Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

Keharmonisan Manusia Ditinjau dari Manfaat Hukum yang Berlaku


di Masyarakat

(Studi Kasus Pemberian Hak Istimewa Penyelenggaraan Qanun pada


Masyarakat Aceh Menurut Teori Utilitarianism Jeremy Bentham)

Disusun oleh:

Okky Dirgantara, S.H.

UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGAL

PROGRAM PASCASARJANA

MAGISTER HUKUM

2022
1.1 Pendahuluan

Didalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan


Gerakan Aceh Merdeka (Memorandum of Understanding Between The
Government of Republic of Indonesia And The Free Aceh Movemement)
disebutkan:1 1.1.6 Kanun Aceh will be re-established for Aceh respecting the
historical traditions and customs of the people of Aceh and reflecting
contemporary legal requirements of Aceh. Qanun Aceh akan diberlakukan
kembali untuk menghormati representasi dari sejarah, budaya, dan adat bagi
masyarakat Aceh. Eksistensinya sangat penting hingga diperjuangkan dalam
salah satu pasal dalam nota kesepahaman perdamaian. Semenjak nota
kesepahaman inilah pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang Nomor
11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan memberikan ruang bagi Syariat
Islam untuk dijadikan pilihan hukum selain dari hukum nasional yang telah ada.
Qanun merupakan suatu peraturan perundang-undangan yang diberlakukan di
Aceh yang isinya harus berlandaskan pada syariat Islam yang menjadi
kekhususan dari Aceh, hal ini berbeda dengan daerah lain yang aturan-aturan
dalam Perdanya tidak harus berlandaskan ajaran-ajaran Islam. Mengapa
pemerintah Indonesia memutuskan bahwa Qanun yang berlandaskan murni
syariat Islam diperbolehkan untuk menjadi hukum positif di Aceh akan dianalisa
menggunakan teori utilitarianisme Jeremy Bentham pada makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimanakah yang dimaksud teori utilitiarisme Jeremy Bentham?
2. Kenapa Qanun dapat diterima oleh masyarakat Aceh sebagai hukum
positif?
3. Bagaimanakah Qanun dapat bersinergi dengan hukum perundang-
undangan lain di Indonesia?

1
Memorandum of Understanding Between The Government of Republic of Indonesia And The Free Aceh
Movement Helsinki 15 Agustus 2005
2
2.1 Pokok Permasalahan dan Pembahasan

Ada 3 nilai identitas hukum, yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.


(Gustav Radbruch). Dalam Aliran Utilitis (Bentham's utilitarianism theory),
menganggap bahwa tujuan hukum semata-mata untuk memberikan kemanfaatan
atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga
masyarakat.2Jeremy Bentham kemudian terkenal dengan motonya, bahwa tujuan
hukum adalah untuk mewujudkan the greatest happiness of the greatest number
(kebahagiaan yang terbesar untuk banyak orang). Adanya negara dan hukum,
semata-mata hanya demi manfaat sejati, yaitu kebahagiaan mayoritas rakyat.3
Lebih lanjut, pendukung teori ini, yaitu Rudolph von Jhering dalam ajarannya
social utilitarianism, menganggap bahwa hukum merupakan suatu alat bagi
masyarakat untuk mencapai tujuannya. Dia menganggap hukum sebagai sarana
untuk mengendalikan individu-individu agar tujuannya sesuai dengan tujuan
masyarakat di mana mereka menjadi warganya. Bagi Jhering, hukum juga
merupakan suatu alat yang dapat dipergunakan untuk melakukan perubahan-
perubahan sosial.4Tujuan akhir dari suatu peraturan perundang-undangan
sebagai perwujudan hukum, adalah kebahagiaan terbesar untuk orang banyak.

Pada masyarakat Aceh, penyebutan Qanun terhadap suatu aturan hukum


atau untuk penamaan suatu adat telah lama dipakai dan telah menjadi bagian
dari kultur adat dan budaya Aceh. Aturan-aturan hukum dan juga adat yang
dikeluarkan oleh Kerajaan Aceh banyak yang dinamakan dengan Qanun. Qanun
biasanya berisi aturan-aturan syariat Islam yang telah beradaptasi menjadi adat
istiadat Aceh.5

Qanun merupakan suatu peraturan perundang-undangan yang


diberlakukan di Aceh yang isinya harus berlandaskan pada syariat Islam yang
menjadi kekhususan dari Aceh, hal ini berbeda dengan daerah lain yang aturan-
aturan dalam Perdanya tidak harus berlandaskan ajaran-ajaran Islam. Selain itu
berbeda dengan Perda lainnya di Indonesia, aturan-aturan Qanun dapat berisikan
2
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk
Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Cet. Kedua, h.272-273.
3
Loc.cit
4
Soerjono Soekanto, 2005, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, Cet. Kelimabelas
5
Jum Anggriani, 2011, Kedudukan Qanun dalam Sistem Pemerintahan Daerah dan Mekanisme
Pengawasannya,Jurnal Hukum NO. 3 VOL. 18 JULI 2011: 320 – 335Fakultas Hukum Universitas Tama Jagakarsa
Jakarta.
3
aturan-aturan hukum tentang hukum acara material dan formil di Mahkamah
Syar’iah.6Jadi pengertian Qanun tidaklah sama dengan Perda, karena isi dari
Qanun haruslah berlandaskan pada asas keislaman atau tidak boleh bertentangan
dengan syari’at Islam. Tetapi dalam hal hirarki hukum di Indonesia, sesuai
dengan ketentuan UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan, kedudukan Qanun dipersamakan dengan Perda di daerah
lainnya.

Didalam Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan


Gerakan Aceh Merdeka (Memorandum of Understanding Between The
Government of Republic of Indonesia And The Free Aceh Movemement)
disebutkan:7 1.1.6 Kanun Aceh will be re-established for Aceh respecting the
historical traditions and customs of the people of Aceh and reflecting
contemporary legal requirements of Aceh. Qanun Aceh akan diberlakukan
kembali untuk menghormati representasi dari sejarah, budaya, dan adat bagi
masyarakat Aceh. Eksistensinya sangat penting hingga diperjuangkan dalam
salah satu pasal dalam nota kesepahaman perdamaian. Semenjak nota
kesepahaman inilah pemerintah Indonesia menerbitkan Undang-Undang Nomor
11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dan memberikan ruang bagi Syariat
Islam untuk dijadikan pilihan hukum selain dari hukum nasional yang telah ada.
Qanun yang berlaku di aceh menjadi mengikat umat islam disana secara lex
speciali terhadap undang-undang nasional8, sedangkan terhadap warganya yang
non-islam, berlaku penundukan hukum secara sukarela antara hukum Qanun
Aceh atau hukum yang berlaku secara nasional.

Keinginan untuk berhukum menggunakan syariat islam bagi masyarakat


Aceh diwujudkan dengan adanya qanun. Qanun Aceh hanya mengikat bagi
masyarakat Islam di Aceh karena qanun terwujud dari keinginan masyarakat
Aceh yang mayoritas agamanya adalah Islam. Setiap orang yang bertempat
tinggal atau berada di Aceh wajib menghormati pelaksanaan syariat Islam9. bagi
masyarakat non-Islam minoritas disana adanya hukum ini tidak dapat ditolak,
6
Lock.cit
7
Memorandum of Understanding Between The Government of Republic of Indonesia And The Free Aceh
Movement Helsinki 15 Agustus 2005
8
Pasal 126 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
9
Pasal 126 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh
4
karena hukum Islam ini merupakan bagian keinginan masyarakat Aceh yang
mayoritasnya adalah Islam. Inilah yang dimaksudkan Jeremy Bentham bahwa
tujuan adanya negara hukum yang sejati adalah untuk mencapai kebahagiaan
terbesar bagi mayoritas masyarakat (the greatest happiness of the greatest
number). Namun, negara indonesia sendiri bukanlah negara yang menggunakan
syariat islam meskipun mayoritasnya adalah pemeluk agama islam. Meskipun
pada masyarakat Aceh berlaku qanun, warga Aceh yang beragama non-islam
tidak diwajibkan untuk tunduk kepadanya. Warga non-islam disana diberikan
opsi penundukan hukum secara sukarela, pada hukum mana mereka akan
tunduk. Inilah koreksi dari kelemahan teori utilitarianism yang menitikberatkan
kebahagiaan mayoritas, yang telah disempurnakan dengan hukum nasional kita
yang ber asaskan Pancasila. Negara indonesia mengakomodir semua ketuhanan,
termasuk mewujudkan sebuah tatanan perundangan yang dapat menjangkau
heterogenisme agama, budaya, dan latar belakang suku. Semua ini semata-mata
demi mencapai cita-cita hukum yang lebih lanjut, yaitu mewujudkan
keharmonisan manusia. Terbukti, hingga saat ini qanun yang berlandaskan
syariat islam dapat diterima masyarakat Aceh sebagai produk hukum yang
berlaku saling melengkapi dengan hukum perundangan-undangan indonesia
yang telah ada sebelumnya.

5
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Achmad. 2009. Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence).
Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Cet. Kedua, h.272-273.

Anggriani, Jum. 2011. Kedudukan Qanun dalam Sistem Pemerintahan Daerah


dan Mekanisme Pengawasannya. Jurnal Hukum NO. 3 VOL. 18 JULI 2011:
320 – 335, Fakultas Hukum Universitas Tama Jagakarsa, Jakarta.

Memorandum of Understanding Between The Government of Republic of


Indonesia And The Free Aceh Movement Helsinki 15 Agustus 2005

Pasal 126 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan


Aceh

Pasal 126 ayat 2 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan


Aceh

Soekanto, Soerjono. 2005. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum. PT. Raja Grafindo


Persada, Jakarta, Cet. Kelimabelas

Anda mungkin juga menyukai