Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul ROTATION BREEDING
Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian ROTATION BREEDING atau yang
lebih khususnya membahas rotasi breeding. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan
informasi kepada kita semua tentang rotasi breeding.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.

Malang, 27 November 2012

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................3
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................3
1.2 Tujuan ........................................................................................................3
1.3 Rumusan Masalah ......................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................4
2.1 Definisi Breeding ........................................................................................4
2.2 Sistem Persilangan ......................................................................................4
2.3 Sistem Rotasi ...............................................................................................5
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Rotation Breeding ...............................7
BAB III PENUTUP ..................................................................................................9
3.1 Kesimpulan ..................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................10

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ternak adalah hewan yang dengan sengaja dipelihara sebagai sumber pangan,
sumber bahan baku industri, atau sebagai pembantu pekerjaan manusia. Usaha
pemeliharaan ternak disebut sebagai peternakan (atau perikanan, untuk kelompok
hewan tertentu) dan merupakan bagian dari kegiatanpertanian secara umum.
Persilangan merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan efisiensi
produksi di komersial sapi-sapi ternak. Namun, komersial ternak produsen harus
mempelajari sistem persilangan dan mengevaluasi mereka sebelum memutuskan mana
yang cocok untuk lingkungan mereka dan sumber daya.Kriteria untuk Mengevaluasi
Sistem Persilangan menguraikan sifat dasar dari sistem persilangan yang perlu diingat
ketika mempertimbangkan program.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, yaitu:
1. Untuk mempelajari apa itu rotation breeding.
2. Untuk mengetahui keuntungan dan kelemahan dari rotation breeding.
1.3 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan rotation breeding?
2. Apa kelemahan dan kelebihan dari rotation breeding?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Breeding


Breeding (pemuliaan hewan) merupakan kegiatan dalam peternakan atau
pemeliharaan hewan lainnya yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas individu
maupun populasi hewan yang bersangkutan untuk karakteristik yang diinginkan
manusia. Dalam pemuliaan hewan, diperlukan dasar-dasar pengetahuan yang baik
mengenai pemeliharaan, biologi reproduksi, genetika, biostatistika, dan, dalam
perkembangan terkini, biologi molekuler serta bioinformatika. Metode klasik yang
digunakan adalah persilangan dan seleksi populasi yang dikenal sebagai penangkaran
selektif (Kosgey, 2004).
Perintis dasar-dasar teori breeding (pemuliaan hewan) adalah Sewall Wright, Jay
Lush, dan Charles Henderson. Beberapa teori mereka kembangkan pun digunakan
dalam beberapa teknik persilangan dan analisis di bidang pemuliaan tanaman,
khususnya tanaman yang berpenyerbukan silang (Nicholas, 1993).

2.2 Sistem Persilangan


Persilangan memberikan keuntungan dari dua komponen utama, heterosis dan
saling melengkapi. Heterosis (hybrid vigor) terjadi ketika keturunan yang berbeda
yang dikawinkan bersama-sama. Salah satu cara untuk melihat heterosis adalah bahwa
semua ternak ras dianggap inbrida sebagai akibat dari pembentukan berkembang biak
dan seleksi. Penangkaran sanak menyebabkan penurunan kinerja, depresi penangkaran
sanak yaitu. Ketika ras yang berbeda yang dikawinkan keturunan persilangan kurang
bawaan dari orang tua mereka. Akibatnya betis tampil di tingkat atas rata-rata orang
tua mereka. Ini adalah heterosis, atau kekuatan hibrida. Sifat dengan heritabilitas
rendah cenderung menunjukkan heterosis tinggi. Oleh karena itu, heterosis lebih
penting untuk sifat kunci yang berhubungan dengan efisiensi reproduksi dan
kelangsungan hidup anak sapi, yang memiliki heritabilitas rendah dan tidak merespon
dengan baik untuk pemilihan.

Persilangan merupakan metode yang efektif untuk meningkatkan efisiensi


produksi di komersial sapi-sapi ternak. Namun, komersial ternak produsen harus
mempelajari sistem persilangan dan mengevaluasi mereka sebelum memutuskan mana
yang cocok untuk lingkungan dan sumber daya mereka. Tabel 4 menguraikan sifat
dasar dari sistem persilangan yang perlu diingat ketika mempertimbangkan program.
Tabel 4: Kriteria untuk Mengevaluasi Sistem Persilangan

Tingkat kekuatan hibrida (heterosis)

Merit ras komponen

Komplementaritas

Konsistensi kinerja

Berkaitan dengan antagonisme genetik

Memenuhi produk akhir Target


Secara umum, sistem persilangan jatuh ke dalam 2 kategori, yang menghasilkan

betina pengganti serta ternak pasar (sistem rotasi & komposit), dan orang-orang yang
menghasilkan ternak pasar hanya (terminal lintas). Dalam rotasi (atau komposit)
sistem, sapi harus dipilih dengan sifat-sifat keibuan dalam pikiran serta sifat
pertumbuhan dan karkas, karena sapi pengganti dipertahankan dari dalam kawanan.

2.3 Sistem rotasi


Dalam sistem ini diperlukan 2 atau 3 bangsa ternak yang berbeda. Secara umum
terdapat dua macam sistem rotasi, yakni sistem rotasi 2 bangsa(Two-Breed Rotational
Breed) dan sistem rotasi 3 bangsa (Three-BreedRotational Breed). Namun, sistem
yang banyak digunakan adalah sistemrotasi dengan menggunakan 3 bangsa ternak
yang berbeda. Sedikit pemaparan mengenai sistem rotasi 2 bangsa, yakni dari breed
A disilangkan dengan breed B, dan breed B disilangkan dengan breed A.
Dalam sistem ini,akan didapatkan peningkatan heterosis sebesar 66%. Pada
keturunannya akanmemiliki 2/3 gen dari bangsa induknya, sedangkan 1/3 gen berasal
dari bangsa lain (James, 1979).
Sedangkan untuk sistem rotasi dengan 3 bangsa, dalam 1 peternakanterdiri dari 3
bangsa ternak, yang dimana breed A digunakan sebagaifemale replacements untuk
kemudian disilangkan dengan breed B. Ternak hasil persilangan tadi digunakan
sebagai female replacements yangkemudian disilangkan dengan breed C. Ternak

hasil persilangan inikemudian digunakan sebagai female replacements yang kemudian


akandisilangkan dengan breed A.
Berikut adalah skema untuk memperjelas sistem rotasi crossbreeding ini

Sumber : Frahm, R. Beef Crossbreeding Series. System of Crossbreeding. OSU Extension


Facts. No. 3151. 2.
Berikut adalah diagram sederhana yang dapatmenggambarkan bagaimana sistem
kerja sistem rotasi tersebut :

Sistem rotasi (3-breed)

Contoh Aplikasi three breed rotation


Program kawin silang pada sapi potong dapat dilakukan dengan menggunakan dua,tiga
atau lebih sapi yang berbeda bangsa sapi populasi dasarnya. Akan tetapi hasil perkawinan
silang tiga bangsa sapi(three breed rotation) mempunyai derajat heterosis lebih tinggi
daripada perkawinan silang dua bangsa sapi (two breed system). Secara teoritis,respon
potensi heterosis dapat mencapai 87 % dari respon maksimum (Frahm,1998).
Hammarck(1998) melaporkan, bahwa perkawinan tiga bangsa sapi potong dapat
menaikkan bobot sapih 23% dibandingkan perkawinan dua bangsa yang hanya 8,3%. Atas
dasar tersebut telah diuji cobakan mengintroduksikan program kawin silang 3 bangsa sapi
potong. Program persilangan ini terdiri dari bangsa sapi PO,Limousin dan simental yang
menghasilkan F2: L PO S atau S PO 14 L sebagai sapi potong comersial atau
final stock. Keberhasilan dari program kawin silang ini selain dilihat pada aspek heterosis
pada beberapa sifat produks sapi potong,tentunya juga harus dilihat pada ketersediaan
aspek daya dukung lingkungan guna menjamin keberlanjutan program serta jaminan
terhdap sapi turunan yang dihasilkan untuk dapat menampilkan prestasi sesuai dengan
potensi genetic yang dimiliki.
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Sistem Rotation Breeding
Pada sebuah sistem persilangan rotasi, setiap keturunan memberikan kontribusi
kekuatan dan kelemahannya secara setara dalam beberapa tahun. Tingkat heterosis yang
dicapai tergantung pada jumlah keturunan yang diikutsertakan (seperti semakin banyak
keturunan semakin heterosis). Heterosis didefinisikan sebagai keunggulan persilangan
dibandingkan dengan rataan kedua rumpun murni orang tuanya. Bagaimana pun dalam
sebuah sistem persilangan rotasi, variabilitas diantara keturunan akan lebih menyulitkan
untuk memenuhi spesifikasi pasar secara konsisten, sehingga penggunaan keturunan yang
tidak berbeda secara radikal lebih dianjurkan. Semua hewan dalam kelompok mengambil
manfaat dari hybrid vigour untuk pertumbuhan dan sifat-sifat induk betina. Semua betina
yang berasal dari sistem persilangan rotasi tersedia secara potensial untuk seleksi sebagai
pengganti. Hal ini meningkatkan intensitas seleksi dan kemungkinan perbaikan genetis
yang berkelanjutan. Sistem-sistem rotasi mempertimbangkan pasar hewan dan pergantian
pemulia di masa depan.
Sebuah peningkatan 10-20 persen dari bobot anak sapi yang dihasilkan persapi yang
dikelompokkan dapat diperoleh dari dua rotasi keturunan (criss-cross). Sebuah peningkatan

yang lebih besar pada bobot anak sapi yang dihasilkan persapi yang digabungkan dapat
diperoleh dari rotasi tiga keturunan.
Kelemahan dari sistem perkawinan ini adalah bahwa sistem ini perlu didukung oleh
peternakan pembibitan yang harus menyediakan sapi-sapi betina dan jantan dari bangsa
unggulan yang akan disilangkan. Jika pada persilangan antara dua bangsa yang sama
keunggulannya maka efek heterosis yang diharapkan tidak cukup besar maka peternakan
secara murni akan lebih efisien. Sebaliknya pada persilangan antara bangsa ternak unggul
dengan bangsa lokal yang berperformans rendah maka F1 yang timbul biasanya sudah
menunjukkan peningkatan prestasi sampai 100% di atas bangsa lokal, sehingga heterosis
tidak terlalu penting artinya. Persilangan rotasi memiliki kemungkinan kesulitan
manajemen dalam kelompok-kelompok pemulia spesifik tersebut yang harus dikawinkan
dengan keturunan pejantan spesifik.
Dengan demikian kunci keberhasilan sistem persilangan adalah mempertahankan
rumpun sesuai dengan peranannya di dalam suatu sistem produksi. Namun hal ini kadangkadang sulit dicapai karena sistem persilangan dan permintaan pasar kadang-kadang
berbeda, khususnya untuk ternak betina pengganti. Oleh karena itu dalam sistem
persilangan yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menghasilkan atau mendapatkan
ternak betina pengganti yang sesuai.

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Secara umum terdapat dua macam sistem rotasi, yakni sistem rotasi 2
bangsa(Two-Breed Rotational Breed) dan sistem rotasi 3 bangsa (ThreeBreedRotational Breed). Namun, sistem yang banyak digunakan adalah sistemrotasi
dengan menggunakan 3 bangsa ternak yang berbeda.
Kunci keberhasilan sistem persilangan adalah mempertahankan rumpun sesuai
dengan peranannya di dalam suatu sistem produksi tapi hal ini kadang-kadang sulit
dicapai karena sistem persilangan dan permintaan pasar kadang-kadang berbeda,
khususnya untuk ternak betina pengganti.

DAFTAR PUSTAKA
Bichard, M. 1971. Dissemination of genetic improvement through a livestock industry.
Anim. Prod. 13:401-411.
Frahm, R. Beef Crossbreeding Series. System of Crossbreeding . O S U Extension Facts. No.
3151. 1-3.
Frahm,R.R.198.System Of Croosbreeding Osu Extencion Facts. No.3151
Hammack,S.P.1998.Sire Types for commercial beef herds.Agrc.Communication.The Texas
A&M.University System.
James JW. 1979. The theory behind breeding schemes. Di dalam: Tomes GL, DE
Kosgey IS. 2004. Breeding objective and breeding strategies for small ruminants in the
tropics

[Ph.D.

thesis], Animal Breeding and Genetics Group. Wageningen

University
Nicholas FW. 1993. Veterinary Genetics. Department of Animal Science, University of
Sydney. Clarendon Press.Oxford

10

Nick. American Shorthorn Association. Crossbreeding System for Beef Cattle . 2005

11

Anda mungkin juga menyukai