Anda di halaman 1dari 36

Bab 5

FITOSTRUKTUR RUAG
TERBUKA HIJAU

5.1 PERMASALAHAN
Pengertian. Pengertian fitostruktur dalam kajian ini adalah
penempatan tumbuhan sebagai struktur ekosistem wilayah. Dalam
praktik sehari-hari fitostruktur dikenal sebagai ruang terbuka hijau
(RTH). Sebagai pernbentuk struktur ekosistem wilayah, maka RTH
mempunyai dua parameter struktur, yaitu luasan dan sebaran.
Tinjauan praktik. Ruang terbuka hijau telah menjadi kesatuan
program pembangunan di banyak negara dan diintensifkan untuk
mengatasi pernanasan global disebabkan peningkatan
karbondioksida di udara. Bahkan dalam kerangka pelaksanaan
perdagangan emisi karbon clunia maka percepatan pengadaan RTH
dimaksudkan untuk menyerap karbondioksida ke dalam jaringan
tumbuhan. Beberapa program RTH juga difokuskan menggunakan
tumbuhan pangan sebagai upaya penting untuk pengadaan bahan
pangan dan pekerjaan sesuai tujuan pembangunan milenium.
Tinjauan teori. Kajian ini memfokuskan fungsi RTH sebagai
penyerap karbond ioksida (C02). Karbondioksida hasil aktivitas man
usia berfluktuasi sejalan dengan fluktuasi konsumsi air, yang
digunakan
untuk penetapan volume reservoir air. Volume reservoir air
bervariasi dengan jumlah penduduk. Tumbuhan menyerap
karbondioksida fluktuatif it'd dan berfungsi sebagai reservoir
karbondioksida. Dengan demikian volume ruang terbuka hijau
dapat ditetapkan berdasar jumlah penduduk. Kajian ini juga
memfokuskan sebaran RTH yang seharusnya berdasarkan
perlakuan sinar matahari, sesuai dengan prinsip dasar kehidupan
tumbuhan.
Tujuan. Sajian fitostruktur ini ditujukan untuk: 1)
menghitung luas ruang terbuka hijau, 2) menetapkan sebaran
ruang terbuka hijau berdasarkan perlakuan alam, 3) menetapkan
luas dan sebaran ruang terbuka hijau di wilayah pesisir.
Kompetensi. Substansi sajian kualitatif dan kuantitatif
disiapkan untuk kemampuan evaluasi dan perencanaan: 1) luas
RTH untuk penyerapan maksimum karbondioksida berdasarkan
jum lah penduduk, 2) sebaran RTH untuk penyerapan
maksimum karbondioksida dan memperhatikan topografi. kota
untuk meminimalkan limpasan air hujan pada permukaan tanah,
3) luas dan sebaran RTH untuk menekan dampak pencemaran
daratan dan bencana alam laut.
Bahan bahasan. Sesuai dengan tujuan dan kompetensinya,
penetapan luas dan sebaran RTH serta penerapannya mencakup
berikut ini:
1) Penyelesaian perhitungan reaksi di dalam proses respirasi dan fotosintesis:
a. Penetapan besaran satuan emisi karbondioksida (carbon dioxide emission
unit: CEU) oleh manusia.
b. Penetapan besaran satuan absorpsi karbon diksida (carbon dioxide
absorption unit: CAU) oleh tumbuhan.
2) Penyelesaian perhitungan reaksi di luar proses respirasi dan fotosintesis:
a. Volume emisi karbondioksida (volume of emitted carbon dioxide: VEC)
oleh manusia.
b. Volume absorpsi karbondioksida (volume of absorbed carbon dioxide:
VAC) oleh tumbuhan.

2 Fitoteknologi Terapan
3) Penetapan sebaran RTH untuk memaksimalkan penyerapan
karbondioksida diperlukan upaya maksimal dalam hal:
a. Perlakuan sama intensitas sinar matahari terhadap tumbuhan
b. Perolehan intensitas sinar matahari
c. Ketersediaan air untuk menjaga pertumbuhan tumbuhan.
4) Penetapan sebaran RTH berdasarkan topografi kota untuk
memaksimalkan infiltrasi maksimal air hujan ke dalam tanah, atau
limpasan minimal air hujan pada permukaan tanah.
5) Kajian pencemaran permukaan daratan disebabkan perubahan tata guna
lahan.
6) Kajian hipotesis hidrolika saluran terbuka dalam menahan gelombang air
laut.
7) Penerapan RTH dan perlakuannya untuk kota dan kawasan kegiatan yang
telah terbangun.

5.2 RUANG TERBUKA HIJAU BASIS JUMLAH


PENDUDUK
5.2.1 KEBUTUHAN EKOSISTEM
Ekosistem adalah satuan-satuan permukaan bumi sebagai
sistern yang mencakup makhluk hidup dan komponen fisik
lingkungan, artinya suatu wilayah atau kota mempunyai struktur
tertentu dan luas terbatas. Ruang terbuka hijau umumnya dianggap
sebagai lahan cadangan dan tidak ekonomis, sehingga tergusur untuk
memenuhi permintaan pembangunan berbagai fasilitas perkotaan.
Padahal RTH sebagai salah satu struktur komponen makhluk hidup
dipastikan mempunyai manfaat kehidupan yang tinggi •dalam
fungsi-fungsi teknis, ekonomi, finansial, sosial dan lingkungan.
Kepastian itu setidaknya telah dibuktikan tumbuhan yang mampu
menurunkan karbondioksida atmosfer milyaran tahun siiam sehingga
bumi layak untuk kehidupan. Jadi, RTH mengandung fungsi bawaan
alamiah (intrinsik) untuk menopang kehidupan yang kompleks.
Pendekatan tradisional dalam penetapan luas RTH adalah
berdasarkan persentase luas kota. Kebanyakan literatur mencatat

Fitostruktur Ruang Terbuka Hijau 3


luas RTH berkisar antara 20 % sampai 40 % luas kota.
Belakangan ini, peraturan pemerintah Indonesia PP 63/2002
tentang hutan kota mengatur luas RTH minimum 10 % luas kota.
Peraturan itu menggantikan instruksi menteri dalam negeri, yang
menginstruksikan luas RTH minimum 40 % luas kota. Luas RTH
minimum dalam peraturan baru lebih kecil dibanding dalam
instruksi lama dan juga dalam UU 41/1999 tentang kehutanan,
yang menetapkan luas hutan minimum sebesar 30 % luas daerah
aliran sungai. Peraturan dan perundangan mengenai RTH setelah
tulisan ini dibuat telah mengalami perubahan, namun filosofi
penetapan luas RT H adalah tidak jeias, karena itu metode baru
telah dikembangkan berdasarkan jumlah penduduk.
Ruang terbuka hijau biasanya tersebar pada sepanjang jalan,
sepanjang aliran sungai, pada sekumpulan permukiman, dan
taman taman kota. Arahan RTH mengikuti tata ruang kota melalui
proses kompleks melibatkan berbagai tinjauan multidisiplin dan
ditetapkan dalam peraturan daerah. Jadi, sebaran RTH tiap kota
adalah berbeda. Namun, setiap kotadi permukaan bumi
mengalami kesamaan perlakuan sinar matahari. Pertama adalah
pergerakan sinar dari timur ke barat. Ke dua adalah intensitas
sinar matahari lebih tinggi di dataran tinggi dibanding di dataran
rendah. Setiap kota juga mempunyai sumber air dalam berbagai
bentuk. Kesamaan tersebut dapat mengarahkan sebaran RTH
yang dapat digeneralisasi sama untuk tiap kota.
Secara geografis, Indonesia adalah negara kepulauan daerah
tropis di mana kebanyakan kota metropolitan seperti Jakarta,
Semarang dan Surabaya berada di wilayah pesisir. Pembangunan
pesat kota metropol itan menghasilkan pesatnya potensi
pencemaran dari daratan, yang akan bermuara di daerah pesisir.
Sebaliknya, secara geologis, daerah pesisir adalah rawan bencana
dari sumber-sumber dinamika lautan.
Dinamika laut terutama getombang pasang bergerak ke daratan dan
menyebabkan banjir daratan. Di Jakarta dan Semarang, banjir asaå laut
itu dikenal sebagai 'rob', yang dapat dipandang sebagai gelombang
4 Fitoteknologi Terapan
tsunami skaia kecil. Meskipun gelombang pasang dan bahkan
gelombang tsunami adalah peristiwa alam, sehingga tidak masuk dalam
definisi pencemaran, namun upaya penekanan dampaknya dapat
dilakukan manusia.
Fitoteknoiogi dapat dikembangkan penerapannya untuk tujuan proteksi
terhadap dampak bencana alarn. Bencana alam datang tanpa atau sulit
diduga dan penuh ketidakpastian, karenanya perlu kesiapan dini dengan
memperhatikan sungguh-sungguh kejadian bencana alam yang pernah
terjadi dan potensi kejadian bencana aåam. Indonesia menjadi salah satu
negara di mana telah mengalami bencana alam setingkat gelombang
tsunami. Bencana tsunami di Aceh dan Sumatera Utara terjadi pada 26
Desember 2004 dan dilaporkan sebagai bencana global pertama di dunia.
Aliran gelombang laut menjalani daratan sejauh 6 km dengan tinggi
gelombang sebanding dengan bangunan bertingkat tiga, sekitar ketinggian
15 m. Perhatian terhadap bencana alam yang penuh ketidaktentuan maka
pendekatan pencegahan adalah menekan dampak kejadian. Lampiran 3
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 30/2005 (Tentang Rencana
Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi
Sumatera Utara. Buku Rinci Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya
Alam. telah menyiapkan cara-cara rehabilitasi dan pencegahan, tetapi suatu
rancangan rinci harus dilakukan.
Berkaitan dengan bencana tsunami maka area proteksi adaiah
daerah pantai khusúsnya dan wiåayah pesisir umumnya. Batasan wilayah
pesisir masih suiit ditetapkan secara urnum. Para ilmuwan dan praktisi
pembangunan di berbagai negara tidak memiiiki pengertian yang
seragam mengenai batas-batas fisik wilayah pesisirt seberapa jauh ke
arah darat dan seberapa jauh ke arah laut. USA dan Kanada
mendefinisikan sejauh 3 mil laut dari garis pantai dengan berbagai
variasi jarak ke arah daratan, yang dikaitkan dengan fungsi ekosistem.
Eropa mendefinisikan wilayah pesisir sejauh 12 mit laut dari garis pantai
dan 10 km ke arah daratan. Bahkan batasan wilayah pesisir tersebut
masih fleksibel dengan mempertimbangkan struktur dan fungsi

Fitostruktur Ruang Terbuka Hijau 5


lingkungan serta kebutuhan pengelolaan. Australia mendefinisikan
wilayah pesisir adalah sejauh 200 mil laut dari garis surut terendah dan
variasi jarak ke arah daratan sesuai dengan struktur lingkungan dan
aktivitas kehidupan manusia. Departemen Kelautan dan Perikanan
Republik Indonesia mendefinisikan wilayah pesisir sebagai kawasan
peralihan yang menghubungkan ekosistem darat dan ekosistem laut yang
terletak antara batas sempadan ke arah darat sejauh sejauh pasang
tertinggi, dan ke arah laut sejauh pengaruh aktivitas dari daratan.
Sedangkan wiåayah pesisir (peraturan daerah provinsi) adalah wilayah
peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, di
mana ke arah laut 4 (empat) mil laut dari garis pantai dan ke arah darat
batas administrasi kabupaten/kota. Garis pantai adalah garis yang
dibentuk Oleh perpotongan garis air rendah dengan daratan pantai yang
dipakai untuk menetapkan titik terluar di pantai wilayah laut. Pada
tinjauan ini penentuan batas-batas fisik pengelolaan wilayah pesisir
ditentukan berdasarkan batasan pengelolaan provinsi dan potensi daratan
terkena dampak, yaitu: ke arah laut 4 mil laut dari garis pantai, dan ke
arah darat batas administrasi kabupaten/kota terjauh dari garis pantai.

5.2.2 KEBUTUHAN DASAR KEHIDUPAN


Pada boks dasar kehidupan dalam persamaan (5-1), pada hari
terang, reaksi bergerak dari kanan ke kiri (fotosintesis). Jika kita
berada di bawah pohon pada hari terang, maka kita merasa segar,
karena sumbangan oksigen oleh tumbuhan. Pada hari gelap, reaksi
bergerak dari kiri ke kanan (respirasi). Kita sebaiknya menghindari
"cangkruk" atau duduk-duduk di bawah pohon, karena kita cepat pulas
karena menghirup karbondioksida.

6 Fitoteknologi Terapan
Reaksi bolak balik tersebut hanya dipunyai tumbuhan, atau makhluk hidup yang
mempunyai khlorofi! (misalnya alga). Jumiah hasil reaksi bolak balik tersebut
adalah reaksi dari kanan ke kiri, yang menghasilkan karbohidrat sebagai glukose
(C6H1206); yang secara praktis visual menampakkan pertumbuhan tumbuhan.
Jika tumbuhan menampakkan kematian, itu pertanda jumiah hasil reaksi bolak
balik adalah reaksi dari kiri ke kanan-jadi, RTH adalah sekumpuian tumbuhan
hidup dengan resujtan fungsi sebagai penyerap karbondioksida.
Pada boks dasar kehidupan reaksi (5-1) juga terjadi pada
makhluk hidup Iain (manusia dan hewan), namun hanya bergerak
dari kiri ke kanan, yang menghasilkan karbondioksida. Dengan
reaksi sama dan hasil berbeda antara turnbuhan dan manusia, maka
segera kita dapat membuat hubungan antara besaran (luas) RTH dan
besaran (jumlah) penduduk. Hubungan itu• harus menjamin
karbondioksida keluaran manusia sepanjang hari (dan tumbuhan
pada hari gelap) dapat terserap tumbuhan pada hari terang. Dengan
demikian, konsep sentral RTH adalah fungsi penyerapan
karbondioksida yang dapat diperbandingkan dengan jumlah
penduduk.
Di Iuar boks dasar kehidupan, nMasalah lingkungan yang perlu
diselesaikan adaiah penyediaan kebutuhan air (nH20).

Fitostruktur Ruang Terbuka Hijau 7


Manusia membutuhkan sejumlah air dan sejumlah air yang sama
ditempatkan setimbang pada tumbuhan. Penggunaan air oleh manusia
berjalan fluktuatif waktu ke waktu. Fluktuasi penggunaan air Oleh
manusia digunakan untuk menghitung volume reservoir air. Fluktuasi
penggunaan air oleh manusia diikuti Oleh fluktuasi hasil
karbondioksida yang diserap tumbuhan. Dengan demikian fluktuasi
serapan karbondioksida Oleh tumbuhan dapat digunakan untuk
menghitung volume karbondioksida. Volume karbondioksida itu tidak
Iain adalah volume tumbuhan, atau secara praktik dinyatakan sebagai
RTH.
Esensi fungsi RTH adalah juga sebagai penyetimbang dan
penekan dampak aktivitas manusia di daratan dan dampak dinamika
lautan. Hubungan fungsional antara manusia, tumbuhan dan laut dapat
dinyatakan dalam pengembangan reaksi dasar kehidupan dengan
menambahkan unsur-unsur pencemar dan air secara setimbang, yang
menghasilkan reaksi lengkap dalám persamaan (5-2).

8 Fitoteknologi Terapan
5.3 SATUAN EMiSi KARBONDIOKSIDA OLEH MANUSIA
Reaksi (5-1) dari kiri ke kanan merepresentasikan penggunaan
sumber energi kimia (sebagai glukose) Oleh manusia. Dalam praktik, kita
menggunakan energi dari banyak sumber misalnya makanan dan bahan
bakar minyak. Semua bentuk sumber energi yang digunakan harus
dikonversi dulu menjadi satuan energi setara glukose. Berdasarkan
penelitian di berbagai tempat di dunia, secara umum diperoleh
kebutuhan energi untuk berbagai aktivitas kehidupan manusia adalah
rata-rata 34 Mj orangl hari-l . Satu molekul glukose menghasilkan energi
2,8 MJ. Jadi, satu orang setiap hari memerlukan energi setara 12 molekul
glukose, dan 1 molekul glukose mempunyai berat 180 g, sehingga
diperoleh berat glukose sebesar 2,2 kg glukose/ orang/hari. Penggunaan
energi sebesar itu diterapkan ke dalam reaksi (5-1) menghasilkan satuan
emisi karbondioksida (carbon dioxide emission unit: CEU) berikut ini:

CELI = 3,2 kg C02 orangl hari-l (5-3)

5.4 SATUAN ABSORPSI KARBONDIOKSIDA OLEH


TUMBUHAN
Reaksi (5-1) dari kanan ke kiri merepresentasikan penyerapan
karbondioksida Oleh tumbuhan. Dalam praktik, kita memerlukan banyak
sumber daya untuk mengetahui banyaknya serapan karbondioksida Oleh
tumbuhan, karena banyaknya ragam tumbuhan, tampilan lahan, dan
kondisi lingkungan. Namun demikian, berbagai studi di daerah tropika
dapat mencatat rata-rata serapan karbondioksida Oleh tumbuhan
(carbon dioxide absorption Unit: CAU) secara umum berikut ini:
CAU = 70 g C02 m2hari-l (54)

Fitostruktur Ruang Terbuka Hijau 9


Pembagian formuła (5-3) oleh formuła (5-4), CEU/CAU (gC02 orangl
hari-l ) / (gC02/luas RTH/hari) luas RTH/orang) tidak ciapał langsung dipakai
untuk menetapkan luas RTH. Sebab, kota mempunyai lahan tanpa
tumbuhan, perairan, dan udara di atasnya, yang kesemuanya dapat
menyerap karbondioksida.

5.5 VOLUME EMISJ KARBONDIOKSIDA OLEH MANUSIA


5.5.1 VOLUME RESERVOIR AIR
Volume emisi karbondioksida yang tersimpan di lingkungan
diperhitungkan setara dengan volume air yang tersimpan dałam reservoir
air. Kesetaraan tersebut dinyatakan dałam variabel jurnlah penduduk.
Karena iłu diperlukan dua perhitungan, yaitu volume resewoir air dan
korelasi antara völume emisi karbondioksida setara volume reservoir air dan
jumlah penduduk.
Merujuk bab 2, penggunaan air oleh manusia adalah. berfluktuasi tiap
jam dałam sehari. Deskripsi fluktuasi penggunaan air berdasarkan jumlah
penduduk diperoleh untuk daerah pedesaan berpenduduk kurang clari
100.000 jiwa (Gambar 5.1), kota sedang berpenduduk 500.000 jiwa (Gambar
5.2) dan perkotaan metropolitan berpenduduk lebih dari 1.000.000 jiwa
(Gambar 5.3). Kegunaan fluktuasi penggunaan air tersebut adalah untuk
menghitung volume reservoir air, yaitu jumlah luas bidang di bawah garis
penggunaan air fluktuatif jam dan di atas garis kebutuhan rata-rata harian
(Al, A2 dan A3). Volume reservoir yang sama diperoleh dengan cara
menjumlahkan luas bidang di bawah garis kebutuhan rata-rata harian dan di
atas garis penggunaan 'air fluktuatif jam (BI, B2 dan B3). Jadi, fluktuasi
penggunaan air adalah spesifik jumlah penduduk. Ciri pentingnya adalah
fluktuasi penggunaan air mendekati rata-rata kebutuhan air dengan
meningkatnya jumlah penduduk yang menggunakan air iłu. Konsekuensinya,
makin besar jumlah penduduk maka % volume air sehari yang ditampung
reservoir adalah makin kecil.

10 Fitoteknologi Terapan
Gambar 5.1 Fluktuasi penggunaan air untuk jumlah penduduk

G
ambar 5.2 Fluktuasi penggunaan air untuk jumlah penduduk sampai 500.000
jiwa

Fitostruktur Ruang Terbuka Hijau 11


Pada tahap ini telah diperoleh hubungan antara volume reservoir air
dan jumlah penduduk. Dalam satuan 0/0, volume reservoir adaiah makin
kecil dengan makin besarnya jumlah penduduk. Dalam satuan volumetrik
(misalnya m3), volume reservoir adalah makin besar dengan makin besarnya
jumlah penduduk. Kita buktikan berikut ini. Kebutuhan air rata-rata
penduduk adalah 200 L orang-I hari-1 . Penduduk pedesaan sejumlah
100.000 jiwa membutuhkan air sejumlah 20.000 rn 3 dan volume reservoir
37% x 20.000 rn 3 sebesar 7.400 m3. Penduduk perkotaan sejumlah
500.000 jiwa membutuhkan air sejumlah 100.000 m 3 dan volume reservoir
26% x 100.000 m3 sebesar 26.000 m3. Penduduk metropolitan sejumlah
1.000.000 jiwa membutuhkan air sejumlah 200.000 m 3 dan volume reservoir
17% x 200.000 m 3 sebesar 34.000 m3

12 Fitoteknologi Terapan
Gambar 5.3 Fluktuasi penggunaan air untuk jumlah penduduk lebih dari
1.000.000 jiwa

5.5.2 HUBUNGAN ANTARA VOLUME KARBONDIOKSIDA SETARA


VOLUME RESERVOIR AIR DAN JUMLAH PENDUDUK
Hubungan antara volume reservoir air dengan karbondioksida
didasarkan kepada postulat: fluktuasi penggunaan air oleh manusia akan
diikuti fluktuasi emisi karbondioksida dati aktivitas manusia (perhatikan
reaksi (5-2)), meskipun waktu kejadian emisi karbondioksida tiap jam
bergeser dari waktu penggunaan air. Dengan demikian, fluktuasi emisi
karbondioksida adalah• sama dengan fluktuasi penggunaan air; karena itu,
volume reservoir karbondioksida = volume reservoir air. Jika reserVoir air
terbuat dari beton atau baja, maka reservoir karbondioksida itu merupakan
ruang RTH. Kesetaraan besaran RTH yang ditentukan berdasarkan volume
reservoir menjadikan metode penetapan RTH disebut sebagai metode
kesetaraan penggunaan air (Water Equivalent method: WE method).
Volume reservoir karbondioksida (RTH) berfungsi menampung emisi
karbondioksida dari hasil aktivitas manusia. Sesuai dengan reaksi (5-2),
maka volume reservoir karbondioksida (RTH) = volume emisi karbondioksida
(volume of emitted carbon dioxide: VEC). Dengan tujuan untuk
mendapatkan formula akurat untuk hubungan VEC dan jumlah penduduk
maka dilakukan penelitian tambahan fluktuasi penggunaan air dengan
variabel jumlah penduduk dalam kisaran di bawah 500.000 orang. Hasil-
hasil fluktuasi penggunaan air tersebut diperlakukan sama dengan
perlakuan Gambar 5.1 — 5.3. Secara keselurúhan didapatkan hubungan
antara VEC dan jumlah penduduk pada Gambar 5.4 (bulatan putih adalah
hasil Gambar 5.1 — 5.3, bulatan hitam adalah hasil-hasil penelitian
tambahan).

Fitostruktur Ruang Terbuka Hijau 13


Gambar 5.4 Hubungan antara völume emisi karbondioksida dan jumlah
penduduk
Gambar 5.4 dibangun berdasarkan tinjauan seluruh emisi
karbondioksida hasil aktivitas penduduk diserap seluruhnya oleh tumbuhan,
yang menghasilkan formula:

Secara realistis, ekosistem kota terdapat komponen udara, air dan


tanah, yang keseluruhannya mampu menyerap karbondioksida. Oleh karena
itu, emisi karbondioksida hasil aktivitas manusia dapat disebarkan ke
seluruh komponen ekosistem kota. Tahapan berikut ini diperlukan untuk
memprediksi distribusi serapan emisi karbondioksida pada komponen
ekosistem kota.

14 Fitoteknologi Terapan
5.6 VOLUME ABSORPSI KARBONDIOKSIDA OLEH
TUMBUHAN
Kota adalah suatu ekosistem, yang dinamis dan dalam dinamikanya
selalu terjadi kesetimbangan (prinsip hukum kekekalan materi). Dengan
prinsip kesetimbangan dinamis, maka kota dapat direpresentasikan sebagai
model ekosistem kesatuan tanah, air, udara, dan tumbuhan (Soil, Water,
Air, and Plant: SWAP continuum) (Gambar 5.5). Seluruh komponen SWAP
mampu menyerap karbondioksida, sebagai volume absorpsi karbondioksida
(volume of absorbed carbon dioxide: VAC). Dalam kondisi kesetimbangan
emisi karbondioksida dan absorpsi karbondioksida, yaitu VEC = VAC
diperoleh hubungan berikut irii:
VEC = AsHs/AcHc+AwHw/AcHc+AaHa/AcHc +ApHp/AcHc (5-6)

A, H, s, w, a, p, dan c adalah notasi untuk area, ketinggian (atau


kedalaman), tanah, air, udara, tumbuhan dan kontinum. AsHs/AcHc adalah
proporsi tanah dalam menyerap karbondioksida dari seluruh komponen
SWAP selama sehari. AwHw/AcHc adalah proporsi air dalam menyerap
karbondioksida dari. seluruh komponen SWAP selama sehari. AaHa/AcHc
adalah proporsi udara dalam menyerap karbondioksida dari seluruh
komponen SWAP selama sehari. ApHp/ AcHc adalah proporsi tumbuhan
dalam menyerap karbondioksida dari seluruh komponen SWAP selama
sehari, dan dinyatakan sebagai volume karbondioksida yang diserap oleh
turnbuhan (VACp).

Fitostruktur Ruang Terbuka Hijau 15


Gambar 5.5 Kesatuan SWAP tanah, air, udara, turnbuhan
Kedalaman tanah yang mampu menyerap karbondioksida
dipertimbangkan sedalam zona akartumbuhan, yaitu 0,5 m. Kedalaman air
diperhitungkan untuk zona aerasi, yaitu 0, 1 m. Ketinggian udara
diperhitungkan rata-rata 5,0 m dari permukaan tanah. Tinggi kota (Hc)
adalah jumlah ketinggian dan kedalaman seluruh media, yaitu 5,6 m.
Pengaturan penyerapan karbondioksida tersebut dimasukkan ke dalam
formula (5-6) di mana besaran VEC telah diketahui pada formula (5-5), yang
menghasilkan:

[9P-o,3] = + VACp

Luas tanah (As) adalah luas kota (Ac) minus luas perairan (Aw). Luas
udara (Aa) adalah sama dengan luas kota (Ac). Dengan memasukkan
pengaturan luas tersebut maka diperoleh:
[9P-o,3] = (Ac +
VACp

16 Fitoteknologi Terapan
[9

Suku terakhir dapat diabaikan karena sangat kecil meskipun kita


menghadapi kota yang penuh perai ran, sehingga dapat disederhanakan
berikut ini:

5.7 FORMULASI LUAS RTH


Formula (5-7) menetapkan % volume karbondioksida yang diserap oleh
tumbuhan dari seluruh jumlah emisi karbondioksida ke lingkungan.
Penggabungan formula (5-3), (5-4) dan (5-7) tersusun menjadi satuan luas
RTH (greenspace unit: GU) sebagai berikut:

Formula (5-8) memberi pengertian bahwa makin banyak jumlah


penduduk kota maka kebutuhan satuan luas RTH adalah mengecit. Dengan
memasukkan jumlah penduduk (dalam jutaan orang) ke dalam formula (5-8)
diperoleh luas RTH (greenspace area: GA) dalam formula berikut ini:

Fitostruktur Ruang Terbuka Hijau 17


Formula (5-9) menjelaskan bahwa makin banyakjum lah penduduk kota
maka makin besar kebutuhan luas RTH. Contoh hasil perhitungan luas RTH
untuk berbagai kota di Indonesia diketengåhkan pada Tabel 5.1 , yang
dilengkapi dengan perhitungan proporsi luas RTH/luas kota. Hasil
perhitungan itu menunjukkan bahwa luas RTH/luas kota maupun luas RTH
tidak dapat digeneralisasi untuk diterapkan di semua kota.

Tabel 5.1 Luàs RTH untuk beberapa kota di Indonesia menggunakan

18 Fitoteknologi Terapan
5.8 SEBARAN RTH UNTUK SERAPAN KARBONDIOKSIDA
5.8.1 SEBARAN PADA BADAN AIR
Reaksi (5-1) tetap menjadi rujukan pengaturan sebaran RTH dalam
suatu kota setelah penetapan luas RTH. Ketersediaan air tidak boleh
menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan untuk menyerap karbondioksida.
Prinsip ini mengarahkan sebaran RTH seharusnya pada badan air; misalnya
sepanjang sungai, sekeliling lahan basah (waduk, danau) dan pantai.
Gambar 5.6 sebagai ilustrasi perencanaan ideał sebaran RTH sepanjang
badan air.

Gambar 5.6 Sebaran ideał R TH sepanjang badan air kota Surabaya


5.8.2 SEBARAN MEMBUJUR
Reaksi (5-1) berjalan baik dengan mengikuti energi penggerak reaksi.
Kinerja pertumbuhan tumbuhan adalah secara langsung dipengaruhi oleh
radiasi sinar matahari sebagai energi penggerak reaksi. Untuk memenuhi
paparan sinar matahari pada seluruh jalur tumbuhan, maka penyebaran
RTH secara maksimal seharusnya membujur pada arah lintasan utara-

Fitostruktur Ruang Terbuka Hijau 19


selatan. Gambar 5.7 sebagai ilustrasi perencanaan. sebaran ideal RTH
lintasan utara-selatan, yang ditambahkan pada ilustrasi sebaran badan air.

Gambar 5.7 Sebaran ideal RTH sepanjang badan air dan lintasan utara-
selatan kota Surabaya

5.8.3 SEBARAN TOPOGRAFIS BASIS MATAHARI


Jarak antara pusat matahari dan pusat bumi adalah tetap. Tetapi
ketebalan bumi dari pusatnya adalah berbeda, karena permukaan bumi
adalah tidak rata. Dengan demikian, jarak antara pusat matahari dan
permukaan bumi adalah berbeda. Perbedaan tersebut menghasilkan
perbedaan intensitas sinar matahari yang jatuh pada permukaan bumi.
Intensitas radiasi sinar matahari di dataran tinggi (sekitar 1,7 g.kal cm-2
menitl) adalah lebih tinggi dibanding di dataran rendah (sekitar 1,5 g.kal cm-
2 menitl ). Intensitas radiasi sinar matahari adalah faktor yang menentukan
proses fotosintesis, saat daun tumbuhan menyerap karbondioksida udara.
Dari sudut ini maka sebaran RTH seharusnya lebih luas di dataran tinggi
dibanding di dataran rendah.

20 Fitoteknologi Terapan
Sebaran RTH dataran tinggi lebih luas dibanding RTH dataran rendah
dinyatakan valid dari tinjauán intensitas radiasi Sinar matahari. llmu alam
tersebut mendukung anggapan tradisional dan praktik konvensional, bahwa
penghijauan di dataran tinggi dapat memaksimalkan masukan air hujan ke dalam
tanah. Efek perluasan RTH pada dataran tinggi tidak hanya menjamin
ketersediaan air tanah, tetapi juga mengurangi banjir di di bagian hilir. Gambar
5.8 adalah sebaran RTH ideal berdasarkan topografi, yang ditambahkan pada
sebaran badan air dan lintasan utara-selatan, yang secara keseluruhan menjadi
sebaran ideal RTH wilayah kota.

Gambar 5.8 Sebaran ideal RTH wilayah kota Surabaya


5.8.4 SEBARAN TOPOGRAFIS BASIS HUJAN
Sebaran RTH berdasarkan intensitas radiasi Sinar matahari didukung oleh
model sebaran RTH berdasar topografi permukaan bumi suatu kota. Sejumlah air
hujan (Qp) menjalani infiltrasi (Q) ke dalam tanah dan limpasan di permukaan
tanah (Qr). Jumlah air menguap ke atmosfer dan jumlah air yang digunakan
tumbuhan saat kejadian hujan dapat diabaikan, sehingga kesetimbangan jumiah
air dapat diturunkan sebagai berikut:

Fitostruktur Ruang Terbuka Hijau 21


(5-10)
Infiltrasi (Q) tergantung pada karakteristik profil tanah, yang dideskripsikan
sebagai berikut:
Formula Darcy dapat digunakan berikut ini:
(5-1 1)
Kemampuan profil tanah mengalirkan air . adalah ukuran permeabilitas
tanah (K), yang mempunyai besaran khas tempat (sitespecific value). I adalah
kehilangan tekanan air sedalam pengaliran dalam profil tanah. Av adalah luas
permukaan tanah penuh tumbuhanı atau luas RTH.
Limpasan air hujan (Q) tergantung karakteristik permukaan tanah, yang
dideskripsikan sebagai berikut:
Formula Manning untuk hidrolika saluran terbuka dapat dipakai berikut:

(5-12)
Karakteristik permukaan tanah dinyatakan sebagai konstanta kekasaran
muka tanah (n). Ah adalah luas muka horizontal limpasan air hujan. R adalah
radius hidrolik pada penampang muka horizontal limpasan air hujan. Kemiringan
tanah (S) adalah perbedaan tinggi tanah sepanjang tanah tertentu, yang tidak
lain adalah topografi.
Gabungan formula (5-11) sampai formula (5-12) menghasilkan formula
model sebaran RTH berdasar topografi, yaitu:
(5-13)
Banyak studi berkaitan dengan mitigasi air hujan menggunakan tumbuhan,
baik dalam sistem green roof maupun dalam sistem permukaan tanah (saluran
perairan, lahan hijau, lahan basah). Hasil studi menunjukkan bahwa limpasan air
hujan dalam RTH adalah

22 Fitoteknologi Terapan
K*l*Av = yang menghasilkan formula luas RTH berikut ini:
(5-14)

Av adalah luas RTH sebagai produk lebar (W) kota dan panjang kota (L),
yang sudah ditentukan pada penetapan GA = [29P0•7 — 3.2P] (km2) sesuai
formula (5-9). Demikian juga kemiringan topografi (S) kota adalah tertentu
secara alamiah.
Secara definitif telah diketahui bahwa Ah, R, dan n adalah khas tempat.
Ketiganya dapat dinyatakan sebagai konstanta al iran perm ukaan tanah, yang
diformulasikan sebagai faktor limpasan (fr) berikut ini:
fr = Ah*R2/3/n (5-15)

Demikian juga K dan I adalah khas tempat. Ke duanya dapat dinyatakan


sebagai konstanta aliran di dalam tanah, sebagai faktor infiltrasi berikut ini:
fi (I/K*I) (5-16)

Penyusunan kembali formula (5-15) dan formula (5-16) ke dalam formula (5-
14) menghasilkan formula luas RTH berdasar topografi berikut ini:
Av = (fr/fi)* S I/2 (5-1 7)
Formula (5-17) memperjelas perlakuan luas RTH, yaitu RTH makin luas sejalan
dengan kecuraman topografi kota. Secara realita, suatu luasan wilayah kota
mempunyai variasi ketinggian tanah; sehingga dalam menerapkan formula (5-17)
perlu dibuat zonasi topografi. Resultante dari selutuh zonasi topografi yang dibuat
adalah

Fitostruktur Ruang Terbuka Hijau 23


sama dengan topografi luas kota. Dengan demikian, luas
RTH tiap zona topografi adalah proporsional dengan topografi kota.
Contoh sederhana diberikan untuk kota Surabaya pada Gambar
5.9.
LuasRTHAvadalah52km2

Gambar 5.9 Penampang sebaramideal RTH topografis kota Surabaya

5.9 ATENUASI PENCEMARAN DARATAN


Pada bagian daratan dicirikan adanya tutupan lahan, baik
alamiah (misalnya berbagai bentuk lahan tumbuhan) maupun
buatan manusia (misalnya jalan dan bangunan). Tutupan lahan
alamiah umumnya berkurang akibat perkembangan aktivitas
penduduk dan pembangunan fisik. Peneliti telah mendokumentasikan
fakta hubungan antara peningkatan aktivitas kehidupan manusia dan
peningkatan pencemaran badan air. Untuk kebanyakan pencemar,

24 Fitoteknologi Terapan
tutupan lahan alamiah umumnya melepaskan beban terendah
pencemaran air permukaan dan tutupan lahan perkotaan
meiepaskan beban tertinggi pencemaran air permukaan; di antaranya
adalah tutupan lahan agrikultur.
Hubungan antara peningkatan beban pencemaran air
permukaan dan peningkatan aktivitas perkotaan adalah disebabkan
peningkatan tutupan lahan perkotaan buatan manusia. Peningkatan
tutupan lahan perkotaan mengakibatkan peningkatan sifat
impervious (tidak lolos air) tanah, yang dalam kondisi tersebut, aliran
air permukaan (limpasan air hujan, runoff) adalah lebih beşar
dibanding aliran resapan ke dalam tanah (infiltrası). Peningkatan
aliran permukaan itü membawa serta pencemar bersumber aktivitas
manusia dan peningkatan aliran juga menyebabkan erosi tanah,
yang menambah beban pencemaran pada badan air permukaan.
Peningkatan sifat impervious tanah menurunkan kemampuan
tanah untuk mengolah pencemar yang bersumber dari sistem
sanitasi setempat (on-site sanitation system). Sistem sanitasi
setempat adalah serangkaian fasilitas pembuangan air limbah di
tempat penghasilnya. Sebagai contoh adalah pembuangan air
[imbah dari aktivitas rumah menuju tangki septik dan keluaran
tangki septik diresapkan ke dalam tanah; keseluruhannya
berlangsung dalam batas pengelolaan penghuni rumah. Jadi, sistem
sanitasi setempat adalah teknologi bergantung permeabilitas
(mudah lolos air) tanah. Sampai saat ini, kebanyakan kota-kota di
Indonesia menggunakan sistem sanitasi setempat. Dengan
peningkatan pembangunan yang mengurangi tutupan lahan alamiah,
maka sistem sanitasi berpotensi melepaskan pencemar ke limpasan
air permukaan dan menuju ke badan air permukaan.
Contoh keterkaitan antara perubahan tutupan lahan perkotaan
dan pencemaran air permukaan diberikan untuk kota Surabaya.
Sebagai salah satu kota wilayah pesisir, sistem sanitasi yang ada
sampai saatini adalah sanitasi setempat. Selama 10 tahun berselang,
tutupan vegetasi lahan di bagian dataran tertinggi kota berkurang

Fitostruktur Ruang Terbuka Hijau 25


disebabkan perluasan permukiman dan aktivitas perkotaan lainnya
(Gambar 5.10).
Suatu pemantauan mutu air di muara sungai bagian utara kota
dilaksanakan selama Mei 2005 sampai April 2006 (Gambar 5.1 1).
Mutu zat organik muara sungai menunjukkaiT' peningkatan BOD dan
COD serta penurunan rasio BOD/COD. Penurunan rasio BOD/ COD
menunjukkan peningkatan tingkat toksisitas zat organik. Ke dua
gambar (Gambar 5.10 dan Gambar 5.11) menunjukkan kejelasan
adanya hubungan antara penurunan tutupan vegetasi pada bagian
hulu dan peningkatan pencemaran berikut toksisitas zat organik
dalam air permukaan pada bagian hilir.

1998 Hıjau: tutupanvegetaşi 2008

Gambar 5.10 Penurunan tutupan vegetasi bagian hulu

26 Fitoteknologi Terapan
May-05 Jun-05 Jul.05 Aug-OS Sep-05 Oct-05 Nov-OS Dec-Of Jan-06 Feb-06 Mar-06 Apr-06

Gambar 5. 11: Peningkatan pencemaran zat organik dalam air


permukaan bagian hilir
Atenuasi pencemaran daratan dapat dilaksanakan dalam RTH
lahan basah pesisir. Tumbuhan mampu menyerap COD lebih banyak
dibanding BOD, sehingga rasio BOD/COD menjadi turun dan air
limbah berubah tidak toksik. Secara ilustratif, kemampuan tumbuhan
mengolah BOD dan COD diketengahkan pada Gambar 5.12 dan akan
diperdalam lebih lanjut pada fitoteknologi pengolahan air limbah.

Gambar 5.12 Atenuasi pencemaran zat organik air permukaan oleh


RTH lahan basah

Fitostruktur Ruang Terbuka Hijau 27


Melihat kembaii Gambar 5.6, yang mencirikan kebutuhan RTH
lahan basah pesisir kota Surabaya guna mengikuti hukum alam,
maka keberadaannya sekaligus menjadi infrastruktur penurunan
pencemaran daratan.

5.10 ATENUASI TEKANAN ALAMIAH LAUTAN


Suatu model bersifat hipotesis adalah pendekatan yang dapat
dipakai untuk pencegahan dampak, yang sulit diketahui kejadiannya.
Pendekatan itu berlaku dari pengalaman kejadian yang pernah
terjadi, tetapi kejadian ke depan mungkin tidak akan sama seperti
sebelumnya. Secara pasti, kita tidak mungkin membuat pendekatan
berdasar penelitian saat kejadian berlangsung.
Model hipotesis ini dikembangkan berdasarkan prinsip hidrolika
saluran terbuka. Wilayah pesisir dipandang sebagai saluran air laut
yang sangat lebar saat terjadi gelombang tsunami. Persamaan
Manning (5-12) digunakan untùk analisis model hipotesis ini. Untuk
membandingkan pantai tanpa RTH dan pantai penuh RTH, maka
persamaan Manning disusun berikut:

hf/L = (5-18)
Parameter hidrolik (Vr*R2/3) adalah sama untuk ke dua macam
pantai, sehingga ditetapkan sebagai faktor konstan (fc). Dengan
demikian, persamaan (5-19) di bawah ini merupakan persamaan
untuk memprediksi jarak limpasan gelombang menuju daratan:
hf/L — n2fc2 (5-19)

Kekasaran permukaan pantai (n) tanpa RTH adalah setara


dengan kekasaran saluran licin, sebesar 0,05 (berdasarkan berbagai
sumber referensi hidrolika saluran terbuka). Dengan memasukkan
data hf dan L serta n, maka diperoleh fc2 pantai tanpa RTH sebesar 1
mm-l . Dengan tingkat proteksi yang mampu menghadapi tingkat
gelombang tsunami setara Aceh, maka besaran fc 2 adalah sebesar 1
mm-1 (pantai tanpa RTH), yang selanjutnya dipakai untuk pantai
28 Fitoteknologi Terapan
penuh RTH. Dengan demikian, persamaan pantai penuh RTH
berjarak L tegak lurus garis pantai adalah:
L = hf/n 2 (5-20)
Kekasaran permukaan pantai penuh RTH digunakan kekasaran
(n) saluran penuh rintangan, yang besarnya O. 15 (berdasarkan
berbagai sumber referensi hidrolika saluran terbuka). Untuk proteksi
tinggi gelombang setara tsunami Aceh, maka hf adalah sebesar 15
m. Dengan memasukkan n dan hf ke dalam persamaan (5-20), maka
lebar RTH tegak lurus garis pantai adalah 0,7 km (Gambar 5.13).

Gambar 5.13 RTH hipotesis untuk wilayah pesisir sebagai proteksi


gelombang tsunami
Tingkat gelombang tsunami yang mungkin terjadi adalah sulit
diprediksi. Karena itu diperlukan pengamanan penyediaan lebar RTH
Fitostruktur Ruang Terbuka Hijau 29
sampai 1 km sepanjang wilayah pesisir. Jika terjadi tsunami maka
luasan RTH dapat saja hancur, namun kecepatan gelombang menuju
daratan akan di"rem" tumbuhan, sehingga penjelajahan gelombang
ke daratan hanya sampai 1 km. Ini berarti, ketersediaan RTH pesisir
dapat memproteksi wilayah pesisir selebar 5 km/6 km ( — 83%) dari
kejadian serupa tsunami Aceh.

5.11 PENERAPAN RUANC TERBUKA HIJAU


5.11.1 PETA PERINGKAT FUNGSI EKOLOGIS RTH
Pemetaan RTH untuk suatu kota diperlukan untuk mendapatkan
informasi fungsi ekologis RTH yang ada. Fungsi ekologis RTH
terpenuhi apabila peta RTH mendeskripsikan ciri berikut ini:
1) Sebaran luas RTH adalah proporsional dengan jumlah
penduduk (atau kepadatan penduduk).
a. Peringkat luasan RTH tiap bagian kota (kecåmatan,
kelurahan, dan di bawahnya) adalah proporsional dengan
kepadatan penduduk. Makin besar kepadatan penduduk
makin luas ketersediaan RTH.
b. Demikian juga untuk peringkat iuasan RTH tiap kawasan
berbagai kegiatan industri dan komersial dapat digunakan
kepadatan jumlah fasilitas. Makin banyak fasilitas dalam
suatu kawasan makin luas ketersediaan RTH.
c. Formulasi peringkat menggunakan persamaan (5-9): GA
[29PU7 - 3.2P] (km).
2) Sebaran luas RTH adalah proporsional dengan topografi.
a. Dataran tertinggi seharusnya mempunyai luasan RTH terluas
dan menurun sejalan dengan kelandaian wilayah.
b. Formulasi peringkat menggunakan persamaan (5-17): Av =
(fr/fi)* SID

30 Fitoteknologi Terapan
3) Sepanjang badan air termasuk pesisir. Peringkat tertinggi adalah
ketersediaan RTH pada semua badan air yang ada. Secara kuantitatif,
peringkat ini dapat dihitung berdasarkan jumlah dan panjang sungai, jumiah
dan luas lahan• basah, serta panjang pesisir suatu wilayah.
4) Sebaran arah mata angin. Arah sebaran RTH utara-selatan adalah terbaik
dan peringkat menurun searah jarum jam; di mana sebaran RTH timur-barat
adaåah terburuk.
Dengan pemetaan fungsi ekologis RTH di atas, maka pemanfaatannya adalah
ditujukan untuk:
1) Pengembangan baru kawasan permukiman dan aktivitas industri maupun
komersial. Kawasan direncanakan berdasarkan ke-4 ciri fungsi ekologis RTH.
2) Intensifikasi perlakuan tertentu pada RTH yang ada (sub-bab 15.2.2). Hal ini
diarahkan untuk kota/kawasan yang sudah terbangun di mana ciri fungsi
ekologis RTH tidak terpenuhi sama sekali. Perlakuan RTH ini juga sangat
dianjurkan untuk pengembangan RTH baru.
5.11.2 PERLAKUAN RTH YANG ADA
Untuk suatu kota.yang infrastrukturnya sudah terbangun maka jalur hijau
maupun RTH yang ada tetap dipertahankan. Pendekatan solusi untuk
memperbaiki kondisi fungsi ekologis RTH adalah perlakuan peremajaan pohon
dalam bentuk Gambar 5.14, yaitu:
1) Pemangkasan bagian daun secara selang seling antar sekumpulan pohon.
Bagian terpangkas secara cepat tumbuh tunas baru untuk meningkatkan
kapasitas asimilasi karbondioksida.
2) Penanaman tumbuhan baru secara zig-zag diantara pohon yang ada.
Ke dua bentuk tersebut akan membentuk tajuk kasar dan bidang daripada
bentuk garis. Dengan perlakuan tersebut, RTH berfungsi untuk:
1) Memberikan peluang maksimal bagi intersepsi sinar matahari (termasuk
didalamnya paparan, transmisi, pantulan sinar antar pohon). Kondisi ini
sangat menguntungkan untuk ketersediaan energi proses fotosintesis.
2) Menghasilkan al iran turbulensi udara, yang mengangkat pencemar udara
ke atas melebihi ketinggian pohon dan di atas zona hirupan manusia.

Fitostruktur Ruang Terbuka Hijau 31


3) Membelokkan arah angin dan mengurangi tekanan pada pohon, sehingga
pohon-pohon tidak mudah tumbang terutama untuk antisipasi musim
penghujan.

Gambar 5.14 Perlakuan peremajaan pohon


5.11.3 PENGEMBANGAN RTH MIKRO
Konsep fungsi ekologis RTH sebagai penyerap dioksida diperdalam untuk
penerapan RTH skala mikro. Konsep tersebut dapat direalisasikan melalui cara:
1) Penataan struktur jaringan jalan sebaiknya diatur dalam arah sudut mata
angin dan seminimal mungkin mengarah timur-barat. Bila mungkin jaringan
jalan tertata dalam arah utara-selatan. Bangunan-bangunan yang menghadap

32 Fitoteknologi Terapan
arah barat harus mendapat spasi lahan yang mencukupi untuk penempatan
jajaran pohon bertajuk kasar sesuai Gambar 5.14. Hal itu terutama untuk
perlindungan dari sengatan sinar matahari sore.
2) Median jalan utama diperuntukkan untuk RTH, yang sekaligus menjadi
sarana pengeringan air hujan secara fitodrainase.
3) Jalan bagi pejalan kaki, pepohonan sekaligus menjadi kanopi naungan sinar
matahari.
3) Intensifikasi RTH bangunan gedung bertingkat, kawasan aktivitas
berpenghasilan karbondioksida tinggi antara lain terminal bus, stasiun kereta
api, terminal bahan bakar minyak skala besar dan kecil (pompa bensin) dan
sejenisnya.
4) Intensifikasi penggunaan bahan bangunan permeabel (misalnya paving
stone). Bahan permeabel sangat penting dan diperlukan pada skala mikro
tumbuhan (bagian alar). Sebab fitoproses termasuk proses dalam zona akar
yang melibatkan mikroba. Permeabilitas tanah mendukung kondisi aerasi
untuk proses mikrobial berbagai zat dapat dieliminasi. Di samping itu,
permeabilitas tanah mendukung kemampuan fisik tanah dalam penguatan
tegakan pohon dan drainase air hujan setempat.
5.11.4 KERAGAMAN HAYATI
Jenis tumbuhan adalah bukan aspek penentu dalam fungsi ekologis RTH.
Berbagai ragam jenis tumbuhan adalah justru dianjurkan untuk mengakomodasi
berbagai ragam fungsi tempat. Penting menjadi perhatian adalah ragam
tumbuhan berdasarkan fitogeografi, yaitu turnbuhan sesuai daerah asalnya seperti
tumbuhan pantai, tumbuhan lahan basah, tumbuhan dataran rendah, sedang dan
dataran tinggi. Ragam tumbuhan yang ada setempat (native plants) sudah adaptif
pada kondisi yang ada dan dapat tumbuh berkelanjutan, di samping praktis.
Keragaman tumbuhan dapat dipilihkan untuk berbagai ragam fungsi
tempat. Fungsi tempat antara lain: penaungan, penghaåang, pengendali iklim,
penahan erosi dan estetika. Keragaman tumbuhan dapat dipilihkan dari
kategori profil tumbuhan, yaitu:

1) Tumbuhan tidak berkayu, yang mencakup:

Fitostruktur Ruang Terbuka Hijau 33


a. Tumbuhan herba dan rumput-rumputan. Tumbuhan tak berkayu ini dapat
berdiri tegak dan banyak ragamnya. Beberapa contoh adalah turnbuhan
paku-pakuan, kaktus> Iidah buaya, dan berbagai jenis rumput.
b. Tumbuhan merambat dan menggantung. Tumbuhan ini tidak berkayu
sehingga fleksibel merambat atau menggantung pada media lain.
Beberapa•contohnya adalah tumbuhan alamanda dan air mata pengantin.
2) Tumbuhan berkayu, yang meliputi:
a. Tumbuhan semak batang seragam pendek. Ciri tumbuhan ini adalah
sekumpulan batang berukuran seragam dan tinggi kurang dari 6 m.
Beberapa contoh adalah turnbuhan barnbu hïas dan sansivera.
b. Tumbuhan perdu berkayu pendek. Turnbuhan ini mempunyai tinggi
di bawah 6 m, batang kaku namun. kuat untuk menopang bagian-bagian
tumbuhan. Beberapa contohnya adalah tumbuhan kernbang sepatu,
bougenvile, nusa indah dan bunga matahari.
c. Tumbuhan pohon berkayu tinggi. Pada umumnya tumbuhan ini
mempunyai batang tunggal dan tinggi minimal 6 m. Beberapa contoh
adalah pohon flamboyah, cemara, angsana dan mengkudu.
Seiain itu, keragaman tumbuhan dapat dipilihkan dari kategori• tampilan
tajuk dan kanopi daun, yaitu:
1) Tumbuhan bertajuk kolom (misalnya keben), payung (misalnya kamboja), segi
tiga (cemara), berlapis (misalnya cemara norflok) dan tidak
beraturan (bougenvile).
2) Kerapatan massa transparan (antara Iain flarhboyan dan cemara angin), sedang
(antara Iain angsana dan akasia), massif (antara laih beringin dan cemara).

5.12 RINGKASAN

34 Fitoteknologi Terapan
1) Air dan energi yang disediakan lingkungan digunakan untuk menjalankan
berbagai kegiatan penduduk. Penggunaan air dan energi menghasilkan
karbondioksida yang lepas ke lingkungan. Lepasan (emisi) karbondioksida
dapat diserap oleh udara, air, tanah dan tumbuhan. Sekumpulan tumbuhan
sebagai penyerap karbondioksida dipandang sebagai ruang terbuka
hijau (RTH).
2) Pemenuhan kebutuhan air secara berkelanjutan memerlukan sejumlah
volume reservoir air. Jadi, pada Sisi masukan lingkungan, penduduk
memerlukan reservoir sebagai penyimpan air; dan pada Sisi keluaran
lingkungan, penduduk memerlukan RTH sebagai penyerap karbondioksida.
Satuan luas RTH dihitung menggunakan formula GIJ = [29P- 0•3 — 3,2]
(m20rangl) dan luas RTH menggunakan formula GA = [29P 0•7 — 3.2P] (km2); di
mana jumlah penduduk P dinyatakan dalam satuan jutaan jiwa. Berdasarkan
formula tersebut, luas RTH tidak dapat digeneralisasi untuk semua kota.
3) Penetapãn sebaran RTH untuk memaksimalkan penyerapn
karbondioksida diperlukan upaya maksimal dalam penyediaan RTH searah
lintasan utara-selatan, pada daerah topografi tinggi, dan sepanjang badan air.

4) Penetapan sebaran RTH semaksimal mungkin pada topografi tinggi untuk


mengurangi masalah banjir daerah hilir.
5) RTH merupakan infrastruktur biologis prasarana kota untuk mengolah air
tercemar.
6) RTH pesisir membuat kekasaran permukaan tanah, yang dapat menjadi
"rem" perjalanan limpasan air dari bencana berasal dinamika lautan.
7) RTH yang telah ada dapat dipertahankan, namun perlu diikuti intensifikasi
pengembangan sesuai prinsip luasan dan sebaran RTH untuk mencapai fungsi
ekologis.

DAFTAR PUSTAKA
Samudro, G. and Mangkoedihardjo, S., 2006. Water equivalent method for city
phytostructure of Indonesia. International Journal of Environmental Science

Fitostruktur Ruang Terbuka Hijau 35


and Technology, 3 (3), 261-267. Open access: www.ceers.org
Mangkoedihardjo, S. 2007. Topographical Assessment for
Phytostructure Distribution. Trends in Applied Science Research, 2 (1): 61-
65. Open access: www.academicjournals.net
Mangkoedihardjo, S. 2007. The Significance of Greenspace in Coastal
Area of Indonesia. Global Journal of Environmental Research, 1
(3): 92-95. Open access: www.idosi.org
Mangkoedihardjo, S. 2007. Phytotechnology Integrity in Environmental San itation
for Sustainable Development. Journal ofApplied Sciences Research, 3 (1 0):
1037-1044. Open access: www.insinet.net
Mangkoedihardjo, S. 2008. Coastal Greenspace for Depollution of Inland
Sanitation Practices and Sea-based Sources. International Conference 2008,
International conference on Sustainable Environmental Technology and
Sanitation for Tropical Region, Sepuluh Nopember Institute of Technology,
Surabaya, 19th November 2008, Keynote Lecture IX.
Mangkoedihardjo,S.2008. Penerapanfitoteknologidalampengembangan ruang
terbuka hijau. Dalam Departemen Pekerjaan Umum: Konstruksi Indonesia
2008, Gagasan, Teknologi dan Produk Konstruksi Berkelanjutan Karya Anak
Bangsa. Hal: 21-46.

36 Fitoteknologi Terapan

Anda mungkin juga menyukai