Anda di halaman 1dari 2

internasional.kompas.

com

Derita Sakit Parah, Anak Usia 9 dan 11


Tahun di Belgia Disuntik Mati
Kamis, 9 Agustus 2018 | 17 : 45 WIB
Kompas Cyber Media
3-4 minutes

BRUSSELS, KOMPAS.com - Tiga orang anak berusia di bawah 18 tahun dilaporkan


termasuk dalam pasien yang diizinkan untuk mati oleh otoritas Belgia selama dua tahun
terakhir.

Melansir dari New York Post, ketiga anak tersebut, yang masing-masing berusia 17, 11 dan
sembilan tahun, diberi tindakan eutanasia dengan suntik mati karena menderita penyakit
parah.

Tiga kasus eutanasia tersebut terjadi pada kurun waktu awal 2016 hingga akhir 2017, seperti
diungkapkan dalam laporan Komisi Federal Pemantauan dan Evaluasi Eutanasia (CFCEE) di
Belgia.

Baca juga: Melogika Eutanasia, Indonesia Melarang, Kok Belgia Melegalkannya?

Tertulis dalam laporan tersebut, dokter di Belgia telah melakukan tindakan suntik mati
kepada ketiga anak yang menderita penyakit parah itu.

Dengan tanpa mengungkapkan nama, remaja berusia 17 tahun menderita muscular dystrophy,
yakni kelainan genetik yang menyebabkan penurunan dan hilangnya massa otot.

Anak berusia sembilan tahun dilaporkan menderita tumor otak ganas, sementara pasien
berusia 11 tahun menderita cystic fibrosis, kelainan pada paru-paru dan sistem pencernaan
yang dapat membahayakan nyawa. Penyakit ini tidak bisa disembuhkan, ataupun ada hanya
sampai usia 30 tahun. Perkembangan penyakit ini ditandai dengan kesulitan bernafas dan
pola makan yang rendah, sampai saat ini obatnya belum ditemukan

Seorang pejabat dari CFCEE mengatakan kepada The Washington Post bahwa ketiga anak
tersebut adalah pasien paling muda yang pernah dieutanasia, di Belgia maupun di dunia.

Hal tersebut dimungkinkan setelah pada 2014, pemerintah Belgia merevisi undang-undang
eutanasia yang mengizinkan dokter secara legal mematikan jantung pasien anak-anak usia
berapa pun, pada anak yang sakit parah, dan jika mereka memintanya.
Dikutip dari Daily Mail, Senin (19/9/2016), ia menambahkan bahwa dokter tersebut
menggunakan sedasi paliatif ketika pasien dalam keadaan koma.

Untuk mengajukan euthanasi, seorang anak harus menuliskan permohonan dan menjelaskan
kasusnya dengan tulisan tangan. Setelah aplikasi permohonan tertulis diserahkan, dokter
memverifikasi permohonan tersebut dan hanya bisa mengizinkan permintaan praktik jika
pasien berada pada kondisi sakit konstan yang tidak bisa diobati, karenanya akan meninggal
dalam waktu dekat.

Meski demikian, keputusan tersebut tetap harus dilakukan dengan memperhatikan keinginan
pasien anak dan orangtua mereka.

"Kami melihat adanya penderitaan secara mental dan fisik yang luar biasa sehingga kami
berpikir telah melakukan tindakan yang tepat," kata Luc Proot, anggota CFCEE, membela
keputusan tindakan eutanasia terhadap anak-anak itu.

Baca juga: Jelang Eutanasia, Ini Kegiatan Profesor Australia Usia 104 Tahun di Swiss

Meski demikian ada ahli yang berpendapat, tidak mungkin bagi seorang anak untuk
mengambil keputusan yang membantu menentukan dilakukan atau tidaknya tindakan
eutanasia terhadap mereka.

"Pada kenyataannya, tidak ada cara yang secara obyektif benar-benar dapat membantu Anda
mengatakan bahwa seorang anak memiliki kompetensi penuh atau kapasitas untuk memberi
dengan persetujuan," kata Stefaan Van Gool, profesor dan spesialis kanker anak.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari
bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link
https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih
dulu di ponsel.

Anda mungkin juga menyukai