Anda di halaman 1dari 7

1

.
D. Perkawinan di luar kerabat (outbreeding)
Outbreeding adalah sistem perkawinan yang dilakukan menggunakan satu
bangsa ternak yang tidak memiliki hubungan kekerabatan sama sekali. Artinya
perkawinan ini dilakukan antar ternak dalam bangsa yang sama, namun
kekerabatannya sudah jauh. Outbreedingjuga dikenal dengan istilah silang luar
dari perkawinan ternakdengan bangsa yang sama tetapi yang tidak memiliki
kekerabatanatau memiliki kekerabatan yang lebih dekat dari sedikitnya hingga 6
generasi.
Keuntungan Outbreedingdiantaranya, yaitu sangat efektif terhadap sifat-
sifat tertentu, seperti produksi susu, pertambahan bobot badan, efektif untuk
perbaikan genetika dengan menggabungkan dua sifat tetuanya. Hasil metode
perkawinan ini menghasilkan peningkatan variasi populasi, biak secara fenotip
atau genotip, sehingga meningkatkan nilai heterozigositas individu dalam suatu
populasi. Tingginya nilai heterozigot akan meningkatkan daya tahan dan daya
adaptasi ternak terhadap lingkungan.
Perkawinan antar ternak yang tidak berkerabat (Outbreeding) meliputi :
1. Cross breeding
2. Backcrossing
3.Grading up
2

Berikut ini adalah contoh pada ayam buras yang model perkawinan terjadi secara
outbreeding. perkawinan ayam buras A dan B menghasilkan keturunan ayam
buras C dan D contoh perkawinan secara Outbreeding.

Ayam Buras A Ayam Buras B

Ayam Buras C Ayam Buras D

Gambar 4. Contoh Perkawinan secara outbreeding


(sumber dok. Dari berbagai sumber)

Crossbreeding
Crossbreeding merupakan sistem perkawinan ternak yang dilakukan
dengan menggunakan dua bangsa berbeda. Metode perkawinan di atas dikenal
dengan istilah persilangan. Tujuan sistem perkawinan ini adalah memiliki
beberapa kelebihan, yaitu (1) untuk memperbaiki sifat genetik yang lebih baik, (2)
menghasilkan perpaduan sifat unggul kedua bangsa tersebut, (3) dapat
3

memperbaiki performa ternak lokal dengan mengawinkan dengan ternak impor


unggul, dan (4) pembentukan bangsa baru. Kelemahan perkawinan ini adalah
menghilangkan keaslian peforma ternak lokal, terutama sitat-sifat kualitatifnya.
Perkawinan secaraCrossbreedingmenghasilkan genotip yang bersifat
hehetrozigot,sedangkan inbreeding meningkatkan genotip homozigot. Peternakan
modern saat ini sudah banyak yang berhasil menggunakan crossbreeding untuk
menghasilkan ternak unggul sesuai dengan yang diharapkan. Contoh sederhana
perkawinan secara Crossbreedingnampak pada gambar dibawah ini.

Jalur 1 Jalur 2
Ayam Kedu (K) >< ayam Arab (A) Ayam Pelung (P) >< Ayam Bangkok (B)

Ayam Kampung KA >< Ayam Kampung PB

Ayam Kampung KAPB

Gambar 5. Contoh Perkawinan Crossbreeding

Hasil persilangan ayam Pelung dan ayam Kampung hingga umur 12 minggu
dapat mencapai bobot hidup 1 kg/ekor dengan penggunaan Ransum pada fase
starter dengan kandungan protein 19% dan untuk fase finisher kandungan protein
sebesar 15% (iskandar, 2006). Persilangan ayam kampung (jantan) dan ayam
petelur (betina) juga memberikan hasil yang cukup baik. Secara ekonomi usaha
pembesaran ayam dari hasil persilangan tersebut membutuhkan waktu 60 hari
telah dapat dipanen dengan bobot badan mencapai 0,8 kg.
Rahayu dkk, (2010) melaporkan bahwa ayam kampung yang disilangkan
dengan ayam bangkok meningkatkan pertambahan bobot badan dan menghasilkan
perbaikan efisiensi ransum. Lebih lanjut menambahkan bahwa ada kecenderungan
4

pertumbuhan ayam hasil persilangan pejantan ayam Bangkok dengan induk ayam
Kampung lebih tinggi dibanding dengan persilangan induk ayam Kampung
dengan pejantan ayam Bangkok, sedangkan efisiensi ransum terbaik pada
persilangan pejantan ayam Kampung dengan induk ayam Bangkok. Lebih lanjut
dijelaskan penggunaan ayam petelur sebagai induk penghasil telur tetas
sedangkan pejantannya menggunakan ayam Bangkok. Hal ini dimaksudkan agar
telur yang dihasilkan dibuahi atau fertil.
Hasil penelitian Jarmani dkk (1998) menunjukkan persilangan ayam lokal
indonesia seperti ayam Kedu, ayam Sentul dan ayam Bangkok dengan ayam ayam
komersial strain pedaging (broiler) menghasilkan penampilan keturunannya
banyak kesamaan seperti ayam lokal dan lebih terima oleh konsumen sebagai
ayam kampung dibandingkan dengan ayam petelur komersil (Layer).
Persilangan antara itik Alabio dengan Cihateup menghasilkan dua kelompok
keturunan pertama (F1) memiliki rataan sifat-sifat yang lebih baik dibandingkan
dengan rataan kedua tetua murninya. Peningkatan performa dan produksi karkas
pada kedua itik silangan ini menunjukkan adanya efek heterosis di sebagian besar
sifat yang diamati. Nilai heterosis pada hasil silangan itik tersebut menunjukkan
potensi besar untuk dijadikan itik pedaging.
Laporan Susanti dkk (2012) menunjukkan Bobot badan itik persilangan
Peking jantan dengan Alabio betina lebih berat daripada itik persilangan Alabio
jantan dengan Peking betina pada akhir masa pertumbuhan, sehingga
dikhawatirkan akan mengganggu proses produksi telurnya karena overweight saat
memasuki dewasa kelamin. Ditambahkan juga bahwaitik hasil persilangan secara
resiprokal memiliki bobot badan akhir yang sama pada masa starter.
Persilangan iItik Mojosari dan itik tegal tidak menunjukkanheterosis
padasifat-sifatpertumbuhanpada tahap awal hingga 8 minggu pemeliharaan. Hal
inimenegaskan bahwajenis-jenis itik tersebut adalah jenis petelur sehingga tidak
dapat diharapkan adanya keunggulan dalam produksi daging dengan
menggunakan persilangan (Prasetyo dan Susanti, 1997).
5

Grading up
Grading up adalah persilangan ternak yang melibatkan dua bangsa secara
terus menerus dengan tujuan untuk memperoleh peforma unggul dari salah satu
bangsa tetuanya. Secara fenotip nampak seperti salah satu bangsa tetua yang
memiliki keunggulan yang hampir sama. Berikut ini adalah contoh proses
perkawinan secara Grading up.

Ayam lokal (induk) >< ayam impor (jantan)

Ayam lokal (50%), ayam impor (50%) F1


Ayam lokal (25%), ayam impor (75%) F2
Ayam lokal (12,5%), ayam impor (87,5%) F3
Ayam lokal (6,25%),ayam impor (93,75%) F4
Ayam lokal (3,125%),ayam impor (96,875%) F5

Perkawinan di atas menunjukkan bahwa ayam lokal yang dikawinkan


dengan ayam impor secara terus menerus akan menghasilkan sifat/karakter ayam
lokal yang mirip dengan ayam impor. Turunan atau generasi ayam lokal yang ke-
5 menghasilkan sifat seperti ayam impor sebesar 96, 875%) dan sifat asli ayam
lokal tersebut sebesar 3,125%. Perkawinan secara Grading up tentunya akan
menghasilkan keturunan seperti ayam impor. Namun yang perlu diperhatikan
dalam proses Grading up penggunaan pejantan ayam impor tidak diperbolehkan
menggunakan pejantan yang sama, agar tidak terjadi inbreeding.Dilain pihak,
perkawinan ini memiliki kekurangan, yaitu musnahnya plasma nutfah ayam lokal
tersebut, terlebih lagi pada generasi keenam dan ketujuh, penampilan ayam
tersebut sama seperti ayam impor.

Menurut Hardjosubroto (1994) pelaksanaan grading up yang telah dilakukan


di Indonesia, umumnya dilakukan pada ternak ruminansia, yaitu pada sapi potong,
sapi perah dan kambing. Pembentukan sapi potong Peranakan Ongole (PO), hasil
grading up sapi jawa dengan Sumba Ongole (SO). Pada sapi perah dihasilkan sapi
6

Peranakan FH (PFH) dari sapi PO dengan pejantan FH. Kambing Peranakan


Etawa (PE) juga hasil grading up dari kambing kacang dengan Pejantan Etawa.

Backcrossing
Perkawinan secara Backcrossing atau silang balik didefinisikan sebagai
perkawinan antara keturunan (F1) dengan salah satu bangsa tetuanya. Perkawinan
ini akan menghasilkan komposisi sifat dari tetuanya 75% dan 25%. Secara rinci
digambarkan pada skema perkawinan dibawah ini.

Ayam A >< Ayam B

F1: 50% ayam A dan 50% ayam B >< ayam A


F2 : 75% ayam A dan 25% ayam B

Rangkuman
Keberhasilan seleksi unggas dipengaruhi juga oleh beberapa faktor penting
seperti metode perkawinan yang dilakukan. perkawinan pada ternak dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu secara alami dan inseminasi buatan (IB). Metode
perkawinan dalam sistem pemuliaan dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu :
1. Perkawinan antar kerabat (inbreeding)
2. Perkawinan di luar kerabat (outbreeding)
Perkawinan antar ternak yang tidak berkerabat (Outbreeding) meliputi :
1. Cross breeding
2. Backcrossing
3. Grading up
7

Anda mungkin juga menyukai