Anda di halaman 1dari 8

MANAJEMEN PERUBAHAN

Dosen Pengampu : Sapta Rini Widyawati,S.Psi.,MM.

Kelompok 1

NAMA : Ni Made Warastini (01)


: Ni Komang Evi Rusmala Dewi (03)
: Ni Made Ayu Sintia Dewi (05)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MAHASARASWAI DENPASAR
DENPASAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam perkembangan teknologi dan informasi, suatu organisasi di tuntut mampu
menyesuaikan dengan situasi dan kondisi agar mampu memenuhi tuntutan dan mencapai
tujuan secara efektif dan efisien. Organisasi yang tidak mempu beradaptasi cenderung statis
dalam hal perkembangannya, karena tidak mau menerima aspek-aspek baru yang
memungkinkan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas output suatu organisasi. Menyikapi
perkembangan yang ada, suatu organisasi dapat melakukan perubahan. Yang mana
perubahan tersebut dapat berupa perubahan aktivitas dalam organisasi yang mempengaruhi
seluruh anggota organisasi. Menurut Desplaces (2005), perubahan yang terjadi dalam
organisasi seringkali membawa dampak yang tidak menguntungkan. Namun perubahan tetap
penting dilakukan oleh organisasi untuk mengubah kultur yang tidak sesuai dengan keadaan
sebelumnya. Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan membahas mengenai perubahan SDM
yang lebih mendalam.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana perubahan SDM?
2. Bagaimana mengubah smart people?
3. Bagaimana mengelola smart people?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui perubahan SDM
2. Untuk mengetahui mengubah smart people
3. Untuk mengetahui mengelola smart people
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perubahan SDM


Perubahan harus diawali dengan mempersiapkan segenap sumber daya manusia untuk
menerima perubahan perubahan karena pada hakikatnya manusia subjek dan objek perubahan
serta mempunyai sifat resisten terhadap perubahan.Di sisi lain, pemimpin perlu memberikan
kesempatan lebih luas untuk berlangsungnya proses pemberdayaan. Permberdayaan sumber daya
manusia perlu diarahkan pada terbentuknya sumber daya manusia yang memiliki kemampuan
untuk mengelola dan mengadakan perubahan. Perubahan organisasi tidak dapat dihindari,
termasuk dalam konteks institusi pendidikan tinggi. Perubahan ini diperlukan karena berbagai
alasan, seperti penunjang regulasi, perkembangan teknologi, dan tuntutant untuk beradaptasi
dengan lingkungan dimana perubahan terjadi dengan cepat. Lewin (1951) menyatakan bahwa
perubahan hanya akan terjadi jika kekuatan untuk berubah lebih besar daripada kekuatan untuk
mempertahankan status quo. Oleh karena itu, untuk memastikan keberhasilan pelaksanaan
program perubahan, institusi perlu mengukur kesiapan karyawan dalam menghadapi perubahan,
sehingga menyadari akan kebutuhan untuk melakukan perubahan (Mula, Tilbury, Ryan, Mader,
Dlouha, Mader, Benaya, Dlouhý, Alba; 2017; Rafferty & Simon, 2006; Cunnigham, Woodward,
Shannon, Macintos, Lendrum, Rosenbloom & Brown, 2002).
Kesiapan karyawan untuk berubah merupakan perasaan positif karyawan terhadap
inisiatif perubahan (kesiapan afektif), pemikiran positif karyawan terhadap inisiatif perubahan
(kesiapan kognitif) dan dukungan sikap dan perilaku positif karyawan untuk inisiatif perubahan
(Durham, Grube, Gardner, Cummings, Pierce, 1989). Kesesuaian perubahan mengacu kepada
persepsi karyawan tentang konten perubahan yang sesuai. Hal ini penting dalam meningkatkan
kesiapan untuk berubah (Holt, 2007; Rafferty & Simon, 2006). Sementara keyakinan karyawan
bahwa mereka memiliki semua keterampilan untuk melaksanakan perubahan juga meningkatkan
kemungkinan untuk mendukung program perubahan (Wanberg & Banas, 2000). Dukungan dari
pimpinan dan manajemen puncak melalui berbagai cara, mengarah pada emosi positif terhadap
program perubahan dan membuat karyawan lebih bersedia untuk mendukung program perubahan
(Tan, Liesch & Brewer, 2005). Selain itu, beberapa karakteristik individu termasuk kepribadian
yang terbuka terhadap pengalaman baru yang merujuk pada kecenderungan individu untuk
mencoba sesuatu yang baru, terbuka dengan pengalaman baru, kreatif, dan kecintaan terhadap
ide-ide juga mengarah pada kesiapan yang lebih baik untuk perubahan (Smollan, dkk, 2010).dan
gender dalam menghadapi perubahan organisasi. Penelitian ini melakukan penelitian pada 80
manajer institusi pemerintah di Inggris. Temuan penelitian ini menunjukkan ada perbedaan
antara pria dan wanita dalam mengelola perubahan. Mereka tampaknya lebih siap untuk multi-
tasking daripada rekan-rekan pria mereka. Karyawan laki-laki pada umumnya lebih menyukai
pendekatan yang lebih holistik (gambaran besar), partisipatif dan terbuka untuk manajemen
perubahan. Demikian pula, Tyler (2005) menyatakan bahwa pria dan wanita berbeda dalam hal
kesiapan mereka untuk berubah.
Shah dan Shah (2010) juga melakukan studi mengenai perbedaan demografis dalam hal
kesiapan karyawan untuk berubah. Seribu pegawai pemerintah di Pakistan berpartisipasi dalam
penelitian ini. Penelitian ini menemukan bahwa, usia dan jumlah anggota keluarga yang menjadi
tanggung jawab untuk diberikan nafkah menunjukkan perbedaan dalam tingkat kesiapan untuk
berubah. Hasil dalam penelitian ini menjelaskan bahwa karyawan yang lebih muda dan
karyawan dengan tanggungan yang lebih banyak memiliki tingkat kesiapan yang lebih tinggi
untuk menerima perubahan. Cinite (2006) meneliti peran jenis pekerjaan (manajer dan non-
manajer) dalam hal kesiapan mereka untuk berubah. Studi ini menemukan bahwa ada perbedaan
dalam hal kesiapan karyawan untuk berubah berdasarkan jenis pekerjaan. Sejalan dengan temuan
Cinite, Worral, Parkes dan Cooper (2004), yang melakukan studi di antara 830 Manajer di
Inggris menemukan bahwa, ada perbedaan antara persepsi direktur dan non direktur tentang
kesiapan untuk berubah. Penelitian ini menemukan bahwa direktur merasa perubahan lebih
positif daripada non direktur.
Walker dan Enticott (2004) menemukan bahwa karyawan dengan posisi yang lebih tinggi
lebih siap untuk berubah dibandingkan dengan karyawan dengan posisi yang lebih rendah. Hal
ini karena posisi karyawan yang lebih tinggi biasanya tidak benarbenar terlibat dalam proses
perubahan sehari-hari, sementara karyawan operasional di posisi yang lebih rendah menghadapi
kenyataan dalam menghadapi aktivitas sehari-hari dari proses perubahan organisasi. Crewson
dan Fisher (1997) juga menemukan bahwa karyawan dengan masa kerja lebih lama
menunjukkan kesiapan lebih tinggi daripada karyawan dengan masa kerja lebih pendek. Juanke
(2005) juga mendukung gagasan ini. Dia menyatakan bahwa karyawan dengan masa kerja
pendek paling mungkin paling tidak menerima perubahan organisasi. Hal ini sebagian
disebabkan oleh fakta bahwa karyawan dengan masa kerja yang lama berada di posisi tingkat
yang lebih tinggi sehingga mereka cenderung berhubungan dengan proses perubahan sehari-hari
dan lebih siap untuk berubah dibandingkan dengan karyawan yang memiliki masa kerja pendek
yang biasanya masih di bawah. posisi level (Walker & Enticott, 2004). Namun demikian,
beberapa penelitian bertentangan dengan temuan ini tentang masa kerja dan kesiapan untuk
perubahan organisasi.
Oleh karena itu, intervensi untuk meningkatkan kesiapan berubah hendaklah fokus pada
karyawan wanita dengan latar belakang pendidikan yang lebih rendah. Akademisi membutuhkan
lebih banyak intervensi self-efficacy, sementara staf non-akademik membutuhkan lebih banyak
intervensi dukungan manajemen. Dengan merancang intervensi yang sesuai dengan perbedaan
demografi, kesiapan karyawan untuk berubah dapat ditingkatkan dan pada akhirnya,
implementasi dari inisiatif perubahan dapat terlaksana dengan baik.
2.2 Mengubah Smart People
Smart people atau orang cerdas memiliki kemampuan melebihi dari orang kebanyakan.
Pada umumnya mereka memiliki daya penalaran tinggi, bersifat kritis, kreatif, dan dinamis.
Dengan demikian, mengubah orang yang sudah mempunyai pola pikir tersendiri menjadi lebih
sulit. Namun, apabila dilakukan dengan cara yang tepat, mereka merupakan potensi yang kuat
untuk keberhasilan perubahan.
a. Menghapuskan Pemikiran Salah
Bagi organisasi untuk mencapai tingkat kecerdasan, pemimpinan perlu menjalankan perubahan
dengan cara yang tepat dan sesuai. Pemimpin harus memahami enam cara berpikir yang salah
dalam melakukan perubahan (Victor Tan, 2002:89), yaitu sebagai berikut.
 Hanya orang lain yang perlu berubah.
 Untuk menjadi efektif, perubahan harus dipaksakan.
 Perubahan adalah suatu tujuan, bukan suatu proses.
 Waktu Terbaik untuk melakukan perubahan adalah pada saat terjadi krisis.
 Perubahan merupakan cara untuk menutupi kinerja buruk.
 Uang merupakan motivator paling efektif untuk melakukan perubahan.
b. Memahami Kekuatan Pendorong Smart People
Top manager sekarang ini sering dibingungkan oleh kenyataan mengapa organisasinya
gagal untuk berubah, padahal memiliki staf yang kompeten dan sangat qualified. Sesungguhnya
organisasi menghadapi kesulitan besar untuk mendapatkan orang yang berubah. Tantangan
terbesar dalam manajemen sumber daya manusia adalah membujuk smart people atau orang
cerdas untuk berubah. Smart people sering menempatkan hambatan terkuat dan resistensi untuk
berubah. Kebanyakan smart people merasa bahwa telah mengetahui, mendengar, melihat,
mempunyai pengalaman danpernah mencoba perubahan sebelumnya. Smart people adalah cepat
dan tajam dalam memahami dan menggenggam gagasan atau konsep. Mereka juga cepat
meloncat pada kesimpulan dan mereka mempunyai pikiran kuat sendiri.
Smart People Mempunyai karakteristik yang dinyatakan dengan lima E yang
mempengaruhi cara berpikir, merasa dan bertindak. Kelima E tersebut adalah (Victor Tan,
2002:94) :
 Experience Smart People
Kenyataannya terdapat tiga peringkat strategis dari smart people yang mengelola perubahan
berdasar pengalaman seluruhmya pada pengalaman lamanya. Pertama, adalah adanya masalah
pengalaman yang tidak relevan. kedua, adalah pengalaman yang ketinggalan zaman. Ketiga
adalah pengalaman negatif smart people.
 Education Smart People
Pendidikan diharapkan membebaskan orang untuk bebas berpikir, bebas merasa, bebas memilih,
dan bebas bertindak.
 Expertise Smart People
Ini mengembangkan semacam taruhan besar dalam pengetahuan dan keahlian nya bahwa
mereka menjadi semakin dalam dan keahliannya bahwa mereka menjadi semakin dalam dan
emosonal terikat padanya.
 Excellent Smart people
Excellent Smart people mempunyai latar belakang yang mengesankan tentang pencapaian hasil.
 Endowed Smart people
Smart people sering memegang posisis kekuasaan dan biasanya sangat berpengaruh, penting bagi
pemimpin perubahan terlebih dahulu mencari cara untuk membujuk orang ini untuk berubah,
sebelum bergerak bekerja dengan orang lainnya
2.3 Mengelola Smart People
Sering suatu lingkungan dari mana smart people berasal atau proses pencapaian prestasi yang
telah dilalui smart people membentuk mereka sehingga membuat sulit untuk mengubah mereka.
Untuk membujuk smart people untuk berubah, kita memerlukan strategi yang cerdas berkaitan
dengan sifat yang tidak diinginkan dengan cara yang efektif. Smart people melalui pengalaman,
pendidikan, keahlian, prestasi unggul dan kemampaun bawaan sejak lahir sering mencapai
sukses dengan cara sendiri. Banyak yang mendapatkan kekaguman dari atasannya atau
manajemen puncak. Sementara itu, lainnya mendapatkan penghargaan dari usaha keras mereka.
Sekarang mereka memecahkan prestasi dalam bidang di mana mereka berprestasi, apakah
menjadi yang pertama atau yang termuda dalam mencapai sesuatu yang terkemuka. Singkatnya,
sering suatu dari lingkungan dari mana smart people berasal atau proses pencapaian yang telah
dilalui smart people membentuk mereka sehingga membuat sulit untuk mengubah mereka.
Sukses mungkin membuat smart people sangat merasa puas trehadap dirinya Karena telah
terbukti sebelumnya atau mendapatkan sesuatu benar, membuat smart people percaya diri
berlebihan. Dan karena selalu didorong oleh kebutuhan untuk melebihi dibidang tertentu, smart
people mungkin menjadi sangat sempit dalam pandangannya dan gagal mendapat gambaran
yang lebih luas. Sebagai hasilnya, mereka mempunyai pandangan sempit daripada pandangan
makro tentang sesuatu. Smart people yang hanya menilai prestasi mungkin melupakan kebutuhan
untuk menjadi berprilaku baik. Hal ini mempengaruhi hubungan dengan orang disekitarnya.
Terdapat sifat lain yang tidak diinginkan yang sering diambil smart people secara tidak sadar
yang membuat mereka menjadi "orang sulit" untuk berubah. Untuk membujuk smart people
untuk berubah, kita memerlukan strategis yang cerdas berkaitan berkaitan dengan sifat yang
tidak diinginkan dengan cara efektif. Untuk membuka pikiran dan memenangkan hati smart
people kita harus tahu bagaimana mengelola situasi di mana masing-masing.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perubahan harus diawali dengan mempersiapkan segenap sumber daya manusia untuk
menerima perubahan perubahan karena pada hakikatnya manusia subjek dan objek
perubahan serta mempunyai sifat resisten terhadap perubahan. Perubahan ini diperlukan
karena berbagai alasan, seperti penunjang regulasi, perkembangan teknologi, dan
tuntutant untuk beradaptasi dengan lingkungan dimana perubahan terjadi dengan cepat.
Smart people atau orang cerdas memiliki kemampuan melebihi dari orang kebanyakan
umumnya mereka memiliki daya penalaran tinggi, bersifat kritis, kreatif, dan dinamis.
Hal ini terdapat sifat lain yang tidak diinginkan yang sering diambil smart people secara
tidak sadar yang membuat mereka menjadi "orang sulit" untuk berubah. Untuk
membujuk smart people untuk berubah, kita memerlukan strategis yang cerdas berkaitan
berkaitan dengan sifat yang tidak diinginkan dengan cara efektif. Untuk membuka pikiran
dan memenangkan hati smart people kita harus tahu bagaimana mengelola situasi di
mana masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA

Wibowo. "manajemen Perubahan" edisi kedua. 2008. Raja Grafindo Persada. Jakarta: Rajawali
Pers.

Anda mungkin juga menyukai