Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH METODOLOGI PENELITIAN

“DESAIN PENELITIAN STUDI KASUS”

Disusun untuk memenuhi tugas


Mata Kuliah: Metodologi Penelitian
Dosen Pengampu: Dr. Ramly, M.P.d

Oleh:
KELOMPOK III

1. WA SALEH (A1A620038)
2. LISNA WATI (A1A620026)
3. WD. MEYLANI POTO (A1A620066)

JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI


FAKULTAS KEGURUAN ILMU DAN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Makalah ini berjudul “Desain Penelitian Studi Kasus”. Makalah ini disusun agar
dapat bermanfaat sebagai media sumber informasi dan pengetahuan.
Ucapan terima kasih kepada Dosen Mata Kuliah Metodologi Penelitian,
teman-teman dan semua pihak yang telah terlibat dan memberikan bantuan dalam
bentuk moril maupun materil dalam proses penyusunan makalah ini, sehingga
dapat selesai tepat pada waktunya.
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat dibutuhkan. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan berguna serta bisa digunakan sebagaimana mestinya.

Kendari, September 2022

ii
DAFTAR ISI

JUDUL............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 3
1.3 Tujuan............................................................................................ 3

BAB II PEMBAHASAN............................................................................... 4
2.1 Konsep Desain Penelitian.............................................................. 4
2.2 Konsep Studi Kasus....................................................................... 6
2.2.1 Pengertian Studi Kasus....................................................... 6
2.2.2 Hakikat Studi Kasus............................................................ 8
2.2.3 Konsep Utama Studi Kasus................................................ 8
2.2.4 Pengertian Metode Studi Kasus.......................................... 10
2.2.5 Jenis – Jenis Studi Kasus.................................................... 12
2.2.6 Kritik terhadap Studi Kasus................................................ 12
2.2.7 Ciri-ciri Studi Kasus yang Baik.......................................... 13
2.2.8 Kapan Studi Kasus Mulai Digunakan?............................... 14
2.2.9 Bagaimana Studi Kasus Dilakukan?................................... 16
2.2.10 Mengapa Memilih Metode Studi Kasus?............................ 18
2.2.11 Beberapa Manfaat Penelitian Studi Kasus.......................... 18
2.2.12 Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus.......................... 19
2.2.13 Kelebihan dan Kelemahan Studi Kasus.............................. 23
2.3 Unit Analisis.................................................................................. 23
BAB III PENUTUP......................................................................................... 37
3.1 Kesimpulan.................................................................................... 37
3.2 Saran.............................................................................................. 38
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 39

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Karena paradigma, proses, metode, dan tujuannya berbeda dengan metode
penelitian yang lain, desain penelitian Studi Kasus berbeda dengan desain
penelitian kuantitatif, tetapi kurang lebih sama dengan desain penelitian kualitatif
pada umumnya. Tidak ada pola baku tentang format desain penelitian Studi
Kasus, sebab; (1) instrumen utama penelitian adalah peneliti sendiri, sehingga
masing-masing orang bisa memiliki model desain sendiri sesuai seleranya, (2)
proses penelitian Studi Kasus berlangsung secara siklus, sebagaimana penelitian-
penelitian kualitatif pada umumnya, dan (3) metode penelitian Studi Kasus
berangkat dari kasus atau fenomena tertentu yang dianggap akan memberikan
pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat.

Perlu disadari pula bahwa desain penelitian bukan sekadar rencana kerja.
Tujuan utama desain penelitian ialah untuk membantu peneliti agar terhindar dari
data yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pertanyaan penelitian. Ini
perlu ditegaskan karena sering ditemukan peneliti memperoleh data yang tidak
ada hubungannya dengan fokus penelitian sehingga kesimpulan penelitiannya
tidak menjawab pertanyaan yang diajukan. Desain penelitian terkait hal-hal yang
logis (logical problems), bukan hal-hal yang bersifat logistik (logistical
problems). Sebagai sebuah rencana, desain penelitian menurut Morse (Denzin dan
Lincoln, 1994: 222) mencakup banyak unsur, meliputi pemilihan situs dan strategi
penelitian, persiapan penelitian, menyusun dan memperbaiki pertanyaan
penelitian, menyusun proposal, dan jika perlu memperoleh ijin penelitian dari
lembaga yang berwenang mengeluarkannya.

Studi kasus (case study) berciri kualitatif namun sebagian lagi tidak.
Misalnya studi kasus penyakit pada kedokteran, rekam medis lebih bercorak
kuantitatif daripada kualitatif. Sebagai pendekatan, kunci penelitian studi kasus
memungkinkan untuk menyelidiki suatu peristiwa, situasi, atau kondisi sosial

1
tertentu dan untuk memberikan wawasan dalam proses yang menjelaskan
bagaimana peristiwa atau situasi tertentu terjadi (Hodgetts & Stolte, 2012). Lebih
lanjut Hodgetts & Stolte (2003) menjelaskan bahwa studi kasus individu,
kelompok, komunitas membantu untuk menunjukkan hal- hal penting yang
menjadi perhatian, proses sosial masyarakat dalam peristiwa yang konkret,
pengalaman pemangku kepentingan. Kasus dapat mengilustrasikan bagaimana
masalah dapat diatasi melalui penelitian.

Secara lebih teknis, meminjam Louis Smith, Stake menjelaskan kasus


(case) yang dimaksudkan sebagai a“bounded system”, sebuah sistem yang tidak
berdiri sendiri. Sebab, hakikatnya karena sulit memahami sebuah kasus tanpa
memperhatikan kasus yang lain. Ada bagian-bagian lain yang bekerja untuk
sistem tersebut secara integratif dan terpola. Karena tidak berdiri sendiri, maka
sebuah kasus hanya bisa dipahami ketika peneliti juga memahami kasus lain. Jika
ada beberapa kasus di suatu lembaga atau organisasi, peneliti Studi Kasus
sebaiknya memilih satu kasus terpilih saja atas dasar prioritas. Tetapi jika ada
lebih dari satu kasus yang sama-sama menariknya sehingga penelitiannya menjadi
Studi Multi-Kasus, maka peneliti harus menguasai kesemuanya dengan baik untuk
selanjutnya membandingkannya satu dengan yang lain.

Penting untuk dipahami bahwa mendefinisikan studi kasus, tidak ada


definisi tunggal termasuk dalam ilmu sosial terdapat definisi yang luas dan terbagi
dalam empat kategori (Hentz, 2017). Teaching case tidak perlu menggambarkan
individu, peristiwa atau proses tertentu secara akurat, karena tujuan utamanya
untuk meningkatkan pembelajaran. Teaching case dapat berupa ilustrasi dan
meskipun berasal dari pengamatan studi kasus tidak selalu sesuai dengan
metodologi penelitian tertentu. Merriam & Tisdell (2015) mendefinisikan studi
kasus sebagai diskripsi dan analisis mendalam dari bounded system.
Sebelum disajikan contoh desain penelitian dari pengalaman empirik
penelitian saya, pada bagian ini akan dijelaskan mengenai unit analisis
penelitian kualitatif. Setiap metode dan jenis penelitian memiliki tingkat analisis
berbeda-beda, mulai tingkat yang sangat kecil (mikro), yaitu individu hingga

2
tingkat yang luas (makro), seperti masyarakat luas, bahkan negara. Unit analisis
sangat terkait dengan lingkup dan strategi bagaimana data diperoleh. Karena itu,
betapa pentingnya bagi peneliti untuk memahami konsep unit analisis.
Drucker (Yin, 1994: 22) memberi contoh menarik bagaimana ia
menggambarkan unit analisis dalam penelitiannya. Drucker menulis tentang
perubahan-perubahan mendasar dalam ekonomi dunia. Unit analisisnya bisa
berupa ekonomi negara, industri di pasar dunia, kebijakan ekonomi, atau
perdagangan atau aliran modal antar dua negara. Masing-masing unit analisis
memerlukan desain penelitian dan strategi pengumpulan data yang agak berbeda.
Contoh lain diberikan oleh Singarimbun (1989: 4) yang menyatakan jika
peneliti tertarik untuk meneliti pola perkawinan dan perceraian pada tiga
masyarakat, maka unit analisisnya ialah individu, dan bukan masyarakat,
walaupun pada akhirnya dilakukan perbandingan di antara ketiga masyarakat
yang diteliti setelah seluruh jawaban individu dianalisis.
Selanjutnya, jika peneliti tertarik untuk meneliti pendapatan seluruh
anggota rumah tangga, maka peneliti akan menggabungkan pendapatan semua
anggota rumah tangga tersebut, yang terdiri atas suami, istri, dan anak-anak.
Dengan demikian, unit analisisnya ialah rumah tanggaa, bukan individu.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah
a) Bagaimana konsep desain penelitian?
b) Bagaimana konsep studi kasus dalam penelitian ?
c) Bagaimana konsep unit analisis dalam penelitian?

1.3 Tujuan
Tujuan dari Makalah ini adalah
a) Untuk mengetahui konsep desain penelitian.
b) Untuk mengetahui konsep studi kasus dalam penelitian.
c) Untuk mengetahui konsep unit analisis dalam penelitian.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Desain Penelitian


Karena paradigma, proses, metode, dan tujuannya berbeda dengan metode
penelitian yang lain, desain penelitian Studi Kasus berbeda dengan desain
penelitian kuantitatif, tetapi kurang lebih sama dengan desain penelitian kualitatif
pada umumnya. Tidak ada pola baku tentang format desain penelitian Studi
Kasus, sebab; (1) instrumen utama penelitian adalah peneliti sendiri, sehingga
masing-masing orang bisa memiliki model desain sendiri sesuai seleranya, (2)
proses penelitian Studi Kasus berlangsung secara siklus, sebagaimana penelitian-
penelitian kualitatif pada umumnya, dan (3) metode penelitian Studi Kasus
berangkat dari kasus atau fenomena tertentu yang dianggap akan memberikan
pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat.
Desain penelitian itu sendiri apa? Desain penelitian pada hakikatnya
merupakan rencana aksi penelitian (action plan) berupa seperangkat kegiatan
yang berurutan secara logis yang menghubungkan antara pertanyaan penelitian
yang hendak dijawab dan kesimpulan penelitian yang merupakan jawaban
terhadap masalah penelitian. Di beberapa buku tentang metodologi peneletian,
desain penelitian diartikan sebagai rencana yang memandu peneliti dalam proses
pengumpulan, analisis, dan interpretasi data. Ada juga yang mendefinisikan
desain penelitian sebagai blueprint (cetak biru) penelitian, yang mencakup
setidaknya empat hal, yaitu: pertanyaan penelitian apa yang hendak dijawab, data
apa saja yang relevan dengan pertanyaan penelitian tersebut, data yang
dikumpulkan seperti apa dan dengan cara apa, dan bagaimana menganalisisnya.
Perlu disadari pula bahwa desain penelitian bukan sekadar rencana kerja.
Tujuan utama desain penelitian ialah untuk membantu peneliti agar terhindar dari
data yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pertanyaan penelitian. Ini
perlu ditegaskan karena sering ditemukan peneliti memperoleh data yang tidak
ada hubungannya dengan fokus penelitian sehingga kesimpulan penelitiannya
tidak menjawab pertanyaan yang diajukan. Desain penelitian terkait hal-hal yang

4
logis (logical problems), bukan hal-hal yang bersifat logistik (logistical
problems). Sebagai sebuah rencana, desain penelitian menurut Morse (Denzin dan
Lincoln, 1994: 222) mencakup banyak unsur, meliputi pemilihan situs dan strategi
penelitian, persiapan penelitian, menyusun dan memperbaiki pertanyaan
penelitian, menyusun proposal, dan jika perlu memperoleh ijin penelitian dari
lembaga yang berwenang mengeluarkannya.
Berkaitan dengan tipologi penelitian Studi Khusus, Yin (1994: 21)
mengajukan lima komponen penting untuk penyusunan desain penelitian Studi
Kasus, yaitu: (1) pertanyaan- pertanyaan penelitian; (2) proposisi penelitian (jika
diperlukan), Proposisi ini diperlukan untuk memberi isyarat kepada peneliti
mengenai sesuatu yang harus diteliti dalam lingkup studinya; (3) unit analisis
penelitian, (4) logika yang mengaitkan data dengan proposisi,dan
(5) kriteria untuk menginterpretasi temuan. Komponen 1-3 membantu
peneliti dalam mengumpulkan data. Sedangkan komponen 4-5 membantu peneliti
dalam langkah-langkah analisis data.
Pertanyaan penelitian sebagai komponen pertama. Di muka telah
dijelaskan jenis pertanyaan yang tepat untuk penelitian Studi Kasus, yakni
“bagaimana” dan “mengapa”, selain “apa”. Semua pertanyaan tersebut mengarah
kepada kasus yang hendak diangkat. Misalnya, tentang pengambilan keputusan
oleh seorang pimpinan perusahaan, tentang program kerja, implementasi atau
pelaksanaan program, dan perubahan organisasi.
Komponen kedua ialah proposisi penelitian. Proposisi terkait dengan
kecakapan peneliti menganalisis data. Sebagaimana diketahui tata urutan proses
penelitian Studi Kasus dan penelitian kualitatif pada umumnya ialah perolehan
data, data diolah untuk menjadi fakta/realita/ untuk selanjutnya menjadi konsep/
konsep menjadi proposisi, dan proposisi menjadi teori.
Komponen ketiga ialah unit analisis. Komponen ketiga ini merupakan
persoalan fundamental dalam menentukan apa “kasus” yang diteliti. Di metode
penelitian kuantitatif, unit analisis disebut sebagai “objek” penelitian. Umpama
peneliti akan meneliti seseorang yang memiliki perilaku menyimpang dari orang-
orang pada umumnya dalam interaksi sosial. Unit analisisnya adalah individu,

5
sehingga segala informasi tentang individu tersebut wajib dikumpulkan selengkap
mungkin.
Komponen keempat dan kelima biasanya kurang memperoleh perhatian
peneliti Studi Kasus. Komponen ini menyajikan tahap analisis data, dan desain
penelitian harus menjadi dasar analisis. Desain penelitian yang tepat akan
memudahkan peneliti bisa sampai tujuan penelitian dengan tepat pula. Terkait
dengan komponen kelima, yakni kriteria untuk menginterpretasi temuan
penelitian hingga kini tidak ada pola yang baku. Tetapi Campbell, sebagaimana
dikutip Yin, menyarankan dengan cara mengkontraskan dan membandingkan
pola-pola yang berbeda yang telah ditemukan. Dengan mengkontraskan dan
membandingkan, akan ditemukan temuan konseptual sebagai tujuan akhir
penelitian.

2.2 Konsep Studi Kasus


2.2.1 Pengertian Studi Kasus
Studi Kasus berasal dari terjemahan dalam bahasa Inggris “A Case Study”
atau “Case Studies”. Kata “Kasus” diambil dari kata “Case” yang menurut Kamus
Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (1989; 173), diartikan
sebagai 1). “instance or example of the occurance of sth., 2). “actual state of
affairs; situation”, dan 3). “circumstances or special conditions relating to a
person or thing”. Secara berurutan artinya ialah 1). contoh kejadian sesuatu, 2).
kondisi aktual dari keadaan atau situasi, dan 3). lingkungan atau kondisi tertentu
tentang orang atau sesuatu.
Studi kasus (case study) berciri kualitatif namun sebagian lagi tidak.
Misalnya studi kasus penyakit pada kedokteran, rekam medis lebih bercorak
kuantitatif daripada kualitatif. Sebagai pendekatan, kunci penelitian studi kasus
memungkinkan untuk menyelidiki suatu peristiwa, situasi, atau kondisi sosial
tertentu dan untuk memberikan wawasan dalam proses yang menjelaskan
bagaimana peristiwa atau situasi tertentu terjadi (Hodgetts & Stolte, 2012). Lebih
lanjut Hodgetts & Stolte (2003) menjelaskan bahwa studi kasus individu,
kelompok, komunitas membantu untuk menunjukkan hal- hal penting yang

6
menjadi perhatian, proses sosial masyarakat dalam peristiwa yang konkret,
pengalaman pemangku kepentingan. Kasus dapat mengilustrasikan bagaimana
masalah dapat diatasi melalui penelitian.
Secara lebih teknis, meminjam Louis Smith, Stake menjelaskan kasus
(case) yang dimaksudkan sebagai a“bounded system”, sebuah sistem yang tidak
berdiri sendiri. Sebab, hakikatnya karena sulit memahami sebuah kasus tanpa
memperhatikan kasus yang lain. Ada bagian-bagian lain yang bekerja untuk
sistem tersebut secara integratif dan terpola. Karena tidak berdiri sendiri, maka
sebuah kasus hanya bisa dipahami ketika peneliti juga memahami kasus lain. Jika
ada beberapa kasus di suatu lembaga atau organisasi, peneliti Studi Kasus
sebaiknya memilih satu kasus terpilih saja atas dasar prioritas. Tetapi jika ada
lebih dari satu kasus yang sama-sama menariknya sehingga penelitiannya menjadi
Studi Multi-Kasus, maka peneliti harus menguasai kesemuanya dengan baik untuk
selanjutnya membandingkannya satu dengan yang lain.
Menurut Endraswara (2012: 78), yang terakhir ini bisa disebut sebagai
Studi Kasus Kolektif (Collective Case Study). Walau kasus yang diteliti lebih dari
satu (multi- kasus), prosedurnya sama dengan studi kasus tunggal. Sebab, baik
Studi Multi-Kasus maupun Multi-Situs merupakan pengembangan dari metode
Studi Kasus. Terkait dengan pertanyaan yang lazim diajukan dalam metode Studi
Kasus, karena hendak memahami fenomena secara mendalam, bahkan
mengeksplorasi dan mengelaborasinya, menurut Yin (1994: 21) tidak cukup jika
pertanyaan Studi Kasus hanya menanyakan “apa”, (what), tetapi juga
“bagaimana” (how) dan “mengapa” (why). Pertanyaan “apa” dimaksudkan untuk
memperoleh pengetahuan deskriptif (descriptive knowledge), “bagaimana” (how)
untuk memperoleh pengetahuan eksplanatif (explanative knowledge), dan
“mengapa” (why) untuk memperoleh pengetahuan eksploratif (explorative
knowledge). Yin menekankan penggunaan pertanyaan “bagaimana” dan
“mengapa”, karena kedua pertanyaan tersebut dipandang sangat tepat untuk
memperoleh pengetahuan yang mendalam tentang gejala yang dikaji. Selain itu,
bentuk pertanyaan akan menentukan strategi yang digunakan untuk memperoleh
data.

7
Penting untuk dipahami bahwa mendefinisikan studi kasus, tidak ada
definisi tunggal termasuk dalam ilmu sosial terdapat definisi yang luas dan terbagi
dalam empat kategori (Hentz, 2017). Teaching case tidak perlu menggambarkan
individu, peristiwa atau proses tertentu secara akurat, karena tujuan utamanya
untuk meningkatkan pembelajaran. Teaching case dapat berupa ilustrasi dan
meskipun berasal dari pengamatan studi kasus tidak selalu sesuai dengan
metodologi penelitian tertentu.
Merriam & Tisdell (2015) mendefinisikan studi kasus sebagai diskripsi
dan analisis mendalam dari bounded system.
2.2.2 Hakikat Studi Kasus
a. Mengembangkan sebuah analisis mendalam dari sebuah kasus yang
tunggal atau ganda.
b. Studi / kajian mendalam terhadap kasus atau kasus-kasus.
c. Biasa digunakan dalam ilmu politik, sosiologi, evaluasi, studi masyarakat
urban, dan ilmu sosial lainnya.
2.2.3 Konsep Utama Studi Kasus
1. Pendekatan untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasi
suatu kasus dalam konteksnya yang alamiah tanpa intervensi pihak luar.
2. Tren studi kasus ialah menyoroti sutau keputusan atau seperangkat
keputusan, mengapa keputusan itu diambil, bagaimana ia diterapkan,
dan apa hasilnya (Yin, 1981).
3. Studi kasus berlaku apabila suatu pertanyaan bagaimana (how) dan
mengapa (why) diajukan terhadap seperangkat peristiwa masa kini yang
mustahil atau setidaknya sulit dikontrol.
Kasus ialah suatu serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara
intensif, terinci dan mendalam tentang suatu program, peristiwa, dan aktivitas,
baik pada tingkat perorangan, sekelompok orang, lembaga, atau organisasi untuk
memperoleh pengetahuan mendalam tentang peristiwa tersebut. Biasanya,
peristiwa yang dipilih yang selanjutnya disebut kasus adalah hal yang aktual
(real-life events), yang sedang berlangsung, bukan sesuatu yang sudah lewat.
Kasus (case) sendiri itu apa? Yang dimaksud kasus ialah kejadian atau

8
peristiwa, bisa sangat sederhana bisa pula kompleks. Karenanya, peneliti memilih
salah satu saja yang benar-benar spesifik. Peristiwanya itu sendiri tergolong
“unik”. “Unik” artinya hanya terjadi di situs atau lokus tertentu. Untuk
menentukan “keunikan” sebuah kasus atau peristiwa, Stake membuat rambu-
rambu untuk menjadi pertimbangan peneliti yang meliputi:
a) hakikat atau sifat kasus itu sendiri,
b) latar belakang terjadinya kasus,
c) seting fisik kasus tersebut,
d) konteks yang mengitarinya, meliputi faktor ekonomi, politik, hukum dan
seni,
e) kasus-kasus lain yang dapat menjelaskan kasus tersebut,
f) informan yang menguasai kasus yang diteliti.
Herdiansyah (2015) menjelaskan penelitian studi kasus merupakan
rancangan penelitian yang bersifat komprehensif, intens, memerinci, dan
mendalam, serta lebih diarahkan sebagai upaya untuk menelaah masalah –
masalah atau fenomena yang bersifat kontemporer (berbatas waktu).
Pertimbangan dalam mengabungkan kedua rancangan penelitian tersebut
mengacu pada pendapat Hanurawan (2016) yang menyatakan penelitian studi
kasus dapat digabung dengan model – model atau rancangan penelitian yang lain,
seperti etnografi dan fenomenologi. Pengabungan rancangan studi kasus dengan
rancangan fenomenologi dikarenakan penelitian ini memiliki hubungan dengan
esensi pengalaman seseorang terkait suatu fenomena.
Pada umumnya, studi kasus akan menjawab 1 atau lebih pertanyaan
penelitian yang diawali denga kata “how” or “why.” . Pertanyaan penelitian akan
fokus pada sejumlah kejadian yang sedang diteliti dan mencari hubungannya.
Penelitian studi kasus (case study) adalah salah satu bentuk penelitian kualitatif
yang berbasis pada pemahaman dan perilaku manusia berdasarkan pada opini
manusia (Polit & Beck, 2004). Subjek dalam penelitian dapat berupa individu,
group, instansiatau pun masyarakat. Dalam proses penelitian, terdapat beberapa
langkah yang dibuat, yaitu, menentukan masalah , memilih disain dan instrumen
yang sesuai, mengumpulkan data, menganalisis data yang diperoleh dan

9
menyiapkan laporan hasil penelitian. Hasil akhir dari penelitian adalah suatu
gambaran yang luas dan dalam aka suatu fenomena tertentu. Upaya yang dapat
dilakukan oleh untuk mengembangkan kemampuan peneliti dalam membuat suatu
disain studi kasus dapat dimulai dengan membuat disain penelitian pemula.
Masalah penelitian yang diambil dapat berupa fenomena sederhana yang sering
ditemui di lingkungan sekitar. Dengan sering melatih kemampuan diri membuat
suatu penelitian, kemampuan peneliti diharapkan akan meningkat (NN&HH).
2.2.4 Pengertian Metode Studi Kasus
Metode studi kasus adalah suatu desain pembelajaran berbasis tingkat
satuan pendidikan metode ini berbentuk penjelasan tentang masalah, kejadian
atau situasi tertentu, kemudian mahasiswa ditugasi mencari alternatif
pemecahannya kemudian metode ini dapat juga digunakan untuk mengembangkan
berpikir kritis dan menemukan solusi baru dari sutu topik yang dipecahkan.
(Yamin, 2007: 156).
Metode ini dapat dikembangkan atau diterapkan pada mahasiswa,
manakala mahasiswa memiliki pengetahuan awal tentang masalah. Di dalam
kehidupan manusia sebagai pribadi maupun makhluk sosial menemukan banyak
kasus yang dihadapi, yang perlu dipecahkan.
Metode studi kasus ini mendorong penetapan masalah, investigasi dan
persuasi yang harus dilakukan oleh mahasiswa. Oleh karena itu, satu dari elemen
terpenting metode studi kasus adalah termasuk didalamnya diskusi secara
kolaboratif isu yang ada pada kasus. Dengan cara itu, mahasiswa dapat
mengidentifikasi apa yang mereka ketahui dan apa yang perlu mereka ketahui
dengan tujuan untuk memahami kasus dan menetapkan masalah untuk
diinvestigasi. Dengan adanya diskusi kolaboratif tersebut, mahasiswa tentu
berinteraksi dengan sesamanya (teman sekelompok) dalam melakukan langkah-
langkah pembelajaran studi kasus. Terlebih lagi saat mahasiswa melakukan
kegiatan memecahkan masalah dan mengambil keputusan, interaksi antar
mahasiswa sangatlah dibutuhkan.
Berikut adalah beberapa-beberapa contoh peristiwa yang bisa diangkat
menjadi objek Penelitian Studi Kasus.

10
a. Misalnya, sebuah sekolah memperoleh banyak prestasi, di bidang akademik,
olah raga, kebersihan dan lingkungan sekolah, baik di tingkat lokal, provinsi
bahkan nasional. Prestasi-prestasi itu diraih ketika sekolah dipimpin oleh
seorang ibu yang diangkat dari salah seorang guru di sekolah tersebut. Selama
menjadi guru, prestasi ibu itu biasa-biasa saja dan praktis tidak ada yang
menonjol. Tetapi semua warga sekolah mengenal ibu itu sebagai sosok yang
tekun dan tidak suka menonjolkan diri. Model kepemimpinan ibu kepala
sekolah itu pantas dijadikan “kasus” untuk diteliti mengapa itu bisa terjadi.
Jika peneliti bisa menggali model kepemimpinan ibu kepala sekolah, akan
bisa diperoleh banyak pelajaran yang bermanfaat, tidak saja bagi peneliti itu
sendiri dan sekolah tetapi juga masyarakat luas. Contoh kasus di atas bisa
diteliti oleh mahasiswa bidang Manajemen Pendidikan. Di sebuah kantor
perusahaan swasta sering terjadi keributan karena uang dan barang-barang
milik karyawan sering hilang. Berkali-kali manajer perusahaan memberi
pengarahan dan mengingatkan jika tertangkap pelakunya akan diberi sanksi,
mulai dari sanksi ringan hingga berat, sampai pemecatan. Bahkan pernah
mengundang polisi untuk memberi pengarahan serupa. Peringatan berkali-
kali dari pimpinan perusahaan dan kepolisian tidak ada efeknya sama sekali.
Buktinya pencurian masih saja terus terjadi. Nah, suatu kali perusahaan
mengundang seorang da’i untuk berceramah di hari peringatan keagamaan.
Karena sebagian besar karyawan senang, sang da’i itu diundang lagi beberapa
kali. Dalam ceramahnya, da’i itu tidak lupa menyelipkan makna kejujuran
dalam hidup dan apa konsekwensinya di hadapan Tuhan jika seseorang tidak
jujur. Sejak itu pencurian mereda, bahkan akhirnya tidak ada sama sekali.
Jelas sekali bahwa sentuhan spiritualitas jauh lebih efektif daripada
peringatan atau ancaman dari pimpinan. Peristiwa tersebut bisa diangkat
menjadi “kasus” penelitian Studi Kasus.
b. Sebuah sekolah memiliki masukan (input) siswa yang sangat baik, umumnya
dari anak-anak keluarga kelas menengah ke atas. Prestasi demi prestasi pun
diraih oleh para siswa hampir di semua bidang. Di sekolah lain yang tidak
jauh lokasinya dari sekolah pertama masukannya biasa-biasa saja, dan dari

11
siswa- siswa kalangan masyarakat menengah ke bawah. Prestasi siswa di
sekolah kedua tersebut tidak kalah hebatnya dari yang pertama. Bahkan di
beberapa cabang olah raga prestasinya melebihi sekolah pertama. Prestasi
sekolah kedua bisa diangkat sebagai “kasus” untuk dikaji lebih mendalam
melalui Studi Kasus.
c. Mahasiswa Jurusan Bahasa bisa meneliti kasus yang terjadi pada mahasiswa
internasional di sebuah perguruan tinggi dengan fenomena seperti berikut.
Mahasiswa dari negara Timur Tengah yang bahasa ibunya bahasa Arab jauh
lebih cepat belajar bahasa Indonesia dibanding mahasiswa yang bahasa
ibunya bahasa Inggris. Begitu juga mahasiswa yang berasal negara-negara
bekas Uni Soviet mengalami kesulitan luar biasa belajar bahasa Indonesia.
Mahasiswa dari Cina yang menguasai bahasa Arab dapat belajar dan
menguasai bahasa Indonesia lebih cepat daripada mahasiswa Cina yang
tidak bisa bahasa Arab. Fenomena pembelajaran bahasa Indonesia untuk
mahasiswa asing bisa diangkat menjadi “kasus” penelitian Studi Kasus.
2.2.5 Jenis – Jenis Studi Kasus
Terdapat 3 (tiga) macam tipe studi kasus, yaitu:
a. Studi kasus intrinsik (intrinsic case study), apabila kasus yang dipelajari
secara mendalam mengandung hal-hal yang menarik untuk dipelajari berasal
dari kasus itu sendiri, atau dapat dikatakan mengandung minat intrinsik
(intrinsic interest).
b. Studi kasus intrumental (intrumental case study), apabila kasus yang
dipelajari secara mendalam karena hasilnya akan dipergunakan untuk
memperbaiki atau menyempurnakan teori yang telah ada atau untuk
menyusun teori baru. Hal ini dapat dikatakan studi kasus instrumental, minat
untuk mempelajarinya berada di luar kasusnya atau minat eksternal (external
interest).
c. Studi kasus kolektif (collective case study), apabila kasus yang dipelajari
secara mendalam merupakan beberapa (kelompok) kasus, walaupun masing-
masing kasus individual dalam kelompok itu dipelajari, dengan maksud untuk
mendapatkan karakteristik umum, karena setiap kasus mempunyai ciri

12
tersendiri yang bervariasi.
2.2.6 Kritik terhadap Studi Kasus
Pendekatan studi kasus tidak lepas dari kritik. Idowu (2016) menegaskan
bahwa mayoritas kritik terhadap metodologi dalam studi kasus. Kritik yang paling
sering adalah ketergantungan pada kasus tunggal yang menjadikannya tidak dapat
digeneralisasi. Studi sejumlah kecil kasus dalam studi kasus tidak dapat
digunakan untuk membangun keandalan temuan. Penelitian studi kasus dianggap
mengandung bias terhadap verifikasi, dengan kata lain studi kasus memiliki
kecenderungan untuk mengkonfirmasi ide-ide yang terbentuk sebelumnya oleh
peneliti. Kritik tersebut diarahkan pada statistik dan bukan generalisasi analitik
yang menjadi dasar studi kasus, di mana dalam generalisasi analitik, teori yang
dikembangkan sebelumnya digunakan sebagai template untuk membandingkan
hasil empiris dari studi kasus. Beberapa penelitian menggunakan judul studi
kasus, contoh penelitian Budi (2006) tentang studi kasus kekerasan terhadap
perempuan dalam rumah tangga di kota Yogyakarta kurang dapat memberi-kan
gambaran ‘bagaimana’ kekerasan dalam rumah tangga itu terjadi, tidak
menyebutkan desain studi kasus yang dimaksudkan, analisis data dilakukan
secara kuantitatif. Demikian pula dengan penelitian Nurmala, Anam & Suyono
(2006) tentang studi kasus perempuan lesbian (butchy) di Yogyakarta kurang
dapat memberikan kesimpulan bagaimana dina-mika psikologis perempuan
lesbian yang dimaksud, sumber data tunggal berasal dari wawancara, hasil
penelitian belum merujuk pada parameter penelitian. Satu artikel penelitian
Novita & Siswati (2010) menggu-nakan terminologi desain studi kasus tunggal
dalam sebuah studi eksperimen pengaruh social stories terhadap ketrampilan
sosial anak. Demikian pula banyak peneli- tian yang menggunakan ‘studi kasus’
di luar atrikel yang digunakan dalam pemba-hasan ini, untuk menjelaskan
terminologi konteks atau tempat, seperti studi kasus di PT. X, di sekolah A tetapi
di dalam laporan penelitian atau publikasi artikel berisi analisis kuantitatif.
Beberapa penelitian tersebut belum menggunakan studi kasus sebagai sebuah
metode dalam penelitian.
2.2.7 Ciri-ciri Studi Kasus yang Baik

13
a. Menyangkut sesuatu yang luar biasa, yang berkaitan dengan kepentingan
umum atau bahkan dengan kepentingan nasional.
b. Batas-batasnya dapat ditentukan dengan jelas, kelengkapan ini juga
ditunjukkan oleh kedalaman dan keluasan data yang digali peneliti, dan
kasusnya mampu diselesaikan oleh penelitinya dengan balk dan tepat
meskipun dihadang oleh berbagai keterbatasan.
c. Mampu mengantisipasi berbagai alternatif jawaban dan sudut pandang
yang berbeda-beda.
d. Keempat, studi kasus mampu menunjukkan bukti-bukti yang paling
penting saja, baik yang mendukung pandangan peneliti maupun yang tidak
mendasarkan pninsip selektifitas.
e. Hasilnya ditulis dengan gaya yang menarik sehingga mampu
terkomunikasi pada pembaca.
Selain hal tersebut studi kasus dalam studi kasus fokusnya terarah pada
hal yang khusus atau unik. Kenunikan pada kasus berkaitan dengan :
a) Hakikat (the nature) kasus Latar belakang sejarah kasus
b) Latar (setting) fisik
c) Konteks dengan bidang lain; ekonomi, politik, hukum, dan estetika
d) Mempelajari kasus-kasus lain yang berkaitan dengan kasus yang dipelajari
e) Informan-informan yang dipilih adalah orang-orang yang mengetahui
kasus ini
2.2.8 Kapan Studi Kasus Mulai Digunakan?
Hingga saat ini Studi Kasus sudah berusia lebih dari 70 tahun. Sejak
kemunculannya, jenis penelitian ini memperoleh banyak kritik karena dianggap
analisisnya lemah, tidak objektif dan penuh bias, tidak seperti penelitian
kuantitatif yang menggunakan statistik sebagai alat analisis. Kritik semacam itu
berlaku untuk semua jenis penelitian kualitatif. Anehnya, walaupun memperoleh
banyak kritik, Studi Kasus tetap digunakan bahkan semakin meluas, khususnya
untuk studi ilmu-ilmu sosial --- mulai dari psikologi, sosiologi, ilmu politik,
antropologi, sejarah, dan ekonomi hingga ilmu-ilmu terapan seperti perencanaan
kota, ilmu manajemen, pekerjaan sosial, dan pendidikan.

14
Selain itu, metodenya juga semakin diminati banyak peneliti untuk
kepentingan penyusunan karya ilmiah seperti tesis dan disertasi karena dapat
mengeksplorasi dan mengelaborasi suatu kasus secara mendalam dan
komprehensif. Tulisan ini secara khusus hanya membahas Studi Kasus yang
digunakan dalam metode penelitian kualitatif. Sebab, realitanya Studi Kasus juga
dapat digunakan dalam metode penelitian kuantitatif, yakni Ex Post Facto
Research. Misalnya, peneliti Studi Kasus meneliti seorang tokoh atau pemimpin
yang jatuh dari kekuasaannya. Dia dipaksa mundur oleh rakyatnya, karena dinilai
gagal menjalankan amanah. Dari penelitian ini diharapkan dapat diambil pelajaran
atau hikmah untuk generasi yang akan datang agar tidak terulang. Karena
peristiwanya sudah selesai, maka penelitiannya disebut Ex Post Facto Research.
Sebagaimana diketahui, Ex Post Facto Research merupakan salah satu jenis
penelitian Kuantitatif selain Penelitian Korelasional, Survei, Polling Pendapat,
dan Sensus.
Dari sisi cakupan wilayah kajiannya, Studi Kasus terbatas pada wilayah
yang sempit (mikro), karena mengkaji perilaku pada tingkat individu, kelompok,
lembaga dan organisasi. Kasusnya pun dibatasi pada pada jenis kasus tertentu,
di tempat atau lokus tertentu, dan dalam waktu tertentu. Karena wilayah
cakupannya sempit, penelitian Studi Kasus tidak dimaksudkan untuk mengambil
kesimpulan secara umum atau memperoleh generalisasi, karena itu tidak
memerlukan populasi dan sampel. Namun demikian, untuk kepentingan disertasi
penelitian Studi Kasus diharapkan dapat menghasilkan temuan yang dapat berlaku
di tempat lain jika ciri-ciri dan kondisinya sama atau mirip dengan tempat di mana
penelitian dilakukan, yang lazim disebut sebagai transferabilitas.
Tentu saja untuk dapat melakukan transferabilitas, temuan penelitian harus
diabstraksikan untuk menjadi konsep. Di sini peneliti perlu melakukan
kontemplasi secara serius dengan membaca kembali teori, hasil-hasil penelitian
terdahulu, pendapat atau pandangan para ahli sebagaimana ditulis pada bab kajian
pustaka.
Walaupun cakupan atau wilayah kajiannya sempit, secara substantif
penelitian Studi Kasus sangat mendalam, dan diharapkan dari pemahaman yang

15
mendalam itu dapat diperoleh sebuah konsep atau teori tertentu untuk
pengembangan ilmu pengetahuan. Karena itu, unit analisis Studi Kasus ialah
perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi, bukan masyarakat secara luas.
Adalah obsesi setiap peneliti untuk dapat menemukan hal-hal baru dan dapat
berkontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan, tidak terkecuali peneliti
Studi Kasus. Hal-hal yang dapat disumbangkan untuk ilmu pengetahuan berupa
konsep, proposisi, definisi, model, rumus, dalil, paradigma, teori dan lain-lain.
2.2.9 Bagaimana Studi Kasus Dilakukan?
Seperti halnya jenis penelitian kualitatif lainnya, yakni fenomenologi,
etnografi, etnometodologi, grounded research dan studi teks, Studi Kasus juga
dilakukan dalam latar alamiah, holistik dan mendalam. Alamiah artinya kegiatan
pemerolehan data dilakukan dalam konteks kehidupan nyata (real-life events).
Tidak perlu ada perlakuan- perlakuan tertentu baik terhadap subjek penelitian
maupun konteks di mana penelitian dilakukan. Biarkan semuanya berlangsung
secara alamiah. Holistik artinya peneliti harus bisa memperoleh informasi yang
akan menjadi data secara komprehensif sehingga tidak meninggalkan informasi
yang tersisa. Dari data akan diperoleh fakta atau realitas. Agar memperoleh
informasi yang komprehensif, peneliti tidak saja menggali informasi dari
partisipan dan informan utama melalui wawancara mendalam, tetapi juga
orang-orang di sekitar subjek penelitian, catatan-catatan harian mengenai kegiatan
subjek atau rekam jejak subjek.
Terkait itu, Yunus (2010: 264) menggambarkan objek yang diteliti dalam
penelitian Studi Kasus hanya mencitrakan dirinya sendiri secara
mendalam/detail/lengkap untuk memperoleh gambaran yang utuh dari objek
(wholeness) dalam artian bahwa data yang dikumpulkan dalam studi dipelajari
sebagai suatu keseluruhan, utuh yang terintegrasi. Itu sebabnya penelitian Studi
Kasus bersifat eksploratif. Sifat objek kajian yang sangat khusus menjadi bahan
pertimbangan utama peneliti untuk mengelaborasinya dengan cara
mengeksplorasi secara mendalam. Peneliti tidak hanya memahami kasus dari
luarnya saja, tetapi juga dari dalam sebagai entitas yang utuh dan detail. Itu
sebabnya salah satu teknik pengumpulan datanya melalui wawancara mendalam.

16
Untuk memahami lebih jauh tentang subjek, peneliti Studi Kasus juga dapat
memperoleh data melalui riwayat hidupnya.
Selain wawancara mendalam, ada lima teknik pengumpulan data
penelitian Studi Kasus, yakni dokumentasi, observasi langsung, observasi terlibat
(participant observation), dan artifak fisik. Masing-masing untuk saling
melengkapi. Inilah kekuatan Studi Kasus dibanding metode lain dalam penelitian
kualitatif. Selama ini saya melihat mahasiswa yang menggunakan Studi Kasus
hanya mengandalkan wawancara saja sebagai cara untuk mengumpulkan data,
sehingga data kurang cukup atau kurang melimpah. Sedangkan mendalam artinya
peneliti tidak saja menangkap makna dari sesuatu yang tersurat, tetapi juga yang
tersirat. Dengan kata lain, peneliti Studi Kasus diharapkan dapat mengungkap hal-
hal mendalam yang tidak dapat diungkap oleh orang biasa. Di sini peneliti
dituntut untuk memiliki kepekaan teoretik mengenai topik atau tema yang diteliti.
Misalnya, mahasiswa Program Studi Manajemen Pendidikan sedang melakukan
penelitian untuk kepentingan penyusunan tesis/disertasi mengenai kepemimpinan
seorang kepala sekolah. Melalui wawancara mendalam, peneliti tidak begitu saja
menerima informasi dari kepala sekolah sebagai subjek penelitian, tetapi juga
memaknai ucapan-ucapannya. Peneliti harus bisa menangkap hal-hal yang tersirat
dari setiap ujaran yang tersurat.
Dengan menggunakan payung paradigma fenomenologi, Studi Kasus
memusatkan perhatian pada satu objek tertentu yang diangkat sebagai sebuah
kasus untuk dikaji secara mendalam sehingga mampu membongkar realitas di
balik fenomena. Dalam pandangan paradigma fenomenologi, yang tampak atau
kasat mata pada hakikatnya bukan sesuatu yang riel (realitas). Itu hanya pantulan
dari yang ada di dalam. Tugas peneliti Studi Kasus ialah menggali sesuatu yang
tidak tampak tersebut untuk menjadi pengetahuan yang tampak. Karena itu dapat
pula diartikan Studi Kasus sebagai proses mengkaji atau memahami sebuah kasus
dan sekaligus mencari hasilnya.
Sejauh pengamatan saya selama ini, dari tesis dan disertasi yang saya uji,
para mahasiswa masih gagal menangkap makna yang mendalam dari setiap kasus
yang diangkat. Padahal, justru itu inti dari penelitian Studi Kasus. Ketika ujian,

17
umumnya mahasiswa hanya bercerita panjang lebar tentang peristiwa yang
diangkat menjadi kasus, dan tidak mengambil intisari secara konseptual.
Kegagalan tersebut terjadi karena beberapa hal. Pertama, kurang memiliki
kepekaan teoretik karena kurangnya bacaan atau literatur terkait tema yang
diangkat. Kedua, karena sedikitnya pengalaman melakukan penelitian. Ketiga,
karena alasan pragmatis, mahasiswa ingin cepat-cepat menyelesaikan studinya.
2.2.10 Mengapa Memilih Metode Studi Kasus?
Menggunakan istilah “Studi Kasus” artinya ialah peneliti ingin menggali
informasi apa yang akhirnya bisa dipelajari atau ditarik dari sebuah kasus, baik
kasus tunggal maupun jamak. Stake (dalam Denzin dan Lincoln, eds. 1994; 236)
menyebutnya “what can be learned from a single case?. Agar sebuah kasus bisa
digali maknanya peneliti harus pandai-pandai memilah dan memilih kasus macam
apa yang layak diangkat menjadi tema penelitian. Bobot kualitas kasus harus
menjadi pertimbangan utama. Dengan demikian, tidak semua persoalan atau kasus
baik pada tingkat perorangan, kelompok atau lembaga bisa dijadikan bahan kajian
Studi Kasus. Begitu juga tidak setiap pertanyaan bisa diangkat menjadi
pertanyaan penelitian (research questions). Ada syarat-syarat tertentu,
sebagaimana dijelaskan di muka, agar sebuah peristiwa layak diangkat menjadi
“kasus” penelitian Studi Kasus. Begitu juga ada syarat-syarat tertentu agar sebuah
pertanyaan bisa diangkat menjadi pertanyaan penelitian.
Salah satu hal penting untuk dipertimbangkan dalam memilih kasus ialah
peneliti yakin bahwa dari kasus tersebut akan dapat diperoleh pengetahuan lebih
lanjut dan mendalam secara ilmiah. Dalam hal ini Studi Kasus disebut sebagai
Instrumental Case
Study. Selain itu, Studi Kasus bisa dipakai untuk memenuhi minat pribadi
karena ketertarikannya pada suatu persoalan tertentu, dan tidak untuk membangun
teori tertentu. Misalnya, tentang kenakalan remaja, penyalahgunaan obat,
fenomena single parents, dan sebagainya. Studi semacam ini disebut sebagai
Studi Kasus Intrinsik (Intrinsic Case Study). Di negara maju, Studi Kasus
Intrinsik lazim digunakan oleh para profesional atau anggota masyarakat biasa
karena rasa ingin tahunya terhadap suatu persoalan yang mereka hadapi secara

18
lebih mendalam, lebih-lebih jika persoalan tersebut menjadi isu hangat di
masyarakat.
2.2.11 Beberapa Manfaat Penelitian Studi Kasus
Menurut Lincoln dan Guba, sebagaimana dikutip Mulyana (2013: 201-
202), keistimewaan Studi Kasus meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Studi Kasus merupakan sarana utama bagi penelitian emik, yakni
menyajikan pandangan subjek yang diteliti.
2. Studi Kasus menyajikan uraian menyeluruh yang mirip dengan apa yang
dialami pembaca dalam kehidupan sehari-hari (everyday real-life).
3. Studi Kasus merupakan sarana efektif untuk menunjukkan hubungan
antara peneliti dengan subjek atau informan.
4. Studi Kasus memungkinkan pembaca untuk menemukan konsistensi
internal yang tidak hanya merupakan konsistensi gaya dan konsistensi
faktual tetapi juga keterpercayaan (trustworthiness).
5. Studi Kasus memberikan “uraian tebal” yang diperlukan bagi penilaian
atas transferabilitas.
6. Studi Kasus terbuka bagi penilaian atas konteks yang turut berperan bagi
pemaknaan atas fenomena dalam konteks tersebut.
2.2.12 Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus
a) Pemilihan Tema, Topik dan Kasus. Pada tahap pertama ini peneliti harus
yakin bahwa dia akan memilih kasus tertentu yang merupakan bagian dari
“body of knowledge”nya bidang yang dipelajari. dalam pemilihan kasus
hendaknya dilakukan secara bertujuan (purposive) dan bukan secara
rambang. Kasus dapat dipilih oleh peneliti dengan menjadikan objek
orang, lingkungan, program,
proses, dan masvarakat atau unit sosial. Ukuran dan kompleksitas objek studi
kasus haruslah masuk akal, sehingga dapat diselesaikan dengan batas
waktu dan sumbe-rsumber yang tersedia.
b) Pembacaan Literatur. Setelah kasus diperoleh, peneliti mengumpulkan
literatur atau bahan bacaan sebanyak-banyaknya berupa jurnal, majalah
ilmiah, hasil- hasil penelitian terdahulu, buku, majalah, surat kabar yang

19
terkait dengan kasus tersebut.
c) Perumusan Fokus dan Masalah Penelitian. Langkah sangat penting dalam
setiap penelitian ialah merumuskan fokus dan masalah. Fokus penelitian
perlu dibuat agar peneliti bisa berkonsentrasi pada satu titik yang menjadi
pusat perhatian.
d) Pengumpulan data: terdapat beberapa teknik dalaM pengumpulan data,
tetapi yang lebih dipakai dalarn penelitian kasus adalah observasi,
wawancara, dan analisis dokumentasi. Peneliti sendiri merupakan
instrumen kunci, sehingga dia sendiri yang dapat mengukur ketepatan dan
ketercukupan data serta kapan pengumpulan data harus berakhir. Dia
sendiri pula yang menentukan informan yang tepat untuk diwawancarai,
kapan dan di mana wawancara dilakukan.
e) Penyempurnaan Data. Data yang telah terkumpul perlu disempurnakan.
Bagaimana caranya peneliti mengetahui datanya kurang atau belum
sempurna? Caranya ialah dengan membaca keseluruhan data dengan
merujuk ke rumusan masalah yang diajukan. Jika rumusan masalah
diyakini dapat dijawab dengan data yang tersedia, maka data dianggap
sempurna. Sebaliknya, jika belum cukup untuk menjawab rumusan
masalah, data dianggap belum lengkap, sehingga peneliti wajib kembali ke
lapangan untuk melengkapi data dengan bertemu informan lagi. Itu
sebabnya penelitian kualitatif berproses secara siklus.
f) Pengolahan Data. Setelah data dianggap sempurna, peneliti melakukan
pengolahan data, yakni melakukan pengecekan kebenaran data, menyusun
data, melaksanakan penyandian (coding), mengklasifikasi data,
mengoreksi jawaban wawancara yang kurang jelas. Tahap ini dilakukan
untuk memudahkan tahap analisis. Analisis Data. Setelah data berupa
transkrip hasil wawancara dan observasi, maupun gambar, foto, catatan
harian subjek dan sebagainya dianggap lengkap dan sempurna, peneliti
melakukan analisis data. Analsis data Studi Kasus dan penelitian
kualitatif pada umumnya hanya bisa dilakukan oleh peneliti sendiri, bukan
oleh pembimbing, teman, atau melalui jasa orang lain. Sebab, sebagai

20
instrumen kunci, hanya peneliti sendiri yang tahu secara mendalam semua
masalah yang diteliti. Analisis data merupakan tahap paling penting di
setiap penelitian dan sekaligus paling sulit. Sebab, dari tahap ini akan
diperoleh informasi penting berupa temuan penelitian. Kegagalan analisis
data berarti kegagalan penelitian secara keseluruhan. Kemampuan analisis
data sangat ditentukan oleh keluasan wawasan teoretik peneliti pada
bidang yang diteliti, pengalaman penelitian, bimbingan dosen, dan minat
yang kuat peneliti untuk menghasilkan penelitian yang berkualitas.
g) Proses Analisis Data. Pada hakikatnya analisis data adalah sebuah
kegiatan untuk memberikan makna atau memaknai data dengan mengatur,
mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode atau tanda, dan
mengkategorikannya menjadi bagian-bagian berdasarkan pengelompokan
tertentu sehingga diperoleh suatu temuan terhadap rumusan masalah yang
diajukan.
h) Dialog Teoretik. Untuk melahirkan temuan konseptual berupa “thesis
statement, setelah pertanyaan penelitian terjawab, peneliti Studi Kasus,
khususnya calon magister dan lebih-lebih doktor, melakukan langkah
selanjutnya, yaitu melakukan dialog temuan tersebut dengan teori yang
telah dibahas di bagian kajian pustaka, sehingga bagian kajian pustaka
bulan sekadar ornamen belaka. Tahap ini disebut Dialog Teoretik.
i) Triangulasi Temuan (Konfirmabilitas). Agar temuan tidak dianggap biasa,
peneliti perlu melakukan triangulasi temuan, atau yang sering disebut
sebagai konfirmabilitas, yakni dengan melaporkan temuan penelitian
kepada informan yang diwawancarai.
j) Simpulan Hasil Penelitian. Kesalahan umum yang sering terjadi pada
bagain ini ialah peneliti mengulang atau meringkas apa yang telah
dikemukakan pada bagian-bagian sebelumnya, tetapi membuat sintesis
dari semua yang telah dikemukakan sebelumnya. Pada bagian ini peneliti
mencantumkan implikasi teoretik.
Laporan Penelitian. Langkah paling akhir kegiatan penelitian ialah
membuat laporan penelitian. Laporan penelitian merupakan salah satu bentuk

21
pertanggungjawaban kegiatan penelitian yang dituangkan dalam bahasa tulis
untuk kepentingan umum. Menurut Yunus (2010: 417) ada beberapa versi
mengenai laporan penelitian, tetapi secara umum terdapat 3 syarat agar laporan
penelitian dapat dikategorikan sebagai karya ilmiah, yaitu: Objektif, Sistematik,
dan Mengikuti metode ilmiah.
Objektif artinya data yang diperoleh benar-benar dari subjek yang diteliti,
bukan dari peneliti dan pandangan peneliti. Sistematik artinya urut, yakni
pembahasan harus mengikuti alur penalaran yang runtut di mana sejak bagian
awal pembahasan hingga akhir menunjukkan keterkaitan logis dan merupakan
satu kesinambungan. Secara garis besar batang tubuh karya ilmiah terdiri atas tiga
bagian utama, yaitu bagian awal (prologue), bagian pembahasan (dialogue), dan
bagian akhir (epilogue). Bagian prologue merupakan bagian awal penelitian yang
menjelaskan latar belakang mengapa suatu penelitian dilaksanakan. Bagian ini
memuat latar belakang/konteks, fokus/rumusan masalah penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, lingkup penelitian, originalitas penelitian dan
definisi operasional istilah-istilah kunci. Bagian dialogue merupakan batang tubuh
utama penelitian karena merupakan proses penalaran yang dibangun atas dasar
kaidah-kaidah ilmiah. Secara umum bagian ini mengemukakan tiga hal, yakni:
1. Hal-hal yang dibutuhkan dalam pembahasan,
2. Proses pembahasan dan
3. Produk pembahasan.
Hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitian terdiri atas tinjauan pustaka,
metode penelitian, dan deskripsi atau gambaran tentang lokus penelitian di mana
penelitian dilakukan.
Sedangkan mengikuti Metode ilmiah yang dimaksudkan ialah kegiatan
penelitian mengikuti langkah-langkah memperoleh pengetahuan ilmiah sesuai
yang telah disepakati oleh para ilmuwan. Memang juga terdapat beberapa versi
tentang langkah memperoleh pengetahuan ilmiah. Untuk penelitian Studi Kasus,
langkah-langkah berikut dapat digunakan sebagai pedoman, yakni:
a. Penentuan fokus kajian (focus of study), yang mencakup kegiatan memilih
masalah yang memenuhi syarat kelayakan dan kebermaknaan.

22
Pengembangan kepekaan teoretik dengan menelaah bahan pustaka yang
relevan dan hasil kajian sebelumnya.
b. Penentuan kasus atau bahan telaah, yang meliputi kegiatan memilih dari
mana dan dari siapa data diperoleh.
c. Pengembangan protokol pemerolehan dan pengolahan data, yang
mencakup kegiatan menetapkan piranti, langkah dan teknik pemerolehan
dan pengolahan data yang digunakan.
d. Pelaksanaan kegiatan pemerolehan data, yang terdiri atas kegiatan
mengumpulkan data lapangan atau melakukan pembacaan naskah yang
dikaji.
e. Pengolahan data perolehan, yang meliputi kegiatan penyandian (coding),
pengkategorian (categorizing), pembandingan (comparing), dan
pembahasan (discussing).
f. Negosiasi hasil kajian dengan subjek kajian, dan
g. Perumusan simpulan kajian, yang meliputi kegiatan penafsiran dan
penyatu- paduan (interpreting and integrating) temuan ke dalam
bangunan pengetahuan sebelumnya, serta saran bagi kajian berikutnya.
2.2.13 Kelebihan dan Kelemahan Studi Kasus
 Kelebihan Studi Kasus
a. Studi kasus mampu mengungkap hal-hal yang spesifik, unik dan hal-hal
yang amat mendetail yang tidak dapat diungkap oleh studi yang lain. Studi
kasus mampu mengungkap makna di balik fenomena dalam kondisi apa
adanya atau natural.
b. Studi kasus tidak sekedar memberi laporan faktual, tetapi juga memberi
nuansa, suasana kebatinan dan pikiran-pikiran yang berkembang dalam
kasus yang menjadi bahan studi yang tidak dapat ditangkap oleh penelitian
kuantitatif yang sangat ketat.
Kelemahan Studi Kasus.
Dari kacamata penelitian kuantitatif, studi kasus dipersoalkan dari segi
validitas, reliabilitas dan generalisasi. Namun studi kasus yang sifatnya unik dan
kualitatif tidak dapat diukur dengan parameter yang digunakan dalam penelitian

23
kuantitatif, yang bertujuan untuk mencari generalisasi.

2.3 Unit Analisis


Sebelum disajikan contoh desain penelitian dari pengalaman empirik
penelitian saya, pada bagian ini akan dijelaskan mengenai unit analisis
penelitian kualitatif. Setiap metode dan jenis penelitian memiliki tingkat analisis
berbeda-beda, mulai tingkat yang sangat kecil (mikro), yaitu individu hingga
tingkat yang luas (makro), seperti masyarakat luas, bahkan negara. Unit analisis
sangat terkait dengan lingkup dan strategi bagaimana data diperoleh. Karena itu,
betapa pentingnya bagi peneliti untuk memahami konsep unit analisis.
Drucker (Yin, 1994: 22) memberi contoh menarik bagaimana ia
menggambarkan unit analisis dalam penelitiannya. Drucker menulis tentang
perubahan-perubahan mendasar dalam ekonomi dunia. Unit analisisnya bisa
berupa ekonomi negara, industri di pasar dunia, kebijakan ekonomi, atau
perdagangan atau aliran modal antar dua negara. Masing-masing unit analisis
memerlukan desain penelitian dan strategi pengumpulan data yang agak berbeda.
Contoh lain diberikan oleh Singarimbun (1989: 4) yang menyatakan jika
peneliti tertarik untuk meneliti pola perkawinan dan perceraian pada tiga
masyarakat, maka unit analisisnya ialah individu, dan bukan masyarakat,
walaupun pada akhirnya dilakukan perbandingan di antara ketiga masyarakat
yang diteliti setelah seluruh jawaban individu dianalisis.
Selanjutnya, jika peneliti tertarik untuk meneliti pendapatan seluruh
anggota rumah tangga, maka peneliti akan menggabungkan pendapatan semua
anggota rumah tangga tersebut, yang terdiri atas suami, istri, dan anak-anak.
Dengan demikian, unit analisisnya ialah rumah tanggaa, bukan individu.
Unit analisis dalam penelitian kualitatif sangat terkait dengan pandangan
peneliti terhadap realitas sosial. Ritzer (Bungin, 2007: 51) mengatakan ada dua
kontinum realitas sosial, yaitu kontinum mikroskopik-makroskopik dan kontinum
objektif-subjektif. Dua realitas inilah yang menjadi unit-unit analisis dalam
penelitian kualitatif, termasuk Studi Kasus, seperti .

24
Gambar 2.1 Kontinum Mikroskopik-makroskopik dan Beberapa Masalah di
Tengahnya (Bungin, 2008: 51).

Kontinum berikut menggambarkan realitas objektif dan subjektif dari


fenomena sosial.

Gambar : Kontinum Objektif-Subjektif dan Tipe Campuran di Tengahnya


(Bungin, 2008: 52)

Dalam konteks mikro-makro, unit analisis penelitian kualitatif terdiri dari


tingkat yang paling kecil (mikro) seperti pikiran dan tindakan individu, sampai
konteks yang paling makro, yaitu sistem dunia. Karena proses penelitian
kualitatif itu induktif-deduktif, maka secara metodologis unit analisis pada
tingkat mikro lebih tepat dilakukan untuk metode peneltian kualitatif,
sedangkan unit analisis makroskopik lebih tepat untuk metode penelitian
kuantitatif.
Kontinum kedua adalah dimensi objektif-subjektif dari unit analisis. Di
tiap ujung kontinum mikro-makro terdapat komponen objektif dan komponen
subjektif. Objektif maksudnya ialah kom ponen yang dapat dilihat secara kasat
mata, disentuh, dan dirancang. Menurut Ritzer setiap masyarakat memiliki

25
struktur objektif dan subjektif. Struktur objektif, misalnya pemerintahan,
birokrasi, dan hukum. Sedangkan struktur subjektif seperti norma, budaya, dan
nilai. Jadi istilah subjektif di sini mengacu pada sesuatu yang nyata-nyata terjadi
dalam dunia gagasan atau ide. Struktur tersebut tidak dapat dilihat, diraba,
dan disentuh, tetapi diakui keberadaannya.
Berikut adalah gambaran atau spektrum realitas sosial menurut Ritzer
dengan empat dimensi yang harus diperhatikan peneliti metode kualitatif, diambil
dari Bungin (2008: 53).

Contoh Desain Penelitian


Dari uraian di atas dapat diketahui banyaknya ragam pemahaman tentang
desain penelitian. Tetapi secara umum dapat disimpulkan bahwa desain penelitian
mencakup tiga hal pokok berupa tahapan kegiatan penelitian, yaitu: (1) Tahap
Pra-lapangan, (2) Tahap Kegiatan Lapangan, dan (3) Tahap Pasca-lapangan.
Untuk menjelaskan bagaimana masing-masing tahap dilakukan, saya akan
menyajikan pengalaman penelitian untuk penyusunan tesis tentang “Perubahan

26
Sosial di Mintakat Penglaju, di Bandulan, Kecamatan Sukun, Kotamadya
Malang”. Walau penelitian yang saya lakukan bukan jenis Studi Kasus, tetapi
langkah-langkah penelitiannya tidak jauh berbeda dengan penelitian kualitatif
pada umumnya, karena berangkat dari paradigma yang sama. Tahapan-tahapan
penelitian dilakukan sebagai berikut:
1. Tahap Pra-lapangan
Beberapa kegiatan dilakukan sebelum peneliti memasuki lapangan.
Masing-masing adalah: (1) Penyusunan rancangan awal penelitian, (2)
Pengurusan ijin penelitian, (3) Penjajakan lapangan dan penyempurnaan
rancangan penelitian,(4) Pemilihan dan interaksi dengan subjek dan informan, dan
(5) Penyiapan piranti pembantu untuk kegiatan lapangan.
Perlu dikemukakan, peneliti menaruh minat dan kepedulian terhadap
gejala menglaju dan akibat-akibat sosialnya. Pengamatan sepintas sudah
dilakukan jauh sebelum rancangan penelitian disusun dan diajukan sebagai topik
penelitian.
Berbekal pengamatan awal dan telaah pustaka, peneliti mengajukan usulan
penelitian tentang mobilitas penduduk dan perubahan di pedesaan. Usulan yang
diajukan dan diseminarkan dengan mengundang teman sejawat dan pakar.
Karena berpendekatan kualitatif, usulan penelitian itu dipandang bersifat
sementara (tentative). Karena itu peluang seminar digunakan untuk menangkap
kritik dan masukan, baik terhadap topik maupun metode penelitian. Berdasarkan
kritik dan masukan tersebut, peneliti membenahi rancangan penelitiannya dan
melakukan penjajakan lapangan.
Penjajakan lapangan dilakukan dengan tiga teknik secara simultan dan
lentur, yaitu (a) pengamatan; peneliti mengamati secara langsung tentang gejala-
gejala umum permasalahan, misalnya arus menglaju pada pagi dan sore hari, (b)
wawancara; secara aksidental peneliti mewawancari beberapa informan dan tokoh
masyarakat, (c) telaah dokumen; peneliti memilih dan merekam data dokumen
yang relevan, baik yang menyangkut Bandulan maupun Kotamadya Dati II
Malang.
Perumusan masalah dan pemilihan metode penelitian yang lebih tepat

27
dilakukan lagi berdasarkan penjajakan lapangan (grand tour observation).
Sepanjang kegiatan lapangan, ternyata pusat perhatian dan teknik-teknik terus
mengalami penajaman dan penyesuaian.
Dalam ungkapan Lincoln dan Guba (1985: 208), kecenderungan
rancangan penelitian yang terus-menerus mengalami penyesuaian berdasarkan
interaksi antara peneliti dengan konteks ini disebut rancangan membaharu
(emergent design).
Berdasarkan penjajakan lapangan, peneliti menetapkan tema pokok
penelitian ini, yaitu: perubahan sosial di mintakat penglaju (commuters' zone).
Pusat perhatian diberika pada peran penglaju dalam perubahan sosial di
Bandulan, Kecamatan Sukun, Kotamadya Malang.
Secara rinci pusat perhatian ini mencakup beberapa pertanyaan
sebagaimana diajukan dalam bab pendahuluan, yaitu: (1) Apa saja hal-hal, baik
dari dalam diri, dari dalam desa, maupun dari luar desa, yang mendorong perilaku
menglaju pada sebagian penduduk Bandulan? Apakah makna menglaju
sebagaimana dihayati oleh mereka?, (2) Bagaimanakah ragam gaya hidup, pola
interaksi sosial, solidaritas dan peran sosial masing-masing kategori empiris
penduduk dalam perubahan sosial di Bandulan?, dan (3) Mengapa terjadi banyak
penduduk menglaju ke luar Bandulan, dan akibat-akibat sosial apa saja yang
terjadi, baik pada sistem nilai dan kepercayaan, pranata sosial dan ekonomi, dan
pola pelapisan sosial sebagaimana dirasakan oleh masyarakat setempat?
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Sepanjang pelaksanaan penelitian, ternyata penyempurnaan tidak hanya
menyangkut pusat perhatian penelitian, melainkan juga pada metode
penelitiannya. Bogdan dan Taylor (1975:126) memang menegaskan agar para
peneliti sosial mendidik (educate) dirinya sendiri. "To be educated is to learn to
create a new. We must constantly create new methods and new approaches".
Konsep sampel dalam penelitian ini berkaitan dengan bagaimana memilih
informan atau situasi sosial tertentu yang dapat memberikan informasi mantap
dan terpercaya mengenai unsur-unsur pusat perhatian penelitian.
Pemilihan informan mengikuti pola bola salju (snow ball sampling). Bila

28
pengenalan dan interaksi sosial dengan responden berhasil maka ditanyakan
kepada orang tersebut siapa- siapa lagi yang dikenal atau disebut secara tidak
langsung olehnya.
Dalam menentukan jumlah dan waktu berinteraksi dengan sumber data,
peneliti menggunakan konsep sampling yang dianjurkan oleh Lincoln dan Guba
(1985), yaitu maximum variation sampling to document unique variations.
Peneliti akan menghentikan pengumpulan data apabila dari sumber data sudah
tidak ditemukan lagi ragam baru. Dengan konsep ini, jumlah sumber data bukan
merupakan kepedulian utama, melainkan ketuntasan perolehan informasi dengan
keragaman yang ada.
Tidak semua penduduk bisa memberikan data yang diperlukan. Karena itu,
hanya 25 orang sumber data yang diwawancarai secara mendalam. Masing-
masing adalah 14 orang penduduk asli penglaju, 6 orang penduduk asli bukan
penglaju, dan 5 orang penduduk pendatang penglaju.
Karena data utama penelitian ini diperoleh berdasarkan interaksi dengan
responden dalam latar alamiah, maka beberapa perlengkapan dipersiapkan hanya
untuk memudahkan, misalnya : (1) tustel, (2) tape recorder, dan (3) alat tulis
termasuk lembar catatan lapangan. Perlengkapan ini digunakan apabila tidak
mengganggu kewajaran interaksi sosial.
Pengamatan dilakukan dalam suasana alamiah yang wajar. Pada tahap
awal, pengamatan lebih bersifat tersamar. Teknik ini seringkali memaksa peneliti
melakukan penyamaran. Misalnya: untuk mengamati aspek-aspek yang
berhubungan dengan perilaku dan gaya hidup, peneliti beranjang-sana di rumah
informan. Sambil berbincang-bincang, peneliti mencermati cara berbicara,
berpakaian, penataan ruang, gaya bangunan rumah, benda-benda simbolik dan
sebagainya.
Ketersamaran dalam pengamatan ini dikurangi sedikit demi sedikit
seirama dengan semakin akrabnya hubungan antara pengamat dengan informan.
Ketika suasana akrab dan terbuka sudah tercipta, peneliti bisa mengkonfirmasikan
hasil pengamatan melalui wawancara dengan informan.
Dengan wawancara, peneliti berupaya mendapatkan informasi dengan

29
bertatap muka secara fisik danbertanya-jawab dengan informan. Dengan teknik
ini, peneliti berperan sekaligus sebagai piranti pengumpul data.
Selama wawancara, peneliti juga mencermati perilaku gestural informan
dalam menjawab pertanyaan. Untuk menghindari kekakuan suasana wawancara,
tidak digunakan teknik wawancara terstruktur. Bahkan wawancara dalam
penelitian ini seringkali dilakukan secara spontan, yakni tidak melalui suatu
perjanjian waktu dan tempat terlebih dahulu dengan informan. Dengan ini peneliti
selalu berupaya memanfaatkan kesempatan dan tempat-tempat yang paling tepat
untuk melakukan wawancara.
Selama kegiatan lapangan peneliti merasakan bahwa pengalaman
sosialisasi, usia dan atribut- atribut pribadi peneliti bisa mempengaruhi interaksi
peneliti dengan informan. Semakin mirip latar belakang informan dengan peneliti,
semakin lancar proses pengamatan dan wawancara.
Sebaliknya, ketika mewawancarai informan yang berbeda latar belakang,
peneliti harus menyesuaikan diri dengan mereka. Banyak ragam cara
menyesuaikan diri. Di antaranya dengan cara berpakaian, bahasa yang digunakan,
waktu wawancara, hingga penyamaran seolah-olah peneliti memiliki sikap dan
kesenangan yang sama dengan informan. Karena kendala itu, pengumpulan
data terhadap penduduk asli, baik penglaju dan lebih-lebih yang bukan penglaju,
berjalan agak lamban.
Kejenuhan, bahkan rasa putus-asa kadang-kadang muncul dan menyerang
peneliti. Dalam keadaan demikian, peneliti beristirahat untuk mengendapkan,
membenahi catatan lapangan, dan merenungkan hasil-hasil yang diperoleh.
Dengan cara ini, peneliti bisa menemukan informasi penting yang belum
terkumpul.
Kedekatan antara tempat tinggal peneliti dengan informan ternyata sangat
membantu kegiatan lapangan. Secara tidak sengaja peneliti bisa bertemu dengan
informan, sehingga pembicaraan setiap saat bisa berlangsung. Kendati tidak
dirancang, bila hasil percakapan itu memiliki arti penting bagi penelitian, akan
dicatat dan diperlakukan sebagai data penelitian.
Pada dasarnya wawancara dilaksanakan secara simultan dengan

30
pengamatan. Kadang- kadangwawancara merupakan tindak-lanjut dari
pengamatan. Misalnya, setelah mengamati suasana rumah tangga dan keluarga
informan, peneliti menuliskan hasilnya dalam bentuk catatan lapangan.
Wawancara dilakukan setelah itu untuk mengungkapkan makna dari setiap hasil
pengamatan yang menarik.
Penelaahan dokumentasi dilakukankhususnya untuk mendapatkan data
konteks. Kajian dokumentasi di lakukan terhadap catatan-catatan, arsip- arsip, dan
sejenisnya termasuk laporan-laporan yang bersangkut paut dengan permasalahan
penelitian.
Perekaman dokumen menjadi lebih mudah karena dokumen, baik dari
kelurahan maupun dari Kotamadya cukup lengkap. Agar tidak menyulitkan
lembaga yang menyediakan, peneliti meminta ijin untuk menfoto-copy dokumen-
dokumen yang diperlukan atau menyalinnya ke dalam catatan peneliti.
Pemeriksaan keabsahan (trustworthiness) data dalam penelitian ini
dilakukan dengan empat kriteria sebagaimana dianjurkan oleh Lincoln dan Guba
(1985: 289-331). Masing- masing adalah derajat: (1) kepercayaan (credibility), (2)
keteralihan (transferability), (3) kebergantungan (dependability), dan (4)
kepastian (confirmability).
Untuk meningkatkan derajat kepercayaan data perolehan, dilakukan
dengan teknik: (1) perpanjangan keikut-sertaan, (2) ketekunan pengamatan, (3)
triangulasi, (4) pemeriksaan sejawat, (5) kecukupan referensial, (6) kajian kasus
negatif, dan (7) pengecekan anggota.
Kegiatan lapangan penelitian ini semula dijadwal tidak lebih dari enam
bulan. Dengan pertimbangan bahwa peningkatan waktu masih memunculkan
informasi baru, maka lama kegiatan lapangan diperpanjang. Dengan
perpanjangan waktu ini, seperti dikemukakan Moleong (1989), peneliti dapat
mempelajari "kebudayaan", menguji kebenaran dan mengurangi distorsi.
Dengan mengamati secara tekun, peneliti bisa menemukan ciri-ciri atau
unsur-unsur dalam suatu situasi yang sangat relevan dengan peran penglaju dalam
perubahan sosial di Bandulan. Bila perpanjangan keikutsertaan menyediakan
lingkup, maka ketekunan pengamatan menyediakan kedalaman.

31
Triangulasi dilakukan untuk melihat gejala dari berbagai sudut dan
melakukan pengujian temuan dengan menggunakan berbagai sumber informasi
dan berbagai teknik. Empat macam triangulasi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah teknik pemeriksaandengan memanfaatkan sumber, metode, penyidik
dan teori.
Meskipun Lincoln dan Guba (1985) tidak menganjurkan triangulasi teori,
tampaknya Patton (1987: 327) berpendapat lain. Menurutnya, triangulasi antar
teori tetap dibutuhkan sebagai penjelasan banding (rival explanation).
Dalam penelitian ini, penempatan teori lebih mengikuti anjuran Bogdan
dan Taylor (1975). Menurut mereka, teori memberikan suatu penjelasan atau
kerangka kerja penafsiran yang memungkinkan peneliti memberi makna pada
kekacauan data (morass of data) dan menghubungkan data dengan kejadian-
kejadian dan latar yang lain. Karena itu, sangat penting bagi peneliti untuk
mengetengahkan temuannya dengan perspektif teoretik lain, khususnya selama
tahap pengolahan data penelitian yang intensif.
Pengamatan dan wawancara tidak terstruktur yang diterapkan dalam
penelitian ini memang menghasilkan data yang masih kacau. Untuk memilah dan
memberi makna pada data tersebut, peneliti tidak bisa tidak harus berpaling
kepada teori-teori sosiologi dan antropologi yang relevan.
Pemeriksaan sejawat dilakukan dengan cara mengetengahkan (to expose)
hasil penelitian, baik yang bersifat sementara maupun hasil akhir, dalam bentuk
diskusi analitik dengan rekan-rekan sejawat. Dengan cara ini peneliti berusaha
mempertahankan sikap terbuka dan kejujuran, dan mencari peluang untuk
menjajaki dan menguji hipotesis yang muncul dari peneliti (pemikiran peneliti).
Sebelum menetapkan temuan sebagai kecenderungan pokok, peneliti
melakukan pengecekan anggota. Ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan
berapa proporsi kasus yang mendukung temuan, dan berapa yang bertentangan
dengan temuan. Bila ada penyimpangan dalam kasus-kasus tertentu, peneliti
menelaahnya secara lebih cermat.
Telaah lebih cermat terhadap kasus-kasus yang menyimpang sering
disebut sebagai analisis kasus negatif. Teknik ini dilakukan untuk menelaah

32
kasus-kasus yang saling bertentangan dengan maksud menghaluskan simpulan
sampai diperoleh kepastian bahwa simpulan itu benar untuk semua kasus atau
setidak-tidaknya sesuatu yang semula tampak bertentangan, akhirnya dapat diliput
aspek-aspek yang tidak berkesesuaian tidak lagi termuat. Dengan kata-kata lain
dapat dijelaskan "duduk persoalannya".
Selain itu, peneliti juga menguji kecukupan acuan dalam menarik
simpulan. Kecukupan acuan dalam penelitian ini dilakukan dengan mengajukan
kritik internal terhadap temuan penelitian. Berbagai bahan digunakan untuk
meneropong temuan penelitian.
Usaha meningkatkan keteralihan dalam penelitian ini dilakukan dengan
cara "uraian rinci" (thick description). Untuk itu, peneliti melaporkan hasil
penelitiannya secermat dan selengkap mungkin yang menggambarkan konteks
dan pokok permasalahan secara jelas. Dengan demikian, peneliti menyediakan
apa-apa yang dibutuhkan oleh pembacanya untuk dapat memahami temuan-
temuan.
Kebergantungan penelitian ini diupayakan dengan audit kebergantungan.
Dalam hal ini peneliti memberikan hasil penelitian dan melaporkan proses
penelitian termasuk "bekas- bekas" kegiatan yang digunakan. Berdasarkan
penelusurannya, seorang auditor dapat menentukan apakah temuan-temuan
penelitian telah bersandar pada hasil di lapangan.
Kepastian penelitian ini diupayakan dengan memperhatikan topangan
catatan data lapangan dan koherensi internal laporan penelitian. Hal ini dilakukan
dengan cara meminta berbagai pihak untuk melakukan audit kesesuaian antara
temuan dengan data perolehan dan metode penelitian.
3. Tahap Pasca Lapangan
Telah disinggung bahwa penelitian ini menerapkan metode kualitatif, yaitu
suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
orang baik tertulis maupun lisan dan tingkah laku teramati, termasuk gambar
(Bogdan and Taylor, 1975).
Walau peneliti tidak sependapat dengan teknik-teknik analisis data
kualitatif menurut Miles dan Huberman (1987), model analisis interaktif yang

33
digambarkannya sangat membantu untuk memahami proses penelitian ini.
Model analisis interaktif mengandung empat komponen yang saling berkaitan,
yaitu (1) pengumpulan data, (2) penyederhanaan data, (3) pemaparan data, dan (4)
penarikan dan pengujian simpulan.
Mengacu model interaktif, analisis data tidak saja dilakukan setelah
pengumpulan data, tetapi juga selama pengumpulan data. Selama tahap penarikan
simpulan, peneliti selalu merujuk kepada "suara dari lapangan" untuk
mendapatkan konfirmabilitas.
Analisis selama pengumpulan data (analysis during data collection)
dimaksudkan untuk menentukan pusat perhatian (focusing), mengembangkan
pertanyaan-pertanyaan analitik dan hipotesis awal, serta memberikan dasar bagi
analisis pasca pengumpulan data (analysis after data collection). Dengan
demikian analisis data dilakukan secara berulang- ulang (cyclical).
Pada setiap akhir pengamatan atau wawancara, dicatat hasilnya ke dalam
lembar catatan lapangan (field notes). Lembar catatan lapangan ini berisi: (1)
teknik yang digunakan,
(1) waktu pengumpulan data dan pencatatannya, (3) tempat kegiatan
atau wawancara, (4) paparan hasil dan catatan, dan (5) kesan dan komentar.
Contoh catatan lapangan dapat diperiksa pada lampiran.
Pendirian ontologis penelitian adalah bahwa tujuan penyelidikan adalah
mengembangkan suatu bangunan pengetahuan idiografik dalam bentuk "hipotesis
kerja" yang menggambarkan kasus individual (Lincoln and Guba, 1985: 38).
Implikasinya, konstruksi realitas, yang dalam hal ini adalah gejala menglaju dan
pengaruh sosialnya, tidak dapat dipisahkan dari konteks (kedisinian, Bandulan)
dan waktu (kekinian, 1996).
Untuk itu peneliti memandang penting untuk menyelidiki secara cermat
akar-akar gejala menglaju sebagai konteks kajian. Berdasarkan asal faktor pemicu
gejala menglaju peneliti menemukenali tiga kategori faktor, yaitu: (1) dari dalam
diri, (2) dari dalam desa, dan dari luar desa.
Empat teknik analisis data kualitatif sebagaimana dianjurkan oleh
Spradley (1979) diterapkan dalam penelitian ini. Masing-masing adalah: (1)

34
analisis ranah (domain analysis), (2) analisis taksonomik (taxonomic analysis),
(3) analisis komponensial (componential analysis). dan (4) analisis tema budaya
(discovering cultural themes).
Analisis ranah bermaksud memperoleh pengertian umum dan relatif
menyeluruh mengenai pokok permasalahan. Hasil analisis ini berupa
pengetahuan tingkat "permukaan" tentang berbagai ranah atau kategori
konseptual. Kategori konseptual ini mewadahi sejumlah kategori atau simbol lain
secara tertentu.
Pada tahap awal, berdasarkan pola mobilitas hariannya, peneliti
menemukenali dua kategori pokok penduduk Bandulan. Masing-masing adalah
penduduk penglaju dan bukan penglaju. Berdasarkan asalnya, peneliti
menemukenali dua kategori pokok penduduk Bandulan, yaitu: penduduk asli dan
penduduk pendatang.
Pada analisis taksonomik, pusat perhatian penelitian ditentukan terbatas
pada ranah yang sangat berguna dalam upaya memaparkan atau menjelaskan
gejala-gejala yang menjadi sasaran penelitian. Pilihan atau pembatasan pusat
perhatian dilakukan berdasarkan pertimbangan nilai strategik temuannya bagi
program peningkatan kualitas hidup subyek penelitian atau mengacu pada
strategic ethnography (Faisal, 1990 : 43).
Analisis taknonomik tidak dilakukan secara murni berdasar data lapangan,
tetapi dikonsultasikan dengan bahan-bahan pustaka yang telah ada. Beberapa
anggota ranah yang menarik dan dipandang penting dipilih dan diselidiki secara
mendalam. Dalam hal ini adalah bagaimana peran masing-masing kategori
tersebut dalam proses perubahan sosial yang berlangsung di Bandulan.
Analisis komponensial dilakukan untuk mengorganisasikan perbedaan
(kontras) antar unsur dalam ranah yang diperoleh melalui pengamatan dan atau
wawancara terseleksi. Dalam hemat peneliti, kedalaman pemahaman tercermin
dalam kemampuan untuk mengelompokkan dan merinci anggota sesuatu ranah,
juga memahami karakteristik tertentu yang berasosiasi dengannya.
Dengan mengetahui warga suatu ranah, memahami kesamaan dan
hubungan internal, dan perbedaan antar warga dari suatu ranah, dapat diperoleh

35
pengertian menyeluruh dan mendalam serta rinci mengenai suatu pokok
permasalahan. Dengan demikian akan diperoleh pemahaman makna dari masing-
masing warga ranah secara holistik.
Hasil lacakan kontras di antara warga suatu ranah dimasukkan ke dalam
lembar kerja paradigma (Spradley, 1979: 180). Kontras-kontras tersebut selalu
diperiksa kembali sebagaimana dalam model analisis interaktif. Ringkasananalisis
komponensial, yang digunakan sebagai pemandu penulisan paparan hasil
penelitian ini disajikan dalam lampiran.
Dalam mengungkap tema-tema budaya, peneliti menggunakan saran yang
diberikan oleh Bogdan dan Taylor (1975:82-93). Langkah-langkah yang
dilakukan adalah: (1) membaca secara cermat keseluruhan catatan lapangan, (2)
memberikan kode pada topik-topik pembicaraan penting, (3) menyusun tipologi,
(4) membaca kepustakaan yang terkait dengan masalah dan konteks penelitian.
Berdasarkan seluruh analisis, peneliti melakukan rekonstruksi dalam
bentuk deskripsi, narasi dan argumentasi. Beberapa sub-topik disusun secara
deduktif, dengan mendahulukan kaidah pokok yang diikuti dengan kasus dan
contoh-contoh. Sub-topik selebihnya disajikan secara induktif, dengan
memaparkan kasus dan contoh untuk ditarik kesimpulan umumnya.

36
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah
a) Desain penelitian pada hakikatnya merupakan rencana aksi penelitian
(action plan) berupa seperangkat kegiatan yang berurutan secara logis
yang menghubungkan antara pertanyaan penelitian yang hendak dijawab
dan kesimpulan penelitian yang merupakan jawaban terhadap masalah
penelitian. Tujuan utama desain penelitian ialah untuk membantu peneliti
agar terhindar dari data yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan
pertanyaan penelitian.
b) Studi kasus merupakan rancangan penelitian yang bersifat komprehensif,
intens, memerinci, dan mendalam, serta lebih diarahkan sebagai upaya
untuk menelaah masalah – masalah atau fenomena yang bersifat
kontemporer (berbatas waktu). Metode studi kasus adalah suatu desain
pembelajaran berbasis tingkat satuan pendidikan metode ini berbentuk
penjelasan tentang masalah, kejadian atau situasi tertentu, kemudian
mahasiswa ditugasi mencari alternatif pemecahannya kemudian metode ini
dapat juga digunakan untuk mengembangkan berpikir kritis dan
menemukan solusi baru dari sutu topik yang dipecahkan
c) Unit analisis dalam penelitian kualitatif sangat terkait dengan pandangan
peneliti terhadap realitas sosial. Dalam konteks mikro-makro, unit analisis
penelitian kualitatif terdiri dari tingkat yang paling kecil (mikro) seperti
pikiran dan tindakan individu, sampai konteks yang paling makro, yaitu
sistem dunia. Karena proses penelitian kualitatif itu induktif-deduktif,
maka secara metodologis unit analisis pada tingkat mikro lebih tepat
dilakukan untuk metode peneltian kualitatif, sedangkan unit analisis
makroskopik lebih tepat untuk metode penelitian kuantitatif.

37
3.2 Saran
Adapun saran dalam makalah ini adalah makalah ini dapat dijadikan
sebagai rujukan dari pembaca selajutnya.

38
DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, Leni. 2012. Penerapan Metode Studi Kasus Dalam Upaya


Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa Pada Mata Kuliah
Hubungan Internasional. Media Komunikasi Fis Vol. 11 .No 1 April 2: 1
– 15.
Azizaturrohmah, Siti Nur, April 2014, Pemahaman Etika Berdagang Pada
Pedagang Muslim Pasar Wonokromo Surabaya (Studi Kasus Pedagang
Buah), Jurnal, Jestt Vol. 1 No. 4.
Bungin, Burhan M. 2008. Penelitian Kualitatif. Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, Dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Denzin and Yvonna S. Lincoln (eds.). “Handbook of Qualitative Research”,
Thousand Oaks, California: SAGE Publications, Inc.
Endraswara, Suwardi. 2012. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Gunawan, Imam. 2015. Studi Kasus (Case Study). Universitas Negeri Malang.
Hanrahmawan, Fitroh. 2010. Revitalisasi Manajemen Pelatihan Tenaga Kerja
(Studi Kasus Pada Balai Latihan Kerja Industri Makassar). Jurnal
Administrasi Publik, Volume 1 No. 1.
Iskandar , Budi Dan Agus Umar Hamdani. 2014. Desain Dan Pengujian
Sistem Informasi Jasa Pengiriman Barang Studi Kasus : Pt. Xyz. Jurnal
Stmik Amikom Yogyakarta.
Jasman Dan Rini Agustin, jan, Strategi Pemasaran Dalam Perspektif Ekonomi
Islam (Studi Kasus Pedagang Di Pasar Tradisional), Jurnal, KHOZANA,
Vol. 1, No. 1, E-ISSN: 2614-8625.
Khurriyatuzzahroh, Sri, 2016, Analisis Persaingan Bisnis Pedagang Pasar
Ditinjau Dari Etika Bisnis Islam (Studi Kasus Di Pasar Juwana Baru
Pasca Kebakaran), Skripsi, Kudus: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri.
More, Janice M. 1994. “Designing Funded Qualitative Research” in Norman K.
Mulyadi, Mohammad. 2011. Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Serta
Pemikiran Dasar Menggabungkannya. Jurnal Studi Komunikasi Dan
Media.Vol. 15 No. 1 (Januari – Juni).
Mulyana, Dedy. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.
Pambudi, Kukuh Setyo. 2017. Penelitian Studi Kasus Fenomenologi Persepsi
Keadilan Pelaku Pembunuhan Anggota Pki 1965. Jurnal Sains Psikologi,
Jilid 6, Nomor 1, Maret, Hlm 22-30.

39
Pattinama, Marcus J. 2009. Pengentasan Kemiskinan Dengan Kearifan Lokal
(Studi Kasus Di Pulau Buru-Maluku Dan Surade-Jawa Barat). Makara,
Sosial Humaniora, Vol. 13, No. 1, Juli: 1-12.
Prihatsanti, Unika Dkk. 2018. Menggunakan Studi Kasus Sebagai Metode
Ilmiah Dalam Psikologi. Jurnal, Vol. 26, No. 2, 126 – 136.
Rachmawati, Tutik Dkk. 2015. Nilai Demokrasi Dalam Pelayanan Publik :
Studi Kasus Kantor Imigrasi Bandung. Jurnal Kebijakan Dan Administrasi
Publik; Vol.19 No.2.
Rahardjo, Mudjia. 2017. Studi Kasus Dalam Penelitian Kualitatif: Konsep
Dan Prosedurnya. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim.
Rahmat, Puput Saful. 2009. Penelitian Kualitatif. Jurnal Equiibrium,Vol. 5, N0 9,
1-8.
Setyanto, Alief Rakhman Dkk. 2015. Kajian Strategi Pemberdayaan
UMKM Dalam Menghadapi Perdagangan Bebas Kawasan Asean (Studi
Kasus Kampung Batik Laweyan). Jurnal Etikonomi Volume 14 (2),
Oktober.
Singarimbun dan Sofian Effendi Sofian (ed.). “Metode Penelitian Survai”
Jakarta: LP3ES.
Singarimbun, Masri. 1989. “Metode dan Proses Penelitian” dalam Masri
Suindrawati, 2015, Strategi Pemasaran Islami Dalam Meningkatkan Penjualan
(Studi Kasus Di Toko Jesy Busana Muslim Bapangan Mendenrejo Blora),
Skripsi, Semarang: Universitas Islam Negeri Walisongo.
Yuliawan, Teddi Prasetya & Fathul Himam. The Grasshopper Phenomenon:
Studi Kasus Terhadap Profesional Yang Sering Berpindah‐Pindah
Pekerjaan. Jurnal Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada
Volume 34, No. 1, 76 – 88
Yunus, Hadi Sabari. 2010. Metode Penelitian Wilayah Kontemporer.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

40

Anda mungkin juga menyukai