NIM: 11020120067
Kelas: G2.4
Pembelajaran koopereatif dalam penilaian akhir seringkali menggunakan kuis baik itu
bsersifat individu ataupun kelompok. Hal yang bisa dilakukan guru untuk mencocokkan tugas
dengan implementasi pembelajaran kooperatif adalah dengan mencocokkan hasil kuis secara
Bersama-sama dalam kelas. Siswa yang berada dalam satukelompok saling menukar lembar
hasil jawabannya kemudian dilakukan pencocokan jawaban yang benar secara Bersama. Hal
ini akan lebih efektif baik bagi guru maupun siswa. Efektif bagi guru karen guru tidak perlu
mengoreksi satu persatu hasil kuis dan lebih menghemat waktu. Efektif bagi siswa karena
dalam proses koreksi ini pasti akan timbul jawaban yang berbeda dan nantinya ini dapat
memancing siswa berpikir kritis sekiaranya mana jawaban yang paling benar dan guru bisa
menanyakan alasannya mengapa. Selain itu, siswa akan lebih terlatih dan akan lebih mengingat
materi yang ada di kuis karena mereka tahu apakah jawaban mereka salah atau benar dan
mereka akan belajar dari sana secara lebih efektif.
9. Bandingkan beberapa strategi yang munckin bisa digunakan untuk cooperative learning
!
a. Student Teams–Achievement Divisions (STAD). Metode pembelajaran STAD biasanya
diterapkan dalam mengatasi siswa yang heterogen baik itu dari jenis kelamin, tingkat
pemahaman materi dalam kelas dsb. Metode pembelajaran STAD ini bisa disebut sebagai
belajar yang bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kerjasama siswa
menumbuhkan kreativitas dan mengembangkan cara berpikir kritis meningkatkan dalam
bantu teman sebayanya (Putri & Sutriyono, 2018). Proses pelaksanaanya dalam (Slavin,
2017) dijelaskan Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim
mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai pelajaran. Akhirnya,
semua siswa mengambil kuis individu pada materi, di mana mereka tidak boleh saling
membantu. Skor kuis siswa dibandingkan dengan rata-rata masa lalu mereka sendiri, dan
poin diberikan berdasarkan sejauh mana siswa memenuhi atau melampaui penampilan
mereka sebelumnya. Poin-poin ini kemudian dijumlahkan untuk membentuk skor tim, dan
tim yang memenuhi kriteria tertentu dapat memperoleh sertifikat atau hadiah lainnya.
b. Teams–Games–Tournaments (TGT). TGT adalah salah satu metode belajar kooperatif
yang mudah diterapkan serta mampu melibatkan seluruh siswa tanpa adanya perbedaan
status baik itu siswa yang pintar maupun siswa yang kurang memahami pelajaran tujuan
diadakannya pembelajaran metode pembelajaran ini adalah untuk membuat siswa yang
sudah pintar diusahakan dapat membantu temannya yang memiliki kemampuan yang lebih
rendah. Tidak ada Kuis seperti pada pembelajaran kooperatif yang lainnya melainkan akan
ada turnamen yang mana siswa berkompetisi dengan anggota kelompok lain
mengumpulkan poin yang nantinya akan dikumpulkan pada skor kelompok (Solihah,
2016).
c. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Menurut Teknik Cooperative
Integrated Reading and Composition (CIRC), salah satu teknik pembelajaran berbasis
kerjasama, dirancang untuk mengembangkan keterampilan membaca, menulis dan bahasa
lainnya di kelas atas pendidikan dasar. Teknik CIRC menyajikan struktur yang
meningkatkan tidak hanya kesempatan untuk pengajaran langsung dalam membaca dan
menulis tetapi juga penerapan teknik penulisan komposisi.(Durukan, 2011) Metode CIRC
ini melibatkan siswa yang bekerja dalam tim pembelajaran kooperatif yang beranggotakan
empat orang. Mereka terlibat dalam serangkaian kegiatan satu sama lain, termasuk
membaca satu sama lain; membuat prediksi tentang bagaimana cerita naratif akan keluar;
meringkas cerita satu sama lain; menulis tanggapan terhadap cerita; dan berlatih ejaan,
decoding, dan kosa kata. Mereka juga bekerja sama untuk menguasai gagasan utama dan
mengembangkan keterampilan pemahaman lainnya (Slavin, 2017).
d. Jigsaw. jigsaw melibatkan siswa dari latar belakang budaya yang berbeda bekerja sama
dengan melakukan bagian yang berbeda dari sebuah proyek untuk mencapai tujuan
bersama. Aronson menggunakan istilah jigsaw karena dia melihat teknik seperti
sekelompok siswa yang bekerja sama untuk menyusun potongan-potongan yang berbeda
untuk menyelesaikan teka-teki gambar (Santrock, 2017).
e. Learning Together. Sebuah model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh
David Johnson dan Roger Johnson (1999), Belajar Bersama melibatkan siswa bekerja
dalam kelompok heterogen empat atau lima anggota pada tugas. Kelompok menyerahkan
satu tugas selesai dan menerima pujian dan penghargaan berdasarkan produk kelompok.
Metode ini menekankan kegiatan membangun tim sebelum siswa mulai bekerja sama dan
diskusi reguler dalam kelompok tentang seberapa baik mereka bekerja sama (Slavin, 2017).
f. Peer Assisted Learning Strategies (PALS). PALS adalah metode pembelajaran kooperatif
terstruktur di mana siswa bekerja berpasangan, bergiliran sebagai guru dan pembelajar,
menggunakan strategi metakognitif tertentu (Slavin, 2017).
10. Jika kalian sebagai guru ingin menggunakan cooperative learning dengan siswa-siswa
kalian tetapi mereka terbiasa dengan pekerjaan individual, uraikan bagaimana kalian
akan memulainya?
Cooperative merupakan tipe pembelajaran yang mengharuskan siswa melakukan banyak
interaksi untuk bekerjasama dalam kelompok yang nantinya dibentuk. Guru perlu memahami
apabila tidak semua siswa memiliki keterampilan bersosioalisai dan berkomunikasi yang baik,
dan ini bisa menjadi salah stau factor siswa lebih terbiasa melakukan pekerjaan secara
individual. Maka, hal pertama yang akan saya lakukan adalah memberikan pemahaman
mengenai cooperative learning, mulai dari pengertian, tujuan dilakukan, dan hasil yang akan
dicapai. Disini, guru harus memiliki keterampilan berkomunikasi yang baik agar siswa mampu
memahami metode belajar yang baru. Kemudian, saya juga akan memberikan penjelasan
bahwa adanya cooperative learning ini tidak bermaksud mengelompokkan mereka sesuai
dengan suatu kategori, namun ini merupakan salah satu inovasi belajar agar siswa tidak bosan
dalam proses pembelajaran. Selain itu menurut(Sulfemi, 2019) Pembelajaran kooperatif yang
dilakukan ini bertujuan juga untuk saling mengetahui dan memahami keadaan teman sebaya
dari berbagai latar belakang. Hal ini bertujuan untuk mereka bisa bekerja dan saling bergantung
hubungan dengan tugas akademik yang diberikan oleh guru sini siswa juga harus belajar
menghargai satu dan teman yang lainnya.
Jika siswa sudah memahami latar belakang adanya cooperative learning, maka selanjutnya
adalah menjelaskan bagaimana prosedur jalannya metode belajar ini. Penting memberikan
pemahaman bagi siswa bahwa belajar secara berkelompok bukan berarti tugasnya dibebankan
pada satu atau beberapa orang, tetapi ini merupakan tanggung jawab setiap anggota kelompok,
maka setiap dari siswa harus memahami tugasnya masing-masing dna bertanggungjawab atas
tugas yang diberikan. Apabila siswa sudah memahami bagaimana proses pelaksanaaannya,
maka saya sebagai guru bisa melakukan pemantauan dan bimbingan selama cooperative
learning berlangsung. Metode pembelajaran ini tidak bisa berhasil hanya dengan satu
percobaan, diperlukan beberapa kali Latihan agar antar siswa memiliki keterikatan dalam
pengerjaan tugas kelompok yang diberikan. Siswa pastinya memiliki proses adaptasi yang
berbeda, tetapi mungkin akan lebih cepat jika adaptasi ini dilakukan dengan teman sebaya.
11. Uraikan apa yang bisa dilakukan oleh guru untuk menciptakan sebuah komunitas
belajar di kelas!
Komunitas Belajar hadir sebagai inovasi metode belajar yang awalnya bersifat individual
menjadi bersifat sosial. Apabila dalam suatu kelas memiliki iklim kompetitif, maka dalam
rangka menciptakan komunitas belajar, iklim kelas harus diubah menjadi iklim social. Hal ini
dilakukan untuk meminimalisir adanya kesenjangan intelektual serta pengalaman belajar antar
siswa (Suprantini et al., 2017). Menurut (Santrock, 2017) Ada banyak cara untuk menciptakan
kerjasama dan saling ketergantungan untuk seluruh kelas. Salah satunya adalah menetapkan
tujuan kelas kemudian jika tercapai diberikan hadiah. Hal ini dapat dicapai dengan
menambahkan poin bonus ke nilai akademik semua anggota kelas ketika semua anggota kelas
mencapai tujuan “atau dengan memberikan hadiah nonakademik, seperti waktu luang ekstra,
waktu istirahat tambahan, stiker, makanan,T-shirt, atau kelas. berpesta." Kerjasama kelas dapat
dipromosikan dengan “menempatkan tim yang bertanggung jawab atas pembersihan kelas
setiap hari, menjalankan bank kelas atau bisnis, atau terlibat dalam kegiatan lain yang
bermanfaat bagi kelas secara keseluruhan. Kelas juga dapat disusun melalui pembagian sumber
daya, seperti meminta kelas menerbitkan buletin di mana setiap kelompok kooperatif
menyumbangkan satu artikel . . . satu kelas sedang belajar geografi.” Langit-langitnya berubah
menjadi peta dunia besar. “Kelas dibagi menjadi delapan kelompok kooperatif. Setiap
kelompok diberi lokasi geografis untuk membuat laporan. Kelas kemudian merencanakan
rencana perjalanan untuk mengunjungi kedelapan tempat tersebut. Benang digunakan untuk
menandai perjalanan mereka. Saat mereka tiba di setiap tempat, kelompok yang sesuai
mempresentasikan laporannya” tentang lokasi (Santrock, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Durukan, E. (2011). Effects of cooperative integrated reading and composition (CIRC) technique
on reading-writing skills. Educational Research and Reviews, 6(1), 102–109.
http://www.academicjournals.org/ERR
Mayer, R. E., & Alexander, P. A. (2011). Handbook of Research on Learning and Instruction.
Taylor & Francis e-Library.
Poondej, C., & Lerdpornkulrat, T. (2016). The development of gamified learning activities to
increase student engagement in learning. In Australian Educational Computing (Issue 2).
Suprantini, E., Rohaetin, S., & Oktobery, R. (2017). Upaya Peningkatan Prestasi Belajar IPS
Terpadu Melalui Pendekatan Komunitas Belajar di Kelas VIII SMPN-3 Parenggean Tahun
Pelajaran 2016/2017. Jurnal Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (JPIPS), 8(2), 21–28.
Tai, J. H. M., Bellingham, R., Lang, J., & Dawson, P. (2019). Student perspectives of engagement
in learning in contemporary and digital contexts. Higher Education Research and
Development, 38(5), 1075–1089. https://doi.org/10.1080/07294360.2019.1598338
Taylor, S. S., & Statler, M. (2014). Material Matters: Increasing Emotional Engagement in
Learning. Journal of Management Education, 38(4), 586–607.
https://doi.org/10.1177/1052562913489976