BIOLOGI MOLEKULER
(FAF 2771)
ii
DAFTAR ACARA PRAKTIKUM
iii
TATA TERTIB LABORATORIUM
1 dari 62
Resiko Penggunaan Alat
Beberapa alat laboratorium dapat membahayakan bila tidak
diperlakukan dengan benar.
Misalnya: power supply untuk alat elektroforesis bertegangan
tinggi, sehingga saat memasukkan dan mengangkat gel dari
tangki elektroforesis harus dipastikan aliran listrik dimatikan
dulu.
Microwave tidak boleh digunakan untuk memanaskan logam, jika
memanaskan botol maka tutupnya harus dilonggarkan.
2 dari 62
DAFTAR ACARA PRAKTIKUM
PENGENALAN ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM BIOMOL
A. Tujuan ................................................................................... 5
B. Kegiatan yang Dilakukan ....................................................... 5
4 dari 62
PENGENALAN ALAT DAN BAHAN
PRAKTIKUM BIOLOGI MOLEKULER
A. Tujuan
- Mahasiswa memahami alat dan bahan yang digunakan dalam
Praktikum Biologi Molekuler.
- Mahasiswa memahami dan menerapkan biosafety.
5 dari 62
PERCOBAAN
I. PENGENALAN SITUS BIOINFORMATIKA NCBI DAN
PENGGUNAANNYA DALAM MEMAHAMI PROSES EKSPRESI
GEN
(Prof. Dr. Edy Meiyanto, M.Si., Apt., Dr. Adam Hermawan, M.Sc., Apt., dan
Dr. Purwanto, M.Sc., Apt.)
A. Tujuan
1. Menelusuri identitas suatu gen berdasarkan sekuen nukleotida
menggunakan gene bank database.
2. Mahasiswa memahami prinsip ekspresi gen yang meliputi
transkripsi dan translasi serta regulasinya.
3. Mahasiswa dapat mengidentifikasi bagian gen yang berperan
sebagai promoter, coding sequence (CDS), intron dan ekson,
start dan stop kodon, serta regulating element.
4. Mahasiswa dapat memahami bagaimana satu gen yang sama
dapat menghasilkan protein yang berbeda.
B. Pendahuluan
NCBI (National Centre for Biotechnology Information)
merupakan suatu institusi yang konsen sebagai sumber informasi
perkembangan biologi molekuler. NCBI membuat database yang
dapat diakses oleh publik, merangsang riset biologi terkomputasi,
mengembangkan software penganalisis data genome, dan
menyebarkan informasi biomedical - yang kesemuanya diharapkan
mengarah pada pemahaman yang lebih baik tentang proses-proses
molekuler yang mempengaruhi manusia dan kesehatannya.
Salah satu tools yang tersedia dalam situs NCBI ini adalah
BLAST. BLAST (Basic Local Alignment Search Tool) merupakan
suatu alat pencari yang dapat menyesuaikan dan mencari sekuen
yang mirip dengan sekuen meragukan yang kita miliki melalui
perbandingan sekuen melalui GenBank DNA database dalam waktu
singkat.
6 dari 62
Ada 5 program utama dalam BLAST, yaitu:
1. nucleotide blast (blastn): membandingkan suatu sekuen
nukleotida yang kita miliki dengan database sekuen nukleotida.
Blastn dapat digunakan untuk mengidentifikasi suatu sekuen
nukleotida meragukan (query sequence) yang kita miliki dengan
database nukleotida, sehingga output yang didapat berupa
identitas nukleotida tersebut, antara lain nama gen dan spesies
penghasil dari sekuen lengkapnya.
2. protein blast (blastp): membandingkan suatu sekuen asam amino
yang kita miliki dengan database sekuen protein.
3. blastx: membandingkan produk translasi konsep 6-frame sebuah
sekuen nukleotida (translated nucleotide) yang kita miliki dengan
database sekuen protein
4. tblastn: membandingkan suatu sekuen protein yang kita miliki
dengan database sekuen nukleotida yang secara dinamis
ditranslasi pada semua pembacaan 6 frame.
5. tblastx: membandingkan suatu translasi 6 frame dari nukleotida.
7 dari 62
Gambar IV-1. Proses ekspresi gen yang meliputi transkripsi,
splicing dan translasi.
C. Langkah Kerja
Contoh soal
Sekuens nukleotida
CTGGAGCCCC TGAACCGTCC GCAGCTCAAG ATCCCCCTGG
AGCGGCCCCT GGGCGAGGTG
TACCTGGACA GCAGCAAGCC CGCCGTGTAC AACTACCCCG
AGGGCGCCGC CTACGAGTTC
AACGCCGCGG CCGCCGCCAA CGCGCAGGTC TACGGTCAGA
CCGGCCTCCC CTACGGCCCC
9 dari 62
GGGTCTGAGG CTGCGGCGTT CGGCTCCAAC GGCCTGGGGG
GTTTCCCCCC ACTCAACAGC
GTGTCTCCGA GCCCGCTGAT GCTACTGCAC CCGCCGCCGC
AGCTGTCGCC TTTCCTGCAG
10 dari 62
1. Tampilan awal homepage NCBI
2. Kolom BLAST
11 dari 62
3. Klik blatsn, masukkan sekuens nukleotida query (sesuai
soal)
12 dari 62
Untuk melihat hasil kesamaan (identity) antara query yang kita
masukkan dengan database, klik menu “allignments”. Hasilnya akan
terlihat sbb :
5. Untuk melihat properties dari gen yang dicari tadi (query), klik
menu “sequence ID” (lihat kode accessionnya). Tanda panah
menunjukkan bagian yang berisi informasi penti
13 dari 62
14 dari 62
Langkah kerja untuk identifikasi proses terjadinya ekspresi gen
dengan menggunakan Open Reading Frame finder (ORF finder)
1. Buka halaman awal pada
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/orffinder/
2. Masukkan bagian gen yang merupakan CDS (dari praktikum
sblmnya) ke dalam kolom ORF finder.
3. CDS diperoleh dari sequence viewer pada langkah kerja
sebelumnya (BLASTn).
4. Tampilan ORF akan muncul dengan menunjukkan 6 cara
pembacaan CDS (six frames). Temukan cara pembacaan (frame)
mana yang sesuai untuk menghasilkan protein yang diinginkan
(yang sesuai target).
5. Untuk itu, klik frame-nya untuk melihat urutan asam amino yang
dihasilkan, kemudian lihat cara pembacaan CDS (pada kotak
sebelah kanan). Frame yang tepat dapat juga diketahui dengan
mencocokkan arah pembacaan dan urutan asam amino yang
muncul pada tampilan sequence viewer.
15 dari 62
Hasilnya akan muncul tampilan sebagai berikut:
Selanjutnya Klik pada pita dengan cokelat yang paling panjang dan
posisi paling atas, maka akan tampak rincian pembacaan frame
tersebut.
Dicocokkan dengan asam amino yang tertera pada sequence viewer CDS
D. Tugas
1. Mahasiswa akan diberi suatu sekuens nukleotida tertentu (query)
atau accession number.
2. Lakukan analisis mengenai identitas gen tersebut antara lain
meliputi nama gen, organisme penghasilnya, origin sekuen, CDS,
posisinya pada kromosom, protein yang diperoleh dari hasil
translasi gen tersebut.
3. Cari penyakit-penyakit yang terkait dengan gen (kelainan genetik)
atau protein target. Berikan penjelasan bagaimana kaitan antara
gen/ protein dengan penyakit yang disebutkan dan terapi yang
sering digunakan.
16 dari 62
PERCOBAAN
II. A. ISOLASI DNA
(Prof. Dr. Sismindari, SU, Apt. dan Dr. Muthi’ Ikawati, M.Sc., Apt.)
A. Tujuan
Mahasiswa dapat mengisolasi DNA mamalia.
B. Pendahuluan
Isolasi DNA merupakan langkah awal dari berbagai
percobaan Biologi Molekuler. Prosedur isolasi pada dasarnya
disesuaikan dengan organisme karena struktur dan komposisi
organisme sangat berbeda-beda. Pada prinsipnya metoda isolasi
tersebut adalah dengan memecahkan sel yang kemudian dilanjutkan
dengan memisahkan DNA dari komponen-komponen lain seperti,
protein, RNA, dan mengendapkan DNA. Pemecahan sel dapat
dilakukan dengan metode fisik atau kimiawi. Pada metode fisik, sel
dipecah dengan kekuatan mekanik, sedangkan pada metode kimiawi,
sel diperlakukan dengan pemaparan senyawa kimia yang
mempengaruhi dinding sel. Metoda kimiawi lebih banyak digunakan
dalam preparasi DNA.
Isolasi DNA mamalia diawali dengan menyiapkan sampel
yang dapat berupa darah maupun organ dari mamalia. Dalam
praktikum ini sampel yang digunakan adalah sampel darah yang
mempunyai komposisi utama darah adalah protein haemoglobin.
Pada tahap awal, dilakukan lisis sel darah merah dengan
menambahkan buffer lisis (red blood cell lysis buffer=RBCLB). Tahap
selanjutnya adalah penambahan guanidin isothiosianat yang mampu
melisis sel darah putih sekaligus denaturasi protein. Untuk
memisahkan protein dari DNA cukup dilakukan penambahan
kloroform. Pelarut organik ini bersama guanidin isothiosianat mampu
mengendapkan protein yang nantinya akan menggumpal pada batas
antara fase air (lapisan atas) dan fase organik (lapisan bawah). DNA
dan RNA. Akan terdapat di dalam fase air yang merupakan lapisan
bagian atas. Molekul RNA dapat dihilangkan dengan penambahan
RNase.
17 dari 62
Selanjutnya dilakukan pengendapan DNA menggunakan
isopropanol/etanol absolut, dikeringkan hingga diperoleh pellet DNA
dan ditambahkan buffer TE 1x, untuk kemudian disimpan dalam frezer
(-20oC) dengan penambahan buffer TE. Jika proses presipitasi
dilakukan secara hati-hati maka akan diperoleh benang DNA (Gambar
I-1).
Endapan
DNA
sebelum sesudah
Ditambah Ethanol
C. Bahan
1. Darah mamalia
Darah harus dikumpulkan dalam tabung vacutainer yang
mengandung EDTA. Sampel darah dapat disimpan pada suhu
18 dari 62
kamar untuk ekstraksi DNA pada hari yang sama atau disimpan di
freezer untuk penggunaan di kemudian hari
2. TE buffer
Tris-HCl 10 mM pH 8,0
EDTA 1 mM
3. 10 x SE buffer pH 8,0
750 mM NaCl 4,38 g
250 mM EDTA 9,30 g
Aquadest ad 100 mL
4. 10 x Red blod cell lysis buffer (RBCLB) pH 7,4
1550 mM NH4Cl 8,2 g
100 mM KCO3 1,0 g
10 mM EDTA 0,37 g
Aquadest ad 100 mL
5. NaCl 6M
6. Kloroform
7. Etanol 96 % dan 70 %
8. Guanidin isothiosianat 4 M
D. Langkah kerja
1. Ambil 2-3 mL darah, masukkan dalam Falcon tube.
2. Tambahkan 8-12 mL RBCLB lalu homogenkan, kemudian
letakkan pada es selama 20 menit.
3. Lakukan sentrifugasi campuran tersebut dengan kecepatan 5.000
rpm selama 10 menit.
4. Apabila pellet masih berwarna merah, ulangi langkah dari no 2
dan diinkubasikan lagi pada suhu 4 °C selama 30 menit.
5. Lakukan sentrifugasi campuran dengan kecepatan 750 g (5.000
rpm) selama 10 menit.
6. Buang supernatan, bersihkan dinding tube dengan cara membalik
tube ke tissue.
7. Tambahkan 100 µL SE buffer ke dalam pellet, kocok hingga larut.
8. Pindahkan larutan ke dalam tabung ependorf 1,5 mL.
9. Tambahkan 100 µL guanidin isothiosianat 4 M, campur
menggunakan pipet.
10. Tambahkan 700 µL kloroform.
19 dari 62
11. Tambahkan 400 µL NaCl.
12. Homogenkan campuran tersebut secara hati-hati.
13. Lakukan sentrifugasi campuran dengan kecepatan 10.000 rpm
selama 10 menit.
14. Setelah sentrifugasi, akan tampak 3 lapisan pada larutan yaitu:
Lapisan atas, transparan, mengandung DNA;
Lapisan tengah yang berwarna seperti susu, mengandung
protein;
Lapisan bawah, transparan.
15. Pindahkan lapisan atas ke dalam tabung ependorf 1,5 mL
menggunakan pipet, catat volume supernatannya.
16. Tambahkan etanol absolut sebanyak 2x volume supernatan yang
diperoleh (contoh: 1 mL etanol absolut jika diperoleh 500 µL
supernatan), campurkan perlahan dengan cara membolak
balikkan tabung. DNA akan tampak dalam larutan sebagai
benang-benang atau endapan berkabut (tahap ini disebut sebagai
presipitasi etanol).
17. Benang DNA yang muncuk diambil dengan menggunakan
mikropippet 1mL, dan dipindahkan ke tabung Eppendorf steril dan
bersih.
Catatan: Jika DNA diambil dengan cara seperti ini akan diperoleh
DNA yang cukup murni, oleh karena endapan RNA tidak ikut
terambil.
18. Apabila benang DNA tidak muncul, lakukan sentrifugasi
campuran dengan kecepatan 10.000 rpm selama 2 menit. DNA
akan terbentuk sebagai pellet setelah sentrifugasi.
19. Jika dilakukan tahap no 17, benang DNA dicuci dengan etanol
70%, 500 µL.
Jika dilakukan tahap no 18, buang supernatan, tambahkan ke
dalam pellet 500 µL etanol 70%, gojog perlahan.
20. Lakukan sentrifugasi campuran dengan kecepatan 10.000 rpm
selama 5 menit.
21. Buang supernatan, bersihkan cairan pada dinding tabung dengan
kertas tissue, jangan menyentuh pellet DNA dan gunakan sarung
tangan.
20 dari 62
22. Keringkan pellet DNA pada suhu kamar selama 15 menit (atau
dalam oven pada suhu 55 °C selama 4-5 menit).
23. Tambahkan buffer TE sebanyak 50-200 µL (tergantung dari
banyaknya pellet yang dihasilkan).
24. Simpan larutan sampel pada suhu -20 °C.
Catatan:
1. Perlu diperhatikan fungsi masing-masing pelarut
yang digunakan dalam isolasi DNA
a. RBCLB
b. Fenol
c. Kloroform
d. Isoamilalkohol
e. Guanidine isothiosianat
2. Penambahan NaCl sangat penting dalam
pengendapan DNA dengan etanol absolut. Volume
etanol yang ditambahkan perlu diperhatikan (2x
volume).
21 dari 62
PERCOBAAN
II. B. ANALISIS DNA HASIL ISOLASI DENGAN
SPEKTROFOTOMETRI
(Prof. Dr. Sudjadi, MS., Apt.)
A. Tujuan
Mahasiswa dapat melakukan analisis kuantitatif dan kualitatif
terhadap sampel DNA menggunakan spektrofotometri.
B. Pendahuluan
Setelah dilakukan isolasi DNA maka perlu dilakukan analisis
untuk menentukan kuantitas dan kualitas DNA tersebut. Metode yang
umum digunakan dalam hal ini adalah menggunakan spektrofotometri
UV dan elektroforesis dengan gel agarosa. DNA bisa dilihat pada
spektrofotometer UV karena mempunyai ikatan rangkap terkonjugasi.
Purin dan pirimidin menunjukkan absorbsi maksimal pada panjang
gelombang sekitar 260 nm (dATP: 259 nm; dCTP: 272 nm; dTTP: 247
nm)
Konsentrasi DNA dapat diukur dengan spektrofotometri UV
pada panjang gelombang maksimum 260 (l260.). Untuk A260nm = 1
setara dengan 50 µg/mL DNA untai ganda. Kemurnian larutan DNA
dapat dilihat bahwa larutan DNA murni mempunyai rasio A260/A280
adalah 1,8. Jika rasio lebih dari 1,8 menunjukkan adanya RNA, oleh
karena RNA juga diserap pada panjang gelombang yang sama.
Sedangkan jika rasio kurang dari 1,8 menunjukkan adanya pengotor
protein atau fenol, untuk itu jika diperlukan, dapat di murnikan kembali
dengan melakukan ekstraksi chloroform-isoamilalkohol (24 :1) dan
dilanjutkan dengan presipitasi menggunakan Na asetat 3M pH 4,8 (0,1
kali volume) dan etanol absolut (2 kali volume).
22 dari 62
Konversi spektrofotometri dari asam nukleat:
1 A 260 DNA untai ganda = 50 µg/mL
1 A 260 DNA untai tunggal = 33 µg/mL
1 A 260 RNA = 40 µg/mL
C. Bahan
DNA hasil isolasi
D. Langkah kerja
1. Pipet 5 µL sampel DNA hasil isolasi tambahkan aquadest
secukupnya sehingga volume akhir 1 mL. Campur kemudian
pindahkan ke dalam kuvet spektrofotometer.
2. Blangko spektrofotometer dengan kuvet berisi 1 mL aquadest.
3. Baca absorbansi sampel dengan spektrofotometer pada l260
nm.
4. Lakukan pembacaan absorbansi yang ke-2 pada l280 nm.
5. Tentukan rasio absorbansi pada l260 nm dan l280 nm.
6. Hitung konsentrasi DNA sampel, dan tentukan konsentrasi
DNA yang diperoleh.
Catatan:
Konsentrasi DNA untai ganda pada l260 nm dengan
absorbansi 1 » 50 µg/mL.
DNA dinyatakan murni jika A l260/A l280 = 1,8.
Dalam menghitung jumlah DNA yang diperoleh perlu
diperhitungkan pula faktor pengenceran.
23 dari 62
PERCOBAAN
III. Analisis Single Nucleotide Polymorphism (SNP) Dengan
Polymerase Chain Reaction – Restriction Fragment Length
Polymorphism (PCR-RFLP)
(Prof. Dr. Sudjadi, MS., Apt. dan Dr. Riris Istighfari Jenie, MSi., Apt.)
A. Tujuan
1. Mahasiswa dapat melakukan amplifikasi fragmen DNA manusia
dengan teknik PCR dan memotong produk PCR dengan enzim
restriksi tertentu untuk melihat polimorfisme.
2. Mahasiswa dapat menganalisis single nucleotide polymorphism
(SNP) pada gen tertentu DNA tertentu (dry lab).
3. Mahasiswa dapat menggunakan software untuk mendesain
primer.
B. Pendahuluan
Polymerase chain reaction (PCR) merupakan suatu teknik
analisis dalam bidang biologi molekuler untuk mengamplifikasi sekuen
DNA tertentu. Dasar dari metode PCR adalah proses replikasi DNA di
dalam sel, yang memerlukan cetakan DNA, primer, nukleotida dan
enzim polimerase DNA. PCR mampu mengamplifikasi daerah spesifik
DNA menggunakan sistem siklus temperatur dan enzim polimerase
yang termostabil serta primer DNA yang spesifik. Panjang DNA target
yang diamplifikasi berkisar antara puluhan sampai ribuan nukleotida
yang posisinya diapit oleh sepasang primer. Primer yang berada
sebelum daerah target disebut primer forward dan yang berada
setelah daerah target disebut primer reverse (Gambar II-1).
Dengan teknik ini, kita dapat menghasilkan DNA dalam
jumlah besar dalam waktu singkat. Metode PCR tersebut sangat
sensitif dan dapat dilakukan pada sampel DNA yang sangat sedikit
yaitu 5 ng DNA serta dilakukan pada volume reaksi yang sangat kecil
yaitu 20-100 µL.
24 dari 62
Gambar II-1. Target DNA yang diamplifikasi.
Gambar II-2. Gambaran proses dalam PCR. Dalam setiap siklus PCR
dilakukan 3 tahap: tahap ke-1 denaturasi pada 95°C, tahap ke-2 annealing
primer pada 55°C, dan tahap ke-3 sintesis DNA pada 72°C. Proses tersebut
diulang sampai 30 siklus.
26 dari 62
Tm dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
Tm = 2 (jumlah A + jumlah T) + 4 (jumlah C + jumlah G)
27 dari 62
Salah satu aplikasi PCR adalah untuk melihat polimorfisme
DNA. Polimorfisme merupakan fenomena terjadinya rangkaian DNA
yang berbeda antar satu individu dengan individu lain, baik urutan
basa DNA maupun panjang DNA (variasi DNA). Hal ini bisa terjadi
karena adanya mutasi (perubahan basa dari DNA). Mutasi pada gen
yang bertanggung jawab melakukan metabolisme xenobiotik akan
berpangaruh terhadap aktivitas suatu obat. Teknik deteksi
polimorfisme menggunakan metode PCR-restriction fragment length
polymorphism (RFLP), dimana sampel DNA yang telah diamplifikasi
menggunakan PCR dipotong menjadi beberapa fragmen
menggunakan enzim restriksi. Fragmen DNA hasil pemotongan
kemudian dipisahkan berdasarkan ukurannya menggunakan
elektroforesis gel agarosa.
Pada praktikum ini akan dipelajari polimorfisme gen penyandi
N-asetiltransferase2 (NAT2) pada manusia. NAT2 adalah enzim
pemetabolisme fase II yang berperan penting dalam detoksifikasi
berbagai xenobiotik termasuk obat dan karsinogen, arilamin, hidrazin
dan isoniazid. Enzim ini mengkatalisis konjugasi gugus asetil pada
substrat xenobiotik tersebut sehingga menghasilkan senyawa yang
lebih larut dalam air. Gen penyandi NAT2 dikenal polimorfik.
Perbedaan kapasitas metabolik enzim NAT2 pada setiap individu
disebabkan oleh variasi urutan basa dari alelik gen NAT2 (terletak
pada kromosom 8p22). Variasi dari gen tersebut merupakan variasi
“satu nukelotida” atau dikenal dengan single nucleotide polymorphism
(SNPs). Variasi tersebut menyebabkan fenotip asetilator NAT2 yang
berbeda dan terbagi menjadi asetilator lambat, sedang atau cepat.
Alel NAT2*4 (wild type) menyandi fenotip asetilator cepat, sedangkan
alel lain (NAT2*5-7) menyandi fenotip asetilator lambat atau sedang.
Apabila zat xenobiotik tidak cukup terasetilasi, maka zat tersebut akan
terakumulasi dan diubah menjadi metabolit yang reaktif oleh enzim-
enzim oksidatif. NAT2 dilaporkan mampu mengurangi kemungkinan
terbentuknya metabolit reaktif tersebut. Polimorfisme pada NAT2
berhubungan dengan tingginya insidensi kanker dan toksisitas obat.
Seperti yang telah disebutkan di atas, substitusi missense pada alel-
alel NAT2 yaitu G191A (NAT2*14A), T341C (NAT2*5A), G590A
(NAT2*6A), dan /atau G857A (NAT2*7A) berasosiasi dengan fenotip
28 dari 62
asetilator lambat. NAT2*5A dan NAT2*6A menyebabkan turunnya
ekspresi protein NAT2, sedangkan NAT2*14A dan NAT2*7A
menyebabkan turunnya stabilitas protein.
Polimorfisme gen NAT2 dapat diidentifikasi dengan PCR
menggunakan primer yang sesuai untuk mendeteksi missense
substitusi tertentu yang telah dikenal sangat polimorfik, sehingga
apabila terjadi polimorfisme, maka tidak akan dapat diamplifikasi
dengan PCR. Gen kontrol positif seperti GAPDH dan ß-actin juga
harus diamplifikasikan pada saat bersamaan untuk mengontrol bahwa
metode PCR berjalan dengan baik dalam mengamplifikasi sekuens
DNA target.
Manfaat polimorfisme :
§ Farmakogenetik, yang mempelajari pengaruh variasi genetik oleh
adanya perbedaan “satu nukleotida” pada gen-gen yang
bertanggung jawab terhadap respon obat. (misalnya efek dan
toksisitas).
§ Forensik/sidik jari DNA
Mencocokan sampel dari tersangka dengan sampel yang
ditemukan di tempat kejadian (sampel darah, liur, air mani),
mengidentifikasi mayat, analisis kekerabatan.
§ Mempelajari populasi dan migrasi antar populasi hewan.
§ Mengetahui komposisi makanan.
§ Mempelajari pola evolusi manusia hewan maupun tanaman.
§ Standardisasi tanaman obat.
Desain primer
Desain primer yang baik akan menentukan keberhasilan PCR. Oleh
sebab itu ketika mendesain primer perlu mempertimbangkan
beberapa hal, diantaranya sebagai berikut:
1. Panjang primer: secara umum primer yang baik memiliki panjang
18-30 nukleotida.
Primer melting temperature (Tm): merupakan temperature dimana
setengah dari dupleks DNA akan berdisosiasi menjadi untai
tunggal, sehingga Tm menggambarkan stabilitas dupleks DNA.
Primer dengan Tm 52-58 °C biasanya menghasilkan produk paling
29 dari 62
baik. Banyaknya G dan C dalam sekuens primer akan memberikan
gambaran Tm-nya.
2. Primer annealing temperature.
3. GC content: banyaknya basa G dan C berupa persentase terhadap
total basa di dalam sekuens primer tersebut, sebaiknya adalah
sebanyak 40-60%.
4. Hindari primer secondary structures (GC rich atau AT rich), karena
akan mempengaruhi annealing antara template dan primer
sehingga mempengaruhi amplifikasi dan pada akhirnya akan
menghasilkan produk PCR yang sedikit atau bahkan tidak ada.
5. Hindari cross homology: untuk menjamin bahwa primer tidak akan
mengamplifikasi gen lain yang mungkin terdapat di dalam
campuran template DNA, maka hindari daerah homologi ketika
mendesain primer.
Ada beberapa software yang dapat diakses secara gratis untuk
membantu kita mendesain primer, diantaranya adalah:
-Primer3
http://biotools.umassmed.edu/bioapps/primer3_www.cgi
-Primer-BLAST
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/tools/primer-blast/
C. Bahan
1. DNA manusia hasil isolasi (prosedur isolasi sesuai dengan
praktikum I)
2. Primer oligonukleotid: forward (F) dan reverse (R) untuk NAT2
manusia (NG_012246.1) dan GAPDH, dengan urutan sekuens
sebagai berikut :
30 dari 62
NAT2 (primer Forward) 5'- TCAGCCTCAGGTGCCTTGCA-3'
NAT2 (primer Reverse) 5'- AGCATGAATCACTCTGCTTC-3'
GAPDH (primer 5’- TCCACTGGCGTCTTCACC -3’
Forward)
GAPDH (primer 5’- GGCAGAGATGATGACCCTTTT -
Reverse) 3’
D. Langkah Kerja
[A] PCR
1. Buatlah campuran reaksi sesuai dengan komposisi berikut
(bergantung kit reagent yang digunakan) untuk praktikum kali ini
digunakan PCR kit dari Promega, yaitu Go Taq Green Master Mix
(no. katalog M7122).
Reaksi dilakukan dalam tabung Eppendorf 0,5 ml yang telah
diseterilkan dengan komposisi seperti terlihat pada tabel 1. Volume
akhir dalam reaksi tersebut dibuat 25 µL, sehingga perlu
diperhitungkan jumlah aquabidestilata yang diperlukan. Perlu
diperhatikan bahwa penambahan template DNA dilakukan paling
akhir.
31 dari 62
Tabel Reaksi PCR
Reagen Volume reagen Konsentrasi
akhir
2x PCR Master Mix 12,5 µL 1x PCR buffer
(mengandung Taq DNA
polymerase; 4 mM MgCl2 dan
400 µM tiap dNTP)
(2 mM MgCl2 dan
200 µM tiap
dNTP)
0,5 µM primer NAT2 5 0,125 µL 0,0025 µM
0,5 µM primer NAT2 4 0,125 µL 0,0025 µM
0,5 µM primer GAPDH -F 0,125 µL 0,0025 µM
0,5 µM primer GAPDH-R 0,125 µL 0,0025 µM
Template DNA Tergantung 100 ng
konsentrasi
DNA
Aqua bidestilata Menyesuaikan
TOTAL volume 25 µL
32 dari 62
4. Selanjutnya dilakukan digesting (pemotongan) terhadap DNA
hasil PCR yang berukuran 710 bp menggunakan
endonuclease restriction enzyme, BamHI, pada suhu 37°C
selama semalam. Tahap ini dimaksudkan untuk
mendeteksi adanya substitusi missense pada posisi 857 atau
G857A (NAT2*7), fenotip asetilator lambat.
Komposisi untuk digesting (total volume 20 µL), disiapkan
dalam 0,6 mL atau 1,5 mL eppendorf tube:
DNA sampel (~0,3 µg) µL
10X Buffer BamHI 2 µL
BamHI (10 U/µL) 1 µL
dH2O (menyesuaikan) µL
Total 20 µL
Di akhir digesting, tambahkan ke dalam tube, buffer sampel
(lihat Percobaan III) sebanyak 2 µL, homogenkan dengan
jalan mengetuk tube pelan-pelan.
5. Optimasi kondisi PCR perlu dilakukan sebelum analisis
sampel.
6. Hasil PCR disimpan pada -20°C (selama menunggu
dilakukan analisis).
7. Lakukan analisis hasil PCR dengan elektroforesis gel agarosa
2% (b/v) dan kemudian divisualisasi dengan pengecatan
menggunakan GelRed™ (Percobaan III).
34 dari 62
E. Pertanyaan
1. Hitung Tm masing-masing primer!
2. Sekuens apakah yang dikenali (recognition/restriction site) oleh
enzim BamHI?
3. Satuan enzim restriksi adalah unit/µL, jelaskan arti satuan
tersebut terkait dengan aktivitas enzim restriksi!
35 dari 62
PERCOBAAN
IV ANALISIS DNA DENGAN ELEKTROFORESIS GEL AGAROSA
(Prof. Dr. Sismindari, SU., Apt.)
A. Tujuan
a. Mahasiswa dapat melakukan analisis kualitatif dengan
elektroforesis gel agarosa.
b. Mahasiswa dapat melihat polimorfisme gen NAT2 pada manusia
melalui pengamatan elektroforesis gel agarosa dari DNA hasil
amplifikasi dengan PCR.
B. Pendahuluan
Elektroforesis merupakan teknik pemisahan suatu molekul
dalam suatu campuran dibawah pengaruh medan listrik. Molekul
terlarut dalam medan listrik bergerak atau migrasi dengan kecepatan
yang ditentukan oleh rasio muatan dan massa. Sebagai contoh, jika
dua molekul mempunyai masa dan bentuk yang sama, molekul
dengan muatan lebih besar akan bergerak lebih cepat ke elektrode.
Elektroforesis gel agarosa adalah metode untuk memisahkan dan
memvisualisasikan fragmen DNA, termasuk yang dihasilkan dari
digesti DNA. Fragmen DNA dipisahkan, berdasarkan ukurannya,
dengan melewatkan DNA melalui matriks pori-pori gel agarosa yang
diletakkan pada medan listrik. Elektroforesis DNA melalui gel agarosa
merupakan metode standar untuk pemisahan, identifikasi dan
pemurnian fragmen DNA.
Agarosa, yang disari dari ganggang laut, merupakan polimer
dengan dasar struktur D-galaktosa dan 3,6-anhidro L-galaktosa.
Ketika dipanaskan dalam bufer, agarosa akan melarut, kemudian
ketika didinginkan akan membentuk padatan berupa gel berpori-pori,
sehingga dimungkinkan untuk mencetak dan membentuk lubang
sumuran pada gel. Gel agarosa mempunyai daya pemisahan lebih
rendah jika dibandingkan dengan gel poliakrilamid, tetapi mempunyai
rentang pemisahan lebih besar. DNA dengan ukuran 200 basa
sampai 50 kilobasa dapat dipisahkan dengan gel agarosa dengan
berbagai konsentrasi agarosa. Elektroforesis menggunaan gel
36 dari 62
agarosa (Gambar III-1) biasanya dilakukan dalam konfigurasi
horizontal dalam kekuatan medan listrik dan arah tetap.
C. Bahan Amplifikasi
c. DNA mamalia hasil isolasi (percobaan 1) dan DNA hasil PCR
(percobaan 2)
d. TBE 5x (per liter)
Tris basa 0, 45 M 54 g
Asam borat 0,45 M 27,5 g
EDTA 0,5M (pH 8,0) 20 mL
38 dari 62
Aqua bidestilata ad 1 L
e. Agarosa 0,8% dan 2% b/v dalam TBE1x
f. Buffer elektroforesis
Encerkan TBE stok dengan air sehingga kekuatannya 1x
39 dari 62
D. Langkah Kerja
Gunakan selalu sarung tangan selama mengerjakan acara
praktikum ini!
40 dari 62
p. Nyalakan power supply pada 70 V (max 100 V), tunggu kurang
lebih selama 45 menit (sampai terjadi pemisahan yang
diinginkan).
q. Matikan elektroforesis dan amati gel agarosa di bawah lampu UV.
E. Analisis Hasil
r. Analisis DNA mamalia hasil isolasi
Lakukan analisis apakah DNA hasil isolasi sudah murni atau
masih banyak pengotor yang ditunjukkan oleh banyaknya
fragmen-fragment kecil.
3. Analisis polimorfisme dari hasil PCR untuk mendeteksi
substitusi missense G857A pada gen NAT2 (NAT2*7A):
- Preparasi sampel serta PCR berjalan baik jika pita gen kontrol
(GAPDH) muncul pada hasil elektroforesis.
- Setelah direstriksi dengan enzim BamHI, alel A (missense)
akan tetap utuh menghasilkan fragmen 710 bp, sedangkan
alel G (wild type) (missense) akan terpotong oleh enzim
BamHI, meghasilkan dua fragmen 431 bp dan 279 bp.
41 dari 62
Gambar III-2. Hasil elektroforesis restriksi produk PCR-RFLP NAT2. L1
= marker DNA 25 kbp; L2 = Tag1; L3 = Kpn1 A; L4 = Dde1; L5 = BamHI; L6
= marker DNA 50-bp; L7 = marker DNA 100-bp.
F. Pertanyaan
s. Bagaimana interaksi DNA dengan etidium bromida dan
GelRed™?
t. Pada elektroforesis hasil PCR-RFLP, mengapa digunakan gel
agarosa 2%? Bagaimana jika digunakan gel agarosa 0,8%
42 dari 62
PERCOBAAN V
PENGENALAN KULTUR SEL MAMALIA DAN PENGGUNAANNYA
UNTUK UJI SITOTOKSISITAS
(Dr. Puji Astuti, M.Sc., Apt., Dr. Riris Istighafri Jenie, M.Si., Apt dan Dr.
Muthi Ikawati, M.Sc., Apt.)
A. TUJUAN
1. Mahasiswa mengenal jenis-jenis kultur sel-sel mamalia.
2. Mahasiswa mampu memanfaatkan dan menggunakan sel
mamalia untuk pengujian sitotoksisitas suatu senyawa.
B. PENDAHULUAN
Kultur sel mamalia adalah kultur sel yang sebelumnya tumbuh
dalam tubuh manusia atau hewan yang mengalami modifikasi untuk
ditumbuhkan dalam wadah plastik atau gelas. Sel tersebut disimpan
dalam inkubator menyesuaikan dengan temperatur tubuh dan
ditumbuhkan dalam media khusus dengan nutrien. Sel dapat
dipisahkan langsung dari jaringan dan didisintegrasi dengan reaksi
enzimatis atau mekanik sebelum dikulturkan, atau dapat diturunkan
dari suatu cell line atau strain sel yang sudah ada.
Dalam kultur sel mamalia, dikenal kultur yang disebut Kultur
Primer, yaitu kultur sel yang diperoleh dari hasil isolasi jaringan dan
berproliferasi dalam kondisi yang sesuai sampai mereka menempati
seluruh tempat tumbuh (mencapai confluence). Pada tahap ini, sel
harus disubkultur dengan cara memindahkannya ke dalam tempat
tumbuh yang baru berisi media baru untuk melanjutkan pertumbuhan.
Setelah subkultur pertama, sel kultur primer disebut suatu cell line
atau subclone. Cell line yang diturunkan dari kultur primer mempunyai
waktu hidup terbatas, dan seiring proses subkultur, sel dengan
kapasitas pertumbuhan tertinggi akan mendominasi, menghasilkan
suatu tingkat keseragaman genotip dan fenotip dalam populasi. Jika
suatu subpopulasi suatu cell line diseleksi dari kultur dengan cloning
atau dengan metode lain, cell line ini menjadi suatu cloned cell strain.
Suatu strain sel kadang mengalami penambahan perubahan genetik
setelah pembuatan parent line.
Sel normal umumnya membelah dengan jumlah terbatas sampai
43 dari 62
kemudian hilang kemampuan berproliferasi, suatu kejadian genetik
yang disebut senescence; cell line ini disebut finite. Namun, beberapa
cell line menjadi immortal melalui proses yang disebut transformasi,
dapat terjadi secara spontan atau dapat diinduksi secara kimia atau
diperantarai virus. Ketika suatu finite cell line mengalami transformasi
dan memiliki kemampuan membelah tidak terbatas, maka sel tersebut
menjadi suatu continuous cell line.
Penggunaan sel mamalia dalam dunia kesehatan dan farmasi
sangatlah luas, diantaranya adalah untuk uji sitotoksisitas. Uji
sitotoksisitas digunakan secara luas dalam industry farmasi untuk
skrining sitotoksisitas “compound libraries”. Peneliti dapat
mengunakan senyawa sitotoksik dalam dua hal yaitu pengembangan
obat-obatan yang mentarget “rapidly dividing cancer cells”, atau
skrining "hits" dari “high-throughput drug screens”, uji awal untuk
mencari efek sitotoksik yang tidak diinginkan sebelum dikembangkan
sebagai obat.
D. LANGKAH KERJA
1. Pengamatan jenis-jenis sel mamalia;
- Gambarlah dalam laporan sementara yang disediakan
morfologi jenis- jenis sel mamalia dalam kultur.
2. Memanen dan Menghitung sel langsung (direct counting)
dengan hemocytometer
a.) Kultur sel mamalia dalam 6 well plate dicuci dengan PBS
hangat.
44 dari 62
b.) Tambahkan trysin-EDTA 1 mL dalam tiap well, inkubasi 1 –
2 menit.
c.) Panen sel dengan cara di ‘tapping’, tambahkan 1 mL PBS
hangat dan dimasukkan dalam tabung 10 mL, sentrifugasi
dengan kecepatan 2000 rpm selama 2 menit.
d.) Buang supernatan, resuspen sel dengan 500 µL PBS.
e.) Ambil 50 µL suspense sel, masukkan dalam tabung
eppendorf, tambahkan PBS 100 µL (atau menyesuaikan
kerapatan sel) dan 50 µL trypan blue. Homogenkan.
f.) Masukkan 12 µL ke dalam alat hemocytometer hati-hati.
g.) Hitung jumlah sel yang mati dan sel yang hidup dengan
inverted microscope perbesaran 10 X
Jumlah sel/mL = Rata-rata jumlah sel per kotak X factor pengenceran X 104
45 dari 62
Gambar V-1. Cara menghitung sel
46 dari 62
3. Menghitung sel secara tidak langsung (indirect counting)
dengan MTT assay untuk pengujian sitotoksitas suatu
senyawa
Hari I (inokulasi sel) – dilakukan teknisi
a.) Sel pada fase log (70-80% confluence) dipisahkan dari dasar
flask dengan trypsinisasi.
b.) Cek viabilitas dengan haemocytometer. Lakukan penyesuaian
kerapatan sel pada plate 96 sumuran.
c.) Inkubasi pada 37°C 5% CO2/ 95% kelembaban udara selama
24–48 jam sampai diperoleh kerapatan sel 70–80% confluence
dan sel tampak tumbuh berkoloni.
d.) Pembuatan larutan stok sampel uji : Sampel ditimbang
sebanyak 10 mg kemudian dilarutkan dalam DMSO steril
100μL, sehingga diperoleh konsentrasi 100 μg/μL. Dari larutan
induk tersebut dilakukan pengenceran dalam media hingga
didapatkan seri konsentrasi.
Hari II (Perlakuan pada sel) – dilakukan teknisi
a.) Ambil media pada plate 96 sumuran dan ganti dengan media
yang mengandung senyawa yang kita uji (lakukan pada pagi
hari). Berikan control negatif dan blanko.
b.) Inkubasi pada 37°C; 5% CO2 /95% kelembaban udara selama
24 jam.
Hari III (Pemeriksaan Tingkat Kematian dengan MTT assay) –
lakukan pertama kali pada hari praktikum
a.) Status/tingkat kematian sel setelah pemberian senyawa
dilakukan dengan MTT assay. Pada akhir perlakuan yang
dilakukan dalam plate 96 sumuran, ke dalam masing-masing
sumuran ditambahkan 100 μL MTT dalam media RPMI
(konsentrasi akhir 0,5 mg/mL). Sebelumnya, cuci media terlebih
dahulu dengan PBS apabila senyawa uji menimbulkan warna.
Kemudian plate diinkubasi lagi selama 4 jam pada suhu 37°C
hingga terbentuk formazan. Sel yang hidup akan bereaksi
dengan MTT membentuk kompleks berwarna ungu. Setelah 3.5
jam reaksi MTT dihentikan dengan menambahkan 100 μL
reagen stopper SDS 10% pada masing-masing sumuran,
47 dari 62
homogenkan lalu serapan dibaca dengan ELISA reader pada
panjang gelombang 570 nm.
b.) Analisis
48 dari 62
PERCOBAAN
VI BIOINFORMATIKA UNTUK ANALISIS EKSPRESI GEN
DENGAN GEO DAN DAVID
(Prof. Dr. Edy Meiyanto, M.Si., Apt. dan Dr. Adam Hermawan, M.Sc., Apt.)
A. Tujuan
1. Mahasiswa menganalisis Differential Expressed Genes (DEGs)
akibat perlakuan senyawa atau kondisi patologis menggunakan
database.
2. Mahasiswa menganalisis fungsi DEGs pada proses biologis
seluler, komponen seluler, dan pathway molekuler.
B. Pendahuluan
Gen adalah segmen DNA yang berisi semua informasi yang
diperlukan untuk membuat kode untuk suatu fungsi. Gen juga
merupakan unit informasi yang ditransfer melalui transkripsi dan
translasi. Analisis ekspresi gen dilakukan untuk:
1. Menentukan gen mana yang diinduksi / ditekan sebagai respons
terhadap fase perkembangan, perubahan lingkungan, atau
pengobatan obat.
2. Kumpulan gen yang ekspresinya naik dan turun dalam kondisi
yang sama kemungkinan besar memiliki fungsi terkait.
3. Pola ekspresi gen dapat digunakan sebagai indikator regulasi
seluler yang abnormal.
49 dari 62
(A) (B)
Gambar V-1. Skema ekspresi gen pada (A) dua jenis sel yang berbeda
dan (B) akibat perlakuan senyawa.
C. Langkah kerja
1. Buka halaman Gene Expression Omnibus (GEO)
(http://ncbi.nlm.nih.gov/geo/). Masukkan kode GSE yang telah
diberikan sesuai kelompok masing-masing.
51 dari 62
2. Klik tombol Analyze with GEO2R
52 dari 62
3. Hasilnya akan muncul tampilan sebagai berikut. Kemudian pilih
kode sampel (GSM) sesuai dengan kode sampel setiap
kelompok.
53 dari 62
5. Klik tombol GEO2R, lalu klik top250
54 dari 62
6. Ubah setting untuk menampilkan gene name and gene symbol,
dengan cara klik tombol Select columns sesuai tampilan berikut
ini:
55 dari 62
7. Kemudian klik tombol save all results untuk menampilkan semua
data ekspresi gen. Hasilnya akan muncul tampilan sebagai berikut
ini:
56 dari 62
9. Lakukan sortasi data dengan p value < 0.05, dan llog FCI>1
57 dari 62
11. Lakukan analisis functional annotation terhadap semua DEGs
menggunakan database DAVID
(https://david.ncifcrf.gov/home.jsp). Pilih START analysis, klik
lalu upload dan Copykan semua DEGs ke kolom enter ID. Pilih
OFFICIAL GENE SYMBOL, organisme homo sapiens dan gene
list lalu klik submit.
58 dari 62
Pilih spesies yang diinginkan dalam hal ini Homo sapiens, list, lalu
klik use dan functional Annotation sehingga akan muncul tampilan
sebagai berikut:
Pilih KEGG pathway, klik, dan akan muncul tampilan sebagai berikut:
59 dari 62
Untuk mendownload, klik download file, lalu akan muncul tampilan
sebagai berikut, dan ekspor hasil ke Ms Excel
60 dari 62
D. Tugas
1. Mahasiswa akan diberi suatu kode GSE dan sampel yang harus
dianalisis.
2. Tentukan Differential Expressed Genes (DEGs)!
3. Lakukan analisis functional annotation terhadap DEGs!
4. Kerjakan lembar kerja secara berkelompok.
61 dari 62
DAFTAR PUSTAKA
Davis, L.G., Kuehl, W. M., and Battey, J. F., 1994, Basic Methods in
Molecular Biology 2nd Edition, Appleton and Lange, Norwalk,
Connecticut.
62 dari 62