Anda di halaman 1dari 15

PENDIDIKAN DASAR K12

Nama: Lutfiah Fitrianisa


NIM: 11020120067
Kelas: G2.4

Jawab pertanyaan berikut

Reading
1. Jelaskan 3 tujuan pembelajaran reading menurut Steve Stahl (2002) !
Tujuan utama dalam membaca merupakan untuk menggali serta mendapat informasi, merangkum
isi, dan mengetahui makna bacaan. Lebih lanjut, Menurut steve stahl, 3 tujuan utama pembelajaran
membaca adalah sebagai berikut (Santrock, 2017) :
a. Secara otomatis dapat mengenali kata=kata. Ini merupakan satu Langkah utama yang penting
dalam pembelajaran membaca. Siswa diharapkan mampu mengenali kata-kata dalam suatu
teks dan secara bersamaan diharap mampu menambah lebih banyak kosakata mereka. Hal ini
perlu diperhatikan dan penting dilakukan supaya dalam proses pembelajaran mereka mampu
memahami bacaan yang mereka baca karena sudah mengenali kata-kata.
b. Memahami teks. Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa pemahaman teks dapat dilakukan
seorang siswa apabila mereka sudah mengenali kata-kata. Proses pemahaman teks dalam
pembelajaran mungkin memakan waktu yang sedikit lebih lama karena siswa harus bisa
menginterpretasikan apa yang mereka baca dengan cara mereka sendiri. Siswa dikatakana
mampu memahami teks ketika mereka mampu menjelaskan ulang apa yang mereka baca
dengan Bahasa mereka sendiri.
c. Menjadi termotivasi dan menghargai bacaan. Tujuan pembelajaran membaca tidak lain dan
tidak bukan adalah untuk meningkatkan minat literasi siswa. Siswa dapat memiliki motivasi
dalam membaca ketika mereka merasa mampu untuk memahami apa yang mereja baca. Jika
siswa mengalami kesulitan dalam memahami sebuah bacaan, maka itu akan menurunkan
motivasi mereka untuk membaca lagi. Selain itu, siswa yang mampu memahami apa yang
mereka baca akan lebih menghargai bacaan karena mereka bisa menyerap dan
mengimplementasikan bacaan yang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, dengan itu
sebuah bacaan akan terasa lebih berharga karena dapat menambah value siswa.

2. Uraikan 3 proses kognitif ketika membaca menurut Mayer (2008)!


Analisis oleh Rich Mayer (2004, 2008) berfokus pada proses kognitif yang perlu dilalui
seorang anak untuk membaca kata yang dicetak. Dalam pandangannya, ketiga proses tersebut
adalah sebagai berikut (Santrock, 2017):
a. Menyadari satuan bunyi dalam kata, yang terdiri dari pengenalan fonem. Seorang anak harus
memahaami bunyi dalam setiap kata yang diucapkan. Sebuah kata akan terdiri dari fonem yang
tersusun dari huruf-hurf. Anak harus memahami bagaimana kata-kata itu tersusun hingga
membentuk suatu kata yang akan berakhir dengan bunyi. Pemahaman ini bisa diperoleh ketika
mereka memberi atensi penuh ketika seseorang mengungkapkan suatu kata, kemudian akan
terjadi pengenalan fonem yang mana anak akan meniru dan mengulang bagaimana bunyi suatu
kata seperti yang disuarakan oleh orang sebelumnya. Apabila anak tidak dapat menyadari
satuan bunyi kata, maka anak akan kesulitan dalam mengungkapkan apa yang ada di dalam
suatu teks maupun yang dibicarakan oleh oranglain.
b. Decoding kata, yang melibatkan pengubahan kata tercetak menjadi bunyi. Setelah memahami
fonem dalam suatu kata dan cara pengucapannya, maka anak baru bisa mengubah kata tersebut
menjadi bunyi seperti seharusnya. Pemahaman mengenai fonem bisa diperoleh saat mereka
memberi atensi penuh swaktu seseorang mengungkapkan suatu kata, kemudian akan terjadi
pengenalan fonem yang mana anak akan meniru dan mengulang bagaimana bunyi suatu kata
seperti yang disuarakan oleh orang sebelumnya. Dari sini sebuah fonem berubah menajdi kata,
dan kata akhirnya berubah menjadi bunyi. Decoding adalah proses membaca kata-kata dalam
teks. Ketika seorang anak membaca kata-kata 'Bola besar,' misalnya, perlu untuk memahami
apa huruf yang, suara yang dibuat oleh setiap huruf dan bagaimana mereka berbaur bersama-
sama untuk membuat kata-kata.
c. Mengakses makna kata, yang terdiri dari menemukan mental representasi makna kata. Jika
pada tahap decoding kata anak sudah mampu mengubah kata menjadi bunyi, maka pada proses
kognitif terakhir seorang anak dapat memberikan makna dalam suatu kata. Ini bisa diperoleh
apabila anak sudah bisa membaca dengan lancer sehingga selama membaca akan timbul
pemaknaan terhadap suatu bacaan, bukan hanya makana dari satu kata tetapi makna dari
rangkaian kata yang tersusun menjadi teks.

3. Bandingkan phonic approch dengan whole-language approach dalam reading!


a. Phonic Approach. Santrock menjelaskan bahwa Pendekatan phonics menekankan bahwa
instruksi membaca harus fokus pada phonics dan aturan dasar untuk menerjemahkan simbol
tertulis ke dalam suara. (Santrock, 2017). Menurut (Padmisari Ningrum & Oenfiati, 2013)Metode
pendekatan Phonik ini lebih banyak mentikberatkan pada proses belajar mengenai symbol-
simbol tulisan yang nantinya dapat disusun menjadi sebuah kata yang memiliki makna. Metode
phonic ini sangat membantu menunjuang proses belajar bagi anak-anak yang baru mulai
belajar membaca. Dalam prosesnya, pendekatan phonic ini dapat diimplemementasikan dalam
2 bentuk yaitu analitik dan sintetik analitik prosedur mengacu pada analisis sebuah kata
dimulai dengan mengurai kata tersebut menjadi huruf-huruf. Kemudian jika sintetik prosedur
dimulai dengan mengenali huruf-huruf dahulu dalam sebuah kata, kemudian baru
mencampurkan huruf tersebut hingga tersusun menjadi sebuah kata.
b. Whole-Language Approach. Pendekatan ini menekankan bahwa instruksi membaca harus
paralel dengan pembelajaran bahasa alami anak-anak. Bahan bacaan harus utuh dan bermakna.
Artinya, anak-anak harus diberikan materi dalam bentuk yang lengkap, seperti cerita dan puisi,
sehingga mereka mulai memahami fungsi komunikatif bahasa. Membaca harus dihubungkan
dengan keterampilan mendengarkan dan menulis (Santrock, 2017). Hal ini senada dengan
pendapat (Erlina et al., 2016) bahwa pendekatan Whole Language menganggap bahasa sebagai
keseluruhan. Lebih lanjur, Whole Language adalah cara menyatukan pandangan bahasa,
pembelajaran, siswa dan guru sebagai dasar praktik pembelajaran bahasa. Selain itu, penerapan
atau interpretasi Whole Language lebih mudah dilakukan oleh guru dalam pembelajaran
Bahasa jika guru mengajar menggunakan Bahasa sehari-hari yang mana ini lebih membuat
komponen bahsa lebih berarti (Anggraeni, 2019).
4. Deskripsikan 3 pendekatan kognitif dalam membaca!
a. Decoding atau memahami kata.
Hoover dan Gough (1990) dalam (Garcia & Ket, 2014) mendefinisikan komponen decoding dari
SVR sebagai pengenalan kata yang efisien, tetapi menyarankan bahwa ukuran yang memadai
untuk pembaca yang lebih muda adalah kemampuan untuk mengucapkan kata-kata semu.Pada
pendekatan ini disebutkan jika Metakognisi terlibat dalam membaca dalam arti bahwa
pembaca yang baik mengembangkan kendali atas keterampilan membaca mereka sendiri dan
memahami cara kerja membaca (Allyn, 2016). Guru dapat membantu siswa mengembangkan
strategi metakognitif yang baik untuk membaca dengan membuat mereka memantau bacaan
mereka sendiri, terutama ketika mereka mengalami kesulitan dalam membaca. Adapun
beberapa strategi metakognitif yang bisa digunakan untuk meningkatkan keterampilan
membaca siswa, yaitu (Santrock, 2017):
• Meringkas teks sebelum membaca
• Mencari informasi pending saat membaca dan menaruh perhatian lebih pada yang
dibaca daripada informasi lain
• Belajar untuk menemukan arti kata yang sulit dalam bacaan atau kata yang tidak
dieknali.
• Memahami keterkaitan antara tiap bagian pada teks bacaan
• Mengetahu kapan dan bagiamana bacaan harus diulang untuk mendapatkan
pemahaman lebih
• Sesuaikan kecepatan membaca dengan tingkat kesulitan materi
b. Pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
Prinsip lain yang terlibat dalam pendekatan kognitif untuk membaca adalah bahwa
pengetahuan awal siswa tentang suatu topik terkait dengan apa yang mereka ingat dari
membaca tentang topik tersebut dan kemampuan mereka untuk membuat kesimpulan yang
benar tentang materi yang mereka baca (Mayer, 2008). Kemudian jika guru menyadari bahwa
siswa tidak memiliki pengetahuan sebelumnya mengenai apa yang akan dibaca, maka guru
perlu mengevaluasi apakah bahan yang diberikan pada siswa itu terlalu sulit, jika iya maka
guru bisa menyesuaikan Kembali dengan tingkat keterampilan membaca siswa. Guru juga bisa
melakukan pre-reasing yang berkaitan dengan topik yang akan dibaca siswa(Santrock, 2017).
c. Mengembangkan strategi membaca ahli.
Peneliti menyarankan guru untuk membimbing siswa dalam mengembangkan strategi
membaca yang baik. Michael Pressley dan rekan-rekannya (1992) memiliki pandangan jika
strategi mengontrol kemampuan siswa untuk mengingat apa yang mereka baca. Sangat penting
untuk mengajarkan strategi metakognitif siswa untuk memantau kemajuan membaca
mereka(Santrock, 2017). Meringkas juga dianggap sebagai strategi membaca yang penting.
Dalam pendekatan strategi, penulis buku pedoman guru untuk mata pelajaran selain membaca
didorong untuk memasukkan informasi tentang pentingnya strategi membaca, bagaimana dan
kapan menggunakanstrategi tertentu, dan petunjuk untuk mengingatkan siswa tentang
penggunaan strategi.
5. Tunjukkan cara yang bisa diaplikasikan dalam pendekatan social constructivist untuk
mengajarkan membaca!
Pendekatan Konstruktivis kognitif menekankan konstruksi makna siswa, konstruktivis sosial
menekankan bahwa makna dinegosiasikan secara sosial. Dengan kata lain, makna tidak hanya
melibatkan kontribusi pembaca tetapi juga konteks sosial dan tujuan membaca. Pendekatan
konstruktivis sosial menekankan pentingnya memberi siswa kesempatan untuk terlibat dalam
dialog yang bermakna tentang bacaan mereka. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah melalui
pengajaran timbal balik (Santrock, 2017).
Salah satu cara untuk melakukan ini adalah melalui pengajaran timbal balik atau reciprocal
teaching. Pembelajaran terbalik (reciprocal teaching) merupakan model pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri, kreatif, dan lebih aktif.
Menurut (Slavin, 2017) Pendekatan ini dirancang terutama untuk membantu siswa yang
berprestasi rendah di sekolah dasar dan menengah untuk belajar pemahaman bacaan, yang
melibatkan guru yang bekerja dengan kelompok-kelompok kecil siswa. Pengajaran timbal balik
adalah metode diskusi scaffolded yang didasarkan pada strategi pemahaman membaca, scaffolding
dan pemodelan, dan interaksi sosial. Instruksi ini memungkinkan seorang guru untuk membuat
model dan memberi siswa latihan yang cukup pada empat strategi utama untuk membangun makna
teks dalam pengaturan social (Ahmadi & Gilakjani, 2012).
Selain cara reciprocal teaching, dalam (Slavin, 2017) disebutkan bahwa ada cara lain yang
bisa dilakukan untuk membantu siswa memahami bacaan, yakni dengaan mempertanyakan
penulis. Dalam metode ini, anak-anak di kelas 3-9 diajaran untuk melihat penulis materi faktual
sebagai orang yang nyata dan dapat melakukan kesalahan atau kekliruan dalam menulisnya.
Sehingga ketika dalam proses belajar dan siswa dipinta untuk membaca materi misalnya dari halan
122-125, ditengah-tengah siswa membaca guru bisa mengehntikannya untuk mengajukan
pertanyaan seperti “apa yang ingin penulis sampaikan, atau apa yang ingin dia ketahui?”, dan
kemudian tindk lanjuti dengan pertanyaan “bagaimana itu cocok dengan apa yang dia katakan
sebelumnya”. Pertanyaa-pertanyaan seperti itu dapat mendorong siswa untuk bertanggung jawab
dalam menemukan berabgai jawaban yang sesuai dengan apa yang mereka pahami dari materi
bacaan yang dibacanya.
Instruksi membaca berorientasi konsep merupakan cara lain yang bisa digunakan. Intruksi
membaca berorientasi konsep ini merupakan pendekatan konstruktivis untuk mengajar membaca
di kelas dasar atas yang menekankan lima elemen kunci yakni tujuan konten, membeikan pilihan
kepada siswa seperti buku atau topik untuk dibaca, kegiatan langsung yang berkaitan dengan teks,
membaca berbagai teks ekspositori atau informasi, serta Kerjasama antar siswa untuk
mendiskusikan apa yang mereka baca dan bekerja sama dalam kegiatan sains (Slavin, 2017).

Writing
1. Deskripsikan cara membantu siswa belajar menulis !
Pengamatan kelas yang dilakukan oleh Michael Pressley dan rekan-rekannya (2007)
mengungkapkan bahwa siswa menjadi penulis yang baik ketika guru menghabiskan banyak waktu
untuk menulis instruksi dan bersemangat mengajar siswa untuk menulis. Pengamatan mereka juga
menunjukkan bahwa ruang kelas dengan siswa yang mendapat nilai tinggi dalam penilaian menulis
memiliki dinding yang dipenuhi dengan contoh penulisan yang efektif, sedangkan jauh lebih sulit
untuk menemukan contoh seperti itu di dinding kelas yang memiliki banyak siswa yang mendapat
nilai rendah dalam Penilaian menulis. Selain guru, orang tua juga harus mendorong anak-anak
menulis sejak dini tanpa terlalu khawatir tentang pembentukan huruf yang tepat atau ejaan
konvensional yang benar. Kesalahan seperti itu harus dilihat sebagai bagian alami dari
pertumbuhan anak kecil, bukan untuk diteliti dan dikritik. Koreksi ejaan dan pencetakan dapat
dilakukan dengan cara yang positif dan cukup bijaksana untuk menghindari mengurangi
kesenangan awal dan spontanitas dalam menulis. Sebuah meta-analisis (penggunaan teknik
statistik untuk menggabungkan hasil studi) mengungkapkan bahwa intervensi berikut adalah yang
paling efektif dalam meningkatkan kualitas menulis siswa kelas empat sampai dua belas: instruksi
strategi, ringkasan, bantuan teman sebaya, dan penetapan tujuan (Graham & Perin, 2007).
2. Pendekatan kognitif untuk melatih menulis terdiri dari planning, problem solving, revising,
dan metacognitive strategies. Jelaskan setiap tahapan tersebut.
a. Planning atau perencanaan. Perencanaan dari keterampilan menulis ini mencakup pemebrian
gaeis dan pengorganisasian konten informasi. Seorang guru harus mampu menunjukka pada
siswa bagaimana membuat garis besar, mengatur kertas dan memberi umpan balik tentang
usaha siswa. Dengan adanya planning ini akan membantu siswa dapat memiliki gambaran
mengenai rencana apa yang mereka kerjakan sesuai dengan tenggat waktu yang ditentukan.
b. Problem solving. Problem solving atau pemecahan masalah dalam konteks menulis lebih
kepada bagaimana siswa bisa menulis kalimat dan paragraph dengan benar. Seorang psikolog
menyebut proses pemecahan masalah secara tertulis sebagai “pembuatan makna” (Kellogg,
1994). Sebagai pemecah masalah, penulis perlu menetapkan tujuan dan bekerja untuk
mencapainya (Graham & Harris, 2017; Harris & Graham, 2016). Seorang siswa yang berjuang
dengan menulis mungkin mengalami kesulitan dengan salah satu dari aspek-aspek menulis.
Mengidentifikasi kesulitan khusus adalah langkah pertama dalam membantu siswa menjadi
penulis yang lebih baik.
c. Revising. Merevisi merupakan salah satu hal yang mendukung suksesnya sebuah tulisan.
Dalam hal ini, untuk mendapat karya yang memuaskan diperlukan beberapa kali revisi yang
tersusun menjadi draft. Dengan adanya draft hasil revisi ini, akan membuat siswa lebih
memahami bagian mana saja yang sekiranya perlu dimasukkan, diberi lebih banyak detail, atau
dhilangkan.
d. Metacognitive strategies. Metakognisi dan Strategi Menekankan pengetahuan tentang strategi
menulis bergerak ke bidang metakognisi, yang telah kita bahas dalam bab tentang pendekatan
pemrosesan informasi. Memantau kemajuan menulis seseorang sangat penting untuk menjadi
penulis yang baik. Para siswa diajarkan strategi perencanaan umum, strategi penulisan umum
(menciptakan pembukaan yang menarik, menggunakan kosakata yang efektif, mengikuti
sistem organisasi yang jelas, dan termasuk akhir yang efektif). Intervensi tersebut
menghasilkan hasil positif untuk elemen genre, kualitas penulisan cerita, motivasi, dan usaha,
serta generalisasi yang bermakna pada tulisan pribadi.
3. Tunjukaan cara yang bisa diaplikasikan dalam pendekatan social constructivist untuk
mengajarkan menulis.
a. Konteks social menulis. Perspektif kontruktivis social ini berfokus pada dimana tulisan di
produksi. Dalam hal ini, siswa diharapkan untuk bergabung pada komunitas kepenulisan untuk
mengetahui dan belajar mengenai bagaimana hubungan penulis dan pembaca, bagaimana
perspetif dapat mempengaruhi tulisan.
b. Menulis Bermakna dan Konferensi Menulis Siswa-Guru Menurut pendekatan konstruktivis
sosial, tulisan siswa harus mencakup kesempatan untuk membuat teks "nyata", dalam arti
menulis tentang situasi yang bermakna secara pribadi. Misalnya, pertimbangkan Anthony,
yang gurunya sering meminta siswa untuk menulis tentang pengalaman pribadi. Dia menulis
tentang kehidupan dan kematian neneknya, dan gurunya memberinya dukungan yang cukup
besar untuk menulis tentang pengalaman emosional ini. Konferensi menulis siswa-guru
memainkan peran pendukung penting dalam membantu siswa menjadi penulis yang lebih baik.
c. Kolaborasi dan Penyuntingan Sejawat. Saat bekerja dalam kelompok, penulis mengalami
proses penyelidikan, klarifikasi, dan elaborasi yang penting dalam penulisan yang baik (Webb
& Palincsar, 1996). Selain itu, siswa sering mendapat manfaat ketika mereka mengedit tulisan
siswa lain. Alat online untuk penulisan kolaboratif seperti Google dokumen memudahkan
siswa untuk berkolaborasi, memberi dan menerima umpan balik tentang teks tertentu, dan
melacak Kontribusi individu. Kolaborasi bersama yang kaya seperti itu dapat menghasilkan
wawasan baru tentang apa yang harus ditulis. Dalam kelompok menulis rekan, harapan guru
sering kurang jelas. Selain mendapat manfaat dari dinamika kolaborasi teman sebaya, tulisan
siswa sering meningkat ketika mereka mengedit tulisan siswa lain.
d. Hubungan Sekolah-Masyarakat. Pendekatan konstruktivis sosial menekankan
menghubungkan pengalaman siswa di sekolah dengan dunia di luar kelas. Strategi yang baik
adalah dengan melibatkan komunitas penulis di kelas Anda. Sebelum mereka bertemu seorang
penulis, mereka diharuskan membaca setidaknya satu buku penulis. Siswa mempersiapkan
pertanyaan untuk sesi penulis mereka. Dalam beberapa kasus, penulis datang ke kelas selama
beberapa hari untuk bekerja dengan siswa dalam proyek penulisan mereka.

Math
1. Jelaskan tahapan perkembangan pemahaman siswa dalam matematika !
Pemahaman matematis merupakan hal penting dalam prinsip pembelajaran matematika. menurut
Dubinsky & Mc.Donald (2001). Berikut merupakan tahapannya:
a. Tahap kanak-kanak hingga kelas 2. Menurut (Santrock, 2017) Sebelum menginjak kelas 1,
anka-anak biasanya sudah memiliki pemahaman substansial tentang angka.anak-anak yang
berasal dari keluarga yang ekonominya tergolong tinggi anak-anaknya kebanyakan sudah
mampu menghitung melewati 20 hingga lebih dari 100. Berbeda dengan anak-anak yang
berasal dari ekonomi yang rendah kebanyakan mereka memiliki kesempatan belajar
MAtematika hanya dari ornag tua ataupun orang terdekat dan jarang sekali mengikuti PAUD.
b. Kelas 3 hingga kelas 5 SD. Pada tahap ini terdapat tiga kunci utama matematika yakni
penalaran perkalian, kesetaraan, dan kefasihan komputasi. Dalam penalaran perkalian, anak-
anak perlu megembankan pemahaman mereka tentang pecahan sebagai bagian dari
keseluruhan dan sebagai pembagian (Santrock, 2017). Kemudian keseteraan yakni dimana
kesetaraan membantu siswa untuk mempelajari representasi matematikan yang berbeda dan
memberikan jalan untuk mengeksplorasi ide-ide aljabar (Santrock, 2017). Kunci ketiganya
yakni kefasihan komputasi, yang dimana siswa perlu mempelajari metode komputasi yang
efisien dan akurat yang didasarkan pada sifat yang dipahami dengan baik dan hubungan
bilangan (Santrock, 2017).
c. Kelas 6 SD sampai 8 SMP. Menurut (Aini & Hidayati, 2017) Sebagian besar siswaSMP
mengalami banyak kesulitan saat ia mempelajari materi matematika karena di waktu ini
matematika bersifat abstrak. Guru dapat membantu siswa memahami bagaimana aljabar dan
geometri terhubung. Matematika sekolah menengah juga harus mempersiapkan siswa untuk
menghadapi solusi kuantitatif dalam kehidupan mereka di luar sekolah. Siswa
mengembangkan penalaran matematis yang jauh lebih kuat ketika mereka belajar aljabar.
Sebuah persamaan tunggal dapat mewakili berbagai situasi yang tak terbatas (Santrock, 2017).
d. Kelas 9 SMP sampai 12 SMA. Karena minat siswa dapat berubah selama dan setelah sekolah
menengah, mereka kemungkinan besar akan mendapat manfaat dari mengikuti berbagai kelas
matematika. Mereka harus mengalami interaksi aljabar, geometri, statistik, probabilitas, dan
matematika diskrit (yang melibatkan matematika komputer) (Santrock, 2017). Mereka harus
menjadi mahir dalam memvisualisasikan, menggambarkan, dan menganalisis situasi dalam
istilah matematika. Mereka juga harus mampu membenarkan dan membuktikan ide-ide
berbasis matematis
2. Simpulkan kontroversi yang muncul dalam pengajaran matematika?
Matematika saat ini menjadi salah satu hal kontroversi di dunia pendidikan anak usia dini
karena ada beberapa pendapat. Kontroversi yang hangat dalam pengajaran matematika adalah
memperdebatkan apakah matematika harus diajarkan melalui pendekatan kognitif, konseptual,
kontruktivis, atau pendekatan komputasi. Menurut para ilmuwan yang berada di pendekatan
kognitif, Mengajar matematika dengan hanya menekankan pada kompetensi procedural
mengakibatkan siswa memiliki pemahaman konseptual yang terlalu sedikit, dan siswa yang
memiliki pengetahuan prosedur yang terlalu sedikit seringkali tidak menyelesaikan masalah
matematika secara kompeten. sedangkan jika menggunakan pendekatan kognitif aka nada
beberapa proses kognitif yang membantu anak-anak belajar matematika, seperti keterampilan
memecahkan masalah, memahami bagaimana konsep matematika terkait, dan mengeksplorasi
solusi alternatif.
Yang lain berasumsi bahwa kecepatan dan otomatisitas adalah dasar untuk pencapaian
matematika yang efektif dan berpendapat bahwa keterampilan seperti itu hanya dapat diperoleh
melalui latihan dan perhitungan yang ekstensif. Dalam beberapa tahun terakhir, pendekatan
konstruktivis menjadi semakin populer. Dalam pendekatan ini, pengajaran yang efektif berfokus
pada melibatkan anak-anak dalam memecahkan masalah atau mengembangkan konsep dan dalam
mengeksplorasi efisiensi solusi alternatif.
3. Narasikan prinsip konstruktivis dalam pembelajaran matematika?
Dalam prinsip ini memuat termasuk strategi untuk membuat matematika realistis dan menarik,
membangun pengetahuan siswa sebelumnya, dan membuat kurikulum matematika interaktif
secara sosial. Antara lain:
a. Jadikan matematika realistis dan menarik. Untuk membuat pembelajaran matematika lebih
menarik, dapat menggunakan Permainan matematika yang dapat memberikan konteks yang
memotivasi untuk belajar matematika. Menghubungkan matematika dengan bidang studi lain,
seperti sains, geografi, membaca, dan menulis, juga dianjurkan.
b. Pertimbangkan Pengetahuan Siswa Sebelumnya. Menyediakan informasi yang cukup bagi
siswa untuk dapat menemukan metode untuk memecahkan masalah matematika tetapi
menahan informasi yang cukup untuk memastikan bahwa siswa harus mengembangkan pikiran
mereka untuk memecahkan masalah.
c. Jadikan Kurikulum Matematika Interaktif Secara Sosial. Bangun ke dalam kurikulum
matematika peluang bagi siswa untuk menggunakan dan meningkatkan keterampilan
komunikasi mereka. Hasilkan proyek matematika yang menimbulkan diskusi, argumen, dan
kompromi
4. Tunjukkan peran teknologi dalam pengajaran matematika?
Teknologi dapat diterapkan dan berperan dalam pembelajaran matematika. Misalnya saja
kalkulator yang dapat membantu siswa menghitung dengan lebih cepat, serta komputer yang bisa
digunakan untuk menunjang pendidikan secara memadai untuk karir para siswa di masa depan,
seperti penggunaan microsoft excel. Tetapi adapula beberapa negara yang tidak megizinkan
penggunaan kalkulator ataupun komputer dalam pembelajaran matematika, karena para gurunya
ingin memastikan bahwa siswa memahami konsep dan operasi yang diperlukan untuk
memecahkan masalah (Santrock, 2017). NCTM dalam (McCulloch et al., 2018) mengemukakan
tentang penggunaan teknologi, dimana NCTM memuat pernyataan bahwa “Guru yang efektif
mengoptimalkan potensi teknologi untuk mengemebangkan pemahaman siswa, merangsang minat
mereka, dan meningkatkan kemampuan mereka dalam matematika”. Bagi guru yang mengampu
mata pelajaran matematika harus bisa memilih alat dan aplikasi online yang mengajarkan konsep
matematika secara interaktif daripada memilih kalkulator yang dimana itu bisa membongkar
proses komputasi tanoa meningkatkan pemahaman konseptual siswa (Santrock, 2017).

Science
1. Uraikan Ketrampilan apa saja yang dipelajari dalam pembelajaran science menurut Lehrer
& Schauble, 2015)?
Menurut Lehrer dan Schauble (2015), keterampilan yang perlu dipelajari dalam sains
adalah di antaranya: (Santrock)
• Keterampilan melakukan pengamatan yang cermat;
• Mengumpulkan, mengatur, dan menganalisis data;
• Mengukur, membuat grafik, dan memahami hubungan spasial;
• Memperhatikan dan mengatur pemikiran mereka sendiri; dan
• Mengetahui kapan dan bagaimana menerapkan pengetahuan mereka untuk memecahkan
masalah
Keterampilan ini, yang penting untuk praktik sains, tidak diajarkan secara rutin di sekolah,
terutama sekolah dasar. Akibatnya, banyak siswa yang tidak kompeten dalam hal tersebut.
Banyak ilmuwan dan pendidik berpendapat bahwa sekolah perlu lebih memusatkan
perhatian untuk membimbing siswa dalam belajar bagaimana menggunakan keterampilan
ini.

2. Narasikan implikasi pendekatan constructivist untuk pengajaran science?


Pengajaran konstruktivis menekankan bahwa anak-anak harus membangun pengetahuan dan
pemahaman ilmiah mereka sendiri dengan bimbingan dari guru. Pada setiap langkah dalam
pembelajaran sains, mereka perlu menginterpretasikan pengetahuan baru dalam konteks apa yang
sudah mereka pahami. Alih-alih menempatkan pengetahuan yang terbentuk sepenuhnya ke dalam
pikiran anak-anak, dalam pendekatan konstruktivis guru berfungsi sebagai pemandu dan konsultan
ketika anak-anak membangun interpretasi yang valid secara ilmiah tentang dunia dan
memberi siswa umpan balik untuk membantu mereka memperbaiki kesalahpahaman ilmiah
mereka.
Namun, perlu diingat bahwa penting agar siswa tidak dibiarkan sepenuhnya sendiri untuk
membangun pengetahuan ilmiah yang terlepas dari konten sains. Inkuiri siswa harus dibimbing
(Magnusson & Palincsar, 2005). Guru setidaknya harus terlebih dahulu membangun perancah
pembelajaran sains siswa, memantau kemajuan mereka secara ekstensif, dan memastikan bahwa
mereka mempelajari konten sains secara akurat. Dengan demikian, dalam mengejar penyelidikan
sains, siswa perlu "belajar keterampilan inkuiri dan konten sains" (Lehrer & Schauble, 2015).

Social Studies
1. Jelaskan 10 tema dalam social studies
Ilmu Social studies mencakup domain konten yang berkaitan dengan sifat masyarakat manusia
dan hubungan sosial, baik dulu maupun sekarang (Ormrod et al., 2019). Dewan Nasional untuk
Ilmu Sosial (2000) menekankan bahwa sepuluh tema harus ditekankan dalam ilmu-ilmu social,
yaitu (Santrock, 2017):
1. Waktu, kontinuitas, dan perubahan. Membangun pemahaman sejarah yang sah membutuhkan
pemahaman abstrak tentang rentang waktu yang panjang di mana peristiwa manusia mungkin
telah terjadi rentang waktu yang jauh melampaui pengalaman pribadi setiap individu. Siswa
perlu memahami akar sejarah mereka dan menempatkan diri mereka dalam waktu. Mengetahui
bagaimana membaca secara efektif dan membangun masa lalu membantu siswa untuk
mengeksplorasi pertanyaan.
2. Manusia, tempat, dan lingkungan. Studi tentang topik ini membantu siswa untuk
mengembangkan perspektif spasial dan geografis di dunia. Berbekal pengetahuan ini, siswa
diperlengkapi dengan lebih baik untuk membuat keputusan yang terinformasi dan kompeten
tentang hubungan manusia dengan lingkungannya.
3. Perkembangan dan identitas individu. Siswa perlu belajar tentang bagaimana sekolah, gereja,
keluarga, lembaga pemerintah, dan pengadilan memainkan peran integral dalam kehidupan
masyarakat. Siswa dapat mengeksplorasi peran berbagai institusi di Indonesia dan negara lain.
Tentunya kita harus bisa memahami bagaiman peran-peran yang dimilikinya baik peran kita
sebagai individu, bagian dari kelompok, serta peran berbagai lembaga yang berkembang
dalam kehidupan sosial kita.
4. Individu, kelompok, institusi. Di sekolah, tema ini biasanya muncul dalam unit dan kursus
tentang sosiologi, antropologi, psikologi, ilmu politik, dan sejarah. Siswa perlu belajar tentang
bagaimana sekolah, gereja, keluarga, lembaga pemerintah, dan pengadilan memainkan peran
integral dalam kehidupan masyarakat (Santrock, 2017).
5. Kekuasaan, wewenang, dan pemerintahan. Memahami perkembangan kekuasaan, otoritas, dan
pemerintahan karena sangat penting untuk mengembangkan kompetensi sipil. Tema ini
biasanya muncul dalam unit dan kursus yang berfokus pada pemerintahan, ilmu politik,
sejarah, dan ilmu sosial lainnya.
6. Produksi, distribusi, dan konsumsi. Orang memiliki kebutuhan dan keinginan yang terkadang
melebihi sumber daya terbatas yang tersedia bagi mereka. Di sekolah, tema ini biasanya
muncul dalam unit dan kursus yang berfokus pada ekonomi. Dalam kajian ekonomi tersebut
kita akan mempelajari terkait berbagai sumber daya yang bisa diolah atau diproduksi untuk
menghasilkan kebutuhan yang diinginkan masyarakat dan bisa diproduksi, didistribusikan,
dikonsumsi secara massal.
7. lmu pengetahuan, teknologi, dan masyarakat. Kehidupan modern seperti yang kita ketahui
tidak akan mungkin tanpa teknologi dan ilmu pengetahuan yang mendukungnya (Santrock,
2017). Namun, teknologi menimbulkan banyak pertanyaan. Tema ini muncul dalam unit dan
mata kuliah yang melibatkan sejarah, geografi, ekonomi, kewarganegaraan, dan pemerintahan.
8. Koneksi global. Realitas meningkatnya saling ketergantungan antar bangsa membutuhkan
pemahaman tentang bangsa dan budaya di seluruh dunia. Konflik antara prioritas nasional dan
global dapat melibatkan perawatan kesehatan, pembangunan ekonomi, kualitas lingkungan,
hak asasi manusia universal, dan agenda lainnya. Tema ini biasanya muncul dalam unit dan
kursus yang melibatkan geografi, budaya, ekonomi, dan ilmu sosial lainnya (Santrock, 2017)
.
9. Cita-cita dan praktik kewarganegaraan. Memahami cita-cita sipil dan praktik kewarganegaraan
penting untuk partisipasi penuh dalam masyarakat. Siswa memusatkan perhatian pada
pertanyaan-pertanyaan seperti ini: Apa itu partisipasi sipil dan bagaimana saya bisa terlibat?;
Apa keseimbangan antara kebutuhan individu dan tanggung jawab masyarakat?; Di sekolah,
tema ini biasanya muncul dalam unit dan kursus yang melibatkan sejarah, ilmu politik, dan
antropologi.
10. Budaya. Melalui studi budaya dan keragaman budaya, siswa memahami bagaimana manusia
menciptakan, belajar, berbagi, dan beradaptasi dengan budaya, dan menghargai peran budaya
dalam membentuk kehidupan dan masyarakat mereka, serta kehidupan dan masyarakat orang
lain (Santrock, 2017). Di sekolah, tema ini biasanya muncul dalam pelajaran yang
berhubungan dengan geografi, sejarah, sosiologi, dan antropologi, serta topik multikultural di
seluruh kurikulum.

2. Uraikan tujuan utama belajar social studies !


Isu dalam social studies saling berkaitan dengan berbagai disiplin ilmu lainnya sehingga
menjadi penting untuk diajarkan dan dipelajari di sekolah. Selain itu, dalam pengajaran social
studies yakni untuk membuat siswa bisa mengeskplor secara lebih dalam lagi terkait dengan
berbagai isu atau pelajaran dalam social studies yang juga melibatkan pengajara tentang budaya
dan keragaman budaya.Social studies mempersiapkan siswa membangun tanggung jawab yang
mereka butuhkan untuk menjalani masa depan dengan bijaksana sebagai orang dewasa. Menurut
(Woolfolk, 2020) Social studies untuk membantu pengembangan siswa dalam berpikir kritis
(critical thinking skill) dalam menganalisis berbagai perspektif dari masalah tertentu sebelum
mencapai kesimpulan mereka sendiri. Social studies membantu siswa memperoleh pandangan
holistik tentang bagaimana negara bekerja sama. Siswa akan mengetahui tentang penyebab
pertempuran, masalah keuangan masing-masing negara, dan apa fungsi internasional sebagai hasil
interaksi antara banyak negara. Siswa memiliki kesempatan untuk belajar tentang dunia
multikultural yang mereka tinggali serta saling ketergantungan antara budaya, negara, dan
manusia. Dalam hal ini Social studies memberi siswa kesempatan untuk mengeksplorasi dan
mengajukan pertanyaan dengan menghubungkan masalah yang mereka baca dalam buku maupun
film dengan konteks kehidupan nyata(Woolfolk, 2020).

3. Narasikan pendekatan constructivist dalam pembelajaran social studies!


Dalam pandangan konstruktivis, siswa harus membentuk interpretasi mereka sendiri tentang
bukti dan menyerahkannya untuk ditinjau. Berdasarkan Levstik (2017), membiarkan mereka
melakukannya akan mendorong refleksi yang lebih besar dan pemahaman yang lebih dalam
tentang masalah sosial (Santrock, 2017). Selain itu, pendekatan konstruktivis juga menekankan
kebermaknaan studi sosial. Siswa bisa mendapatkan manfaat pembelajaran ketika mereka
menemukan bahwa apa yang mereka pelajari di kelas IPS berguna baik di dalam maupun di luar
sekolah (Santrock, 2017). Pembelajaran yang bermakna sering terjadi ketika interaksi kelas
berfokus pada pemeriksaan berkelanjutan dari beberapa topik penting daripada cakupan yang
dangkal dari banyak topik.Aspek etis dari topik dan isu-isu kontroversial menyediakan arena untuk
pemikiran dan pemahaman reflektif. Guru yang efektif mengenali sudut pandang yang
berlawanan, menunjukkan rasa hormat terhadap posisi yang didukung dengan baik, menunjukkan
kepekaan terhadap persamaan dan perbedaan budaya, dan berkomitmen pada tanggung jawab
sosial (Santrock, 2017). Dari perspektif konstruktivis, guru membimbing siswa untuk
mempertimbangkan aspek etika topik dan mengatasi masalah kontroversial daripada langsung
memberi tahu siswa apa yang etis atau tidak etis (Santrock, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, M. R., & Gilakjani, A. P. (2012). Reciprocal teaching strategies and their impacts on English
reading comprehension. Theory and Practice in Language Studies, 2(10), 2053–2060.
https://doi.org/10.4304/tpls.2.10.2053-2060

Aini, I. N., & Hidayati, N. (2017). TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF MATEMATIKA


SISWA SMP KELAS VII BERDASARKAN TEORI PIAGET DITINJAU DARI
PERBEDAAN JENIS KELAMIN. JPPM (Jurnal Penelitian Dan Pembelajaran Matematika),
10(2).
Anggraeni, N. D. (2019). PENDAMPINGAN BELAJAR BAHASA INDONESIA MELALUI
PENDEKATAN WHOLE LANGUAGE DI SEKOLAH DASAR NEGERI 020 GALANG.
MINDA BAHARU, 3(2), 145. https://doi.org/10.33373/jmb.v3i2.2120

Erlina, D., Mayuni, I., & Akhadiah, S. (2016). Whole language-based english reading materials.
International Journal of Applied Linguistics and English Literature, 5(3), 46–56.
https://doi.org/10.7575/aiac.ijalel.v.5n.3p.46

Garcia, J. R., & Ket, C. (2014). Decoding and reading comprehension in English: a meta-analysis to
identify which reader and assessment characteristics influence the strength of the relationship.
Review of Educational Research, 84(1), 74–111.

Ormrod, J. E., Anderman, E. M., & Anderman, L. H. (2019). Educational psychology : developing
learners.

Padmisari Ningrum, E., & Oenfiati, S. (2013). METODE PHONIK TERHADAP KEMAMPUAN
MEMBACA PERMULAAN ANAK TUNAGRAHITA RINGAN KELAS III DI SLB. Jurnal
Pendidikan Khusus, 3(3).

Santrock, J. W. (2017). Educational psychology.

Slavin, R. E. (2017). Educational Psychology : theory and practice.

Woolfolk, A. (2020). Educational psychology.

Anda mungkin juga menyukai