Anda di halaman 1dari 5

Pada kesempatan ini peneliti berfokus kepada tingkah laku masyarakat modern

sekarang yang banyak melampaui batas dan sangat berlebihan dalam mencintai kekayaannya
serta somboong dan bermalas malasan dalam mengerjakan suatu hal, kejadian ini pernah
terjadi Ketika zamannya qorun dan nabi musa yang pada saat itu qorun merupakan seorang
yang sangat kaya namun dia sombong dan sangat pelit terhadap kekayaanya yang mana
kejadian itu terus berlanjut hingga saat ini, dengan melihat penomena diatas maka peneliti
disini bermaksud untuk mengkaji tentang munasabah surat al balad menurut al biqhai. Agar
kejadian ini tidak terjadi Kembali alasan peneliti mengambil surat ini Karena terdapat
banyaknya kesinambungan dan keserasian atas penomena yang terjadi pada masyarakat
modern sekarang. Maka dengan hal ini tentunya terdapat keserasian redaksi yang sangat kuat
diantara ayat ayat didalamnya.

‫ٓاَل ُاْقِس ُم ِبٰهَذ ا اْلَبَلِۙد َو َاْنَت ِح ٌّۢل ِبٰه َذ ا اْلَبَلِۙد َو َو اِلٍد َّو َم ا َو َلَۙد َلَقْد َخ َلْقَنا اِاْل ْنَس اَن ِفْي َك َبٍۗد َاَيْح َس ُب َاْن َّلْن َّيْقِدَر َع َلْيِه َاَح ٌد‬
‫ٌۗد‬
‫ۘ َيُقْو ُل َاْهَلْك ُت َم ااًل ُّلَبًد ۗا َاَيْح َس ُب َاْن َّلْم َيَر ٓٗه َاَح َاَلْم َنْج َع ْل َّلٗه َع ْيَنْيِۙن َو ِلَس اًنا َّو َش َفَتْيِۙن َو َهَد ْيٰن ُه الَّنْج َد ْيِۙن َفاَل اْقَتَح َم‬
‫اْلَع َقَبَةۖ َو َم ٓا َاْدٰر ىَك َم ا اْلَع َقَبُةۗ َفُّك َر َقَبٍۙة َاْو ِاْط َع اٌم ِفْي َيْو ٍم ِذ ْي َم ْسَغ َبٍۙة َّيِتْيًم ا َذ ا َم ْقَر َبٍۙة َاْو ِم ْس ِكْيًنا َذ ا َم ْتَرَبٍۗة ُثَّم‬
‫ٰۤل‬
‫َك اَن ِم َن اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا َو َتَو اَص ْو ا ِبالَّصْبِر َو َتَو اَص ْو ا ِباْلَم ْر َح َم ِۗة ُاو ِٕىَك َاْص ٰح ُب اْلَم ْيَم َنِۗة َو اَّلِذ ْيَن َكَفُرْو ا ِبٰا ٰي ِتَنا ُهْم‬
ࣖ‫َاْص ٰح ُب اْلَم ْش َٔـَم ِۗة َع َلْيِهْم َناٌر ُّم ْؤ َص َد ٌة‬
Tafsir Lengkap Kemenag

1. (1) Ayat ini secara harfiah terjemahannya, “Aku tidak bersumpah dengan negeri ini.” Kata “tidak” (lā) dalam
ayat itu berfungsi menguatkan, karena itu maksudnya, “Aku benar-benar bersumpah dengan negeri ini.” Atau
ayat itu dibaca, “Tidak! Aku bersumpah dengan negeri ini,” yang juga bermakna menekankan.

Allah bersumpah dengan kota Mekah, tempat di mana terdapat Ka‘bah yang dituju oleh manusia dari segala
penjuru semenjak didirikan oleh Nabi Ibrahim sampai sekarang untuk melaksanakan ibadah haji. Di samping
itu, kota ini juga menjadi pusat perdagangan semenjak lama sekali. Karena didatangi setiap tahun dari segenap
penjuru itu, maka kota itu dinamai juga Ummul-Qur± (Induk Negeri-negeri). Kota itu makmur sekalipun
sekelilingnya padang pasir.

2. (2) Kata ¥ill dalam ayat itu berarti “bertempat”. Maksudnya adalah bahwa kota ini adalah juga tempat lahir
Nabi Muhammad yang merupakan nabi terbesar dan terakhir yang membawa agama Islam. Dengan demikian,
Allah bersumpah dengan kota Mekah yang agung karena tempat kelahiran manusia agung, yaitu Muhammad
saw. Ada pula yang menafsirkan ¥ill dalam ayat itu “halal”, yaitu halal bagi Nabi berperang dalam kota itu bila
diperangi, apa yang tidak dihalalkan bagi orang lain.

3. (3) Allah bersumpah dengan seorang ayah, yaitu Ibrahim, dan anaknya, yaitu Ismail yang nanti menurunkan
Nabi Muhammad. Dengan demikian, Allah bersumpah dengan nenek moyang Nabi Muhammad setelah
sebelumnya Allah bersumpah dengan beliau dan kota kelahiran beliau, yang menunjukkan pertalian kedua nabi
tersebut. Ada pula yang menafsirkan “ayah” dengan Adam yang merupakan ayah umat manusia dan anak
cucunya yang lahir sesudah itu siapa saja.

4. (4) Setelah bersumpah, Allah menyampaikan pesan penting yang hendak dikemukakan-Nya yang karena itu
Ia perlu terlebih dahulu bersumpah. Pesan itu adalah bahwa manusia terlahir dalam kesulitan. Maksudnya,
manusia tidak bisa lagi hidup tanpa susah payah sebagaimana dialami oleh nenek moyang mereka, Adam dan
Hawa, di surga, karena semuanya tersedia. Tetapi mereka harus hidup dengan terlebih dahulu bersusah payah:
berusaha, mencari rezeki, mengatasi berbagai rintangan, dan sebagainya. Berdasarkan perjuangan itulah, Allah
menilai manusia tersebut. Semakin besar perjuangan yang dilakukan manusia dan semakin besar manfaat yang
diberikan hasil perjuangannya itu bagi umat manusia, semakin tinggi nilai manusia itu dalam pandangan Allah.
Begitu pulalah Nabi Muhammad di kota ini, beliau perlu berjuang agar kebenaran menjadi nyata dan kebatilan
menjadi sirna. Demikian pula seluruh manusia. Oleh karena itu, manusia mati seharusnya meninggalkan jasa.

5. (5) Dalam ayat ini, Allah bertanya apakah manusia yang selalu berada dalam kesulitan, dan untuk bisa hidup
harus mampu mengatasi kesulitan itu, dapat menyombongkan dirinya setelah berhasil dalam perjuangan itu.
Menyombongkan diri itu misalnya menyangka dirinya begitu kuasanya sehingga berpandangan bahwa tidak
akan ada seorang pun yang akan mampu menyaingi dan mengalahkannya, termasuk Allah sendiri. Ia tidak boleh
berpandangan demikian karena bila ada seorang yang hebat, pasti akan ada lagi orang yang lebih hebat darinya.
Di atas segala yang hebat itu, Allah adalah yang terhebat dari segala yang hebat, sebagaimana difirmankan-Nya:

‫َو َفْو َق ُك ِّل ِذ ْي ِع ْلٍم َع ِلْيٌم‬


Dan di atas setiap orang yang berpengetahuan ada yang lebih mengetahui. (Yµsuf/12: 76)

6. (6) Kesombongannya itu misalnya berkenaan pengeluarannya untuk membantu orang lain. Pengeluaran itu
dalam pandangannya sudah begitu besar, sehingga dianggapnya sia-sia. Ia merasa pengeluaran itu sudah sangat
banyak sehingga tidak akan ada seorang pun yang akan mampu menandinginya, karena itu ia menjadi sombong.

7. (7) Allah bertanya mengenai orang yang sombong dengan pengeluarannya itu, “Apakah ia mengira bahwa
tidak seorang pun yang melihat perbuatannya itu?” Artinya, bila ia sombong dengan pengeluarannya itu, berarti
ia mengorbankan kekayaannya hanya untuk mencari nama, maka pengorbanan itu tidak akan diterima-Nya.
Jangan ia menyangka bahwa Allah tidak melihat perbuatannya itu dan tidak mengetahui motif di balik perbuatan
baiknya itu, yang tidak diketahui oleh manusia.

8. (8-10) Allah selanjutnya bertanya mengenai orang itu, “Tidakkah Kami beri ia dua mata?” Artinya, untuk
dapat mencari kekayaan, ia perlu dua mata, lalu siapakah yang memberinya dua mata itu bila bukan Allah?
Untuk mencari rezeki ia perlu berbicara, lalu siapakah yang telah memberinya lidah dan dua bibir untuk mampu
bicara? Dalam membesarkannya, ia telah menyusu pada kedua susu ibunya, siapakah yang telah menyediakan
air susu ibunya itu bila bukan Allah? Dengan demikian, keberhasilannya adalah karena bantuan dan kasih
sayang Allah. Oleh karena itu, ia tidak perlu menyombongkan dirinya karena hartanya.
Di samping itu, mata, lidah, dan nafsu adalah nikmat Allah kepadanya yang tiada taranya. Ia akan bertemu
dengan dua jalan yang disediakan Allah, yaitu jalan yang benar dan jalan yang salah. Ia perlu menggunakan
mata, lidah, dan nafsu itu untuk jalan yang diridai oleh Allah.

9. (8-10) Allah selanjutnya bertanya mengenai orang itu, “Tidakkah Kami beri ia dua mata?” Artinya, untuk
dapat mencari kekayaan, ia perlu dua mata, lalu siapakah yang memberinya dua mata itu bila bukan Allah?
Untuk mencari rezeki ia perlu berbicara, lalu siapakah yang telah memberinya lidah dan dua bibir untuk mampu
bicara? Dalam membesarkannya, ia telah menyusu pada kedua susu ibunya, siapakah yang telah menyediakan
air susu ibunya itu bila bukan Allah? Dengan demikian, keberhasilannya adalah karena bantuan dan kasih
sayang Allah. Oleh karena itu, ia tidak perlu menyombongkan dirinya karena hartanya.

Di samping itu, mata, lidah, dan nafsu adalah nikmat Allah kepadanya yang tiada taranya. Ia akan bertemu
dengan dua jalan yang disediakan Allah, yaitu jalan yang benar dan jalan yang salah. Ia perlu menggunakan
mata, lidah, dan nafsu itu untuk jalan yang diridai oleh Allah.

10. (8-10) Allah selanjutnya bertanya mengenai orang itu, “Tidakkah Kami beri ia dua mata?” Artinya, untuk
dapat mencari kekayaan, ia perlu dua mata, lalu siapakah yang memberinya dua mata itu bila bukan Allah?
Untuk mencari rezeki ia perlu berbicara, lalu siapakah yang telah memberinya lidah dan dua bibir untuk mampu
bicara? Dalam membesarkannya, ia telah menyusu pada kedua susu ibunya, siapakah yang telah menyediakan
air susu ibunya itu bila bukan Allah? Dengan demikian, keberhasilannya adalah karena bantuan dan kasih
sayang Allah. Oleh karena itu, ia tidak perlu menyombongkan dirinya karena hartanya.

Di samping itu, mata, lidah, dan nafsu adalah nikmat Allah kepadanya yang tiada taranya. Ia akan bertemu
dengan dua jalan yang disediakan Allah, yaitu jalan yang benar dan jalan yang salah. Ia perlu menggunakan
mata, lidah, dan nafsu itu untuk jalan yang diridai oleh Allah.

11. (11) Dalam ayat ini, Allah bertanya, “Apakah tidak sebaiknya ia merapikan jalan mendaki yang terjal?”
Artinya, manusia seharusnya bekerja keras dan berjuang semaksimal mungkin mengatasi segala rintangan
supaya berhasil menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan besar dan meninggalkan jasa-jasa besar.

12. (12) Allah bertanya kepada manusia untuk memotivasi mereka, “Apakah jalan mendaki yang terjal itu?”
Artinya, pekerjaan-pekerjaan besar itu memang sulit dikerjakan tetapi harus diatasi.

13. (13) Allah menegaskan bahwa pekerjaan besar yang sulit dilaksanakan itu adalah memerdekakan budak.
Hal itu karena perbudakan pada waktu itu sudah sangat dalam merasuk ke dalam kehidupan masyarakat sehari-
hari, baik di dunia Arab maupun di luarnya. Segala aktivitas manusia, seperti perdagangan, pertanian,
kemiliteran, bahkan kehidupan sehari-hari, dan sebagainya, tidak akan bisa berjalan dengan baik pada waktu itu
tanpa adanya budak yang mengerjakan pekerjaan-pekerjaan berat. Namun Allah meminta umat Islam agar
menghapus perbudakan. Pelaksanaannya memang tidak sekaligus, tetapi berangsur-angsur. Seorang tuan
seharusnya dapat memerdekakan budaknya, inilah yang dirasakan mereka sangat berat. Pemerdekaan budak
juga dilakukan melalui cara-cara lain, misalnya dengan sanksi pelanggaran-pelanggaran yang hukumannya
adalah memerdekakan budak. Juga dengan cara memberi kesempatan kepada budak itu untuk menebus dirinya.

14. (14) Pekerjaan besar dan berat lainnya yang sulit dikerjakan adalah memberi makan orang pada musim
kelaparan, ekonomi morat-marit, dan sebagainya. Hal itu karena yang memberi juga membutuhkannya. Namun
demikian, Allah menguji umat Islam, apakah mereka mau dan mampu mengerjakannya.

15. (15-16) Memberi makan orang yang lapar pada masa kelaparan pertama sekali ditujukan pada anak-anak
yatim yang ada hubungan keluarga dengan pemberi. Siapa lagi yang akan mau memperhatikan mereka bila
bukan keluarga sendiri karena orang tuanya sudah tiada? Perhatian pada keluarga memang harus didahulukan
sebagaimana sabda Rasulullah saw berikut:

)‫ (رواه أحمد و الترمذي والنسائى‬.‫ َص َد َقٌة َو ِص َلٌة‬، ‫ َو َع َلى ِذ ى الَّر ِح ِم اْثَنَتاِن‬،‫َالَّص َد َقُة َع َلى اْلِم ْس ِكْيِن َص َد َقٌة‬
Sedekah kepada orang miskin adalah sedekah (satu amal), sedekah kepada orang yang punya hubungan keluarga
ada dua amal, sedekah dan silaturrahim. (Riwayat A¥mad, at-Tirmi©³, dan an-Nas±'³);Selanjutnya yang perlu
mendapat perhatian utama adalah orang-orang miskin yang terhempas ke tanah, yaitu orang-orang yang begitu
miskinnya sehingga tidak punya tempat untuk berteduh. Mereka misalnya tunawisma, gelandangan, anak
jalanan, dan sebagainya.

16. (15-16) Memberi makan orang yang lapar pada masa kelaparan pertama sekali ditujukan pada anak-anak
yatim yang ada hubungan keluarga dengan pemberi. Siapa lagi yang akan mau memperhatikan mereka bila
bukan keluarga sendiri karena orang tuanya sudah tiada? Perhatian pada keluarga memang harus didahulukan
sebagaimana sabda Rasulullah saw berikut:

)‫ (رواه أحمد و الترمذي والنسائى‬.‫ َص َد َقٌة َو ِص َلٌة‬، ‫ َو َع َلى ِذ ى الَّر ِح ِم اْثَنَتاِن‬،‫َالَّص َد َقُة َع َلى اْلِم ْس ِكْيِن َص َد َقٌة‬
Sedekah kepada orang miskin adalah sedekah (satu amal), sedekah kepada orang yang punya hubungan keluarga
ada dua amal, sedekah dan silaturrahim. (Riwayat A¥mad, at-Tirmi©³, dan an-Nas±'³);Selanjutnya yang perlu
mendapat perhatian utama adalah orang-orang miskin yang terhempas ke tanah, yaitu orang-orang yang begitu
miskinnya sehingga tidak punya tempat untuk berteduh. Mereka misalnya tunawisma, gelandangan, anak
jalanan, dan sebagainya.

17. (17) Pekerjaan berat lainnya adalah beriman dan saling menasihati untuk sabar dan menyayangi antara
sesama Muslim. Sabar adalah kemampuan menahan diri, tabah menghadapi kesulitan, dan usaha keras
mengatasi kesulitan tersebut. Kaum Muslimin harus mampu membuktikan imannya dengan melaksanakan sikap
sabar itu, dan mendorong kaum Muslimin lainnya untuk melaksanakannya.

Juga yang berat melaksanakannya adalah menyayangi orang lain seperti menyayangi diri sendiri atau keluarga
sendiri. Akan tetapi, umat Islam harus mampu membuktikan imannya dengan melaksanakan sikap saling
menyayangi itu, sebagaimana juga diperintahkan Rasulullah:
‫ (رواه الترمذي وأبو داود و‬. ‫ ِاْر َح ُم ْو ا َم ْن ِفى ْاَالْر ِض َيْر َحْم ُك ْم َم ْن ِفى الَّس َم اِء‬، ‫َالَّراِحُم ْو َن َيْر َحُم ُهُم الَّرْح ٰم ُن‬
)‫أحمد عن عبد هللا بن عمرو‬
Orang yang penyayang disayang oleh Yang Maha Penyayang. Sayangilah orang yang ada di bumi, maka yang
ada di langit akan menyayangi kalian. (Riwayat at-Tirmi©³, Abµ D±wud, dan A¥mad dari Abdullah bin ‘Amr).

18. (18) Kaum Muslimin yang berhasil melaksanakan pekerjaan-pekerjaan sulit di atas digolongkan sebagai
“golongan kanan”. Balasan bagi “golongan kanan” tersebut adalah surga yang penuh nikmat, sebagaimana
dinyatakan dalam Surah al-W±qi‘ah/56: 27-40.

19. (19-20) Mereka yang ingkar tidak mau melaksanakan pekerjaan-pekerjaan besar dan sulit itu. Mereka
disebut a¡¥±bul-masy'amah, yaitu golongan kiri. Tempat mereka adalah neraka yang tertutup rapat, sehingga
neraka begitu luar biasa panasnya. Mereka itu tentu akan sangat menderita di dalamnya. Dengan demikian, ia
menemukan kesulitan hidup yang tiada taranya di akhirat, tidak sebanding dengan kesulitan mengerjakan
perbuat-perbuatan baik waktu di dunia.

20. (19-20) Mereka yang ingkar tidak mau melaksanakan pekerjaan-pekerjaan besar dan sulit itu. Mereka
disebut a¡¥±bul-masy'amah, yaitu golongan kiri. Tempat mereka adalah neraka yang tertutup rapat, sehingga
neraka begitu luar biasa panasnya. Mereka itu tentu akan sangat menderita di dalamnya. Dengan demikian, ia
menemukan kesulitan hidup yang tiada taranya di akhirat, tidak sebanding dengan kesulitan mengerjakan
perbuat-perbuatan baik waktu di dunia.

Anda mungkin juga menyukai