Anda di halaman 1dari 21

Nama: Lutfiah Fitrianisa

NIM: 11020120067

Kelas: G2.3

TUGAS PSIKOLOGI BELAJAR: Konstruktivis

1. Bagaimana individu itu belajar menurut asumsi konstruktivis? 230-


231
Belajar adalah pembentukan pengetahuan, begitulah
konstruktivisme melihat pembelajaran. Pembentukan ini harus dilakukan
oleh siswa sendiri. Oleh karena itu siswa harus aktif melakukan kegiatan,
aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi makna sesuatu yang
dipelajarinya.(Sudarsana, 2018). Dalam (Schunk, 2008) dijelaskan bahwa
pendekatan konstruktivisme beranggapan apabila manusia merupakan
individu aktif yang mengembangkan pengetahuan bagi diri mereka sendiri
(Geary, 1995). Dalam hal ini, selama proses pembelajaran siswa
membangun pemahamannya sendiri untuk mendasari banyak prinsip dalam
pembelajaran. Hal ini senada dengan pendapat (Santrock, 2007) pendekatan
konstruktivis Sebuah pendekatan pembelajaran yang berpusat pada peserta
didik yang menekankan pentingnya individu secara aktif membangun
pengetahuan dan pemahaman dengan bimbingan dari guru. Menurut
(Slavin, 2008) siswa belajar dalam pendekatan konstruktivisme lebih
menekankan pada peran aktif peserta didik dalam membangun pemahaman
mereka sendiri tentang realitas.

2. Jelaskan bagaimana individu itu belajar dalam tiga perspektif


konstruktivis? 232
Dalam (Schunk, 2008) disebutkan bahwa dalam pendekatan
konstruktivis terdapat 3 perspektif yang memandang belajar sebagai hal
yang berbeda, yaitu:
a. Eksogenus. Perspektif ini berpandangan jika dunia luar memiliki
pengaruh yang kuat untuk pengetahuan, pengetahuan merupakan
represntasi ulang dari dunia luar. Perspektif ini juga berpandangan jika
pengetahuan dapat dikatakan akurat apabila mampu mencerminkan
realitas. (Schunk, 2008). Jadi, menurut perspektif ini individu belajar
dipengaruhi oleh dunia luar seperti pengalaman, pengamatan terhadap
model, dan pengajaran.
b. Endogenous. Perspektif Endogenous bertolak belakang dengan
eksogenus, menurut perspektik Endogenous pengetahuan itu diperoleh
dari pengetahuan-pengetahuan yang telah dipelajari sebelumnya bukan
diperoleh dari lingkungan. Pengetahuan juga berkembang melalui
aktivitas kognitif dan mengikuti sebuah rangkaian yang dapat di
prediksikan secara umum.(Schunk, 2008). Jadi, menurut perspektif ini
individu belajar dengan cara mengembangkan aktivitas kognitif dari
pengetahuan yang diperoleh sebelumnya.
c. Dialektikal. Berbeda dari 2 perspektif sebelumnya, perspektif
Dialektikan memandnag jika pengetahuan itu diperoleh dari adanya
interaksi antara orang dan lingkungan.(Schunk, 2008). Pengetahuan
dikonstruksikan berdasarkan pengalaman individual dengan interaksi
sosial, pengetahuan akan merefleksikan dunia luar yang difilter dan
dipengaruhi oleh budaya, bahasa, keyakinan, interaksi dengan orang
lain, pelajaran langsung, dan modeling. (Supardan, 2016). Jadi, menurut
perspektif ini belajar diperoleh karena individu berinteraksi dengan
lingkungan, dan hasil interaksi tersebut akan di representasikan dari
pengetahuan yang diperoleh individu.

3. Bagaimana aplikasi konstruktivis dalam pengajaran? 234-235


Kontruktivisme memberikan perhatian pada kurikukulum-
kurikulum yang terpadu dan merekomendasikan agar guru menggunakan
materi yang membuat siswa akan terlibat secara aktif. (Schunk, 2008).
Dalam hal ini menurut (Supardan, 2016) terdapat salah satu model
pembelajaran yang bisa diterapkan menggunakan pendekatan
kontruktivisme yaitu Model Konstruktivisme "Siklus Belajar", yang
tahapan-tahapannya terdiri dari diskaveri, Pengenalan Konsep, dan Aplikasi
Konsep. Pada tahap diskaveri, siswa dituntut untku membuat pertanyaan-
pertanyaan terbuka dan hipotesis yang berkaitan dengan materi. Pada fase
pengenalan konsep, siswa akan mendiskusikan pertanyaan-pertanyaan yang
tadi dibuat dengan teman-temannya dan meminta bantuan guru apabila ada
konsep tentang materi yang belum dipahami. Kemudian fase terakhir yakni
aplikasi konsep dengan menerapkan konsep-konsep yang dikemukakan
tahap 1 & 2 serta boleh mengulangi tahapannya lagi jika hal itu dianggap
perlu. (Supardan, 2016).

4. Jelaskan 4 tahap perkembangan kognitif menurut Piaget serta


karakteristik pada setiap tahap. 237-238
Tahap-tahap dalam teori Piaget meliputi 4 tahap, yaitu: tahap sensorimotor,
tahap praoperasional, tahap operasional konkrit, dan tahap operasional
formal.
a. Tahap sensorimotor. Tahap ini berlangsung Ketika anak berusia 0-2
tahun dimana pada tahap ini anak menunjukkan Tindakan-tindakan
spontan dan menunjukkan usaha memahami dunia. (Schunk, 2008). Hal
ini senada dengan pendapat (Pritchard, 2008) yang menyatakan jika
pada tahap ini Perilaku refleksif sederhana untuk membentuk skema dan
menciptakan pola dan rantai perilaku. Sedangkan menurut (Utami,
2016) pada tahap ini anak-anak mempelajari dunia melalui gerak dan
inderanya. Sensorik yang digunakan meliputi pendengaran, penciuman,
penglihatan.
b. Tahap Pra-Operasional. Tahap Pra-Operasional berlangsung Ketika
anak berusia 2-7 tahun. Pada tahap ini anak bersifat egosentris dan
belum mampu berpikir lebih dari stau dimensi, Tahap Pra-Operasional
juga mulai memperlihatkan ireversibilitas yakni Ketika sesuatu telah
dilakukan maka tidak bisa diubah, selain itu anak pada tahap ini belum
bisa membedakan antara fantasi dan kenyataan. (Schunk, 2008). Selain
itu Penggunaan pemikiran simbolik dimulai dan imajinasi juga mulai
berkembang. (Pritchard, 2008). Pemikiran simbolik tersebut berupa
gambaran dan Bahasa ucapan. Dalam segi Bahasa, anak mulai
menirukan kata apa yang mereka dengar dari lingkungannya.
c. Tahap Operasi Konkret. Tahap Operasi Konkret berlangsung Ketika
anak berusia 7-11 tahun. Tahap operasi konkret dinyatakan dengan
perkembangan sistem pemikiran yang hanya berdasar pada peristiwa-
peristiwa yang mereka alami secara langsung. (Utami, 2016). Menurut
(Schunk, 2008) pada tahap ini anak mulai mampu bersikap secara social
dan tidak egosentris, pertumbuhan kognitif terjadi secara pesat pada
tahap operasi konkret, selain itu anak-anak sudah mulai mampu berpikir
abstrak dan tidak hanya berdasar pada persepsi semata namun juga
berdasar pengalaman-pengalaman mereka.
d. Tahap Operasi Formal. Tahap Operasi formal terjadi Ketika anak
berusia 11 tahun keatas. Pada tahap ini anak sudah bisa menggunakan
nalarnya tanpa berhadapan langsung dengan situasi/objek. Pada tahap
ini, seorang remaja sudah dapat berpikir logis dan dapat mengambil
kesimpulan. (Utami, 2016). Selain itu, egosentrisme pada tahap ini akan
muncul Kembali tetapi dalam hal membandingkan kenyataan dengan
kondisi ideal sehingga mereka akan sering berpikir secara idealis.
(Schunk, 2008).

5. Bagaimana mekanisme belajar menurut Piaget? 238-239


Menurut Piaget, perkembangan kognitif dapat terjadi hanya ketika
ada ketidakseimbangan atau konflik kognitif. Maka, peristiwa harus
memunculkan sebuah gangguan dalam struktur-struktur kognitif anak
sehingga keyakinan mereka tidak sesuai dengan realitas yang mereka amati.
Nantinya, konflik kognitif ini akan diselesaikan oleh Ekuilibrasi melalui
asimilasi dan akomodasi. (Schunk, 2008).
Piaget juga berpendapat apabila perkembangan anak itu berlangsung
secara natural melalui interaksi Interaksi yang terjadi secara rutin dengan
lingkungan fisik dan sosial.(Schunk, 2008). Pemahaman dibangun
selangkah demi selangkah melalui partisipasi dan keterlibatan aktif dan
siswa tidak dapat dianggap pasif dalam setiap langkah atau tahap
perkembangan.(Nurfatimah, 2019).

6. Setelah memahami tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget,


bagaimana implikasi pembelajaran yang seharusnya diterapkan? 239-
240
Piaget menentukan teori dan penelitiannya memiliki implikasi-implikasi
bagi pengajaran sebagai berikut (Schunk, 2008):
a. Pahami Perkembangan Kognitifnya.
Setiap anak akan memiliki perkembangan kognitif yang berbeda-beda,
maka disini guru perlu memahami dimana level kognitif muridnya agar
bisa menentukan pengajaran yang sesuai dengan level kognitif siswa.
(Schunk, 2008). Apabila hal ini dilakukan dalam proses pengajaran,
guru akan lebih mudah dalam mengajar karena siswa diberikan konsep
yang sesuai dengan level kognitifnya maka akan lebih mudah paham.
b. Jaga Agar Siswa Tetap Aktif.
Piaget menolak keras tipe pembelajaran pasif. Menurutnya lingkungan
harus aktif memberikan anak stimulasi dan mewujudkan pembelajaran
dengan kegiatan-kegiatan yang membuat mereka mampu bereskplorasi
secara bebas dan aktif.(Schunk, 2008). Dengan begitu, anak akan mulai
belajar dari pengalaman yang mereka peroleh selama menjalani
pembelajaran aktif tersebut dan pengalaman itu akan lebih mudah
dipahami karena ia alami sendiri.
c. Ciptakan Ketidaksesuaian.
Dalam hal ini, proses belajar harus membuat siswa memahami materi
melalui ketidaksesuaian yang ada. Misalnya, guru memberikan soal
yang jawabannya mirip/menjebak dan jika siswa salah menjawabnya itu
tidak masalah sama sekali karena jawaban salah tersebut dapat
memunculkan ketidakseimbangan. Hal ini karena menurut Piaget
perkembangan akan terjadi saat input-input lingkungan tidak sesuai
dengan unsur kognitif siswa. (Schunk, 2008).
d. Memberikan Interaksi Sosial.
Interaksi social merupakan sumber utama perkembangan kognitif.
Dengan adanya interaksi social akan memungkinkan siswa menemui
cara berpikir yang tidak sejalan dengan mereka dan hal ini akan sangat
membantu agar siswa tidak egosentris. (Schunk, 2008).

7. Jelaskan lima prinsip dasar yang ada dalam teori sosiokultural


Vygotsky. 243
Vygotsky percaya bahwa interaksi sosial, perangkat kultural dan
aktivitas menentukan perkembangan dan pembelajaran individual.
(Supardan, 2016). Inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek
internal dan eksternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam
belajar. (Utami, 2016). Berikut adalah 5 prinsip yang ada pada teori
Vygotsky:
a. Interaksi-interaksi social itu penting. Vygotsky mengusulkan jika anak-
anak dalam proses pembelajarannya akan melibatkan interaksi antara
yang lebih dewasa atau dengan teman sebaya yang lebih mampu.
(Slavin, 2008). Interaksi social ini penting karena dengan metode ini
nantinya tidak hanya membuat siswa memahami hasil belajaranya,
tetapi siswa juga akan memahami proses memperoleh hasil tersebut. .
b. Pengaturan-diri dikembangkan melalui internalisasi (mengembangkan
sebuah representasi internal) dari Tindakan-tindakan dan operasi-
operasi mental yang terjadi dalam interaksi-interaksi social.(Schunk,
2008). Maksutnya adalah, individu harus mengembangkan pengaturan
diri dengan memasukkan nila-nilai yang diperoleh saat menjalin
interaksi social.
c. Perkembangan manusia terjadi melalui alat-alat kultural (Bahasa,
symbol-simbol) yang diteruskan dari orang ke orang (transmisi alat-
alat kultur). (Schunk, 2008).
d. Bahasa adalah alat kultural yang penting. Vygotsky menguslkan bahwa
anak-anak menggunakan Bahasa bukan hanya untuk komunikasi social
tetapi Bahasa digunakan anak dalam proses menyelesaikan tugas.
Vygotsky (1962) lebih lanjut berpendapat bahwa anak-anak kecil
menggunakan bahasa untuk merencanakan, membimbing, dan
memantau perilaku mereka.(Santrock, 2007).
e. Zona perkembangan proksimal (ZPD/ zone of proximal development).
zona perkembangan proksimal anak menandai berbagai tugas yang
mungkin tidak dapat dilakukan anak sendiri tetapi dapat dilakukan
dengan bantuan teman sebaya atau orang dewasa. (Slavin, 2008). Batas
bawah ZPD adalah tingkat keterampilan yang dicapai oleh anak yang
bekerja secara mandiri. Batas atas tuags yang bisa diselesaikan dengan
bantuan yang lebih mampu (Santrock, 2007).

8. Scaffolding, reciprocal teaching, peer collaboration, dan


apprenticeships merupakan aplikasi dari teori sosiokultural Vygotsky.
Jelaskan masing-masing aplikasi tersebut. 245-247
a. Scaffolding.
Ditahap awal pembelajaran guru/orang yang lebih mampu memberikan
bantuan pada anak dan seiring berjalannya waktu, bantuan tersebut
dikurangi secara perlahan dan meminta anak agar mampu
bertanggungjawab dalam proses belajarnya sendiri Ketika dia sudah
terlihat mampu. (Slavin, 2008). Sedangkan menurut (Khaliliaqdam,
2014) pada aplikasi ini Orang dewasa membiarkan anak bermain dengan
tugas yang berada di atas kemampuan anak saat ini kemudian mereka
hanya akan memberikan intervensi ketika dia mendapat kesulitan dan
membutuhkan bantuan. Dalam (Schunk, 2008) dijelaskan jika ada 5
fungsi dari penerapan Scaffolding ini, yaitu memberi dukungan,
berfungsi sebagai alat, memperluas jangkauan anak, memungkinkan
tugas yang awalnya tidak dapat diselesaikan sendiri menjadi
terselesaikan sendiri, menggunakannya sesuai untuk keperluan.
b. Reciprocal Teaching.
Reciprocal Teaching atau pembelajaran timbal balik merupakan dialog
interaktif antara guru dan siswa. (Schunk, 2008). Menurut (Royanto,
2012) Dalam pengajaran timbal balik, tanggung jawab individu
dikembangkan dengan berbagi pengetahuan umum. Maksutnya adalah
guru dan siswa memiliki peran masing-masing dan mereka wajib
bertukar pengetahuan pada prose belajar timbal balik ini. Berbagi
pengetahuan ini bisa dilakukan dengan adanya diskusi tanya jawab
antara guru dan siswa.
c. Peer Collaboration
Peer Collaboration atau kolaborasi dengan teman sebaya adalah
kegiatan Ketika siswa dan teman sebayanya bekerjasama dalam
menyelesaikan suatu tugas atau pemecahan masalah. (Schunk, 2008).
Penelitian menunjukkan jika proses pembelajaran akan lebih efektif
menggunakan metode ini karena minat sangat dipengaruhi oleh faktor
sosial (jika teman sebaya Anda tertarik pada sesuatu, kemungkinan
besar Anda akan tertarik juga). Selain itu, metode belajar ini efektif
karena masing-masing anak memiliki tanggungjawab dan tidak ada
yang boleh melanjutkan ke tahap sebelumnya apabila semuanya belum
memenuhi kompetensi. (Slavin, 2008).
d. Apprenticeships.
Istilah ini mengacu pada proses dimana sesorang akan belajar secara
bertahap dan memperoleh keahlian melalui interaksi dengan orang yang
ahli, baik orang dewasa atau rekan yang lebih tua atau lebih maju.
Misalnya, pekerja baru mempelajari pekerjaan mereka melalui bekerja
sama dengan para ahli yang memberikan contoh, dan kemudian para ahli
memberikan feedback kepada pekerja yang kurang berpengalaman,
kemudian secara bertahap mensosialisasikan pekerja baru ke dalam
norma dan perilaku profesi.(Slavin, 2008).

9. Apa yang dimaksud dengan private speech? Bagaimana peran private


speech dalam pembelajaran dan pembentukan self-regulation? 248-253
Private speech bagi Vygotsky merupakan alat pemikiran yang
penting dimasa awal pertumbuhan anak. Private Speech/ Tuturan pribadi
didefinisikan sebagai kegiatan berbicara pada diri sendiri dengan keras
(ucapan yang terdengar tidak ditujukan kepada orang lain), biasanya saat
terlibat dalam aktivitas. tuturan pribadi memberikan sudut pandang empiris
penting pada proses internalisasi tuturan social (Sawyer, 2016). Private
speech ini umumnya terjadi di usia 3-7 tahun dimana self-talk menjadi
kebiasaan bagi anak-anak. Kemudian di usia selanjutnya mereka sudah
mampu bertindak tanpa verbalisasi karena mereka telah menginternalisasi
self-talk mereka dalam bentuk ucapan batin, yang menjadi pikiran mereka.
(Slavin, 2008).
Misalnya, Ketika anak dihadapkan pada soal matematika, kemudian
dalam proses pengerjaannya ia munkin akan melakukan Private Speech
seperti “Aduh, soal ini susah sekali” beberapa saat lagi ia Kembali berbicara
“Ini jawabannya kurang tepat, bagian mana ya yang salah hitung”. Anak-
anak yang melakukan private speech lebih penuh perhatian dan dapat
menunjukkan kinerja yang lebih baik dari pada anak yang tidak melakukan
private speech. (Sa’ida, 2018)
Menurut Vygotsky, Private speech merupakan langkah awal seorang
anak belajar untuk menjadi lebih komunikatif. Saat mereka melakukan self-
talk, mereka menggunakan bahasa untuk mengatur perilaku mereka (Self-
Regulation) dan membimbing diri mereka sendiri. (Slavin, 2008).

10. Task design, Distribution of Authority, Recognition of students,


Grouping Arrangements, Evaluation practices dan Time allocation
(TARGET) adalah faktor yang ada dalam kelas pembelajaran.
Jelaskan bagaimana setiap faktor itu dapat mempengaruhi motivasi
pembelajar. 255-256
A. Task Design ( Rancangan Tugas).
Dimensi tugas merupakan perancangan kegiatan-kegiatan belajar dan
tugas-tugas. (Schunk, 2008). Dalam proses pembelajaran diperlukan
rancangan pembelajaran yang menarik seperti adanya tantangan untuk
siswa, suasana yang menyenangkan, variasi cara belajar. Dengan
menerapkan pembelajaran dengan kegiatan menarik, maka siswa akan
lebih mudah menentukan tujuan yang realistis, mengembangkan
keterampilan organisaasional, dan manajemen. Selain itu, proses
pembelajaran yang menarik akan membuat siswa mampu
menyelesaikan tugas dengan baik karena dikemas secara menarik.
B. Distribution of Authority.
Otoritas mengacu pada apakah siswa memperoleh tanggung jawab
untuk memimpin dan mengembangkan kemandirian serta mengontrol
aktivitas-aktivitas belajar mereka. (Schunk, 2008). Dalam hal ini guru
bisa membantu siswa dalam proses pembentukan otoritas dengan
menuntun siswa menyampaikan argumennya, ikut serta dalam
pengambilan keputusan, membuat siswa memilih, dan menerapkan
peran-peran sebagai pemimpin.(Schunk, 2008). Hal ini perlu dilakukan
agar siswa punya kendali terhadap dirinya sendiri dan akan memotivasi
mereka dalam belajar karena mereka merasa memiliki control atas
aktivitas-aktivitas belajar mereka.
C. Recognition of students. (pengakuan).
Menurut (Schunk, 2008) pengakuan disini merujuk pada bagaimana
guru menggunakan macam-macam imbalan, insenstif atau pujian dalam
proses belajar karena ini mampu membuat siswa lebih termotivasi dalam
proses belajar. Apabila siswa diberikan apresiasi terhadap hal-hal baik
yang mereka lakukan dalam proses belajar, ini akan menimbulkan
perasaan gembira pada siswa sehingga akan muncul semangat untuk
belajar lebih baik lagi agar mendapatkan imbalan yang serupa atau
bahkan lebih.
D. Grouping Arrangements (Pengelompokan).
Dimensi pengelompokan lebih berfokus bagaimana siswa bekerja sama
dengan teman sekelompoknya. (Schunk, 2008). Pengelompokan disini
harus dilakukan secara heterogeny, jadi siswa yang berkemampuan
tinggi ataupun rendah bisa dijadikan satu kelompok, selain membentuk
tanggung jawab, pengelompokan ini akan menimbulkan banyak
manfaat bagi masing-masing siswa.(Schunk, 2008). Bagi siswa yang
berkemampuan rendah, ia akan merasa kontribusinya dibutuhkan dalam
bekerja sama dan pada siswa yang berkemampuan tinggi akan
menimbulkan adanya rasa tanggungjawab yang lebih besar dalam suatu
kelompok karena ia merasa dirinya lebih mampu.
E. Evaluation practices
Evaluasi mencakup metode-metode untuk memantau dan menilai
pembelajaran siswa.(Schunk, 2008). Evaluasi yang dilakukan dalam
proses pembelajaran bermacam-macam, misalnya evaluasi bagaimana
pemahaman siswa terhadap materi yang diberikan. Dengan adanya
evaluasi dan penilaian ini mampu membangkitkan motivasi guru agar
kedepannya dapat merencanakan metode baru dalam pengajaran supaya
siswa mampu lebih memahami materi yang diberikan.
F. Time allocation.
Waktu merupakan karakteristik kesesuaian beban kerja, ritme
pengajaran, dan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas.
(Schunk, 2008). Kesesuaian antara pemberian tugas dengan jadwal
pengumpulan itu sangat penting karena dengan Memberikan siswa
kendali atas manajemen waktu dapat membantu siswa meredakan
kecemasan dan mendorong siswa mengatur dirinya dalam
menyelesaikan tugas. (Schunk, 2008).
11. Bagaimana implicit theory (fixed mindset dan growth mindset)
mempengaruhi motivasi pembelajar? 257
1. Fixed Mindset.
Siswa yang memiliki fixed mindset akan beranggapan jika kemampuan
yang mereka miliki adalah suatu bawaan dan tidak bisa diubah sekeras
apapun berusaha karena diluar kendalinya. (Schunk, 2008). Individu
yang memiliki fixed minset akan menyerah dan tidak mau mencoba jika
diberikan suatu tantangan atau kesulitan. Maka, siswa dengan fixed
mindset tidak akan menunjukkan usaha yang lebih dalam menghadapi
suatu situasi. Dalam proses pembelajaran, siswa dengan fixed mindset
tidak akan semangat mengikuti pembelajaran dan sulit dalam
mengembangkan potensi karena mereka cenderung pasrah.
2. Growth Mindset.
Siswa dengan Growth mindset meyakini jika kemampuan yang ada
dalam diri mereka itu adalah hal yang dapat dtingkatkan dengan belajar.
(Schunk, 2008). Jika dihadapkan pada tugas-tugas yang sulit mereka
akan tertantang menyelesaikannya dengan mencari strategi pemecahan
tugas dan aktif bertanya serta mencari sumber agar tugas tersebut
mampu ia selesaikan. Siswa dengan Growth mindset akan menunjukkan
usaha yang lebih karena mereka percaya jika potensinya mampu
dikembangkan jadi mereka termotivasi untuk meningkatkan potensi
tersebut.

12. Bagaimana teachers expectation terbentuk? Bagaimana expectation itu


berpengaruh pada pembelajar. 258-260
Teachers Expectation atau harapan guru akan terbentuk saat awal
tahun ajaran. Disini, guru-guru akan membentuk harapan berdasarkan
Interaksi yang terjadi di awal pertemuan antara guru dengan siswa dan
mempertimbangkan informasi-informasi dalam catatan-catatan yang
diterima guru sebelum memulai mengajar. (Schunk, 2008). Jika ekspektasi
guru disini sudah terbentuk, mereka mungkin akan mulai memperlakukan
siswa dengan cara yang berbeda-beda sesuai dengan harapan-harapan yang
mereka miliki terhadap masing-masing siswa.(Schunk, 2008). Hal ini
senada dengan pendapat (Santrock, 2007) bahwa Guru sering memilikil
harapan positif yang lebih positif untuk siswa berkemampuan tinggi
daripada siswa berkemampuan rendah, dan harapan ini cenderung
mempengaruhi perilaku.
Harapan guru yang sesuai bagi siswa dapat meningkatkan
pembelajaran hal ini bisa dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat
kesulitan materi bagi siswa berdasarkan pencapaian mereka sebelumnya.
Ketika harapan harapan guru tidak sesuai dengan siswa maka kinerja belajar
siswa akan sulit diubah dan mungkin akan menjadi menurun sesuai dengan
harapan-harapan tersebut.(Schunk, 2008).
Ketika harapan-harapan guru telah terbentuk guru dapat
menyampaikannya kepada siswa melalui beberapa cara seperti iklim social
emosional, input verbal,output verbal, dan umpan balik. Iklim social-
emsoional bisa berupa kontak mata, anggukan kepala dan Tindakan lain
yang bersahabat. Input verbal bisa berupa memberi siswa kesempatan untuk
mempelajari materi baru dengan tingkat kesulitan yang berbeda. Output
verbal lebih mengacu pada jumlah dan lamanya interaksi akademik. Umpan
balik bisa berupa penggunaan pujian dan kritik pada siswa. (Schunk, 2008).
Dengan guru memberikan 4 hal tersebut dalam menyampaikan harapan,
maka siswa akan memahami apa yang menjadi harapan guru dan mereka
akan termotivasi untuk memenuhi harapan tersebut.

13. Jelaskan apa yang dimaksud dengan self-fulfilling prophecies? 259


Self-Fulfilling Prophecy adalah situasi dimana individu punya
keyakinan atau kepercayaan terhadap suatu situasi baik negatif atau positif
dapat mengarahkan perilaku tanpa disadari. Hal ini sendada dengan
pendapat Menurut (Madon et al., 2011) bahwa self-fulfilling prophecy
terjadi ketika keyakinan salah seorang pengamat mempengaruhi bagaimana
dia memperlakukan target yang, pada gilirannya, membentuk perilaku
target berikutnya ke arah keyakinan yang awalnya salah. Pemikiran negatif
yang tidak terhitung akan memiliki cara untuk menjadi ramalan yang
terpenuhi dengan sendirinya tanpa disadari(Santrock, 2007).
Jadi, self-Fulfilling prophecy merupakan suatu kondisi dimana
sesorang memiliki keyakinan negative/positif yang aman keyakinan itu
nantinya dapat menjadi sebuah kenyataan. Misalanya, jika seseorang dari
awal sudah merasa bahwa ia tidak mampu mengerjakan suatu tugas, maka
pemikiran negative itu akan terpenuhi secara tidak sadar.
14. Apa saja 4 komponen prinsip APA yang mnekankan pada learner-
centered? 264
A. Factor-faktor Kognitif dan Metakognitif.
• Sifat dari proses pembelajaran. Bahasan yang kompleks akan
efektif jika dilakukan secara sengaja karena ini akan melibatkan
membangun makna dari informasi dan pengalaman
individu.(Schunk, 2008).
• Tujuan dari proses pembelajaran. Seorang siswa yang berhasil
akan dapat menciptakan representasi pengetahuan yang
bermakna dan koheren. (Schunk, 2008).
• Konstruksi pengetahuan. Dalam hal ini siswa dikatakan berhasil
jika ia mampu menstruksikan pengetahuan yang baru diperoleh
dengan informasi yang sudah diketahui kemudian direpresentasi
dengan pengetahuan yang bermakna. (Schunk, 2008).
• Pemikiran strategis. Siswa yang berhasil dapat menciptakan dan
menggunakan kumpulan strategi pemikiran dan penalaran dalam
menjalani pembelajaran yang kompleks. (Schunk, 2008).
• Berpikir tentang pikiran. Siswa mampu menggunakan strategi
dengan tingkatan yang lebih tinggi untuk memilih dan
memantau kerja kerja mental dapat memfasilitasi pemikiran
yang kreatif dan kritis. (Schunk, 2008).
• Pembelajaran. Pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan termasuk budaya teknologi dan praktik-praktik
pengajaran. (Schunk, 2008).

B. F aktor-faktor motivasional dan Afektif


• Pengaruh motivasional dan emosional terhadap pembelajaran.
Apa yang dipelajari dan seberapa banyak yang dipelajari
dipengaruhi oleh motivasi belajar yang dipengaruhi oleh kondisi
kondisi emosional keyakinan minat dan tujuan serta kebiasaan
berpikir dari siswa.(Schunk, 2008).
• Motivasi intrinsik untuk belajar. Motivasi intrinsik distimulasi
oleh tugas-tugas dengan kebaruan dan kesulitan yang optimal
tugas-tugasnya relevan dengan minat minat personal dan tugas-
tugas yang menawarkan pilihan dan kontrol personal.(Schunk,
2008).
• Efek-efek motivasi terhadap upaya. Penguasaan pengetahuan
dan keterampilan yang kompleks membutuhkan usaha dan
praktik terarah yang lebih besar dari siswa tanpa motivasi belajar
siswa kemampuan untuk mencurahkan usaha ini tidak akan
mungkin tanpa dipaksa.(Schunk, 2008).
C. Faktor perkembangan dan sosial.
• Pengaruh pengaruh perkembangan terhadap pembelajaran.
Setiap siswa memiliki perkembangan dan kesempatan yang
berbeda-beda maka harus diperhitungkan dengan matang agar
pembelajaran terjadi secara merata. (Schunk, 2008).
• Pengaruh pengaruh sosial terhadap pembelajaran. Oleh
interaksi-interaksi sosial hubungan interpersonal dan
komunikasi dengan orang lain.(Schunk, 2008).

D. Faktor-faktor perbedaan individu.


• Perbedaan perbedaan individual dalam pembelajaran.
Memiliki strategi pendekatan dan kapabilitas belajar yang
berbeda-beda yang merupakan sebuah fungsi dari pengalaman
sebelumnya dan faktor keturunan.(Schunk, 2008).
• Saran dan keragaman. Pembelajaran akan paling efektif ketika
perbedaan perbedaan linguistik kultural dan latar belakang sosial
siswa diperhitungkan. (Schunk, 2008).
• Standar-standar dan penilaian. Menentukan standar-standar
yang tinggi dan menantang yang sesuai serta menilai siswa dan
kemajuan belajar termasuk Penilaian diagnostik proses dan hasil
merupakan bagian dari integral dari proses belajar. (Schunk,
2008).

15. Jelaskan dengan singkat apa dan bagaimana itu discovery learning,
inquiry teaching, peer-assisted learning, discussion and debate, dan
reflective teaching. 266-272
a. Discovery learning. Menurut (Santrock, 2007) Discovery learning
adalah proses belajar di mana siswa membangun pemahaman mereka
sendiri. Awal proses learning discovery siswa harus mencari tahu
sendiri tetapi kemudian di modifikasi agar lebih efektif dengan situasi
dimana siswa masih didorong untuk mengkonstruksi pemahaman
mereka, tetapi dengan bantuan pertanyaan dan arahan yang dipandu
guru. Discovery Learning merupakan salah satu jenis penalaran induktif
yang mana siswa bergerak dimulai dari mempelajarai contoh-contoh
spesifik ke merumuskan aturan-aturan,konsep-konsep, dan prinsip-
prinsip umumnya.(Schunk, 2008). Dalam Discovery Learning
permasalahan yang dimunculkan direkayasa oleh guru, agar siswa dapat
menganalisis dan mengambil kesimpulan akhir (Abidin, 2013).
b. Inquiry Teaching(Pembelajaran berbasis penelitian).
Pembelajaran berbasis penelitian bertujuan untuk mendorong siswa
menggunakan nalarnya, mendapat prinsip-prinsip umum, dan
mengaplikasikannya pada situasi-situasi terbaru. Pembelajaran berbasis
penelitian akan dilakukan merumuskan dan menguji hipotesis,
membedakan kondisi, Menyusun prediksi, dan dan menentukan kapan
prediksi membutuhkan lebih banyak informasi.(Schunk, 2008). Di
pembelajaran berbasis penelitian tutor harus menjalani pelatihan
ekstensif agar mampu menguji kemampuan siswa. Siswa harus
memiliki pengetahuan yang cukup tentang konsep-konsep dasar agar
mampu menggunakan keterampilan dalam proses pemecahan masalah
dalam model pembelajaran ini. (Schunk, 2008).
c. Peer-assisted
Menurut (Slavin, 2008) Peer-assisted merupakan Sebuah metode
pembelajaran kooperatif terstruktur di mana siswa bekerja berpasangan,
bergiliran sebagai guru dan pembelajar, menggunakan strategi
metakognitif tertentu. Dari sudut pandang siswa, PAL adalah strategi
pembelajaran kolaboratif dan kooperatif yang menawarkan berbagai
keuntungan seperti interaksi yang erat antara tutee dan tutor. Hubungan
yang erat ini dapat memfasilitasi diskusi kelompok yang mungkin tidak
bisa terjadi dengan pengajar yang cenderung membawa suasana
pengajaran yang formal. (Abedini et al., 2013).
d. Discussion and Debate
Diskusi adalah proses pembelajaran yang akan membahas suatu topik
yang melibatkan permasalahan kompleks dan kontroversial yang
melibatkan pembentukan kelompok. (Schunk, 2008). Salah satu jenis
dari diskusi adalah debat dimana dalam proses belajar ini siswa secara
selektif memaparkan argument mereka terhadap suatu topik. (Schunk,
2008) .
e. Reflective Teaching
Pengajaran reflektif didasarkan pada pengambilan keputusan yang
Cermat yang memperhitungkan pengetahuan tentang siswa konteks
proses-proses psikologi pembelajaran dan motivasi dan pengetahuan
tentang diri sendiri. (Schunk, 2008). Mengajar reflektif dibilang berhasil
saat guru mampu menelaah secara mendalam apa saja yang terjadi saat
proses belajar berlangsung.

16. Apa yang harus dimiliki oleh pengajar agar menjadi reflective
teacher?273-274
Dalam (Schunk, 2008) disebutkan jika ada 3 hal yang harus dimiliki oleh
seorang pengajar agar bisa menjadi Refelctive Teacher, yaitu:
1. Guru harus memiliki pengetahuan personal.
Pengetahuan personal yang harus dimiliki guru meliputi pengetahuan
mata pelajaran, pengetahuan tentang keguruan, pengetahuan tentang
kemampuan setiap siswa. Pengetahuan personal adalah hal yang penting
karena mampu membentuk landasan dalam upaya meningkatkan
kinerja. (Schunk, 2008). Maka Untuk mengembangkan pengetahuan
personal ini, guru bisa melakukan perenungan terhadap poin-poin
tersebut dan menilainya atau secara singkat guru bisa melakukan
introspeksi.
2. Guru harus memiliki pengetahuan professional.
Guru harus melakukan pengamatan tentang pengetahuan professional
mereka dan menemukan bahwa terdapat kekurangan-kekurangan yang
harus diperbaiki . (Schunk, 2008). Dalam hal untuk mengembangkan
pengetahuan professional ini, guru bisa mengikuti perkembangan
terbaru yang ada dalam profesi keguruan. Selain itu guru juga bisa
bergabung di organisasi yang sesuai dengan profesi mereka, rajin
membaca jurnal-jurnal, mengikuti kuliah.
3. Guru harus memiliki Perencanaan dan Penilaian.
Guru-guru yang reflektif akan Menyusun rencana yang bertujuan dapat
merangkul semua siswa tanpa terkecuali. Ketika siswa mengalami
kesulitan dalam memahami materi, guru yang reflektif akan langsung
memikirkan metode baru apa yang bisa membantu siswa dalam
pemahamannya. Selain itu, guru-guru yang reflektif juga akan
memikirkan bagaimana mereka dapat memberikan nilai pada proses
belajar siswa. (Schunk, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Abedini, M., Mortazavi, F., Javadinia, S. A., & Moonaghi, H. K. (2013). A New
Teaching Approach in Basic Sciences: Peer Assisted Learning. Procedia -
Social and Behavioral Sciences, 83, 39–43.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2013.06.008

Abidin, Yunus. (2013). Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum


2013. Refika Aditama. Bandung.

Khaliliaqdam, S. (2014). ZPD, Scaffolding and Basic Speech Development in EFL


Context. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 98, 891–897.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.03.497

Madon, S., Willard, J., Guyll, M., & Scherr, K. C. (2011). Self-fulfilling prophecies:
Mechanisms, power, and links to social problems. In Social and Personality
Psychology Compass (Vol. 5, Issue 8, pp. 578–590).
https://doi.org/10.1111/j.1751-9004.2011.00375.x

Nurfatimah, S. (2019). IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR


KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN SAINS. Humanika,
Kajian Ilmiah Mata Kuliah Umum, 19(2), 121–138.

Pritchard, A. (2008). Ways of Learning Learning theories and learning styles in the
classroom Second edition.

Royanto, L. R. (2012). The Effect of An Intervention Program based on Scaffolding


to Improve Metacognitive Strategies in Reading: A Study of Year 3
Elementary School Students in Jakarta. Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 69, 1601–1609. https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2012.12.105

Sa’ida, N. (2018). BAHASA SEBAGAI SALAH SATU SISTEM KOGNITIF


ANAK USIA DINI. PEDAGOGI: Jurnal Anak Usia Dini Dan Pendidikan
Anak Usia Dini, 4(2), 16–22.

Santrock, J. W. (2007). Educational psychology.


Sawyer, J. (2016). In what language do you speak to yourself? A review of private
speech and bilingualism. In Early Childhood Research Quarterly (Vol. 36, pp.
489–505). Elsevier Ltd. https://doi.org/10.1016/j.ecresq.2016.01.010

Schunk, D. H. (2008). Learning theories : an educational perspective. Pearson.

Slavin, R. E. (2008). Educational Psychology : theory and practice.

Sudarsana, I. K. (2018). Optimalisasi Penggunaan Teknologi Dalam Implementasi


Kurikulum Di Sekolah (Persepektif Teori Konstruktivisme). Cetta: Jurnal
Ilmu Pendidikan, 1(1), 8–15.

Supardan, H. D. (2016). TEORI DAN PRAKTIK PENDEKATAN


KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN. Edunomic: Jurnal
Pendidikan Ekonomi, 4(1).

Utami, I. G. A. L. P. (2016). TEORI KONSTRUKTIVISME DAN TEORI


SOSIOKULTURAL: APLIKASI DALAM PENGAJARANBAHASA
INGGRIS. Prasi: Jurnal Bahasa, Seni, Dan Pengajarannya, 11(01).

Anda mungkin juga menyukai