Anda di halaman 1dari 17

PSIKOBORNEO, 2019, 7 (3) 592-608

ISSN 2477-2674 (online), ISSN 2477-2666 (cetak), ejournal.psikologi.fisip-unmul.ac.id


© Copyright 2019

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL GURU DAN MOTIVASI


BERPRESTASI DENGAN REGULASI DIRI DALAM
BELAJAR PADA SISWA SMA NEGERI 10 SAMARINDA
Rika Aulia Gisnarinda Nawangwulan1

Abstract
This study aims to determine whether there is a correlation between
teacher social support and achievement motivation with self-regulated learning in
SMA Negeri 10 Samarinda students. This study is quantitative study. The method
of collection the data is using Likert scale, which consist of self regulated
learning scale, teacher social support scale, and achievement motivation scale.
The sample of this study is 58 students.
The data analysis technic is using multiple regression analysis. The
results of this study indicates that there is a correlation between teacher social
support and achievement motivation with student self-regulated learning with a
value of R2 = 0.534, f count = 30.570 > f table = 3.16, and p = 0.000. In addition
from the results of regression analysis stages model, it was found that there was
no correlation between teacher social support and self regulated learning with
the value of Beta = 0.047, t calculated = 0.458 < t-table = 2,003, and p = 0.649.
Then, there is a correlation between achievement motivation and self regulated
learning with a Beta value = 0.710, t calculated = 6.952 > t table =2,003 and p =
0,000.

Keywords : self regulated learning, teacher social support, achievement


motivation.

PENDAHULUAN
Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah jenjang pendidikan menengah
pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah Pertama.
Sekolah Menengah Atas ditempuh dalam waktu tiga tahun, mulai dari kelas X
hingga kelas XII. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar
yang terdiri atas pendidikan umum dan pendidikan menengah kejuruan yang
berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk
lain yang sederajat (UUSPN RI, 2013 dalam Puspitasari, 2013).
Menurut Monks (2006), siswa SMA memiliki kisaran usia 15 sampai
dengan 18 tahun termasuk dalam masa remaja awal. Salah satu karateristik masa

1
Mahasiswa Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman.
Email: ra.gisnarinn@gmail.com
Hubungan Dukungan Sosial Guru dan Motivasi Berprestasi dengan … (Rika)

remaja awal adalah perubahan dari sikap tergantung ke arah kemandirian


(Pikunas, 1976 dalam Yusuf, 2011). Remaja telah dapat berpikir secara hipotetik,
yaitu mengintegrasikan apa yang telah dipelajari dengan tantangan di masa
mendatang dan membuat rencana untuk masa mendatang (Yusuf & Sugandhi,
2011). Dan diharapkan remaja dengan kemampuan tersebut mampu
merencanakan apa yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuannya.
Kecenderungan siswa yang mandiri dalam belajar berbanding lurus
dengan kemampuan siswa untuk mengatur dirinya sendiri. Siswa yang mengatur
dirinya akan mampu mengontrol diri agar mendapatkan prestasi dalam belajar.
Kemampuan mengatur diri siswa dalam proses belajar ini sering disebut dengan
kemampuan regulasi diri dalam belajar. Schunk dkk (2008) berpendapat bahwa
siswa yang mengeksplorasi bagaimana tujuan dan evaluasi diri akan
mempengaruhi hasil prestasinya. Adapun komponen dalam regulasi diri ialah
meregulasi usaha yang mempunyai hubungan dengan prestasi dan mengacu pada
niat siswa untuk mendapatkan sumber, energi, dan waktu untuk dapat
menyelesaikan tugas akademis yang penting (Wolters dkk., 2003)
Dalam penelitian ini penulis memilih siswa SMA Negeri 10 Samarinda
sebagai subyek penelitian. SMA Negeri 10 Samarinda merupakan Sekolah
Menengah Atas negeri yang ada di provinsi Kalimantan Timur, Indonesia. Sama
dengan SMA pada umumnya di Indonesia, masa pendidikan sekolah di SMA
Negeri 10 Samarinda ditempuh dalam waktu tiga tahun pembelajaran mulai kelas
X sampai dengan kelas XII. SMA Negeri 10 Samarinda merupakan sekolah
unggulan di provinsi Kalimantan Timur, dengan siswa yang berasal dari 14
kota/kabupaten di provinsi Kalimantan Timur.
Sekolah ini sangat menomorsatukan prestasi akademik yang dicapai
siswa-siswinya dan mengharapkan siswa-siswinya dapat mengatur diri dalam
belajar dengan baik. Namun, hal ini tidak sesuai dengan fenomena yang ada,
yakni masih banyak siswa-siswi yang memiliki masalah dengan regulasi diri
dalam belajarnya. Mengingat sekolah ini sangat menomorsatukan prestasi
akademik siswa-siswinya, maka regulasi diri dalam belajar yang baik memiliki
peran yang sangat penting untuk dapat menunjang prestasi siswa-siswinya.
Masalah yang terjadi adalah banyaknya siswa yang lebih memilih kegiatan
organisasi daripada kegiatan belajar di kelas. Banyak siswa-siswi yang mengikuti
lebih dari satu organisasi sehingga mereka lebih sibuk dengan organisasi dan
memanfaatkan dispensasi untuk dapat meninggalkan kegiatan belajar saat
organisasi mengadakan acara dan banyak melaksanakan rapat ataupun siswa
merasa tenggat pengumpulan tugas masih lama sehingga tugas yang diberikan
guru tidak langsung dikerjakan melainkan mengerjakannya dekat dengan waktu
pengumpulan. Hal inilah yang menunjukkan siswa kurang dapat mengatur dirinya
dalam kegiatan belajar.
Zimmerman (2004) mendefinisikan regulasi diri dalam belajar sebagai
suatu keadaan dimana individu yang belajar sebagai pengendali aktivitas
belajarnya sendiri, memonitor motivasi dan tujuan akademik, mengelola sumber

593
PSIKOBORNEO, Volume 7, Nomor 3, 2019 : 592-608

daya manusia dan benda, serta menjadi perilaku dalam proses pengambilan
keputusan dan pelaksana dalam proses belajar. Zimmerman (2004) menambahkan
regulasi diri dalam belajar sebagai kemampuan belajar untuk berpartisipasi aktif
dalam proses belajarnya, baik secara metakognitif, secara motivasional dan secara
behavioral.
Menurut Baron dan Byrne (2005) bahwa regulasi diri dalam belajar
dipengaruhi oleh dukungan sosial yang melibatkan dukungan penghargaan,
dukungan fasilitas (instrumen), dukungan informasi dan dukungan emosi
sehingga siswa yang mendapatkan dukungan sosial yang baik dapat membuat
siswa termotivasi serta dapat memberikan rasa aman dan nyaman dalam belajar.
Fischer (dalam Aziz, 2016) mengatakan bahwa salah satu hal yang
berperan penting di dalam pembentukan kemampuan regulasi diri dalam belajar
pada diri siswa adalah dukungan sosial. Sarafino (1998), mengatakan bahwa
dukungan yang diterima oleh seseorang dari orang lain dapat disebut dengan
dukungan sosial. Menurut Johnson & Johnson (1991) dukungan sosial berasal
dari orang-orang penting yang dekat dengan individu (significant others).
Hal penting yang dapat mempengaruhi regulasi diri dalam belajar adalah
dukungan sosial guru. Dukungan sosial guru dalam hal ini dapat berupa dukungan
emosional, penghargaan, instrumental, dan informatif. Apabila dukungan
emosional tinggi, maka siswa akan merasa mendapatkan dorongan yang tinggi
dari guru disekolah dan apabila penghargaan untuk siswa tersebut besar, maka hal
tersebut akan meningkatkan kepercayaan diri siswa. Apabila siswa memperoleh
dukungan instrumental, ia akan merasa dirinya mendapat fasilitas yang memadai.
Adapun jika siswa memperoleh dukungan informatif yang banyak, siswa itu
merasa memperoleh perhatian dan pengetahuan. Hal tersebut berdampak pada
regulasi diri dalam belajar sehingga siswa mampu mengelola belajarnya secara
efektif dan mampu mencapai hasil belajar yang optimal. Namun sebaliknya jika
dukungan sosialnya kurang mendukung maka akan menyebabkan kemampuan
regulasi diri dalam belajar siswa menjadi rendah (Aziz, 2016).
Menurut Mulyani (2013) regulasi diri dalam belajar adalah proses
individu mengenai pengaturan diri dalam belajar yang dilakukan secara mandiri
dalam menampilkan serangkaian tindakan yang ditujukan untuk pencapaian target
atau tujuan belajar dengan mengolah strategi dalam penggunaan kognisi, perilaku,
dan motivasi. Schunk, Pintrich, & Meece (2012) mengatakan pengaturan diri
yang efektif menuntut dimilikinya tujuan-tujuan dan motivasi untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut.
Selain dukungan sosial, faktor yang mempengaruhi regulasi diri dalam
belajar adalah motivasi. Motivasi yang paling penting untuk psikologi pendidikan
adalah motivasi berprestasi, di mana seseorang cenderung berjuang untuk
mencapai sukses atau memilih suatu kegiatan yang berorientasi untuk tujuan
sukses atau gagal (McClelland dan Atkinson dalam Djiwandono, 2008). Mc.
Clelland (1986) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu
keinginan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk berusaha mencapai

594
Hubungan Dukungan Sosial Guru dan Motivasi Berprestasi dengan … (Rika)

suatu standar atau ukuran keunggulan tertentu. Ukuran keunggulan ini dapat
berupa acuan berdasarkan prestasi orang lain, atau membandingkan prestasi yang
dibuat sebelumnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Regulasi Diri dalam Belajar
Zimmerman (2004) mendefinisikan regulasi diri dalam belajar sebagai
suatu keadaan dimana individu yang belajar sebagai pengendali aktivitas
belajarnya sendiri, memonitor motivasi dan tujuan akademik, mengelola sumber
daya manusia dan benda, serta menjadi perilaku dalam proses pengambilan
keputusan dan pelaksana dalam proses belajar. Zimmerman (2004) menambahkan
regulasi diri dalam belajar sebagai kemampuan belajar untuk berpartisipasi aktif
dalam proses belajarnya, baik secara metakognitif, secara motivasional dan secara
behavioral.
Regulasi diri dalam belajar adalah proses individu mengenai pengaturan
diri dalam belajar yang dilakukan secara mandiri dalam menampilkan serangkaian
tindakan yang ditujukan untuk pencapaian target atau tujuan belajar dengan
mengolah strategi dalam penggunaan kognisi, perilaku, dan motivasi (Mulyani,
2013). Bandura mendefinisikan regulasi diri dalam belajar sebagai suatu keadaan
dimana individu yang belajar sebagai pengendali aktivitas belajarnya sendiri,
memonitor motivasi dan tujuan akademik, mengelola sumber daya manusia dan
benda, serta menjadi perilaku dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksana
dalam proses belajar (Filho, 2001).
Menurut Zimmerman (2004) aspek-aspek regulasi diri dalam belajar
terdiri dari tiga aspek yaitu, aspek metakognisi yang merupakan kemampuan
individu dalam merencanakan, mengorganisasi atau mengatur, mengintruksi diri,
memonitor dan melakukan evaluasi dalam aktivitas belajar. Aspek motivasi
intrinsik yang muncul dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan atau
dorongan dari orang lain, tetapi atas dasar kemauan sendiri. Serta aspek perilaku
aktif yang merupakan upaya individu untuk mengatur dirinya, menyeleksi dan
memanfaatkan lingkungan yang mendukung aktivitas belajar.

Dukungan Sosial Guru


Dukungan sosial menurut Sarafino (dalam Bart, 2004) adalah suatu
kesenangan yang dirasakan sebagai perhatian, penghargaan dan pertolongan yang
diterima dari orang lain atau suatu kelompok, adapun lingkungan yang
memberikan dukungan tersebut adalah keluarga, kekasih atau anggota
masyarakat. Menurut Kuntjoro (dalam Maharani dkk., 2012) dukungan sosial
adalah informasi verbal atau nonverbal, bantuan yang nyata atau tingkah laku
yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan individu di dalam lingkungan
sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan
keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya.

595
PSIKOBORNEO, Volume 7, Nomor 3, 2019 : 592-608

Taylor (2012) mengatakan dukungan sosial merupakan bentuk pemberian


informasi serta merasa dirinya dicintai dan diperhartikan, terhormat, dan dihargai,
serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban timbalik dari
orang tua, kekasih, kerabat, teman, jaringan lingkungan sosial serta dalam
lingkungan masyarakat. Baron dan Byrne (2005) mendefinisikan dukungan sosial
sebagai kenyamanan fisik dan psikologis yang diberikan oleh teman-teman dan
keluarga individu tersebut. Sarafino dan Smith (2011) menyatakan bahwa
dukungan sosial merupakan bentuk penerimaan dari seseorang atau sekelompok
orang terhadap individu yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa ia
sayangi, diperhatikan, dihargai, dan ditolong.
Menurut Bart (2004) terdapat empat aspek yang ada pada dukungan sosial
yaitu meliputi, aspek dukungan emosional yang mencakup ungkapan empati,
keperdulian, dan perhatian terhadap individu, sehingga individu tersebut merasa
nyaman, diperhatikan, dicintai, dan diperdulikan serta perilaku memberi perhatian
dan bersedia mendengar keluh kesah orang lain. Aspek dukungan instrumental
yang meliputi bantuan secara langsung sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh
individu, misalnya memberikan pinjaman uang, atau memberikan pekerjaan pada
waktu mengalami stress. Aspek dukungan informatif yang meliputi bantuan
seperti pemberian saran, nasehat, sehingga individu dapat mencari penyelesaian
dari suatu masalah atau tekanan yang dihadapi. Aspek dukungan penghargaan
meliputi bantuan yang berupa ungkapan positif atau dorongan untuk maju pada
individu yang membutuhkan dukungan.Dukungan penghargaan diri, membentuk
kepercayaan diri, dan merasa dihargai saat individu mengalami tekanan.
Menurut Myers (2012) terdapat tiga faktor yang mendorong individu untuk
memberikan dukungan sosial yaitu, aspek empati yaitu merasakan kesusahan
orang lain dengan tujuan mengurangi kesusahan dan meningkatkan kesejahteraan
orang lain. Aspek pertukaran sosial yaitu hubungan timbal balik dalam perilaku
sosial antara cinta, informasi, dan pelayanan. Terjadinya keseimbangan dalam
pertukaran akan menghasilkan kondisi hubungan interpersonal yang memuaskan.
Pengalaman ini membuat individu lebih percaya bahwa orang lain akan
menyediakan dukungan. Serta aspek norma dan nilai sosial berfungsi sebagai
pembimbing individu dalam menjalankan kewajiban dalam hidupnya.

Motivasi Berprestasi
Mc. Clelland (1986) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi adalah
suatu keinginan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk berusaha
mencapai suatu standar atau ukuran keunggulan tertentu, ukuran keunggulan ini
dapat berupa acuan berdasarkan prestasi orang lain, atau membandingkan prestasi
yang dibuat sebelumnya. Menurut Mc Clelland (dalam Djamarah, 2011) motivasi
berprestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja
seseorang, yang mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan
menggerakkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai
prestasi kerja yang maksimal.

596
Hubungan Dukungan Sosial Guru dan Motivasi Berprestasi dengan … (Rika)

Ahli lain memberikan batasan pengertian motivasi sebagai keadaan internal


dalam diri seseorang yang bersifat menghidupkan, mengarahkan, dan
mempertahankan suatu perilaku tertentu (Ormrod, 2008). Selanjutnya, Santrock
(2009) mengartikan motivasi sebagai proses yang memberi semangat, arah, dan
kegigihan perilaku. Winkel (2004) menambahkan bahwa motivasi berprestasi
merupakan daya penggerak dalam diri seseorang untuk melibatkan diri dalam
kegiatan demi memperoleh keberhasilan, dimana keberhasilan tersebut
bergantung pada usaha serta kemampuannya sendiri.
Aspek-aspek motivasi berprestasi menurut McClelland (dalam McTruck
dan Morgan, 1995) yaitu, aspek tanggung jawab, mempertimbangkan resiko
pemilihan tugas, memperhatikan umpan balik, kreatif dan inovatif, waktu
penyelesaian tugas dan keinginan menjadi yang terbaik.
McClelland (1986) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi berprestasi terdiri dari enam hal yaitu, keinginan untuk mendapatkan
pengakuan dari seorang yang ahli, kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan,
kebutuhan untuk sukses karena usaha sendiri, kebutuhan untuk dihormati teman,
kebutuhan untuk bersaing, serta kebutuhan untuk bekerja keras dan lebih unggul.

Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif,
metode pengumpulan data menggunakan skala likert yang terdiri dari skala
regulasi diri dalam belajar, skala dukungan sosial guru, dan skala motivasi
berprestasi. Sampel penelitian ini berjumlah 58 orang siswa SMA Negeri 10
Samarinda Kampus A. Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis regresi
ganda, sebelum dilakukan analisis data terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang
meliputi uji normalitas, uji linieritas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas,
dan uji autoregresi.

Hasil Penelitian
Table 1. Hasil Uji Deskriptif
SD Rerata SD Rerata
Variabel Status
Empirik Empirik Hipotetik Hipotetik
Regulasi Diri dalam
8.605 86.05 13.5 67.5 Tinggi
Belajar
Dukungan Sosial Guru 9.334 69.03 12 60 Tinggi
Motivasi Berprestasi 10.728 105.47 16.5 82.5 Tinggi

Hasil uji deskriptif skala regulasi diri dalam belajar diperoleh rerata empirik
(86.05) lebih tinggi dari rerata hipotetik (67.5) dengan kategori tinggi. Pada skala
dukungan sosial guru diperoleh rerata empirik (69.03) lebih tinggi dari rerata
hipotetik (60) dengan kategori tinggi. Sedangkan pada skala motivasi berprestasi
diperoleh rerata empirik (105.47) lebih tinggi dari rerata hipotetik (82.5) dengan
kategori tinggi. Setiap skor mean empirik yang lebih tinggi dari mean hipotetik

597
PSIKOBORNEO, Volume 7, Nomor 3, 2019 : 592-608

maka satusnya tinggi, sebaliknya setiap skor mean empirik yang lebih rendah dari
mean hipotetik maka statusnya rendah.

Tabel 2. Kategorisasi Skor Skala Regulasi Diri dalam Belajar


Interval Kecenderungan Skor Kategori F Persent
X > M + 1.5 SD ≥ 87.75 Sangat Tinggi 28 48.3%
M + 0.5 SD<X<M + 1.5 SD 74.25 – 86.75 Tinggi 25 43.1%
M – 0.5 SD<X<M + 0.5 SD 60.75 – 73.25 Sedang 5 8.6%
M -1.5 SD<X<M – 0.5 SD 47.25 – 59.75 Rendah 0 0%
X < M – 1.5 SD ≤ 47.25 Sangat Rendah 0 0%

Hasil kategorisasi, terdapat 28 Siswa (48.3 persen) memiliki regulasi diri


dalam belajar sangat tinggi, 25 Siswa (43.1 persen) memiliki tingkat regulasi diri
dalam belajar yang tinggi, 5 Siswa (8.6 persen) memiliki tingkat regulasi diri
dalam belajar yang sedang, 0 Siswa (0 persen) memiliki tingkat regulasi diri
dalam belajar yang rendah dan 0 Siswa (0 persen) sangat rendah di SMA Negeri
10 Samarinda kampus A.

Tabel 3. Kategori Skor Skala Dukungan Sosial Guru


Interval Kecenderungan Skor Kategori F Persent
X > M + 1.5 SD ≥ 78 Sangat Tinggi 10 17.2%
M + 0.5 SD<X<M + 1.5 SD 66 – 77 Tinggi 29 50%
M – 0.5 SD<X<M + 0.5 SD 54 – 65 Sedang 14 24.1%
M -1.5 SD<X<M – 0.5 SD 42 – 53 Rendah 5 8.6%
X < M – 1.5 SD ≤ 42 Sangat Rendah 0 0%

Hasil kategorisasi, terdapat 10 Siswa (17.2 persen) memiliki tingkat


dukungan sosial guru sangat tinggi, 29 Siswa (50 persen) memiliki tingkat
dukungan sosial guru yang tinggi, 14 Siswa (24.1 persen) memiliki tingkat
dukungan sosial guru yang sedang, 5 Siswa (8.6 persen) memiliki tingkat
dukungan sosial guru yang rendah dan 0 Siswa (0 persen) sangat rendah di SMA
Negeri 10 Samarinda kampus A.

Tabel 4. Kategori Skor Skala Motivasi Berprestasi


Interval Kecenderungan Skor Kategori F Persent
X > M + 1.5 SD ≥ 107.25 Sangat Tinggi 27 46.6%
M+0.5 SD<X<M+1.5 SD 90.75 – 106.25 Tinggi 26 44.8%
M–0.5 SD<X<M+0.5 SD 74.25 – 89.75 Sedang 5 8.6%
M-1.5 SD<X<M–0.5 SD 57.75 – 73.25 Rendah 0 0%
X < M – 1.5 SD ≤ 57.75 SangatRendah 0 0%

598
Hubungan Dukungan Sosial Guru dan Motivasi Berprestasi dengan … (Rika)

Hasil kategorisasi, terdapat 27 siswa (46.6 persen) memiliki motivasi


berprestasi sangat tinggi, 26 siswa (44.8 persen) memiliki motivasi berprestasi
yang tinggi, 5 siswa (8.6 persen) memiliki motivasi berprestasi yang sedang, 0
siswa (0 persen) memiliki motivasi berprestasi yang rendah, 0 siswa (0 persen)
memiliki motivasi berprestasi yang sangat rendah di SMA Negeri 10 Samarinda
kampus A.

Tabel 5. Hasil Uji Normalitas


Variabel Kolmogorof-Smirnof Z P Keterangan
Regulasi Diri dalam Belajar 0.113 0.064 Normal
Dukungan Sosial Guru 0.119 0.039 Tidak Normal
Motivasi Berprestasi 0.112 0.067 Normal

Hasil uji normalitas sebaran terhadap variabel regulasi diri dalam belajar
menghasilkan nilai Z = 0.113 dan p = 0.064 (p > 0.05). Hasil uji berdasarkan
kaidah menujukkan sebaran butir-butir regulasi diri dalam belajar adalah normal.
Hasil uji asumsi normalitas sebaran terhadap variabel dukungan sosial guru
menghasilkan nilai Z= 0.119 dan p = 0.035 (p < 0.05). Hasil uji berdasarkan
kaidah menujukkan sebaran butir-butir dukungan sosial guru adalah tidak normal.
Hasil uji asumsi normalitas sebaran terhadap variabel motivasi berprestasi
menghasilkan nilai Z= 0.112 dan p = 0.067 (p>0.05). Hasil uji berdasarkan kaidah
menujukkan sebaran butir-butir motivasi berprestasi adalah normal. Maka dapat
disimpulkan bahwa variabel regulasi diri dalam belajar dan motivasi berprestasi
memiliki sebaran data yang normal, sedangkan variabel dukungan sosial guru
memiliki sebaran data yang tidak normal.

Tabel 6. Hasil Uji Linieritas


Variabel F Hitung F Tabel P Keterangan
Regulasi Diri dalam Belajar
0.842 3.16 0.668 Linier
– Dukungan Sosial Guru
Regulasi Diri dalam Belajar
0.726 3.16 0.802 Linier
– Motivasi Berprestasi

Hasil uji linieritas antara variabel regulasi diri dalam belajar dengan
dukungan sosial guru menunjukkan nilai f hitung < f tabel yang artinya terdapat
pengaruh antara regulasi diri dalam belajar dengan dukungan sosial guru yang
mempunyai nilai deviant from linierity f = 0.842 dan p = 0.668 > 0.05, hal ini
menunjukkan bahwa hubungan antara variabel dukungan sosial guru terhadap
regulasi diri dalam belajar adalah linier. Hasil uji asumsi linearitas antara variabel
regulasi diri dalam belajar dengan motivasi berprestasi menunjukkan nilai f
hitung < f tabel yang artinya terdapat pengaruh antara regulasi diri dalam belajar
dengan motivasi berprestasi yang mempunyai nilai deviant from linierity f =

599
PSIKOBORNEO, Volume 7, Nomor 3, 2019 : 592-608

0.726 dan p = 0.802 > 0.05, hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel
motivasi berprestasi terhadap regulasi diri dalam belajar adalah linier.

Tabel 7. Hasil Uji Multikolinieritas


Colinierity Statistic
Variabel Keterangan
Tolerance VIF
Dukungan Sosial Guru 0.812 1.231 Unmultikolinearity
Motivasi Berprestasi 0.812 1.231 Unmultikolinearity

Hasil uji multikolinieritas antara variabel bebas (dukungan sosial guru dan
motivasi berprestasi) terhadap variabel terikat (regulasi diri dalam belajar)
menghasilkan nilai yang sama yaitu VIF sebesar 1.231 sesuai dengan kaidah VIF
< 10 dan memiliki tolerance sebesar 0.812 sesuai dengan kaidah tolerance < 1.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam regresi antara dukungan sosial guru dan
motivasi berprestasi tidak terjadi multikolinieritas antar variabel bebas.

Tabel 8. Hasil Uji Heteroskedastisitas


Variabel t Hitung t Tabel p Keterangan
Dukungan Sosial Guru -0.243 2.003 0.809 Homoskedastisitas
Motivasi Berprestasi 0.185 2.003 0.853 Homoskedastisitas

Hasil uji heterokedastisitas antara variabel dukungan sosial guru dengan


regulasi diri dalam belajar mempunyai nilai p= 0.809 > 0.050 dan t hitung = -
0.243 < t tabel = 2.003 yang berarti hubungannya dinyatakan homoskedastisitas.
Hasil uji heterokedastisitas pada variabel motivasi berprestasi dengan regulasi diri
dalam belajar diperoleh nilai p= 0.853 > 0.050 dan t hitung = 0.185 < t tabel =
2.003. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut
homoskedastisitas.

Tabel 9. Hasil Uji Autokorelasi


Variabel dU DW dL Keterangan
Dukungan Sosial Guru Tidak Terdapat
1.6475 2.123 1.5052
Motivasi Berprestasi Autokorelasi

Hasil uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya gejala


autokorelasi antara variabel-variabel independen yang berasal dari data time
series. Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan Uji Durbin-Watson. Nilai yang
terdapat di tabel Durbin-Watson yaitu a = 5%; n = 58; k-2 adalah dL = 1.5052 dan
dU = 1.6475. Hasil pengolahan data menunjukkan nilai Durbin-Watson sebesar
2.123 dan nilai tersebut berada diantara dU dan (4-dU) yakni dU < d < 4-dU
(1.6475 < 2.123 < 2.3525). Maka dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi

600
Hubungan Dukungan Sosial Guru dan Motivasi Berprestasi dengan … (Rika)

linier tersebut tidak terdapat autokorelasi atau tidak terjadi korelasi diantara
kesalahan penganggu.

Tabel 10. Hasil Uji Analisisi Regresi Model Penuh


Variabel F Hitung F Tabel R2 P
Dukungan Sosial Guru (X1)
Motivasi Berprestasi (X2) 31.570 3.16 0.534 0.000
Regulasi Diri dalam Belajar (Y)

Hasil uji analisis regresi model penuh menunjukkan bahwa f hitung > f
tabel yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial guru
dan motivasi berprestasi dengan regulasi diri dalam belajar dengan nilai f hitung=
31.570 > f tabel= 3.16, R2 = 0.534, dan p = 0.000, hal tersebut bermakna bahwa
hipotesis mayor dalam penelitian ini diterima.

Tabel 11. Hasil Uji Analisis Regresi Model Bertahap


Variabel beta t Hitung t Tabel p
Dukungan Sosial Guru (X1)
0.047 0.458 2.003 0.649
Regulasi Diri dalam Belajar (Y)
Motivasi Berprestasi (X2)
0.710 6.952 2.003 0.000
Regulasi Diri dalam Belajar (Y)

Hasil uji analisis regresi model bertahap menunjukkan bahwa t hitung < t
tabel yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan sosial
guru dengan regulasi diri dalam belajar dengan nilai beta = 0.047, t hitung = 0.485
> t tabel= 2.003, dan p = 0.649. Kemudian pada motivasi berprestasi dengan
regulasi diri dalam belajar menunjukkan t hitung > t tabel yang artinya terdapat
hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan regulasi diri dalam
belajar dengan nilai beta = 0.710, t hitung= 6.952 > t tabel= 2.003, dan p = 0.000.
Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan sosial guru
dan motivasi berprestasi dengan regulasi diri dalam belajar pada siswa SMA
Negeri 10 Samarinda Kampus A. Demi mengetahui hubungan tersebut peneliti
menentukan 58 siswa untuk dijadikan sampel dalam penelitian ini yang
menggunakan perhitungan statistik dengan hasil penelitian sebagai berikut:
Hipotesis dalam penelitian ini H1 berbunyi “ada hubungan dukungan sosial guru
dan motivasi berprestasi dengan regulasi diri dalam belajar”. Sebaliknya H0
berbunyi “tidak ada hubungan dukungan sosial guru dan motivasi berprestasi
dengan regulasi diri dalam belajar pada siswa SMA Negeri 10 Samarinda Kampus
A”. Berdasarkan hasil uji regresi model penuh menunjukkan nilai F hitung > F
tabel (31.570 > 3.16), R2 = 0.534, dan P = 0.000 < 0.05. Hal tersebut bermakna

601
PSIKOBORNEO, Volume 7, Nomor 3, 2019 : 592-608

bahwa hipotesis mayor dalam penelitian ini diterima. Artinya bahwa terdapat
hubungan yang signifkan antara dukungan sosial guru dan motivasi berprestasi
dengan regulasi diri dalam belajar.
Baron dan Byren (2005) yang menyatakan bahwa regulasi diri dalam
belajar dipengaruhi oleh dukungan sosial yang melibatkan dukungan emosional,
instrumental, informatif dan penghargaan. Bagi siswa yang mendapatkan
dukungan sosial yang baik, maka siswa dapat termotivasi serta memberikan rasa
aman dan nyaman dalam belajar.
Selain dukungan sosial guru, regulasi diri dalam belajar juga dipengaruhi
oleh motivasi. Schunk, Pintrich, & Meece (2012) mengatakan pengaturan diri
yang efektif menuntut dimilikinya tujuan-tujuan dan motivasi untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut. Motivasi yang paling penting untuk psikologi pendidikan
adalah motivasi berprestasi, di mana seseorang cenderung berjuang untuk
mencapai sukses atau memilih suatu kegiatan yang berorientasi untuk tujuan
sukses atau gagal (McClelland dan Atkinson dalam Djiwandono, 2008).
Motivasi juga memiliki beberapa pengaruh terhadap pembelajaran dan
perilaku sisiwa, yaitu siswa mampu mengarahkan perilaku ke tujuan tertentu,
meningkatkan usaha dan energi, meningkatkan prakarsa (inisiasi) dan kegigihan
terhadap berbagai aktivitas belajar, mempengaruhi evektivitas proses belajar
siswa, memunculkan rasa bangga jika nilai yang didapat tinggi dan meningkatkan
performa (Ormrod, 2009).
Sumbangan efektif yang disumbangkan variabel dukungan sosial guru dan
motivasi berprestasi sebesar 53.4 persen (R2 = 0.534). Hal ini berarti 53.4 persen
regulasi diri dalam belajar siswa dipengaruhi oleh dukungan sosial guru dan
motivasi berprestasi dan masih terdapat 46.6 persen variabel lain yang
mempengaruhi regulasi diri dalam belajar siswa dimana menurut Stone, Schunk
dan Swartz (dalam Cobb, 2003) regulasi diri dalam belajar dipengaruhi oleh
keyakinan diri (efikasi diri). Efikasi diri mengacu pada kepercayaan seseorang
tentang kemampuan dirinya untuk belajar atau melakukan keterampilan pada
tingkat tertentu (Wang, 2004).
Menurut Woolfolk (2008) pengetahuan juga merupakan faktor yang
mempengaruhi regulasi diri dalam belajar. Pengetahuan yang dimaksud adalah
pengetahuan tentang dirinya sendiri, materi, tugas, strategi untuk belajar serta
konteks-konteks pembelajaran yang akan digunakan. Siswa akan mengetahui
gaya pembelajaran yang disukainya, bagaimana cara mengatasi bagian-bagian
yang sulit, apa minat dan bakatnya, serta bagaimana memanfaatkan kekuatan atau
kelebihannya (Woolfolk, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil
kategorisasi menunjukkan dengan rentang nilai skala regulasi diri dalam belajar
berada pada kategori tinggi dengan rentang nilai > 87.75 dan frekuensi sebanyak
28 siswa atau sekitar 48.3 persen. Artinya siswa SMA Negeri 10 Samarinda
kampus A cenderung memiliki regulasi diri dalam belajar yang sangat tinggi.
Regulasi diri dalam belajar adalah suatu keadaan dimana individu yang belajar

602
Hubungan Dukungan Sosial Guru dan Motivasi Berprestasi dengan … (Rika)

sebagai pengendali aktivitas belajarnya sendiri, memonitor motivasi dan tujuan


akademik, mengelola sumber daya manusia dan benda, serta menjadi perilaku
dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksana dalam proses belajar
(Zimmerman, 2004).
Menurut Zimmerman (dalam Boekaerts dkk, 2000) faktor-faktor penting
yang mempengaruhi regulasi diri dalam belajar yang pertama adalah faktor
pribadi (person), sebagai individu yang memiliki pengaruh pribadi seperti
pengetahuan yang dimiliki peserta didik, tujuan sebagai hasil proses berpikir
peserta didik, dan afeksi sebagai bentuk emosi yang dimiliki peserta didik.
Kedua faktor perilaku (behavior), sebagai tindakan peserta didik dalam
memanipulasi lingkungan sebagai tindakan proaktif seperti meminimalisir
gangguan berupa polusi udara bagi peserta didik yang gemar belajar
dilingkungan yang sepi, mengatur cahaya pada ruangan tempat belajar dan
menata meja belajar. Inisiasi lingkungan ini adalah salah satu formula yang
mendukung keberhasilan regulasi diri dalam belajar. Ketiga faktor lingkungan
(environment), sebagai perilaku partisipasi aktif peserta didik yang muncul
berdasarkan kolaborasi antara proses berpikir dan keadaan lingkungan yang saling
mempengaruhi satu sama lain.
Selanjutnya hasil uji regresi, diketahui bahwa dukungan sosial guru tidak
memiliki hubungan dengan regulasi diri dalam belajar dengan koefisien beta
sebesar 0.047, serta nilai t hitung < t tabel (0.458 < 2.003) dan nilai p = 0.649 >
0.05. Hal ini menunjukkan bahwa H1 ditolak dan H0 diterima yaitu tidak ada
hubungan antara dukungan sosial guru dengan regulasi diri dalam belajar. Hal
tersebut karena adanya faktor lain yang memiliki hubungan positif dengan
regulasi diri dalam belajar.
Menurut hasil wawancara tambahan dengan subyek (IH), subyek
mengatakan salah satu faktor yang membuat subyek selalu menyempatkan waktu
untuk belajar, mengerjakan tugas atau pun hanya membaca materi yang akan
dipelajari esok hari adalah karena subyek tidak ingin merasa tertinggal dari
teman-temannya yang mengikuti bimbingan belajar diluar sekolah dan sudah
memahami lebih banyak materi. Walaupun subyek merasa agak kesulitan dalam
mengatur waktunya dengan kegiatan sehari-hari, subyek tetap menyempatkan
sedikit waktu untuk belajar.
Selain karena tidak ingin tertinggal dari teman-temannya subyek (IH) juga
mengatakan bahwa dukungan dari orang tua juga membuatnya tetap berusaha
untuk rajin belajar walaupun waktu yang dimiliki sedikit untuk belajar, karena
orang tua subyek sering memberikan nasehat serta memiliki harapan yang tinggi
kepada subyek sehingga subyek tidak ingin mengecewakan orang tuanya.
Subyek IH mengatakan bahwa guru-guru di sekolah sangat peduli
terhadap siswa dengan memberi semangat dan nasihat. Guru juga membantu
siswa dengan memberikan banyak latihan sehingga siswa terbiasa mengerjakan
soal-soal setiap mata pelajaran.

603
PSIKOBORNEO, Volume 7, Nomor 3, 2019 : 592-608

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil


kategorisasi menunjukkan dengan rentang nilai skala dukungan sosial guru berada
pada kategori tinggi dengan rentang nilai 66 – 77 dan frekuensi sebanyak 29
siswa atau sekitar 50 persen. Artinya siswa SMA Negeri 10 Samarinda kampus A
cenderung memiliki dukungan sosial guru yang tinggi. Dukungan sosial guru
yang tinggi dikarenakan semua subjek menjawab tinggi pada semua aspek
dukungan sosial guru yakni emosional, instrumental, informatif dan juga
penghargaan.
Menurut Myers (2012) faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan sosial
guru yang pertama adalah empati, empati yaitu merasakan kesusahan orang lain
dengan tujuan mengurangi kesusahan dan meningkatkan kesejahteraan orang lain.
Kedua pertukaran sosial, pertukaran sosial yaitu hubungan timbal balik dalam
perilaku sosial antara cinta, informasi, dan pelayanan. Terjadinya keseimbangan
dalam pertukaran akan menghasilkan kondisi hubungan interpersonal yang
memuaskan. Pengalaman ini membuat individu lebih percaya bahwa orang lain
akan menyediakan dukungan. Dan yang ketiga norma dan nilai sosial yang
berfungsi sebagai pembimbing individu dalam menjalankan kewajiban dalam
hidupnya.
Selanjutnya hasil uji regresi, diketahui bahwa motivasi berprestasi
memiliki hubungan yang signifikan dengan regulasi diri dalam belajar denga
koefisien beta sebesar 0.710, serta nilai t hitung > t tabel (6.952 > 2.003) dan nilai
P = 0.000 < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa H1 diterima dan H0 ditolak yaitu
motivasi berprestasi berhubungan signifikan dengan regulasi diri dalam belajar,
yang berati semakin tinggi motivasi berprestasi maka semakin tinggi regulasi diri
dalam belajar siswa, sebaliknya semakin tinggi regulasi diri dalam belajar maka
semakin tinggi motivasi berprestasi siswa.
Adler (dalam Jihan, 2016) yaitu regulasi diri dalam belajar dipengaruhi
beberapa faktor, salah satunya adalah motivasi. Motivasi adalah hal yang
mendasari seseorang untuk berperilaku misalnya prestasi akan menjadi optimal
apabila ada motivasi berprestasi. Menurut Ormrod (2008) motivasi juga menjadi
salah satu proses terbentuknya pengaturan diri individu, begitupun dengan
motivasi berprestasi yang mempengaruhi terjadinya regulasi diri dalam belajar.
Peserta didik yang mamapu mengatur belajarnya sendiri biasanya memiliki self
efficacy yang tinggi akan kemampuan mereka untuk menyelesaikan tugas dengan
baik. Mereka mempunyai dan menyiapkan banyak strategi untuk mengatur
tugasnya agar sesuai dengan rencana yang mereka buat.
Hal di atas sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan,
didapatkan hasil kategorisasi menunjukkan rentang nilai skala motivasi
berprestasi yang berada pada kategori tinggi dengan rentang nilai > 107.25 dan
frekuensi sebanyak 27 mahasiswa atau sekitar 46.6 persen. Hal ini menunjukkan
bahwa siswa SMA Negeri 10 Samarinda kampus A memiliki motivasi berprestasi
yang sangat tinggi. Motivasi berprestasi yang sangat tinggi dikarenakan semua
subjek menjawab sangat tinggi pada semua aspek motivasi berprestasi yaitu,

604
Hubungan Dukungan Sosial Guru dan Motivasi Berprestasi dengan … (Rika)

tanggung jawab, mempertimbangkan resiko pemilihan tugas, memperhatikan


umpan balik, kreatif dan inovatif, waktu penyelesaian tugas, dan keinginan
menjadi yang terbaik.
McClelland (1986) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
motivasi berprestasi yang pertama adalah keinginan untuk mendapatkan
pengakuan dari seorang yang ahli, individu ingin mengerjakan suatu hal yang
menantang, yaitu sesuatu yang belum dikerjakan oleh orang lain, sehingga hasil
kerja yang dikerjakannya itu mendapat pengakuan dari orang lain, misalnya dari
orang tua dan guru, keinginan ini mulai terbentuk pada masa kanak-kanak.
Kedua, kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan, individu menginginkan hasil
kerjanya dihargai orang lain. Selain status, kehormatan dan materi, tidak seorang
pun yang tidak ingin diberi penghargaan atas hasil jerih payahnya sendiri.
Menurut McClelland (1986) individu yang memiliki motivasi berprestasi
cenderung melihat penghargaan sebagai pengukur kesuksesan.
Ketiga, kebutuhan untuk sukses karena usaha sendiri, individu yang
memiliki motivasi berprestasi lebih memilih pekerjaan yang menantang dan
menjanjikan kesuksesan. Jadi individu yang memiliki motivasi berprestasi
memiliki keinginan untuk sukses dalam mengerjakan suatu tugas. Keempat,
kebutuhan untuk dihormati teman, individu memiliki keinginan untuk dihormati
oleh orang lain di sekitarnya seperti orang tua ataupun oleh teman-teman mereka.
Pada individu yang memiliki motivasi berprestasi mereka terfokus untuk
memperoleh kehormatan dan status dari teman-teman mereka.
Kelima, kebutuhan untuk bersaing, individu memiliki keinginan untuk
bersaing dengan orang lain, misalnya dalam prestasi di sekolah atau bahkan
dalam pertandingan olahraga. Keinginan tersebut sangat mendasar dan merupakan
kebutuhan manusia. Dan yang terakhir adalah kebutuhan untuk bekerja keras dan
lebih unggul, individu yang memiliki motivasi berprestasi bertujuan untuk
menyelesaikan tugas dan berusaha melebihi orang lain.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa, terdapat
hubungan yang signifikan antara dukungan sosial guru dan motivasi
berprestasi dengan regulasi diri dalam belajar pada siswa, artinya semakin
rendah dukungan sosial guru maka semakin tinggi regulasi diri dalam belajar
siswa, sebaliknya semakin rendah regulasi diri dalam belajar maka semakin
tinggi juga dukungan sosial gurunya. Terdapat tidak ada hubungan antara
dukungan sosial guru dengan regulasi diri dalam belajar pada siswa. Terdapat
hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan regulasi diri
dalam belajar pada siswa, yang berarti semakin tinggi motivasi berprestasi
maka semakin tinggi regulasi diri dalam belajar siswa, sebaliknya semakin
tinggi regulasi diri dalam belajar maka semakin tinggi motivasi berprestasi
siswa.

605
PSIKOBORNEO, Volume 7, Nomor 3, 2019 : 592-608

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Terdapat hubungan antara dukungan sosial guru dan motivasi berprestasi
dengan regulasi diri dalam belajar pada siswa SMA Negeri 10 Samarinda
kampus A.
2. Tidak terdapat hubungan antara dukungan sosial guru dengan regulasi diri
dalam belajar pada siswa SMA Negeri 10 Samarinda kampus A.
3. Terdapat hubungan positif antara motivasi berprestasi dengan regulasi diri
dalam belajar pada siswa SMA Negeri 10 Samarinda kampus A.

Saran
1. Siswa diharapkan meningkatkan pengaturan waktu dalam menyelesaikan
tugas, sehingga siswa mampu mengumpulkan tugas tepat pada waktu yang
telah ditentukan dengan cara membiasakan diri tidak menunda-nunda dalam
mengerjakan tugas yang diberikan guru.
2. Siswa diharapkan memiliki keinginan untuk memperoleh prestasi yang
terbaik serta tanggung jawab akan tugas belajar sehingga siswa mampu
meningkatkan motivasi dari dalam dirinya sendiri untuk belajar dengan cara
membuat target pencapaian dalam belajar dan berkompetisi dalam mencapai
suatu target yang telah di tentukan.
3. Lebih dalam mengenali diri sendiri, memahami keinginan dirinya untuk
menjadi yang terbaik, sehingga siswa diharapkan mampu mengatur dan
memanfaaatkan lingkungan yang dapat mendukung kegiatan belajar.
4. Pihak sekolah diharapkan dapat memberikan kegiatan motivasi agar siswa
terpacu untuk belajar lebih rajin serta memberikan lebih banyak tantangan
dengan memberikan tugas yang berjenjang kepada siswa sehingga siswa
mampu mengukur kemampuannya dalam mengerjakan tugas.
5. Pihak orangtua diharapkan lebih sering berdiskusi dengan siswa tentang cita-
cita dan rencana yang akan dilakukan siswa kedepan serta mendampingi
siswa dala menyusun perencanaan tersebut sehingga siswa mampu
merancang masa depannya dengan baik.
6. Pihak pengasuh asrama diharapkan lebih memperhatikan kegiatan yang
dilakukan siswa di asrama, agar siswa memiliki lebih banyak waktu untuk
belajar dan dapat mengatur kegiatan belajarnya dengan lebih baik.
7. Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat melakukan penelitian dengan
menggunakan faktor lain yang dapat lebih mempengaruhi regulasi diri dalam
belajar, agar mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik. Lebih
memperhatikan pernyataan yang terdapat di skala agar tidak ada pernyataan
yang normatif, serta lebih berhati-hati dalam menginput data agar tidak
terjadi kesalahan dalam perhitungan dan mendapatkan hasil yang tidak
sesuai.

606
Hubungan Dukungan Sosial Guru dan Motivasi Berprestasi dengan … (Rika)

Daftar Pustaka
Aziz, A. 2016. Hubungan Dukungan Sosial dengan Self Regulated Learning pada
Siswa SMA Yayasan Perguruan Bandung Tembung. Jurnal Pendidikan
Ilmu-Ilmu Sosial. 1 (1), 103-113
Baron, R. A., & Byrne, D. 2005. Psikologi Sosial jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Bart, S. 2004. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Grasindo.
Boekaerts, M., Pintrich, P. R., dan Zeidner, M. 2000. Handbook of Self
Regulation. California: Academic Press.
Djamarah, S. B. 2011. Psikologi belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Djiwandono, S. E. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Gramedia
Filho, M. K. C. 2001. A review on theories of self-regulation of learning. Bull.
Grad. Shool Educ. Hiroshima Univ, Part III.
Jihan, N. 2017. Hubungan antara Motivasi Berprestasi dengan Self Regulated
Learning pada Siswa di MAN 2 Batu Malang. Jurnal Psikologi. 1 (1), 154-
160.
Johnson, D.W., & Johnson, F.P. 1991. Joining Together Group Theory and Skills.
Fourth Edition. Prentice Hall, Inc. Englewood Cliffs.
Maharani, R., Indrawati, R. & Effendi F. 2012. Hubungan Dukungan Sosial
Dengan Konsep Diri Pada Anak Jalanan di Rumah Singgah Sanggar Alang-
Alang Surabaya. Jurnal Keperawatan. 2 (1), 1-8.
McClelland, D. C. 1986. Human Motivation. New York: Cambridge University
Press.
McTruck, R. H., & Morgan, G. A. 1995. Mastery Motivation: Origins,
Conceptualizations, and Applications. New Jersey: Ablex Publishing
Corporation.
Monks, F.J., & Knoers A.M.P. 2006. Psikologi Perkembangan : Pengantar dalam
Berbagainya. Translated by Haditono, S. R. Yogyakarta : UGM Press.
Mulyani, M. D. 2013. Hubungan antara Manajemen Waktu dengan Self Regulated
Learning pada Mahasiswa. Educational Psychology Journal. 2 (1), 43 – 48.
Myers, D.G. 2012. Psikologi Sosial Jilid 2. Jakarta: Salemba Humanika.
Ormrod, J. E. 2008. Educational Psychology: Developing Learners. Sixth
Edition. Upper Saddle River. New Jersey: Pearson.
Puspitasari, A., Purwanto E., & Noviyani D. I. 2013. Self Regulated Learning
Ditinjau Dari Goal Orientation Studi Komparasi Pada Siswa SMA Negeri
1 Mertoyudan Kabupaten Magelang. Educational Psychology Journal. 2
(1), 1-6.
Sarafino, E. P., & Smith, T. W. 2011. Health Psychology: Biopsychosocial
Interactions. United States of America: John Willey & Sons Inc.
Sarafino, E. P. 1998. Health Psychology : Biopsychosocial interaction. 3th nd
New York: John Willey & Sons, Inc.
Schunk. D. H, Pintrich, P. R, dan Mecce. L.J. 2012. Motivasi dalam Pendidikan :
Teori, Penelitian dan Aplikasi, Edisi Ketiga. Diterjemahkan oleh Ellys
Tjo. Jakarta: Penerbit Indeks.

607
PSIKOBORNEO, Volume 7, Nomor 3, 2019 : 592-608

Taylor, S. E. 2012. Health Psychology. New York: McGraw-Hill.


Wang, C., Pape, S. J. 2004. Self-Efficacy and Self-Regulation in Learning
English as a Secong Language. California Teachers Associations of
Speakers of Other Languages.
Winkel, W. S. 2004. Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta:
Gramedia.
Wolters, C. A, Pintrich, P. R., & Karabenick, S. A. 2003. Assessing Academic
Self-Regulation Learning. Paper Prepared for the Conference on Indicators
of Positive Development: Definitions, Measures, and Prospective Validity.
Sponsored by ChildTrends, National Institutes of Health.
Woofolk. 2008. Educational Psychology. Active Learning Edition Tenth Edition.
Boston: Allyn & Bacon.
Yusuf, S. 2011. Psikologi Perkembangan Anak Dan Remaja. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.
Yusuf, S., & Sugandhi, N. M. 2011. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta : Raja
Grafindo.
Zimmerman. 2004. Becoming a Self Regulated Learner : An Overview. Journal
of Educational Psychology, 41 (1), 64-70.

608

Anda mungkin juga menyukai