Anda di halaman 1dari 15

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBAHASA TULIS DI SD

Keterampilan berbahasa tulis meliputi keterampilan membaca dan keterampilan


menulis. Membaca merupakan kegiatan memahami bahasa tulis, sedangkan menulis
merupakan kegiatan menggunakan bahasa tulis sebagai sarana untuk mengungkapkan
gagasan. Membaca adalah kegiatan berbahasa yang bersifat reseptif (menerima dan
memahami gagasan, perasaan, informasi) dalam bentuk tulisan, sedangkan menulis
merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat produktif (menyampaikan,
mengungkapkan) gagasan, informasi dalam bentuk tertulis.

A. Hakikat Membaca

Pada hakikatnya, aktivitas membaca terdiri dari dua bagian, yaitu membaca
sebagai proses dan membaca sebagai produk. Membaca sebagai proses mengacu
pada aktivitas fisik dan mental. Sedangkan membaca sebagai produk mengacu pada
konsekuensi dari aktivitas yang dilakukan pada saat membaca.

Proses membaca sangat kompleks dan rumit karena melibatkan beberapa


aktivitas, baik berupa kegiatan fisik maupun kegiatan mental. Proses membaca terdiri
dari beberapa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah 1) aspek sensori, yaitu kemampuan
untuk memahami simbol-simbol tertulis, 2) aspek perseptual, yaitu kemampuan untuk
menginterpretasikan apa yang dilihat sebagai simbol, 3) aspek skemata, yaitu
kemampuan untuk menghubungkan informasi tertulis dengan struktur pengetahuan
yang ada, 4) aspek berpikir, yaitu kemampuan membuat inferensi dan evaluasi dari
materi yang dipelajari, dan 5) aspek afektif, yaitu aspek yang berkenaan dengan minat
pembaca yang berpengaruh terhadap kegiatan membaca. Interaksi antara kelima
aspek tersebut secara harmonis akan menghasilkan pemahaman membaca yang baik,
yakni terciptanya komunikasi yang baik antara penulis dan pembaca.

Pembelajaran membaca di SD menjadi bagian penting dari pembelajaran


Bahasa Indonesia. Melalui pembelajaran membaca siswa diharapakan: 1) memperoleh
informasi dan tanggapan yang tepat atas berbagai hal; 2) mencari sumber,
menyimpulkan, menyaring, dan menyerap informasi dari bacaan; dan 3) mampu
mendalami, menghayati, menikmati, dan menarik manfaat dari bacaan. Dengan
demikian faktor pemahaman membaca merupakan aspek utama dalam pembelajaran
membaca di kelas-kelas tinggi SD. Ada empat tingkatan atau kategori pemahaman
membaca, yaitu: 1) pemahaman literal adalah kemampuan memahami informasi yang
dinyatakan secara eksplisit atau tersurat dalam teks; 2) pemahaman inferensial adalah
kemampuan memahami informasi yang dinyatakan tidak secara lansung atau tersirat
dalam teks, 3) pemahaman kritis adalah kemampuan mengevaluasi materi teks, dan 4)
pemahaman kreatif adalah kemampuan untuk mengungkapkan respon emosional dan
estetis
Teknik dan Strategi Pembelajaran Membaca

Untuk meningkatkan pemahaman terhadap keseluruhan teks, biasanya guru


menerapkan kegiatan prabaca, kagiatan inti membaca, dan kegiatan pascabaca dalam
pembelajaran membaca.

a. Kegiatan prabaca

Kegiatan prabaca dimaksudkan untuk mengubah perilaku siswa dalam penyelesaian


masalah dan motivasi penelaahan materi bacaan.

1) Gambaran awal

Gambaran awal cerita, yang berisi informasi yang berkaitan dengan isi cerita,
dapat meningkatkan pemahaman. Penelitian telah menunjukan bahwa dengan
memberikan gambaran awal cerita kepada siswa yang dirancang sebagian untuk
membangun latar belakang pengetahuan tentang cerita tersebut dapat membantu
siswa menyimpulkan isi bacaan. Gambaran awal membantu menggugah skematanya
untuk memusatkan perhatian mereka sebelum membaca.

2) Petunjuk untuk melakukan antisipasi

Petunjuk antisipasi merupakan sarana kegiatan awal membaca yang


bermanfaat. Petunjuk seperti ini dirancang menstimulasi pikiran, berisi pertanyaan-
pertanyaan deklaratif, yang sebagian mungkin ada yang tidak benar, yang berkaitan
dengan materi yang akan dibaca. Sebelum membaca, siswa dapat diminta untuk
memberikan respons terhadap pernyataan itu sesuai dengan pengalaman yang mereka
miliki dan menduskusikannya. Petunjuk antisipasi dapat dilanjutkan pada kegiatan akhir
membaca dengan cara mengulang proses tersebut setelah membaca, lalu
mempertimbangkan masukan dari bacaan tersebut yang tampak pada gabungan
petunjuk antisipasi dan reaksi.

3) Pemetaan semantik

Pemetaan semantik ini merupakan strategi prabaca yang baik, sebab


kegiatannya memperkenalkan kosakata yang akan ditemukan dalam bacaan dan dapat
menggugah skemata yang berkaitan dengan topik bacaan. Hal ini memungkinkan siswa
dapat menghubungkan informasi yang baru dalam bacaan dengan pengetahuan awal
mereka. Cara ini dianggap sangat membantu siswa, sebab jika banyak pengetahuan
awal siswa yang dapat dimanfaatkan untuk memahami bacaan, berarti pula siswa dapat
memasuki pengetahuan barunya dengan mudah. Prosedur ini dapat memotivasi siswa
membaca mateeri bacaan.
4) Menulis sebelum membaca

Menyuruh siswa menulis pengalaman pribadi yang relevan, sebelum mereka


membaca materi, bermanfaat bagi kegiatan mengerjakan tugas, respons yang lebih
rumit terhadap karakter, dan reaksi yang lebih positif. Hal ini menbantu siswa lebih
terlibat dalam kegiatan membacanya.

5) Drama/simulasi (creative drama)

Drama/simulasi dapat digunakan sebelum cerita dibaca untuk meningkatkan


pemahaman. Guru dapat menggambarkan situasi yang dikembangkan dalam cerita dan
dapat membiarkan siswa menyelesaikan masalah yang ada dalam cerita sesuai
kemampuan mereka masing-masing. Sesudah itu, guru dapat memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membaca cerita yang sebenarnya. Guru dapat memerankan
beberapa karakter untuk membatu melanjutkan drama itu dan memberikan pertanyaan
yang berhubungan dengan latar, watak, emosi, dan kritik.

b. Kegiatan inti membaca

Beberapa strategi dan kegiatan dalam membaca dapat digunakan untuk


meningkatkan pemahaman siswa. Strategi yang dimaksud adalah strategi metakognitif,
cloze procedure, dan pertanyaan pemandu.

1) Strategi metakognitif

Akhir-akhir ini banyak perhatian diberikan kepada penggunaan strategi


metakognitif oleh siswa selama membaca. Sebenarnya, penggunaan strategi ini secara
efektif memberikan efek positif kepada pemahaman seseorang sebab dapat
meningkatkan keterampilan belajar. Metakognitif berkaitan dengan pengetahuan
seseorang atas penggunaan intelektual otaknya dan usaha sadarnya dalam memonitor
atau mengontrol penggunaan kemampuan intelektual tersebut. Metakognitif ini meliputi
cara terjadinya berpikir. Dalam kegiatan membaca, orang yang menerapkan
metakognitif akan memilih keterampilan dan teknik membaca yang sesuai dengan
tugas membacanya.

Bagian proses metakognitif menentukan tugas apa yang diperlukan untuk


memperoleh pemahaman. Pembaca perlu bertanya:

(1) apakah jawaban yang perlu saya ungkapkan secara langsung? (jika ya, si
pembaca mencari kata-kata si penulis secara tepat sebagai jawaban);

(2) apakah teks tersebut mengungkapkan jawaban dengan memberikan


tanda centang yang jelas yang membantu memutuskan jawabannya?
(jika ya, pembaca mencari tanda-tanda yang berkaitan dengan
pertanyaan dan alasan-alasan tentang informasi yang tersedia untuk
menentukan jawaban);

(3) apakah jawabannya harus datang dengan cerita? (jika ya, si pembaca
mengaitkan apa yang diketahui dan dipikirkan tentang topik dengan
informasi yang ada dan meliputi kedua sumber infomasi dalam proses
penalaran untuk memperoleh jawaban).

2) Cloze procedure

Cloze procedure digunakan untuk meningkatkan pemahaman dengan cara


menghilangkan sejumlah informasi dalam bacaan dan siswa diminta untuk mengisinya.
Latihan cloze procedure ini tidak hanya baik untuk mengetahui penguasaan siswa
terhadap teks bacaan, tetapi juga baik digunakan untuk menguji penguasaan tata
bahasa. Dalam pelaksanaannya, cloze procedure melibatkan huruf, suku kata, kata,
frasa, klausa, atau kalimat.

3) Pertanyaan pemandu

Selama membaca pertanyaan pemandu sering digunakan untuk meningkatkan


pemahaman. Siswa dapat dilatih untuk mengingat fakta dengan cara mengubah fakta
itu dengan pertanyaan “mengapa”. Pertanyaan pemandu dapat diajukan oleh guru
kepada siswa atau diajukan siswa untuk dirinya sendiri ketika sedang membaca.

c. Kegiatan pascabaca

Kegiatan dan strategi setelah membaca membantu siswa mengintegrasikan


informasi baru kedalam skemata yang sudah ada. Selain itu, kegiatan pascabaca dapat
memperkuat dan mengembangkan belajar yang telah diperoleh sebelumnya. Ada
beberapa kegiatan dan strategi yang dapat dilakukan siswa setelah membaca, yaitu
memperluas kesempatan belajar, mengajukan pertanyaan, mengadakan pameran
visual, melaksanakan pementasan teater aktual, menuturkan kembali apa yang telah
dibaca kepada orang lain, dan mengaplikasikan apa yang diperoleh dari membaca
ketika melakukan sesuatu.

1) Memperluas kesempatan belajar

Banyak aktivitas yang dilakukan setelah membaca. Sebaiknya siswa diberi


kesempatan untuk menentukan informasi apa saja yang selanjutnya ingin diperoleh dari
topik yang telah dibacanya dan dimana mereka dapat memperolehnya. Mungkin siswa
ingin membaca topik tersebut lebih dalam lagi. Jika demikian, ia dapat diberi informasi
tentang apa saja yang dapat dibaca. Tentu saja pengetahuan siswa setelah membaca
tidak boleh disia-siakan. Karena itu, siswa yang bersangkutan dapat diminta untuk
membahasnya dikelas.
2) Mengajukan pertanyaan

Pertanyaan prabaca lebih difokuskan pada upaya membelajarkan siswa dalam


hal membaca, sedangkan pertanyaan pascabaca lebih diarahkan pada upaya
memperdalam pemahaman siswa tentang segala macam informasi yang diperoleh dari
teks. Pemakaian pertanyaan pascabaca akan lebih bermanfaat jika mencakup
pertanyaan level tinggi, tipe aplikasi, dan pertanyaan yang penting secara struktural.
Siswa akan memperoleh keuntungan yang besar dari pertanyaan pascabaca jika
memperoleh umpan balik yang memadai dari guru. Umpan balik yang dimaksud bukan
hanya untuk jawaban yang benar saja, bahkan lebih penting lagi umpan balik untuk
jawaban yang salah. jawaban yang benar memberi keyakinan kepada siswa bahwa
dirinya dapat melakukan sesuatu untuk meningkatkan kemampuan bacanya. Akan
tetapi, jawaban yang salah yang dibiarkan tanpa petunjuk dan bimbingan dalam jangka
waktu yang relatif lama akan menghasilkan keputus-asaan atau tekanan mental karena
frustrasi yang berkepanjangan.

3)Mengadakan pameran visual

Hasil siswa setelah membaca tidak hanya berupa informasi. Hasil belajar itu dapat
disampaikan kepada pihak lain dalam wujud tidak hanya verbal, tetapi juga visual.
Siswa dapat diminta untuk membuat sketsa atau menggambar apa yang sudah mereka
pelajari dari teks dan menjelaskan mengapa mereka berpikir begitu. Sketsa dan gambar
kemudian dapat dibahas dalam kelompok di kelas untuk mengetahui keterkaitannya
dengan teks.

4) Pementasan teater aktual

Pementasan teater aktuak atau teater pembaca dilakukan dengan cara membaca teks
bersama-sama. Kemudian, kelompok mencoba memahami makna teks melalui diskusi
kelompok, saling tukar hasil pemahaman dan penafsiran terhadap teks. Pemahaman
dan penafsiran bersama ini akan membuahkan kerja sama dengan pemahaman yang
utuh terhadap teks yang mereka baca. Selanjutnya, pemahaman dan hasil interpretasi
teks yang mereka baca itu diubah bentuknya menjadi naskah drama atau ditransfer
menjadi bentuk dialog antar tokoh dengan karakter yang berbeda-beda. Kemudian,
kelompok baca mengubah bentuk kelompoknya menjadi kelompok teater. Kelompok-
kelpmpok teater ini berlatih membaca, menampilkan naskah yang mereka tulis sendiri
di depan penonton. Inilah bentuk kegiatan berbahasa yang utuh sebab siswa terlibat
langsung dalam kegiatan berbahasa yang sebenarnya. Dalam kegiatan seperti ini
terjadi perpaduan yang kental antara kemahiran berbahasa reseptif dengan produktif.

5) Menceritakan kembali
Membahas kembali aspek-aspek penting dari materi yang dibaca merupakan
teknik pemahaman yang memberikan dampak positif pada peningkatan pemahaman
dan kemampuan baca siswa. Siswa menggunakan teknik menceritakan kembali apa
yang dibacanya kepada guru, teman sekelas atau direkam pada kaset.

Yang perlu dipersiapkan guru adalah melatih siswa dalam mempersiapkan apa
yang harus mereka ceritakan kembali dan bagaimana menyampaikan hasil membaca
tersebut. Tahap persiapan berkaitan dengan aktivitas mamilih bagian mana saja dari
bacaan yang harus disampaikan, bagaimana bagian-bagian itu diorganisasikan agar
menjadi sajian informasi yang menarik, dan menuliskan kembali dalam bentuk sajian
yang sebaik-baiknya. Pada tahap ini guru dapat berdiskusi dengan siswa untuk memilih
bentuk penyampaian, misalnya, apakah siswa akan menyampaikan hasil ringkasannya
dalam bentuk beningan (transparansi), makalah atau tulisan tangan di atas kertas
manila/plano. Dalam hal ini, guru berperan sebagai pendorong aktivitas, bukan sebagai
pengambil keputusan, sehingga siswa memiliki kesempatan yang seluas-luasnya untuk
menyelesaikan masalah-masalah teknis.

Untuk sampai ketahap penyampaian hasil ringkasan, guru perlu menyampaikan


kepada siswa bentuk-bentuk penyampaian yang digunakan, misalnya, seminar,
diskkusi atau bentuk belajar bersama yang lebih bersifat koperatif-kolaboratif. Sebelum
sampai pada penyampaian yang sebenarnya, kelas dapat berlatih agar siswa
mengetahui dengan benar apa yang diinginkan guru terhadap meraka. Pada akhir
kegiatan, kembali guru berperan sebagai pembimbing dan dinamisator ketika siswa
akan merumuskan hasil diskusi dan menyusun laporan.

6) Penerapan hasil membaca

Kegiatan pascabaca yang baik dilaksanakan adalah menampilkan atau mengerjakan


tugas yang ada kaitannya denga penerapan pengetahuan yang diperoleh siswa ketika
membaca. Pelaksanaan kegiatan ini merupakan upaya pemanfaatan skemata baru
untuk menyelasaikan problem yang dihadapi siswa sehingga skemata baru tersebut
akan lebih kuat tersimpan dalam otak mereka.

Jenis-jenis Membaca di SD Kelas Tinggi

1.Membaca Teknik

Membaca teknik disebut juga membaca bersuara atau membaca nyaring atau
juga membaca lancar. Siswa diharapkan membaca dengan nyaring atau bersuara yang
dapat didengar oleh orang lain di sekitarnya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kelancaran siswa mengubah lambang-lambang tertulis menjadi suara atau ucapan yang
mengandung makna. Membaca teknik menekankan pada segi “menyuarakan yang
dibaca” atau difokuskan pada lafal kata dan intonasi frase, intonasi kalimat, serta isi
bacaan. Di samping itu, pungtuasi atau tanda baca tidak boleh diabaikan.

Dalam membaca tersebut, para siswa harus dapat membedakan secara jelas intonasi
kalimat berita, intonasi kalimat tanya, intonasi kalimat seru, dan sebagainya. Juga lagu
kalimat orang yang sedang susah, marah, bergembira atau suasana lainnya. Siswa
juga diharapkan dapat memberikan tekanan yang berbeda pada bagian-bagian yang
dianggap penting dengan bagian-bagian kalimat atau frase yang bernada biasa. Si
pembaca bertanggung jawab dengan hal lafal kata, lagu atau notasi kalimat, serta
kandungan isi yang ada di dalamnya. Di samping itu diri sendiri, aktivitas juga
ditunjukan untuk orang lain. Dalam hal ini pembaca bertanggung jawab atas lagu atau
intonasi kalimat, lafal kata, kesenyapan ketepatan tekanan suara, dan sebagainya.
Sehingga penyimak dapat mendengarkan dan menangkap isi bacaan dengan tepat
sesuai dengan maksud penulis.

Membaca teknik masih merupakan bagian terbesar atau lanjutan dari kegiatan
membaca di kelas I dan II. Namun demikian, kegiatan membaca teknik makin menurun
frekuensinya pada kelas yang lebih tinggi. Semakin tinggi kelasnya, semakin kurang
pelaksanaan membaca teknik.

2. Membaca dalam Hati

Membaca dalam hati sering juga disebut membaca pemahaman. Membaca


dalam hati itu pada hakikatnya merupakan teknik membaca tanpa suara. Yang perlu
ditekankan pada membaca ini adalah pemahaman terhadap isi bacaan. Membaca
dalam hati lebih banyak menggunakan kecepatan gerak mata, mengingat mata lebih
cepat menanggapi apa yang dibaca daripada kecepatan gerakan mulut. Oleh sebab itu,
pada waktu siswa membaca dalam hati, diusahakan mulut siswa tidak bergerak dan
tidak mengeluarkan suara atau bunyi. Tujuan membaca dalam hati, ialah melatih
kemampuan anak memahami isi wacana/bacaan.

3. Membaca Cepat

Membaca cepat merupakan salah satu teknik membaca yang dilatihkan kepada
siswa, agar dalam waktu yang singkat dapat membaca dengan lancar dan dapat
memahami isinya dengan cermat. Tujuannya adalah untuk melatih kecepatan gerakan
mata para siswa pada saat membaca. Membaca ini perlu diajarkan kepada siswa,
karena pada saatnya kelak siswa harus dapat membaca suatu pengumuman,
pemberitahuan berita, tulisan di televisi, dan lain-lain yang berlangsung dalam waktu
yang relatif cepat. Selain itu, dalam membaca cepat siswa diharapkan mampu
mengambil informasi sebanyak-banyaknya dalam waktu yang singkat.
4. Membaca Indah atau Membaca Estetis

Membaca indah atau disebut juga membaca estetis, adalah suatu cara atau
teknik membaca yang mngutamakan unsur irama, intonasi, kecepatan ucapan atau
berkaitan dengan keindahan atau estetika yang dapat menggugah emosi atau perasaan
dari pembaca atau pendengar. Tujuan yang ingin dicapai dari membaca ini adalah agar
siswa dapat memperoleh suatu keindahan yang bersumber dari bacaan. Oleh sebab
itu, bahan yang dianggap tepat untuk digunakan dalam membaca indah adalah bahan
yang berbentuk sastra, baik berupa puisi, cerita (prosa, lirik, cerita rekaan) maupun
yang berbentuk dialog atau naskah drama, atau boleh juga berupa komik. Selain yang
berbentuk sastra, bahan boleh juga yang berbentuk reklame, tetapi ini jarang
dippergunakan guru.

5. Membaca Memindai (Scanning)

Membaca Scanning adalah teknik membaca untuk mendapatkan suatu informasi


sesuai kebutuhan tanpa membaca bagian lain, jadi membaca langsung ke masalah
yang dicari. Membaca seperti ini biasanya digunakan untuk (1) Mencari nomor telepon,
(2) Mencari kata dalam kamus, (3) Mencari entri dalam indeks, (4) Mencari angka-
angka statistic, (5) Melihat acara siaran TV, (6) Melihat daftar perjalanan, dan lain-lain
yang serupa.

6. Membaca Sekilas (Skimming)

Membaca Skimming adalah teknik membaca yang tujuannya mendapatkan ide


pokok dalam waktu yang singkat. Tujuannya adalah untuk mengambil intisari atau
saripati dari suatu bacaan. Caranya sama dengan membaca dalam hati. Bedanya
dalam membaca skimming pembaca tidak perlu membaca semua yang tersurat tetapi
bentuknya seperti membaca lengkap bacaan. Kecuali jika harus melompati bagian-
bagian tertentu yang dirasa kurang perlu. Tekniknya telusuri bagian paragrap yang
memuat ide pokok, kemudian temukan detail penting yang mendukung ide pokok
tersebut.

7. Membaca Bahasa

Membaca bahasa adalah cara atau teknik membaca yang menuntut kemampuan
siswa dalam menggunakan atau mengucapkan bahasa sesuai dengan kaidah bahasa
Indonesia. Tujuannya adalah untuk menambah dan memperluas perbendaharaan
bahasa, sehingga siswa lebih terampil dalam memilih dan menggunakan kata serta
lebih tepat menempatkan makna kata dalam kalimat. Hal ini mencakup kesesuaian
pikiran dengan bahasa, kosakata, fungsi, dan peranan bagian bahasa yang terdapat
dalam bahan bacaan yang dibacanya, termasuk pemakaian ejaannya.
8. Membaca Pustaka

Membaca Pustaka ialah cara atau teknik membaca yang dilaksanakan siswa
secara mandiri, tidak hanya di kelas, tapi dapat juga berlangsung di perpustakaan
sekolah.

Tujuannya adalah untuk menumbuhkan kegemaran siswa dalam membaca dan


menambah pengetahuan siswa serta menanamkan kebiasaan membaca pada diri
siswa, juga merupakan pemberian kesempatan dan bimbingan untuk memanfaatkan
waktu luang bagi siswa.

B. Hakikat Menulis

Menulis dapat dianggap sebagai proses ataupun suatu hasil. Menulis merupakan
kegiatan yang dilakukan seseorang untuk menghasilkan sebuah tulisan. Sebenarnya,
kegiatan menulis yang menghasilkan sebuah tulisan sering kita lakukan. Misalnya,
mencatat pesan ataupun menulis memo untuk teman. Menulis yang akan dibicarakan
dalam kegiatan belajar ini lebih luas pengertiannya daripada sekedar melakukan
perbuatan atau menghasilkan tulisan seperti yang disebutkan tadi. Menugasi siswa
membuat karangan dengan judul tertentu dengan disertai petunjuk-petunjuk praktis
cara menulisnya adalah contoh pembelajaran menulis yang ditekankan pada hasilnya,
bukan pada prosesnya.

Dilihat dari prosesnya, pembelajaran menulis menuntut kerja keras guru untuk
membuat pembelajarannya di kelas menjadi kegiatan yang menyenangkan, sehingga
siswa tidak merasa ”dipaksa” untuk dapat membuat sebuah karangan, tetapi
sebaliknya, siswa merasa senang karena diajak guru untuk mengarang atau menulis.
Beberapa kiat yang dapat digunakan guru melaksanakan pembelajaran menulis
sebagai suatu proses, yaitu:

1) Langsung menulis, teori berkalangan

Menulis itu lebih baik dipahami sebagai keterampilan, bukan sebagai ilmu.
Sebagai keterampilan, menulis membutuhkan latihan, latihan, dan latihan. Sebagai ilmu
komposisi, menulis mengajarkan ada sekian jenis paragraf dengan contoh-contohnya,
ada sekian macam deskripsi, sekian macam narasi, sekian macam eksposisi dan
masing disertai dengan contoh-contohnya, ada kalimat inti dan sebagainya, yang
kesemuanya itu tidak membuat siswa dapat menulis. Terlalu banyak aturan akan
membuat siswa gamang menulis. Seperti halnya latihan berenang, tidak dimulai degan
teori. Seorang yang belajar berenang langsung disuruh menceburkan diri dalam air. Di
situ ia dapat mulai bermain-main air, menggerak-gerakkan kaki dalam air, belajar berani
mengambang di air dengan cara berpegangan pada pipa di pinggir kolam, dan
seterusnya. Dengan demikian, menulis pun dapat dimulai tanpa harus tahu tentang
teori-teori menulis. Seseorang yang ingin belajar langsung saja terjun ke dalam
kegiatan menulis yang sebenarnya. Ia dapat saja menulis hal-hal yang sederhana tanpa
mempedulikan apakah tulisannya memenuhi persyaratan komposisi atau tidak. Tulisan
yang dibuatnya harus selesai semua. Ia boleh menulis bagian mana saja yang
disenangi dan melanjutkannya kapan saja dan di mana saja. Artinya, penyelesaian
karangan itu tidak terbatas pada jam sekolah.

2) Mulai dari mana pun boleh

Tidak ada satu titik awal yang pasti dari mana pelajaran menulis harus dimulai.
Guru memulai pelajaran geografi dengan membawa sebuah kompas ke kelas,
menunjukan arah mata angin, menggambarkan kelas itu sambil menghadap ke utara,
menentukan tempat duduk para siswa di kelas yang digambarkan itu. Jadi, dalam
pembelajaran sebuah ilmu ada titik mulai yang paling logis. Tidak demikian dengan
mengajarkan menulis, kita dapat memulai dari bagian mana pun yan diinginkan. Guru
dapat memulainya dengan mengajak siswa menulis cerita, laporan, deskripsi, puisi atau
apa saja. Perlu diingat, kata kunci dalam pembelajaran menulis adalah mengajak siswa
menulis, bukan mengajarkan menulis. Dengan menggunakan kata kunci seperti itu,
siswa dapat kita bawa ke dalam situasi yang menyenangkan, yang dapat membuat
siswa menulis. Misalnya, sebagai guru menuliskan kata air di papan tulis. Kemudian
bertanya kepada siswa, apakah mereka mempunyai pengalaman yang menarik dengan
air. Pasti jawabannya beragam. Anda dapat mendaftar setiap ide tentang air itu dipapan
tulis. Sesudah itu anda bertanya lebih lanjut, apakah mereka dapat menceritakan
pengalaman masing-masing kepada teman sebangkunya. Guru dapat meminta kepada
siswa yang mendengarkan cerita teman sebangkunya itu mencatat apa yang
didengarnya. Setelah cerita selesai , sipencatat dapat menunjukkan hasilnya
catatannya. Itulah hasil kolaborasi antar teman sebangku. Boleh saja cerita itu
kemudian dikembangkan lagi secara imajinatif atau dibiarkan begitu saja. Yang pasti,
pada saat itu guru sudah berhasil mengajak para siswanya mengarang yang dimulai
dari mana pun. Kesan yang tertanam dalam diri siswa dari kiat yang telah digunakan
guru dalam pembelajaran mengarang seperti itu bahwa mengarang itu mudah.

3) Belajar sambil bercanda

Ketika seseorang menulis, apa pun yang ditulisnya, ia mengerahkan seluruh


pengetahuan dan kelaziman kebahasaan yang dimilikinya, termasuk kosakata, tata
bahasa, dan sebagainya, di samping juga hal-hal lain yang berkaitan dengan materi
tulisannya, bahkan kadang-kadang juga dengan suasana hatinya pada saat penulisan
serta banyak faktor lainnya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ketika seseorang
menulis, ia mencurahkan seluruh kepribadiannya ke dalam tulisannya. Dengan
demikian, guru harus bertindak sangat hati-hati ketika memulai pembelajaran menulis
agar kepribadian siswa tidak tersinggung dan agar siswa tidak benci kepada guru dan
pelajaran menulis. Untuk itu, guru harus mempunyai banyak teknik yang dapat
membuat kelas menjadi cair, tidak tegang. Kelas harus dipenuhi dengan seloroh dan
canda yang muncul dari guru ataupun dari siswa. Seloroh dan canda sangat membantu
bagi munculnya ide yang segar dalam setiap pelajaran menulis.

4) Pembelajaran menulis nonlinear

Tidak semua ilmu menulis perlu diajarkan. Yang penting bagi guru bukan
mengajarkan sebanyak-banyaknya bahan, tetapi menanamkan kebiasaan dan
kecintaan menulis. Dengan demikian, kurikulum tidak perlu mendetail, tidak perlu ada
sasaran atau target yang pasti, cukup menyatakan kira-kira dalam bentuk kisi-kisi
tentang apa yang sebaiknya dikuasai siswa pada akhir semester, caturwulan atau
triwulan tertentu, misalnya, siswa mampu menulis sebuah kisah perjalanan, menuliskan
pengalaman yang tak terlupakan, menulis cara membuat sesuatu, mendeskripsikan
sesuatu, memberi akhir baru untuk sebuah cerita, menyelesaikan cerita yang belum
selesai, berpolemik tentang suatu tulisan eksposisi, dan sebagainya.

Dengan adanya kebebasan seperti ini berarti sebagai guru tidak perlu
menetapkan bahwa siswa sekelas harus menulis karangan yang sama dengan judul
yang sama pula. Guru boleh memberikan kebebasan kepada siswa untuk
mengembangkan karangannya sendiri tanpa harus diikat dengan kalimat topik yang
sama. Pelajaran menulis itu merupakan proses nonlinear, artinya, tidak harus ada
urutan-urutan tertentu dari A sampai ke Z. Proses pembelajaran menulis tidak
mengenal urutan seperti itu, sebab kegiatan menulis merupakan proses yang berputar-
putar dan berulang-ulang. Dalam proses seperti itu tidaklah menjadi soal jika materi
yang sama diberikan dua atau tiga kali sebab dalam setiap pengulangan akan selalu
ada perubahan, di samping dengan sendirinya akan berlangsung pula proses-proses
internalisasi, konsolidasi, dan verifikasi yang akan menghasilkan kebiasaan dan
keterampilan yang semakin lama semakin menuju ke tingkat yang lebih sempurna pada
diri siswa.

Dengan adanya proses seperti itu, guru harus memiliki sistem penilaian yang
berbeda dengan cara penilaian konvensional. Dalam sistem penilaian ini guru perlu
membuat kesepakatan dengan siswa. Menilai karangan dalam pembelajaran menulis
dengan pendekatan proses harus ada kesesuaian antara criteria penulisan guru
dengan pikiran, kreasi, keinginan, dan gaya yang digunakan siswa. Menilai karangan
memang hak prerogatif guru tetapi siswa juga mempunyai hak untuk menghargai
kreasinya. Oleh sebab itu, siswa boleh ditanya apa sikapnya terhadap tulisan yang
telah dihasilkannya itu.
5) Berbicara meniru mendengarkan, menulis meniru membaca

Setiap guru bahasa selalu ingat bahwa ada empat keterampilan pokok dalam
berbahasa, yaitu mendengar, berbicara, membaca, dan menulis. Sebaiknya juga diingat
bahwa pada umumnya mempelajari keempat keterampilan itu, terutama mendengar
dan berbicara dalam bahasa ibu kita sendiri. Ingat, saat anda berusia 6 tahun, pasti
sudah menguasai kedua keterampilan itu. Adakah peran ilmu bahasa dalam proses
penguasaan kedua keterampilan itu? Sama sekali tidak ada, sebab belajar mendengar
dan berbicara secara alamiah dari lingkungan dengan cara “meniru”. Dapatkah cara itu
diterapkan dalam pembelajaran menulis? Coba cari tahu, siapa yang mengajari Chairil
Anwar atau Taufik Ismail menulis puisi? Siapa yang mengajari Mochtar Lubis atau
Umar Kayam menulis novel atau cerpen? Tak seorang pun dapat memberikan jawaban
yang pasti, sebab memang tidak ada yang mengajari mereka menulis puisi, cerpen atau
novel. Alam telah mengaruniai mereka kemampuan menulis. Memang, sampai pada
taraf tertentu mereka belajar menulis dengan cara meniru dari bacaan sebab mereka
gemar membaca. Membaca itu kunci keberhasilan mereka. Sambil membaca
berkembanglah bakat mereka menulis. Sedemikian kuatnya kaitan antara membaca
dengan menulis sehingga ada pendapat yang menyatakan bahwa seseorang yang tidak
gemar membaca, tidak akan menjadi penulis.

Teknik dan strategi Pembelajaran Menulis

Pembelajaran menulis dapat dilaksanakan di dalam kelas (pada jam pelajaran


sekolah) dan di luar kelas (di luar jam pelajaran).

1. Pembelajaran Menulis di dalam Kelas

Kegiatan pembelajaran menulis di dalam kelas sebaiknya dilaksanakan sesuai


dengan jam yang telah ditetapkan dalam jadwal pelajaran. Teknik dan strategi
bermacam ragam. Guru dapat pula menciptakan teknik atau strategi pembelajaran
menulis yang sesuai dengan situasi dan kondisi di kelas. Beberapa contoh teknik
berikut dapat digunakan dalam pembelajaran menulis di SD

1) Bermain-main dengan bahasa dan tulisan

Pembelajaran menulis dapat dibuat menyenangkan dengan sebuah permainan


menulis yang biasa disebut menulis berantai atau menulis berkelompok. Siswa dibagi
ke dalam kelompok dengan jumlah 10-15 orang per kelompok. Mereka tidak perlu
pindah dari tempat duduk mereka. Tentukan saja mana yang masuk kelompok satu,
dua, dan seterusnya. Siswa pertama dari suatu cerita telah mempunyai kalimat yang
sama pada setiap kertas, misalnya, “hari minggu kemarin saya pergi ke pantai”. Siswa
pertama itu bertugas menambahkan sebuah kalimat, kemudian kertas diserahkan
kepada siswa kedua yang akan menambahkan sebuah kalimat lagi, dan seterusnya
sampai semua siswa dalam setiap kelompok sudah menambahkan masing-masing
sebuah kalimat. Sesudah itu, kertas dikumpulkan dan guru membacakan isi setiap
kertas. Ini merupakan proses pembelajaran menulis yang sangat menyenangkan,
terutama ketika para siswa melihat atau mendengar kesalahan-kesalahan elementer
mereka sendiri. Kesalahan yang paling sering dibuat oleh siswa adalah kesalahan
koherensi, yaitu keterhubungan antara sebuah kalimat dengan kalimat sebelum dan
sesudahnya.

2) Kuis

Sekurang-kurangnya ada tiga jenis kuis yang dapat digunakan beberapa kali
dalam setahunnya,yaitu kuis tanda baca, kuis tata paragraf, dan kuis tanda kutip, tanda
baca, dan tata paragraf sekaligus.

Contoh kuis tanda baca (titik, koma, pemisahan kata, dan sebagainya).

Di sebuah pulau yang terpencil jauh di tengah lautan tinggallah sepasang suami
istri dengan rukun dan damai tidak pernah mengalami persengkataan namun
pada suatu senja ketika sang suami kembali dari laut ia menemukan sepotong
cermin terletak di pantai diambilnya cermin itu dan alangkah heran hatinya
melihat bayangan manusia didalamnya inilah agaknya ayahku yang meninggal
beberapa bulan yang lalu pikirnya

Paragraf di atas dapat dibacakan guru lebih dulu di kelas. Siswa diminta untuk
memperhatikan dengan seksama dan boleh membuat catatan bila diperlukan. Pada
tahap berikutnya, siswa diberi fotokopi paragraf yang dibacakan sebelumnya dan
diminta untuk membubuhkan tanda baca dalam paragraf itu.

3) Memberi atau mengganti akhir cerita

Mengganti akhir cerita, terutama dongeng, merupakan latihan menulis yang amat
menyenangkan, efisien dan efektif. Dengan kerja yang tidak begitu banyak dapat
dicapai apa yang menjadi tujuan pembelajaran yang diharapkan yaitu siswa gemar
menulis. Yang menarik dari kegiatan ini adalah bahwa dengan membuat akhir baru,
cerita atau dongeng itu menjadi lebih menarik.

4) Menulis meniru model: copy the master

Jika belajar melukis, biasanya melalui berbagai tahapan, dari mulai menarik
garis, mencampur warna, sampai menggambar bentuk dan seterusnya sampai dengan
paham dan aliran yang dianut sang guru. Tidak demikian halnya di cina zaman yang
dahulu. Seseorang yang ingin belajar melukis akan mendatangi seorang guru. Guru itu
akan memberinya lukisan sudah jadi dan menyuruhnya meniru lukisan itu sebisanya.
Setelah lima atau enam kali meniru, ia akan mendapat lukisan lain untuk ditiru.
Demikian seterusnya selama bertahun-tahun sampai si siswa dapat melukis dan
bahkan sampai dapat menemukan gaya sendiri. Inilah yang disebut metode copy the
master. Metode ini pun dapat digunakan dalam pembelajaran menulis. Penggunaan
metode ini membutuhkan buku yang berisi banyak dan berbagai macam tulisan yang
dapat dijadikan master atau model sebagai pegangan.

Sebuah model yang dipilih guru dibaca bersama-sama di kelas. Kemudian,


dibaca pula analisis model itu (setiap model disertai sedikit analisis mengenai bagus
tidaknya tulisan itu dan menelusuri jalan pikiran penulisnya ketika menciptakan tulisan
itu, melihat sistematika penulisnya, dan sebagainya). Kemudian, guru mengajak para
siswa memikirkan objek-objek lain yang kira-kira dapat dituliskan dengan menggunakan
pola, gaya atau cara-cara yang dipakai dalam model itu. Selanjutnya, siswa menuliskan
idenya yang sejalan denga model yang dibahas itu. Mereka menulis di rumah. Berilah
waktu yang cukup. Setelah selesai, kumpulkan tulisan mereka untuk diperiksa. Janjikan
pula kepada mereka, kapan kira-kira pekerjaan mereka dikembalikan.

Guru harus mengembalikan pekerjaan siswa sesuai dengan jadwal yang telah
disepakati bersama. Ketika mengembalikan karangan-karangan itu, guru membahas
kesalahan-kesalahan yang umumnya dilakukan siswa. Sedangkan kesalahan-
kesalahan khusus yang bersifat pribadi atau kesalahan yang hanya dilakukan oleh
siswa tertentu, cukup dituliskan dikertas siswa yang bersangkutan untuk kemudian
diselesaikan secara khusus pula antara guru dan siswa.

Kelas yang gembira merupakan suasana yang mendukung terciptanya kelas


mengarang yang kondusif. Karena itu, guru harus pandai menciptakan kelas yang cair,
yang tidak menakutkan dan tidak penuh denga aturan-aturan yang kaku.

Setelah selesai semua urusan yang berkaitan dengan tugas pertama, guru dapat
saja meminta para siswa untuk menulis ulang tugas pertama itu. Ada beberapa alasan
yang mendukung tulis ulang ini, antara lain bahwa siswa berkesempatan untuk
memperbaiki nilai tulisannya.

2. Pembelajaran Menulis di Luar Kelas

Pembelajaran menulis di luar kelas dapat dilakukan, misalnya siswa dilatih


menulis buku harian. Dalam buku harian itu siswa dapat menuliskan pengalaman,
kesan atau pikiran yang menarik hati mereka. Jika tidak keberatan, di kelas mereka
dapat berbagi rasa dengan teman sekelas atau sebangku mengenai apa yang mereka
tulis dalam buku harian masing-masing.
Kegiatan lain yang dapat mendorong minat siswa untuk menulis adalah majalah
dinding (mading). Di sekolah-sekolah tertentu, penyelenggaraan mading ditangani
sepenuhnya oleh para siswa. Jika di sekolah belum ada mading, sebaiknya guru
memotivasi siswa untuk membuatnya. Pada tahap awal, anda terpanggil untuk
melakukan sekedar saringan untuk tulisan-tulisan siswa yang akan ditempelkan di
dinding.

Cara lain dalam mempersiapkan para siswa untuk membuat tulisan yang baik
adalah melaksanakan kegiatan kliping. Kliping memberikan bahan untuk tulisan bagi
para siswa dan bahan juga untuk referensi atau bahkan untuk berpolemik. Dalam
kliping siswa akan mengumpulkan tulisan-tulisan yang mereka sukai yang sesuai
dengan bakat dan kepribadian mereka. Oleh karena itu, siswa jangan dipaksa untuk
mengkliping bahan tertentu dalam pembelajaran menulis.

Anda mungkin juga menyukai