Anda di halaman 1dari 7

HUBUNGAN ANTARA KONSTRUKTIVISME RADIKAL DAN

TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF JEAN PIAGET

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH


LANDASAN PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN
Yang diampu oleh Dr. I Nengah Parta, S.Pd., M.Si

Disusun Oleh:
Aziz Rizky Muhdiyanto
NIM.190311867203

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
S2 PENDIDIKAN MATEMATIKA
SEPTEMBER 2019
Pembahasan
Kemampuan kognitif didefinisikan sebagai kapabilitas mental dari setiap
individu, kapabilitas yang dimaksud terkait dengan kemampuan penalaran,
pemecahan masalah, perencanaan, berpikir abstrak, pemahaman ide yang
kompleks, dan pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman (Gottfredson, 1997).
Kemampuan berpikir manusia sejatinya akan berkembang seiring bertambahnya
usia. Proses berkembangnya kemampuan berpikir tersebut biasa disebut dengan
perkembangan kognitif. Dalam kaitannya proses perkembangan kognitif manusia,
terdapat beberapa teori yang membahas hal tersebut.
Teori kognitif menjelaskan bagaimana perilaku seseorang dapat berubah
berdasarkan persepsi setiap individu dalam memroses, menyimpan, dan
menglarifikasi sebuah informasi (Iqbal, 2015). Teori perkembangan kognitif
dikembangkan oleh Jean Piaget (1896-1980). Teorinya memberikan banyak konsep
utama dalam psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap konsep
perkembangan kecerdasan. Piaget menggunakan konstruksi skema (scemes),
asimilasi (assimilation), akomodasi (accommodation), dan keseimbangan
(equilibration) untuk menggambarkan proses perkembangan kognitif (Wadsworth,
1989).
Skema adalah pola perilaku yang ditunjukkan anak-anak ketika berhadapan
dengan benda-benda tertentu. Dalam kasus anak-anak, skema bisa dilihat sederhana
seperti pola perilaku yang ditunjukkan oleh seorang anak dalam menangkap suatu
objek dalam jangkauannya. Tetapi hal ini menjadi kompleks untuk orang dewasa,
skema ditunjukkan ketika mereka mencoba memecahkan masalah matematika yang
rumit. Asimilasi adalah proses memperoleh informasi baru dan memasukkannya ke
dalam struktur kognitif individu untuk memahami dunia di sekitar mereka. Melalui
proses asimilasi, informasi baru yang masuk menjadi bagian dari yang lama..
Sebaliknya, akomodasi terjadi ketika seseorang mencoba memodifikasi skema
lama untuk mendapatkan informasi baru dalam struktur kognitifnya (Gallagher,
2002). Misalnya ketika anak pertama kali belajar makan menggunakan sendok
untuk mengambil makanan di piring mereka (asimilasi). Anak mungkin kesulitan
ketika ingin mengambil lauk (misal, ikan) menggunakan sendok, kemudian ia
belajar menggunakan garpu sebagai solusi kesulitan tersebut (akomodasi).

2
Selanjutnya, Piaget mengatakan bahwa ketika individu gagal menangani situasi
baru dengan bantuan skema lama, akan terjadi semacam ketidakseimbangan
(inequilibrium). kemudian individu mengembangkan skema baru atau mengadopsi
yang lama sampai keseimbangan dipulihkan. Proses memulihkan keseimbangan ini
disebut equilibration (Gallagher, 2002).
Piaget menyatakan bahwa struktur pemikiran seorang anak bertransformasi
dalam tahapan tertentu dari waktu ke waktu (Mascolo, 2015). Piaget membagi
periode perkembangan ini menjadi empat tahap, ia menyebut keempat tahap ini
sebagai sensorimotor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal
(Danoebroto, 2015). Tahap-tahap tersebut disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 1. Tahap-tahap perkembangan kognitif (Jean Piaget)
Tahap/Usia Karakteristik
1. Sensorimotor • Belajar melalui meniru dan mengingat
(0 − 2 tahun) • Belajar melalui refleks
• Mulai mengenali benda-benda

2. Praoperasional • Secara bertahap mengembangkan


(2 − 7 tahun) penggunaan bahasa dan kemampuan berpikir
• Mampu berpikir logis dalam satu hal
• Belum bisa melihat dari sudut pandang orang
lain

3. Operasional Konkret • Mampu menyelesaikan masalah konkrit


(7 − 11 tahun) secara logis
• Mampu menglasifikasi atau mengkategorikan
sesuatu

4. Operasional Formal • Mampu menyelesaikan masalah abstrak


(11 tahun –dewasa) secara logis
• Berpikir lebih ilmiah
• Mengembangkan kekhawatiran tentang
masalah sosial
Sumber : Iqbal, H. M. (2015)
Selanjutnya, teori perkembangan kognitif Jean Piaget dikategorikan pada
aliran konstruktivis, dimana teori tersebut juga menjadi salah satu cikal bakal
berkembangnya konstruktivisme (Danoebroto, 2015). Menurut Piaget
konstruktivisme beranggapan bahwa manusia membuat pengetahuan dan makna
tentang sesuatu dari interaksi pengalaman dan pikiran mereka. Dalam

3
konstruktivisme, peserta didik aktif untuk belajar, mereka membangun sendiri
pengetahuan, keterampilan dan perilakunya. Peserta didik mencari arti apa yang
mereka pelajari secara mandiri. Mereka membuat penalaran dengan apa yang
dipelajarinya, dengan cara mencari makna, membandingkan dengan apa yang telah ia
ketahui dengan pengalaman dan situasi baru (Poedjiadi, 2005). Von Glasersfeld
(1989) mendefinisikan konstruktivisme merupakan salah satu aliran filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan hasil
konstruksi kita sendiri. Stearns (tanpa tahun) beranggapan bahwa konstruktivisme
adalah sebuah pendekatan pembelajaran dimana peserta didik tidak akan
memeroleh pengetahuan apabila hanya diberikan informasi fakta saja. Setiap
peserta didik harus menciptakan pengetahuan dari awal berdasarkan
pengalamannya sendiri. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan
bahwa konstruktivisme adalah pengetahuan yang diperoleh dari hasil konstruksi
manusia tentang sesuatu berdasarkan pengalaman-pengalaman hidupnya.
Menurut Suparno (2001) secara garis besar prinsip-prinsip konstruktivisme
adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun
secara sosial; (2) pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan
keaktifan siswa sendiri untuk bernalar; (3) siswa aktif mengkonstruksi secara terus
menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci,
lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah; (4) guru berperan membantu
menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.
Seiring dengan perkembangan zaman, beberapa pendapat tentang pendekatan
konstruktivisme mulai bermunculan. Salah satu yang terkenal adalah kontrukvisme
radikal yang dikemukakan oleh von Glasersfeld (1984). Ia menemukan adanya
perbedaan antara ide yang dikemukakan oleh Piaget dengan aplikasi dalam
pembelajaran yang selama ini dilakukan oleh orang-orang dengan pandangan
konstruktivisme yaitu pemisahan konsep akomodasi dan asimilasi. Von Glaserfeld
(1996) berpendapat bahwa proses asimilasi dan akomodasi tidak dapat dipisahkan,
karena akomodasi tidak dapat terbentuk tanpa adanya asimilasi sehingga saling terkait
satu sama lain. Karena perbedaan tersebut, munculah istilah konstruktivisme radikal
oleh Von Glaserfeld. Konstruktivisme radikal adalah gagasan bahwa semua
pembelajaran harus dikonstruksi, dan tidak ada alat atau instruksi yang membantu
proses konstruksi pengetahuan, termasuk guru atau buku teks (Stearns, tanpa tahun).

4
Maka dari itu, konstruktivisme radikal dat diartikan sebagai teori pembelajaran yang
mengasumsikan bahwa pengetahuan itu sesuatu yang dikonstruksikan secara
mandiri dengan mengesampingkan pengaruh orang lain.
Berdasarkan definisi konstruktivisme dan konstruktivisme radikal, setiap
individu mengonstruksi pengetahuan yang diperoleh berdasarkan pengalaman
sebelumnya. Dari definisi tersebut kita dapat melihat bahwa kontruktivisme selalu
ada pada setiap tahap perkembangan pada teori perkembangan kognitif Piaget
sebelumnya. Konstruktivisme ada dalam tahap asimilasi dan akomodasi, dimana
proses pembentukan pengetahuan dikonstruksi berdasarkan pengalaman individu
itu sendiri.
Kontruktivisme radikal berperan langsung pada tahap-tahap perkembangan
kognitif seseprag. Pada tahap sensorimotor (0 − 2 tahun), proses konstruksi
pengetahuan didasarkan pada insting bawaan manusia dan rasa ingin tahu.
Misalnya, bayi mencoba merangkak, berdiri, dan berjalan karena melihat orang lain
juga melakukan hal tersebut. Pada rentang usia seperti ini anak mencoba
mempelajari sesuatu dengan cara melihat, memegang, bahkan mencoba
memakannya. Hal itu terjadi karena si anak mencoba mengontruksi
pengetahuannya sendiri. Selanjutnya pada tahap praoperasional (2 − 7 tahun)
seorang anak mulai berbicara dengan bahasa yang diperoleh dari orang di sekitanya,
misal orang tua. Pada tahap ini proses kontruktivisme radikal ada ketika anak mulai
bermain dengan benda-benda dan berinteraksi dengan orang lain. Ia akan
mengonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman yang ia alami sendiri.
Terkadang proses kontruksi pengetahuan ini belum optimal sehingga seringkali kita
menemui anak yang berbicara tapi tidak pada konteks pembicaraannya atau dia
sendiri tidak tahu apa yang dia katakan. Pada tahap operasional konkret (7 − 11
tahun) proses konstruksi pengetahuan mulai berkembang. Anak sudah mampu
menganalisis sesuatu yang bersifat konkrit. Misalnya anak sudah mampu
mengonstruksi pengetahuan tentang konsep berhitung dengan adanya contoh
konkrit seperti penjumlahan beberapa buah. Proses kontruksi pengetahuan
didasarkan pada pengalaman yang ia alami di lingkungannya. Selanjutnya pada
tahap operasional formal (11 tahun –dewasa), individu sudah mulai berpikir secara
ilmiah, bisa melihat sebab akibat suatu kejadian. Proses konstruksi pengetahuan

5
diperoleh dari pengalamannya dalam mengahadapi sesuatu. Pada tahap ini proses
kontruksi radikal terjadi ketika ia gagal dalam melakukan atau menyelesaikan suatu
pekerjaan, selanjutnya ia mencoba membuat cara baru untuk dijadikan solusi atas
permasalahan tersebut. Proses kontruksi pengetahuan seperti ini bisa dikategorikan
pada konstruktivisme radikal.

6
Daftar Rujukan
Danoebroto, S. W. 2015. “Teori Belajar Kontruktivis Piaget dan Vygotsky”.
Indonesian Digital Journal of Mathematics and Education 2 (3) : 191-198.
Gallagher, J.M., Reid, D.K., 2002. The Learning Theory of Piaget and Inhelder.
New York : Authors Choice Press.
Glassersfeld, Von. 1989. “Cognition, Construction of Knowledge and Teaching”.
Synthese 80(1) :121-140.
Gottfredson, L.S. 1997. “Mainstream science on intelligence: an editorial with 52
signatories, history, and bibliography”. Intelligence 24 : 13–23.
Iqbal, H. M. 2015. “Cognitive Development, Educational Theories of”.
International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences, 2nd edition.
4 : 51 – 57.
Mascolo, M. F. 2015. “Neo-Piagetian Theories of Cognitive Development”.
International Encyclopedia of the Social & Behavioral Sciences, 2nd edition.
16 : 501-509.
Poedjiadi, A. 2005. Sains Teknologi Masyarakat; Model Pembelajaran Kontekstual
Bermuatan Nilai. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Suparno, P. 2001. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius.
Stearns, Clio. tanpa tahun. “Radical Constructivism in Mathematical Education:
Definition & Overview”. Diakses pada 20 September 2019
(https://study.com/academy/lesson/radical-constructivism-in-mathematical-
education-definition-lesson-quiz.html)
Wadsworth, B.J. 1989. Piaget’s of Theory of Cognitive and Affective Development,
fourth edition. New York : Longman.

Anda mungkin juga menyukai