lebih

euritermal pada tahap-tahap tertentu dari kehidupannya dari pada yang lain-lain

(Bayard,1983). Suhu air mempunyai pengaruh yang besar terhadap proses

pertukaran zat atau metabolisne dari makhluk-makhluk hidup. Keadaan ini yang

jelas terlihat dari jumplah plankton didaerah-daerah yang beriklim sedang lebih

banyak daripada didaerah-daerah yang beriklim panas (Asmawi,1986).

Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi

kecepatan aktivitas proses metabolisme. Suhu air mempunyai arti penting bagi

organisme perairan karena berpengaruh terhadap laju metabolisme dan

pertumbuhan. Suhu bagi hewan poikilotermik merupakan faktor pengontrol

(controlling factor) yaitu pengendali kecepatan reaksi kimia didalam tubuh

termasuk prosses metabolisme. Foresberg dan summerfelt (1998) menyatakan

bahwa meningkatkannya suhu akan mempercepat kelangsungan proses

metabolisme (Widiyati, 2005).

1.2 Kecerahan

Dengan mengetahui kecerahan suhu perairan,kita dapat mengetahui

sampai dimana masih ada kemungkinan terjadi proses asimilasi dalam air.

Lapisan-lapisan manakah yang tidak keruh,yang agak keruh dan yang paling

keruh,serta lain sebagainya. Air yang tidak terlampau keruh dan yang tidak

terlampau jernih baik untuk kehidupan ikan.Kekeruhan yang baik adalah

kekeruhan yang disebabkan oleh jasad-jasad renik dan plankton. Nilai

kecerahan yang baik untuk kehidupan ikan adalah lebih besar dari 45 cm.

44
Karena kalau lebih kecil dari nilai tersebut batas pandangan ikan akan berbeda

(Asmawi,1986).

Kecerahan merupakan gambaran kedalaman air yang dapat ditembus

oleh cahaya dan umumnya tampak secara kasatmata kecerahan air tegantung

pada warna dan kekeruhan. Kecerahan pada suatu perairan sangat erat

kaitannya dengan proses fotosintesis yang terjadi secara alami. Menurut

Nybakken (1992),fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya

yang sampai ke suatu sel alga lebih besar dari intensitas disuatu perairan

(Anonymous a,2009).

1.3 Pasang Surut

Pasang surut (pasut) merupakan salah satu gejala laut yang besar

pengaruhnya terhadap kehidupan biota laut,khususnya diwilayah pantai.

Pasang surut terjadi partama-tama karena gaya tarik (gaya gravitasi) bulan.

Bumi berputar kolam air dipermukaannya dan menghasilkan dua kali pasang

dan dua kali surut dalam 24 jam dibanyak tempat dibumi kita ini. Berbagi pola

gerakan pasut ini terjadi karena perbedaan posisi sumbu putar bumi dan bulan

karena berbeda-bedannya bentuk dasar laut dan karena banyak hal lain lagi

(Romimohtarto,2001).

Naik dan turunnya permukaan laut secara periodik selama suatu interval

waktu tertentu disebut pasang surut. Pasang surut merupakan faktor

lingkungan yang paling penting yang mempengaruhi kehidupan di zona

intertidal / tanpa adanya pasang surut atau hal lain yang menyebabkan naik

dan turunnya permukaan air secara periodik zona ini tidak akan seperti itu. Dan

faktor-faktor lain akan kehilangan pengaruhnya. Ini disebabkan kisaran yang

45
luas pada banyak faktor fisik akibat hubungan langsung yang bergantiaan

antara keadaan terkena udara terbuka dan keadaan yang terendam air. Jika

tidak ada pasang surut fluktuasi yang besar ini tidak akan terjadi

(Nybakken,1988).

1.4 Gelombang

Gelombang sebagian ditimbulkan oleh dorongan angin diatas

permukaan laut dan sebagian lagi oleh tekanan tanggensial pada partikel air.

Angin yang bertiup dipermukaan laut mula-mula menimbulkan riak gelombang

(ripples). Jika kemudian angin berhenti bertiup maka riak gelombang akan

hilang dan permukaan laut merata kembali. Tetapi jika angin bertiup lama maka

riak gelombang akan hilang dan prmukaan gelombang merata kembali. Tetapi

angin ini bertiup lama maka riak gelombang membesar terus walaupun

kemudian anginya berhenti bertiup. Setelah meninggalkan daerah asal bermula

tiupan angin, maka gelombang merata menjadi ombak sederhana

(Romimohtarto, 2001).

Gelombang selalu menunjukkan sebuah ayunan air yang bergerak tanpa

henti-henti pada lapisan permukaan laut dan jarak dalam keadaan sama sekali

diam. Hembusan sepoi-sepoi menimbulkan pada cuaca yang tenang sekalipun

sudah cukup untuk dapat menimbulkan riak gelombang. Sebaliknya dalam

keadaan dimana terjadi badai yang besar dapat menimbulkan suatu gelombang

besar yang dapat mengakibatkan suatu kerusakan hebat pada kapal-kapal atau

daerah-daerah pantai (Hutabarat,1985).

Secara ekologis gelombang paling penting dimintakan pasang surut dibagian

yang agak dalam pengaruhnya menggurang sampai kedasar,dan diperaiaran

46
oseanik ia mempengaruhi peretukaraan udara dan agak dalam gelombang

ditimbulkan oleh angin, pasang surut dan kadang-kadang oleh gempa bumi dan

gunung meletus (dinamakan tsunami). Gelombang mempunyai sifat

penghancur, biota yang hidup dimintakat pasang surut harus mempunyai daya

tahan terhadap pukulan gelombang (Anonymous, 2009).

1.5 Kecepatan Arus

Arus laut permukaan merupakan pencrminan langsung dari pelangi yang

bertiup pada waktu itu. Jadi arus permukaan digerakkan oleh angin. Air

dilapisan bawahnya ikut terbawa karena adanya gaya coriolis yakni gaya yang

diakibatkan oleh perputaran bumi, maka arus dilapisan permukaan laut

berbelok kekanan dari arah angina dan arus permukaan (Romimohtarto, 2001).

Arus mempunyai pengaruh positif maupun negative terhadap kehidupan

biota perairan. Arus dapat mengakibatkan luasnya jaringan. Jaringan jasad

hidup yang tumbuh didaerah itu dan partikel-partikel dalam supensi dapat

menghasilkan pengkikisan. Diperairan dengan dasar Lumpur arus dapat

mengaduk endapan Lumpur-lumpuran sehinga mengakibatkan kekeruhan air

dan mematikan binatang juga kekeruhan yang diakibatkan bisa mengurangi

penetrasi sinar matahari dan karenanya mengurangi aktivitas

fotosistesis.manfaat dari arus bagu banyak biota adalah menyangkut

penambahan makanan bagi biota-biota tersebut dan pembunggan kotoran-

kotoranya (anonymous c, 2009).

1.6. Sifat Optis Air

Sifat optis air sangat berhubungan dengan intensitas matahari. Hal ini

berkaitan dengan besar sudut penyinaran yang dibentuk. Cahaya yang tiba

47
dipermukaan air sebagian akan dipantulkan sebagian akan diteruskan. Pada

perairan laut yang bergelombang cahaya sebagian dipantulkan dihamburkan,

sinar yang diteruskan sebagian akan diabsorbsi (Wikipedia, 2009).

Sifat optis air sangat berhubungan dengan intensitas matahari, semakin

lama matahari berada, sifat optis air dimiliki semakin besar sudut datang

semakin besar. Intensitas matahari semakin besar maka sifat air akan

bervariasi (Nybakken, 1988).

2. Parameter Kimia

2.1 pH

Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk

mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan

memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat

menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO2 yang dapat

membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia

umumnya bervariasi dari lokasi ke lokasi antara 6,0-8,5 (Anonymous b, 2009).

pH merupakan suatu ekspresi dan konsentrasi ion hydrogen (H+) di

dalam air. Besarnya dinyatakan dalam minus logaritma dan konsentrasi ion H.

Tidak semua makhluk bisa bertahan terhadap perubahan nilai pH. Untuk itu

alam telah menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan tidak terjadi

atau terjadi tetapi dengan cara perlahan. Sistem pertahanan ini dikenal sebagai

kapasitas pem-buffer-an pH sangat penting sebagai parameter kualitas air.

Karena ia mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam

air (Anonymous c, 2009).

48
Konsentrasi ion zat cair dalam laut yang dinyatakan dengan pH pada

konstan, berbeda-beda antara 7,6 dan 8,3. Penyanggan terutama merupakan

hasil dari keseimbangan karbondioksida asam karbonat dan keseimbangan

bikarbonat. Efek penyangga dari partikel tanah padat yang halus dan lebih

kurang ukurannya, asam borat. Pada nilai pH yang lebih tinggi pengendapan

kalsium karbonat dimudahkan (Zottoli, 2000).

2.2 Salinitas

Untuk mengukur asinnya air laut maka digunakan istilah salinitas.

Salinitas merupakan takaran bagi keasinan air laut. Satuannya promil (0/00)

dan simbol yang dipakai adalah S 0/00. Salinitas didefinisikan sebagai berat zat

padat terlarut dalam gram perkilogram air laut. Jika zat padat telah dikeringkan

sampai bertanya tetap pada 4800C. Dan jumlah klorida dan bromida yang

hilang diganti dengan sejumlah kalor yang ekuivalen dengan bara kedua halida

yang hilang. Singkatnya salinitas adalah berat garam dalam gram perkilogram

air laut. Salinitas ditentukan dengan mengukur klor yang takarannya adalah

klorinitas, dengan rumus :

S 0/00 = 0,03 + 1,805 CI 0/00 (Romimohtarto, 2001).

Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya,

sebagai berikut :

1) Pola sirkulasi air

2) Penguapan

3) Curah hujan

4) Arah aliran sungai (Nontji, 1986)

49
2.3. DO

DO (Disolved Oxygen) menunjukkan kandungan oksigen terlarut dalam

air. Banyak sedikitnya kandungan oksigen dapat dipakai untuk menunjukkan

banyak sedikitnya air. Angka DO yang kecil menunjukkan bahwa banyak

pengotor atau bahan organik dalam air (Anonymous, 2009). Oksigen terlarut

diperlukan oleh hampir semua bentuk kehidupan akuatik untuk proses

pembakaran dalam tubuh. Beberapa bakteria maupun beberapa binatang dapat

hidup tanpa O2 (anaerobik) sama sekali; lainnya dapat hidup dalam keadaan

anaerobic hanya sebentar tetapi memerlukan penyediaan O 2 yang berlimpah

setiap kali. Kebanyakan dapat hidup dalam keadaan kandungan O 2 yang

rendah sekali tapi tak dapat hidup tanpa O2 sama sekali (Anonymous, 2009).

Oksigen merupakan salah satu unsur kimia yang penting bagi

kehidupan. Dalam air laut oksigen dimanfaatkan oleh organisme perairan untuk

proses respirasi dan menguraikan zat organik oleh mikrorganisme. Oksigen

terlarut juga sangat penting dalam mendeteksi adanya pencemaran lingkungan

perairan. Karna oksigen dapat digunakan untuk melihat perubahan biota dalam

perairan. Adapun kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu, tekanan

partikel gas yang ada di udara dan di air. Kadar garam terlarut dan adanya

senyawa atau unsur yang teroksidasi dalam air. Semakin tinggi suhu, salinitas,

dan tekanan gas yang terlarut dalam air maka kandungan oksigen makin

berkurang. Kandungan oksigen terlarut ideal bagi biota di perairan adalah,

mencapai antara 4,0 – 10,5 mg/l pada lapisan permukaan dan 4,3 – 10,5 mg/l

pada kedalaman 10 meter (Supriyadi, 2002).

50

Anda mungkin juga menyukai