Makalah Kel.7 - Stilistika V-E
Makalah Kel.7 - Stilistika V-E
Diajukan sebagai salah satu syarat kelengkapan tugas presentasi kelompok untuk
Mata Kuliah Stilistika yang diampu oleh:
Dr.HR. Edi Komarudin, M.Ag
Oleh Kelompok 7:
Siti Nur Harisah (1205020180)
Sultonil Hakim (1205020183)
SEMESTER V-E
Puji serta syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. Karena tak
lepas dari rahmat dan hidayah-Nya makalah ini dapat kami selesaikan.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada junjungan alam Nabi
Muhammad Saw. Kepada keluarganya, para sahabatnya serta para tabi’it
tabi’innya hingga kita sebagai umatnya. Aamiin.
Di dalam makalah ini dipaparkan mengenai unsur-unsur yang
membentuk stile dilihat dari berbagai aspek, diantaranya bunyi, leksikal,
gramatikal, kohesi, pemajasan, penyiasatan struktur, dan citraan. Semua
aspek ini bersama-sama membentuk stile sebagai ciri khas dari
penuturnya. Pembahasan aspek ini akan dideskripsikan secara lebih
lengkap, mencakup seberapa penting kedudukan aspek-aspek ini
terhadap stile.
Pembuatan makalah ini tentunya bukanlah sekali jadi. Banyak
pihak yang telah membantu dan terus memotivasi kami sehingga makalah
ini bisa rampung. Kami mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya
pada dosen pengampu mata kuliah stilistika, Bapak Dr. H. Edi Komarudin,
M.Ag. atas semua dukungannya. Juga pada rekan-rekan kelas yang telah
menyemangati kami.
Makalah ini pun masih jauh dari sempurna. Banyak lubang di
sana-sini yang harus ditambal. Semoga makalah ini menjadi salah satu
motivasi untuk pembaca agar mencari tahu lebih banyak lagi dari sumber
yang lebih relevan lagi agar pemahaman mengenai stilistika, termasuk di
dalamnya unsur stile ini, semakin banyak dan mumpuni. Kiranya sekian
dari kami. Atas segala kekurangannya kami mohon maaf. Dan atas segala
perhatiannya kami haturkan terima kasih banyak.
i
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I.................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2
BAB II................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
2.1. Unsur Stile – Bunyi...................................................................................3
2.1.1 Pentingnya Aspek Bunyi...........................................................................4
2.1.2 Persajakan...............................................................................................4
2.1.3 Irama........................................................................................................5
2.1.4 Nada dan Suasana...................................................................................6
2.1.5 Langkah Kajian Unsur Stile Bunyi............................................................6
2.2. Unsur Stile – Leksikal...............................................................................6
2.2.1 Pentingnya Aspek Leksikal.......................................................................7
2.2.2 Kata dalam Puisi......................................................................................7
2.2.3 Kata dalam Prosa-Fiksi............................................................................7
2.2.4 Langkah Kajian Stilistika Unsur Stile Leksikal..........................................8
2.3. Unsur Stile – Gramatikal...........................................................................8
2.3.1 Pentingnya Aspek Gramatikal..................................................................8
2.3.2 Langkah Kajian Stilistika Unsur Gramatikal..............................................9
2.4. Unsur Stile – Kohesi...............................................................................10
2.5. Unsur Stile – Pemajasan........................................................................12
2.6. Unsur Stile – Penyiasatan Struktur.........................................................15
2.7. Unsur Stile – Citraan..............................................................................17
BAB III................................................................................................................ 20
PENUTUP........................................................................................................... 20
3.1 Kesimpulan...............................................................................................20
ii
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
konkret dalam penggunaannya. Seperti yang dikatakan ahli, bahwa stile
merupakan sebuah kemenyeluruhan yang artistik.
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.1.1 Pentingnya Aspek Bunyi
Bahasa tulis yang sepintas seperti tidak ada unsur bunyi
sebenarnya terdapat unsur bunyi di dalamnya. Aspek bunyi itu
dapat dikenali dari fonem vokal dan konsonan juga gabungan
keduanya. Dalam penulisan puisi, aspek bunyi merupakan aspek
yang sangat diperhitungkan dalam seleksi kata. Teks puisi
berwujud bahasa tulis, namun secara jelas menunjuk pada bunyi
tertentu. Bunyi yang tidak diucapkan itu akan lebih jelas ketika
pembacaan puisi.
Persoalan yang muncul kemudian adalah hal-hal apakah yang
perlu dikaji ketika mengkaji unsur bunyi sebagai kajian stilistika.
Jawaban atas persoalan itu berkaitan dengan masalah sarana
kepuitisan apa saja yang dapat dipergunakan, disiasati dan
didayakan untuk menghasilkan bunyi yang indah, yang memiliki
efek keindahan, efek kepuitisan, pada sebuah puisi. Seperti
persajakan, irama, orkestrasi, dan fungsi-fungsi bunyi yang lain.
2.1.2 Persajakan
Persajakan merupakan permainan bunyi kata yang berangkat dari
prinsip repetisi dengan tujuan memperindah suara yang dihasilkan.
Kemunculan pengulangan bunyi itu memang disengaja, yaitu
sengaja memilih pilihan kata tertentu yang memiliki kesamaan
bunyi namun tidak juga mengabaikan makna.
Slamet Mulyana (1956 dalam Nurgiantoro, 2014:155) berpendapat
bahwa persajakan merupakan pola estetika bahasa yang
berdasarkan ulangan suara yang diusahakan dan dialami dengan
kesadaran. Disebut pola estetika karena kehadirannya dalam puisi
bertujuan untuk keindahan. Sementara perulangan kata dalam
persajakan merupakan perulangan yang memang sengaja
dihadirkan, bukan karena kebetulan mirip.
Pengulangan bunyi berbeda dengan pengulangan kata. Istilah
pengulangan bunyi mengandung makna adanya kesamaan bunyi
4
pada kata-kata yang berbeda. Bentuk pengulangan juga terdapat
dalam fonem tertentu. Bisa pada vokal, konsonan. Atau urutan
vokal konsonan yang membentuk bunyi tertentu. Itu sebabnya
persajakan bisa hadir di awal, tengah, akhir. Bentuk pengulangan
fonem konsonan disebut alitrasi, sedang pengulangan vokal
disebut asoonansi. Kemampuan untuk membangkitkan bunyi yang
mirip pada kata-kata yang lain secara ekspresif dalam persajakan
disebut dengan daya evokasi.
2.1.3 Irama
Selain persajakan, efek kepuitisan juga bisa dihasilkan dari
keritmisan bunyi, melodius, orkestrasi. Susunan kata dalam larik-
larik puisi mampu membangkitkan suara yang ritmis, melodis, dan
indah seperti nyanyian. Itulah yang dikatakan dengan irama.
Irama dalam bahasa adalah pergantian turun naik, panjang pendek,
keras lembut ucapan bunyi secara teratur, atau pengulangan frase
secara teratur di antara larik-larik.
Seperti halnya rima (persajakan), irama juga dihadirkan dengan
sengaja. Unsur rima dan irama juga dapat diperoleh dari kata-kata
yang sama. Irama juga ada kaitannya dengan tekanan kata. Dalam
irama terdapat dua aspek, yaitu ritma dan metrum (rhyme and
metre), irama dan tekanan. Irama yang enak yang dihasilkan dari
sebuah puisi lewat asonansi dan alitrasi akan menghasilkan bunyi
orkestrasi. Bunyi orkestrasi sendiri artinya mirip orkestra. Lazimnya
terbentuk dari keteraturan sajak alitrasi dan asonansi yang
menimbulkan bunyi yang merdu yang disebut dengan efoni.
Sementara kebalikannya disebut dengan kakafoni, atau efek yang
merusak, menghadirkan bunyi yang tidak teratur, tidak merdu dan
tidak melodis. Namun terkadang kakafoni juga dibutuhkan. Ketika
selalu dihadapkan dengan hal yang serba teratur, ritmis, melodis
dan merdu, munculnya sesuatu yang kontra justru membuat
semakin menarik.
5
2.1.4 Nada dan Suasana
Dalam puisi, setiap katanya jika didayakan dengan tepat, bunyi-
bunyi tertentu pada kata-kata tertentu akan mampu membangkitkan
nada dan suasana atau rasa tertentu. Nada adalah sikap yang
ditunjukkan oleh penyair (implisit) terhadap masalah yang
dikemukakan atau terhadap pembaca (implisit), sedang suasana
adalah keadaan yang melingkupinya.
6
percakapan sehari-hari, bahasa percakapan, bukan bahasa tulis
(Chaer & Agustina, 2010: 67).
7
2.2.3 Kata dalam Prosa-Fiksi
Dunia fiksi memang dibangun, diabstraksikan, dihadirkan dan
ditafsirkan lewat kata-kata. Namun berbeda dengan puisi. Peran
kata dalam prosa-fiksi tidak begitu penting. Dengan kata lain, jika
sebuah karya fiksi kurang baik pilihan katanya maka ini tidak sefatal
jika terjadi puisi. Fiksi pun dibangun atas banyak unsur. Aspek kata
hanya bagian dari unsur stile, dan stile hanya salah satu komponen
dalam fiksi yang sama-sama menghadirkan keseluruhan cerita.
8
bahasa termasuk ragam bahasa sastra. Aspek ide, gagasan,
informasi, atau muatan makna dikemas dalam bahasa yang secara
konkret berupa deretan kata yang disusun sesuai dengan sistem
struktur gramatikal bahasa. Sehingga jika dilihat dari kepentingan
stile, kalimat lebih penting dan bermakna daripada sekedar kata
walau pendayaan kata dalam kalimat dalam banyak hal juga
dipengaruhi oleh susunan katanya. Untuk menjadi sebuah kalimat
yang bermakna, hubungan sintagmatik kata-kata tersebut harus
gramatikal sesuai dengan sistem tata bahasa yang bersangkutan.
Dalam berbagai penuturan, dalam berbagai ragam bahasa, aspek
stile yang berbentuk unsur sintaksis sering dikreasikan sedemikian
rupa agar penuturan menjadi menarik, tidak monoton, dan tidak
membosankan sehingga muatan makna yang disampaikan mudah
dipahami. Intinya, kebebasan mengreasikan aspek bahasa, aspek
sintaksis, tetap saja terikat oleh karakteristik ragam bahasa. Ketika
menulis puisi, fiksi, karya ilmiah atau laporan jurnalistik, meskipun
penulisnya sama, ia tetap saja terikat oleh karakteristik tiap ragam
bahasa tersebut.
Untuk mencapai efek keindahan struktur dalam penulisan teks-teks
kesastraan, pengarang memiliki kebebasan penuh, bahkan sampai
pada adanya penyimpangan kebahasaan termasuk penyimpangan
struktur kalimat. Dalam stile bahasa sastra, penyimpangan
dianggap hal yang wajar dan sering terjadi. Misalnya pembalikan,
permutasi, pemendekan, pengulangan, penghilangan unsur
tertentu, dll. Kesemua ini di sebut dengan pengedepanan
(foregrounding).
9
diambil karakteristik jenis tertentu yang terlihat dominan
dalam teks.
2. Identifikasi unsur struktur yang telah ditetapkan.
3. Deskripsikah hasil telaah unsur sintaksis tersebut.
4. Jelaskan dan tafsirkan peran dan fungsi tiap bentuk struktur
yang dijadikan fokus kajian sebagaimana terlihat pada
penyajian data dalam mewarnai dan membangkitkan efek
keindahan.
10
(unsur semantik). Keterkaitan antarkalimat tersebut akan
membentuk kesatuan makna yang kita kenal dengan istilah kohesi.
Alwi, dkk (2003, dalam Nurgiantoro, 2014:195) menyebutkan
bahwa kohesi merupakan hubungan perkaitan antarproposisi yang
dinyatakan secara eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan
semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk wacana.
Di pihak lain, koherensi adalah hubungan yang logis antar bagian
struktur kalimat dan wacana, kepaduan makna antar bagian dalam
sebuah penuturan baik secara eksplisit maupun implisit. Misal pada
kalimat, “Mengapa Setadewa membenci orang-orang Indonesia? Ia
mencintai ibunya”. Kedua kalimat tersebut tampak memiliki
hubungan kekohesifan karena adanya kata ganti ia yang merujuk
pada Setadewa. Namun keduanya tidak koheren, tidak runtut
karena kalimat kedua bukan merupakan jawaban dari kalimat
pertama. maka wacana tersebut bukanlah wacana yang baik.
11
tetapi. Lalu juga ada kata mereka yang jika dilihat memiliki kohesi
linear atau sambungan (linkage) dan juga rujuk silang (cross-
reference).
Kohesi rujuk silang memungkinkan terjadinya hubungan perkaitan
antarkalimat dalam suatu wacana lewat pengulangan makna atau
pengulangan acuan. Kohesi rujuk silang terdiri atas beberapa
bentuk, di antaranya: pengacuan, substitusi, elipsis, pengulangan
formal dan variasi elegan.
Pengacuan biasa menggunakan bentuk kata ganti orang (pronoun),
deiksis (deictics), dan penggunaan definite articles seperti kata the
dalam bahasa Inggris. Substitusi adalah penggantian suatu bentuk
struktur atau leksikal dengan bentuk leksikal yang mengacu pada
referen yang sama. Sementara elipsis adalah pengurangan atau
penyingkatan satuan struktur bahasa yang dapat dimunculkan
kembali dalam pemahamannya. Elipsis digunakan untuk efektivitas
dan efisiensi berbahasa. Pengulangan formasi juga sering disebut
sebagai pengulangan ekspresif karena mampu membangkitkan
kesan ekspresif. Gaya repetisi dan anafora adalah contoh dari
pengulangan formasi ini. Variasi elegan juga berupa pengulangan
namun menggunakan kata-kata yang berbeda dengan acuan yang
sama.
12
2.5. Unsur Stile – Pemajasan
Pemajasan (figurative language, figures of thought) merupakan
teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan, yang maknanya
tidak menunjuk pada makna harfiah kata-kata yang
mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan atau
makna yang tersirat. Bentuk-bentuk pemajasan antara lain sebagai
berikut.
13
2.6.2 Majas Pertentangan
Majas pertentangan yaitu majas yang mengungkapkan sesuatu
maksud tetapi dengan pernyataan yang bertentangan. Majas yang
termasuk dalam jenis majas pertentangan yaitu:
a. Majas Paradoks, yaitu majas yang mengemukakan hal yang
seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya tidak karena
objek yang dikemukakan berbeda. Contoh: Di tempat ramai
begini, hatiku terasa sepi.
b. Majas Antithesis, yaitu pengungkapan dengan kata-kata
yang saling bertentangan. Contoh: Tua muda, besar kecil.
c. Majas Kontradiksi Interminis, yaitu gaya bahasa yang
memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan apa
yang telah dikemukakan sebelumnya. Contoh: Yusuf
mengundang semua temannya, kecuali Sahli.
14
Majas penegasan yaitu majas atau pernyataan yang digunakan
untuk mempertegas pernyataan yang dinyatakan. Ada beberapa
majas jenis ini, yaitu:
a. Majas Klimaks, yaitu majas atau cara mengemukakan suatu
ide atau keadaan dengan mengurutkan dari tingkat yang
lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Contoh: Jangankan
satu orang, sepuluh orang, atau pun 100 orang akan saya
hadapi tanpa rasa takut asalkan saya benar.
b. Majas Antiklimaks, yaitu suatu pernyataan yang disusun
secara berurutan dari yang paling tinggi, makin menurun,
dan makin menurun sampai kepada yang paling rendah.
Contoh : Jangankan seratus ribu, sepuluh ribu, seribu,
bahkan seratus rupiah pun aku tak sudi mengeluarkan uang
untuk membeli barang haram.
c. Majas Pleonasme, yaitu suatu cara memperjelas maksud
dengan cara menggunakan kata berlebih. Contoh : Kita
harus dan wajib untuk saling menghormati.
d. Majas Repetisi atau pengulangan yaitu suatu cara
memperkuat makna atau maksud dengan mengulang kata
atau bagian kalimat yang hendak diperkuat maksudnya
tersebut. Contoh : Untuk mencapai cita-citamu itu, satu hal
yang harus kau ingat adalah belajar, belajar, dan sekali lagi
belajar.
15
pemajasan, namun keduanya dapat digabungkan dalam sebuah
struktur (Nurgiyantoro, 2014:245-246).
2.6.1 Repetisi
Penyiasatan struktur yang banyak ditemukan dalam teks sastra
adalah repetisi. Repetisi adalah bentuk pengulangan baik berupa
pengulangan bunyi, kata, bentukan kata, frase, kalimat, maupun
bentuk lain yang bertujuan memperindah penuturan. Bentuk-bentuk
repetisi dapat mencakup berbagai unsur kebahasaan. Misal: bentuk
repetisi, paralelisme, anafora, polisindenton, dan asindenton
(Nurgiyantoro, 2014:247).
2.6.2 Pengontrasan
Gaya pengontrasan atau pertentangan adalah suatu bentuk gaya
yang menuturkan sesuatu secara berkebalikan dengan sesuatu
yang disebut secara harfiah. Hal yang dikontraskan dapat berwujud
fisik, keadaan, sikap dan sifat, karakter, aktivitas, kata-kata, dan
lain-lain tergantung konteks pembicaraan. Berwujud majas
hiperbola, litotes, ironi dan sarkasme (Nurgiyantoro, 2014:260).
16
Misalnya, gaya pertanyaan retoris, klimaks, antiklimaks, antitesis,
dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2014:271).
Pertanyaan retoris menekankan pengungkapan tentang gagasan
atau sesuatu dengan menampilkan semacam pertanyaan yang
sebenarnya tidak menghendaki jawaban. Pertanyaan yang
dikemukakan telah dilandasi oleh asumsi bahwa hanya terdapat
satu jawaban yang mungkin, di samping penutur juga
mengasumsikan pembaca telah mengetahui jawabannya.
Dimaksudkan untuk membangkitkan efek retoris yang mengena
sekaligus untuk melibatkan pembaca atau pendengar baik secara
rasional maupun emosional (Nurgiyantoro, 2014:271).
17
Citraan merupakan suatu bentuk penggunaan bahasa yang mampu
membangkitkan kesan yang konkret terhadap suatu objek,
pemandangan, aksi, tindakan, atau pernyataan yang dapat
membedakannya dengan pernyataan atau ekspositori yang abstrak
dan biasanya ada kaitannya dengan simbolisme (Baldic, 2001: 121-
122). Terbangkitkannya kesan konkret itu terjadi di rongga
imajinasi, di benak kita. Artinya, kesan atau gambaran itu hanya
terjadi di pikiran yang bersifat mentalistik dan tidak benar-benar
konkret.
Usaha pengonkretan sesuatu yang abstrak menjadi (seolah-olah)
konkret lewat bentuk-bentuk citraan, tidak berbeda hanya dengan
pendayaan pemajasan dan penyiasatan struktur, adalah sebuah
upaya untuk lebih mengefektifkan penuturan itu. Lewat
penggunaan bentuk-bentuk citraan, sesuatu yang dituturkan
menjadi lebih konkret, mudah dibayangkan, mudah diimajinasikan,
dan karenanya juga menjadi lebih mudah dipahami.
Sebagai contoh misalnya dalam puisi Hartoyo Andangjaya yang
berjudul “Dari Seorang Guru kepada Murid-Muridnya” :
Kalau di hari Minggu engkau datang ke rumahku
Aku takut, anak-anakku
Kursi-kursi tua yang di sana
Dan meja tulis sederhana
Dan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya
Semua padamu akan bercerita
Tentang hidupku di rumah tangga
Bait itu berisi lukisan kehidupan seorang Guru yang sederhana dan
serba tidak berkecukupan. Pemilihan diksi yang menunjuk pada
benda-benda yang konkret seperti kursi tua, meja tulis sederhana,
jendela, kain, dan tak pernah diganti, semuanya menunjukkan
sesuatu yang konkret, dapat dilihat lewat mata imajinasi.
18
Citraan visual adalah citraan yang terkait dengan pengonkretan
objek yang dapat dilihat oleh mata, dapat dilihat secara visual.
Objek visual adalah objek yang tampak seperti meja, kursi, jendela,
pintu, dan lain-lain. Benda-benda yang secara ilmiah kasat mata
tersebut dapat dilihat secara mental lewat rongga imajinasi walau
secara faktual benda-benda tersebut tidak ada di sekitar pembaca,
lengkap dengan spesifikasi rinciannya merupakan objek
penglihatan imajinatif yang sengaja dibangkitkan penulis
(Nurgiyantoro, 2014:279).
19
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stile tidak terlepas dari unsur yang membuatnya dikenali sebagai stile.
Unsur-unsur tersebut secara bersama-sama memberikan kontribusi dalam
pendayaan makna dan membentuk stile penuturan seseorang.
Unsur-unsur tersebut di antaranya unsur dari aspek bunyi yang di
dalamnya mengkaji persajakan, irama serta nada dan suasana, aspek
leksikal yang terdiri dari aspek kata dalam puisi dan pada prosa fiksi,
aspek gramatikal, aspek kohesi yang di dalamnya dibahas tentang
koherensi dan kohesi juga macam kohesi, lalu aspek bahasa figuratif,
aspek permajasan dan aspek citraan.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ratna, Nyoman Kutha. 2016. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan
Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cet:III
22