Anda di halaman 1dari 26

UNSUR-UNSUR STILE / GAYA BAHASA

Diajukan sebagai salah satu syarat kelengkapan tugas presentasi kelompok untuk
Mata Kuliah Stilistika yang diampu oleh:
Dr.HR. Edi Komarudin, M.Ag

Oleh Kelompok 7:
Siti Nur Harisah (1205020180)
Sultonil Hakim (1205020183)

SEMESTER V-E

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kita panjatkan kehadirat Allah Swt. Karena tak
lepas dari rahmat dan hidayah-Nya makalah ini dapat kami selesaikan.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah pada junjungan alam Nabi
Muhammad Saw. Kepada keluarganya, para sahabatnya serta para tabi’it
tabi’innya hingga kita sebagai umatnya. Aamiin.
Di dalam makalah ini dipaparkan mengenai unsur-unsur yang
membentuk stile dilihat dari berbagai aspek, diantaranya bunyi, leksikal,
gramatikal, kohesi, pemajasan, penyiasatan struktur, dan citraan. Semua
aspek ini bersama-sama membentuk stile sebagai ciri khas dari
penuturnya. Pembahasan aspek ini akan dideskripsikan secara lebih
lengkap, mencakup seberapa penting kedudukan aspek-aspek ini
terhadap stile.
Pembuatan makalah ini tentunya bukanlah sekali jadi. Banyak
pihak yang telah membantu dan terus memotivasi kami sehingga makalah
ini bisa rampung. Kami mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya
pada dosen pengampu mata kuliah stilistika, Bapak Dr. H. Edi Komarudin,
M.Ag. atas semua dukungannya. Juga pada rekan-rekan kelas yang telah
menyemangati kami.
Makalah ini pun masih jauh dari sempurna. Banyak lubang di
sana-sini yang harus ditambal. Semoga makalah ini menjadi salah satu
motivasi untuk pembaca agar mencari tahu lebih banyak lagi dari sumber
yang lebih relevan lagi agar pemahaman mengenai stilistika, termasuk di
dalamnya unsur stile ini, semakin banyak dan mumpuni. Kiranya sekian
dari kami. Atas segala kekurangannya kami mohon maaf. Dan atas segala
perhatiannya kami haturkan terima kasih banyak.

Bandung, November 2022

i
Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I.................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan........................................................................................................2
BAB II................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
2.1. Unsur Stile – Bunyi...................................................................................3
2.1.1 Pentingnya Aspek Bunyi...........................................................................4
2.1.2 Persajakan...............................................................................................4
2.1.3 Irama........................................................................................................5
2.1.4 Nada dan Suasana...................................................................................6
2.1.5 Langkah Kajian Unsur Stile Bunyi............................................................6
2.2. Unsur Stile – Leksikal...............................................................................6
2.2.1 Pentingnya Aspek Leksikal.......................................................................7
2.2.2 Kata dalam Puisi......................................................................................7
2.2.3 Kata dalam Prosa-Fiksi............................................................................7
2.2.4 Langkah Kajian Stilistika Unsur Stile Leksikal..........................................8
2.3. Unsur Stile – Gramatikal...........................................................................8
2.3.1 Pentingnya Aspek Gramatikal..................................................................8
2.3.2 Langkah Kajian Stilistika Unsur Gramatikal..............................................9
2.4. Unsur Stile – Kohesi...............................................................................10
2.5. Unsur Stile – Pemajasan........................................................................12
2.6. Unsur Stile – Penyiasatan Struktur.........................................................15
2.7. Unsur Stile – Citraan..............................................................................17
BAB III................................................................................................................ 20
PENUTUP........................................................................................................... 20
3.1 Kesimpulan...............................................................................................20

ii
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa tidaklah sesederhana kelihatannya. Di dalamnya terdapat


perangkat-perangkat bahasa yang saling bersinergis satu sama lain
sehingga tidak dapat dipisahkan dalam membentuk bahasa itu sendiri.
Sistem yang bekerja inilah yang membuat bahasa menjadi mudah
dipahami dan dimengerti terutama dalam segala bentuk komunikasi yang
terjalin. Namun demikian, bahasa yang digunakan oleh setiap individu
akan berbeda-beda gaya penyampaiannya. Ialah stile/style/uslub/gaya
bahasa yang meski orang hendak mengatakan konsep yang sama namun
redaksi dan penyampaiannya pasti berbeda-beda.
Sebagaimana bahasa yang memiliki sistem, begitu pun dengan
stile yang memiliki sistemnya sendiri. namun karena stile termasuk ke
dalam bagian bahasa, maka sistem stile berarti juga sistem bahasa, sub-
subsistem stile adalah sub-subsistem bahasa, komponen-komponen stile
adalah komponen-komponen bahasa.
Namun sebenarnya, sistem stile lebih kompleks. Ia lebih dari
sekedar sistem bahasa. Ada komponen stile yang bahkan tidak termasuk
ke dalam komponen bahasa. Ialah makna. Makna justru baru hadir ketika
bahasa sudah menjadi stile. Setelah kata dan struktur bahasa itu secara
nyata dipergunakan dalam konteks penuturan tertentu. Jadi, meskipun
sama-sama memiliki makna, makna kata tanpa konteks dengan makna
kata dalam sebuah konteks belum tentu sama dan bisa jadi sama sekali
berbeda. Perbedaan ini muncul karena disebabkan konteks
pemakaiannya.
Dari semua kenyataan ini, tentu menimbulkan pertanyaan yang
mendasar. Apa saja yang termasuk ke dalam unsur-unsur stile? Hal ini
tentu patut dipertanyakan dan dicari tahu jawabannya agar semakin
mengetahui hakikat stile itu tidak hanya secara teoritis namun juga secara

1
konkret dalam penggunaannya. Seperti yang dikatakan ahli, bahwa stile
merupakan sebuah kemenyeluruhan yang artistik.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan latar belakang di atas, yang menjadi pertanyaan besar


dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja unsur-unsur stile sebagai kemenyeluruhan yang artistik
itu?

1.3 Tujuan

Pertanyaan tersebut diajukan tentunya untuk mencapai tujuan


berikut:
1. Mengetahui apa saja unsur yang termasuk ke dalam unsur-unsur
stile

2
BAB II

PEMBAHASAN

Leech & Short mengungkapkan bahwa stilistika merupakan kajian


tentang stile, kajian terhadap wujud performasi kebahasaan
khususnya yang terdapat di teks-teks kesastraan. Kini dalam kajian
akademik pendekatan stilistika sering dibedakan ke dalam kajian
bahasa sastra dan nonsastra (Nurgiyantoro, 2014: 75).

Kajian stilistika dimaksudkan untuk menjelaskan fungsi keindahan


penggunaan bentuk kebahasaan tertentu mulai dari aspek bunyi,
leksikal, struktur, bahasa figuratif, sarana retorika sampai grafologi.
Selain itu, kajian stilistika juga bertujuan untuk menentukan
seberapa jauh dan dalam hal apa serta bagaimana pengarang
mempergunakan tanda-tanda linguistik untuk memperoleh efek
khusus (Nurgiyantoro, 2014: 75-76).

Unsur-unsur/aspek-aspek stile yang dapat dikaji dari sebuah karya


sastra antara lain yaitu aspek bunyi, aspek leksikal, aspek
gramatikal, aspek kohesi, pemajasan, penyiasatan struktur, dan
citraan.

2.1. Unsur Stile – Bunyi


Bunyi merupakan bahasa yang pertama, sehingga bunyi adalah
aspek penting dalam eksistensi bahasa. Bahasa terbentuk karena
adanya sistem konvensi masyarakat pemakai yang bersangkutan
lewat bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap. Sebenarnya, adanya
perbedaan kata pertama-tama ditandai oleh perbedaan bunyi.
Perkembangan selanjutnya bunyi dilambangkan dengan huruf-
huruf yang selanjutnya disebut dengan bahasa tulis.

3
2.1.1 Pentingnya Aspek Bunyi
Bahasa tulis yang sepintas seperti tidak ada unsur bunyi
sebenarnya terdapat unsur bunyi di dalamnya. Aspek bunyi itu
dapat dikenali dari fonem vokal dan konsonan juga gabungan
keduanya. Dalam penulisan puisi, aspek bunyi merupakan aspek
yang sangat diperhitungkan dalam seleksi kata. Teks puisi
berwujud bahasa tulis, namun secara jelas menunjuk pada bunyi
tertentu. Bunyi yang tidak diucapkan itu akan lebih jelas ketika
pembacaan puisi.
Persoalan yang muncul kemudian adalah hal-hal apakah yang
perlu dikaji ketika mengkaji unsur bunyi sebagai kajian stilistika.
Jawaban atas persoalan itu berkaitan dengan masalah sarana
kepuitisan apa saja yang dapat dipergunakan, disiasati dan
didayakan untuk menghasilkan bunyi yang indah, yang memiliki
efek keindahan, efek kepuitisan, pada sebuah puisi. Seperti
persajakan, irama, orkestrasi, dan fungsi-fungsi bunyi yang lain.

2.1.2 Persajakan
Persajakan merupakan permainan bunyi kata yang berangkat dari
prinsip repetisi dengan tujuan memperindah suara yang dihasilkan.
Kemunculan pengulangan bunyi itu memang disengaja, yaitu
sengaja memilih pilihan kata tertentu yang memiliki kesamaan
bunyi namun tidak juga mengabaikan makna.
Slamet Mulyana (1956 dalam Nurgiantoro, 2014:155) berpendapat
bahwa persajakan merupakan pola estetika bahasa yang
berdasarkan ulangan suara yang diusahakan dan dialami dengan
kesadaran. Disebut pola estetika karena kehadirannya dalam puisi
bertujuan untuk keindahan. Sementara perulangan kata dalam
persajakan merupakan perulangan yang memang sengaja
dihadirkan, bukan karena kebetulan mirip.
Pengulangan bunyi berbeda dengan pengulangan kata. Istilah
pengulangan bunyi mengandung makna adanya kesamaan bunyi

4
pada kata-kata yang berbeda. Bentuk pengulangan juga terdapat
dalam fonem tertentu. Bisa pada vokal, konsonan. Atau urutan
vokal konsonan yang membentuk bunyi tertentu. Itu sebabnya
persajakan bisa hadir di awal, tengah, akhir. Bentuk pengulangan
fonem konsonan disebut alitrasi, sedang pengulangan vokal
disebut asoonansi. Kemampuan untuk membangkitkan bunyi yang
mirip pada kata-kata yang lain secara ekspresif dalam persajakan
disebut dengan daya evokasi.

2.1.3 Irama
Selain persajakan, efek kepuitisan juga bisa dihasilkan dari
keritmisan bunyi, melodius, orkestrasi. Susunan kata dalam larik-
larik puisi mampu membangkitkan suara yang ritmis, melodis, dan
indah seperti nyanyian. Itulah yang dikatakan dengan irama.
Irama dalam bahasa adalah pergantian turun naik, panjang pendek,
keras lembut ucapan bunyi secara teratur, atau pengulangan frase
secara teratur di antara larik-larik.
Seperti halnya rima (persajakan), irama juga dihadirkan dengan
sengaja. Unsur rima dan irama juga dapat diperoleh dari kata-kata
yang sama. Irama juga ada kaitannya dengan tekanan kata. Dalam
irama terdapat dua aspek, yaitu ritma dan metrum (rhyme and
metre), irama dan tekanan. Irama yang enak yang dihasilkan dari
sebuah puisi lewat asonansi dan alitrasi akan menghasilkan bunyi
orkestrasi. Bunyi orkestrasi sendiri artinya mirip orkestra. Lazimnya
terbentuk dari keteraturan sajak alitrasi dan asonansi yang
menimbulkan bunyi yang merdu yang disebut dengan efoni.
Sementara kebalikannya disebut dengan kakafoni, atau efek yang
merusak, menghadirkan bunyi yang tidak teratur, tidak merdu dan
tidak melodis. Namun terkadang kakafoni juga dibutuhkan. Ketika
selalu dihadapkan dengan hal yang serba teratur, ritmis, melodis
dan merdu, munculnya sesuatu yang kontra justru membuat
semakin menarik.

5
2.1.4 Nada dan Suasana
Dalam puisi, setiap katanya jika didayakan dengan tepat, bunyi-
bunyi tertentu pada kata-kata tertentu akan mampu membangkitkan
nada dan suasana atau rasa tertentu. Nada adalah sikap yang
ditunjukkan oleh penyair (implisit) terhadap masalah yang
dikemukakan atau terhadap pembaca (implisit), sedang suasana
adalah keadaan yang melingkupinya.

2.1.5 Langkah Kajian Unsur Stile Bunyi


Ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan dalam mengkaji
stilistika dari unsur bunyi ini, di antaranya:
1. Kita harus benar memahami bahwa tujuan dari kajian ini
adalah untuk mengapresiasi keindahan puisi.
2. Identifikasi unsur bunyi (persajakan, irama, nada dan
suasana) secara konkret terlihat didayakan dalam puisi.
3. Deskripsikan hasil telaah-identifikasi seperti langkah kedua.
4. Jelaskan dan tafsirkan peran dan fungsi tiap aspek bunyi
dalam mendukung atau membangkitkan tercapainya efek
keindahan.

2.2. Unsur Stile – Leksikal


Unsur leksikal mempunyai pengertian yang sama dengan diksi,
yaitu yang mengacu pada penggunaan kata-kata tertentu yang
sengaja dipilih oleh pengarang untuk mencapai tujuan tertentu
(Nurgiyantoro, 2014: 172). Aspek leksikal dalam suatu cerpen
dapat berupa bahasa kolokial, penggunaan bahasa lain (bahasa
daerah maupun bahasa asing), kata-kata yang menyimpang, dan
lain-lain. Kolokial adalah bahasa yang digunakan dalam

6
percakapan sehari-hari, bahasa percakapan, bukan bahasa tulis
(Chaer & Agustina, 2010: 67).

2.2.1 Pentingnya Aspek Leksikal


Dalam ragam bahasa sastra dan nonsastra, pemilihan kata mesti
dilakukan. Ketepatan pilihan kata akan menjamin ketepatan muatan
makna. Dalam ragam bahasa ilmiah, kata diseleksi berdasarkan
ketepatan muatan makna sebagai pendukung ide, gagasan, pikiran
dan proses bepikir rasional. Sementara pada ragam bahasa sastra,
penggunaan kata kolokial, kata-kata yang secara struktur
menyimpang, campur aduk dengan bahasa lain, itu diperbolehkan.
Berbeda dengan ragam bahasa ilmiah yang menonjolkan
kelaziman.

2.2.2 Kata dalam Puisi


Pertimbangan paling tepat untuk kata-kata dalam puisi dapat
dilakukan berdasarkan pertimbangan ketepatan bunyi, bentuk,
makna dan mungkin juga nilai sosial.
Aspek bunyi berkaitan dengan pendayaan unsur bunyi terkait
masalah persajakan, irama, nada dan suasana. Sementara dalam
aspek bentuk berkaitan dengan bentuk struktur morfologi kata dan
bahkan struktur sintaksis sebagaimana terlihat pada larik-larik dan
bait-bait puisi. Aspek makna tentu harus diperhatikan karena puisi
pasti mengandung muatan makna baik langsung atau tidak
langsung. Aspek ekspreivitas sering kali terwujud dari bentuk lari
yang pendek, atau bahkan dari satu kata saja. Hal ini berkaitan
dengan keinginan penyair memberikan kesan ekspresif untuk
meraih ekspresivitas. Pemakaian bahasa yang baik juga harus
mempertimbangkan kebutuhan strata sosial dan bahasa.

7
2.2.3 Kata dalam Prosa-Fiksi
Dunia fiksi memang dibangun, diabstraksikan, dihadirkan dan
ditafsirkan lewat kata-kata. Namun berbeda dengan puisi. Peran
kata dalam prosa-fiksi tidak begitu penting. Dengan kata lain, jika
sebuah karya fiksi kurang baik pilihan katanya maka ini tidak sefatal
jika terjadi puisi. Fiksi pun dibangun atas banyak unsur. Aspek kata
hanya bagian dari unsur stile, dan stile hanya salah satu komponen
dalam fiksi yang sama-sama menghadirkan keseluruhan cerita.

2.2.4 Langkah Kajian Stilistika Unsur Stile Leksikal


1. Tujuan kajian adalah untuk mengapresiasi fiksi atau teks
lain.
2. Identifikasi unsur leksikal yang menjadi fokus kajian
3. Deskripsikan hasil telaah
4. Jelaskan dan tafsirkan peran dan fungsi tiap bentuk leksikal.

2.3. Unsur Stile – Gramatikal


Dalam unsur stile, aspek gramatikal yang dimaksud adalah unsur
sintaksis yang di dalamnya terdapat frase, klausa, dan kalimat.
Aspek gramatikal juga menjadi penentu kelancaran suatu
komunikasi bahasa. Jika kosakata yang dipakai sederhana dan
didukung oleh struktur sintaksis yang juga sederhana, itu
merupakan jaminan bahwa komunikasi bahasa akan lancar
(Nurgiyantoro, 2014: 186-187).
Menurut Nurgiyantoro (2014: 191) unsur struktur yang dapat
dijadikan fokus kajian adalah kompleksitas kalimat, jenis kalimat,
dan jenis frasa dan klausa. Unsur-unsur tersebut dapat diambil
sebagian maupun seluruhnya.

2.3.1 Pentingnya Aspek Gramatikal


Tujuan komunikasi bahasa adalah untuk menyampaikan informasi
kepada pihak lain. Tujuan ini berlaku juga pada semua ragam

8
bahasa termasuk ragam bahasa sastra. Aspek ide, gagasan,
informasi, atau muatan makna dikemas dalam bahasa yang secara
konkret berupa deretan kata yang disusun sesuai dengan sistem
struktur gramatikal bahasa. Sehingga jika dilihat dari kepentingan
stile, kalimat lebih penting dan bermakna daripada sekedar kata
walau pendayaan kata dalam kalimat dalam banyak hal juga
dipengaruhi oleh susunan katanya. Untuk menjadi sebuah kalimat
yang bermakna, hubungan sintagmatik kata-kata tersebut harus
gramatikal sesuai dengan sistem tata bahasa yang bersangkutan.
Dalam berbagai penuturan, dalam berbagai ragam bahasa, aspek
stile yang berbentuk unsur sintaksis sering dikreasikan sedemikian
rupa agar penuturan menjadi menarik, tidak monoton, dan tidak
membosankan sehingga muatan makna yang disampaikan mudah
dipahami. Intinya, kebebasan mengreasikan aspek bahasa, aspek
sintaksis, tetap saja terikat oleh karakteristik ragam bahasa. Ketika
menulis puisi, fiksi, karya ilmiah atau laporan jurnalistik, meskipun
penulisnya sama, ia tetap saja terikat oleh karakteristik tiap ragam
bahasa tersebut.
Untuk mencapai efek keindahan struktur dalam penulisan teks-teks
kesastraan, pengarang memiliki kebebasan penuh, bahkan sampai
pada adanya penyimpangan kebahasaan termasuk penyimpangan
struktur kalimat. Dalam stile bahasa sastra, penyimpangan
dianggap hal yang wajar dan sering terjadi. Misalnya pembalikan,
permutasi, pemendekan, pengulangan, penghilangan unsur
tertentu, dll. Kesemua ini di sebut dengan pengedepanan
(foregrounding).

2.3.2 Langkah Kajian Stilistika Unsur Gramatikal


1. Tujuan kajian adalah untuk mengapresiasi keindahan teks-
teks yang dikaji baik berupa teks puisi, teks fiksi, atau yang
lainnya. Fokus kajian yaitu pada unsur sintaksis dengan

9
diambil karakteristik jenis tertentu yang terlihat dominan
dalam teks.
2. Identifikasi unsur struktur yang telah ditetapkan.
3. Deskripsikah hasil telaah unsur sintaksis tersebut.
4. Jelaskan dan tafsirkan peran dan fungsi tiap bentuk struktur
yang dijadikan fokus kajian sebagaimana terlihat pada
penyajian data dalam mewarnai dan membangkitkan efek
keindahan.

2.4. Unsur Stile – Kohesi


Kohesi merupakan hubungan pertautan antarbagian dalam struktur
sintaksis atau struktur wacana untuk menyampaikan muatan
makna. Makna inilah yang kemudian dicari dan berusaha dipahami
oleh pembaca (Nurgiyantoro, 2014: 195).
Sedangkan koherensi adalah hubungan tertentu yang digunakan
untuk mengaitkan antargagasan dalam sebuah ujaran secara
eksplisit atau implisit (Yule via Nurgiyantoro, 2014: 196).

2.4.1 Kohesi dan Koherensi


Ketika seseorang berbicara atau menulis, kata demi kata akan
membentuk kalimat dan kalimat demi kalimat ditulis berangkaian
dan berurutan akan membentuk wacana. kalimat demi kalimat itu
tersebut haruslah berangkaian secara runtut dan saling berkaitan
secara makna sehingga dapat membentuk wacana yang mampu
menyampaikan muatan komunikasi yang lebih besar daripada
muatan makna dalam kalimat.
Dalam sebuah wacana, kalimat demi kalimat bersinergis
membentuk dan atau membangkitkan makna yang lebih besar lagi.
dan untuk memperoleh itu setiap kalimat harus berhubungan
dengan kalimat di depannya dan seterusnya. Setiap kalimat itu
mengandung gagasan yang tidak mungkin secara acak, karena
secara alami antarunsur tersebut dihubungkan oleh unsur makna

10
(unsur semantik). Keterkaitan antarkalimat tersebut akan
membentuk kesatuan makna yang kita kenal dengan istilah kohesi.
Alwi, dkk (2003, dalam Nurgiantoro, 2014:195) menyebutkan
bahwa kohesi merupakan hubungan perkaitan antarproposisi yang
dinyatakan secara eksplisit oleh unsur-unsur gramatikal dan
semantik dalam kalimat-kalimat yang membentuk wacana.
Di pihak lain, koherensi adalah hubungan yang logis antar bagian
struktur kalimat dan wacana, kepaduan makna antar bagian dalam
sebuah penuturan baik secara eksplisit maupun implisit. Misal pada
kalimat, “Mengapa Setadewa membenci orang-orang Indonesia? Ia
mencintai ibunya”. Kedua kalimat tersebut tampak memiliki
hubungan kekohesifan karena adanya kata ganti ia yang merujuk
pada Setadewa. Namun keduanya tidak koheren, tidak runtut
karena kalimat kedua bukan merupakan jawaban dari kalimat
pertama. maka wacana tersebut bukanlah wacana yang baik.

2.4.2 Macam Kohesi


Kohesi dibedakan ke dalam macam-macam bentuk. Menurut
Brown and Yule kohesi dibedakan ke dalam kategori eksplisit dan
implisit beerdasarkan konkret tidaknya kehadirannya. Alwi dkk
membedakan kohesi ke dalam hubungan perkaitan eksplisit dan
implisit serta kohesi gramatikal dan leksikal. Sedangkan Leech and
Short selain mengemukakan kohesi bersifat eksplisit dan implisit
juga membedakannya ke dalam dua kategori, yaitu rujuk silang
(cross-reference) dan sambungan (linkage) (Nurgiyantoro, 2014:
197).
Kohesi eksplisit itu ditunjukkan dengan hadirnya kata penghubung
atau kata-kata tertentu yang terlihat menghubungkan makna.
namun tidak jarang pula kohesi itu timbul dari pemahaman
pembaca yang disebut dengan kohesi implisit.
“Setadewa dan Larasati saling mencintai, tetapi mereka tidak dapat
kawin.” Jika dilihat dari konstruksinya terdapat kata sambung dan,

11
tetapi. Lalu juga ada kata mereka yang jika dilihat memiliki kohesi
linear atau sambungan (linkage) dan juga rujuk silang (cross-
reference).
Kohesi rujuk silang memungkinkan terjadinya hubungan perkaitan
antarkalimat dalam suatu wacana lewat pengulangan makna atau
pengulangan acuan. Kohesi rujuk silang terdiri atas beberapa
bentuk, di antaranya: pengacuan, substitusi, elipsis, pengulangan
formal dan variasi elegan.
Pengacuan biasa menggunakan bentuk kata ganti orang (pronoun),
deiksis (deictics), dan penggunaan definite articles seperti kata the
dalam bahasa Inggris. Substitusi adalah penggantian suatu bentuk
struktur atau leksikal dengan bentuk leksikal yang mengacu pada
referen yang sama. Sementara elipsis adalah pengurangan atau
penyingkatan satuan struktur bahasa yang dapat dimunculkan
kembali dalam pemahamannya. Elipsis digunakan untuk efektivitas
dan efisiensi berbahasa. Pengulangan formasi juga sering disebut
sebagai pengulangan ekspresif karena mampu membangkitkan
kesan ekspresif. Gaya repetisi dan anafora adalah contoh dari
pengulangan formasi ini. Variasi elegan juga berupa pengulangan
namun menggunakan kata-kata yang berbeda dengan acuan yang
sama.

2.4.3 Langkah Kajian Stilistika Unsur Kohesi


1. Tujuan kajian stilistika adalah untuk mengapresiasi karya
baik sastra dan nonsastra dari aspek kohesi
2. Identifikasi unsur kohesi dalam teks
3. Deskripsikan hasil telaah
4. Jelaskan dan tafsirkan peran dan fungsi tiap bentuk kohesi
ke dalam kaitannya dengan efek keindahan yang dihasilkan.

12
2.5. Unsur Stile – Pemajasan
Pemajasan (figurative language, figures of thought) merupakan
teknik pengungkapan bahasa, penggayabahasaan, yang maknanya
tidak menunjuk pada makna harfiah kata-kata yang
mendukungnya, melainkan pada makna yang ditambahkan atau
makna yang tersirat. Bentuk-bentuk pemajasan antara lain sebagai
berikut.

2.5.1 Majas Perbandingan


Merupakan majas yang digunakan untuk mengungkapkan sesuatu
dengan membandingkannya dengan sesuatu yang lain. Ada
beberapa macam majas yang termasuk dalam majas
perbandingan, yaitu:
a. Majas Personifikasi yaitu majas yang digunakan untuk
memperjelas maksud dengan menjadikan benda-benda
yang digambarkan dapat berlaku seperti manusia. Contoh:
nyiur kelapa itu melambai-lambai bagaikan tangan manusia
b. Majas Hiperbola yaitu majas yang menyatakan sesuatu
dengan berlebih-lebihan. Contoh: suaranya membelah
angkasa
c. Majas Metafora, yaitu bentuk pembandingan antara dua hal
yang dapat berwujud benda, fisik, ide, sifat, atau perbuatan
dengan benda, fisik, ide, sifat, atau perbuatan lain yang
bersifat implisit (Baldic via Nurgiyantoro, 2014: 224) dengan
kata lain, majas yang melukiskan sesuatu dengan
membandingkanya dengan sesuatu yang lain yang sesuatu
tersebut sudah diketahui benar baik wujud ataupun sifatnya
oleh pendengar/ pembacanya. Contoh: Kapan Saudara
berjumpa dengan lintah darat itu?

13
2.6.2 Majas Pertentangan
Majas pertentangan yaitu majas yang mengungkapkan sesuatu
maksud tetapi dengan pernyataan yang bertentangan. Majas yang
termasuk dalam jenis majas pertentangan yaitu:
a. Majas Paradoks, yaitu majas yang mengemukakan hal yang
seolah-olah bertentangan, namun sebenarnya tidak karena
objek yang dikemukakan berbeda. Contoh: Di tempat ramai
begini, hatiku terasa sepi.
b. Majas Antithesis, yaitu pengungkapan dengan kata-kata
yang saling bertentangan. Contoh: Tua muda, besar kecil.
c. Majas Kontradiksi Interminis, yaitu gaya bahasa yang
memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan apa
yang telah dikemukakan sebelumnya. Contoh: Yusuf
mengundang semua temannya, kecuali Sahli.

2.6.3 Majas Sindiran


yaitu majas atau gaya bahasa yang digunakan untuk menyindir
seseorang atau sesuatu. Ada beberapa majas yang termasuk
dalam jenis majas sindiran, yaitu:
a. Majas Ironi, yaitu suatu cara menyindir dengan mengatakan
hal yang sebaliknya. Contoh: manis benar minuman ini, gula
mahal ya, sekaranag?
b. Majas Sinisme, yaitu majas yang menyatakan sindiran
secara langsung. Contoh: perbuatanmu sungguh
memalukan!
c. Majas Sarkasme, yaitu majas yang berupa suatu ejekan
atau sindiran dengan kata-kata yang kasar. Contoh: Dasar
gelandangan kerjaannya cuma minta-minta!

2.6.4 Majas Penegasan

14
Majas penegasan yaitu majas atau pernyataan yang digunakan
untuk mempertegas pernyataan yang dinyatakan. Ada beberapa
majas jenis ini, yaitu:
a. Majas Klimaks, yaitu majas atau cara mengemukakan suatu
ide atau keadaan dengan mengurutkan dari tingkat yang
lebih rendah ke tingkat yang lebih tinggi. Contoh: Jangankan
satu orang, sepuluh orang, atau pun 100 orang akan saya
hadapi tanpa rasa takut asalkan saya benar.
b. Majas Antiklimaks, yaitu suatu pernyataan yang disusun
secara berurutan dari yang paling tinggi, makin menurun,
dan makin menurun sampai kepada yang paling rendah.
Contoh : Jangankan seratus ribu, sepuluh ribu, seribu,
bahkan seratus rupiah pun aku tak sudi mengeluarkan uang
untuk membeli barang haram.
c. Majas Pleonasme, yaitu suatu cara memperjelas maksud
dengan cara menggunakan kata berlebih. Contoh : Kita
harus dan wajib untuk saling menghormati.
d. Majas Repetisi atau pengulangan yaitu suatu cara
memperkuat makna atau maksud dengan mengulang kata
atau bagian kalimat yang hendak diperkuat maksudnya
tersebut. Contoh : Untuk mencapai cita-citamu itu, satu hal
yang harus kau ingat adalah belajar, belajar, dan sekali lagi
belajar.

2.6. Unsur Stile – Penyiasatan Struktur


Penyiasatan struktur (figuresbof speech) merupakan istilah lain dari
sarana retorika, sering dikenal dengan sebutan gaya bahasa.
Penyiasatan struktur bermain di ranah struktur, dimaksudkan
sebagai struktur yang sengaja disiasati, dimanipulasi, dan
didayakan untuk memperoleh efek keindahan. Dalam kaitannya
dengan tujuan untuk mencapai efek retoris sebuah pengungkapan,
penyiasatan struktur (rhetorical figures) lebih menonjol daripada

15
pemajasan, namun keduanya dapat digabungkan dalam sebuah
struktur (Nurgiyantoro, 2014:245-246).

2.6.1 Repetisi
Penyiasatan struktur yang banyak ditemukan dalam teks sastra
adalah repetisi. Repetisi adalah bentuk pengulangan baik berupa
pengulangan bunyi, kata, bentukan kata, frase, kalimat, maupun
bentuk lain yang bertujuan memperindah penuturan. Bentuk-bentuk
repetisi dapat mencakup berbagai unsur kebahasaan. Misal: bentuk
repetisi, paralelisme, anafora, polisindenton, dan asindenton
(Nurgiyantoro, 2014:247).

Secara bentuk penyiasatan struktur yang mengandung unsur


pengulangan adalah bagian dari repetisi. Gaya repetisi yang
mengandung unsur pengulangan, misalnya kata-kata atau frase
tertentu, yang dimaksudkan untuk menekankan dan menegaskan
pentingnya suatu yang dituturkan. Kata atua kelompok kata yang
diulang bisa terdapat dalam satu kalimat atau lebih, berada pada
posisi awal, tengah atau di tempat yang lain (Nurgiyantoro,
2014:248).

2.6.2 Pengontrasan
Gaya pengontrasan atau pertentangan adalah suatu bentuk gaya
yang menuturkan sesuatu secara berkebalikan dengan sesuatu
yang disebut secara harfiah. Hal yang dikontraskan dapat berwujud
fisik, keadaan, sikap dan sifat, karakter, aktivitas, kata-kata, dan
lain-lain tergantung konteks pembicaraan. Berwujud majas
hiperbola, litotes, ironi dan sarkasme (Nurgiyantoro, 2014:260).

2.6.3 Susunan Lain


Penyiasatan struktur yang terlihat intensif dipergunakan adalah
yang berbasis pada pengulangan. Masih ada stile bentuk
penyiasatan struktur lain yang dipergunakan dalam teks sastra.

16
Misalnya, gaya pertanyaan retoris, klimaks, antiklimaks, antitesis,
dan lain-lain (Nurgiyantoro, 2014:271).
Pertanyaan retoris menekankan pengungkapan tentang gagasan
atau sesuatu dengan menampilkan semacam pertanyaan yang
sebenarnya tidak menghendaki jawaban. Pertanyaan yang
dikemukakan telah dilandasi oleh asumsi bahwa hanya terdapat
satu jawaban yang mungkin, di samping penutur juga
mengasumsikan pembaca telah mengetahui jawabannya.
Dimaksudkan untuk membangkitkan efek retoris yang mengena
sekaligus untuk melibatkan pembaca atau pendengar baik secara
rasional maupun emosional (Nurgiyantoro, 2014:271).

2.7. Unsur Stile – Citraan


Citraan merupakan penggunaan kata-kata dan ungkapan yang
mampu membangkitkan tanggapan indra. Citra (image) dan citraan
(imagery) menunjuk pada adanya reproduksi mental. Citra
merupakan gambaran berbagai pengalaman sensoris yang
dibangkitkan oleh kata-kata. Abrams; Kenny dalam Nurgiyantoro
(2012:276) citraan merupakan kumpulan citra yang dipergunakan
untuk menuliskan objek dan kualitas tanggapan indra yang
dipergunakan dalam karya sastra, baik dengan deskripsi secara
harafiah maupun kias. Citraan merupakan salah satu unsur stile
yang penting karena berfungsi mengkonkretkan dan menghidupkan
penuturan (Nurgiyantoro, 2014:275-276).
Citraan terkait dengan panca indra manusia, kelimajenis citraan itu
adalah citraan penglihatan (visual), pendengaran (auditoris), gerak
(kinestetik), rabaan (taktil termal) dan penciuman (olfaktori)
(Nurgiyantoro, 2014:277).

2.7.1 Hakikat Citraan

17
Citraan merupakan suatu bentuk penggunaan bahasa yang mampu
membangkitkan kesan yang konkret terhadap suatu objek,
pemandangan, aksi, tindakan, atau pernyataan yang dapat
membedakannya dengan pernyataan atau ekspositori yang abstrak
dan biasanya ada kaitannya dengan simbolisme (Baldic, 2001: 121-
122). Terbangkitkannya kesan konkret itu terjadi di rongga
imajinasi, di benak kita. Artinya, kesan atau gambaran itu hanya
terjadi di pikiran yang bersifat mentalistik dan tidak benar-benar
konkret.
Usaha pengonkretan sesuatu yang abstrak menjadi (seolah-olah)
konkret lewat bentuk-bentuk citraan, tidak berbeda hanya dengan
pendayaan pemajasan dan penyiasatan struktur, adalah sebuah
upaya untuk lebih mengefektifkan penuturan itu. Lewat
penggunaan bentuk-bentuk citraan, sesuatu yang dituturkan
menjadi lebih konkret, mudah dibayangkan, mudah diimajinasikan,
dan karenanya juga menjadi lebih mudah dipahami.
Sebagai contoh misalnya dalam puisi Hartoyo Andangjaya yang
berjudul “Dari Seorang Guru kepada Murid-Muridnya” :
Kalau di hari Minggu engkau datang ke rumahku
Aku takut, anak-anakku
Kursi-kursi tua yang di sana
Dan meja tulis sederhana
Dan jendela-jendela yang tak pernah diganti kainnya
Semua padamu akan bercerita
Tentang hidupku di rumah tangga
Bait itu berisi lukisan kehidupan seorang Guru yang sederhana dan
serba tidak berkecukupan. Pemilihan diksi yang menunjuk pada
benda-benda yang konkret seperti kursi tua, meja tulis sederhana,
jendela, kain, dan tak pernah diganti, semuanya menunjukkan
sesuatu yang konkret, dapat dilihat lewat mata imajinasi.

2.7.2 Citraan Visual

18
Citraan visual adalah citraan yang terkait dengan pengonkretan
objek yang dapat dilihat oleh mata, dapat dilihat secara visual.
Objek visual adalah objek yang tampak seperti meja, kursi, jendela,
pintu, dan lain-lain. Benda-benda yang secara ilmiah kasat mata
tersebut dapat dilihat secara mental lewat rongga imajinasi walau
secara faktual benda-benda tersebut tidak ada di sekitar pembaca,
lengkap dengan spesifikasi rinciannya merupakan objek
penglihatan imajinatif yang sengaja dibangkitkan penulis
(Nurgiyantoro, 2014:279).

2.7.3 Citraan Auditif


Citraan pendengaran (auditif) adalah pengonkretan objek bunyi
yang didengar oleh telinga. Pembangkitan bunyi-bunyi alamiah
tertentu lewat penataan kata-kata tertentu dapat memberikan efek
pengonkretan dan alamiah sehingga penuturan terlihat lebih teliti
dan meyakinkan (Nurgiyantoro, 2014:281).

2.7.4 Citraan Gerak


Citraan gerak (kinestetik) adalah citraan yang terkait dengan
pengonkretan objek gerak yang dapat dilihat oleh mata.
Penghadiran berbagai aktivitas baik yang dilakukan oleh manusia
maupun oleh makhluk atau hal-hal lain lewat penataan kata-kata
tertentu secara tepat dapat mengonkretkan dan menghidupkan
penuturan sehingga terlihat lebih teliti dan meyakinkan
(Nurgiyantoro, 2014:282).

2.7.4 Citraan Rabaan Dan Penciuman


Citraan rabaan (taktil termal) dan penciuman (olfaktori) menunjuk
pada pelukisan rabaan dan penciuman secara konkret walau hanya
terjadi di rongga imajinasi pembaca. Keduanya dimaksudkan untuk
mengonkretkan dan menghidupkan sebuah penuturan
(Nurgiyantoro, 2014:283).

19
20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Stile tidak terlepas dari unsur yang membuatnya dikenali sebagai stile.
Unsur-unsur tersebut secara bersama-sama memberikan kontribusi dalam
pendayaan makna dan membentuk stile penuturan seseorang.
Unsur-unsur tersebut di antaranya unsur dari aspek bunyi yang di
dalamnya mengkaji persajakan, irama serta nada dan suasana, aspek
leksikal yang terdiri dari aspek kata dalam puisi dan pada prosa fiksi,
aspek gramatikal, aspek kohesi yang di dalamnya dibahas tentang
koherensi dan kohesi juga macam kohesi, lalu aspek bahasa figuratif,
aspek permajasan dan aspek citraan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Nurgiantoro, Burhan. 2014. Stilistika. Yogyakarta: Gadjah Mada University


Press

Ratna, Nyoman Kutha. 2016. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan
Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cet:III

Qalyubi, Shihabuddin. 2013. Ilm Al-Uslub: Stilistika Bahasa dan Sastra


Arab. Yogyakarta: Karya Media

22

Anda mungkin juga menyukai