Anda di halaman 1dari 2

Melinda Kusuma Wardani Djapur

200501501013
Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia
Kelas A 2020

TUGAS INDIVIDU PERTEMUAN 10


MATA KULIAH MENULIS KARYA ILMIAH

ESAI

Polemik Hukum di Indonesia Terhadap Korban Kejahatan Begal

Hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam melindungi dan


mengamankan kesejahteraan warga dan negara Indonesia. Segala kebijakan hukum
telah diatur dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945. Namun, seperti yang kita ketahui
bersama bahwasannya kebijakan hukum di Indonesia itu mulai dipertanyakan dan
seringkali memicu polemik.
Akhir-akhir ini kita tentu telah banyak menerima informasi melalui media massa
atau bahkan media sosial tentang maraknya tindak kejahatan begal di tengah-tengah
masyarakat. Tentu saja hal itu membuat kita merasa sangat khawatir. Terlebih lagi,
kasus begal yang sering terjadi di Indonesia tidak sedikit yang menghilangkan nyawa
para korban. Namun belakangan ini, ada pula beberapa kasus yang terjadi dengan
sebaliknya, yaitu ketika si korban mampu melawan hingga membuat pelaku begal ini
tersungkur dan kehilangan nyawanya sendiri. Seperti kejadian yang dialami oleh
seorang korban begal bernama Amaq Sinta yang belum lama ini terjadi, tepatnya pada
tanggal 10 bulan April tahun 2022 ini. Dikabarkan dalam berita online merdeka.com,
bahwa Amaq Sinta dihadang oleh empat pelaku begal yang hendak merampas sepeda
motor miliknya, kejadian ini berlangsung saat beliau hendak menuju rumah sakit
mengantar makanan sahur pada pukul 00.30 Wita. Pria asal Lombok Tengah itu pun
tidak ingin menyerahkan sepeda motor miliknya begitu saja, dia melakukan perlawanan
sehingga dua dari empat begal tersebut tewas di tangannya. Akan tetapi, setelah
berusaha membela diri dari peristiwa tersebut, Amaq Sinta malah dijadikan sebagai
tersangka. Bukan hanya kejadian itu saja, tapi sudah ada beberapa kasus yang serupa di
tanah air tercinta ini.
Hal itu pun tentunya memicu kontra publik, sebagaimana yang kita perlu ketahui
bahwa di Negara Hukum ini terdapat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 49 yang memberlakukan kebijakan atau aturan tentang pembelaan terpaksa yang
tidak dapat dipidanakan. Salah satu ayat dari Pasal 49 KUHP ini sepertinya sudah jelas
melindungi hak asasi seseorang yang membela diri dari sebuah ancaman, seperti pada
ayat 1 yang berbunyi, “Tidak dipidana, barangsiapa melakukan tindakan pembelaan
terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta
benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang
sangat dekat dan yang melawan hukum pada saat itu”.
Namun, lagi-lagi karena peristiwa yang dialami oleh Amaq Sinta dan para
korban lainnya yang mengalami hal serupa mengakibatkan hilangnya nyawa maka
mereka itu mau tidak mau harus ditahan dulu sebagai tersangka karena situasinya jatuh
sebagai kasus ‘pembunuhan’ meskipun hal itu bukanlah kesengajaan atau keinginan
para korban. Akan tetapi, perlu ditegaskan lagi bahwa hukum itu melindungi dan
berpihak pada korban. Para penegak hukum pun tentunya menjadi pengadil yang
mampu seadil-adilnya menegakkan tonggak keadilan di setiap lapisan masyarakat. Toh,
sudah terdapat aturan yang mengatur tentang pembelaan terpaksa dan juga segala
peristiwa atau situasi yang dialami oleh para korban yang membunuh begal tersebut
sekiranya dapat dinilai secara rasional. Tentu saja yang kita tahu bahwa kejahatan itu
selalu ‘memulai lebih dulu’.
Kejahatan begal yang terjadi semakin lama semakin menghantui setiap sudut
Bumi Pertiwi ini. Oleh karena adanya kasus yang membuat korban begal menjadi
tersangka pula, hal itu pun semakin berdampak pada tingginya ketakutan masyarakat.
Pada akhirnya, masyarakat pun dibuat menjadi serba salah, lagi-lagi kita tidak bisa
berbuat apa-apa bila hukum di Indonesia sudah lama berjalan ‘seperti itu’. Kecuali
hukum akan berbalik bila sudah menjadi bulan-bulanan publik.

Anda mungkin juga menyukai