Anda di halaman 1dari 9

4. “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.

” (al-
Balad: 4).
Allah telah bersumpah dengan tiga ayat sebelumnya untuk menegaskan bahwa manusia itu
tercipta dalam kesulitan dan kepayahan. Allah ingin membantah persangkaan sebagian
orang bahwa dunia ini bisa ditempuh dengan senang-senang tanpa ada kesulitan sama
sekali. Padahal Allah menjadikan manusia dalam keadan sulit dan payah sepanjang
hidupnya, bahkan sejak lahirnya. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Al-Qurthubi
rahimahullah bahwa seorang anak sejak lahir sudah mengalami kepayahan.

Karena manusia disetting Allah dalam keadaan susah payah, selalu akan menghadapi ujian,
maka kita harus selalu siap dalam menghadapi kehidupan. Menghadapi ujian-ujian Allah
yang diberikan kepada kita. Tetapi dalam rangka menghadapi ujian ini Allah sudah memberi
potensi pada manusia. Antara lain daya akal, daya qolbu, daya hidup dan daya fisik. Kalau
manusia menggunakan daya-daya ini maka ujian-ujian itu pasti akan bisa diselesaikan oleh
manusia. Orang mau ke Surga saja sulit, kita tidak akan mudah dan tidak gratisan. Kita mesti
berjuang.
Perintah-perintah agama itu kalau kita lihat awalnya sangat berat sekali untuk dilaksanakan.
Kecuali kalau kemudian kita sudah biasa melakukan kemudian menjadi ringan.

5-7

‫ َأيَحْ َسبُ َأ ْن لَّ ْم يَ َرهُ َأ َح ٌد‬.‫ت َمااًل ُّلبَدًا‬


ُ ‫ يَقُوْ ُل َأ ْهلَ ْك‬.‫َأيَحْ َسبُ َأ ْن لَّ ْن يَ ْق ِد َر َعلَ ْي ِه َأ َح ٌد‬.

“Apakah manusia itu menyangka bahwa sekali-kali tiada seorang pun yang berkuasa
atasnya? Dia mengatakan: “Aku telah menghabiskan harta yang banyak”. Apakah dia
menyangka bahwa tiada seorang pun yang melihatnya?” (al-Balad: 5-7).

Sesungguhnya “manusia” yang diciptakan dalam keadaan serba susah-payah ini, yang tidak
lepas dari derita kerja keras dan jerih-payah, benar-benar melupakan keadaannya yang
sebenarnya. Mereka tertipu dengan apa yang diberikan oleh Penciptanya yang berupa
sedikit kekuatan, kekuasaan, penghasilan, dan kekayaan. Lalu, ia berbuat seperti perbuatan
orang yang tidak memperhitungkan bahwa dia akan ditindak sesuai perbuatannya. Ia tidak
mengira bahwa ada Allah yang maha tahu maha melihat dan maha pemberi balasan.

Kemudian, jika mereka diseru kepada kebaikan ia berucap: “Aku telah menghabiskan harta
yang banyak.” Aku telah banyak berinfāq, karenanya cukuplah apa yang sudah kuinfāqkan
dan kukorbankan itu. “Apakah dia menyangka bahwa tiada seorang pun yang
melihatnya?”Apakah ia lupa bahwa Allah selalu mengawasinya, bahwa ‘amalnya selalu
diliputi pengawasan-Nya, yang karenanya Dia mengetahui apa yang diinfāqkannya dan
karena apa dia berinfāq?
         Setidaknya ada tiga kesalahan persepsi orang-orang kafir yang kemudian bisa
menyebabkan mereka memusuhi Rasulullah dan ajaran yang dibawanya.
1. Kesombongan yang melampaui batas sehingga ia merasa menjadi orang yang
berkuasa. Dengan kedudukan dan posisi sosial serta harta yang melimpah
menyebabkan seseorang lupa bahwa ada Dzat Yang Maha Kuasa.
2. Bahwa yang mereka namakan “kebaikan” adalah mempertahankan posisi mereka
meskipun dengan menghabiskan harta. Maka tak masalah jika harta yang mereka
peroleh baik dengan jalan baik atau tidak benar. Dan yang ia kira telah ia infaqqan
atau ia korbankan padahal utk keburukan/ kemaksiatan
3. Dengan merasa bahwa tak seorang pun bisa mengawasi gerak-geriknya, maka ia bisa
seenaknya berbuat, padahal ada allah yang maha melihat.

8-10

‫ َو هَ َد ْينَاهُ النَّجْ َدي ِْن‬.‫ َو لِ َسانًا َو َشفَتَي ِْن‬.‫َألَ ْم نَجْ َعلْ لَّهُ َع ْينَ ْي ِن‬.

“Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah dan dua buah bibir.
Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan” (al-Balad: 8-10).

Manusia ini terpedaya dengan kekuatannya, padahal Allah-lah yang memberikan kepadanya
ni‘mat kekuatan dalam batas-batasnya.

Dia telah menjadikan untuknya dua buah mata untuk melihat. Diberi-Nya keistimewaan
untuk dapat berbicara, dan diberi-Nya alat bicara yang bagus: “Lidah dan dua bibir…..”
Kemudian diberi-Nya potensi-potensi khusus untuk mengetahui kebaikan dan keburukan,
petunjuk dan kesesatan, kebenaran dan kebāthilan. “Kami telah menunjukkan kepadanya
dua jalan….” supaya dia memilih mana yang dikehendakinya. Maka, pada tabiatnya
terdapat dua macam potensi pada dirinya untuk menempuh jalan yang mana saja dari
kedua jalan itu.

11-18

ْ ‫ َأوْ ِإ‬.‫ فَ ُّك َرقَبَ ٍة‬.ُ‫ك َما ْال َعقَبَة‬


َ‫ ثُ َّم َكانَ ِمن‬.‫ َأوْ ِم ْس ِك ْينًا َذا َم ْت َربَ ٍة‬.‫ يَتِ ْي ًما َذا َم ْق َربَ ٍة‬.‫ط َعا ٌم فِ ْي يَوْ ٍم ِذيْ َم ْس َغبَ ٍة‬ َ ‫ َو َما َأ ْد َرا‬.َ‫فَاَل ا ْقت ََح َم ْال َعقَبَة‬
‫ك َأصْ َحابُ ْال َم ْي َمنَ ِة‬ ‫ُأ‬
َ ‫ ولِئ‬.‫اصوْ ا بِ ْال َمرْ َح َم ِة‬ َ ‫صب ِْر َو ت ََو‬ َّ ‫صوْ ا بِال‬ َ ‫الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا َو تَ َوا‬.

“Maka, tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi
sukar?. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan
budak dari perbudakan, atau memberi makan pada hari kelaparan, kepada anak yatim
yang ada hubungan kerabat, atau orang miskin yang sangat fakir. Dan, dia termasuk
orang-orang yang beriman dan saling berpesan untuk bersabar dan saling berpesan
untuk berkasih-sayang. Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu)
adalah golongan kanan” (al-Balad: 11-18).

Jalan yang Mendaki lagi Sukar.


Sayyid Quthb

Allah s.w.t. telah melimpahkan ni‘mat-ni‘mat yang berupa keistimewaan khusus pada
dirinya, bangunan tubuhnya, dan organ-organ lain yang membantunya untuk mendapatkan
dan mengetahui petunjuk. Ya‘ni, dua buah mata yang dapat memandang lembaran-
lembaran alam semesta yang menunjukkan adanya kekuasaan Allah dan mengarahkannya
kepada keimanan. Ditunjukkan-Nya manusia untuk mengetahui kebaikan dan keburukan,
mengetahui jalan ke surga dan jalan ke neraka, dan dibantu untuk mendapatkan kebaikan
dengan petunjuk ini.

Semua ni‘mat ini tidak mendorong “manusia” tersebut untuk menempuh jalan yang
mendaki lagi sukar yang berada di antara dia dan surga, ya‘ni jalan ke surga. Jalan yang
mendaki lagi sulit itu dijelaskan oleh Allah kepadanya

“Maka, tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu) ia menempuh jalan yang mendaki lagi
sukar?.” (al-Balad: 11).

Ayat ini mengandung anjuran, dorongan, dan motivasi!

Kemudian, ditunjukkanlah bahwa persoalan ini begitu besar dan agung, dengan
dilontarkannya kalimat tanya berikut:

َ‫ َعقَبَة‬dalam bahasa arab artinya jalan yang ada di sela-sela gunung-gunung. Yang
dimaksudkan adalah jalan menuju surga. Jalan menuju surga seperti menempuh jalan di
atas gunung, jalurnya sukar dan butuh perjuangan karena berlawanan dengan hawa nafsu.
Seharusnya seseorang apabila mengetahui bahwa sesuatu itu baik sepatutnya dia langsung
melaksanakannya tanpa perlu berpikir panjang meskipun itu adalah perkara yang berat.
Seperti seorang yang melewati jalan-jalan gunung yang membutuhkan perjuangan. Karena
demikianlah jalan menuju surga.

Dalam ibnu Ktsir

Telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi s.a.w. pernah bersabda:

‫ فَ َما َج َع َل نَجْ َد ال َّش ِّر َأ َحبُّ ِإلَ ْي ُك ْم ِم ْن نَجْ ِد ْالخَ ي ِْر‬،ِّ‫يَا َأيُّهَا النَّاسُ ِإنَّهُ َما النَّجْ دَا ِن نَجْ ُد ْال َخي ِْر َو نَجْ ُد ال َّشر‬.

Hai manusia, sesungguhnya keduanya adalah dua jalan, yaitu jalan kebaikan dan jalan
keburukan, maka apakah yang membuat jalan keburukan lebih disukai olehmu daripada
jalan kebaikan?

“Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu?” (al-Balad: 12).

Sesungguhnya bukan pendakian dan kesukarannya yang besar, tetapi nilainya di sisi Allah,
untuk memotivasi manusia agar mau menempuh dan menjalaninya, meskipun memerlukan
perjuangan dan jerih-payah. Maka, kepayahan itu adalah realitas yang pasti terjadi. Akan
tetapi, ketika seseorang menempuh jalan mendaki dan sukar itu, maka dia akan memetik
buahnya yang dapat menggantikan semua kesukaran dan jerih-payahnya.

Jalan kebaikan tidaklah mudah. Karena itu ia sukar dan sulit ditempuh dan menanjak.
Hanya orang-orang sabar saja yang mampu dan mau melakukannya. Lalu apasaja Jalan-
jalan sulit itu:

Allah berfirman dalam ayat selanjutnya

13. ‫فَكُّ َرقَبَ ٍة‬

“(Yaitu) melepaskan perbudakan (hamba sahaya)”

Diantara jalan yang sulit tersebut adalah membebaskan seorang budak. Islam adalah agama
yang menganjurkan untuk membebaskan budak. Tidak seperti yang dituduhkan oleh orang-
orang nasrani bahwa islam adalah agama yang menganjurkan memperbudak. Perbudakan
sudah ada di zaman Nabi saat itu, termasuk orang-orang romawi juga memperbudak, orang-
orang nasrani juga memperbudak, begitupun dengan orang-orang yahudi. Tapi tatkala Islam
datang maka Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam mendorong agar membebaskan budak.
Dimana ini merupakan salah satu jalan menuju surga.

Karena Allah hanya menginginkan penghambaan yang sempurna kepada Dzat-Nya saja.
Bukan perbudakan sesama manusia. Karena itulah salah satu misi utama agama Islam
adalah menghapus dan menghilangkan perbudakan.

Kemudian Allah berfirman:

ْ ‫َأ ْو ِإ ْط َعا ٌم فِي يَ ْو ٍم ِذي َم‬


14. ‫س َغبَ ٍة‬

“Atau memberi makan pada hari terjadi kelaparan”

Diantara jalan yang sulit tersebut adalah memberi makan pada hari kelaparan. Pahala
seorang yang bersedekah bertingkat-tingkat sesuai dengan kondisi orang yang disedekahi,
apabila kita memberi sedekah kepada orang yang sangat membutuhkan maka pahalanya
lebih besar. Al-Qurthubi berkata :

َ ‫ع َأ ْف‬
‫ض ُل‬ ُ ‫ب الَّ ِذي ه َُو ْالجُو‬ ْ ‫وَِإ‬
ِ َ‫ط َعا ُم الطَّ َع ِام ف‬
ِ ‫ َوهُ َو َم َع ال َّس َغ‬،ٌ‫ضيلَة‬

“Memberi makanan adalah kemuliaan, dan jika disertai dengan kelaparan yang amat sangat
maka lebih mulia lagi” (Tafsir Al-Qurthubi 20/69)

Pemilihan kata yang sangat teliti ini menandakan bahwa pada hari itu kelaparan dijumpai di
mana-mana. “hari yang memiliki orang-orang lapar di mana-mana”. Ini adalah hari Orang
kelaparan karena paceklik, gagal panen atau mungkin karena bencana alam. Atau mungkin
karena wabah seperti yang sekarang sedang menimpa hampir seluruh dunia.
Termasuk Indonesia sudah setahun ini kena dampak Covid-19. Sekarang sudah banyak
orang-orang yang menderita kelaparan karena kehilangan pekerjaan dan sulit untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya secara wajar seperti masa- masa sebelumnya.

Kepada siapa?

15. ‫يَتِي ًما َذا َم ْق َربَ ٍة‬

“(Kepada) anak yatim yang ada hubungan kerabat”

Diantaranya yaitu memberi makan anak yatim yang memiliki hubungan kekerabatan. Anak
yatim adalah anak yang belum baligh namun ayahnya telah meninggal dunia. Memberi
makan anak yatim yang memiliki hubungan kekerabatan lebih utama daripada anak yatim
yang tidak ada hubungan kekerabatan. Karena berinfak kepada kerabat pahalanya lebih
besar, yaitu pahala infak dan pahala silaturrahmi. Oleh karena itu, sebagian ulama berfatwa
bahwa hukum asal zakat adalah tidak boleh dikeluarkan dari suatu negeri, tetapi harus
diberikan kepada penduduk negeri tersebut kecuali kalau di negeri lain ada kerabat kita
yang miskin, maka tidak mengapa kita salurkan untuk kerabat kita tersebut.

Sebagian orang terkadang berbuat sebaliknya, mereka justru lebih semangat untuk
membantu orang-orang yang jauh yang bukan kerabatnya. Padahal seharusnya dengan
kerabatnya yang mengalami kesusahan dia harus lebih perhatian, karena lebih utama untuk
dibantu.

ْ ‫َأ ْو ِم‬
16. ‫س ِكينًا َذا َم ْت َربَ ٍة‬

“Atau orang miskin yang sangat fakir”

‫ َم ْت َربَ ٍة‬diambil dari kata ٌ‫ تُ َراب‬yang artinya tanah. Disebut memiliki tanah karena saking
miskinnya ia seakan-akan tidak memiliki apa-apa kecuali hanya tanah yang dimilikinya atau
saking miskinnya ia seakan-akan menempel ditanah. Intinya adalah memberi sedekah
kepada orang yang sangat fakir miskin lebih utama dari yang sekedar miskin. Karenanya
pahala sedekah bertingkat-tingkat sesuai dengan kondisi orang yang disedekahi tersebut,
semakin dia butuh maka pahala semakin besar.

Abu Ubaidah mengungkapkan rahasia pemilihan kata “dzâ matrabah” yang berarti
terlempar di atas tanah atau pasir([13]). Ini menandakan ia benar-benar hanya memiliki
badan yang lemah hingga membuatnya tersungkur di atas pasir.

artinya orang miskin yang terlempar di jalan (gelandangan), tidak punya rumah, dan tidak
punya sesuatu yang menghindarinya dari menempel di tanah. Ibnu katsir

Kemudian Allah berfirman:

17. ‫ص ْوا بِا ْل َم ْر َح َم ِة‬


َ ‫ص ْب ِر َوت ََوا‬ َ ‫ثُ َّم َكانَ ِمنَ الَّ ِذينَ آ َمنُوا َوت ََوا‬
َّ ‫ص ْوا بِال‬
“Kemudian dia termasuk orang-orang yang beriman, dan saling berpesan untuk bersabar
dan saling berpesan untuk berkasih sayang”

Terdapat dua pendapat di kalangan para ulama mengenai ayat ini. Pendapat pertama
mengatakan, maksud ayat ini adalah seakan-akan Allah mengatakan kepada orang kafir tadi
mengapa ia tidak mau berbuat kebaikan-kebaikan tersebut? Dan jika dia hendak melakukan
kebaikan-kebaikan tersebut maka ia harus beriman terlebih dahulu. Ini menunjukkan
bahwasanya seorang kafir bagaimanapun amalan kebajikan yang dia lakukan namun tidak
dibangun di atas keimanan tetap tidak akan diterima oleh Allah.

maka tidak ada manfaatnya memerdekakan budak dan memberi makan yang tidak didasari
iman. Karenanya, iman itu sudah diharuskan ada terlebih dahulu sebelum memerdekakan
budak dan memberi makan orang miskin.

Aisyah radhiallahu ‘anhaa berkata :

:‫ ِإنَّهُ لَ ْم يَقُلْ يَوْ ًما‬،ُ‫ ” اَل يَ ْنفَ ُعه‬:‫ال‬


َ َ‫ك نَافِ ُعهُ؟ ق‬ ْ ‫ َوي‬،‫ص ُل ال َّر ِح َم‬
َ ‫ فَهَلْ َذا‬، َ‫ُط ِع ُم ْال ِم ْس ِكين‬ ِ َ‫ ابْنُ ُج ْدعَانَ َكانَ فِي ْال َجا ِهلِيَّ ِة ي‬،ِ‫يَا َرسُو َل هللا‬
ِ ‫َربِّ اغفِرْ لِي خَ ِطيَئتِي يَوْ َم الد‬
‫ِّين‬ ْ

“Wahai Rasulullah, dahulu di zaman jahiliyah, Ibnu Jad’an gemar menyambung tali
silaturrahmi, memberi makan orang miskin, apakah itu bermanfaat baginya?” Nabi
menjawab, “Tidak, sesungguhnya ia tidak pernah sekalipun mengatakan, ‘Wahai Rabbku
ampunilah kesalahanku pada hari pembalasan’.” (HR Muslim no. 214)

Demikian juga apa yang terjadi pada Abu Thalib, paman Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam
yang rela mati demi membela Nabi. Dia rela berperang melawan kerabat-kerabatnya demi
membela keponakannya yaitu Muhammad shalallahu ‘alayhi wa sallam. Tetapi karena
meninggal dalam kesyirikan, dia tetap dimasukkan ke dalam neraka Jahannam. Oleh karena
itu, para ikhwan yang dirahmati olerh Allah SWT, seorang meskipun baiknya apapun jika dia
musyrik, tidak beriman kepada Allah, kebaikannya tidak akan diterima oleh Allah SWT. oleh
karenanya Allah mengatakan tsumma kaana minalladziina aamanuu, silahkan engkau
berbuat kebajikan dengan syarat engkau termasuk orang-orang yang beriman,

pendapat kedua bahwa maksud ayat ini adalah barangsiapa yang berbuat kebajikan,
diantaranya membebaskan budak, memberi makan kepada fakir miskin, kemudian setelah
itu dia masuk islam dan beriman, maka seluruh kebajikan yang pernah dia lakukan tersebut
ketika masih jahiliyyah akan diterima oleh Allah. (lihat Tafsir al-Qurthubi 20/71).
Demikianlah salah satu keistimewaan islam, barangsiapa yang masuk islam maka amalan
shaleh yang pernah dia lakukan sebelum islam akan diikut sertakan dalam keislamannya,
semua akan menjadi simpanan amal shaleh baginya. Adapun kemaksiatan yang pernah dia
lakukan sewaktu kafir semuanya akan terhapuskan.

‫ص َدقَ ٍة َأوْ َعتَاقَ ٍة َأو‬


َ ‫ث بِهَا فِي ْال َجا ِهلِيَّ ِة ِم ْن‬
ُ َّ‫ت َأتَ َحن‬ُ ‫ َأ َرَأيْتَ َأ ْشيَا َء ُك ْن‬،ِ‫ يَا َرسُو َل هللا‬:‫ت‬ُ ‫ال قُ ْل‬
َ َ‫ض َي هللاُ َع ْنهُ ق‬
ِ ‫ع َْن َح ِكي ِْم ْب ِن ِح َز ٍام َر‬
‫َأ‬
‫ ْسلَ ْمتَ َعلَى َما َسلَفَ ِم ْن خَ ي ٍْر‬:‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ‫َأ‬
َ ‫ فَهَلْ فِ ْيهَا ِم ْن جْ ٍر؟ فَقَا َل النَّبِ ُّي‬، ‫صلَ ِة َر ِح ٍم‬.
ِ
Dari Hakim bin Hizam Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apakah engkau
memandang perbuatan-perbuatan baik yang aku lakukan sewaktu masa Jahiliyyah seperti
shadaqah, membebaskan budak atau silaturahmi tetap mendapat pahala?” Maka Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Engkau telah masuk Islam beserta semua
kebaikanmu yang dahulu.” (HR Bukhari no. 1436)

Kemudian Allah menyebutkan ciri-ciri orang yang beriman, yaitu senantiasa saling berwasiat
untuk bersabar. Karena kehidupan ini butuh dengan kesabaran, yaitu kesabaran dalam
menjalankan ketaatan, kesabaran dalam menjauhi kemaksiatan, dan kesabaran tatkala
ditimpa musibah. Dan mereka juga saling mewasiatkan untuk saling merahmati satu sama
lain. Dan saling mewasiatkan untuk merahmati adalah perangai yang agung. Dan tidaklah
seseorang berwashiat untuk merahmati kecuali ia tahu betul akan keagungan dan
kemuliaan rahmat. Dan tentunya ia telah melakukannya sebelum berwashiat kepada orang
lain. Ini juga menunjukan bahwa diantara sifat utama orang-orang yang beriman adalah
sabar dan sayang kepada sesama makhluk

18. ‫اب ا ْل َم ْي َمنَ ِة‬ ْ ‫ُأو ٰلَِئ َك َأ‬


ُ ‫ص َح‬

“Mereka (orang-orang yang beriman dan saling berpesan itu) adalah golongan kanan”

Yaitu para penghuni surga

Orang-orang beriman yang menempuh jalan yang mendaki lagi sukar, sebagaimana yang
diterangkan diatas, mampu bersabar adalah orang-orang pilihan yang dirahmati Allah selalu.
“Mereka adalah golongan kanan”

pa maksud golongan kanan di sini?


Yang dimaksud dengan golongan kanan di sini adalah golongan kanan pada hari kiamat
nanti. Pada hari kiamat terdapat manusia dengan golongan kanan dan manusia dengan
golongan kiri. Para ulama memberikan beberapa keterangan tentang golongan kanan ini.

Pertama, karena saat menerima buku catatan, mereka menerimanya dengan tangan kanan.

Kedua, karena nanti pada hari kiamat, mereka berjalan menuju ke arah kanan.

Ketiga, karena saat kejadian isra’, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat


posisi mereka berada disebelah kanan Nabi Adam.

Keempat, karena mereka mendapatkan limpahan keberkahan berupa ketaatan ketika di


dunia sehingga ketika di akhirat mereka akan mendapatkan berkah masuk surga. Ketaatan
inilah yang merupakan keberkahan paling tinggi ketika di dunia.

Apa keistimewaan golongan kanan?


Keistimewaan inilah yang akan membuat kita berjuang meniti jalan yang terjal itu.
Keistimewaan itu adalah:
Pertama, ketika sakaratul maut mendapatkan salam dari Allah melalui malaikat.
Sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala,
﴾٩١﴿ ‫ب ْاليَ ِمي ِن‬
ِ ‫﴾ فَ َساَل ٌم لَّكَ ِم ْن َأصْ َحا‬٩٠﴿ ‫ب ْاليَ ِمي ِن‬
ِ ‫َوَأ َّما ِإن َكانَ ِم ْن َأصْ َحا‬

“Dan adapun jika dia termasuk golongan kanan, maka keselamatanlah bagimu karena
kamu dari golongan kanan.” (QS. Al-Waqi’ah [56]: 91)
Tentu hal ini adalah kabar gembira yang disegerakan.

َ ‫ َعلَ ْي ِه ْم نَا ٌر ُّمْؤ‬.‫َو الَّ ِذ ْينَ َكفَرُوْ ا بِآيَاتِنَا هُ ْم َأصْ َحابُ ْال َم ْشَأ َم ِة‬
ٌ‫ص َدة‬

“Orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, mereka itu adalah golongan kiri.
Mereka berada dalam neraka yang ditutup rapat. (al-Balad: 19-20)

Di sini tidak disebutkan sifat lain bagi golongan kiri ini selain menyebutkan: “Orang-orang
yang kafir kepada ayat-ayat Kami…..” Karena, sifat kafir merupakan sikap puncak. Tidak
ada kebaikan sama sekali bersama dengan kekafiran. Tidak ada kejelekan melainkan telah
dikandung di dalam kekafiran. Karena itu, tidak perlu lagi mengatakan bahwa mereka adalah
orang-orang yang tidak memerdekakan budak dan tidak memberi makan kepada anak-anak
yatim dan orang-orang miskin, kemudian mereka kafir kepada ayat-ayat Kami. Apabila
mereka kafir, maka tidak ada sesuatu pun dari semua itu yang bermanfaat baginya, hingga
kalau mereka melakukannya sekalipun.

Orang kafir yang telah memasuki neraka neraka seakan-akan neraka itu menjadi tertutup
bagi mereka sehingga tidak mungkin keluar lagi.

َ‫اط ۚ َو َك ٰ َذلِك‬
ِ َ‫ِإ َّن الَّ ِذينَ َك َّذبُوا بِآيَاتِنَا َوا ْستَ ْكبَرُوا َع ْنهَا اَل تُفَتَّ ُح لَهُ ْم َأب َْوابُ ال َّس َما ِء َواَل يَ ْد ُخلُونَ ْال َجنَّةَ َحتَّ ٰى يَلِ َج ْال َج َم ُل فِي َس ِّم ْال ِخي‬
َ‫نَجْ ِزي ْال ُمجْ ِر ِمين‬

“sesungguhnya orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri


terhadapnya, tidak akan dibukakan pintu-pintu langit bagi mereka, dan mereka tidak akan
masuk surga, sebelum unta masuk ke dalam lubang jarum. Demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat.” (QS Al-A’raf : 40)

Hikmah

Allah mengurniakan harta benda kepada manusia sebagai amanah untuk diuruskan
dengan sebaiknya menurut syariat kerana ia akan dipertanggungjawabkan dari mana
diperolehi dan bagaimana dibelanjakan.

 Hargailah anggota tubuh badan yang dikurniakan Allah dengan mentaatiNya, bukan
mengingkariNya.
 Allah yang bersifat Maha Adil telah menyediakan dua jalan untuk kita lalui atas
mukabumi ini, dan jalan yang kita pilih itu akan menentukan sama ada kita dibalas
syurga atau neraka.

Anda mungkin juga menyukai