Anda di halaman 1dari 35

1

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBAHASA LISAN DI SD

Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar diarahkan untuk


meningkatkan kemampuan peserta didik berkomunikasi dalam bahasa Indonesia
dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi
terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia. Ruang lingkup mata pelajaran
Bahasa Indonesia mencakup empat komponen keterampilan berbahasa dan
kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek: 1) mendengarkan, 2) berbicara, 3)
membaca, dan 4) menulis.

Menyimak dan berbicara termasuk keterampilan berbahasa lisan. Menyimak


merupakan proses memahami pesan atau informasi dari pembicara, sedangkan
berbicara merupakan proses mengungkapkan pikiran, gagasan, dan perasaan kepada
pendengar. Kedua keterampilan tersebut memiliki kaitan yang sangat erat bersifat
resiprokal, artinya pembicara dan pendengar dapat berganti peran secara spontan
(penyimak menjadi pembicara dan pembicara menjadi penyimak).

A. Hakikat Menyimak

Hakikat menyimak dapat dilihat dari berbagai segi. Menyimak dapat dipandang
sebagai suatu sarana, sebagai suatu keterampilan, sebagai seni, sebagai suatu proses,
sebagai suatu respons atau sebagai suatu pengalaman kreatif. Menyimak dikatakan
sebagai suatu sarana sebab adanya kegiatan yang dilakukan seseorang pada waktu
menyimak harus melalui tahap mendengar bunyi-bunyi yang telah dikenalnya.
Kemudian, secara bersamaan ia memaknai bunyi-bunyi itu. Dengan cara seperti ini ia
mampu menginterpretasikan dan memahami makna rentetan bunyi-bunyi itu. Sebagai
suatu keterampilan, menyimak bertujuan untuk berkomunikasi karena melibatkan
keterampilan yang bersifat aural dan oral. Berdasarkan pandangan ini, harus dibedakan
antara mendengar dengan menyimak. Mendengar merupakan fase awal dari
menyimak, yaitu fase mengenal bunyi sedangkan menyimak merupakan fase kedua,
yaitu fase pemaknaan symbol-symbol aural. Menyimak sebagai seni berarti kegiatan
menyimak itu memerlukan adanya kedispilinan, konsentrasi, partisipasi aktif,
pemahaman, dan penilaian seperti halnya mempelajari seni musik, seni peran atau seni
2

rupa. Sebagai suatu proses, menyimak berkaitan dengan proses keterampilan yang
kompleks, yaitu keterampilan mendengarkan, memahami, menilai, dan merespon. Oleh
sebab itu, menyimak harus diajarkan. Menyimak dikatakan sebagai respons merupakan
unsur utama dalam menyimak. Penyimak dapat merespons dengan efektif jika ia
memiliki panca indra yang cukup baik dan mempunyai kemampuan
menginterpretasikan pesan yang terkandung dalam tuturan yang disimaknya.
Menyimak sebagai pengalaman kreatif melibatkan pengalaman yang nikmat,
menyenangkan dan memuaskan.

Untuk dapat menyimak dengan baik terhadap bahan simakan diperlukan


kemampuan: 1) memusatkan perhatian; 2) menangkap bunyi; 3) mengingat; 4)
linguistik dan non-linguistik; 5) menilai, dan 6) menanggapi. Terdapat sejumlah jenis
menyimak, tergantung dari aspek mana yang ditekankan. Aspek-aspek yang dijadikan
dasar pengklasifikasian menyimak: 1) sumber suara, 2) cara menyimak, 3) taraf hasil
simakan; 4) keterlibatan penyimak dan kemampuan khusus; dan 5) tujuan menyimak.

Dalam menyimak melibatkan beberapa faktor, antara lain: pembicara,


pembicaraan, situasi, dan menyimak. Aktivitas dapat efektif bila faktor-faktor tersebut
memenuhi sejumlah persyaratan antara lain:

1) Pembicara: menguasai materi, berbahasa yang baik dan benar, percaya diri,
berbicara sistematis, gaya berbicara menarik, dan kontak dengan pendengar.
2) Pembicaraan: aktual, berguna, dalam pusat minat menyimak, sistematis
seimbang dengan taraf kemampuan penyimak.
3) Situasi: ruangan mendukung, waktu tepat, ketenangan terjamin dan peralatan
mudah digunakan.
4) Penyimak: kondisi sehat dan fisik mental, perhatian terpusat. Tujuan jelas, minat
tinggi, berkemampuan linguistik dan non linguistik danberpengetahuan dan
pengalaman luas.

Tujuan utama pembelajaran menyimak adalah melatih siswa memahami bahasa


lisan. Oleh sebab itu, pemilihan bahan pembelajaran menyimak harus disesuaikan
dengan karakteristik siswa SD. Secara umum, bahan pembelajaran menyimak dapat
3

menggunakan bahan pembelajaran membaca, menulis, kosakata, karya sastra, bahan


yang disusun sendiri atau mengambil dari media cetak. Teknik penyajiannya dapat
dibacakan langsung oleh guru atau melalui alat perekam suara. Setelah menyampaikan
bahan pembelajaran baik dalam bentuk membacakan, menceritakan, ataupun
mendengarkan berita melalui media audio, guru secara langsung dapat mengadakan
tanya jawab tentang isi materi yang sudah disampaikan atau menugasi siswa untuk
menjawab pertanyaan, menceritakan kembali, menemukan tema, atau menyimpulkan.

Beberapa metode pembelajaran yang disarankan untuk dilaksanakan


dalam mendukung proses kegiatan menyimak adalah sebagai berikut.

a.     Metode Simak Ulang Ucap


Biasanya digunakan untuk memperkenalkan bunyi bahasa dan cara
pengucapannya. Guru sebagai model pembelajaran membacakan atau memutar
rekaman bunyi bahasa tersebut, seperti fonem , kata mutiara, semboyan, puisi pendek
dengan perlahan-lahan serta intonasi yang jelas dan tepat. Siswa meniru ucapan guru.
Peniruan ini dapat dilakukan secara individu, kelompok atau klasikal.

b.     Metode Simak Kerjakan


Metode ini dilaksanakan dengan cara guru mengucapkan kalimat perintah,
selanjutnya siswa mengerjakan perintah yang diucapkan guru.  Misalnya:
Guru    : Toni, ambil dan tunjukkan kepada temanmu huruf  “b”.
Toni    : (Mengambil dan menunjukkan huruf “b” kepada temannya sesuai
dengan perintah guru.

c.     Metode Simak Terka


Guru mempersiapkan deskripsi sesuatu benda tanpa menyebut namanya.
Deskripsi tersebut dikomunikasikan kepada siswa dan siswa mendengarkan serta
menerka benda apa yang dimaksud oleh guru. Misalnya :
Guru       : “Bentuknya bulat, kecil, panjang serta lurus. Bagian depan dibuat
runcing. Dapat digunakan untuk menulis”.
Siswa     : “Pensil”
4

d.    Metode Simak Tulis


Metode simak tulis dikenal dengan dikte/imlak. Guru mempersiapkan bahan-
bahan yang akan didiktekan kepada siswanya. Siswa menulis apa yang diucapkan oleh
guru. Misalnya :
            Guru    : Tulislah kata/kalimat “Ini Mama ”
            Siswa   : Mendengarkan dengan cermat, kemudian menulis, “Ini Mama “

e.  Metode Memperluas kalimat


Guru mengucapkan kalimat sederhana. Siswa menirukan ucapan guru. Guru
mengucapkan kata atau kelompok kata. Siswa menirukan ucapan guru. Selanjutnya
siswa disuruh menghubungkan ucapan yang pertama dan kedua sekaligus, sehingga
menjadi kalimat yang panjang. Misalnya:
Kakak belajar
(Menirukan) Kakak belajar
(memerintahkan) menyambung kalimat
Kakak belajar di kamar belajar

f.   Metode Bisik Berantai


Guru membisikkan kaliamat kepada seseorang siswa. Siswa tersebut
membisikkan kalimat tersebut kepada siswa kedua, dan seterusnya sampai anak
terakhir. Guru memeriksa apakah kalimat pesan tersebut sampai kepada siswa terakhir
dengan benar.

g.     Metode Menjawab Pertanyaan


Siswa-siswa yang  merasa malu untuk membicarakan atau bercerita dapat
dibimbing  dengan pertanyaan guru, sehingga siswa bersangkutan menjawab
pertanyaan  guru. Pertanyaan yang ajukan dapat berupa berbagai jenis pertananyaan
sesuai dengan tema yang diajarkan. Misalnya, untuk memperkenalkan diri siswa, guru
dapat mengajukan sejumlah pertanyaan kepada siswa mengenai nama orang tua,
jumlah, umur, jumlah keluarga dan sebagainya.
5

h.     Metode Identifikasi Tema/Kalimat Topik/Kata Kunci


Metode identifikasi tema, kalimat topik, dan kata kunci ini pada prinsipnya sama.
Perbedaannya terletak pada materi yang harus diidentifikasi. Identifikasi tema untuk
sebuah wacana/cerita. Siswa disuruh menerka tema/topik/ judulnya. Kalimat topik untuk
semua paragraf. Sedangkan kata kunci untuk sebuah kalimat. Apabila hal ini belum
dapat dilaksanakan, guru dapat melatih siswa dengan cara memberikan pertannyaan
yang memancing ke arah pengidentifikasian yang tepat. Hal ini juga baik untuk
mengembangkan diskusi kelas/kelompok, yang berarti pula memupuk kerjasama antar
siswa.
 Contoh:
 Silakan mencari cerita sederhana yang terdiri dari beberapa paragraf !
 Ambillah satu paragraf untuk didiskusikan kalimat topiknya.
 Ambil salah satu kalimat
 Tentukan bersama siswa kata kuncinya: Ayah pulang dari kantor,
Kata kuncinya kalimat tersebut adalah Ayah_Pulang.

i.   Metode Mnyelesaikan Cerita


Guru bercerita siswa menyimak cerita tersebut dengan seksama. Guru berhenti
bercerita, ceritanya baru sebagian. Cerita dilanjutkan oleh anak secara bergilir sampai
cerita itu selesai sebagai suatu keutuhan. Cerita seperti ini seolah memaksa siswa
untuk menyimak dengan teliti jalan ceritanya sambil menghayati cerita tersebut.
Mengapa ? Karena siswa harus menyelesaikan cerita secara bergilir. Misalnya :
Murni suka sekali makan rujak. Suatu hari ketika hari masih pagi, Murni sudah
menguliti mangga mentah, nenas, jambu dan sebagainya. Kemudian ia
membuat sambal terasi. Diaduknya buah-buahan tersebut dengan sambal terasi.
Seterusnya ia makan dengan lahapnya.
          Cerita di atas disampaikan oleh guru, selanjutnya guru menyuruh seorang siswa
untuk meneruskan cerita tersebut.
Anak pertama
Marni terlalu banyak makan rujak tersebut. Tidak lama kemudian perutnya sakit.
Sebentar-sebentar ia kebelakang.
6

Guru kemudian menugaskan siswa lainnya untuk melanjutkan cerita tersebut


sesuai dengan pendapat masing-masing siswa tersebut.
Anak kedua
Ibunya mengetahui Marni sakit akibat makan rujak, ibunya memarahi Marni ,
yang suka berkali-kali diingatkan oleh ibunya, agar tidak terlalu banyk makan
rujak.
Guru kembali meminta siswa lainnya untuk melanjutkan cerita tersebut.
Anak ketiga
Marni dibawa ke Puskesmas, untuk mendapat pengobatan dari dokter. Di sana
Marni di nasehati oleh Bapak Dokter agar tidak terlalu banyak makan rujak
Demikian seterusnya hingga cerita tersebut dirasakan cukup. Dalam hal ini tugas
guru adalah memberikan penguatan bahwa sejelek apapun karya siswa adalah yang
terbaik bagi siswa tersebut sehingga layak dihargai. Karna karya tersebut adalah hasil
dari buah pikirannya sendiri.

j.   Metode Paraprase


Paraprase berarti alih bentuk, dalam pembelajaran bahasa, paraprase biasanya
diwujudkan dalam bentuk pengalihan bentuk puisi ke prosa atau memprosakan sebuh
puisi. Guru mempersiapkan puisi sederhana yang sekiranya sesuai dengan karakteristik
kelas yang dibelajarkan. Puisi tersebut dibacakan kepada siswa dan siswa menyikam
dengan seksama. Pembacaan puisi tersebut hendaknya dengan jeda yang jelas dan
intonasi yang tepat. Setelah selesai siswa disuruh bercerita isi puisi dengan bahasanya
sendiri dalam bentuk prosa.

k.     Metode Merangkum


Merangkum berarti menyingkat atau meringkas dari bahan yang telah disimak.
Dengan kata lain, menyimpulkan bahan simakan secara singkat dengan kata-katanya
sendiri. Siswa mencari intisari bahan yang disimaknya. Bahan yang disimak sebaiknya
wacana yang pendek dan sederhana sesuai dengan tingkat kematangan anak.
7

B. Hakikat Berbicara

Dari segi komunikasi, menyimak dan berbicara merupakan kegiatan komunikasi


lisan. Menyimak adalah kegiatan memahami pesan, sedangkan berbicara merupakan
kegiatan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Berbicara dapat diartikan sebagai
kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa untuk mengekspresikan atau
menyampaikan pikiran, gagasan atau perasaan secara lisan. Berbicara sering dianggap
sebagai alat manusia yang paling penting bagi kontrol sosial, karena berbicara
merupakan suatu bentuk perilaku manusia yang memanfaatkan faktor-faktor fisik,
psikologis, neurologis, semantik, dan linguistik secara luas. Faktor fisik berkaitan
dengan alat ucap dan organ tubuh lainya antara lain: tangan, roman muka, kepala.
Faktor psikologis berkaitan dengan stabilitas emosi. Faktor neurologis adalah jaringan
saraf yang menghubungkan otak kecil dengan organ tubuh yang ikut dalam aktivitas
berbicara. Faktor semantik berhubungan dengan makna. Sedangkan faktor linguistik
berkaitan dengan struktur bahasa. Banyaknya faktor yang terlihat di dalamnya,
menyebabkan orang beranggapan bahwa berbicara merupakan kegiatan yang
kompleks.

Faktor-faktor tersebut merupakan indikator keberhasilan berbicara sehingga


harus diperhatikan pada saat kita menentukan mampu tidaknya seseorang berbicara.
Jadi, tingkat kemampuan berbicara seseorang atau siswa tidak hanya ditentukan
dengan mengukur penguasaan faktor linguistik saja atau faktor psikologis saja, tetapi
dengan mengukur penguasaan semua faktor tersebut secara menyeluruh.

Seseorang dapat membaca atau menulis secara mandiri, dapat menyimak siaran
radio sendiri. Tetapi, sangatlah jarang orang yang melakukan kegiatan berbicara tanpa
hadirnya orang kedua sebagai pemerhati atau penyimak. Oleh sebab itu, berbicara
merupakan kemampuan berbahasa yang bersifat sosial.

3. Hubungan Menyimak dan Berbicara

Berbicara dan menyimak merupakan kegiatan berbahasa yang tidak dapat


dipisahkan. Dalam kenyataan hidup sehari-hari menyimak dan berbicara memililiki
kaitan yang sangat erat. Setiap ada pembicara pasti ada yang menyimak, demikian
8

pula sebaliknya. Menyimak merupakan proses memahami pesan melalui bahasa lisan.
Sebaliknya berbicara adalah proses menyampaikan pesan dengan menggunakan
bahasa lisan. Dengan berbicara, seseorang mengirimkan pesan/informasi kepada
penyimak. Selanjutnya, penyimak menerima dan memahami pesan yang disampaikan
oleh pembicara. Pada kenyataannya peristiwa berbicara selalu dibarengi dengan
peristiwa menyimak atau setiap peristiwa menyimak pasti ada dalam peristiwa
berbicara. Dalam kegiatan komunikasi, keduanya secara fungsional tidak dapat
dipisahkan. Dengan demikian, komunikasi lisan tidak dapat terjadi jika kedua kegiatan
yaitu berbicara dan menyimak tidak berlangsung sekaligus dan tidak saling melengkapi.

Dalam komunikasi lisan, pembicara dan penyimak berpadu dalam satu kegiatan
yang bersifat resiprokal. Keduanya dapat berganti peran secara spontan dari pembicara
menjadi penyimak atau sebaliknya dari penyimak menjadi pembicara. Dengan
demikian, kegiatan berbicara dan menyimak saling mengisi dan saling melengkapi.
Tidak ada gunanya peristiwa berbicara tanpa penyimak dan tidak ada gunanya
peristiwa menyimak jika pada saat yang sama tidak ada yang berbicara.

Bentuk-bentuk Latihan Berbicara

1. Berbicara Individual
Berbicara individual adalah suatu bentuk kegiatan berbicara yang secara fisik
dilakukan oleh seseorang. Di dalam penampilan berbicara ini tidak dituntut adanya
respon langsung dari pendengar atau lawan bicara. Adapun bentuk-bentuk latihan
berbicara individual tersebut antara lain berupa: latihan memperkenalkan diri; latihan
menerangkan mambuat sesuatu; latihan mengemukakan fakta; latihan mengemukakan
isi bacaan; latihan mengemukakan komentar; latihan bercerita reproduktif; dan latihan
bercerita secara berantai.
a. Latihan Memperkenalkan Diri
Memperkenalkan diri adalah mengekspresikan diri di muka kawan atau
lingkungan baru. Memperkenalkan diri sangat perlu bagi seseorang pada saat pertama
kali berada dalam kelompok atau lingkungan baru, agar dirinya diterima oleh
kelompoknya. Adapun hal-hal yang biasa diekspresikan dalam perkenalan diri tersebut
antara lain bersangkut paut dengan: 1) nama, 2) alamat, 3) hobi, 4) keadaan keluarga,
9

5) cita-cita atau harapan, dan 6) identitas lain yang mungkin perlu diperkenalkan pada
kelompoknya (misalnya: pekerjaan, pendidikan dan sebagainya).
b. Latihan Menerangkan Cara Membuat Sesuatu
Menerangkan cara membuat sesuatu merupakan bentuk berbicara yang
menceritakan proses terjadinya sesuatu secara berurutan. Oleh karena itu, di dalam
menerangkan cara membuat sesuatu tersebut, pembicara harus berbicara secara
sistematis dan tuntas. Selain itu, cara berbicara harus menarik, jelas, dan meyakinkan.
Jika pembicara ingin berhasil menjelaskan sesuatu, maka pembicara tersebut harus
membuat persiapan secara matang. Persiapan tersebut antara lain berkaitan dengan:
1) penentuan tujuan pembicaraan; 2) pembuatan kerangka atau pokok-pokok
pembicaraan; 3) pengumpulan bahan pembicaraan; 4) pengorganisasian bahan
pembicaraan; dan 5) latihan menjelaskan dengan suara nyaring serta mimik yang
serasi.
c. Latihan Mengemukakan Fakta
Mengemukakan fakta biasanya dilakukan bila ingin memberitahu orang lain
tentang keadaan yang sebenarnya atau kondisi objektif sesuatu. Oleh karena itu, apa
yang dibicarakan harus benar-benar berupa informasi tentang benda, peristiwa, atau
situasi nyata. Tidak boleh mengemukakan opini atau ide menurut pikiran pembicara.
Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam mengemukakan fakta antara lain: 1) bahan
informasi harus berupa data faktual; 2) data faktual tersebut bersumber dari bacaan
atau kehidupan sehari-hari; 3) di dalam mengemukakan fakta tidak boleh ada opini atau
pendapat; 4) di dalam mengemukakan fakta hendaknya menggunakan bahasa yang
lugas; dan 5) di dalam mengemukakan fakta tidak perlu menunjukkan penampilan yang
berlebih-lebihan (over-acting).
d. Latihan Mengemukakan Isi Bacaan
Latihan mengemukakan isi bacaan merupakan latihan berbicara yang bertujuan
untuk melatih berbicara sekaligus untuk meningkatkan minat baca. Di dalam latihan
berbicara ini seseorang harus membaca sesuatu bacaan terlebih dahulu, karena tanpa
membaca dia tidak mungkin dapat melaporkan isi bacaan. Salah satu kegiatan
mengemukakan isi bacaan tersebut antara lain berupa menceritakan ringkasan suatu
buku, yang biasanya menceritakan: 1) siapa pengarangnya; 2) siapa tokoh-tokoh yang
10

diceritakan dalam buku tersebut; 3) di mana tempat kejadian peristiwa tersebut; dan 4)
bagaimana jalan ceritanya.

e. Latihan Mengemukakan Komentar


Mengemukakan komentar berarti memberikan tanggapan, memberikan
pertimbangan, atau menilai pendapat orang lain. Oleh karena itu, mengemukakan
komentar biasanya bersifat subjektif (menurut selera atau argumentasi seseorang).
Meskipun demikian jika hendak mengemukakan komentar harus memperhatikan hal-hal
seperti berikut.
1) Hendaknya komentar dilontarkan dalam bentuk uraian yang padat dan tersusun
baik.
2) Handaknya komentar terarah pada sasaran yang dikehendaki.
3) Hendaknya komentar diekspresikan dengan menggunakan kata yang lugas dan
tidak bermakna ganda.
4) Hendaknya komentar diekspresikan dengan kalimat yang mudah dipahami.
5) Jika perlu, komentar dapat diperjelas dengan menggunakan gambar bagan,
grafiks, dan sebagainya.
g. Latihan Bercerita Reproduktif
Cerita reproduktif ialah cerita yang kita tuturkan di hadapan kawan atau orang
lain setelah kita mendengarkan cerita dari orang lain. Adapun tujuan cerita reproduktif
tersebut antara lain untuk latihan membuat kalimat atau kata-kata sendiri secara
spontanitas dalam suatu kegiatan berbicara. Hal-hal yang dapat diceritakan kembali
tersebut antara lain berupa: 1) cerita pendek; 2) cerita lucu; dan 3) cerita bergambar.
h. Latihan Bercerita Secara Berantai
Cerita berantai merupakan kelanjutan dari cerita reproduktif. Jadi cerita
reproduktif tersebut dapat diceritakan lagi oleh orang lain dengan penampilan berbeda,
tetapi isi ceritanya tidak boleh menyimpang dari yang telah diceritakan oleh orang
terdahulu. Teknik kegiatan cerita berantai ini dapat dilakukan dengan pembagian
kelompok-kelompok kecil. Salah seorang dari kelompok tertentu ditugaskan untuk
menceritakan kepada seseorang kelompok lain; dan seorang yang telah mendengarkan
ceritera itu menceritakan kembali kepada kelompoknya masing-masing.
11

2. Bentuk Berbicara Kelompok


Berbicara kelompok ialah kegiatan berbicara yang secara fisik mengharuskan
adanya keterlibatan anggota kelompok yang lain. Artinya, antara pembicara dengan
lawan bicara terjadi interaksi timbal balik. Bentuk-bentuk berbicara kelompok banyak
sekali. Ada bentuk berbicara yang jumlah anggota kelompoknya sedikit, ada pula
bentuk berbicara yang jumlah anggota kelompoknya banyak. Ada kegiatan berbicara
kelompok yang bentuknya teratur dan sistematis, ada pula kegiatan berbicara kelompok
bentuknya asal jadi. Ada kegiatan berbicara kelompok yang dilaksanakan dalam situasi
resmi (formal), ada pula kegiatan berbicara kelompok yang dilakukan dalam situasi
kurang formal. Di antara berbagai macam bentuk berbicara kelompok tersebut, terdapat
empat bentuk berbicara yang sering di pakai dalam Pembelajaran bahasa, yaitu: dialog,
wawancara, diskusi, dan bermain peran.
a. Dialog
Dialog ialah percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, yang terjadi
dalam situasi yang sama, dan membicarakan topik yang sama pula. Di dalam dialog,
para pembicara saling memberi informasi, saling membutuhkan informasi, dan saling
membantu memecahkan masalah. Bahasa yang digunakan adalah bahasa lisan yang
diekspresikan secara spontan atau serta merta. Adapun yang perlu diperhatikan dalam
kegiatan dialog adalah adanya perilaku yang:1) feel friendly, yaitu adanya suasana hati
yang menaruh rasa simpati kepada teman bicara; 2) look friendly, yaitu penampilan
yang memancarkan kesimpatikan atau penampilan yang sesuai dengan kata hati; dan
3) sound friendly, yaitu kesimpatikan yang dapat dirasakan atau didengar lewat suara,
nada pembicaraan, maupun intonasi pembicaraan.
b. Wawancara
Wawancara merupakan bentuk percakapan yang biasanya dilakukan oleh dua
orang. Salah seorang bertindak sebagai penanya atau pencari informasi (orang yang
mewawancarai), seorang yang lain bertidak sebagai penjawab pertanyaan atau sumber
informasi (orang yang diwawancarai). Meskipun demikian, kadang-kadang ada pula
kegiatan wawancara yang diakukan oleh banyak orang, misalnya jika yang
diwawancarai atau sipewawancara lebih dari satu orang. Kelihatannya kegiatan
wawancara merupakan kegiatan tanya jawab saja, tapi masalahnya lebih dari itu.
12

Biasanya antara pewawancara dengan orang yang diwawancarai belum begitu kenal.
Maka dari itu pewawancara lebih agresif daripada yang diwawancarai. Berbagai
pertanyaan yang diajukan kepada orang yang diwawancarai biasanya berupa, 1)
pertanyaan pendahuluan/pemanasan/ancang-ancang; 2) pertanyaan mengarahkan; 3)
pertanyaan menggali; dan 4) pertanyaan penutup.
c. Diskusi
Diskusi merupakan kegiatan percakapan yang bertujuan untuk bertukar pikiran,
memecahkan masalah secara bersama, dan melatih mengemukakan pendapat. Secara
kongkrit kegiatan diskusi tersebut dapat dilihat dalam perdebatan akademis. Ada bentuk
diskusi yang sederhana (misaalnya diskusi kelompok kecil/buzz group; ada bentuk
diskusi yang agak besar, misalnya debate’); dan ada diskusi yang kompleks (misalnya
diskusi panel). Yang selalu ada dalam kegiatan diskusi adalah seorang ketua atau
pemimpin diskusi dan para anggota diskusi atau pendengar/audience. Adapun person-
person lain (misalnya: penulis/notulis, pemrasaran/referator, penyanggah, panelis,
pembanding, pembahas, dan sebagainya) belum tentu ada dalam suatu bentuk diskusi.
Hal itu tergantung pada karakteristik bentuk diskusi yang digunakan.
d. Bermain Peran
Bermain peran adalah permainan atau latihan untuk menirukan pembicaraan
orang lain, termasuk gerak-gerik, perwatakan, serta tingkah laku orang-orang yang
diperankan. Latihan peran ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk berbicara,
misalnya dalam bentuk diskusi, wawancara, drama, dialog, dan simulasi mengajar
(micro teaching). Adapun langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam mempersiapkan
latihan peran ini sebagai berikut.
1) Menentukan topik
2) Menganalisis peran
3) Membagi kelompok dan menentukan pemeran
4) Latihan oral, gerak anggota badan, dan gerak air muka
13

Teknik Pembelajaran Berbicara


1. Teknik Terpimpin
Teknik Pembelajaran berbicara terpimpin adalah teknik Pembelajaran berbicara
dimana guru banyak memberikan kontrol kepada siswa tentang bagaimana tindakan
yang telah dilakukan siswa dalam Pembelajaran berbicara. Kontrol guru tersebut
berkaitan dengan semua aspek Pembelajaran yang dapat menentukan baik-buruknya
penampilan berbicara. Pembelajaran berbicara terpimpin ini pada hakikatnya ada tiga
macam yaitu: Pembelajaran berbicara dengan bentuk menyatakan kembali
(reproduksi); Pembelajaran berbicara dengan bentuk mengubah kalimat; dan
Pembelajaran berbicara dengan membuat kalimat sendiri.

a. Pembelajaran Berbicara dengan Bentuk Menyatakan Kembali


Pembelajaran berbicara dengan bentuk menyatakan kembali tersebut dapat
dilakukan dengan cara-cara: 1) berbicara dikontrol dengan bacaan; 2) berbicara
dikontrol dengan tulisan di papan tulis; 3) berbicara menirukan dialog atau pembicaraan
guru; 4) memerankan dialog; dan 5) berbicara berdasarkan kartu berseri.
b. Pembelajaran Berbicara dengan Bentuk Mengubah Kalimat
Pembelajaran berbicara dengan bentuk mengubah kalimat dapat dilakukan
dengan cara-cara: 1) subtitusi pola kalimat dasar; 2) subtitusi pola jabatan kalimat; dan
3) membuat parafrase yang dilisankan.
c. Pembelajaran Berbicara dengan Membuat Kalimat Sendiri
Pembelajaran berbicara dengan membuat kalimat sendiri dapat dilakukan
dengan cara-cara: 1) membuat kalimat dengan pertolongan gambar: 2) membuat
kalimat dengan pertolongan wayang/boneka; 3) membuat kalimat dengan bantuan
bahasa ibu; 4) membuat kalimat dengan pertolongan benda-benda; dan 5) membuat
kalimat dengan cara bermain-main (misalnya membuat teka-teki atau menjawab teka-
teki).
2. Teknik Pembelajaran Berbicara Semi Terpimpin
Teknik Pembelajaran berbicara semi terpimpin adalah teknik Pembelajaran
berbicara dimana guru memberikan kesempatan kepada murid untuk berbicara secara
bebas, tetapi guru masih ikut mengontrol ucapan murid jika terdapat kesalahan. Teknik
14

Pembelajaran berbicara semi terpimpin ini dapat dilakukan dalam bentuk-bentuk: cerita
berantai; cerita reproduktif lisan; cerita reproduktif tulisan; cerita reproduktif gambar;
melaporkan isi bacaan; dan melaporkan isi pidato.
a. Cerita Berantai
Cerita berantai ini dapat dilakukan dengan melakukan permainan “Mari Kita
Bercerita” (Let’s Tell a Story), permainan “Resep Gotong Royong” (What’s in the Soup),
dan tular-menular cerita.

b. Cerita Reproduktif Lisan


Cerita reproduktif lisan dapat dilakukan dengan cara menirukan cerita guru,
menirukan cerita yang dibicarakan oleh guru, dan menirukan cerita yang dibacakan
oleh siswa.
c. Cerita Reproduktif Tulisan
Cerita reproduktif tulisan dapat dilakukan dengan mengisahkan kembali cerita
yang terdapat dalam buku bacaan, cerita yang telah dituliskan di papan tulis, dan cerita
pada kartu berseri.
d. Cerita Reproduktif Gambar
Cerita reproduktif gambar dapat dilakukan dengan menceritakan gambar berseri
dan melakukan permainan “terka gambar” (Name the Picture).
e. Melaporkan Isi Bacaan
Melaporkan isi bacaan merupakan kegiatan berbicara yang bertujuan meringkas
isi bacaan. Melaporkan isi bacaan dapat dilakukan dengan cara membuat synopsis
secara lisan, membuat rangkuman, dan membuat parafrase.
f. Melaporkan Isi Pidato
Melaporkan isi pidato misalnya menceritakan kembali pidato dalam televise,
pidato dalam siaran RRI, dan pidato dalam sebuah upacara.

3.Teknik Pembelajaran Berbicara Bebas


Teknik Pembelajaran berbicara bebas adalah teknik Pembelajaran berbicara
dimana murid secara bebas dapat mengekspresikan kalimat dan kata-katanya yang
15

akan diucapkan. Pembelajaran berbicara bebas tersebut dapat dilakukan dalam bentuk:
wawancara; dialog; ceritera; mengemukakan pendapat; dan berdiskusi.
a. Pembelajaran Wawancara
Tujuan Pembelajaran berbicara ini adalah untuk melatih keberanian siswa dan
untuk memperkaya perbendaharaan bahasa. Teknik pelaksanaan Pembelajaran
wawancara ini biasanya dengan sistem pembagian kelas atas kelompok-kelompok kecil
(small group discussion). Adapun guru hanya mengawasi dari belakang (tut wuri
handayani).
b. Pembelajaran Dialog
Pembelajaran dialog dapat dilakukan dengan teknik yang serupa dengan
pembelajaran wawancara. Yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran dialog ialah
perlu adanya seleksi untuk pemilihan peran yang serasi (casting).
c. Pembelajaran Bercerita
Pembelajaran bercerita bebas dapat dilakukan dengan cara-cara: 1) menyatakan
isi hati; 2) menyatakan imajinasi; 3) menyatakan kesamaan; 4) menceritakan
pengalaman; 5) menceritakan riwayat hidup; 6) menceritakan kisah pengalaman.
d. Mengemukakan Pendapat
Pembelajaran latihan mengemukakan pendapat dapat dilakukan dengan cara: 1)
membandingkan beberapa konsep/teori dan menanggapinya; 2) menghargai karya atau
pendapat orang lain; 3) menimbang-nimbang bobot karya atau pendapat orang lain; 4)
mengkritik karya atau pendapat orang lain, dan 5) menilai karya orang lain.
e. Pembelajaran Berdiskusi
Pembelajaran berdiskusi dapat dilakukan dangan cara-cara: tukar pengalaman
(sharing experiences), ramu pendapat (brainstorming), dan adu argumentasi dengan
debat akademis.

Evaluasi Pembelajaran Berbicara


1. Penilaian Berbicara Aspektual
Penilaian berbicara aspektual merupakan suatu proses dimana kita
mempertimbangkan suatu aspek keterampilan berbicara dengan menggunakan
patokan-patokan tertentu, sehingga dapat mengetahui gambaran kualitatif kemahiran
16

berbicara seseorang atau kelompok. Penilaian berbicara aspektual pada hakikatnya


ada dua macam, yaitu penilaian aspektual-individual, dan penilaian aspektual
kelompok.
a. Penilaian Aspektual Individual
Penilaian aspektual individual adalah penilaian yang dilakukan oleh seorang
penilai terhadap seorang pembicara dengan menitikberatkan pada satu aspek berbicara
tertentu saja. Di dalam hal ini penilai boleh memilih apakah ia hanya menilai aspek
kebahasaan saja atau hanya menilai aspek nonkebahasaan. Jika penilai ingin menilai
aspek kebahasaan, maka penilai boleh membatasi diri pada aspek tertentu di antara
aspek-aspek kebahasaan berikut: 1) ucapan/lafal; 2) tekanan; 3) nada/irama; 4)
persendian; 5) kosakata/ungkapan; dan 6) struktur kalimat/variasi kalimat. Jika penilai
ingin menilai aspek nonkebahasaan, maka penilai boleh membatasi diri pada aspek
tertentu di antara aspek-aspek nonkebahasaan berikut: 1) kelancaran; 2) penguasaan
materi berbicara; 3) keberanian; 4) keramahan; 5) ketertiban; 6) semangat, dan 7)
sikap.
Contoh: Penilaian Penilaian Aspektual Individual:
Nama Pembicara : A
Aspek Yang Dinilai : Aspek Kebahasaan/Kosa Kata
Nama Penilai :B
Nilai : 3 (tiga)
Patokan Penilaian : 5 = baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, (1) kurang
sekali
Penjelasan: Di dalam penampilan berbicara A sering dipengaruhi bahasa daerah,
sehingga pemilihan kosakatanya dapat dikategorikan cukup.

Penilai,

b. Penilaian Aspektual Kelompok


Penilaian aspektual kelompok adalah penilaian yang dilakukan oleh seorang
penilai terhadap kelompok yang sedang melakukan kegiatan berbicara dengan menitik
beratkan pada salah satu aspek berbicara tertentu. Di dalam hal ini penilai boleh
17

menilai salah satu aspek berbicara di antara aspek-aspek berikut: 1) kemerataan


pemberian kesempatan berbicara; 2) keterarahan materi berbicara; 3) kejelasan bahasa
paparan; 4) kebakuan bahasa paparan; 5) penalaran berbicara; 6) kemampuan
menghasilkan ide-ide baru; 7) kemampuan menghasilkan kesimpulan; 8) kekhidmatan
berbicara dalam kelompok; 9) kesopanan dan saling penghargaan; 10) keterkendalian
proses; 11) ketertiban tingkah laku, dan 12) kehangatan dan kegairahan.
Contoh: Penilaian Aspektual Kelompok:
Nama Kelompok : Anggrek
Aspek Yang Dinilai : Kebakuan Bahasa Paparan
Nama Penilai : Robby
Nilai : 4 (empat)
Patokan Penilaian : 5 = baik sekali, 4 = baik, 3 = cukup, 2 = kurang, 1 = kurang
sekali
Penjelasan : Di dalam diskusi, moderator menggunakan bahasa Indonesia dengan
baik dan benar. Demikian juga penyanggah A dan B. Tetapi,
penyanggah C tampaknya banyak dipengaruhi oleh bahasa
daerahnya baik ditinjau dari cara pelafalannya maupun pemilihan
kosakatanya. Dengan demikian kelompok Anggrek dapat
dikategorikan baik.

Penilai,

2. Penilaian Berbicara Komprehensif


Penilaian berbicara komprehensif merupakan suatu proses yang
mempertimbangkan seluruh aspek keterampilan berbicara dengan menggunakan
patokan-patokan tertentu, sehingga dapat mengetahui gambaran kualitatif kemahiran
berbicara seseorang/kelompok. Penilaian berbicara komprehensif pada halikatnya ada
dua macam, yaitu: a) penilaian komprehensif individual, dan b) penilaian komprehensif
kelompok.
a. Penilaian Komprehensif Individual
Penilaian komprehensif individual adalah penilaian terhadap seluruh kemampuan
berbicara seseorang, meliputi aspek kebahasaan, maupun aspek nonkebahasaan
dengan jalan merangkum keseluruhan nilai dari setiap aspek yang telah dinilai.
18

Contoh: Penilaian Berbicara Komprehensip Individual


Nama Pembicara : Savitri
Penilai : Ramang
Patokan Penilaian : Idem
Aspek Yang Dinilai Nilai

I. Aspek Kebahasaan:
1. Ucapan 4
2. Tekanan 4
3. Nada/Irama 3
4. Persendian 2
5. Kosakata 5
6. Penguasaan kalimat 5
II. Aspek nonkebahasaan:
7. Kelancaran
8. Penguasaan bahan 4
9. Keberanian 5
10. Keramah-tamahan 4
11. Ketertiban 5
12. Semangat 4
13. Sikap 4
5
Jumlah Nilai 54

Penilai,

b. Penilaian Komprehensif Kelompok


Penilaian komprehensif kelompok adalah penilaian terhadap keseluruhan
kualitas berbicara suatu kelompok yang dilakukan dengan jalan merangkum nilai
seluruh aspeknya atau menentukan nilai rata-rata kelompok tersebut.

Contoh: Penilaian Berbicara Komprehensif Kelompok:


19

Nama kelompok : Bromo


Nama penilai : Libra
Patokan penilaian : Idem
Nomor Aspek yang dinilai Nilai

1. Kemerataan kesempatan berbicara 3


2. Keterarahan materi 3
3. Kejelasan bahasa paparan 4
4. Kebakuan bahasa paparan 4
5. Penalaran berbicara 3
6. Kemampuan menghasilkan ide baru 3
7. Kemampuan menghasilkan kesimpulan 3
8. Kekhidmatan 4
9. Kesopanan dan saling penghargaan 4
10 Ketertiban tingkah laku 4
11. Keterkendalian proses 5
12. Kehangatan dan kegairahan 5
Jumlah nilai 45

Nilai rata-rata 3,75

Penilai,

TUGAS MEMBUAT NASKAH PIDATO

Petunjuk:
1. Membuat naskah pidato dengan memilih salah satu bentuk penampilan pidato
sebagai berikut:
a. Pidato memorial (misalnya untuk menyambut hari Kartini, hari Pendidikan
Nasional, hari Sumpah Pemuda, dan sebagainya);
b. Pidato perpisahan (misalnya perpisahan setelah lulus SD, perpisahan setelah
lulus SD, dan sebagainya);
c. Pidato penerimaan hadiah (misalnya pidato setelah menerima hadiah juara
kelas, juara pada bidang olah raga tertentu, juara pada bidang kesenian tertentu,
juara karang-mengarang, dan sebagainya);
d. Pidato penyambutan tamu (misalnya menyambut tamu dari sekolah lain, tamu
dari instansi tertentu, dan sebagainya);
20

e. Pidato untuk persembahan (misalnya pidato untuk penyerahan dana korban


bencana alam, pidato untuk pemberian hadiah pada sang juara, pidato untuk
pemberian sumbangan pada fakir miskin, dan sebagainya);
f. Pidato persuasif (misalnya kampanye partai politik atau Golkar)
g. Pidato informatif (misalnya penyuluhan kepada kelompok belajar)
h. Pidato instruktif (misalnya anjuran untuk hidup sehat, anjuran untuk hidup
sederhana, anjuran untuk membayar pajak, dan sebagainya);
i. Pidato rekreatif (misalnya pidato pada acara ulang tahun, pidato pada acara
kesenian, dan sebagainya);
j. Pidato kerokhanian (misalnya khotbah di langgar, di masjid, di gereja, dan
sebagainya);
k. Pidato ilmiah (misalnya pidato setelah lulus sekolah tertentu)

2. Naskah pidato yang akan disusun hendaknya berisi komponen-komponen sebagai


berikut.
a. Salam pembuka
b. Kata pendahuluan
c. Pokok-pokok isi pidato
d. Uraian lengkap
e. Kesimpulan isi pidato
f. Saran-saran dan harapan
g. Penutup atau salam penutup
3. Naskah pidato tersebut terdiri atas:
a. Minimal 175 kata,
b. Maksimal 250 kata.
4. Naskah pidato ini harus diselesaikan dua minggu setelah hari pemberian tugas.

EVALUASI PENAMPILAN PIDATO


21

Aspek-aspek yang dinilai (dievaluasi)


a. Ucapan, yang kriteria penilaiannya sebagai berikut.
- Apakah ucapan jelas atau tidak?
- Apakah vokal dan konsonan diucapkan sesuai dengan daerah artikulasinya
atau tidak?
- Apakah bunyi-bunyi diucapkan lengkap atau tidak? (adakah pengurangan
bunyi, adakah penghilangan bunyi, adakah penggantian bunyi?)
- Apakah sering terdapat penambahan bunyi atau tidak?
- Apakah suaranya serak atau tidak?
- Apakah suaranya parau atau tidak?
- Apakah suaranya tersendat-sendat atau tidak?
- Apakah menggunakan suara anak atau suara setan atau tidak?
b. Tekanan, yang kriteria penilaiannya sebagai berikut.
- Apakah tekanan ucapan terlalu kuat atau terlalu lemah atau tidak?
- Adakah tekanan yang terpengaruh bahasa asing?
- Adakah tekanan yang terpengaruh bahasa daerah?
- Adakah tekanan ucapan yang tak terkontrol (tak sesuai dengan teknik
penonjolan)?
- Apakah tekanan ucapan monoton atau tidak?
c. Nada atau Irama, yang kriteria penilaiannya sebagai berikut.
- Apakah nada dan irama ucapannya monoton atau tidak?
- Apakah nada dan irama ucapannya terpengaruh bahasa asing atau tidak?
- Apakah nada dan irama ucapannya terpengaruh bahasa daerah atau tidak?
- Apakah irama bicara terlalu cepat, terlalu lambat, atau wajar?
- Apakah nada bicara terlalu tinggi, terlalu rendah, atau wajar?
- Apakah di dalam Berbicara sering mengulang kata-kata atau tidak?
- Apakah di dalam Berbicara sering mengulang bunyi-bunyi tertentu atau
tidak?
- Apakah nada bicaranya kacau atau tidak?
d. Persendian, Jeda, atau Penghentian, yang kriteria penilaiannya sebagai berikut.
22

- Apakah pembicara berbicara terengah-engah dan berhenti bicara sebelum


waktunya atau tidak?
- Apakah penghentian Berbicara sesuai degan lamanya berhenti (misalnya:
berhenti sejenak untuk penghentian belum final, berhenti lebih lama untuk
penghentian semi final, dan berhenti agak lama untuk penghentian final)?
- Apakah mengalami penghentian lama untuk mencari kata-kata atau tidak?
e. Kosa kata, yang kriteria penilaiannya sebagai berikut.
- Apakah pemilihan kata-kata dalam pidatonya selektif atau tidak?
- Apakah kosa katanya dipengaruhi oleh bahasa asing atau tidak?
- Apakah kosa katanya dipengaruhi oleh bahasa daerah atau tidak?
- Apakah kata-kata dalam pidatonya mudah difahami atau tidak?
- Apakah kata-kata yang digunakan dalam pidato bersifat ambigu (mendua
makna) atau tidak?
- Apakah di dalam pidato kata-katanya sopan atau tidak?
f. Penguasaan kalimat, yang kriteria penilaiannya sebagai berikut.
- Apakah kalimat yang digunakan baku atau tidak?
- Apakah kalimat yang digunakan kabur atau tidak?
- Apakah kalimat yang digunakan rancu atau tidak?
- Apakah kalimat yang digunakan “mbulet” atau tidak?
- Apakah kalimat yang digunakan terpengaruh struktur kalimat bahasa asing
atau tidak?
- Apakah kalimat yang digunakan terpengaruh struktur kalimat bahasa daerah
atau tidak?
g. Kelancaran, yang kriteria penilaiannya sebagai berikut.
- Apakah di dalam pidato pembicara bicara secara tersendat-sendat atau
tidak?
- Apakah di dalam pidato pembicara sering menunda pembicaraan atau tidak?
- Apakah di tengah-tengah pidato pembicara sering berhenti pidato atau
tidak?
h. Penguasaan bahan, yang kriteria penilaiannya sebagai berikut.
- Apakah pembicara hafal terhadap isi pidatonya atau tidak?
23

- Apakah pembicara faham benar terhadap kata-katanya dalam pidato atau


tidak?
- Apakah pembicara menguasai topik-topik pidatonya atau tidak?
i. Keberanian, yang kriteria penilaiannya sebagai berikut.
- Apakah pembicara takut melihat audience atau tidak?
- Apakah pembicara “grogi” atau tidak?
- Apakah pembicara berbicaranya gemetar atau tidak?
- Apakah pembicara malu-malu kucing atau tidak?
- Apakah kaki pembicara bergetar (bergoyang-goyang) atau tidak?
j. Keramah-tamahan, yang kriteria penilaiannya sebagai berikut.
- Apakah pembicara bersifat memusuhi atau tidak?
- Apakah pembicara sering tersenyum atau tidak?
- Apakah pembicara menggunakan kata-kata yang halus atau kata-kata yang
kasar?
- Apakah pembicara bergaya ironis, sinis atau tidak?
- Apakah pembicara bersikap acuh terhadap audience atau tidak?
- Apakah pembicara bersikap toleransi terhadap orang yang beragama lain
atau tidak?
- Apakah pembicara bersifat tepo selira atau tenggang rasa atau tidak?
- Apakah pembicara bersifat bersahabat (setia kawan) atau tidak?
- Apakah pembicara berbicara penuh dengan dedikasi dan royalitas yang
tinggi atau tidak?
k. Ketertiban, yang kriteria penilaiannya sebagai berikut.
- Apakah pembicara berbicara menyimpang dengan topik pidatonya atau
tidak?
- Apakah pembicara berbicara melebihi waktu yang direncanaka atau tidak?
- Apakah pembicara berpidato hanya sebentar (kurang dari waktu yang
tersedia) atau tidak?
- Apakah suasana komunikasi antara pembicara dengan audience gaduh atau
tidak?
l. Semangat, yang kriteria penilaiannya sebagai berikut.
24

- Pembicara mengantuk atau tidak?


- Pembicara malas bicara atau tidak?
- Pembicara pidato terlalu berapi-api sehingga kelihatan “over-acting” atau
tidak?
m. Sikap, yang kriteria penilaiannya sebagai berikut.
- Sikap pembicara berdiri sudah tepat atau tidak?
- Gerakan-gerakan kepala, lengan, bahu sudah serasi atau belum?
- Pandangan mata (eye contact) sudah merata atau belum?
- Mimik sudah serasi atau belum?

Catatan:
Penilain pidato di Sekolah Dasar atau lomba pidato disesuaikan dengan tingkat
perkembangan bahasa di SD atau sesuai dengan kesepakatan berapa aspek yang mau
dinilai.

TUGAS TERSTRUKTUR III


25

SAWALA (DEBATE)

Petunjuk:
1. Di dalam tugas ini Anda dipersilahkan melakukan perdebatan akademis atau adu
argumentasi.
2. Peran-peran dalam perdebatan akademis ini sebagai berikut:
a. Satu orang sebagai ketua (moderator).
b. Satu orang sebagai penulis.
c. Satu kelompok (beberapa orang) sebagai kelompok pro, yaitu kelompok yang
menyetujui suatu topik perdebatan.
d. Satu kelompok (beberapa orang) sebagai kolompok kontra, yaitu kelompok yang
tak setuju terhadap topik yang dilontarkan dalam perdebatan.
e. Satu kelompok sebagai penilai (pengamat).
3. Model perdebatan tersebut dapat dilihat seperti diagram di bawah ini.

Ketua Penulis

Kelompok Pro Kelompok Kontra


Pengamat (penilai)

4. Topik perdebatan akademis ini adalah : POLIGAMI


26

5. Rambu-rambu penilaian terhadap ketua (moderator) adalah sebagai berikut:


a. Apakah ketua memaparkan permasalahan perdebatan dengan jelas atau tidak?
b. Apakah ketua dapat mengarahkan kelompok untuk berfikir kritis atau tidak?
c. Apakah ketua melibatkan setiap orang dalam perdebatan atau tidak?
d. Apakah ketua dapat memancing informasi yang dibutuhkan atau tidak?
e. Apakah ketua dapat mengatasi konflik-konflik yang terjadi dalam perdebatan
atau tidak?
f. Apakah ketua dapat mengendalikan jalannya perdebatan atau tidak?
g. Apakah ketua dapat membantu kelompok untuk mencapai/memperoleh
kesepakatan pendapat atau tidak?
h. Apakah ketu dapat menyimpulkan hasil perdebatan atau tidak?
6. Rambu-rambu penilaian masing-masing kelompok (kelompok pro dan kelompok
kontra) seperti pada penilaian Berbicara komprehensif kelompok.
7. Rambu-rambu penilaian untuk masing-masing partisipan adalah sebagai berikut:
a. Apakah partisipan pendapatnya otoriter atau tidak?
b. Apakah partisipan pendapatnya asli (murni) atau menjiplak pendapat orang lain?
c. Apakah partisipan pendapatnya tulus hati/tanpa rahasia atau tidak?
d. Apakah partisipan pendapatnya konsisten dengan pengalaman manusia atau
tidak?
e. Apakah partisipan pendapatnya berbobot atau tidak?
f. Apakah partisipan tahu benar terhadap urutan permasalahan atau tidak?
g. Apakah partisipan menunjukkan kenginannya untuk membantu kelompoknya
dalam mempertahankan argumentasinya atau tidak?
h. Apakah pertisipan menunjukkan adanya kesediaan untuk menjawab pertanyaan
dari kelompok lain atau tidak?
i. Apakah partisipan menunjukkan kecakapannya dalam memaparkan ide
perdebatannya atau tidak?
j. Apakah partisipan menunjukkan adanya sikap persahabatan atau tidak?
k. Apakah pertisipan berbicara menyimpang dari topik permasalahan atau tidak?
l. Apakah pertisipan sering memonopoli pembicaraan atau tidak?
m. Apakah partisipan mematuhi peraturan dari ketua atau melanggarnya?
Pembelajaran Berbahasa Lisan
27

Selain yang telah dipelajari sebelumnya, proses pembelajaran berbicara juga


dapat dilakukan melalui berbagai jenis kegiatan, yaitu percakapan, berbicara estetik,
berbicara untuk menyampaikan informasi atau untuk mempengaruhi, dan kegiatan
dramatik.

1. Percakapan

Murid-murid mempelajari strategi dan keterampilan untuk melakukan sosialisasi


dan percakapan dengan teman-temannya sekelas ketika mereka berpartisipasi dalam
percakapan di kelompok kecil. Murid-murid mempelajari cara memulai percakapan,
berbicara ketika memperoleh giliran, menjaga agar percakapan berlasung terus,
mendukung komentar dan pertanyaan anggota kelompok, mengatasi perbedaan
pendapat, dan mengakhiri percakapan.Mereka juga belajar tentang pembicaraan dalam
mengembangkan pengetahuan. Berikut ini merupakan langkah-langkah dalam
melakukan percakapan.

a. Memulai percakapan

Untuk memulai percakapan, seorang murid secara sukarela atau di tunjuk untuk
membuka pembicaraan. Kadang-kadang guru menyampaikan pertanyaan untuk di
diskusikan, kemudian seorang murid memulai percakapan dengan mengulangi
pertanyaan tersebut, sedangkan anggota kelompok menangapinya.

b.Menjaga berlangsungnya percakapan

Murid-murid secara bergiliran menyampaikan komentar atau mengajukan


pertanyaan, mereka mendukung pendapat teman-teman kelompok dan memperluas
komentar mereka. Tujuan tersebut dapat berupa penyelesaian suatu tugas,
meginterpretasikan buku yang telah mereka baca,atau menanggapi pertanyaan guru.
Anak-anak diarahkan agar bertindak sopan dalam melakukan percakapan.Mereka
menerima komentar teman-teman dengan bersemangat dan penuh rasa
hormat.Hendaknya mereka saling memberikan dukungan. Mereka juga perlu membina
suasana saling mempercayai dengan mengungkapkan persetujuan, menjaga perasaan
teman, menyatakan persetujuan, dan menggunakan komentar anggota kelompok yang
28

telah dikemukakan sebelumnya sebagai rujukan. Apabila terjadi perbedaan pendapat


selama mengadakan percakapan, Murid-murid harus dapat mengatasinya dengan baik
sehingga tidak terjadi pertengkaran.Anak-anak perlu menyadari bahwa perbedaan
pandangan merupakan hal yang wajar, dan mereka perlu menghargai pendapat satu
sama lain dan berusaha untuk dapat memadukannya.

c. Mengakhiri percakapan

Pada akhir percakapan, Murid-murid seharusnya sudah dapat mencapai suatu


persetujuan, sudah menjawab semua pertanyaan atau sudah melaksanakan tugas
dengan baik. Kadang murid-murid menghasilkan sesuatu dari suatu percakapan,
misalnya berupa kumpulan catatan hasil percakapan.

2. Berbicara estetik (mendongeng)

Sala satu bentuk kegiatan berbicara estetik ialah bercerita, guru menyajikan karya
sastra kepada murid-muridnya dengan teknik bercerita. Murid juga diminta untuk
bercerita mengenai karya sastra yang telah dibaca. Adapun langkah-langkah dalam
bercerita adalah sebagai berikut :

1) Memilih cerita tradisional, misalnya cerita rakyat, sering dipilih untuk kegiatan
bercerita,(mendongeng),namun bentuk karya sastra anak-anak yang lam ajuga
dapat digunakan. Hal yang penting dalam memilih cerita adalah memilih cerita
yang menarik pertimbangan lainnya : (1)cerita tersebut sederhana, dengan alur
cerita yang jelas; (2) cerita tersebut memiliki awal pertengahan, dan akhir yang
jelas; (3) tema cerita jelas; (4) jumlah pelaku cerita tidak banyak; (5) cerita
mengandung dialog; (6) cerita menggunakan gaya bahasa perulangan; dan (7)
cerita menggunakan bahasa yang mengandung keindahan.
2) Menyiapkan diri untuk bercerita
Murid-murid hendaknya membaca kembali dua atau tiga kali cerita yang
diceritakan untuk memahami perwatakan pelaku-pelakunya dan dapat
menceritakannya secara urut. Kemudian murid-murid memilih frasa-frasa atau
kalimat yang akan diambil untuk membuat ceritanya nanti serasa hidup,
29

sehingga lebih menarik perhatian pendengar, termasuk penggunaan suara yang


bervariasi.
3) Menambahkan barang-barang yang diperlukan
Murid-murid dapat menggunakan beberapa teknik untuk membuat ceritanya
lebih hidup Tiga barang yang dapat digunakan untuk yang lebih menarik
ialah gambar-gambar yang ditempelkan dipapan planel, boneka, dan benda-
benda yang menggambarkan pelaku binatang atau barang-barang yang
diceritakan. Misalnya untuk cerita cinta laras dapat digunakan patung ayam
jantan dari tanah liat atau celengan ayam jantan.
4) Bercerita atau mendongeng
Murid-murid bercerita sesuai dengan persiapan yang mereka lakukan kepada
teman sekelas atau anak-anak yang lebih kecil. Kegiatan bercerita
(mendongeng) dapat dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga
penggunaan waktunya dapat efisien.

3. Berbicara untuk menyampaikan informasi atau mempengaruhi

Bentuk kegiatan yang masuk jenis kegiatan ini adalah melaporkan secara lisan,
melakukan wawancara, dan berdebat.

Langkah-langkah dalam melaporkan informasi secara lisan ialah: memilih topik,


mengumpulkan dan menyusun informasi, mengumpulkan benda-benda untuk
menvisualkan informasi ( diagram, peta, gambar, dll), dan menyajikan laporan. Tema
pembelajaran yang ditentukan. Kemudian topik tersebut dikembangkan dengan
beberapa hal penting mengenai topik tersebut. Pengembangan topik ini dapat
dilakukan dengan menggunakan kata tanya: siapa, apa, kapan, dimana, mengapa dan
bagaimana.

Pengumpulan informasi dilakukan dengan membaca berbagai sumber, antara lain


buku, majalah, surat kabar, ensiklopedia, almanak ,dan atlas. Di samping sumber
tercetak, dapat juga digunakan sumber informasi berupa film, rekaman video atau hasil
wawancara.
30

Penggunaan benda-benda untuk menvisualkan informasi dapat membantu


pendengar menangkap pendengar informasi tersebut. Di samping itu, juga penyajian
informasi juga lebih menarik. Bagi penyaji, benda-benda tersebut dapat menolong
mempermudah penyajian informasi. Misalnya, untuk menginformasikan kondisi gunung
merapi dapat ditunjuk lokasi gunung tersebut peta atlas.

Dalam menyajikan informasi, murid-murid seharusnya tidak dengan membaca


catatan. Sebelum penyajian dimulai, guru perlu menyampaikan ciri-ciri penyaji yang
baik. Misalnya penyaji harus berbicara cukup jelas dan tidak menyimpang dari pokok-
pokok pembicaraan yang telah disiapkan. Kepada pendengar (murid-murid yang tidak
sedang menyajikan informasi) perlu diingatkan bahwa mereka harus mendengarkan
dengan penuh perhatian, mengajukan pertanyaan, dan memberikan penghargaan
kepada penyaji misalnya dengan bertepuk tangan.

4.Kegiatan Dramatik

Bermain drama merupakan media bagi murid-murid untuk menggunakan bahasa


verbal dan nonverbal dalam konteks yang bermakna. Ketika memainkan drama, anak-
anak berinteraksi dengan teman-teman sekelas, berabagi pengalaman, dan mencoba
menafsirkan sendiri naskah drama yang dimainkan. Kegiatan drama memiliki kekuatan
sebagai suatu teknik pembelajaran bahasa karena melibatkan murid-murid dalam
kegiatan berfikir logis dan kreatif, memberikan pengalaman belajar secara aktif, dan
memadukan empat keterampilan berbahasa (khususnya apabila anak-anak diminta
mengarang sendiri naskah drama sederhana akan dimainkan).

Strategi Meningkatkan Kemampuan Berbicara dan Berpikir

Kesempatan yang baik untuk mengembangkan keterampilan berbicara ialah


pada tahap publikasi dalam proses menulis. Banyak anak yang senang mengubah
karangannya dalam bentuk drama pendek yang diperankan di kelas. Pada kesempatan
memerankan adegan inilah anak-anak memiliki kesempatan untuk berlatih berbicara.
Mereka pula memperlihatkan dan mempelajari keterampilan berakting dari teman-
temannya.
31

Kegiatan-kegiatan untuk Mengembangkan Keterampilan Berpikir

Untuk mengembangkan keterampilan berpikir, dikelas seharusnya anak-anak


tidak hanya dilatih mengemukakan fakta tetapi perlu ditekankan pada kemampuan
untuk menjelaskan dan mengevaluasi. Hal ini biasanya kurang memperoleh perhatian
guru dalam proses pembelajaran.

Langkah pertama untuk meningkatkan keterampilan berpikir anak-anak ialah


dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka kepada mereka, misalnya ketika
membaca bacaan tentang suatu ekspedisi, lebih baik diajukan pertanyaan “apa yang
ingin Anda bawah dalam ekspedisi seandainya ikut di dalamnya?”, dari pada
pertanyaan “Mengapa anggota ekspedisi itu memakai baju tebal?” Dengan demikian,
anak-anak akan terpacu untuk memikirkan berbagai kemungkinan, tidak hanya sekedar
mencari jawaban yang benar dalam teks (Yeager,1991:102).

Setelah beberapa minggu, guru mulai mengenal perubahan pada murid-murid


dalam saling menanggapi pertanyaan sesama murid atau pertanyaan guru. Murid-murid
memikirkan dengan sungguh-sungguh jawaban yang akan mereka sampaikan dan
mengungkapkan jawaban dengan lebih jelas. Mereka tidak menjawab secara tepat
tetapi bernada memprotes, mengemukakan jawaban dengan hati-hati dan jujur. Segera
setelah anak-anak mulai dapat berpikir tentang proses mereka sendiri dalam berpikir
(metakognisi), mereka siap untuk menggunakan strategi berpikir yang khas, misalnya
membedakan fakta dan pendapat, mengenal hubungan sebab akibat, dan melakukan
kegiatan berpikir yang lebih sulit, yaitu menilai hasil, mengevaluasi argument, dan
menyelidiki hal-hal yang melandasi tanggapan emosional (Yeager,1991:102).

Keterampilan berbicara lebih mudah dikembangkan apabila murid-murid


memperoleh kesempatan untuk mengkomunikasikan sesuatu secara alami kepada
orang lain,dalam kesempatan-kesempatan yang bersifat informal. Selama kegiatan
belajar di sekolah, guru menciptakan berbagai lapangan pengalaman yang
memungkinkan murid-murid mengembangkan kemampuan berbicara. Kegiatan-
kegiatan untuk melatih keterampilan berbicara itu antara lain menyajikan informasi,
32

berpartisipasi dalam diskusi, dan berbicara untuk menghibur atau menyajikan


pertunjukan (Ross Dn Roe, 1990:133-143),seperti yang disajikan berikut ini.

1. Menyajikan Informasi

Salah satu bentuk kegiatan penyajian informasi yang sesuai bagi anak-anak
kelas 3-6 SD ialah menyampaikan laporan secara lisan. Untuk mengingatkan agar
anak-anak menggunakan cara-cara yang efektif dalam menyajikan laporan secara
lisan, masalah mereka menceritakan hal-hal yang mereka inginkan dan tidak mereka
inginkan dari seorang pembicara. Anda juga perlu menyatakan kepada anak-anak
bahwa Anda benar-benar ingin mendengarkan penyajian laporan oleh anak-anak dan
yakinkan mereka bahwa mereka dapat melakukannya dengan baik.

Bentuk kegiatan yang lain untuk melatih penyajian informasi ialah dengan
berpidato. Tujuan kegiatan ini untuk menolong anak-anak mengembangkan rasa
percaya diri dalam berbicara dengan orang lain, belajar menyusun, dan menyajikan
suatu pembicaraan, dan mempelajari cara yang terbaik untuk berbicara di hadapan
sejumlah pendengar.

Empat langkah dalam menyiapkan dan menyajikan pidato yang seharusnya


dikerjakan oleh anak-anak yang belajar berpidato adalah sebagai berikut.

1) Merencanakan pidato

Tentukan tujuan berpidato, untuk menginformasikan, menghibur, atau


mendorong suatu tindakan. Pilihlah topik yang menarik, tidak terlalu sulit, dan dapat
diceritakan secara ringkas.

2) Menyusun Pidato

Buatlah kerangka pidato. Tentukan urutan untuk menyajikan hal-hal yang


penting, buatlah awal dan akhir pidato yang mengesankan, dan rencanakan
penggunaan media visual apabila meyakinkan.

3) Mempraktikan

Praktikan berpidato di depan teman-teman sekelompok atau di depan kelas


sebagai latihan.
33

4) Menyampaikan pidato di depan pendengar yang sebenarnya

Apabila tidak memungkinkan, penyampaian pidato dapat dalam bentuk simulasi


di kelas. Anak-anak lain yang menjadi pendengar diamati berperan sebagai pendengar
yang sebenarnya, sesuai dengan tujuan pidato tersebut.

2. Berpartisipasi dalam Diskusi

Diskusi memberikan kesempatan kepada murid untuk berinteraksi dengan murid-


murid yang lain dan guru, mengekspresikan pikiran secara lengkap, mengajukan
berbagai pendapat, dan mempertimbangkan perubahan pendapat apabila berhadapan
dengan bukti-bukti yang meyakinkan atau tanggapan yang masuk akal yang di
kemukakan oleh peserta diskusi. Hasil penelitian menunjukan bahwa diskusi
merupakan strategi yang membuat murid-murid lebih bergairah dalam proses
pembelajaran (Alvermann, dkk,lewat Ross and Roe,1990:138).

Diskusi kelompok, merupakan teknik yang paling sering digunakan sebagai


teknik pengembangan bahasa lisan yang menuntut kemampuan murid untuk membuat
generalisasi dan mengajukan pendapat-pendapat mengenai suatu topik atau
permasalahan. Berdasarkan pengetahuan dan pengalaman mereka, murid-murid
mengungkapkan gagasan dan berbagi informasi dengan mendiskripsikan keputusan,
dan mengajukan pemecahan masalah. Selama berpartisipasi dalam diskusi, murid-
murid kurang bergantung pada jawaban benar dari guru, tetapi mencermati gagasan
mereka sendiri dan gagasan teman-teman mereka. Diskusi untuk memecahkan
masalah akan berhasil dengan baik apabila guru dan murid-murid bersama-sama
merumuskan masalah-masalah yang akan didiskusikan. Guru dapat mengontrol
pelaksanaan diskusi memfokuskan perhatian pada ketertarikan murid pada topik yang
didiskusikan. Apabila pelaksanaan diskusi menyimpang dari topik, guru dapat
mengarahkan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan topik
diskusi.

3. Menghibur (Menyajikan Pertunjukan)

Kadang-kadang murid-murid dapat menyajikan pertunjukan untuk teman


sekelas, teman-teman dari kelas yang lain, orang tua dan anggota masyarakat sekitar
34

gedung sekolah. Mereka boleh memilih menyajikan sandiwara boneka, atau membaca
puisi secara kor atau berppemartisipasi dalam pementasan drama ( Ross and Roe,
1990: 139-143).

a. Sandiwara boneka

Pertunjukan sandiwara boneka memberikan kesempatan kepada anak-anak


untuk berbagi gagasan dan cerita lewat percakapan, disertai dengan gerakan boneka.
Di dalam kelas anak-anak dapat menggunakan boneka dengan dua cara. Mereka
menemmukan (mencari) cerita yang sesuai dengan boneka-boneka yang sudah
tersedia, atau mereka dapat membuat beberapa boneka kemudian mengarang cerita
yang sesuai. Cerita yang baik untuk sandiwara boneka adalah yang dialognya terasa
hidup dan sederhana,yang alur ceritanya bergerak cepat.

Agar dapat memainkan sandiwara dengan baik , anak perlu berlatih mengucapkan
dialog atau monolog dan menggerakan tangan. Anak-anak harus berbicara seolah-olah
menjadi pelaku yang sebenarnya. Misalnya dalam cerita kancil dan gajah, kancil
berbicara dengan suara tinggi dan cepat, sedangkan gajah dengan suara rendah dan
mantap. Ucapan anak-anak harus benar dan jelas agar dapat ditangkap dengan baik
oleh pendengar.

b. Bercerita atau Membaca Puisi secara Kor

Melalui kegiatan bercerita atau membaca puisi secara kor,anak-anak dapat


mengekspresikan karya sastra. Mereka dapat merasakan keindahan karya sastra lewat
ritme,rima,aliterasi, dan suasana batin yang di ungkapkan. Beberapa cerita rakyat dapat
digunakan untuk kegiatan ini, tetapi yang paling mudah digunakan dalam kegiatan ini
adalah puisi. Cerita atau puisi yang digunakan harus yang menarik bagi anak-anak,
yang mudah dipahami secara lisan, dan yang mudah dihafalkan. Mereka perlu
mendengarkan cerita atau puisi yang akan dibaca secara kor itu berulang-ulang agar
dapat menafsirkan isinya. Mereka harus dapat menangkap perasaan batin yang
terkandung di dalam cerita atau puisi tersebut, mungkin bersifat humor, menyedihkan,
misterius dan mereka mengetahui perhentian serta mengetahui kata-kata yang harus di
beri tekanan. Tujuan utama bercerita dan membaca puisi secara kor adalah untuk
35

memperoleh kesenangan. Oleh karena itu, guru hendaknya tidak mengharapkan


penampilan yang benar-benar bagus,tetapi ia harus menolong murid-murid belajar
menafsirkan karya sastra secara lisan untuk memperoleh kesenangan.

c. Bermain Drama

Bentuk lain apresiasi sastra secara lisan ialah membacakan naskah drama atau
bermain drama. Di antara anak-anak ada yang berperan sebagai narrator, yakni
membacakan deskripsi cerita. Anak-anak yang lain memerankan semua pelaku cerita
yang telah ditentukan. Dalam memilih naskah drama, guru harus mencari naskah
drama yang memiliki perwatakan yang kuat dan menggunakan gaya penyajian yang
lembut. Anak-anak harus dapat memahami karakter pelaku yang akan diperankannya
sehingga dapat memerankannya dengan baik. Dalam membacakan atau memerankan
drama, setiap anak harus dapat membayangkan latar dan tindakan pelaku dan dapat
menggunakan suara sesuai dengan pemahamannya terhadap perasaan dan pikiran
pelaku tersebut. Dengan kegiatan ini, para murid dapat menunjukan kemampuannya
dalam menerjemahkan tulisan ke dalam bahasa lisan yang ekspresif, sebagai
ungkapan perasaan dan pikiran.

Anda mungkin juga menyukai