Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN TUGAS PRAKTIKUM

KEPERAWATAN PSIKIATRI

LITERATURE REVIEW

TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK (SOSIALISASI)

Fasilitator Praktikum: Dr. Ns. Retno Lestari, S.Kep., M.Nurs

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2


1. Devvyta Ferika Sari (225070209111016)
2. Dwi Kuswono (225070209111019)
3. Jihan Faadhilah Mudianti (225070209111012)
4. Lailatul Ramadhania Triskawati (225070209111015)
5. Sindy Wahyuarista M (225070209111014)
6. Erita Yusma Dewi (225070209111018)
7. Antony (225070209111022)
8. Ade Maulana (225070209111021)
9. Benny Chandra (225070209111013)
10. La Ode Gian Pratama (225070209111017)
11. Yunita Fitrianingrum (225070209111020)

PRODI S1 KEPERAWATAN/ NERS


DEPARTEMEN KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2022
BAB 1

KONSEP DASAR TAKS

1. Pengertian

Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) adalah upaya memfasilitasi kemampuan


sosialisasi sejumlah pasien dengan masalah hubungan sosial (Keliat & Prawirowiyono, 2014).
Terapi aktivitas kelompok sosialisasi (TAKS) dilaksananakan dengan membantu pasien
melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar pasien. Sosialisasi dapat pula
dilakukan secara bertahap dari interpersonal (satu dan satu), kelompok dan massa. Aktivitas
dapat berupa latihan sosialisasi dalam kelompok.

Klien dibantu untuk melakukan sosialisasi dengan individu yang ada disekitar klien.
Kegiatan sosialisasi adalah terapi untuk meningkatkan kemampuan klien dalam melakukan
interaksi sosial maupun berperan dalam lingkungan sosial.

Sosialisasi dimaksudkan memfasilitasi psikoterapis untuk :

1) Memantau dan meningkatkan hubungan interpersonal


2) Memberi tanggapan terhadap orang lain
3) Mengekspresikan ide dan tukar persepsi
4) Menerima stimulus eksternal yang berasal dari lingkungan.

2. Tujuan
a. Tujuan umum
Mampu meningkatkan hubungan interpersonal antar anggota kelompok, berkomunikasi,
saling memperhatikan, memberi tanggapan terhadap orang lain, mengekspresikan ide
serta menerima stimulus eksternal.
b. Tujuan khusus :
1) Pasien mampu memperkenalkan diri/ mampu menyebutkan identitasnya
2) Pasien mampu berkenalan dengan anggota kelompok/ mampu menyebutkan identitas
anggota kelompok
3) Pasien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok/ berespon terhadap anggota
kelompok
4) Pasien mampu menyampaikan dan membicarakan topik pembicaraan
5) Pasien mampu menyampaikan dan membicarakan maslah pribadi pada orang lain
6) pasien mampu mengikuti aturan main dalam terapi aktivitas kelompok
7) Pasien mampu menyampaikan pendapat tentang manfaat kegiatan TAKS yang telah
dilakukan dan mengungkapkan perasaannya

3. Komponen Kelompok

Menurut (Keliat, 2005) komponen kelompok terdiri dari delapan aspek, yaitu sebagai berikut :

1) Struktur Kelompok

Struktur kelompok menjelaskan batasan komunikasi, proses pengambilan keputusan dan


hubungan otoritas dalam kelompok. Struktur kelompok menjaga stabilitas dan membantu
pengaturan pola perilaku dan interaksi. Struktur dalam kelompok diatur dengan adanya
pemimpin dan anggota, arah komunikasi dipandu oleh pemimpin, sedangkan keputusan diambil
secara bersama.

2) Besaran Kelompok

Jumlah anggota kelompok yang nyaman adalah kelompok kecil yang anggotanya berkisar antara
5-12 orang. Jumlah anggota kelompok kecil menurut Keliat dan Akemat (2005) adalah 7-10
orang, sedangkan menurut Rawlins, Williams, dan Beck (dalam Keliat dan Akemat, 2005)
adalah 5-10 orang. Anggota kelompok terlalu besar akibatnya tidak semua anggota mendapat
kesempatan mengungkapkan perasaan, pendapat, dan pengalamannya, jika terlalu kecil tidak
cukup variasi informasi dan interaksi yang terjadi. Pada penelitian yang telah digunakan adalah
menurut teori Keliat dan Akemat yaitu sebanyak 10 orang.
3) Lamanya Sesi

Waktu optimal untuk satu sesi adalah 20-45 menit bagi fungsi kelompok yang rendah dan 60-120
menit bagi fungsi kelompok yang tinggi (Keliat, 2005). Biasanya dimulai dengan pemanasan
berupa orientasi, kemudian tahap kerja, dan finishing berupa terminasi. Banyaknya sesi
tergantung pada tujuan kelompok, dapat satu kali atau dua kali perminggu; atau dapat
direncanakan sesuai dengan kebutuhan.

4) Komunikasi

Tugas pemimpin kelompok yang terpenting adalah mengobservasi dan menganalisa pola
komunikasi dalam kelompok. Pemimpin menggunakan umpan balik untuk memberi kesadaran
pada anggota kelompok terhadap dinamika yang terjadi.

5) Peran Kelompok

Pemimpin perlu mengobservasi peran yang terjadi dalam kelompok. Ada tiga peran dan fungsi
kelompok yang ditampilkan anggota kelompok dalam kerja kelompok, yaitu maintenance roles,
task roles, dan individual role. Maintence role, yaitu peran serta aktif dalam proses kelompok
dan fungsi kelompok. Task roles, yaitu fokus pada penyelesaian tugas. Individual roles adalah
self-centered dan distraksi pada kelompok (Keliat, 2005)

6) Kekuatan

Kelompok Kekuatan (power) adalah kemampuan anggota kelompok dalam mempengaruhi


berjalannya kegiatan kelompok. Untuk menetapkan kekuatan anggota kelompok yang bervariasi
diperlukan kajian siapa yang paling banyak mendengar dan siapa yang membuat keputusan
dalam kelompok.

7) Norma Kelompok

Norma adalah standar perilaku yang ada dalam kelompok. Pengharapan terhadap perilaku
kelompok pada masa yang akan datang berdasarkan pengalaman masa lalu dan saat ini.
Pemahaman tentang norma kelompok berguna untuk mengetahui pengaruhnya terhadap
komunikasi dan interaksi dalam kelompok. Kesesuaian perilaku anggota kelompok dengan
normal kelompok, penting dalam 4 menerima anggota kelompok. Anggota kelompok yang tidak
mengikuti norma dianggap pemberontak dan ditolak anggota kelompok lain.

8) Kekohesifan

Kekohesifan adalah kekuatan anggota kelompok bekerja sama dalam mencapai tujuan. Hal ini
mempengaruhi anggota kelompok untuk tetap betah dalam kelompok. Apa yang membuat
anggota kelompok tertarik dan puas terhadap kelompok, perlu diidentifikasi agar kehidupan
kelompok dapat dipertahankan.

4. Aktivitas dan Indikasi TAK Sosialisasi


a. Aktivitas
Menurut keliat, 2022 aktivitas yang dilaksanakan dalam tujuh sesi yang bertujuan untuk
melatih kemampuan sosialisasi pasien :
a. Sesi 1 : Memperkenalkan diri
b. Sesi 2 : Berkenalan
c. Sesi 3 : Bercakap-cakap topik umum
d. Sesi 4 : Bercakap-cakap topik tertentu
e. Sesi 5 : Bercakap-cakap masalah pribadi
f. Sesi 6 : Berkerja sama
g. Sesi 7 : Evaluasi kemampuan Sosialisasi

b. Indikasi
Pasien yang diindikasikan mendapatkan TAKS adalah pasien yang mengalami gangguan
hubungan sosial berikut :
1) Pasien yang mengalami isolasi sosial yang telah mulai melakukan interaksi
interpersonal
2) Pasien yang mengalami kerusakan komunikasi verbal yang telah berespons sesuai
dengan stimulus.
3) Pasien yang kurang berminat atau tidak ada inisiatif untuk mengikuti kegiatan
ruangan
4) Pasien yang menarik diri, kontak sosial kurang
5) Pasien dengan harga diri rendah
6) Pasien yang curiga, gelisah, takut dan cemas
7) Pasien yang Tidak ada inisiatif memulai pembicaraan, menjawab seperlunya, jawaban
sesuai pertanyaan

5. Tahapan kegiatan

a. Tahapan persiapan /Prakelompok :


Dimulai dengan menentukan sebagai berikut :
1) Memilih klien sesuai dengan indikasi, yaitu isolasi sosial
2) Membuat kontrak dengan klien
3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan
b. Tahap awal kelompok :
Fase orientasi yaitu anggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing –
masing, leader menunjukan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota.
Meliputi sebagai berikut :
1) Memberikan salam terapeutik : salam dari terapis
2) Evaluasi/ Validasi : menanyakan perasaan klien saat ini
3) Kontrak topik, tempat, dan waktu
Fase konflik yaitu pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan perasaan baik positif maupun
negatif dan membantu untuk mengenali penyebab konflik, serta mencegah perilaku yang
tidak produktif. Fase kohesif yaitu anggota kelompok merasa bebas membuka diri
tentang informasi dan lebih intim satu sama lain
c. Tahap kerja
Pada fase ini kelompok sudah menjadi tim, stabil dan realistis. Meliputi sebagai berikut :
1) Hidupkan musik pada hp, dan operkan bola berlawanan arah jarum jam
2) Pada saat musik dihentikan, anggota kelompok yang memegang bola mendapat
giliran untuk menyebutkan : salam, nama lengkap, nama panggilan, hobby, alamat.
3) Ulangi sampai semua anggota kelompok mendapat giliran
4) Beri pujian untuk tiap keberhasilan anggota kelompok dengan memberi tepuk tangan
d. Tahap terminasi
Terminasi akan sukses ditandai ole perasaan puas dan pengalaman kelompok akan
digunakan secara individual pada kehidupan sehari – hari yaitu sebagai berikut :
1) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAKS
2) Memberi pujian atas keberhasilan kelompok
3) Melakukan kontrak waktu, tempat, topik yang akan datang
4) Mendo’akan klien dan berpamitan

6. SOP TAKS
a. Teknis TAKS ada 7 tahapan dalam intervensi :
Sesi 1: klien mampu memperkenalkan diri seperti melatih cara memperkenalkan
diri seperti nama,alamat,hobi
Sesi 2: klien mampu berkenalan seperti melatih cara berkenalan dengan
lingkungan disekitarnya
Sesi 3: klien mampu bercakap-cakap seperti melatih bercakap-cakap tentang
seseorang yang dekat dengan klien
Sesi 4: kemampuan bercakap-cakap dalam topik tertentu seperti melatih klien
dalam bercakap-cakap tentang bagaimana manfaat dari berinteraksi dengan orang
disekitar
Sesi 5: kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi seperti kemampuan
bercakap-cakap dalam masalah pribadi yang menyenangkan
Sesi 6: kemampuan bekerjasama seperti setelah makan siang saling bekerjasama
untuk bersih bersih ruangan seperti mencuci piring, menyapu, membersihkan
lantai
Sesi 7: evaluasi kemampuan pasien seperti bagaimana setelah dilakukan TAKS
klien dapat menyebutkan dan mempraktikan beberapa sesi dari TAKS
b. Tujuan
 Tujuan umum : Klien dapat meningkatkan hubungan sosial dalam
kelompok secara bertahap.
 2. Tujuan khusus: klien mampu memeperkenalkan diri, klien mampu
berkenalan, klien mampu bercakap-cakap, klien mampu bercakap-cakap
dalam topik tertentu, kemampuan bercakap-cakap masalah pribadi,
evaluasi kemampuan pasien.
c. Setting Tempat

Keterangan Gambar:

 Leader : menyampaikan tujuan dan peraturan kegitan terapi aktivitas kelompok sebelum
dimulai, menjelaskan permainan, mampu memotivasi anggota untuk aktif dalam
memperkenalkan diri, mampu memimpin terapi aktivitas kelompok dengan baik dan
tertib.
 Co-leader : menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader tentang aktivitas klien,
mengingatkan leader jika kegiatan menyimpang
 Fasilitator : mengobservasi jalannya proses kegiatan, mencatat perilaku verbal dan non
verbal klien selama kegiatan berlangsung
 Klien : mengikuti tahapan terapi aktivitas kelompok

d. Metode: menggunakan dinamika kelompok, diskusi Tanya jawab dan bermain


peran/simulasi.
e. Media
 HP/tape recorder
 Musik
 Kertas digulung
 Buku Catatan dan pulpen
 Kartu name/name tag
 Jadwal kegiatan klien
f. Tahapan Persiapan Pra Kelompok
 Memilih klien sesuai dengan masalah isolasi sosial
 Membuat Kontrak dengan klien
 Persiapan alat dan tempat
g. Tata tertib pelaksanaan TAKS
 Peserta bersedia mengikuti kegitan TAKS sampai dengan selesei
 Peserta wajib hadir 5 menit sebelum acara TAKS selesai
 Peserta berpakaian rapih, bersih dan sudah mandi
 Peserta tidak diperkenalkan oleh perawat
 Peserta harus meminta izin dulu apabila ingin ke kamar mandi atau
meninggalkan TAKS
BAB 2

LITERATURE REVIEW

Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) merupakan salah satu jenis terapi
kelompok yang diberikan kepada pasien yang mengalami hambatan dalam melakukan sosialisasi
atau berinteraksi dengan orang lain. Sebagai salah satu bentuk tindakan keperawatan, terapi ini
biasa diberikan kepada pasien dengan Isolasi Sosial. Tujuan dari TAKS ini adalah membantu
menurunkan perilaku isolasi sosial serta meningkatkan kemampuan pasien untuk berinteraksi
dengan orang lain. Dari fenomena tersebut, penulis tertarik untuk melakukan studi literatur
tentang gambaran pengaruh TAKS terhadap perilaku menarik diri serta aplikasi TAKS terhadap
kasus lainnya selain isolasi sosial.

Studi literature ini diawali dari pemilihan topik terkait TAKS, penulis memilih topik tentang
pengaruh TAKS terhadap kemampuan interaksi sosial pada pasien menrik diri. Dimulai dengan
pencarian artikel terkait sebagai sumber literature kemudian melakukan identifikasi terhadap
sumber – sumber yang sudah didapatkan. Hasil identifikasi artikel, penulis mendapatkan 7 artikel
nasional dengan sumber database dari Google Scholar yang diterbitkan mulai tahun 2016 sampai
tahun 2020 menggunakan kata kunci “TAKS”, “kemampuan interaksi”, dan “isolasi sosial”.
Hasil literature review ini dijelaskan dalam bentuk table untuk memudahkan penulis dalam
mengidentifikasi sumber literatur.

Dalam penelitian yang berjudul Penerapan Terapi Generalis, Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi, dan Social Skill Training pada Pasien Isolasi Sosial (Mista et al., 2018). Peneliti
menggambarkan penerapan Terapi Generalis (TG), Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
(TAKS), dan Social Skill Training (SST) pada pasien isolasi sosial sejumlah 35 pasien pada
penelitian ini. Dan diidapatkan hasil bahwa intregasi terapi tersebut dapat membantu
menurunkan gejala isolasi sosial dan mampu meningkatkan kemampuan bersosialisasi pasien.
Hal ini menunjukkan bahwa TAKS dapat disandingkan dengan terapi sosial lainnya untuk
mendapatkan hasil asuhan keperawatan yang optimal.
Dari hasil identifikasi literature, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa TAKS dapat
dijadikan stimulus interaksi pada pasien isolasi sosial, membantu pasien untuk
berinteraksi/berorientasi terhadap orang lain, meningkatkan kemandirian pasien dalam
memenuhi kebutuhan Activity Daily Living serta membantu meningkatkan kemampuan
sosialisasi pasien. Dalam pelaksanaan TAKS juga perlu memperhatikan kondisi dan latar
belakang pasien. Tidak semua pasien isolasi sosial bisa diberikan terapi ini, selain itu TAKS juga
harus diberikan secara berkesinambungan agar diperoleh hasil yang maksimal. Peran keluarga
juga penting untuk dilibatkan dalam pemberian perawatan sehingga responden merasa ada
dukungan yang dapat mempercepat proses penyembuhan penyakitnya (Pangestu et al., 2019).

Pambudi (2017) dalam artikelnya yang berjudul Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi (TAKS) terhadap Kemampuan Interaksi Sosial pada Lansia dengan Kesepian,
mengemukakan bahwa TAKS dapat di diberikan pada lansia dengan kesepian yang tinggal di
PSLU atau panti untuk meningkatkan kemampuan interaksi sosialnya. Kemudian dalam
penelitian Yustina & Ameylia (2016) yang berjudul Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
(TAKS) Sesi 1-4 Menurunkan Tingkat Depresi Pada Penderita HIV Positif, menjelaskan tentang
hasil analisa perbedaan tingkat depresi sebelum dan sesudah diberikan Terapi Aktivitas
Kelompok Sosialisasi (TAKS) pada penderita HIV positif di Yayasan Bina Hati Surabaya.
Didapatkan hasil bahwa pemberian terapi TAKS dapat membantu menurunkan tingkat depresi
yang dialami oleh responden. Kedua hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa TAKS bisa
diberikan kepada kasus selain isolasi sosial. Sesuai dengan pernyataan Keliat (2016) tentang
pengertian terapi aktivitas kelompok yaitu suatu terapi modalitas yang dilakukan perawat kepada
sejumlah klien dengan masalah keperawatan yang sama.
Tabel 1. Matrik Identifikasi Sumber Literature

N JUDUL & AUTHOR STUDY TUJUAN INTERVENSI HASIL PENELITIAN


O DESIGN PENELITIAN

1 Penerapan Terapi Deskriptif Menggambarkan Tanda dan gejala isolasi Hasil penelitian menunjukkan ada
Generalis, Terapi Kuantitatif penerapan Terapi sosial diidentifikasi penurunan tanda dan gejala isolasi
Aktivitas Kelompok Generalis (TG), sebelum dan setelah social (75,75%), dan peningkatan
Sosialisasi, dan Sosial Terapi Aktivitas penerapan GT, TAKS, dan kemampuan pasien dalam
Skill Training pada Kelompok SST menggunakan bersosialisasi (TG: 68,57%, TAKS:
Pasien Isolasi Sosial Sosialisasi (TAKS), instrument tanda dan gejala 83,90%, SST: 70,29%).
(Mista et al., 2018) dan Social Skill isolasi social yang
Training (SST) pada dimodifikasi terdiri dari Simpulan: Berdasarkan hasil dari
pasien isolasi sosial aspek kognitif, afektif, penerapan ketiga terapi diatas, perlu
sejumlah 35 pasien fisiologis, perilaku, dan direkomendasikan integrasi tindakan
social. keperawatan generalis individu dan
kelompok serta terapi spesialis social
skill training pada pasien isolasi
social agar perawatan pasien dengan
isolasi sosial efektif

2 Gambaran Terapi Pendekatan Membahas atau Selama 3 x terapi dalam 7 Hasil pembahasannya kemampuan 2
Aktivitas Kelompok kualitatif, mengkaji tentang hari, telah dilakukan responden dalam mengikuti terapi
Sosialisasi Pada Pasien dengan gambaran terapi pengkajian kepada kedua aktivitas kelompok hasilnya berbeda.
Isolasi Sosial : Menarik desain studi aktivitas kelompok responden tersebut dapat memberikan terapi aktivitas
Diri di PSLU Dewanta kasus dan sosialisasi pada membantu klien mengatasi kelompok 3 x dalam 7 hari
Cilacap Rpsdm “ berjenis pasien isolasi sosial: bagaimana cara responden sudah sedikit mampu
Martani ” Cilacap eksploratif. menarik diri bersosialisasi pada orang berinteraksi dengan orang lain.
(Pangestu et al., 2019) terhadap 2 pasien lain Didapatkan pada responden 1 itu
yang menderita interaksinya sudah sedikit baik
kasus yang sama. setelah mengikuti terapi tersebut, dan
responden 2 belum baik dalam
berinteraksi dengan orang lain
setelah mengikuti terapi tersebut.

3 Pengaruh Pemberian Quasi Mengetahui Pendekatan one group Hasil uji statistik didapatkan p = 0,00
Terapi Aktivitas experiment bagaimana pretest and posttest design (p<0,05). Hal ini menunjukkan
Kelompok Sosialisasi tanpa pengaruh pemberian dengan menggunakan terdapat pengaruh yang bermakna
Terhadap Perubahan kelompok terapi aktivitas instrument lembar pada pemberian TAKS terhadap
Perilaku Klien Isolasi kontrol kelompok observasi dan pedoman perubahan perilaku klien isolasi
Sosial (Rahayuningsih sosialisasi terhadap wawancara sosial. TAKS dapat menstimulus
& Muharyari, 2016) perubahan perilaku interaksi diantara anggota yang
klien isolasi sosial berfokus pada tujuan kelompok.
TAKS juga membantu klien
berinteraksi/berorientasi dengan
orang lain

4 Terapi Aktivitas One Group Menganalisa Memberikan pertanyaan Hasil uji statistik yang menggunakan
Kelompok Sosialisasi Pra-Post perbedaan tingkat menggunakan kuesioner uji Wilcoxon, p <α maka H0 ditolak,
(TAKS) Sesi 1-4 Test Design depresi sebelum dan tingkat depresi berupa H1 diterima artinya ada perbedaan
Menurunkan Tingkat sesudah diberikan pertanyaan tertutup dengan tingkat depresi sebelum dan sesudah
Depresi Pada Penderita Terapi Aktivitas 21 item pertanyaan sebelum diberikan Terapi Aktivitas
HIV Positif (Yustina & Kelompok dan sesudah dilakukan Kelompok Sosialisasi (TAKS) pada
Ameylia, 2016) Sosialisasi (TAKS) TAKS penderita HIV positif di Yayasan
pada penderita HIV Bina Hati Surabaya. Responden
positif di Yayasan mengalami penurunan tingkat
Bina Hati Surabaya depresi. Peneliti menyarankan untuk
dapat memprogramkan Terapi
Aktivitas Kelompok Sosialisasi
(TAKS) bagi penderita HIV positif
yang masih mengalami depresi.

5 Pengaruh Terapi Quasi Mengetahui Pembagian responden Terdapat pengaruh signifikan


Aktivitas Kelompok Eksperimen Pengaruh Terapi menjadi 2 kelompok yaitu terhadap kemampuan interaksi sosial
Sosialisasi terhadap dengan Aktivitas Kelompok kelompok control dan setelah responden diberikan terapi
Kemampuan Interaksi bentuk Sosialisasi (TAKS) kelompok intervensi. aktivitas kelompok sosialisasi
Sosial dan Activity rancangan Terhadap Pengumpulan data (TAKS) pada kelompok intervensi.
Daily Living Klien Non- Kemampuan menggunakan observasi Hasil penelitian dipanti ini
Isolasi Sosial di Panti Equivalent Interaksi Sosial dan dan kuesioner interaksi didapatkan bahwa sebagian besar
Sosial Rehabilitasi Control Activity Daily sosial dari Nyumirah dan kemampuan activity daily living
Pengemis Gelandangan Group Living Klien Isolasi ADL menggunakan Indeks klien isolasi sosial adalah mandiri
ODGJ (Sari & dengan Pre Sosial di PSR PG Barthel dimana kondisi ini karena pasien
Maryatun, 2020) dan Post ODGJ sudah diajarkan bagaimana cara nya
Test. melakukan kegiatan pemenuhan
activity daily living (ADL) dengan
baik melalui terapi aktivitas
kelompok sosial (TAKS).

6 Pengaruh Terapi Rancangan Mengetahui Kemampuan sosialisasi Hasil analisa data menunjukkan nilai
Aktivitas Kelompok the one pengaruh TAKS klien diukur sebelum dan rata-rata kemampuan sosialisasi
Sosialisasi Terhadap group terhadap sesudah dilakukan responden sebelum diberikan TAKS
Kemampuan Sosialisasi pretest- kemampuan intervensi TAKS adalah 2,42 dan sesudah di berikan
Klien Isolasi Sosial postest sosialisasi klien menggunakan lembar TAKS menunjukan nilai rata-rata
(Saswati & Sutinah, isolasi sosial observasi 19,00. Analisa data dengan uji paired
2018) sample T-test menunjukkan adanya
pengaruh yang signifikan dari TAKS
terhadap kemampuan sosialisasi
dengan p=0,009. Penelitian ini ada
pengaruh terapi aktivitas kelompok
sosialisasi terhadap kemampuan
sosialisasi klien isolasi sosial di
ruang rawat inap rumah sakit jiwa
daerah provinsi Jambi tahun 2016

7 Pengaruh Terapi Pre Menganalisis Mengukur kemampuan Terdapat pengaruh yang signifikan
Aktivitas Kelompok experimental pengaruh TAKS interaksi sosial lansia yang antara TAKS terhadap kemampuan
Sosialisasi (TAKS) dengan terhadap mengalami kesepian interaksi sosial pada lansia dengan
terhadap Kemampuan rancangan kemampuan sebelum dan sesudah kesepian di PSLU Jember (p value =
Interaksi Sosial pada one group interaksi sosial pada dilakukan TAKS dengan 0,0005 (CI 95%)). Hasil ini
Lansia dengan pretest lansia dengan menggunakan kuesioner menunjukkan TAKS dapat di
Kesepian di PSLU posttest kesepian di karakteristik responden dan diberikan pada lansia dengan
Jember (Pambudi et al., Pelayanan Sosial kuesioner kemampuan kesepian yang tinggal di PSLU atau
2017) Lanjut Usia (PSLU) interaksi sosial. Untuk panti untuk meningkatkan
Jember. kuesioner kesepian diambil kemampuan interaksi sosialnya.
dari UCLA Lonliness Scale
dan Mini Mental State
Examination (MMSE)
BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN

I. Konsep Asuhan Keperawatan

Konsep asuhan keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu pengkajian, perumusan


diagnosis, perencanaan, pelaksanaan (implementasi) dan evaluasi (PPNI 2017).

a. Pengkajian Isolasi Sosial

Pengkajian merupakan tahap awal proses asuhan keperawatan yang


bertujuan untuk mengumpulkan data dari pasien. Metode yang digunakan
dalam tahap ini dengan menggunakan observasi dan wawancara kepada
pasien langsung atau keluarga. Data yang diambil dalam tahap
pengkajian meliputi data obyektif dan subyektif yang sesuai dengan
diagnose keperawatan (SDKI, 2017) yaitu :

Data subyektif meliputi :

 Merasa ingin sendiri

 Merasa tidak aman di tempat umum

 Merasa berbeda dengan orang lain

 Merasa asyik dengan pikiran sendiri

 Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas

Data obyektif meliputi :


 Menarik diri
 Tidak berminat/menolak berinteraksi dengan orang lain atau
lingkungan
 Afek datar
 Afek sedih
 Riwayat di tolak
 Menunjukan perumusuhan
 Tidak mampu mmenuhi harapan orang lain
 Kondisi difabel
 Tindakan tidak berarti
 Tidak ada kontak mata
 Perkembangan terlambat
 Tidak bergairah/lesu (SDKI, 2017)
Pengelompokan data pada pengkajian kesehatan jiwa berupa faktor
presipitasi, penilaian stressor , sumberkoping yang dimiliki klien. Setiap
melakukan pengajian ,tulis tempat klien dirawat dan tanggal dirawat isi
pengkajian meliputi :
a) Identitas Klien
Meliputi nama klien , umur , jenis kelamin , status perkawinan,
agama, tangggal MRS , informan, tangggal pengkajian, dan alamat
klien.
b) Keluhan Utama
Keluhan biasanya berupa menyendiri (menghindar dari orang lain)
komunikasi kurang atau tidak ada , berdiam diri dikamar ,menolak
interaksi dengan orang lain ,tidak melakukan kegiatan sehari – hari ,
dependen.
b. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
Kehilangan, perpisahan, penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak
realistis, kegagalan/frustasi berulang, tekanan dari kelompok sebaya;
perubahan struktur sosial. Terjadi trauma yang tiba - tiba misalnya harus
dioperasi, kecelakaa, dicerai suami, putus sekolah, PHK, perasaan malu
karena sesuatu yang terjadi ( korban perkosaan, korban bullyng, kecacatan),
perlakuan orang lain yang tidak menghargai klien/ perasaan negatif terhadap
diri sendiri yang berlangsung lama.
c. Aspek Fisik/Biologis
Hasil pengukuran tanda – tanda vital, antropometri atau keluhan fisik yang
dirasakan oleh pasien.
d. Aspek Psikososial
 Genogram tiga generasi
 Konsep diri :
 Citra tubuh : menolak melihat dan menyentuh bagian tubuh
yang berubah atau tidak menerima perubahan tubuh yang
telah terjadi atau yang akan terjadi. Menolak penjelasan
perubahan tubuh , persepsi negatip tentang tubuh . Preokupasi
dengan bagian tubuh yang hilang , mengungkapkan keputus
asaan, mengungkapkan ketakutan.
 Identitas diri : ketidak pastian memandang diri , sukar
menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil
keputusan.
 Peran : berubah atau berhenti fungsi peran yang disebabkan
penyakit , proses menua , putus sekolah, PHK.
 Ideal diri : mengungkapkan keputus asaan karena penyakitnya
: mengungkapkan keinginan yang terlalu tinggi.
 Harga diri : perasaan malu terhadap diri sendiri , rasa bersalah
terhadap diri sendiri , gangguan hubungan sosial ,
merendahkan martabat , mencederai diri, dan kurang percaya
diri. Klien mempunyai gangguan/hambatan dalam melakukan
hubunga social dengan orang lain terdekat dalam kehidupan,
Poltekkes Kemenkes Padang kelempok yang diikuti dalam
masyarakat. Keyakinan klien terhadap Tuhan dan kegiatan
untuk ibadah ( spiritual)
e. Status Mental
Kontak mata klien kurang /tidak dapat mepertahankan kontak mata , kurang
dapat memulai pembicaraan , klien suka menyendiri dan kurang mampu
berhubungan dengan orang lain , Adanya perasaan keputusasaan dan kurang
berharga dalam hidup.
f. Kebutuhan persiapan pulang
 Klien mampu menyiapkan dan membersihkan alat makan
 Klien mampu BAB dan BAK, menggunakan dan membersihkan
WC, membersikan dan merapikan pakaian
 Pada observasi mandi dan cara berpakaian klien terlihat rapi
 Klien dapat melakukan istirahat dan tidur , dapat beraktivitas
didalam dan diluar rumah
 Klien dapat menjalankan program pengobatan dengan benar
g. Mekanisme Koping
Klien apabila mendapat masalah takut atau tidak mau menceritakan nya pada
orang orang lain( lebih sering menggunakan koping menarik diri). Biasanya
data yang didapat melalui wawancara pada pasien/keluarga, bagaimana cara
pasien mengendalikan diri ketika menghadapi masalah koping adaptif dan
maladaptive.
h. Aspek Medik
Terapi yang diterima klien bisa berupa therapy farmakologi ECT,
Psikomotor, therapy okupasional, TAK , dan rehabilitas.
i. Masalah Psikososial dan Lingkungan
Biasanya pasien dengan Isolasi Sosial memiliki masalah dengan psikososial
dan lingkungannya, seperti pasien yang tidak dapat berinteraksi dengan
keluarga atau masyarakat karena merasa takut, tidak mau berinteraksi dengan
orang lain, dll.
j. Daftar Diagnosa Keperawatan
 Isolasi Sosial
 Harga Diri Rendah
 Halusinasi
k. Pohon Masalah

II. Rencana Tindakan Keperawatan


SLKI: Keterlibatan Sosial (L.13116).
1. Minat interaksi.
2. Minat terhadap aktivitas
3. Verbilisasi isolasi.
4. Afek murung/sedih.
5. Kontak mata.
SIKI: Terapi Aktivitas Kelompok Sosial
(I.13500).

Observasi:
1. Identifikasi topik, tujuan dan proses kelompok.
2. Monitor keterlibatan aktif setiap anggota
kelompok.

Terapeutik
1. Bentuk kelompok 5 sampai 12 anggota.
2. Tentukan waktu dan tempat yang sesuai untuk pertemuan kelompok.
3. Ciptakan suasana nyaman.
4. Gunakan kontrak tertulis, jika perlu.
5. Ciptakan iklim motivasi untuk proses kelompok.
6. Mulai dan akhiri kegiatan tepat waktu.
7. Atur tempat duduk sesuai metode yang digunakan.
8. Sepakati norma kelompok.
9. Berikan arahan dan informasi yang sesuai.
10. Hindari interaksi kelompok tidak produktif.
11. Arahkan kelompok melalui tahapan pengembangan kelompok.
12. Arahkan anggota kelompok untuk terlibat aktif.
Kolaborasi
1. Rujuk ke perawat spesialis, bila perlu

Edukasi
1. Anjurkan berbagi perasaan, pengetahuan dan pengalaman.
2. Anjurkan saling membantu dalam kelompok.
3. Latih tanggung jawab dan mengendalikan diri dalam kelompok (SIKI, 2017)

III. Tindakan Keperawatan


a. Pendekatan dengan strategi pelaksanaan (SP) pada pasien dan keluarga.
b. Terapi Aktifitas Kelompok Sosialisasi
DAFTAR PUSTAKA

Mista, Z., Hamid, A. Y. S., & Susanti, H. (2018). Penerapan Terapi Generalis, Terapi Aktivitas Kelompok
Sosialisasi, dan Social Skill Training pada Pasien Isolasi Sosial. Jurnal Ilmiah Keperawatan Indonesia
[JIKI], 2(1), 19. https://doi.org/10.31000/jiki.v2i1.967
Pambudi, W. E., Dewi, E. I., & Sulistyorini, L. (2017). Pengaruh terapi aktivitas kelompok sosialisasi (taks)
terhadap kemampuan interaksi sosial pada lansia dengan kesepian di pelayanan sosial lanjut usia (pslu)
jember (the effects of socialization group activity therapy (sgat) toward ability of social intera. E-
Jurnal Pustaka Kesehatan, 5(2), 253–259. https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPK/article/view/5774
Pangestu, A. P., Sulistyowati, P., & Purnomo, R. (2019). Gambaran Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
Pada Pasien Isolasi Sosial : Menarik Diri Di Ppslu Dewanta Cilacap Rpsdm “ Martani ” Cilacap.
Journal of Nursing and Health (JNH), 4(1), 1–8.
Rahayuningsih, A., & Muharyari, W. (2016). Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi
Terhadap Perubahan Perilaku Klien Isolasi Sosial. NERS Jurnal Keperawatan, 8(2), 105.
https://doi.org/10.25077/njk.8.2.105-114.2012
Sari, D. P., & Maryatun, S. (2020). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Kemampuan
Interaksi Sosial Dan Activity Daily Living Klien Isolasi Sosial Di Panti Sosial Rehabilitasi Pengemis
Gelandangan Orang Dengan Gangguan Jiwa. Seminar Nasional Keperawatan, 6(1), 148–154.
Saswati, N., & Sutinah, S. (2018). Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi Terhadap Kemampuan
Sosialisasi Klien Isolasi Sosial. Jurnal Endurance, 3(2), 292. https://doi.org/10.22216/jen.v3i2.2492
Yustina, K., & Ameylia, R. (2016). Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi (TAKS) Sesi 1-4 Menurunkan
Tingkat Depresi Pada Penderita HIV Positif. Jurnal Hesti Wira Sakti, Vol 4 No., Hlm. 110-116.
www.adhamweb.com

Anda mungkin juga menyukai