Anda di halaman 1dari 19

ALIRAN-ALIRAN DALAM LINGUISTIK

Oleh Kelompok 4:
Magvira ( 1954041029)
Anisa (1954041025)
Kurmalah Devi (1954041027)
Muh. Yusran (1954041023)

PRODI PENDIDIKAN BAHASA JERMAN


JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ASING
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
MARET 2020
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah. dan lnayah-Nya sehingga kami dapat merampungkan penyusunan
makalah Germanitische Linguistik dengan judul "Aliran-aliran dalam Linguistik"
tepat  pada waktunya. Penyusunan makalah semaksimal mungkin kami upayakan
dan didukung bantuan berbagai pihak sehingga dapat memperlancar dalam
penyusunannya. Untuk itu tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami dalam merampungkan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya  bahwa masih
terdapat kekurangan baik dari segi penyusunan bahasa dan aspek lainnya.
Oleh karena itu, dengan lapang dada kami membuka selebar-lebarnya
pintu bagi para pembaca yang ingin memberi saran maupun kritik demi
memperbaiki makalah ini. Akhimya penyusun sangat mengharapkan semoga dari
makalah sederhana ini dapat diambil manfaatnya dan besar keinginan kami dapat
menginspirasi para pembaca untuk mengangkat pennasalahan lain yang relevan
pada makalah-makalah selanjutnya.

Makassar, 14 April 2020

` Penulis

iii
Daftar Isi
KATA PENGANTAR...........................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..............................................................................................

B. Rumusan masalah ..........................................................................................

C. Tujuan ...........................................................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN

A. Teori/Aliran Struktural ..................................................................................

B. Teori/Aliran Tagmemik ................................................................................

C. Aliran Transformasi/Tata bahasa ..................................................................

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................................

B. Saran...................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

4
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Lingustik sebagai satu cabang ilmu yang yang menjadikan bahasa
sebagai objek penelitiannya memiliki peranan penting dalam menguasai
ilmu bahasa. Oleh karena itu, kontribusi linguistik sangat dibutuhkan
dalam menelaah suatu bahasa. Linguistik pun memiliki tahapan-tahapan
serta aliran-aliran yang masih dipertentangkan oleh para linguis. Aliran-
aliran tersebut terbentuk karena perkembangan linguistik dari masa ke
masa semakin modern. Beragamnya aliran-aliran linguistik semakin
menambah khasanah ilmu kebahasaan kita. abad ke-19 yang merupakan
masa pendeggwasaan imuwan-ilmuwan pada permulaan abad ke-20, telah
ditinjau dan ada 3 corak pemikiran utama yang yang dapat dibeda-
bedakan; (1) tradisi berkelanjutan, kajian gramatikal dan linguistik yang
dilanjutkan oleh ilmuwan-ilmuwan Eropa dengan cara yang berbeda-beda
sejak zaman kuno; (2) apresiasi progresif ilmu pengetahuan linguistik
India, terutama dalam bidang fonetik dan fonologi; dan (3)
pengasimilasian ilmu pengetahuan linguistik terutama sebagai ilmu yang
berorientasi historis, ke dalam sikap-sikap, komparatisme, evolusionisme,
abad ke-19 dan positifisme ilmu pengetahuan alam. (Robins, 1995:278).
Sesuai dengan hal tersebut, dalam makalah penulis mencoba
mendeskripsikan Teori lingusitik struktural dan tagmemik.

B. Rumusan Masalah
A. Apa definisi aliran strukturalisme ?
B. Apa definisi aliran tagmemik ?
C. Apa pengertian tata bahasa kasus ?

C. Tujuan
A. Untuk mengetahui aliran strukturalisme dan aliran tagmemik.
B. Untuk mengetahui pengertian tata bahasa kasus.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori/Aliran Struktural
Teori ini berlandaskan pola pemikiran secara behaviorisik. Paham
behavioristik beranggapan bahwa jiwa seseorang dan hakikat sesuatu
hanya bisa dideteksi lewat tingkah laku dan perwujudan lahiriahnya yang
tampak. Sejalan dengan itu, aliran struktural mengamati bahasa dan
hakikatnya dalam perwujudannya yang konkret sebagai bentuk ujaran.
Aliran struktural lahir pada awal abad XX atau tepatnya pada tahun
1916. Tahun tersebut sangat monumental karena pada tahun inilah terbit
buku berjudul “Course de Linguistique Generale” karya Ferdinand De
Seassure yang berisi teori-teori struktural yang juga sebagai pokok-pokok
pikiran linguistik modern. Inilah mengapa De Seassure dijuluki ‘Bapak
Strukturalisme’ dan sekaligus ‘Bapak Linguistik Modern’.1
Terlepas dari dunia Barat, ternyata di dunia Arab justru yang lebih dulu
menerapkan linguistik dengan pendekatan modern. Ini karena di dunia
Arab, Jorji Zaidan dengan karyanya al-falsafah al-lughawiyyah wa al-
alfa:zh al-‘arabiyyah, telah mengangkat karakter, fungsi, dan metode
pengajaran bahasa.2
Adapun ciri-ciri aliran struktural tersebut adalah sebagai berikut.
1. Berlandaskan pada Paham Behavioristik
Proses bahasa merupakan suatu proses rangsang-tanggap (stimulus-
respon). Setiap manusia berujar pada dasarnya merupakan respons dari
suatu stimulus. Stimulus ada kalanya berupa ujaran, ada kalanya
berupa isyarat dengan gerakan anggota badan, dan ada kalanya berupa
situasi.

1
2

6
2. Bahasa Berupa Ujaran
Ciri ini menunjukkan bahwa hanya yang berupa ujaran sajalah yang
merupakan bahasa. Bentuk-bentuk perwujudan yang selain ujaran
tidak dapat digolongkan bahasa dalam arti sebenarnya, termasuk juga
tulisan.
3. Bahasa Berupa Sistem Tanda (signnifie dan significant)
Pada hakikatnya bahasa adalah tanda. Sistem tanda tersebut bersifat
arbitrer dan konvensional. Sistem tanda dalam bahasa terdapat dua sisi,
sisi pertama berupa signifie tertanda) sedangkan sisi lain berupa
significant (penanda). Adapun yang dimaksud dengan arbitrer adalah
sifat dari tanda tersebut adalah semena-mena. Namun demikian,
semena-menaan itu dibatasi oleh suatu konvensi atau kesepakan antar
pemakai.
4. Bahasa Merupakan Faktor Kebiasaan (habit)
Ciri ini dipertentangan oleh teori transformasi yang beranggapan
bahwa bahasa bukan faktor kebiasaan melainkan berupa faktor warisan
(innate). Aliran struktural berkeyakinan bahwa teorinya benar dan
dapat memberikan bukti yang meyakinkan.
Berkaitan dengan konsep habit ini, kaum strukturalis menerapkan
metode di dalam pembelajaran bahasa yang kemudian terkenal dengan
metode drill and practice, yakni suatu bentuk metode yang
menerapkan pemberian latihan yang terus menerus dan berulang-ulang
sehingga akhirnya membentuk suatu kabiasaan. Sayangnya bentuk
latihan semacam ini sangat menjemukkan.
5. Kegramatikalan Berdasarkan Keumuman
Ciri ini sebenarnya sejalan dengan ciri pada 4 butir di atas. Bentuk dan
struktur bahasa yang sudah biasa dipakai atau yang sudah umum
sajalah yang dinilai sebagai bentuk yang gramatikal. Bentuk-bentuk
yang secara kaidah sebenarnya betul akan tetapi belum biasa dipakai
atau belum umum, maka bentuk tersebut terpakasa dnyatakan sebagai
bentuk yang tidak gramatikal. Dengan demikian standar yang dipakai
untuk menetapkan kegramatikalan suatu bahasa adalah standar

7
keumuman, bukan standar kaidah atau norma. Contoh: kata bupati +
ke-an seharusnya menurut kaidah menjadi kebupatian sama halnya
dengan kata menteri + ke-an menjadi kementerian. Akan tetapi bentuk
kata kebupatian tidak dianggap gramatikal karena tidak umum.
6. Level-level Gramatikal Ditegakkan Secara Rapi
Level-level gramatikal mulai ditegakkan dari level terendah berupa
fonem sampai level tertinggi yang berupa kalimat. Secara berturut-
turut level atau tataran gramatikal tersebut adalah morfem, kata, frasa,
klausa, dan kalimat. Tataran di atas kalimat belum terjangkau oleh
aliran ini.
7. Tekanan Analisis pada Bidang Morfologi
Aliran strukturalisme lebih menekankan analisis morfologi. Hal ini
tidak berarti bahwa bidang yang lain diabaikan begitu saja.
8. Bahasa Merupakan Deretan Sintakmatik dan Paradigmatik
a. Deretan Sintakmatik
Deretan ini adalah deretan unsur secara horisontal yang terjadi
dalam segala tataran. Fonem-fonem segmental secara sintakmatik
membentuk struktur yang lebih besar berupa silabel dan morfem.
Prosedur semacam ini dinamakan fonotaktik. Morfem-morfem
secara sintakmatik membentuk struktur yang lebih besar, yakni
kata, kata-kata menjadi farasa, frasa-frasa menjadi klausa, klausa-
klausa menjadi kalimat. Tiga prosede yang disebut terakhir yang
dinamakan proses sintaksis.
b. Deretan Paradigmatik
Adalah dertetan struktur yang sejenis secra vertikal.
 Anjing itu ada di sini
 Seekor anjing ada di sini
 Anjing itu sakit
 Seekor anjing sakit
Kegunaan derertan paradigmatik ini adalah untuk mencari atau
menentukan unsur-unsur bahasa. Pada deretan paradigmatik di atas

8
kita bisa menentukan bahwa unsur bahasa-bahasa ‘kalbun’ berarti
anjing. Deretan paradigmatik ini juga berlaku pada semua tataran.
9. Analisis Bahasa Secara Deskripsif
Menurut aliran struktural analisis bahasa harus didasarkan atas
kenyataan yang ada. Data bahasa yang dianalisis hanyalah data yang
ada pada saat penelitian dilakukan. Semboyan mereka: describe the
facts, all the facts, and nothing but the facts.
10. Analisis Struktur Bahasa Berdasarkan Unsur Langsung
Yang dimaksud dengan unsur langsung adalah unsur yang setingkat
lebih rendah atau lebih bawah dari struktur tersebut

B. Teori/Aliran Tagmemik
Kedua, aliran Tagmemik. Elson-Pickett mengeklektikkan aliran
tradisional, struktural, dan transformasi (juga aliran lain sebagai inovasi
strukturalisme Saussure). Berbagai aliran-aliran ini disebutnya sebagai
aliran pratagmemik. Aliran Tagmemik mencoba menempatkan prinsip-
prinsip aliran-aliran tersebut sesuai proporsinya. Dorongan utama
munculnya aliran ini adalah kesemestaan bahasa (Soeparno, 2005:32).
Pengikut Elson-Pickett adalah Robert E. Longacre, Walter A. Cook,
Kenneth L. Pike, dan tokoh-tokoh lainnya. Istilah tagmemik pernah
disebut Bloomfield dalam buku “Language” pada tahun 1933.
Penamaan teori tagmemik ini berangkat dari konsep tagmen.
Tagmen adalah bagian dari konstruksi gramatikal dengan empat macam
kelengkapan spesifikasi ciri, yakni: slot, kelas, peran, dan kohesi
(Soeparno, 2002: 58).
Secara relative teori ini memang boleh dikatakaan masih cukup
baru. Kebulatan dan kelengkapannya baru terwujud pada tahun 1977
dengan terbitnya buku “Grammatikal Analysis” karangan Keneth L. Pike
dan Evelyn G. Pike. Keduanya merupakan sepasang suami istri dari
University of Texas at Arlington dan sebagai Direktur SIL (Summer
Instituteof Linguistics).

9
Pada garis besarnya teori ini terbagi atas dua generasi. Generasi
pertama adalah generasi sebelum GA (Grammatical Analysis, 1977) dan
generasi kedua adalah generasi GA itu sendiri.
1. Generasi Pertama
Generasi pertama ini belum dapat disebut tagmemik yang
sebenarnya. Paling tepat disebut sebagai rintisan menuju tagmemik. Pada
waktu itu kelengkapan spesifikasi cirri tagmemik baru ada dua, yakni slot
dan filler class saja. Dengan demikian analisisnya masih agak sederhana.
2. Generasi Kedua
Pada generasi kedua teori ini baru mencapai kesemurnaannya.
Untuk melhirkan buku “Grammatical Analysis” Pike suami istri
memerlukan waktu sepuluh tahun. Salah satu tempat yang dipakai untuk
uji coba adalah Indonesia, yakni di daerah Irian jaya atau lebihh tepatnya
Danau Bira (1996). Ciri tagmen tidak lagi dua dimensi, melainkan empat
dimensi, yakni, slot, class, role, dan cohesion.
Adapun ciri-ciri aliran tagmemik tersebut secara lengkap sebagai
berikut:
1. Setiap Struktur Terdiri atas tagmen-tagmen
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa tagmen adalah
sebagian dari suatu konstruksi gramatikal yang memiliki empat macam
kelengkapan spesifikasi ciri slot, kelas, peran, dan kohesi.
a. Slot
Slot adalah suatu cirri tagmen yang merupakan tempat kosong di
dalam struktur yang harus diisi oleh fungsi tagmen. Di dalam tataran
klausa fungsi tagmen tersebut berupa subjek, predikat, objek, dan adjang.
Pada tataran lain umumnya fungsi tagmen berupa inti (nucleus) dan luar
inti (margin). Pada teori tradisional dan struktural, slot ini leih kurang
sama dengan jabatan kalimat dan fungtor.
b. Kelas
Kelas adalah suatu cirri tagmen yang merupakan wujud nyata dari
slot. Wujud nyata slot tersebut berupa satuan-satuan lingual seperti
morfem, kata, frasa, klausa, alinea, monolog, dialog, dan wacana. Veerhar

10
menyebutnya dengan istilah kategori. Kelas dapat dipecah lagi menjadi
kelas yang lebih kecil (subkelas). kelas frasa dapat dipecah menjadi frasa
benda dan frasa kerja. Kelas klausa dapat dipecah menjadi klausa transit,
klausa intransitive, klausa ekuatif, dan sebagainya.
c. Peran
Peran adalah cirri atau benda penanda tagmen yang merupakan
pembawa fungsi tagmen. Memang agak sulit untuk membedakan fungsi
dan peran. Pelaku (actor) dan penderita (undergoer) adalah nama peran.
pelaku dan penderita tersebut dapat menjadi pembawa fungsi subjek.
Dengan demikian ada subjek dengan peran penderita.
d. Kohesi
Kohesi adalah cirri atau penanda tagmen yang merupakan
pengontrol penghubung antar tagmen. Pengontrol hubungan yang hampir
terdapat pada semua bahasa adalah kaidah ketransitifan pada klausa yang
berlaku untuk klausa transitif, klausa intransitive, dan klausa ekuatif..
Di dalam rumus keempat cirri atau penanda itu ditempatkan pada
sudut perempatan garis. Sudut kiri atas ditempati oleh slot, sudut kanan
atas ditempati oleh kelas, sudut kiri bawah ditempati oleh peran, dan sudut
kanan bawah ditempati oleh kohesi. seperti yang tertera pada gambar id
bawah ini.
2. Bersifat Elektik
Teori tagmemik bersifat elektik, yaiitu merupakan perpaduan dari
aneka macam teori yang dirangkum sesuai dengan proporsi masing-
masiing. Teori tradisional dan fungsional ditempatkan pada cirri slot, teori
struktural dan tagmemik ditempatkan pada cirri kelas, teori kasus (case
grammar) ditempatkan pada cirri eran, dan cirri relasional ditempatkan
pada cirri kohesi. Hal ini tidak berarti bahwa teori tagmemik tidak
memiliki corak yang khas.
3. Bersifat Universal
Teori tagmemik bersifat universal. Keuniversalan atau kesemestaan
dalam teori ini bukan saja kesemetaan dalam arti berlaku untuk semua
bahasa, akan tetapi juga kesemestaan dalam arti dapat berlaku untuk

11
semua bidang kehidupan manusia. Eduard Travis (1980) telah berhasil
menganalisis makanan orang Sunda dengan menggunakan teori ini.
Hasilnya cukup meyakinkan.
4. Tiga Hierarki Linguistik
Menurut teori ini ada tiga macam hierarki linguistic, yakni: (a)
hierarki referensi, (b) hierarki fonologikal, dan (c) hierarki gramatikal.
Hierarki referensi adalah hierarki dalam kawasan tata nama dan
tata makna. Hierarki fonologikal adalah hierarki dalam kawasan bunyi
bahasa. Hierarki gramatikal adalah hierarki dalam kawasan tatabahasa
(grammar). Morfologi dan sintaksis tercakup dalam hierarki gramatikal
ini, namun menurut teori ini tidak ada lagi batasan antara morfologi dan
sintaksis.
5. Tataran pada Hierarki Gramatikal
Tataran terendahdalam hierarki gramatikal menurut teori ini adalah
morfem, sedangkan tataran tertinggi adalah wacana. Pike dan pike (1977:
24) membuat urutan tataran secara skematis sebagai berikut.
Dipandang dari segi maknanya, morfem merupakan satuan
gramatikal yang belum mempunyai makna yang tegas, sehingga boleh
disebut bungkus leksikal. Kata dan frasa mempunyai makna sebagai
istilah. Klausa dan kallimat mempunyai makna sebagai proposisi. Oleh
karena itu, klausa dapat didefinisikan sebagai satuan gramatikal terkecil
untuk menyatakan proposisi.
Tata urutan seperti yang tercantum pada skema di atas semata-mata
hanya berlakuuntuk tatanan normal (normal mapping). Cook (1969: 31)
menunjukan adanya berbagai kemungkinan tatanan sebagai berikut.
Pada tatanan normal: unsur sebuah kalimat berupa klausa, unsur
klausa berupa frasa, unsur frasa berupa kata dan unsur kata berupa
morfem. Pada loncatan tataran (level skipping): Unsur suatu struktur di
atas kalimat berupa klausa atau tataran lain yang dua jenjang atau lebih di
bawahnya, unsur kalimat berupa frasaatau jenjang di bawah frasa, unsur
klausa berupa kata atau morfem, dan unsur frasa berupa morfem. Pada
tataran layering atau recursive: unsur sebuah kalimat berupa kalimat juga,

12
unsur klausa berupa klausa juga, unsur frasa berupa frasa juga, dan unsur
kata berupa kata juga. Pada hiararki juga terputar atau back looping: unsur
suatu klausa berupa kalimat, unsur berupa frasa berupa klausa, dan unsur
suatu kata justru berupa frasa. Pada hierarki terputar ini struktur yang
jenjangnya lebih rendah justru membawahi struktur yang jenjangnya lebih
tinggi. Oleh karena itu, barangkali lebih tepat digunakan istilah hierarki
terputar (bahasa Jawa; kuwalik).
6. Slot pada Tataran Klausa
Slot pada tataran klausa subjek, predikat, objek, dan adjung. Pada
tataran kalimat tidak ada subjek dan tidak ada pula predikat. Objek dan
adjung pun sudah barang tentu tidak ada juga. Kesemuanya itu hanyalah
milik klausa, bukan millik kalimat. Slot pada tataran kalimat berupa inti
(nucleus) dan luar inti (margin) atau pokok dan sebutan, atau topic dan
comment.
7. Predikat Kata Kerja
Menurut teori tagmemik slot predikat harus kata kerja. Selainkata
kerja tidak mungkin menduduki slot predikat. Dengan demikian tidak ada
istilah kalimat nominal. Bentuk-bentuk gramatikal seperti: “Ayahnya
seorang guru”, “Rumahnya di tengah kota”, “lukisan itu indah”, dan
sebagainya sama sekali bukan kalimat nominal, melainkan klausa
ekuatif.Di dalam klausa ekuatif bahasa Indonesia kehadiran predikatnya
bersifat opsional (Soeparno, 1980; 28). Pernyataan kaum tagmemik bahwa
predikat harus kata kerja ini memang tampaknya sangat mengejutkan,
namun sebenarnya keterkejutan ini tidak Perlu terjadi seandainya mereka
tidak terlanjur terbelenggu oleh teori tradisional dan semacamnya.
8. Ciri Etik dan Emik
Aliran tagmemik mulai menegakan eksistensi cirri –etik dan cirri –
emik di dalam suatu struktur. Ciri –etik adalah ciri yang tidak
membedakan struktur, sedangkan cirri –emik adalah cirri yang
membedakan struktur. cirri –etik dan cirri –emik ini tidak hanya terbatas
pada penggunaan istilah fonetik dan fonemik saja, akan tetapi berlaku

13
untuk semua struktur gramatikal. Bahkan berlaku pula untuk semua bidang
kehidupan manusia.
9. Rumus di dalam Analisis
Di dalam analisis selalu menggunakan rumus yang rapi, lengkap,
dan tuntas. Sebuah klausa “Marco van basten telah memasukan lima gol”
dapat dirumuskan sebagai berikut.
Rumus ini dibaca: Klausa transitif terdiri atas tagmen subjek
bersifat wajib dengan peran pelaku yang diisi oleh kata benda, tagmen
predikat bersifat wajib dengan peran statemen yang diisi oleh frasa benda,
dan tagmen objek bersifat wajib dengan peran penderita yang diisi oleh
frasa benda. Kaidah kohesinya, predikat dengan frasa kerja transitif
memaksa hadirnya objek sebagai penderita.
10. Analisis dimulai dari Klausa
Apabila aliran struktural mengawali analisisnya dari kata, teori
transformasional mengawali analisisnya dari kalimat, maka teori
tagmemik mengawali analisisnya dari tataran klausa. Dengan demikian
tataran klausa kedudukannya sangat penting.
11. Tidak ada batasan antara Morfologi dan Sintaksis
Teori tagmemik memang secara formal belum perna diterapkan di
dunia pengajaran bahasa. Akan tetapi berdasarkan beberapa cirri yang
dikemukakan tadi tampaknya teori ini mempunyai peluang besar menjadi
landasan bagi pengajaran bahasa (khususnya pengajaran bahasa
Indonesia).

C. Aliran Transformasi/Tata bahasa


Aliran yang dipelopori oleh N. Chomsky ini merupakan reaksi dari paham
strukturalisme. Konsep strukturalisme yang paling ditentang oleh aliran ini ialah
konsep bahwa bahasa sebagai faktor kebiasaan (habit). Adapun cirri-ciri aliran
transformasional yang dikemukakan oleh Soeparno (2003: 41) secara lengkapnya
adalah sebagai berikut:
a. Berdasarkan paham mentalistik
Aliran ini beranggapan bahwa proses berbahasa bukan sekedar proses
rangsang-tanggap semata-mata, akan tetapi justru menonjol sebagai proses

14
kejiawaan. Proses berbahasa bukan sekedar proses fisik yang berupa bunyi
sebagai hasil sumber getar yang diterima oleh alat auditoris, akan tetapi berupa
proses kejiawan di dalam diri peserta bicara. Oleh karena itu, aliran linguistik ini
sangat erat kaitannya dengan subdisiplin psikolinguistik.
b. Bahasa merupakan innate
Kaum trensformasi menertawakan anggapan kaum struktural bahwa bahasa
merupakan faktor kebiasaan (habit). Mereka beranggapan dengan penuh
keyakinan bahwa bahasa merupakan faktor innate (warisan keturunan). Apabila
kaum struktural dapat memberikan bukti bahwa bahasa merupakan habit, maka
kaum trasformasi pun menunjuakn bahwa bahasa bukan habit. Dalam kasus ini
Chomsky perna minta bantuan seorang rekannya ahli bedah otak. Berkat bantuan
rekannya itu dapat dibuktikan bahwa struktur otak manusia dengan struktur otak
simpanse persis sama, kecuali satu simpul syaraf yang ada pada struktur otak
manusiatidak terdapat pada struktur otak simpanse. Itulah sebabnya simpanse
tidak dapat berbicarawalaupun kadang-kadang ada simpanse yang keterampilan
dan kecerdasannya mendekati/sama dengan manusia. Walaupun dilatih dengan
metode dril dan practica seribu kali sehari tidak akan mungkin seekor simpanse
dapat berbicara, sebab dapat atau tidaknya berbicara itu bukana adanya faktor
latihan atau kebiasaan melainkan karena faktor warisan atau innate. Menurut
kenyataan dan memang telah dikodratkan bahwa simpanse memang tidak
mempunyai innate itu. Jika tidak mungkin seekor simpanse dapat berbahasa.
c. Bahasa terdiri atas lapis dalam dan lapis permukaan
Teori transformasional memisahkan bahasa atas dua lapis yakni lapis dalam
(deep structure, struktur dalam, struktur batin) dan lapis permukaan (surface
structure, struktur luar, struktur permukaan). Lapis batin adalah tempat terjadinya
proses berbahasa yang sesungguhnya/secara mentalistik, dan lapis permukaan
adalah wujud lahiriah yang ditransformasikan dari lapis batin. Aku tresno marang
kowe, aku cinta padamu, I love you, dan wo ai ni merupakan empat struktur
permukaan yang ditranformasikan dari satu struktur dalam.
d. Bahasa terdiri atas unsur competent atau performance
Linguistic compotent atau kemampuan linguistik adalah pengetahuan
seseorang tentang bahasanya, termasuk juga di sini kemampuan seseorang untuk

15
menguasai kaidah-kaidah yang berlaku bagi bahasanya. Sedangkan linguistic
performance atau performasi linguistik adalah keterampilan seseorang
menggunakan bahasa. Kedua unsur tersebut sama-sama penting kedudukannya.
Yang satu tidak lebih penting dari yang lain. Namun kenyataannya ada orang yang
kompetensinya baik akan tetapi performansinya tidak baik. Sebaliknya ada pula
orang yang kompetensi linguistiknya kurang baik akan tetapi performansinya
ternyata cukup baik. Yang paling ideal adalah kompetensi dan performansi kedua-
duanya baik.
e. Analisis bahasa bertolak dari kalimat
Kaum transformasional  beranggapan bahwa kalimat merupakan tataran
gramatikal tertinggi. Dari kalimat analisisnya turun ke rasa dan kemudian dari
frasa turun ke kata. Keistimewaan teori transformasional ini ialah tidak diakuinya
eksistensi klausa. Itulah sebabnya mengapa analisisnya dari kalimat langsung
turun ke rasa, nelalui klausa. Pengingkaran terhadap keberadaan tataran klausa ini
oleh aliran lain dianggap sebagai perlakuan yang semena-mena.
f. Bahasa bersifat kreatif
Ciri ini merupakan reaksi atas anggapan kaum struktural yang fanatic
terhadap standar keumuman. Bagi kaum transformasional masalah umum atau
tidak umum bukan persoalan. Yang paling penting adalah kaidah. Walaupun suatu
bentuk bahasa tersebut belum umum asalkan pembentukannya sesuai dengan
kaidah yang berlaku, maka tidak ada halangan untuk mengakuinya sebagai bentuk
yang gramatikal. Bentuk kata menggunung ‘menyerupai gunung’ pada konteks
‘sampah telah menggunung di tepi jalan’terbentuk oleh penggabungan bentuk
dasar gunung dan prefix meN-. Hal tersebut terjadi pula pada bentuk menganak
sungai  yang artinya ‘menyerupai anak sungai’ pada konteks ‘peluhnya menganak
sungai’. Dengan kaidah semacam itu, maka kita dapat membentuk konstruksi-
konstruksi lain secara kreatif, misalnya:
1. Bajunya robek membibir ‘menyerupai bibir’
2. Pohon itu memayung ‘menyerupai payung’

3. Larinya mengejet ‘menyerupai jet’

4. Batu itu mengursi ‘menyerupai kursi’

16
5. Buah jeruk itu membola ‘menyerupai bola’

g. Membedakan kalimat ini dengan kalimat transformasi


Aliran ini membedakan dua macam kalimat yaiyu kalimat inti dan kalimat
transformasi. Kalimat inti adalah kalimat yang belum dikenai kaidah trasformasi,
sedangkan kalimat transformasi adalah kalimat yang dikenai kaidah transformasi.
Adapun cirri-ciri kalimat inti itu ialah: a) lengkap, b) simple, c) statemen, d) aktif,
e) positif, dan f) runtut.
h. Gramatikanya bersifat generatif
Tatabahasa yang bertolak dari teori dinamakan tata bahasa generative
transformasi (TGT). Di dalam teori ini ada anggapan bahwa aturan gramatika
memberikan mekanisme dalam otak yang membangkitkan kalimat-kalimat.
Dengan satu kaidah (atau dengan sedikit kaidah) kita dapat menghasilkan kalimat
yang tidak terhingga banyaknya.
Teori transformasional ini pada garis besarnya terdiri atas dua generasi, yaitu
generasi pertama dan generasi kedua. Generasi pertama ini biasanya disebut
generasi “Syntactic Structures”, sedangkan generasi ke dua biasanya disebut
generasi “Aspects of The Theory of Syntax”. Generasi pertama berangkat tahun
monumental 1957 dan generasi kedua 1965. Perbedaan prinsip kedua generasi itu
ialah pada generasi pertama komponen semantic belum diintegratsikan, sedangkan
pada generasi ke dua komponen semantic sudah diintegrasikan bersama dengan
komponen sintaksis dan fonologi.

17
BAB III
Penutup
A. Kesimpulan

18
DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2012. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Hafizh,Salma.2016. Pengantar linguistik.Jakarta. Universitas Islam Negeri Syarif


Hidayatullah Jakarta.

Widyartono,Didin.2017.Pengajaran bahasa Indonesia Berbasis Aliran Struktural,


Tagmemik, dan Sistemik.Malang.Universitas Negeri Malang.

19

Anda mungkin juga menyukai