BAB II Tinjauan Pustaka
BAB II Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka
2. 1. Pengertian
IVK merupakan kondisi mengenai sistem vena ekstremitas bawah yang
dapat menyebabkan berbagai patologi, meliputi nyeri, bengkak, perubahan warna
kulit dan ulserasi. Insufisiensi vena kronik terjadi jika katup vena tidak berfungsi
dengan baik, dan terjadi gangguan sirkulasi darah pada vena tungkai.2
IVK adalah stadium lanjut dari penyakit venosa yang dapat disebabkan
oleh kejadian patologis yang menyebabkan gangguan venous return atau aliran
balik vena, yang dapat terjadi pada vena-vena superfisialis ataupun profunda. Hal
ini disebabkan disfungsi katup-katup vena yang menyebabkan aliran darah vena
terganggu, sehingga terjadi refluks darah dalam vena. Insufisiensi vena kronik
terjadi pada vena ekstremitas bawah dengan manifestasi nyeri pada tungkai
bawah, bengkak, edema, perubahan kulit, dan ulserasi. Gangguan ini biasanya
berlangsung progresif selama beberapa tahun.3
Penyebab lain dari IVK adalah karena adanya permasalahan dari
kontraksi otot betis, jika ototnya lemah maka darah tidak akan terdorong kembali
ke jantung.5 Penyakit ini memiliki penampakan gejala yang sama, yaitu
pembengkakan tungkai (leg swelling), perubahan warna kulit
(hyperpegmentation), kulit yang menebal (limpodermatosclerosis), dan ketika
penyakit tersebut telah mencapai pada tahap berat dapat menyebabkan munculnya
luka yang susah sembuh (sores or wound) dan biasanya lokasi luka terlihat di
daerah tungkai.6
IVK adalah suatu keadaan gangguan sistem vena yang disebabkan oleh
inkompetensi katup, berhubungan dengan atau tidak dengan obstruksi, dapat
mengenai sistem vena superfisialis, vena profunda atau keduanya.7
Dari pemaparan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bawah
IVK adalah gangguan serta kondisi mengenai sistem vena ekstremitas bawah yang
biasanya berlangsung progresif selama beberapa tahun yang dapat menyebabkan
berbagai patologi dengan manifestasi nyeri pada tungkai bawah, bengkak,
perubahan kulit, dan ulserasi.
kemudian akan kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena ke sisi bagian
kanan jantung melalui paru-paru.7
apabila dalam kondisi panas maka proses alirannya dirubah secara otomatis, darah
akan dialirkan sebanyak mungkin ke bagian kulit yang akan dilanjutkan dengan
terbukanya pori-pori di kulit untuk menjaga agar tubuh tetap dingin.7
Pembuluh darah vena memiliki dinding yang fleksibel besar atau
kecilnya sangat tergantung dari jumlah darah yang mengisinya, sedangkan volume
darah yang mengisinya tergantung dari tekanan vena itu sendiri. Ketika jumlah
darah atau tekanan didalam vena rendah, maka vena rata seperti balon kempes.
Ketika jumlah darah atau tekanan vena meningkat, maka vena akan memuai
seperti balon yang terisi angin. Jika tekanan pada sistem vena terus meningkat
menyebabkan vena semakin penuh oleh darah, jika hal tersebut terus terjadi maka
akan menyebabkan bocornya vena sehingga menyebabkan darah akan masuk
kedalam jaringan tubuh dan manifestasi dari hal tersebut adalah adanya
pembengkakan.7
Gambar
vena tungkai7
Secara normal
sirkulasi aliran
darah vena, sangat
tergantung dari
empat hal7, yaitu :
1. Adanya pompa
(Jantung)
Jantung
adalah organ utama
dari sistem sirkulasi darah dalam tubuh manusia. Darah yang mengalir melalui
pembuluh darah arteri disebabkan oleh adanya kerja jantung. Ketika adanya
gangguan pada kerja jantung, seperti pada penyakit gagal jantung, dimana pompa
jantung tidak bekerja secara maksimal jika hal ini terjadi secara terus-menerus
maka akan menyebabkan terjadinya pembengkakan.
2. Adanya perbedaan tekanan darah
Pembuluh darah vena memiliki perbedaan tekanan. perbedaan tekanan
pada vena sangat tergantung dari lokasi vena tersebut berada. Sebagai contoh
tekanan vena pada tungkai berbeda dengan tekanan vena di bagian kanan jantung,
hal ini disebabkan karena vena tungkai membutuhkan tekanan yang kuat agar
darah bisa dipompakan kembali ke jantung, sedangkan vena di sisi kanan jantung
tekanannya lebih lemah karena posisinya yang dekat dengan jantung. Tekanan
vena yang lemah juga dapat dijumpai pada pembuluh darah capilary bed dimana
capilary bed adalah bertemunya sistem pembuluh darah arteri dengan sistem
pembuluh darah, sehingga darah hasil pemompaan sistem pembuluh darah arteri
masih kuat, sehingga pembuluh darah vena tidak memerlukan tekanan yang tinggi
untuk memompakan darah kembali ke jantung. Ketika anda berbaring pada posisi
terlentang, maka dengan mudah darah akan mengalir dari tekanan yang tinggi
(vena tungkai) ke tekanan yang lebih rendah (vena jantung).
3. Pompa vena
Untuk mengembalikan darah ke jantung vena harus memompakan darah
yang ada di tungkai. Ada dua otot tungkai untuk memompa darah di tungkai. Otot
betis adalah pompa utama pada tungkai yang bertugas untuk memompa darah
pada vena agar terus mengalir kembali ke jantung. Sedangkan pompa vena yang
kedua bekerja pada jaringan vena tungkai lainnya untuk membantu kerja pompa
utama tungkai untuk mengembalikan darah ke jantung. Ketika kaki melangkah
otot betis berkontraksi melawan gravitasi untuk mengalirkan darah kembali ke sisi
kanan jantung. Pada pasien pasca stroke, pasien pasca kecelakaan, pembengkakan
yang terjadi pada tungkai terjadi karena otot betis yang bertindak sebagai pompa
utama vena tidak dapat bekerja dengan normal sehingga tidak bisa
mensirkulasikan darah secara normal.
4. Katup vena
kemampuan pompa otot betis untuk mengeluarkan darah dari betis. Pada
pasien normal, dibutuhkan 10-20 kali dorsifleksi atau berdiri dengan jari kaki
untuk mengosongkan vena-vena betis.
5. Uji Trendelenberg
Ini dipakai untuk membedakan kongesti vena distal yang disebabkan oleh
refluks vena superficial dengan kegagalan sistem vena profunda.
2. 4. Klasifikasi
Untuk mengevaluasi dan mengklasifikasikan kondisi, pengobatan, serta
akibat atau komplikasi dari penyakit ini, dipakai beberapa skala penilaian.
Klasifikasi CEAP berdasarkan tanda-tanda klinis (Clinical), penyebab (Etiologic),
Anatomic, dan Pathophysiology. Klasifikasi etiologi memisahkan penyakit
berdasarkan sifat congenital, primer, atau sekunder. Anatomi berdasarkan vena
yang terkena termasuk vena superfisial, profunda, atau perforantes. Sedang
klasifikasi patofisiologi mengidentifikasikan refluks pada system-sistem
superficial, communicantes, atau profunda, serta obstruksi outflow. Kekurangan
utama system ini adalah karena sifatnya yang statis, klasifikasi jenis ini sulit
dipakai untuk menilai perubahan yang terjadi sebagai respons terhadap terapi
yang telah diberikan.4
Yang kedua adalah Venous Severity Scoring (VSS). System penilaian ini
diambil dari klasifikasi CEAP, tetapi dimodifikasi agar dapat dipakai untuk
menilai perkembangan penyakitnya.4 Ada tiga komponen system penilaian ini,
yaitu:
1. Venous Disability Score (VDS). Sistem ini menilai apakah pasien mampu
untuk bekerja selama 8 jam dengan atau tanpa alat penyokong eksternal,
dengan diberi nilai 0-3. Nilai totalnya mewakili tingkat disability yang
disebabkan oleh penyakit vena.
2. Venous Segmental Disease Score (VSDS). Sistem ini menggunakan
klasifikasi anatomik dan patofisiologik sistem CEAP untuk menghasilkan
nilai yang berdasarkan refluks atau obstruksi vena. Nilainya didapat dengan
mengambil gambar vena menggunakan phlebography atau dupleks Doppler.
3. Venous Clinical Severity Score (VCSS). Sistem ini memakai 9 tanda-tanda
utama penyakit venosa yang diberi nilai dari 0-3. Sistem ini dapat dipakai
untuk menilai repons terhadap terapi.
2. 5. 2. Penatalaksanaan4
Pengobatan insufisiensi vena kronis pada tungkai pada prinsipnya adalah
usaha memperlancar aliran darah vena tungkai, yaitu dengan cara melakukan
elevasi tungkai sesering mungkin, terutama setelah kegiatan berjalan-jalan,
dimana elevasi dilakukan dalam posisi duduk atau berbaring dengan membuat
posisi kaki setinggi dengan jantung. Dengan posisi tersebut aliran darah vena akan
menjadi lancar dan dilatasi vena tungkai yang berkelok-kelok menjadi tampak
mengempis dan melengkuk, pada posisi tersebut secara subjektif penderita akan
merasa keluhannya berkurang dengan cepat. Beberapa penatalaksanaan lain yang
dapat dilakukan yaitu :
2. 5. 3 Prognosis
Prognosis kesembuhan ulkus dan inflamasi cukup bagus tanpa adanya
penyakit penyerta yang mengganggu kesembuhan. Mayoritas pasien tanpa
komplikasi memberikan respon yang baik terhadap pengobatan rawat jalan seperti
yang disebutkan dalam bagian “penatalaksanaan”. Perubahan permanen meliputi
hemosiderosis dan fibrosis yang terjadi sebelum inisiasi terapi. Kehilangan fungsi
katup bersifat ireversibel. Tidak adanya support kutaneus berkelanjutan dalam
jangka panjang dalam bentuk penutup inelastis atau stocking elastis, dapat
memperburuk cedera pada kulit dan jaringan lunak.4