Anda di halaman 1dari 17

TUGAS FINAL

MEKANISASI PERTANIAN

( TEKNOLOGI PASCA PANEN )

Disusun oleh :

Nurzamran (G061211027)

PRODI PROTEKSI TANAMAN


DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2022
BAB I
PENDAHULUAN
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam
pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan hasil-hasil strategis terutama yang menyangkut komoditas pangan.
Pengelolaan dan pemanfaatan hasil-hasil produk pertanian ini diharapkan dapat
dilakukan secara lebih terencana dengan pemanfaatan yang optimum serta dapat
dinikmati oleh seluruh penduduk Indonesia. Di lain pihak, luas lahan pertanian yang
semakin sempit digilas oleh lahan perumahan dan lahan industri serta jumlah penduduk
yang semakin tinggi berdampak terhadap sulitnya pemenuhan komoditas pangan
khususnya dan kehidupan generasi yang akan datang pada umumnya. Oleh karena itu,
masalah pertanian menjadi sangat kompleks karena berkaitan dengan hajat hidup
masyarakat sekarang dan masyarakat yang akan datang (Ufirah isbah et al, 2016)
Perkembangan teknologi dalam bidang pertanian semakin tahun semakin pesat.
Umumnya petani Indonesia saat ini masih menggunakan teknologi konvensional,
sehingga tidak akan memperoleh keuntungan yang maksimal. Peningkatan
produktivitas dengan budidaya konv ensional semakin sulit dilakukan karena luas l
ahan yang semakin terbatas, kondisi kesuburan tanah menurun, dan riskan terhadap
erosi tanah (Suharto et al., 2016). Sehingga teknologi hidroponik perlu di kembangkan
agar petani lebih optimal dalam mengolah pertaniannya
Panen merupakan pekerjaan akhir dari budidaya tanaman (bercocok tanam),
tapi merupakan awal dari pekerjaan pasca panen, yaitu melakukan persiapan untuk
penyimpanan dan pemasaran. Komoditas yang dipanen tersebut selanjutnya akan
melalui jalur-jalur tataniaga, sampai berada di tangan konsumen. Panjang-pendeknya
jalur tataniaga tersebut menentukan tindakan panen dan pasca panen yang bagaimana
yang sebaiknya dilakukan (Mutiarawati, 2007).
BAB II
PEMBAHASAN
A. TEKNOLOGI PASCA PANEN
Pasca produksi (Postproduction) yang dapat dibagi dalam dua bagian atau
tahapan, yaitu pasca panen (postharvest) dan pengolahan (processing). Penanganan
pasca panen (postharvest) sering disebut juga sebagai pengolahan primer (primary
processing) merupakan istilah yang digunakan untuk semua perlakuan dari mulai
panen sampai komoditas dapat dikonsumsi “segar” atau untuk persiapan
pengolahan berikutnya. Umumnya perlakuan tersebut tidak mengubah bentuk
penampilan atau penampakan, kedalamnya termasuk berbagai aspek dari
pemasaran dan distribusi. Pengolahan (secondary processing) merupakan tindakan
yang mengubah hasil tanaman ke kondisi lain atau bentuk lain dengan tujuan dapat
tahan lebih lama (pengawetan), mencegah perubahan yang tidak dikehendaki atau
untuk penggunaan lain. Ke dalamnya termasuk pengolahan pangan dan pengolahan
industry (Mutiarawati, 2007).
Menurut Mutiarawati (2007) mengatakan bahwa Penanganan pasca
panen bertujuan agar hasil tanaman tersebut dalam kondisi baik dan sesuai/tepat
untuk dapat segera dikonsumsi atau untuk bahan baku pengolahan.
Prosedur/perlakuan dari penanganan pasca panen berbeda untuk berbagai bidang
kajian antara lain :
- Penanganan pasca panen pada komoditas perkebunan yang ditanam dalam
skala luas seperti kopi, teh, tembakau dll., sering disebut pengolahan
primer, bertujuan menyiapkan hasil tanaman untuk industri pengolahan,
perlakuannya bisa berupa pelayuan, penjemuran, pengupasan, pencucian,
fermentasi dll.
- Penanganan pasca panen pada produksi benih bertujuan mendapatkan
benih yang baik dan mempertahankan daya kecambah benih dan vigornya
sampai waktu penanaman. Teknologi benih meliputi pemilihan buah,
pengambilan biji, pembersihan, penjemuran, sortasi, pengemasan,
penyimpanan, dll.
- Penanganan pasca panen pada komoditas tanaman pangan yang berupa
biji-bijian (cereal/grains), ubi-ubian dan kacangan yang umumnya dapat
tahan agak lama disimpan, bertujuan mempertahankan komoditas yang
telah dipanen dalam kondisi baik serta layak dan tetap enak dikonsumsi.
- Penanganannya dapat berupa pemipilan / perontokan, pengupasan,
pembersihan, pengeringan (curing / drying), pengemasan, penyimpanan,
pencegahan serangan hama dan penyakit, dll.
- Penanganan pasca panen hasil hortikultura yang umumnya dikonsumsi
segar dan mudah “rusak” (perishable), bertujuan mempertahankan
kondisi segarnya dan mencegah perubahan-perubahan yang tidak
dikehendaki selama penyimpanan, seperti pertumbuhan tunas,
pertumbuhan akar, batang bengkok, buah keriput, polong alot, ubi
berwarna hijau (greening), terlalu matang, dll. Perlakuan dapat berupa:
pembersihan, pencucian, pengikatan, curing, sortasi, grading,
pengemasan, penyimpanan dingin, pelilinan, dll.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada penanganan panen :


1. Lakukan persiapan panen dengan baik . Siapkan alat-alat yang dibutuhkan,
tempat penampungan hasil dan wadah-wadah panen, serta pemanen yang
terampil dan tidak ceroboh.
2. Pada pemanenan, hindari kerusakan mekanis dengan melakukan panen
secara hati-hati. Panen sebaiknya dilakukan dengan tangan atau
menggunakan alat bantu yang sesuai. Misal tomat dan cabai dipetik dengan
tangan, bawang merah dicabut dan pada kentang, tanah di sekitar tanaman
dibongkar dengan menggunakan cangkul atau kored dan umbi dikeluarkan
dari dalam tanah. Hindari kerusakan/luka pada umbi saat pembongkaran
tanah.
3. Memperhatikan bagian tanaman yang dipanen. Cabai dipetik dengan
tangkainya, bawang merah dicabut dengan menyertakan daunnya yang
mengering, kentang dipanen umbinya, dilepaskan dari tangkai yang masih
menempel. Jagung sayur dipanen berikut klobotnya.
4. Gunakan tempat / wadah panen yang sesuai dan bersih, tidak meletakkan
hasil panen di atas tanah atau di lantai dan usahakan tidak menumpuk hasil
panen terlalu tinggi.
5. Hindari tindakan kasar pada pewadahan dan usahakan tidak terlalu banyak
melakukan pemindahan wadah. Pada tomat, hindari memar atau lecet dari
buah karena terjatuh, terjadi gesekan atau tekanan antar buah atau antar buah
dengan wadah. Meletakan buah dengan hati-hati, tidak dengan cara
dilempar-lempar.
6. Sedapat mungkin pada waktu panen pisahkan buah atau umbi yang baik dari
buah atau umbi yang luka, memar atau yang kena penyakit atau hama, agar
kerusakan tersebut tidak menulari buah atau umbi yang sehat.

Pada penanganan hasil tanaman, ada beberapa tindakan yang harus


dilakukan segera setelah panen, tindakan tersebut bila tidak dilakukan segera, akan
menurunkan kualitas dan mempercepat kerusakan sehingga komoditas tidak tahan
lama disimpan. Perlakuan tersebut antara lain:
- Pengeringan (drying) bertujuan mengurangi kadar air dari komoditas.
Pada bijibijian pengeringan dilakukan sampai kadar air tertentu agar dapat
disimpan lama. Pada bawang merah pengeringan hanya dilakukan sampai
kulit mengering.
- Pendinginan pendahuluan (precooling) untuk buah-buahan dan sayuran
buah. Buah setelah dipanen segera disimpan di tempat yang dingin/sejuk,
tidak terkena sinar matahari, agar panas yang terbawa dari kebun dapat
segera didinginkan dan mengurangi penguapan, sehingga kesegaran buah
dapat bertahan lebih lama. Bila fasilitas tersedia, precooling ini sebaiknya
dilakukan pada temperatur rendah (sekitar 10°C) dalam waktu 1 – 2 jam.
- Pemulihan (curing) untuk ubi, umbi dan rhizom. Pada bawang merah, jahe
dan kentang dilakukan pemulihan dengan cara dijemur selama 1 – 2 jam
sampai tanah yang menempel pada umbi kering dan mudah dilepaskan/
umbi dibersihkan, telah itu juga segera disimpan di tempat yang dingin /
sejuk dan kering. Untuk kentang 8 segera disimpan di tempat gelap (tidak
ada penyinaran) ! Curing juga berperan menutup luka yang terjadi pada
saat panen.
- Pengikatan (bunching) dilakukan pada sayuran daun, umbi akar (wortel)
dan pada buah yang bertangkai seperti rambutan, lengkeng dll.
Pengikatan dilakukan untuk memudahkan penanganan dan mengurangi
kerusakan.
- Pencucian (washing) dilakukan pada sayuran daun yang tumbuh dekat
tanah untuk membersihkan kotoran yang menempel dan memberi
kesegaran. Selain itu dengan pencucian juga dapat mengurangi residu
pestisida dan hama penyakit yang terbawa. Pencucian disarankan
menggunakan air yang bersih, penggunaan desinfektan pada air pencuci
sangat dianjurkan. Kentang dan ubi jalar tidak disarankan untuk dicuci.
Pada mentimun pencucian berakibat buah tidak tahan simpan, karena
lapisan lilin pada permukaan buah ikut tercuci. Pada pisang pencucian
dapat menunda kematangan.
- Pembersihan ( cleaning, trimming) yaitu membersihkan dari kotoran atau
benda asing lain, mengambil bagian-bagian yang tidak dikehendaki
seperti daun, tangkai atau akar yang tidak dikehendaki.
- Sortasi yaitu pemisahan komoditas yang layak pasar (marketable) dengan
yang tidak layak pasar, terutama yang cacat dan terkena hama atau
penyakit agar tidak menular pada yang sehat.
B. ALAT DAN MESIN PANENDAN PERONTOK PADI
Salah satu cara untuk meningkatkan produksi pertanian ialah dengan
menerapkan inovasi teknologi yang tepat dan rendah biaya. Khususnya dalam hal
penanganan hasil panen, yakni merontok padi. Kegiatan perontokan padi dilakukan
setelah kegiatan panen menggunakan sabit atau alat mesin panen (reaper). Kegiatan
perontokan dapat dilakukan secara tradisional (manual) atau menggunakan mesin
perontok. Secara tradisional kegiatan perontokan padi akan menghasilkan susut
tercecer yang relatif besar, mutu gabah yang kurang baik, dan membutuhkan tenaga
yang cukup melelahkan. Biasanya petani menggunakan alat pemukul, atau
merontok dengan menggunakan kaki (Anton 2007).

Jika dibandingkan, merontok padi secara mekanis (menggunakan mesin) jelas


lebih menguntungkan, karena lebih cepat, hasil rontokan bersih dan tidak
melelahkan petani. Namun, yang menjadi kendala bagi petani ialah harga mesin
perontok yang masih belum terjangkau. Bagi petani kecil, tentu akan mengalami
kesulitan yang cukup berarti untuk membeli mesin perontok padi. Disamping itu,
mesin perontok padi umumnya berukuran besar. sehingga susah dibawa ke areal
persawahan yang konsisi jalannya sempit (Anton 2007).

Menurut Anton (2007) Perontok Padi Kegiatan perontokan padi dilakukan


setelah kegiatan panen menggunakan sabit atau alat mesin panen (reaper). Kegiatan
perontokan ini dapat dilakukan secara tradisional (manual) atau menggunakan
mesin perontok. Secara tradisional kegiatan perontokan akan menghasilkan susut
tercecer yang relatif besar, mutu gabah yang kurang baik, dan membutuhkan tenaga
yang cukup melelahkan. Mesin perontok dirancang untuk mampu memperbesar
kapasitas kerja, meningkatkan efisiensi kerja, mengurangi kehilangan hasil dan
memperoleh mutu hasil gabah yang baik. Bermacam – macam jenis dan merk
mesin perontok padi dapat dijumpai di indonesia, mulai dari yang mempunyai
kapasitas kecil, sedang, hingga kapasitas besar. Berbagai macam jenis mesin
perontok padi (Thresher), yaitu:
a. Pedal Thresher (Thresher Semi Mekanis)
b. Power Thresher (Thresher Mekanis)

a. Pedal Thresher (Thresher Semi Mekanis)


Thresher jenis pedal ini mempunyai konstruksi sederhana, dapat dibuat sendiri oleh
petani dan cukup dioperasikan oleh satu orang serta mudah dijinjing ketengah
lapangan/sawah. Pada umumnya hanya dipakai untuk merontok padi. Thresher jenis
pedal ini tidak dikategorikan sebagai ”Mekanis” karena tidak menggunakan mesin
penggerak (bensin/diesel), tetapi menggunakan tenaga manusia untuk menggerakkan.

b. Power Thresher (Thresher Mekanis)


Power Thresher ini dapat dipakai untuk merontok biji-bijian (padi, jagung dan kedelai)
dan dilengkapi dengan pengayak sehingga biji – bijian yang dihasilkan relatif bersih.
Sebuah power thresher terdiri dari komponenkomponen berikut ini:
1. Motor penggerak
2. Pully: Sebagai penerus putaran V-Belt
3. Saluran pemasukan batang padi: sebagai tempat memasukan padi saat akan
dirontokkan
4. Tutup silinder: untuk menjangkau sebaran padi supaya tidak semerawut
5. Silinder perontok: untuk merontokkan padi
6. Saluran batang padi (kasar): sebagai tempat sisa batang perontok padi yang kasar
7. Saluran batang padi (halus): sebagai tempat pembuangan sisa batang padi yang halus
8. Pully poros (Blower): sebagai penggerak Blower
9. V- belt: sebagai menghubungkan pully
10. Sarangan: untuk menyaring padi agar terpisah dari kotoran (sisa batang)
11. Pengatur udara: untuk mengatur besar – kecilnya udara yang masuk atau
menghembuskan di blower
12. Saluran padi (gabah): untuk mengeluarkan padi yang sudah tergiling (dirontokkan)
C. MESIN PENGERINGAN
Mesin pengering padi merupakan salah satu alternatif petani diseluruh dunia
yang biasanya dilakukan secara manual menggunakan sinar panas matahari.
Alat pengering padi adalah alat yang mengeringkan padi dengan sistem putar
dan pemanas yang dibantu blower untuk memeratakan panas pada tabung
yang dibuat wadah untuk pengeringan padi, pada tabung dilengkapi sirip-sirip
yang berfungsi sebagai pembolak-balik dari gabah yang ada didalam sehingga
gabah keringmya merata.(Hery 2020).
Solidwork merupakan software yang dipergunakan dalam merancang suatu
produk, mesin atau alat. Solidwork pertama munculkali dipertontonkan pada
tahun 1995, sebagai satu pesaing untuk progam CAD seperti, Pro-Engineer,
NX Siemens, I-Deas, Unigrapics, Autodesk Inventor, Autodesk AutoCAD &
CATIA. Solidwork Corporation berdiri di tahun 1993 mengembangkan suatu
perangkat lunak CAD 3D,dimana kantor pusatnya di Consord, Massachusetts,
serta merilis produk pertama mereka, Solidwork 95, pada tahun 1995 (Hery
2020).
Disamping itu padi juga dikeringkan dengan alatpengering buatan yaitu
jenis tumpukan datar (flatbed dryer), cara ini tidak memerlukan tempat yang luas
dan tidak terkotaminasi dengan benda asing.Namun energi panas dari udara
pengering tidaksama diterima oleh lapisan atas dan bawahtumpukan padi, ada
yangterlalu panas dan adayang kurang panas sehingga kadar air akhir paditidak
seragam ada yang terlalu kering dan ada yangbelum kering. Kadar air akhir padi
tidak seragampada saat digiling banyak beras patah sehinggakualitas beras rendah.
Sementara itu bahan bakar minyak masih digunakan sebagai sumber energipanas
dan energi listrik untuk menggerakkanblower. Persediaan bahan bakar minyak
sudahterbatas dan harganya selalu meningkat, serta gashasil pembakaran bahan
bakar dapat meningkatkangas rumah kaca (Yahya 2015).

Tahrir (2000) melaporkan bahwa pengeringan padidengan alat pengering jenis


tumpukan datar denganketebalan tumpukan/lapisan padi 50cm, didapatikadar beras
pecahpadalapisan atas sebanyak7,35% sedangkan pada lapisan bawah
13,80%.Pengering fluidisasi dapat digunakan untukmengatasi kelemahan dari
cara dan alat pengeringyang ada. Pengering fluidisasi mempunyaibeberapa
kelebihan yaitu laju perpindahan panasdan massa cukup tinggi karena kontak antara
udarapanas pengering dengan bahan yang dikeringkancukup baik, temperatur dan
kadar air seragam,kontruksi sederhana, kapasitas pengeringan tinggi
alat pengering fluidisasi terintegrasi dengan tungku biomassa . Alat
pengering ini terdiri daribeberapa komponen utama yaitu tungku biomassa,kolom
pengering (fluidized bed), siklon, danblower. Tungku biomassa terdiri dari
ruang bakar,pipa pemindah panas dan cerobong asap. Dimensiruang bakar
70x70x75cm, dinding ruang bakarterdiri dari tiga lapis, lapisan bagian dalam dan
luardigunakan cemen dan lapisan bagian tengahdigunakan batu bata. Pipa
pemindah panasdigunakan mild steel dengan diameter 2in sebanyak16 unit. Kolom
pengering (fluidized bed) terdiridari ruang pengering, distribusi aliran
udara,saluran masuk dan keluar padi, kolom pengeringbagian depan ditutupi
dengan kaca bening dengantebal 5 mm, bagian samping dan belakang
ditutupidengan plat aluminium tebal 3mm, sedangkandistributor udara digunakan
kawat kasa aluminium.Siklon ditutupi dengan plat aluminium dengan tebal3mm.
Blower digunakan jenis sentifugal sebanyak3 unit, satu unit dengan daya3,7kW
dan dua unitdengan daya 0,15kW (Yahya 2015).
D. MESIN PENDINGINAN
Indonesia merupakan kawasan yang dilewati oleh garis khatulistiwa y ang menerima
sinar radiasi matahari sangat tinggi. Menurut Suhardiyanto et al. (2009), suhu yang
terlampau tinggi di dalam green house akan mengakibatkan stress pada tanaman. Sejak
tahun 1990- an, telah dikembangkan sistem zone cooling (pendinginan terbatas) dimana
pendinginan tidak dilakukan terhadap keseluruhan volume udara di dalam rumah tanaman,
hanya dikondisikan daerah sekitar tanaman y ang paling membutuhkan dengan
menggunakan Air Conditioning (AC).

Budidaya tanaman secara hidroponik akan lebih tepat melakukan pendinginan larutan
nutrisi daripada melakukan pendinginan udara lingkungan dengan menggunakan mesin
AC. Menurut Hancock et al. (2013), suhu siang hari yang optimum bagi pertumbuhan
tanaman kentang adalah sekitar 14-22:C. Tingginy a suhu udara di wilayah Indonesia
merupakan sebuah hambatan bagi petani tanaman hidroponik, sehingga perlu adanya
perlakuan khusus untuk mengkondisikan air sebagai media tanam hidroponik supaya
pertumbuhannya lebih optimum. memanfaatkan suhu di dalam tanah yang lebih rendah
daripada di atas tanah yang diharapkan mampu menurunkan suhu larutan nutrisi sebelum
dialirkan ke daerah perakaran dengan murah karena hanya memerlukan pompa untuk
mensirkulasikan larutan. Pendinginan terbatas lebih efisien daripada melakukan
pengkondisian suhu di rumah tanaman (AC) yang memutuhkan energi sangat besar.
Sehingga untuk petani kel as menengah ke bawah akan menjadi beban dalam hal ekonomis
karna akan memperhitungkan biaya mesin, konsumsi listrik, dan material pendukungnya.
Suhardiyanto et al. (2007)
Menurut Sumarni et al. (2013) suhu perakaran mempengaruhi proses fisiologi pada
akar, seperti peny erapan air, nutrisi dan mineral. Menurut Matsuoka et al. (1992) suhu
daerah perakaran tanaman tomat yang dipertahankan pada tingkat 21 sampai 23 :C ternyata
mendukung pertumuhan tanaman lebih baik dalam sistem NFT. Menurut Lov att et al.
(1997) suhu ideal untuk pementukan ubi adalah sekitar 15-20 :C. Kelembaban rata-rata
untuk pertumbuhan tanaman kentang adalah 80-90%. Kelembaban berpengaruh terhadap
ev apotranspirasi dan proses transport air dan nutrisi dari akar ke tajuk tanaman (Struik,
2008). Menrut Choerunnisa et al. (2015) sehingga untuk mendapatkan suhu larutan nutrisi
20 :C pada posisi outlet dari pipa utama berbahan pvc ¾ inchi tanpa insulasi dengan
panjang pipa 20 m maka suhu larutan nutrisi pada posisi outlet harus 18.06 :C, jika pipa
menggunakan insulasi maka suhu l arutan nutrisi cukup dengan 20 :C karena suhu
sepanjang pipa akan seragam.
Sistem pendingin adsorpsi merupakan salah satu dari sistem pendingin yang
ramah lingkungan, dimana dalam ope-rasinya sistem ini dapat dibangkitkan
menggunakan sumber energi terbarukan seperti biomassa ataupun sinar surya.
Sistem pendingin adsorpsi yang digunakan dalam percobaan ini menggunakan
pasangan silika gel-metanol sebagai absorben dan refrigeran (Bayu 2008).
Pendinginan secara adsorpsi mempunyai karakteristik tersendiri
dimana sistem kompresor mekanik akan digantikan dengan sistem adsorpsi
dan memerlukan sumber energi panas (kalor) untuk menghasilkan siklus
pendingin (heat-operated cycle). Teknik pendinginan ini memiliki beberapa
keunggulan yaitu ramah lingkungan karena refrigeran yang digunakan tidak
berbahaya terhadap lingkungan. Selain itu sistem ini memerlukan pemakaian
sumber listrik yang lebih kecil. Teknik pendinginan ini memerlukan sumber
energi panas sebagai penghasil siklus pendinginan. Beberapa sumber energi
tersebut dapat diperoleh dari biomassa dari hasil limbah pertanian atau juga energi
radiasi surya. Metode pendinginan secara adsorpsi menurut aliran fluidanya terbagi
menjadi dua yaitu aliran fluida secara kontinyu dan secara tidak kontinyu
(intermitten). Pada aliran fluida kontinyu terdapat bagian yang berfungsi sebagai
generator - adsorber secara bergantian, sedangkan aliran fluida yang tidak
kontinyu (intermitten) hanya terdapat satu bagian yang berfungsi sebagai
generator-adsorber (Bayu 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Hancock, R. D., Morris, W. L., Ducreux J. A. et al. (2013). “Physiological,
Biochemcical and Molecular Responses of the Potato (Solanum tuberosum L.)
Plant to Moderately Elevated Temperature”. Plant, Cell and Environment. Vol.
37(2): 439-450.

Choerunnisa, N., Suhardiyanto, H. (2015). “Analisis Pindah Panas pada Pipa Utama
Sistem Hidroponik dengan Pendinginan Larutan Nutrisi”. JTEP Jurnal
Keteknikan Pertanian. 3(1): 1-8.

Irawan, H., & Suhayat, B. (2020). Analisis Desain Kerangka Mesin Pengering Padi
Rotary Dryer Dengan Empat Bantalan Rol Menggunakan Software
CAD. MEKANIKA: Jurnal Teknik Mesin, 6(1), 14-17.

Kuswoyo, A. (2017). Rancang Bangun Mesin Perontok Padi Portabel Dengan


Penggerak Mesin Sepeda Motor. Jurnal Elemen, 4(1), 35-38.

Lovatt, J, L. (1997). Potato Information Kit. The Agrilink Series. The State of
Queensland, Departement of Primary Industries. Australia

Mutiarawati, T. (2007). Penanganan Pasca Panen Hasil Pertanian. Bandung.


Universitas Padjadjaran, 1-5.

Rudiyanto, B., Abdullah, K., & Tambunan, A. H. (2008). Kajian Eksergi pada Mesin
Pendingin Adsorpsi Menggunakan Pasangan Silikagel-
Metanol. agriTECH, 28(3).

Suhardiyanto, H., Faudi, M, M., Widianingrum, Y. (2007). “Analisis Pindah Panas


Pada Pendinginan Dalam Tanah untuk Sistem Hidroponik”. JTEP Jurnal
Keteknikan Pertanian. 21(4): 1-8.

Suharto, Y.B., Suhardiyanto, H. (2016). “Pengembangan Sistem Hidroponik untuk


Budidaya Tanaman Kentang (Solanum Tuerosum L.). JTEP Jurnal Keteknikan
Pertanian. 3, (2), p 211-218.

Sumarni, E, A., Suhardiyanto, H., K.B. Seminar., dan S.K. Saptomo. (2013).
“Pendinginan Zona Perakaran (Root Zone Cooling) Pada Produksi Benih
Kentang Menggunakan Sistem Aeroponik”. Jurnal Agronomi Indonesia 41(2):
154-159.

Thahir, R. 2000. Pengaruh aliran udara danketebalan pengeringan terhadap mutu


gabahkeringannya. Buletin Enjiniring PertanianVII (1&2):1-5.Yusnira.
2005. Pemilihanmetoda pemisahan untuk menentukan kadarkurkuminoid
pada rimpang temulawak dankorelasinya dengan pola spektrum
Ftin.Thesis master, Institut PertanianBogor (IPB).

Ulfa Isbah et al. 2016. Analisis Peran Sektor Pertanian dalam Perekonomian dan
Kesempatan Kerja di Provinsi Riau. Fakultas Ekonomi Universitas Riau.

Yahya, M. (2015). Kajian karakteristik pengering fluidisasi terintegrasi dengan tungku


biomassa untuk pengeringan padi. Jurnal Teknik Mesin, 5(2), 65-71.

Anda mungkin juga menyukai