Anda di halaman 1dari 5

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

Nama : Rentho hadinata


A. Judul Modul : Pendidikan Agama Islam kontemporer
B. Kegiatan Belajar : Transaksi Modern (KB 2)

C. Refleksi

NO BUTIR REFLEKSI RESPON/JAWABAN

Transaksi Modern

Jenis-Jenis Pengertian
transaksi modern Transaksi Modern
Konsep (Beberapa istilah dan
1
definisi) di KB

A. Pengertian Transaksi Modern


Pengertian transaksi adalah suatu kegiatan yang dilakukan
seseorang dan dapat menimbulkan perubahan terhadap harta
atau keuangan, baik itu bertambah maupun berkurang.
Contoh dari melakukan transaksi di antaranya ketika membeli
barang, menjual barang, berhutang, memberi hutang, dan
membayar berbagai kebutuhan hidup. Dahulu, kegiatan
transaksi dilakukan dengan tatap muka (face to face), namun
pada era modern ini transaksi tidak mengharuskan dua atau
lebih orang yang bertransaksi untuk bertemu. Hal ini juga yang
menjadi ciri dari kegiatan transaksi modern yaitu transaksi
yang dilakukan secara online.
Transaksi online adalah transaksi yang dilakukan penjual dan
pembeli secara online melalui media internet, tidak ada
perjumpaan langsung antara pembeli dan penjual.
B. Jenis-jenis Transaksi Modern
1. Jual Beli Online
Pada mulanya sistem penukaran barang hanya bisa
dilakukan secara manual (barter) dengan mengharuskan
kehadiran antara penjual dan pembeli di satu tempat dengan
adanya barang disertai dengan transaksi (ijab dan kabul).
Namun dengan kemudahan fasilitas dan semakin canggihnya
teknologi, proses jual beli yang tadinya mengharuskan cara
manual biasa saja kini bisa dilakukan via internet. Jual-beli
merupakan salah satu kegiatan sosial di masyarakat, baik di
desa maupun kota. Timbul Pertanyaan, bagaimana hukum
jual beli online menurut Islam? Apakah transaksi online
memenuhi syarat ijab kabul yang ditentukan dalam Islam?
Jual beli adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda
(barang)atau jasa yang mempunyai nilai, atas dasar kerelaan
(kesepakatan) antara dua belah pihak sesuai dengan
perjanjian atau ketentuan yang dibenarkan oleh syara’. Yang
dimaksud dengan ketentuan syara’ adalah jual beli tersebut
dilakukan sesuai dengan persyaratan-persyaratan, rukun-
rukun dan hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli.
Adapun rukun jual beli, ada empat, yaitu:
1) adanya pembeli;
2) adanya penjual;
3) adanya barang; dan
4) adanya shighah atau ijab-qabul
Dengan demikian jual beli online adalah suatu aktivitas antara
penjual dan pembeli yang melakukan transaksi jual beli tidak
dilakukan secara bertatap muka langsung untuk bertemu
dalam melakukan negosiasi. Kedua belah pihak melakukan
transaksi jual beli dengan cara komunikasi online, seperti chat
di HP, komputer, telepon, sms, dan sebagainya.

Adapun pandangan mayoritas mazhab Syafi’i menyarankan


agar barang yang akan dijual belikan harus terlihat terlebih
dahulu secara kasat mata. Namun, ini merupakan bentuk
ihtiyath (kehati-hatian), sebelum transaksi pembeli biasanya
telah melihat mabi’ (barang yang dijual) dan telah dijelaskan
sifat dan jenis barang tersebut (salam) serta memenuhi syarat
dan rukun jual beli yang lainnya oleh penjual melalui situs
online yang dimilikinya. Dalam konteks ini, jual beli salam di
mana harga/uangnya didahulukan, sedangkan barangnya
diserahkan kemudian dapat dinyatakan pula pembiayaan di
mana pembeli diharuskan untuk membayar sejumlah uang
tertentu untuk pengiriman barang.
Bila praktik jual beli online seperti ini sudah dilakukan dan
tidak ada yang dirugikan, maka hukum jual beli online menjadi
sah. Yang dipandang dalam transaksi adalah kontennya
bukan bentuk lafalnya. Transaksi jual beli dengan
menggunakan alat informasi seperti telepon, fax dan telegram
yang digunakan sekarang boleh dipakai.
2. Nikah Online
Nikah online adalah suatu bentuk pernikahan yang transaksi
ijab qabulnya dilakukan melalui keadaan konektivitas
(terhubung) dengan suatu jaringan atau sistem internet
(online). Rukun dan syarat nikah mempengaruhi sah atau
tidaknya pernikahan menurut Islam. Rukun nikah yang
disepakati oleh mayoritas ulama terdiri dari lima rukun;
a. ada mempelai pria,
b. ada mempelai wanita,
c. ada wali nikah,
d. dua orang saksi, dan
e. ada ijab kabul.
Beberapa yang kerap ditemui adalah mempelai laki-laki
mengucapkan qabul di tempat yang jauh dari mempelai
wanita, wali, dan dua saksi. Fasilitas telepon atau video call
dipakai untuk mengucapkan akad nikah jarak jauh. Lalu,
apakah akad nikah seperti ini diperbolehkan?.
Dengan demikian yang membedakan antara nikah online
dengan nikah seperti biasanya adalah antara pihak mempelai,
saksi dan wali tidak berada dalam satu tempat (ittihad al-
majelis). Artinya, pihak mempelai, saksi dan wali
menggunakan media teknologi dalam melakukan aktivitasnya,
seperti video teleconference, seperti Zoom, Google Meet dan
lain sebagainya di layar televisi atau proyektor.
Ulama fikih berpendapat jika ijab dan qabul dipandang sah
apabila telah memenuhi beberapa persyaratan. Ijab qabul
sendiri memiliki empat syarat yang harus diperhatikan:
a. Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis.
b. Kesesuaian antara ijab dan kabul.
c. Yang melaksanakan ijab (wali) tidak menarik kembali ijab
nya sebelum kabul dari calon suami.
d. Berlaku seketika. Maksudnya, nikah tidak boleh dikaitkan
dengan masa yang akan datang.
Pengertian ijab dan qabul dalam satu majelis ini tidak semua
ulama sepakat soal penjelasannya. Ada yang mengartikan
harus dalam satu tempat, ada pula yang mengartikan tak
harus dalam satu tempat. menurut imam Syafi'i, akad nikah
jarak jauh melalui telepon tidak dapat dipandang sah karena
syarat tersebut di atas tidak terpenuhi. Majelis Tarjih PP
Muhammadiyah dalam kumpulan fatwanya, yang dimaksud
dengan ijab qabul dilakukan dalam satu majelis adalah ijab
dan qabul terjadi dalam satu waktu. Yang lebih dipentingkan
adalah kesinambungan waktu bukan tempat.
Terlepas dari semua itu, menurut Farid bahwa pernikahan
online tersebut akan memiliki dampak secara hukum positif
yang ada di Indonesia, seperti pencatatan nikah.
3. Pinjaman Online
Pinjam meminjam dalam bahasa Arab dikenal dengan
sebutan ‘ariyah yang artinya adalah meminjam. Sedangkan
pengertian menurut istilah syari’at Islam, pinjam meminjam
adalah akad atau perjanjian yang berupa pemberian manfaat
dari suatu benda yang halal dari seseorang kepada orang lain
tanpa adanya imbalan dengan tidak mengurangi ataupun
merubah barang tersebut dan nantinya akan dikembalikan lagi
setelah diambil manfaatnya. Pinjam meminjam menurut ahli
fiqih adalah transaksi antara dua pihak. Misalnya orang
menyerahkan uang (barang) kepada orang lain secara
sukarela, dan uang (barang) itu dikembalikan lagi kepada
pihak pertama dalam waktu yang berbeda, dengan hal yang
serupa.
Ada dua istilah yang dikenal dalam masalah pinjam
meminjam, yaitu pinjam meminjam dan utang piutang. Dalam
terminologi fiqih muamalah, utang piutang disebut dengan
‘dayn’ ( ‫ دين‬.( Istilah dayn‛ ini juga sangat terkait dengan istilah
‘qard’ ( ‫ ( قوض‬yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan
pinjaman. Sebagian ulama ada yang mengistilahkan utang
piutang dengan istilah iqrad atau qard. Dalam pengertian
umum, utang piutang mencakup transaksi jual beli dan sewa
menyewa yang dilakukan secara tidak tunai (kontan),
transaksi seperti ini dalam fiqih dinamakan mudayanah atau
tadayyun. Utang piutang (qard) menurut bahasa artinya al-
qat‘u (memotong). Dinamakan demikian karena pemberi
utang (muqrid) memotong sebagian hartanya dan
memberikannya kepada pengutang. Secara istilah, menurut
Hanafiyah qard adalah harta yang memiliki kesepadanan
yang anda berikan untuk anda tagih kembali atau dengan kata
lain suatu transaksi yang dimaksudkan untuk memberikan
harta yang memiliki kesepadanan kepada orang lain untuk
dikembalikan yang sepadan dengan itu,
para ulama berbeda pendapat dalam mengemukakan
pengertian utang piutang (qard), antara lain:
a. Menurut ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah, qard adalah
harta yang diserahkan kepada orang lain untuk diganti
dengan harta yang sama.
b. Menurut ulama Malikiyah, qard adalah penyerahan
harta kepada orang lain yang tidak disertai imbalan atau
tambahan dalam pengembaliannya.
c. Menurut ulama Hanabilah, qard adalah penyerahan
harta kepada seseorang untuk dimanfaatkan dan ia
wajib mengembalikan dengan harta yang serupa
sebagai gantinya.
d. Sayyid Sabiq dalam bukunya Fiqh Sunnah memberikan
definisi qard sebagai harta yang diberikan oleh muqrid
(pemberi pinjaman) kepada muqtarid (orang yang
meminjam), agar muqtarid mengembalikan yang serupa
dengannya kepada muqrid ketika telah mampu.
e. Menurut Hasbi as-Siddiqi, utang piutang (qard) adalah
akad yang dilakukan oleh dua orang yang salah satu
dari kedua orang tersebut mengambil kepemilikan harta
dari lainnya dan ia menghabiskan harta tersebut untuk
kepentingannya, kemudian ia harus mengembalikan
barang tersebut senilai dengan apa yang dia ambil
dahulu.
Berdasarkan pengertian ini maka qard memiliki dua
pengertian yaitu: i’arah yang mengandung arti tabarru’ atau
memberikan harta kepada seseorang dan akan dikembalikan,
dan muawadah karena harta yang diambil bukan sekedar
dipakai kemudian dikembalikan, melainkan dihabiskan dan
dibayar gantinya. Dengan demikian, utang piutang (qard)
adalah adanya pihak yang memberikan harta baik berupa
uang atau barang kepada pihak yang berutang, dan pihak
yang berhutang menerima sesuatu tersebut dengan perjanjian
dia akan membayar atau mengembalikan harta tersebut
dalam jumlah yang sama. Dari uraian di atas mengenai utang
piutang dan pinjam meminjam dari dari sisi definisi ada
kesamaan yaitu membolehkan kepada orang lain untuk
mengambil manfaat dari benda yang bukan miliknya dan
mengijinkan dengan sukarela serta pengambil manfaat
berkewajiban mengembalikan barang tersebut dalam
keadaan utuh seperti sediakalanya.
Prinsip dasar dari pinjam meminjam dan utang piutang adalah
mubah atau boleh. Pinjam meminjam (‘ariyah) dan utang
piutang merupakan perbuatan qurbah (pendekatan diri
kepada Allah) dan dianjurkan berdasarkan Al-Qur’an dan
Sunnah. Oleh karena itu, utang piutang sudah menjadi salah
satu bagian dari kehidupan di dunia ini.
Pada proses pinjam meminjam atau hutang piutang barang
yang dipinjam harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a. Barang tersebut bisa diambil manfaatnya
b. Barang yang dipinjamkan harus berupa barang mubah
c. Barang yang dipinjamkan apabila diambil manfaatnya
tetap utuh.
Menurut jumhur ulama dalam akad ‘ariyah harus terdapat
beberapa unsur (rukun), sebagai berikut:
a. Mu’ir (orang yang memberikan pinjaman),
b. Musta’ir (orang yang mendapatkan pinjaman),
c. Mu’ar (barang yang dipinjamkan)
d. Ijab qobul (serah terima)

1. Pembahasan utang piutan qard


Daftar materi pada KB yang sulit
2 2. Pembahasan utang piutang dayn
dipahami
3. Pembahasan akad ariyah dalam beberapa unsur

1. fiqih muamalah
2. Istilah dayn
3. istilah ‘qard
Daftar materi yang sering
3 mengalami miskonsepsi dalam 4. mudayanah atau tadayyun
pembelajaran 5. harta mithliyat
6. pinjam meminjam ariyah
7. definisi ibahah al intifa

Anda mungkin juga menyukai