Anda di halaman 1dari 16

3.1.

Kerangka Konsep

Merupakan kerangka konsep pada penelitian ini adalah :

Kontaminasi Kuku
Pada murid Sekolah Dasar Kec Medan Baru

Pengetahuan
siswa

3.2. Variabel dan definisi operasional

3.3.1. Variabel

Variable yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah kontaminasi kuku dengan
Soil Transmitted Helminths(STH) dan pengetahuan tentang STH.

3.3.2 Definisi operasional

a) Pengetahuan :
 Definisi: Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui siswa
tentang cacingan termasuk cara penularan, cara pencegahan dan
cara mengobati infeksi cacing.
 Cara ukur: Siswa akan diteliti pengetahuannya berdasarkan
pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan cacingan, cara
penularan, cara pencegahan dan pengobatan infeksi cacing.

 Alat ukur: kuesioner- 27 pertanyaan diajukan dengan 2 pilihan


jawaban.
 Jawaban benar diberi skor 1
 Jawaban salah diberi skor 0

Universitas Sumatera Utara


 Kategori :
 Pengetahuan baik = 60-100% (total skor : 12-20)
 Pengetahuan kurang = 0-59% (total skor : ˂ 12)
 Skala pengukuran : ordinal

b) Kontaminasi kuku
 Definisi: Kontaminasi kuku adalah telur/larva cacing yang
ditemukan pada kotoran kuku siswa.
 Cara ukur: Sampel kuku tangan siswa akan diperiksa dengan
metode sedimentasi untuk mendapatkan telur atau larva cacing.
 Alat ukur: Metode sedimentasi
 Skala pengukuran : ordinal

c) Telur/larva cacing

 Definisi: Telur/larva cacing adalah bentuk/stadium dari cacing


sebelum menjadi dewasa yang ditemukan pada kotoran kuku siswa

BAB 4

METODE PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara


4.1 Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain cross


sectional, dimana penelitian ini akan menggambarkan kontaminasi kuku dan
tingkat pengetahuan siswa Sekolah Dasar Negeri 060891 Kecamatan Medan Baru
tentang infeksi Soil transmitted helmiths(STH).

Siswa sekolah dasar negeri ini dipilih karena berdasarkan observasi dan
survey awal, didapati sekolah tersebut memang kurang kebersihannya. Lagipun
dari observasi anak-anak sekolah kurang menjaga kebersihan diri dan sekolah
tersebut juga merupakan sekolah pemerintah yang kurang mempunyai sarana
yang cukup untuk meningkatkan kebersihan sekolah.

4.2 Waktu dan lokasi penelitian

Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 060891 Kecamatan Medan


Baru. Waktu penelitian direncanakan pada bulan Juli- Augustus tahun 2010.

4.3 Populasi dan sampel penelitian

Populasi penelitian dalam penelitian ini adalah siswa kelas II, III, dan IV
Sekolah Dasar Negeri 060891. Jl. Letjen Jamin Ginting. No 303. Kecamatan
Medan Baru. Kota Medan. 20155 medan. pada tahun ajaran 2010/2011.

Pemilihan sampel (teknik sampling) yang digunakan adalah simple


random sampling yaitu tiap subyek dalam populasi (terjangkau) yang akan dipilih
secara acak yaitu siswa diberi nomor dan siswa dengan nomor genap dipilih
sampai mencapai besar sampel sesuai dengan rumus berikut:

n= N n ≡ jumlah sampel
1 + N(d2)
N ≡ jumlah populasi

d ≡ penyimpangan statistic dari


sampel terhadap populasi
ditetapkan (0,1) Universitas Sumatera Utara
n= 100
1 + 100(0.12)

n = 100
2
n = 50 orang

4.4 Teknik pengumpulan data

Responden pada penelitian ini adalah siswa sekolah dasar. Mereka akan
dipilih dahulu berdasarkan random sampling yaitu setiap kelas akan diambil siswa
secara selang seling. Seterusnya teknik pengumpulan data pada penelitian ini
adalah dengan cara:

a. Pengisian kuesioner oleh siswa sekolah dasar untuk mengetahui dan


menilai penetahuan siswa.

b. Pemeriksaan sampel kuku dilakukan dengan metode sedimentasi.


Potongan kuku yang diperoleh direndam dalam KOH 1 % selama 30
menit. Kemudian aduk dengan tangkai pengaduk lalu dituang ke dalam
tabung sentrifuse melalui saringan the. Sentrifuse selama ± 15 menit
dengan kecepatan 2000 rpm. Selanjutnya sedimen diambil dengan
menggunakan pipet dan diletakkan pada kaca objek,. Lalu, sediaan
diperiksa di bawah mikroskop dengan perbesaran obyektif 10 dan 40
kali untuk mendapatkan telur-telur cacing.
4.5 Pengolahan dan analisa data
Dalam penelitian ini dihasilkan data dari hasil analisis hasil pemeriksaan
kuku dan kuesioner.

4.5.1 Pemeriksaan kuku

Universitas Sumatera Utara


Hasil pemeriksaan kuku dianalisa dengan melihat adanya atau tidak telur cacing
pada kotoran kuku, dikategorikan sebagai ada kontaminasi dan tidak ada
kontaminasi.
Seterusnya data yang dikumpul dianalisa dengan mengunakan program
Komputer SPSS( statistical product & service solution) secara deskriptif dan hasil
ditampilkan dalam tabel bentuk distribusi.

4.5.2 Kuesioner
Daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik dimana responden
(siswa) dan interview tinggal memberikan jawaban atau dengan memberikan
tanda-tanda tertentu. (Notoatmodjo,2002)
Instrumen ini digunakan untuk mengumpulkan data tentang pengetahuan
perorangan mengenai kejadian penyakit infeksi cacingan pada siswa Sekolah
Dasar Negeri 060891 Kecamatan Medan Baru. Kuesioner yang disediakan
dikategorikan kepada pengetahuan baik dan pengetahuan kurang.
Data yang dikumpul dianalisa dengan mengunakan program Komputer
SPSS( statistical product & service solution) secara deskriptif dan hasil
ditampilkan dalam tabel bentuk distribusi. Hasil kuesioner ditentukan validitasnya
dan reabilitasnya dengan mengunakan rumus pearson.

4.6 Validitas dan Reliabilitas


Hasil kuesioner ditentukan validitasnya dan reabilitasnya dengan
mengunakan rumus Pearson.

4.6.1 Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar
mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo. S, 2002). Validitas dari alat pengumpul

Universitas Sumatera Utara


data sangat diperlukan agar alat pengumpul data tersebut memberikan data yang
valid.
Rumus:

Keterangan :
X : Pertanyaan
Y : Skor nilai
XY : Skor pertanyaan dikali skor total (Notoatmodjo. S, 2002)

Kesesuaian harga rxy diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan


rumus di atas disesuaikan dengan tabel harga regresi product moment dengan
koreksi harga rxy lebih kecil atau sama dengan regresi tabel, maka butir instrument
tersebut tidak valid. Setelah dilakukan uji coba kuesioner pada 20 responden,
dikirakan nilai harga rxy dan dibandingkan dengan tabel harga regresi product
moment. Contohnya pada soal 1 diperoleh rhitung =0.703, artinya rhitung lebih besar
dari rtabel = 0,444. Maka pertanyaan no 1 adalah valid.

4.6.2 Reliabilitas

Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat


pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran ini tetap konsistensi atau tetap bila dilakukan
pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan
alat ukur yang sama (Notoatmodjo. S, 2002). (Tabel 4.1)
Reliabilitas instrumen memiliki pengertian bahwa suatu instrumen cukup
dapat dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data, karena
instrumen tersebut dianggap baik. Instrumen yang dipercaya kebenarannya untuk

Universitas Sumatera Utara


mengetahui reliabilitas dari penelitian dengan metode kuesioner menggunakan
rumus alpha, sebagai berikut:

Keterangan :
r11 : Reliabilitas instrumen
k : banyak butir pertanyaan / banyaknya soal
Σσb2 : Jumlah varians butir
σb : Varians butir

Standar dalam menentukan reabilitas intrumen penelitian dengan Alpha


cronbach rhitung diwakili oleh nilai alpha. Menurut Santoso yang dikutip oleh Evi
Yulianto (2007) tingkat reliabilitas. Menurut triton, reliabilitas dapat
dikategorikan kepada beberapa tingkat(tabel 4.1).
Setelah dilakukan uji coba kuesioner pada 20 responden, diperoleh Alpha
cronbach 0.956. berdasarkan tabel 4.1, maka pertanyaan-pertanyaan yang valid
adalah sangat valid(tabel 4.2).
Tabel 4.1
Tingkat reliabilitas berdasarkan Alpha cronbach

Tabel 4.2
Hasil uji validitas dan reliabilitas untuk setiap pertanyaan dalam kuesioner

Universitas Sumatera Utara


pertanyaan Total pearson correlation status alpha status
1 0.703 Valid 0.956 reliabel
2 0.703 Valid reliabel
3 0.835 Valid reliabel
4 0.605 Valid reliabel
5 0.338 Tidak valid
6 0.729 Valid reliabel
7 0.714 Valid reliabel
8 0.203 Tidak Valid
9 0.714 Valid reliabel
10 0.155 Tidak Valid reliabel
11 0.625 Valid
12 0.597 Valid reliabel
13 0.056 Tidak valid
14 0.777 Valid reliabel
15 0.835 Valid reliabel
16 0.835 Valid reliabel
17 0.650 Valid reliabel
18 0.766 Valid reliabel
19 0.714 Valid reliabel
20 0.644 Valid reliabel
21 0.119 Tidak Valid
22 0.119 Tidak Valid
23 0.777 Valid reliabel
24 0.056 Tidak Valid
25 0.703 Valid reliabel
26 0.703 Valid reliabel
27 0.790 Valid reliabel

BAB 5

Universitas Sumatera Utara


HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil penelitian

Proses pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan


menggunakan instrumen kuesioner yang diisi oleh siswa tanpa dibawa pulang dan
sampel kuku diambil dari setiap siswa yang telah mengisi kuesioner. Hasil
dianalisis sehingga dapat menyimpulkan gambaran kontaminasi dan pengetahuan
dikalangan siswa.

5.1.1 Deskripsi lokasi penelitian

Penelitian ini dilaksanakan Sekolah Dasar Negeri 060891 Medan yang


terletak di Jl. Letjen Jamin Ginting nomor 303 Kecamatan Medan Baru, Medan.
Lokasi penelitian adalah di Ibu kota Sumatera Utara yang terletak di antara 30301–
300481 Lintang utara dan 980391-980471 Bujur Timur, berbatasan dengan Selat
Melaka di sebelah Utara yang dikelilingi Kabupaten Deli Serdang. Disebabkan
letak geografis kota Medan yang strategik dan ibu kota provinsi , Medan menjadi
pusat penduduk melakukan aktivititas perekonomian. Kepadatan penduduk kota
Medan termasuk peringkat yang tinggi, yaitu ketiga terpadat di Indonesia.
Walaupun sebagai ibu kota provinsi di beberapa tempat kota Medan masih
terdapat daerah kumuh. Sekolah ini dipilih karena letaknya geografis yang dinilai
sesuai bagi penelitian ini.

5.1.2 Deskripsi responden

Pada penelitian ini responden yang menjadi sampel adalah siswa Sekolah
Dasar Negeri 060891 kecamatan Medan Baru tahun ajaran 2010/2011. Jumlah
keseluruhan siswa ada 100 orang tetapi berdasarkan rumus penentuan jumlah
sampel yang digunakan hanya 50 siswa dipilih. Pemilihan dilakukan secara simple
random sampling secara acak dari kelas 3, 4, 5 dan 6. Siswa dikelompokkan
mengikut umur.

5.1.3 Distribusi Umur Siswa

Universitas Sumatera Utara


Distribusi umur siswa diperoleh dari hasil penelitian yang dapat dilihat
pada tabel 5.1 dimana jumlah siswa dalam kelompok umur yang tertinggi adalah
sama untuk umur 9 tahun dan umur 11 tahun yaitu 28%.

Tabel 5.1 Distribusi umur siswa

Umur (Tahun) Frekuensi Persentase

9 14 28
10 13 26
11 14 28
12 9 18
Total 50 100

5.1.4 Distribusi Jenis Kelamin Siswa

Selain umur siswa, analisis juga dilakukan terhadap jenis kelamin. Hasil
penelitian ini yang tampak pada tabel 5.2 mendapatkan bahwa mayoritas siswa
yang menjadi responden adalah laki-laki sebesar 54%.

Tabel 5.2 Distribusi Jenis Kelamin Siswa


Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Perempuan 23 46
Laki-laki 27 54
Total 50 100

5.1.5 Distribusi Kejadian kontaminasi kuku

Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan cacing-cacing yang


penularannya melalui tanah dan sampai sekarang masih merupakan masalah bagi
masyarakat Indonesia terutama yang hidup di daerah kumuh walaupun sudah
berada di kawasan perkotaan. Hasil identifikasi parasit pada sampel kuku siswa

Universitas Sumatera Utara


diperoleh hanya 5 orang siswa yang kukunya terkontaminasi oleh STH (tabel
5.3).

Tabel 5.3 Distribusi kontaminasi kuku oleh Soil Transmitted Helminths


Kontaminasi Kuku Frekuensi Persentase (%)

Positif 5 10
Negatif 45 90
Total 50 100

Hasil idetifikasi spesies parasit yang mengkontaminasi kuku siswa terdiri


dari 2 species saja dan dapat dilihat pada tabel 5.4. Hasil ini menunjukkan
mayoritas spesies yang mengkontaminasi kuku siswa adalah telur Enterobius
vermicularis yaitu 3 orang (6%).

Tabel 5.4 Distribusi telur yang dijumpai menurut spesies


Spesies Frekuensi Persentase
Tidak ada kontaminasi 45 90
Ascaris lumbricoides 2 4
Enterobius vermicularis 3 6
Total 50 100

5.1.6. Pengetahuan siswa tentang Soil Transmitted Helminths

Pengetahuan siswa tentang STH dinilai berdasarkan pertanyaan-


pertanyaan tentang pengetahuan mengenai STH yang telah dijawab oleh
responden. Berdasarkan jawaban siswa didapati pertanyaan nomor 1, 2 dan 15
mendapat jawaban benar tertinggi yaitu semua benar (100%). Soal yang mendapat
jawaban salah tertinggi adalah soal 19 yaitu 34 orang (68%).

Tabel 5.5 Distribusi jawapan siswa dalam kuesioner

Universitas Sumatera Utara


Jawapan siswa
No Pertanyaan
Benar Salah
n % n %
1 cuci tangan dengan air bersih sebelum makan 50 100 0 0
2 harus mengunakan sandal bila bermain ditanah 50 100 0 0
3 bermain dengan tanah boleh mendapatkan cacingan 47 94 3 6
4 cacing dapat masuk kedalam tubuh melalui tangan kotor 47 94 3 6
5 harus minum obat cacing 40 80 10 20
6 buang air besar disebarang tempat menyebabkan cacingan 44 88 6 12
7 cara mengobati infeksi cacingan 46 92 4 8
8 golongan tertinggi yang mendapat cacingan 49 98 1 2
9 cacing usus yang ditularkan melalui tanah 30 60 20 40
10 penularan cacing 41 82 9 18
11 kebersihan diri mencegah infeksi cacing 45 90 5 10
12 cacingan menyebabkan kemampuan belajar kurang 47 94 3 6
13 setelah bermain tanah harus cuci tangan 47 94 3 6
14 apa yang harus dilakukan jika terinfeksi 26 52 24 48
15 harus makan obat cacing 50 100 0 0
16 bagaimana untuk menghindari cacingan 19 38 31 62
17 gejala yang sering pada anak 31 62 19 38
18 kuku yang panjang dan kotor 48 96 2 4
19 cacing memasuki tubuh dalam bentuk 16 32 34 68
20 apa yang menyebabkan infeksi cacingan 19 38 31 62

Setelah dianalisa jawaban siswa tentang pengetauan mereka mengenai


STH maka diperoleh hasil 82% siswa memiliki pengetahuan dengan kategori baik
tentang STH (82%). Hasil ini tampak pada tabel 5.4.

Tabel 5.6 Kategori pengetahuan siswa tentang Soil Transmitted Helminths


Pengetahuan Frekuensi Persentase

Universitas Sumatera Utara


Baik 41 82
Kurang 9 18
Total 50 100

5.2. Pembahasan

Dalam pembahasan ini akan difokuskan hal-hal yang berkaitan dengan


tujuan penelitian yaitu untuk melihat gambaran kontaminasi kuku siswa SDN
060891kecamatan Medan Baru dengan Soil Transmitted Helminths dan tingkat
pengetahuan mereka tentang STH.
Penelitian ini memperoleh hasil yang tidak banyak berbeda dengan yang
didapat Mardiana (2000) yang mendapatkan 5% kuku pada anak di kecamatan
Paseh terkontaminasi telur Ascaris lumbricoides. Selain itu, menurut Emiliana
dari penelitian yang dijalankan dijumpai Telur cacing pada dua dari 213 anak
yatim piatu di Jakarta yang diperiksa, ternyata mengandung telur A.lumbricoides,
dan seorang lagi mengandung telur A. lumbricoides dan T. trichiura. Telur A.
lumbricoides juga ditemukan pada 2 dari 131 anak sekolah di Jakarta yang
diperiksa kukunya. Dalam hasil penelitian ini pula menunjukkan hanya 4% kuku
siswa yang tercemar telur A. lumbricoides dan 6% cacing Enterobius
vermicularis. Walaupun hasil kontaminasi dengan telur cacing tidak banyak
berbeda namun ternyata dalam penelitian ini kejadian kontaminasi telur cacing
enterobius vermicularis lebih banyak dari A. lumbricoides. Ini mungkin karena
dari hasil garukan anus yang mempunyai telur E. vermicularis, seterusnya
ditularkan kepada siswa lain karena kurang kebersihan diri.

Perbedaan angka kejadian cacingan atau kontaminasi telur cacing


dibeberapa wilayah ini kemungkinan disebabkan perbedaan faktor resiko dilokasi
penelitian, terutama yang berhubung dengan kondisi sanitasi lingkungan, hygiene
siswa dan kondisi alam atau geografi (Wachidaniyah, 2002). Pada penelitian ini
walaupun terdapat berbagai kondisi yang mendorong kepada kejadian
kontaminasi atau kejadian cacingan seperti kawasan sekolah yang kebanyakan

Universitas Sumatera Utara


berlantai tanah, lokasi sekolah yang dekat dengan pajak. Namun angka kejadian
kontaminasi kuku dengan telur cacing masih rendah pada penelitian ini yaitu 10%
saja.
Pada penelitian oleh Salbiah (2008) disekolah dasar kecamatan Medan
Belawan mendapatkan hasil yang sama dengan hasil penelitian ini yaitu tahap
pengetahuan yang baik mencapai 80% dimana pada penelitian ini juga tahap
pengetahuan yang baik mencapai 82%. Selain itu, dari penelitian yang dijalankan
oleh Fauziah didapati anak sekolah dasar Sukolilo turut mendapat hasil yang sama
yaitu pengetahuan baik mencapai 81,2%. Manakala pada penelitian oleh Sekartini
et al di Sekolah Dasar Kelurahan Pisangan Baru jauh berbeda hasilnya didapati
tahap pengetahuan baik mencapai 59,6% saja. Maka kejadian yang berbeda ikut
lokasi penelitian ini mungkin karena faktor-faktor pendukung lain seperti
sosioekonomi keluarga rendah, taraf pendidikan orang tua rendah, kurang
penyuluhan mengenai kecacingan di daerah ini dan sekolah tidak memberi
keutamaan dalam menjaga kebersihan siswa.
Dari penelitian ini angka kejadian kontaminasi kuku dengan telur STH
sangat kurang tetapi tingkat pengetahuan kebanyakan siswa adalah baik. Pada
pendapat Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.
Menurutnya juga masalah kesehatan disebabkan oleh beberapa faktor seperti
lingkungan yang mencakup (fisik, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan
sebagainya), perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Menurut Poespoprojo
dan Sadjimin (2000) pula, kejadian kecacingan dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti perilaku, lingkungan tempat tinggal dan manipulasi terhadap lingkungan.
Maka dapat dijelaskan walaupun sekadar mempunyai pengetahuan masih tidak
mencukupi dalam membanteras kontaminasi telur cacing pada siswa.
Seterusnya Gandahusada dkk (2004) menyatakan perilaku mencuci tangan
amat penting dimana tangan yang terkontaminasi dengan STH dapat menularkan
infeksi cacingan terutamanya STH. Maka dalam penelitian ini juga didapati angka
kejadian kontaminasi telur cacing E.vermicularis melebihi telur cacing
A.lumbricoides yang boleh dijelaskan dengan perbuatan siswa yang terinfeksi

Universitas Sumatera Utara


dengan cacing E.vermicularis menggaruk anus mengunakan tangan dan
mengunakan tangan tersebut tanpa mencuci tangan dengan bersih maka dapat
menularkannya kepada siswa lain atau reinfeksi.

BAB 6

Universitas Sumatera Utara


KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari uraian-uraian yang telah dipaparkan pada penelitian ini, dapat


disimpulkan bahwa angka kontaminasi kuku terhadap telur cacing terutama STH
adalah sebesar 10% dan spesies yang paling sering dijumpai adalah telur
enterobius vermicularis yaitu 6% Pengetahuan siswa SD Negeri kecamatan medan
baru yang mayoritas termasuk kategori baik yaitu sebesar 82%.

6.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian maka saran yang dapat disampaikan adalah:

1. Perlu peningkatan kerjasama antara kepala sekolah dan guru untuk


memberi bimbingan, pengarahan tentang higiene perorangan dan sanitasi
lingkungan kepada siswa dalam upaya menurunkan prevalensi cacingan.
2. Penelitian ini dilanjutkan dengan penelitian angka kejadian cacingan
terutama pada siswa yang kukunya terkontaminasi telur cacing.
3. Diharapkan informasi dimanfaatkan oleh siswa serta keluarga dalam
pencegahan dan pengobatan kecacingan.
4. Diharapkan sekolah dapat menetapkan peraturan-peraturan memelihara
kuku yang pendek dan bersih seperti mengadakan pemeriksaan kuku dan
pemeriksaan kebersihan tubuh.
5. Ibu bapa harus mengawasi anak yaitu memeriksa kebersihan kuku anak.
6. Dinas kesehatan harus menjalankan penyuluhan mengenai kebersihan diri
dan pencegahan cacingan.

DAFTAR PUSTAKA

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai