Anda di halaman 1dari 30

Persilangan

Ilmu Pemuliaan Ternak - C (PTP 2102)

Oleh : Team Teaching


Persilangan
Perkawinan pada ternak ada 2 macam, yaitu perkawinan secara acak
(random mating) dan yang tidak secara acak.
Apabila dalam suatu sistem perkawinan, peluang yang dimiliki oleh
jantan maupun betina untuk kawin dan dikawini sama besar maka
sistem perkawinan tersebut disebut sistem perkawinan acak. Jadi
dalam sistem ini, baik jantan maupun betina bebas memilih pasangan
kawinnya sendiri.
Pada perkawinan yang tidak secara acak, pasangan kawin dari ternak
ditentukan oleh manusia. Dalam hal ini bentuk perkawinannya dapat
antara dua individu yang masih mempunyai hubungan kekeluargaan
(perkawinan silang dalam) atau perkawinan antara dua individu yang
tidak mempunyai hubungan keluarga (perkawinan luar)
Perkawinan luar meliputi semua perkawinan antara dua individu
yang tidak mempunyai hubungan kekeluarga. Pada silang
dalam dua individu dikatakan tidak memiliki kaitan
kekeluargaan bila keduanya tidak mempunyai moyang
bersama.
Selain itu, apabila sistem perkawinan ditinjau dari tipe atau
bentuk pasangannya, dapat dibedakan antara perkawinan
terpilih (assortative mating) dan tidak terpilih. Perkawinan
demikian ini misalnya perkawinan antara ternak yang bertubuh
besar X besar, kecil X kecil, atau besar X kecil. Selain itu,
misalnya ternak dengan punggung yang melengkung ke atas
sengaja dikawinkan dengan pejantan yang yang mempunyai
punggung agak melengkung ke bawah dengan tujuan
perbaikan pada punggung keturunannya.
Perkawinan antara dua individu yang tidak
mempunyai hubungan keluarga dapat berupa :

a. Perkawinan dalam suatu bangsa atau strain. Kejadian ini


disebut silang luar (out breeding atau out crossing).
b. Perkawinan antara dua galur yang berbeda dalam satu
bangsa (linecrossing).
c. Perkawinan ternak dari bangsa yang berbeda, disebut
perkawinan antar bangsa, atau dikenal dengan istilah
persilangana atau crossbreeding, yang disebut pula
dengan crossing.
Tujuan Persilangan
Secara genetik persilangan menaikkan persentase heterosigositas,
sehingga dengan demikian menaikkan variasi genetik. Tujuan utama
dari persilangan adalah menggabungkan dua sifat atau lebih yang
berbeda yang semula terdapat dalam dua bangsa ternak ke dalam
satu bangsa silangan. Secara teknis persilangan dimaksudkan untuk :
a. Penggabungan beberapa sifat yang semula terdapat pada dua
bangsa yang berbeda, ke dalam satu bangsa silangan.
b. Pembentukan bangsa baru.
c. Grading up.
d. Pemanfaatan heterosis
Penggabungan beberapa sifat :

Penggabungan beberapa sifat merupakan tujuan dasar dari persilangan.


Pada sapi sering dilakukan persilangan antara Bos taurus dengan Bos
indicus, atau Bibos sondaicus.
Pada umumnya sapi Inggris (British breed) yang termasuk bangsa sapi
Bos taurus mempunyai sifat reproduktivitas yang tinggi, bentuk tubuh
berukuran sedang dengan kecepatan pertumbuhan sedang sampai tinggi.
Termasuk bangsa sapi ini adalah sapi Hereford, Shorthorn, dan Angus.
Bangsa sapi Eropa (European breed) yaitu Simmental, Charolais, dan
Limousin, mempunyai bentuk tubuh besar, reproduktivitasnya sedang.
Sebaliknya Bos indicus dikenal dengan sifatnya yang kurang baik dalam
hal reproduktivitas dan pertumbuhannya, tetapi mempunyai keistimewaan
dapat memanfaatkan jerami, tahan terhadap panas dan beberapa parasit,
dan mempunyai sifat keindukan (Mothering ability) yang baik. Oleh karena
itu dalam persilangan harus memperhatikan kelemahan dan kelebihan
dari kedua ternak yang akan disilangkan.
Pembentukan Bangsa Baru
Dalam melakukan persilangan, dapat dihentikan pada komposisi darah
tertentu, kemudian dikembangbiakkan untuk dijadikan bangsa ternak baru.
Pembentukan bangsa baru yang paling terkenal adalah pembentukan sapi
American Brahman yang berasal dari empat macam sapi India, yaitu
Nelore, Guzarat, Krishna Valley, dan Gir.
Kemudian diciptakan pula sapi Santa Gertrudis di Texas, dengan komposisi
darah 5/8 sapi Brahman 3/8 Shorthorn. Bangsa lain yang dikembangkan
atas dasar persilangan dengan sapi Brahman adalah sapi Droughtmaster
(Br X Hereford-Shorthorn), Beefmaster, Brangus (Br X Angus), Braford (Br
X Hereford) dan Charbray (Br X Chalorais).
Sapi Bonsmara terdiri atas 5/8 Br dan 3/16 H 3/16 S, sedangkan Belmont
Red dari Africander X Hereford-Shorthorn.
Pada sapi perah, misalnya AMZ (Australian Milking Zebu) hasil persilangan
dan seleksi dari Jersey X Sahiwal dan Red Sindhi. Paling akhir muncul
Taurindicus, silangan FH X Sahiwal, yang merupakan modifikasi dari AFS
(Australian Friesian Sahiwal) ke arah dwiguna (susu dan daging).
Grading Up

Grading Up adalah sistem perkawinan silang yang keturunanya


selalu disilang balikkan (back crossing) dengan bangsa
pejantannya dengan maksud mengubah bangsa induk (lokal)
menjadi bangsa pejantannya (impor).
Gambar bagan dari komposisi darah dalam persilangan grading up
IxL

I x (0,5 I; 0,5 L)

I x (0,75 I; 0,25 L)

I x (0,875 I; 0,125 L)

I x (0,93 I; 0,07 L)

0,96 I; 0,04 L
Pemanfaatan Heterosis

Heterosis (hybrid vigor) adalah kejadian dalam suatu persilangan.


Performans hasil silangannya melampaui rerata performans kedua
bangsa tetuannya. Penyebab terjadinya heterosis belum diketahui
dengan pasti, tetapi diduga tanggung jawab gen non-additif, yang dapat
menyebabkan dominan, over dominance, dan epistatis. Tidak semua sifat
dapat menimbulkan heterosis. Biasanya sifat dengan angka pewarisan
rendah, misalnya sifat reproduksi, akan menimbulkan heterosis tinggi.
Tinggi rendahnya heterosis diukur dengan koefisien heterosis (%H)
sebagai berikut :
%H = P silangan – P tetua X 100
P tetua
Keterangan :
%H = koefisien heterosis
P silangan = performans silangan
P tetua = rerata performans bangsa tetua
Contoh 1

Diketahui bahwa bobot harian (ADG) sapi


Hereford adalah sebesar 0,8 kg/ hari,
sedangkan sapi PO adalah 0,2 kg/hari. Akan
dihitung koefisien heterosis silangannya,
kalau diketahui pertambahan bobot harian
sapi (H X PO) = 0,65 kg/hari.
Penyelesaian :

ADG sapi Hereford = 0,8


ADG sapi PO = 0,2 kg/hari
Rerata ADG dari kedua sapi = (0,8 + 0,2)/2 = 0,5
Dengan demikian koefisien heterosisnya :
% HF1 = 0,65 – 0,5 x 100 % = 30 %
0,5
Secara genetika kuantitatif besarnya heterosis dari F1
dinyatatakan sebagai berikut:
% HF1 = Sdy2
Keterangan :
%HF1 = koefisien heterosis pada silangan pertama (F1)
d = faktor dominan
y = (p1 – p2) yaitu perbedaan frekuensi gen antara kedua tetuanya

Besarnya heterosis suatu sifat bergantung pada rerata derajat


dominasi dari semua pasangan gen yang mempengaruhinya dan
rerata perbedaan frekuensi gen antara kedua tetuanya untuk semua
pasangan gen yang ada.
Metode Persilangan
Dalam persilangan dikenal beberapa metode sebagai berikut:
a. Persilangan Tunggal
Persilangan Tunggal adalah persilangan antara bangsa induk dengan
satu macam bangsa pejantan. Persilangan kemudian dihentikan
sampai disini karena hasilnya dapat dikomersilkan. Contohnya
persilangan antara sapi Brahman X Angus yang menghasilkan
Brangus, dan sapi Brahman X Hereford yang menghasilkan sapi
Braford. Kedua hasil silangan ini digemukkan kemudian dipotong.
b. Persilangan Balik (Back crossing)
Hasil silangan yang disilangkan dengan salah satu bangsa tetuanya
merupakan persilangan terbalik. Contoh persilangan antara A X B yang
menghasilkan (0,5 A; 0,5 B), silangan ini dikawinkan dengan bangsa A
atau bangsa B. Dengan demikian, pada grading up, dilakukan
persilangan balik secara terus menerus dengan bangsa pejantannya.
c. Persilangan Rotasi (Criss Cross)
Persilangan secara ini adalah melakukan persilangan antara dua
bangsa, tetapi silangannya selalu dikawinkan dengan salah satu
bangsa tetuanya secara bergiliran pada generasi berikutnya.
Bagan Silangannya adalah sebagai berikut:

AXB
Persilangan criss cross dimaksudkan
A X (0,5 A; 0,5 B) untuk mendapatkan keunggulan salah satu
bangsa yang disilangkan pada setiap
generasi secara bergantian di samping
(0,75 A; 0,25 B) X B
untuk mempertahankan level heterosisnya.
Persilangan demikian sering dilakukan
A X (0,375 A; 0,625 B)
pada babi.
(0,68 A; 0,32 B) X B

A X (0,34 A; 0,66 B)
dan seterusnya
d. Persilangan Rotasi Tiga Bangsa
Persilangan ini tidak lain adalah suatu criss cross, tetapi dengan
menggunakan tiga macam bangsa secara bergiliran. Misalnya :
AXB

C X (0,5 A; 0,5 B)

A X (0,25 A; 0,25 B; 0,5 C)

B X (0,625 A; 0,125 B; 0,25 C)

C X (0,312 A; 0,563 B; 0,125 C)

A X (0,156 A; 0,281 B; 0,563 C)

dan seterusnya
Kebijakan Persilangan dan Evaluasinya
Dalam menentukan kebijakan persilangan ternak, terutama pada
ternak ruminansia besar, ada beberapa faktor yang perlu
dipertimbangkan terlebih dahulu antara lain :
1. Harus ditentukan terlebih dahulu titik temu antara produksi dan
adaptasi.
2. Harus dipertimbangkan antara bentuk tubuh dengan pengadaan
atau ketersediaan pangan yang ada.
3. Harus diputuskan apakah akan memanfaatkan adanya sifat
heterosis, ataukah memanfaatkan sifat gen aditif untuk membentuk
bangsa baru.
4. Apakah kebijakan yang akan dibuat itu jangka panjang atau jangka
pendek.
Contoh pemanfaatan heterosis adalah misalnya pemanfaatan hasil
persilangan antara sapi Brahman dengan sapi Hereford dan
Angus, yang menghasilkan sapi Braford dan Brangus di Amerika.

Bangsa ternak Dimurnikan ? Mendatangkan populasi


impor baru, kemudian
dilakukan seleksi
Silangkan ?

Berapa besar 100 %


darah bangsa impor Grading Up
dapat diterima
<100%
Pemanfaatan
Apakah Heterosis ya Heterosis
penting ?
ya
tidak tidak
Ciptakan
bangsa baru Seleksi
kelompok tetua

Gambar Alur pemikiran dalam menentukan kebijakan persilangan


Pola untuk menentukan kebijakan persilangan yang dikemukakan oleh
FAO, namun pola tersebut sangat mahal dan rumit karena diperlukan
beberapa kelompok ternak dengan komposisi darah berbeda – beda.

Generasi Ke : dst
N0 N1 N2 N3

BN1 BN2
F1
F2 F3
Bl1 Bl2
l0 l1 l2 l3

Bagan Persilangan untuk evaluasi hasil


Dalam pola di atas dikemukakan bahwa :
a. Bila Bl1 lebih baik dari F2 maka metode grading up adalah
yang paling baik digunakan, lebih-lebih bila Bl2 dan Bl3
lebih baik dari F3.
b. Pembentukan bangsa baru dapat dipikirkan untuk
dilaksanakan dengan memperbandingkan :
F3 (=50% I), BN2 (=25% I) dan Bl2 (=75% I) dengan N
(=0% I) ataupun I (100% I)
c. Metode criss-cross dapat dibenarkan bila :
¼ (F1 + F2 + Bl1 + BN1 ) melebihi F3
Tinjauan umum tentang persilangan di Indonesia

Beberapa bangsa ternak lokal Indonesia terbentuk dari


silangan secara terus menerus dari ternak asli dengan
ternak impor selama ratusan tahun yang lalu. Namun
kapan dan bagaimana cara terbentuknya ternak- ternak
lokal kita, tidak diketahui dengan pasti.
Sapi Madura diduga merupakan hasil silangan dari
banteng dengan sapi Bos indicus yang dibawa oleh
pedagang zaman dahulu. Ada yang menduga, Bos indicus
yang dibawa adalah dari bangsa Sinhala. Oleh karena itu,
bentuk sapi Madura merupakan bentuk peralihan dari
bentuk banteng dan Zebu.
Secara umum dapat dikatakan bahwa peternakan rakyat hanyalah
sekedar memanfaatkan sumber pakan yang tersedia secara alami
dan memanfaatkan limbah pertanian yang ada. Dengan persilangan
diharapkan bahwa hasil silangan akan mempunyai potensi yang
lebih baik daripada potensi yang dimiliki oleh ternak yang
disilangkan. Namun persilangan yang mempunyai pengaruh hanya
membesarkan tubuh terhadap sapi potong milik peternak
tradisional, seyogyanya dihindari, karena tidak akan memberikan
hasil seperti yang diharapkan, karena peternak tidak mampu
menyediakan pakan yang mencukupi. Jadi persilangan antara sapi
rakyat dengan sapi eropa yang bertubuh besar seperti Charolais,
Simmental, Limousin, harus dihindari. Persilangan tersebut hanya
dapat dilaksanakan di peternakan komersial. Dan ternak yang
berbadan kecil justru mungkin paling cocok untuk kondisi
lingkungan yang terdapat di sebagian wilayah Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai