(Untuk Memenuhi Nilai Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Teori Perundang-undangan)
Dosen Pengampu :
Dibuat oleh :
Annisa Affandy
10040018199
Kelas D
FAKULTAS HUKUM
2020
ILMU PERUNDANG-UNDANGAN
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu perundang-undangan lahir pada negara yang menganut sistem hukum Eropa
Continental, yang mula-mula berkembang di Eropa Barat tepatnya di Negara Jerman. Ilmu
perundang-undangan merupakan cabang ilmu yang relatif masih baru, baru berkembang tahun
1970-an. Tokoh terkenal penggagasnya yaitu Peter Noll, Jurgen Rodig, Burkhardt Krems, dan
Werner Maihofer.1 Selain itu di Belanda berkembang sejak tahun 1980-an tokoh terkenalnya S.O.
berkembang sejak tahun 1990-an, hal ini sejalan dengan fungsi peraturan perundang-undangan itu
sendiri yang merupakan sumber hukum utama di Indonesia. Sebagai ilmu pengetahuan yang baru
Poelje, Gesetzgebung Swissen Sens Chaft dari Burkhardt Krems, dan di Indonesia Ilmu
1
Mereka tokoh-tokoh ilmu perundang-undangan di Jerman, Lihat lebih lanjut Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-
undangan dasar- dasar dan Pembentukannya, Sekretariat Konsorsium Ilmu Hukum Universitas Indonesia, Jakarta,
1996.
1
Ilmu pengetahuan per-uu-an dlm arti luas adalah ilmu pengetahuan interdisipliner
(menyatu titikkan pemahaman, paradigma, dan metoda berbagai disiplin ilmu) mengenai
1) Ilmu perundang-undangan dalam arti sempit, merupakan Cabang atau sisi yang berorientasi
asas yang saling berkaitan yang memungkinkan pemahaman lebih baik terhadap sesuatu objek.
atau sistem dari tata hubungan yang logik dan definitorik diantara pemahaman-pemahaman.
2
proses kegiatan pembentukan peraturan peraturan tersebut. Dengan demikian dapat diambil ruang
2. Peristilahan
perundang-undangan. Dalam pengertian yang kedua ini, di Indonesia ada beberapa istilah yang
Mengandung arti peraturan dan penetapan yang dikeluarkan oleh badan yang berwenang.
(1) Proses pembentukan peraturan-peraturan negara yang tertulis dari bentuk yang
3
BAB II
Hukum yang berlaku di Indonesia ditinjau dari lingkungan territorial sebagai tempat
berlakunya, ada dua macam hukum yaitu hukum yang berlaku diseluruh wilayah Negara Indonesia
(nasional) dan ada yang berlaku untuk daerah atau lingkungan masyarakat hukum tertentu atau
dapat disebut sebagai hukum lokal. 2 Hukum lokal dibentuk dan berlaku dalam lingkungan
pemerintahan otonomi berupa Peraturan Daerah, Keputusan, atau hukum lainnya yang dibuat pada
tingkat nasional tetapi hanya berlaku untuk wilayah tertentu. Hukum lokal merupakan sub sistem
dari hukum nasional, konsekuensinya hukum lokal dan hukum nasional tidak boleh saling
bertentangan, bahkan lebih dari itu harus membentuk satu tertib hukum.
Tujuan dari pembentukan hukum nasional adalah untuk memenuhi kebutuhan individu,
2) mengatur, dan mengembangkan tatanan masyarakat, bangsa, dan Negara Indonesia yang
berdasarkan atas hukum. Hukum tidak boleh menjadi alat kekuasaan belaka.
3) Memberdayakan masyarakat dibidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan lain-lain dimensi
4) Mewujudkan kesejahteraan umum atas dasar keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.3
2
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Terjemah oleh Somardi, Rimdi Press, Bandung, 1995, hlm. 304.
3
Bagir Manan, Pembangunan Hukum untuk Mewujudkan Keadilan dan Kebenaran, Makalah, Bandung, 2000, hlm 2.
4
Agar tujuan dari pembentukan hukum nasional itu dapat terwujud maka pembangunan
hukum nasional harus bersifat integral baik dari aspek-aspek sistem hukum maupun dari fungsi-
1) Hukum tertulis
a. Hukum tertulis yang berlaku umum, adalah hukum yang berlaku bagi subjek-subjek yang
tidak tertentu. Hukum tertulis yang berlaku umum ini adalah Peraturan Perundang-
undangan, seperti UUD, UU, dan peraturan lainnya yang disebutkan dalam UU No. 10
b. Hukum tertulis yang berlaku khusus, adalah hukum tertulis yang hanya berlaku untuk
subjek atau subjek-subjek tertentu yang bersifat konkrit,4 seperti keputusan presiden,
Dalam negara hukum harus ada pembatasan kekuasaan oleh hukum, yang terkait dengan
tujuan hukum. Tujuan hukum secara umum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib,
menciptakan ketertiban dan keseimbangan.5 Dalam mencapai tujuan tersebut hukum bertugas:
4
Bagir Manan, Hukum Positif Indonesia (satu kajian teoritik), Makalah, Jakarta, 2000, hlm. 10.
5
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu pengantar), liberty, Yogyakarta, 1991, hlm. 58.
5
3) memelihara kepastian hukum.
Secara umum dikenal 3 (tiga) teori tentang tujuan hukum, yaitu Teori Etis,Teori Utilitis, dan Teori
Campuran.6
1) Teori Etis
Teori etis menyatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk mewujudkan keadilan. Dalam Islam
keadilan merupakan perintah dari Allah untuk ditegakkan. 7 Sehingga perbuatan adil mendekati
ketaqwaan kepada Allah dan penegakannya tidak pandang bulu, terhadap diri sendiri, orang
tua, karib kerabat, kaya atau miskin, 8 terhadap lawan atau kawan, orang yang disukai atau
dibenci. 9
2) Teori Utilits
Teori utilitis menyatakan bahwa tujuan hukum adalah untuk menjamin kebahagiaan yang
3) Teori Campuran
Teori campuran menyatakan bahwa tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban,
disamping ketertiban tujuan lain dari hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda
Teori tentang tujuan hukum ini memperlihatkan bahwa tujuan pokok dari hukum, yaitu:
6
Ibid. Lihat juga C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta,
1979, hlm. 38-44.
7
Lihat Qur’an Surat Al-A’raf ayat 29.
8
Lihat Qur’an Surat An-Nisa Ayat 135.
9
Lihat Qur’an Surat Al Maidah Ayat 8.
10
Salah seorang tokoh yang menggagasnya di Indonesia adalah Mochtar Kusumaatmadja.
6
1) Ketertiban
Untuk mencapai ketertiban dibutuhkan kepastian hukum dalam pergaulan antar manusia dalam
masyarakat.11 Kepastian hukum akan terwujud jika hukum dilaksanakan dan ditegakkan dalam
peristiwa konkrit yang terjadi. Kepastian hukum merupakan perlindungan justisiabel terhadap
tindakan sewenang-wenang. Dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib.
2) Keadilan
Konsep tujuan hukum tersebut di satu pihak berkaitan dengan tertib hukum dan di pihak
1) Tertib hukum (rechtsorde), bermakna bahwa kekuasaan negara didasarkan pada hukum dan
dikehendaki oleh hukum; serta keadaan masyarakat yang sesuai dengan hukum yang berlaku.
b. Perilaku pelaksana kekuasaan negara dan anggota masyarakat sesuai dengan aturan hukum
yang berlaku.
2) Fungsi hukum, menurut Sjachran Basah mencakup lima hal, sehingga beliau menyebut
a. Direktif, artinya hukum harus dapat berfungsi sebagai pengarah dalam membangun untuk
11
Mochtar Kusumaatmadja, Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional, Bandung, Bina Cipta,
hlm. 2.
12
Sjachran Basah, Perlindungan hukum terhadap sikap tindak administrasi negara,Alumni, Bandung, 1992, hlm. 13-
14. Lihat juga Sjachran Basah, Tiga tulisan tentang Hukum, Armico, Bandung 1986, hlm. 24-25.
7
membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara.
c. Stabilitatif, dalam hal ini hukum harus dapat berfungsi sebagai pemelihara dan menjaga
bermasyarakat.
d. Perspektif, yaitu penyempurna bak terhadap sikap tindak administrasi Negara maupun
warga Negara apabila terjadi pertentangan dalam kehidupan bernegara dan masyarakat.
e. Korektif, dalam hal ini hukum harus dapat menjadi pengoreksi atas sikap tindak
administrasi negara maupun warga negara apabila terjadi pertentangan hak dan kewajiban
Hukum merupakan bagian dari norma yang disebut norma hukum. Jika ini dikaitkan
dengan pembagian system norma yang dikemukakan Hans Kelsen maka norma hukum itu dapat
1) Sistem norma yang static (Nomostatics), adalah suatu system yang melihat pada isi sustu
norma, dimana suatu norma umum dapat ditarik menjadi norma- norma yang khusus.
Contoh: dirikanlah Sholat! Dari norma ini dapat ditarik norma khusus kewajiban untuk
2) Sistem norma yang dinamik (Nomodinamics), adalah suatu sistem norma yang melihat pada
berlakunya norma atau dari cara pembentukannya atau penghapusannya. Hal ini menyatakan
bahwa norma yang dibawah harus berdasar pada norma yang lebih tinggi dan begitu
seterusnya sampai akhirnya berhenti pada suatu norma tertinggi yang disebut Grond norm.
Hans Kelsens sebagai salah seorang penganut positivisme hukum menyatakan bahwa
8
hukum itu semata-mata kehendak dari penguasa (command of the sovereign) dalam bentuk
peraturan perundang- undangan. Hukum lebih luas dari peraturan perundang- undangan, bahkan
sedemikian luasnya sehingga Apeldoorrn menyatakan bahwa tidak mungkin memberikan suatu
definisi tentang apakah yang disebut hukum itu. Berikut terdapat beberapa pengertian hukum:
1) Menurut E. M. Meyers
Hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada
tingkah laku manusia dalam masyarakat, dan yang menjadi pedoman bagi penguasa-penguasa
Hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku
manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib,
4) memiliki sanksi
9
Kaidah hukum di suatu negara sangat dipengaruhi oleh aspek filosofi dan sosiologis dari
negara tersebut. Sifat dari kaidah hukum ini dapat dikelompokan menjadi empat macam, yaitu :
setiap orang yang membuang sampah tidak pada tempatnya dipidana dengan pidana kurungan
2) Umum konkret, misal rambu-rambu lalulintas atau Semua orang yang menggunakan
3) Individual konkret misal Keputusan Tata Usaha Negara konkritnya Saudara ASEP
4) Individual abstrak misal Izin Gangguan atau Saudara DEDEN wajib mentaati semua
Disisi lain A. Hamid S. Attamimi memberi arti peraturan per-uu-an adalah semua aturan
hukum yang dibentuk oleh semua tingkat lembaga dalam bentuk tertentu dengan prosedur tertentu
biasanya disertai sanksi dan berlaku umum, serta mengikat rakyat. Sedangkan Bagir Manan
oleh pejabat berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat mengikat secara umum”.
mengandung arti mempunyai bentuk baku tertentu, yaitu tertulis dalam peraturan perundang-
undangan bukan hanya ada tulisannya, melainkan selain ada tulisannya juga harus memenuhi
bentuk baku tertentu yang di Indonesia bentuk bakunya diatur dalam UU No. 10 Tahun 2004
10
2) Dikeluarkan oleh badan/lembaga berwenang
Pejabat atau lembaga yang berwenang adalah pejabat yang secara atribusi atau delegasi
kekuasaan, karena dari keadaan yang belum ada menjadi ada. Atribusi (attributie) dalam
distributie van rechtsmacht. Juga membagikan suatu perkara kepada kekuasaan yudikatif
Menurut Van Wijk, atribusi bila dihubungkan dengan keadaan di Indonesia, yaitu:
(1) Atribusi wewenang yang berasal dari suatu delegasi (delegatif). Atribusi pertama,
berkedudukan sebagai original legislator, yakni ditingkat pusat adalah MPR sebagai
(2) Atribusi yang kedua (delegated legislator), seperti Presiden yang berdasar atas suatu
13
N.E. Negra, (et al), Kamus Istilah …, Jakarta : Binacipta, 1983, hlm. 36.
11
derivatif;
wewenang;
(4) Wewenang yang diperoleh melalui atribusi dapat dilimpahkan kepada badan-badan
administrasi lain, tanpa harus memberi tahu kepada badan yang memberi wewenang;14
kekuasaan yang ada dialihkan kepada badan hukum publik yang lain. Bentuk pelimpahan
kekuasaan yang penting adalah delegasi (delegatie) dan mandate (mandaat).15 Pada
diserahkan suatu wewenang, pada mandat tidak ada penciptaan ataupun penyerahan
wewenang. Ciri pokok mandat adalah suatu bentuk perwakilan. Mandataris berbuat atas
“Penyerahan wewenang dari pejabat yang lebih tinggi kepada yang rendah; penyerahan
yang demikian dianggap tidak dapat dibenarkan selain dengan atau berdasarkan
kekuatan.”
14
Lihat Suwoto, Kekuasaan dan…. , Op. Cit. , Hlm. 82-83. Lihat juga R.J.H.M. Huisman, Algemeen
bestuursrecht, een inleiding, kobra, Amsterdam, tanpa tahun, Hlm. 7.
15
Suwoto, Kekuasaan Dan Tanggung Jawab Presiden Republic Indonesia, Disertasi, Universitas Airlangga,
Surabaya, 1990, Hlm. 75-77. Untuk pembentukan peraturan perundang-undangan tidak ada kewenangan yang
asalnya dari mandat.
16
Ibid, hlm. 286.
17
N.E. Negra, (et al), Kamus Istilah …, Jakarta : Binacipta, 1983, hlm. 91.
12
Van Wijk mengarrtikan bahwa dengan delegasi terjadi suatu pelimpahan
wewenang dari organ administrasi negara kepada organ administrasi Negara yang lain.
Suatu delegasi wewenang memerlukan dasar hukum yang jelas, karena itu apabila
delegataris, maka delegans harus menarik atau mencabut lebih dulu pelimpahan
pula mendelegataris lebih lanjut wewenangnya kepada organ atau pejabat administrasi
Negara lain. Pelimpahan wewenang dimaksud di sebut Subdelegasi, yang tata cara dan
akibatnya berlaku sama seperti delegasi. Atau dengan kata lain, untuk delegasi ini secara
(delegatie):
(1) Pelimpahan wewenang hanya boleh dilakukan oleh badan atau organ pemerintah
(3) Penerima wewenang (delegataris) harus bertindak untuk dan atas nama sendiri.
Karena itu segala akibat hukum yang timbul dari pendelagisian wewenang menjadi
(4) Tata cara dan akibat hukum pada pelimpahan wewenang antara “delegans” dengan
delegataris berlaku sama antara delegataris (sub delegans) dengan sub delegasi (sub
delegataris).
13
Aturan pola tingkah laku secara umum dapat digolongkan ke dalam 4 pola yaitu :
melakukan sesuatu. Biasanya dalam peraturan tersebut dinyatakan dengan bantuan kata
Contoh : Setiap orang yang telah dewasa wajib memiliki Kartu Tanda Penduduk.
Artinya peraturan perundang- undangan ini mewajibkan kepada subjek untuk tidak
melakukan sesuatu. Larangan sering dirumuskan dengan kata-kata “dilarang” atau “tidak
Contoh : Setiap Pegawai Negeri Sipil dilarang mempunyai istri lebih dari satu kecuali
Artinya peraturan tersebut membolehkan secara khusus kepada subjek untuk tidak
Contoh : Mahasiswa yang telah lulus Penataran P4 dibebaskan dari kewajiban untuk
Artinya pembolehan khusus untuk melakukan sesuatu yang secara umum dilarang atau
tidak boleh dilakukan. Biasanya dirumuskan dengan menggunakan kata: “boleh”, “berhak
14
Contoh : Setiap orang berhak mendapatkan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Maksud dari mengikat umum ini adalah tidak mengidentifikasikan individu tertentu. Secara
sebagai berikut:
a. Subyek, menunjuk kepada siapa yang menjadi sasaran dari suatu aturan.
Contoh: Memiliki atau menmguasai senjata tajam, dalam hal ikhwal kegentingan yang
c. Pola tingkah laku, menunjuk pada cara bagaimana obyek diatur, ini dapat berupa perintah,
d. Kondisi subyek, menunjuk pada keadaan yang bagaimana subyek melakukan pola tingkah
laku.
Sedangkan istilah Undang-Undang mengandung 2 (dua arti), yaitu dalam arti materiil dan formal.
Undang-undang yang dilihat dari bentuknya akan diberi nama UU, yang kalau di Indonesia
15
BAB III
Negara hukum adalah suatu gagasan bernegara yang paling ideal. Gagasan negara hukum
didasari oleh suatu keyakinan bahwa kekuasaan negara harus dijalankan atas dasar hukum yang
baik dan adil. Sejarah kenegaraan menunjukan bahwa pengisian dan pengertian negara hukum
selalu berkembang sesuai dengan kondisi masyarakat dan zaman saat perumusan negara hukum
1) Konsep pemerintahan dalam polis dengan wilayah yang kecil serta penduduk sedikit
Aristoteles yang melihat pemerintahan dalam polis dengan wilayah yang kecil serta
tidak mengikutsertakan rakyat dan bahkan banyak melakukan hal-hal yang merugikan rakyatnya.
Akibatnya, munculah faham liberalisme yang mengajarkan bahwa negara harus melepaskan diri dari
campur tangan urusan kesejahteraan rakyatnya. Pemikiran ini melahirkan konsep negara hukum dalam
arti sempit.
Menurut Emanuel Kant dan Fichte konsep Negara hukum disebut Nacht Wachter Staat yang
unsur-unsurnya adalah :
16
b. Pemisahan kekuasaan.
Tuntutan masyarakat yang terus berkembang mengakibatkan konsep negara hukum dalam arti sempit
Konsep Negara hukum modern lahir dari tuntutan masyarakat yang mengakibatkan konsep
Negara sebelumnya tidak dapat dipertahankan. Negara ternyata harus turut campur dalam
menyelenggarakan kesejahteraan rakyat, namun turut sertanya negara dibatasi oleh undang-undang.
Pembatasan ini dimaksudkan agar negara tidak berbuat sewenang- wenang. Konsep negara hukum
modern inipun dalam penerapannya masih dipengaruhi oleh system hukum yang digunakan oleh suatu
negara.
Literatur lama membagi system hukum dalam dua bagian besar yaitu system hukum
kontinental sering pula disebut system hukum kodifikasi (codified law system). Sistem hukum
Eropa Kontinental melahirkan konsep negara hukum Eropa Kontinental atau disebut
Rechtstaats. Konsep Negara hukum Eropa Kontinental membagi unsur-unsur Negara hukum
b. Trias Politica,
c. Wetmatig Bestuur,
d. Peradilan Administrasi.
17
2) Sistem hukum Anglo Saxon
Sistem hukum yang tidak menjadikan peraturan perundang-undangan sebagai sendi utama
system hukumnya, sendi utamanya terletak pada Yurisprudensi. Sistem hukum Anglo Saxon
berkembang dari kasus-kasus kongkret, dan dari kasus tersebut lahir berbagai kaidah dan asas-
asas hukum. Karena itu, system hukum ini sering disebut system hukum yang berdasarkan
kasus (case law system). Sistem hukum Anglo Saxon melahirkan konsep Negara hukum
Anglo Saxon atau disebut Rule of Law. Konsep negara hukum Anglo Saxon membagi unsur-
Terdapat perbedaan dari Konsep Negara Hukum Eropa Kontinental dan Konsep Negara Hukum
1) Pada system Eropa kontinental berlaku Prerogative State yang menurut konsep ini pejabat
administrasi negara dalam melakukan fungsi administrasinya tunduk pada hukum administrasi
negara, sehingga bila pejabat administrasi negara itu melakukan kesalahan atau kekeliruan dalam
menjalankan fungsi administrasinya maka mempunyai forum peradilan tersendiri yaitu peradilan
administrasi negara. Sedangkan dalam konsep Anglo Saxon peradilan administrasi negara tidak
penting dengan alasan adanya pesamaan kedudukan dalam hukum sehingga tidak ada perbedaan forum
peradilan baik bagi rakyat biasa maupun bagi pejabat administrasi negara.
2) Sistem Eropa Kontinental selalu berusaha untuk menyusun hukum-hukumnya dalam satu
sistematika yang diupayakan selengkap mungkin dalam sebuah kitab undang-undang. Hal
18
tersebut melahirkan unsur setiap tindakan pemerintah harus didasarkan pada peraturan
perundang-undangan yang telah ada. Sedangkan dalam system Anglo Saxon sendi utamnya
adalah yurisprudensi, dari yurisprudensi itulahir berbagai kaidah dan asas hukum. Dan hal itu
Literature yang dating kemudian menambahkan 3 (tiga) sistem hukum, yaitu dengan
system hukum Islam yang melahirkan konsep negara hukum Islam, system hukum Sosialis yang
melahirkan negara hukum Socialist Legality, dan system hukum Pancasila yang melahirkan
Konsep negara hukum menurut Hukum Islam ialah suatu pemerintahan yang
didasarkan pada asas-asas dan kaidah-kaidah hukum Islam (Syariah). Dalam Syariah ini diatur dua
1) Hubungan vertical
Hubungan vertical adalah hubungan manusia dengan Allah, disebut ibadah.Syariah Islam
memberi dasar sesuai dengan sifat manusia yang langgeng dan tak berubah, yang berlaku pada
setiap tempat dan pada segala jaman. Namun Islam tidak mengatur seribu satu permasalahan
secara teknis terinci, Islam hanya mempunyai satu aturan dalam ibadah, yaitu semua dilarang
kecuali apa yang diperintahkan dan satu untuk muamalat yaitu semua diperbolehkan kecuali
yang dilarang.
2) Hubungan horizontal
Hubungan horizontal adalah hubungan manusia dengan manusia serta manusia dengan alam
kemasyarakatan karena semua diperbolehkan kecuali yang dilarang maka dengan sendirinya
hal tersebut memberi kebebasan kepada manusia untuk merinci dan mengembangkan aturan-
19
aturan kemasyarakatan. Walaupun begitu manusia tidak dapat sekehendak hatinya merinci dan
mengembangkan aturan ini, tetapi harus selalu mengikuti rambu-rambu yang terdapat dalam
Qur’an dan Sunah Rasul. Dengan demikian dalam negara hukum Islam rasio meanusia
Indonesia sebagai negara yang lahir pada abad modern menyatakan diri sebagai negara
hukum. Landasan berpijak yang dapat digunakan untuk menyatakan Indonesia sebagai negara
hukum adalah Penjelasan Umum Undang-undang Dasar 1945 (UUD’45) tentang system
1) Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (Rechtsstaat) tidak berdasarkan atas kekuasaan
belaka (machtsstaat),
2) Pemerintah berdasarkan atas system konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme
3) Penjelasan UUD’45 ini lebih dikuatkan lagi dengan amandemen ketiga UUD’45 dalam Pasal
Terhadap isi penjelasan UUD’45 di atas Sri Soemantri M. memberikan ulasan bahwa
negara Indonesia berdasarkan hukum, berarti negara Indonesia adalah hukum (Pancasila). Hal
tersebut menyiratkan bahwa dalam negara hukum Indonesia unsur kekuasaan diakui
Undang-Undang Dasar merupakan sistem konstitusi ini merupakan sarana yang efektif
untuk membatasi kekuasaan. Dikatakan paling efektif karena dalam konstitusi terdapat 3 (tiga)
20
2) ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat fundamental,
3) adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang juga bersifat fundamental.
Sedangkan arti dari negara hukum Pancasila itu sendiri adalah setiap pemegang
kekuasaan dalam negara dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus mendasarkan diri atas
norma-norma hukum yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, dan norma
hukum itu harus berdasarkan Pancasila. Adapun unsur-unsur dari negara hukum Pancasila :
1) adanya pengakuan terhadap jaminan hak-hak asasi manusia dan warga negara,
3) dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, pemerintah harus selalu berdasarkan atas
hukum yang berlaku baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis,
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, sedang khusus untuk Mahkamah Agung harus
Muhammad Tahir Azhari mengatakan bahwa negara hukum Pancasila adalah negara
hukum yang bercirikan ada hubungan yang erat antara agama dan negara, bertumpu pada
Ketuhanan Yang Maha Esa, adanya kebebasan agama dalam arti positif, atheisme tidak
dibenarkan dan komunisme dilarang, dan adanya asas kekeluargaan dan kerukunan. Unsur-unsur
1) Pancasila,
2) MPR,
3) sistem konstitusi,
4) persamaan,
21
5) peradilan bebas.
2) berkedaulatan Rakyat,
Bagir Manan yang mengatakan bahwa di Indonesia sekurang-kurangnya ada tiga sistem
hukum yang berlaku, yaitu Sistem Hukum Adat, Sistem Hukum Agama, dan Sistem Hukum
Barat. Ketiga sistem hukum ini mempengaruhi konsep negara hukum Pancasila, oleh karena itu
22
Bagir Manan menyatakan bahwa fungsi peraturan perundang-undangan dapat dibedakan
menjadi dua kelompok utama, yaitu fungsi internal dan fungsi eksternal. 18
1) Fungsi Internal
Fungsi internal adalah fungsi peraturan perundang-undangan sebagai sub sistem hukum dari
b. pembaharuan hukum, 19
2) Fungsi Eksternal
Fungsi eksternal dari peraturan perundang-undangan adalah fungsi yang berkaitan dengan
lingkungan tempat berlakunya peraturan perundang- undangan tersebut. Dengan kata lain
fungsi eksternal ini disebut juga sebagai fungsi sosial hukum. fungsi eksternal terdiri dari :
stabilitas masyarakat.
18
Bagir Manan, Fungsi dan Materi peraturan Perundang-undangan, Makalah pada penataran dosen Pendidikan dan
Latihan Kemahiran Hukum BKS-PTN bidang hukum sewilayah barat, Fakultas Hukum Universitas Lampung,
Bandar Lampung, 1994, hlm. 16.
19
Untuk pembaharuan hukum peraturan perundang-undangan merupakan instrumen yang efektif dibandingkan
dengan hukum kebiasaan atau yuirsprudensi, hal ini terjadi karena pembentukan peraturan perundang-undangan
dapat direncanakan sehingga pembaharuan hukumpun dapat direncanakan.
20
Di Indonesia masih berlaku berbagai sistem hukum, dan pembangunan sistem hukum melalui pembentukan
peraturan perundang-undangan dalam rangka menintegrasikan berbagai sistem hukum tersebut sehingga tersusun
dalam satu tatanan yang harmonis satu sama lain.
21
Peraturan perundang-undangan memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi dibandingkan dengan hukum tidak
terlulis (hukum adat, hukum kebiasaan, hukum yurisprudensi) dan kepastian hukum dari peraturan perundang-
undangan tidak hanya terletak pada bentuknya yang tertulis, melainkan juga pada teknik perumusannya.
23
c. fungsi kemudahan, artinya peraturan perundang-undangan dipergunakan untuk mengatur
dikemukan oleh Sjachran Basah, yang menyatakan ada lima fungsi hukum sehingga beliau
menyebut dengan istilah panca fungsi hukum. 22 Hal tersebut tentunya berlaku juga bagi Indonesia
yang merupakan negara hukum Modern. Tujuan dari Negara Indonesia sebagai suatu negara
hukum adalah sebagaimana yang dirumuskan dalam alinea keempat pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945.
Indonesia. Peranan yang besar dari peraturan perundang-undangan ini disebabkan oleh pengaruh
sistem hukum Eropa kontinental. Namun selain pengaruh sistem hukum Eropa Kontinental Bagir
2) Struktur dan sistematika peraturan perundang- undangan lebih jelas sehingga memungkinkan
untuk diperiksa kembali dan diuji baik segi-segi formal maupun materi muatannya, dan
Bagir manan menyatakan ada empat dasar atau landasan agar peraturan perundang-
22
Sjachran Basah, Perlindungan Hukum Terhadap Sikap Tindak Administrasi negara, Alumni, Bandung, 1992, hlm.
13-14. Lihat juga Sjachran Basah, Tiga Tulisan Tentang Hukum, Alumni, Bandung, 1990, hlm. 23-24.
24
1) Landasan Yuridis
Landasan yuridis adalah landasan hukum yang menjadi dasar pembuatan suatu peraturan
oleh pejabat atau lembaga selain dari yang telah ditentukan, maka peraturan perundang-
undangan itu batal demi hukum (nietig van recthswege). Dianggap tidak pernah ada, segala
b. Bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan dengan materi yang harus diatur
yang tingkatannya lebih tinggi atau sederajat. apabila terjadi ketidaksesuaian bentuk
(vernietigbaar).
c. Prosedur atau tata cara tertentu, apabila tata cara tersebut tidak diikuti, maka peraturan
itu tidak boleh bertentangan dengan peraturan dasarnya atau yang lebih tinggi
tingkatannya.
25
Kaidah-kaidah hukum yang menjadi dasar kewenangan (bevoegheid) untuk menerbitkan
yang berwenang membuatnya. Misal Pasal 5 Ayat (1) UUD’45 amandemen pertama
Kaidah-kaidah hukum yang menghendaki suatu hal yang materinya diatur dalam suatu
Misalnya Pasal 24 dan 25 UUD’45 merupakan dasar hukum (landasan yuridis materiil)
2) Landasan Sosiologis
Landasan Sosiologis adalah landasan yang mencerminkan kenyataan yang hidup dalam
masyarakat atau tata nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat. Mencerminkan kenyataan
yang hidup dalam masyarakat, tidak berarti bahwa produk peraturan perundang-undangan
yang dihasilkan itu sekedar merekam keadaan seketika (moment opname), akan tetapi harus
3) Landasan Filosofis
Landasan filosofis adalah pandangan, ide-ide atau cita hukum (recthsidee), dimana suatu
peraturan perundang-undangan sedapat mungkin dijiwai oleh nilai-nilai luhur berupa nilai etik,
estetika, dan moral yang dianut dalam hubungan bermasyarakat. Di Indonesia, Pancasila
merupakan nilai-nilai yang secara sistematis berisi kristalisasi nilai-nilai luhur budaya bangsa
Indonesia yang telah berlangsung sekian abad lamanya. Maka dari itu, Pancasila dijadikan
26
sebagai pandangan hidup bangsa, dasar negara, dan sumber dari segala sumber hukum
Indonesia.
Landasan teknik perancangan adalah landasan yang bersangkut paut dengan prosedur atau tata
Dalam kaitan dengan aspek perancangan, Bagir Manan membagi dua tahap perancangan
perancangan.
Dalam tahap penyusunan akademik di bahas pertanggung jawaban akademik atas suatu naskah
2) Tahap Perancangan
prosedural tersebut adalah berupa izin prakarsa, pembentukan panitia antar departemen,dll.
Sedangkan penulisan rancangan adalah penuangan gagasan naskah akademik atau bahan-
bahan lain ke dalam bahasa dan struktur normatif, atau biasanya disebut tahap normativisasi.
27
BAB IV
Menurut Moh. Koesnoe, asas hukum merupakan suatu pokok ketentuan atau ajaran yang
berdaya cakup menyeluruh terhadap segala persoalan hukum didalam masyarakat yang
bersangkutan dan berlaku sebagai dasar dan sumber materiil ketentuan hukum yang diperlukan. 23
Mendasarkan eksistensinya pada rumusan oleh pembentuk undang-undang dan hakim atau
dengan kata lain fungsi mengesahkan serta mempunyai pengaruh yang normatif dan mengikat
para pihak.
Hanya bersifat mengatur dan aksplikatif atau menjelaskan dengan tujuan memberi ikhtisar,
penting dalam pembuatan peraturan perundang-undangan bahkan lebih dari itu asas-asas peraturan
harus selalu ada dalam pembuatan peraturan perundang-undangan. Van der Vlies membagi teknis
23
Moh Koesnoe, Perumusan dan Pembinaan cita Hukum dan Asas-Asas Hukum Nasional, dalam Majalah Hukum
Nasional Edisi Khusus 50 Tahun Pembangunan Nasional, Pusat Dokumentasi hukum Badan Pembinaan Hukum
Nasional, Jakarta, hlm. 75.
28
perancangan menjadi dua asas, yaitu asas formal dan asas materiil. Untuk Indonesia menurut A.
akan lebih mudah dipahami jika dihubungkan dengan ciri-ciri peraturan perundang-undangan yang
baik. Menurut Bagir Manan, peraturan perundang-undangan yang baik adalah peraturan
perundang-undangan yang mencerminkan dasar berlaku secara yuridis, sosiologis, filosofis, dan
1) Dibuat dengan kalimat yang pendek, tetapi padat dan dibuat secara teliti dan jelas;
29
3) Berisi kaidah-kaidah yang sederhana, mudah dimengerti dan tepat;
dihubungkan dengan yang dikemukakan oleh Bagir Manan di atas, maka ciri-ciri yang
dikemukakan oleh Irawan Soejito tersebut merupakan bagian dari unsur teknik perancangan
(regeling), bukan bersifat penetapan (beschikking), dan mengatur hal-hal bagi peristiwa yang
2) Perumusan harus jelas arti, maksud, dan tujuannya, seperti gaya bahasa harus padat (conceise)
dan mudah (simple), tidak bermakna ganda (ambiguity) atau dapat ditafsirkan bermacam-
macam (interpretatif), tidak kabur (obscurity), terlalu luas (overbulkiness), panjang lebar
3) Istilah harus konsisten, sedapat mungkin bersifat mutlak dan tidak relatif, serta tidak bersifat
Di Belanda Asas-asas ini mempunyai kaitan dengan berbagai aspek dalam pembuatan
30
kelompokan asas-asas menjadi :24
Terdapat pembagian asas, yang berjalan dari formal ke arah material, yaitu :
3) Asas-asas yang berkaitan dengan kemendesakan dan tujuan pembatasan suatu peraturan;
Asas-asas mengenai pembuatan peraturan dapat ditemukan baik di dalam UUD maupun di
dalam undang-undang lainnya. Sebagai contoh, pasal 1 Ayat (3) UUD 1945 pasca perubahan
mengandung asas negara hukum, dan pasal 27 UUD 1945 pasca perubahan mengandung asas
Pasal 27 UUD 1945 pasca perubahan erat kaitannya dengan permasalahan pembuatan
peraturan. Memang, jika orang ingin menjamin adanya perlakuan yang sama antara warga negara,
orang harus membuat suatu peraturan yang dapat berlaku bagi semua orang. Jika di dalam
peraturan itu dimuat suatu pengecualian tanpa alasan-alasan yang layak, peraturan itu tidak akan
mencapai tujuannya. Hak-hak asasi tidak mempunyai makna langsung sebagai suatu asas
pembuatan peraturan yang baik, dengan catatan bahwa hak asasi yang mengenai perlakuan yang
24
Bandingkan Konijnbelt 1984, hlm. 62; P.J.J. van Buuren dalam : Bestuurswetenschappen (1979), hlm. 146 dst.;
N.H.M. Roos, Enkele rechtstheoretische kanttekeningen bij een belastingstheoretishche discussie, dalam : NJB
(1980), hlm. 225.
31
sama mempunyai kedudukan tersendiri. Hak-hak asasi ini lebih berkait dengan hukum material
yang wajib diperhatikan oleh setiap pembuat peraturan, seperti halnya ketentuan- ketentuan UUD
Di Belanda ada lima sumber penting bagi pengembangan asas-asas pembuatan peraturan
3) Lembaga peradilan,
3) Mahkamah Konstitusi dalam putusan pengujian UU dan MA serta peradilan tingkat bawahnya
25
Literature yang sudah disebut, dapat disebut pula : Van Angeren, dalam : Kracht van Wet, 1985. Mok, dalam :
Problemen van Wetgeving, 1982.
32
5) Pemerintah Daerah dalam Pembuatan Perda,
dalam BAB II tentang Asas Peraturan Perundang-Undangan dalam pasal 5 dan pasal 6 disebutkan
dalam membentuk Peraturan Perundang- Undangan harus berdasarkan pada asas pembentukan
7) Asas keterbukaan.
Disamping itu dalam ayat 6 disebutkan, bahwa materi muatan peraturan perundang-undangan
1) Pengayoman
2) Kemanusiaan
3) Kebangsaan
4) Kekeluargaan
26
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Penerbit CV. Eko
Jaya, Jakarta, 2004.
33
5) Kenusantaraan
7) Keadilan
Berikut ini akan diuraikan tentang asas-asas formal dari suatu peraturan perundang-
Menghendaki adanya suatu tujuan peraturan yang jelas, yang harus tampak pula dalam
penjelasannya. Peraturan itu sendiri tidak saja harus jelas, tetapi kerangka umum tempat
peraturan itu diletakkan harus pula dinyatakan secara eksplisit. Asas ini terdiri dari tiga tingkat,
yaitu :
Asas organ yang tepat menghendaki agar suatu peraturan dikeluarkan oleh organ yang tepat
3) Asas Kemendesakan
sebenarnya takperlu. Peraturan yang dianggap perlu itu hendaknya dituangkan dalam bentuk
34
yang amat mudah.
Berkaitan dengan kemungkinan untuk menegakkan suatu peraturan di dalam prakteknya, jika
5) Asas Konsensus
Menurut asas-asas konsensus, pihak- pihak yang bersangkutan sedapat mungkin harus
Selain kelima asas formal tersebut dikenal pula asas materiil yang terdiri dari:
Menurut asas ini suatu peraturan harus jelas, baik kata-kata yang digunakan maupun
strukturnya.27 Asas ini lahir dari para ahli hukum mempunyai kecenderungan untuk membuat
ilmu (atau seni) mereka menjadi sesuatu yang misterius bagi orang awam melalui penggunaan
kata yang jauh menyimpang dari bahasa sehari-hari. Noll mengatakan bahwa sejalan dengan
perkembangan negara kesejahteraan sosial, kebutuhan akan kejelasan makin dirasakan. Makin
undang-undang diawali dengan pembukaan yang memuat konsiderans. Pembukaan ini bukan
bagian dari batang tubuh undang- undang; batang tubuh itu mulai dari Pasal pertama sampai
pasal terakhir. Pasal terakhir suatu peraturan adalah judul singkat; kalau judul singkat ini
dianggap tidak perlu, pasal terakhir itu menjadi ketentuan mengenai saat berlaku. Sesudah
27
Bandingkan Sebus, 1984.
28
Noll, 1973.
35
pasal terakhir terdapat rumusan penutup.
Tata urutan selebihnya dari bab atau ketentuan diserahkan seluruhnya pada perancang
Peraturan perundang-undangan. Walaupun begitu, ada beberapa hal yang sudah tetap. Definisi,
perlindungan hak dan sanksi terdapat di bagian akhir suatu peraturan atau setidak-tidaknya di
Ketaatan akan asas ini penting bagi praktek hukum. Penafsiran asas setiap peraturan
selalu dimulai dari teks dan pengelompokan di dalamnya. Keberhati- hatian dalam menerapkan
adagium ‘rubrica est lex’ menunjukkan bahwa kepercayaan terhadap adanya konsistensi
Suatu peraturan harus dapat diketahui oleh setiap orang yang perlu mengetahui adanya
peraturan itu. Suatu peraturan yang tidak diketahui oleh yang berkepentingan akan kehilangan
tujuannya, yaitu peraturan itu tidak menciptakan kesamaan dan kepastian hukum dan juga
tidak menimbulkan suatu pengaturan. Syarat minimum bagi suatu peraturan agar dapat
diketahui adalah bahwa peraturan itu harus diumumkan. Kewajiban mengumumkan bagi
peraturan perundang-undangan itu pada umumnya tidak lebih dari penempatan di dalam
Lembaran Negara atau Berita Negara. Dengan cara ini syarat kemudahan untuk diketahui
sudah dipenuhi secara formal. Penerapan asas ini berbeda-beda bagi setiap peraturan, seperti:
mengumumkannya.
dianggap telah diumumkan apabila Lembaran Negara tempat peraturan itu dimuat
36
diterbitkan.29
Peraturan yang (masih) berlaku adalah peraturan yang dimuat di dalam daftar indeks itu. Hal
ini perlu ditiru oleh Indonesia, tetapi sampai saat ini belum memperlihatkan tanda-tanda ke
arah itu.
Asas kesamaan dihadapan hukum menjadi dasar dari semua peraturan perundang-
undangan. Di dalam suatu peraturan tidak boleh ada pembedaan yang sewenang-wenang; efek
suatu peraturan tidak boleh menimbulkan ketaksamaan; dan di dalam hubungan antara suatu
Pasal 27 UUD 1945 setelah perubahan menyatakan bahwa adanya kesamaan hukum
bagi warga negara, konsekwensinya tidak boleh ada pembedaan karena agama, pandangan
hidup, aspirasi politik, jenis kelamin atau atas dasar apa pun. dalam berbagai konvensi
internasional, antara lain pasal 26 Konvensi New York mengenai hak-hak sipil dan hak-hak
Asas ini harus diwujudkan terutama oleh pembuat undang-undang sendiri. Asas ini jelas
dihormati; khususnya ini berarti bahwa peraturan harus memuat rumusan norma yang tepat,
bahwa peraturan tidak diubah tanpa adanya aturan peralihan …, dan bahwa peraturan tidak
29
HR 4 November 1975, NJ 1976, 173 khus. W.F. Prins.
37
boleh diberlakukan … tanpa alasan mendesak.
Latar belakang dari pemberlakuan asas ini adalah dengan mengeluarkan peraturan,
kepastian hukum bagi masyarakat akan terjamin. Masyarakat mengetahui apa yang harus
mereka taati dalam hubungan hukum antara mereka dan apa yang boleh mereka harapkan dari
a. peraturan harus dirumuskan secara jelas dan teliti sehingga masyarakat mengetahui apa
b. peraturan tidak boleh diubah tanpa memperhitungkan kepentingan pihak yang dituju dan
Perubahan atas peraturan hukum merupakan pelanggaran atas asas kepastian hukum.
Pemberian kekuatan berlaku surut kepada suatu peraturan merupakan pada dasarnya
pelanggaran besar atas asas kepastian hukum. Bagi peraturan perundang-undangan (dalam arti
formal), saat itu adalah saat ketika suatu rancangan diajukan DPR.
Raad van State berpendapat bahwa dalam suatu peraturan harus disebut secara tegas
bahwa peraturan itu berlaku-surut, dan surut sampai ke saat mana. Dari sudut kepastian
hukum, ini benar sekali. Di pihak lain, Hoge Raad (HR) berpendirian bahwa suatu peraturan
dapat pula mempunyai kekuatan berlaku- surut, sekalipun hal itu tidak disebut secara tegas.
Sudah cukup apabila ternyata bahwa kekuatan berlaku-surut itu memang maksud yang
dikehendaki. 30
ketentuan pidana merupakan pelanggaran atas adagium ‘nulla poena sine lege previali.’Yang
30
HR 7 Maret 1979, AB 1979, 218 khus. St; NJ (1979), 3/9 khus. M.S. (pajak-benda-takbergerak Rotterdam).
38
dianggap sebagai tindak pidana adalah meneruskan melakukan suatu perbuatan sesudah mulai
Sebagai asas hukum tak tertulis, asas ini diterapkan harus diterapkan hakim
administrasi. Asas ini diterapkan khususnya bila suatu peraturan diubah secara berlaku-surut.
Di sini terlihat bahwa hakim akan mencari titik taut pada peraturan yang lebih tinggi untuk
menilai apakah kekuatan berlaku-surut peraturan yang lebih rendah itu diizinkan. Hakim tidak
halnya menyangkut ketentuan pidana; dalam hal ini pasal 7 Konvensi Roma berlaku.
untuk melakukan keadilan bagi keadaan-keadaan yang khusus. Dalam prakteknya asas ini
berakibat bahwa banyak kasus yang satu sama lain jelas tidak identik, tunduk pada peraturan
yang sama. Ini memang tidak bisa dihindarkan, karena tidak pernah ada dua kasus yang betul-
Penerapan asas ini terdapat juga pada aturan-kebijakan. Pengadilan berpendirian bahwa
dengan membuat suatu aturan-kebijakan, menteri atau suatu organ pemerintah lainnya tidak
dapat dianggap telah melepaskan kewenangannya untuk menyimpang, di dalam suatu kasus
31
I.C. Kleijs-Wijnnobel, Regel Maat (1986), 2.
39
1) Asas Kejelasan Tujuan
muatan yang tepat dengan jenis peraturan perundang- undangan yang akan dibuat.
peraturan perundang- undangan tersebut di dalam masyarakat baik secara filosofis, yuridis,
dan sosiologis.
terminologis, serta bahasa hukumnya jelas, dan mudah dimengerti sehingga tidak
7) Asas Keterbukaan
40
perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan
Selain asas pembentukan UU ini menyatakan ada asas materi muatan peraturan perundang-
1) Asas Pengayoman
2) Asas Kemanusiaan
perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap
3) Asas Kebangsaan
dan watak bangsa indonesia yang fluralistik (Kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip
4) Asas Kekeluargaan
5) Asas Kenusantaraan
32
Lihat lebih lanjut Penjelasan Pasal 5 UU No. 10 Tahun 2004.
41
kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan setiap materi muatan peraturan perundang-
undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang
berdasarkan Pancasila.
keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya
7) Asas Keadilan
Maksudnya setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh berisi hal-hal
yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras,
42
11) Asas Lain Sesuai dengan Bidang Hukum Peraturan Perundang-undangan yang
Bersangkutan
Antara lain:
a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas
b. Dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan,
Selain asas-asas tersebut masih banyak banyak asas-asas yang hidup dalam masyarakat
Indonesia dan dapat digunakan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan ini. Seperti
33
Lihat lebih lanjut penjelasan Pasal 6 UU No. 10 Tahun 2004.
43
BAB V
PEMBENTUKNYA
1. Pendahuluan
3) Peraturan Pemerintah
4) Peraturan Presiden
5) Peraturan Daerah yang terdiri dari Peraturan daerah Provinsi, Peraturan daerah Kabupaten atau
Selain bentuk-bentuk tersebut UU inipun mengakui bentuk yang lainnya sepanjang bentuk
undangan yang lebih tinggi. 35 Misalnya Peraturan Bank Indonesia yang merupakan delegasi dari
34
Lihat lebih lanjut Pasal 7 Ayat (1) dan (2) UU No. 10 Tahun 2004.
35
Lihat lebih lanjut Pasal 7 Ayat (4) UU No. 10 Tahun 2004.
44
a. UUD,
b. UU,
c. Perpu, dan
d. PP
a. Penetapan Presiden,
b. Peraturan Presiden,
c. Penetapan Pemerintah,
e. maklumat presiden. 36
Pada periode ini ada tiga kelompok daerah berlakunya hukum, yaitu di negara Federal
a. UU,
b. UU darurat,
a. UU,
b. Perpu,
c. PP, dan
36
Amiroeddin Syarif, Perundang-undangan, dasar, jenis dan teknik membuatnya, Bina Aksara, Jakarta, 1987, hlm.58.
45
d. Peraturan pelaksana lainnya.
Belanda.
Pada periode ini bentuk peraturan perundang- undangan yang berlaku adalah :
a. UU,
b. UU darurat,
c. PP, dan
e. Peraturan Daerah.
Kurun waktu ini kembali berlaku UUD 1945 sehingga bentuk peraturan perundang-
a. UUD,
b. UU,
c. Perpu, dan
d. PP
a. Penetapan Presiden,
b. Peraturan Presiden,
c. Peraturan Pemerintah,
d. Keputusan Presiden,
46
e. Peraturan Menteri, dan
f. Keputusan Menteri.
a. UUD 1945,
b. TAP MPR,
c. UU/Perppu
d. PP
e. Keputusan Presiden,
Bentuk-bentuk peraturan perundanng-undangan yang berlaku diatur dalam Tap MPR Nomor
III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan, terdiri
dari:
c. Undang-Undang,
e. Peraturan Pemerintah,
g. Peraturan Daerah.
47
Intinya dari semua hukum positif yang berlaku menempatkan UUD sebagai hukum dasar
dan hukum tertinggi. Hal ini membawa konsekwensi teori penjenjangan norma dari Hans Kelsen
menjadi berlaku. Berarti tidak boleh ada peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan
UUD. Atau jika mengikuti pembagian konstitusi dari K.C. Wheare UUD ini ditempatkan pada
Dalam buku ini hanya akan diuraikan bentuk peraturan perundang-undangan yang berlaku
sekarang sebagai mana diatur dalam UU No. 10 tahun 2004. Bentuk-bentuk itu terdiri dari :
1) Undang-Undang Dasar
Herman Heller menyatakan bahwa UUD berbeda dengan konstitusi. Dikatakan berbeda
karena Konstitusi mempunyai arti yang lebih luas daripada UUD. Herman Heller membagi
a. Konstitusi masih merupakan pengertian sosiologis atau politis dan belum merupakan
pengertian hukum.
b. Baru setelah orang mencari unsur-unsur hukumnya dari konstitusi yang hidup dalam
masyarakat untuk dijadikan sebagai suatu kesatuan kaidah hukum, konstitusi itu disebut
Rechtverfassung.
c. Kemudian orang mulai menulisnya dalam suatu naskah sebagai Undang-Undang yang
Jadi, arti UUD itu baru merupakan sebagian dari pengertian konstitusi yaitu konstitusi
yang tertulis. UUD ini dibuat dalam rangka membatasi kekuasaan negara atau dengan kata lain
membatasi kekuasaan organ atau alat kelengkapan negara dan sekaligus memberi hak kepada
warga negara.
48
Di Indonesia lembaga yang diberi kewenangan untuk mengubah dan menetapkan UUD
adalah MPR.37 Mengubah ini menurut Sri Soemantri mengandung 3 macam arti, yaitu :
dalamnya.38
Sedangkan prosedur perubahannya diatur dalam Pasal 37 UUD 1945, yang menyatakan
bahwa usul perubahan dapat diagendakan dalam siding MPR apabila diajukan oleh sekurang-
kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR, usul ini harus dinyatakan secara tertulis dan
ditujukan dengan jelas bagian yang akan diubah beserta alasannya. Untuk mengubah UUD ini
siding MPR harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota MPR dan putusan
Berkaitan dengan perubahan ini K.C. Wheare dalam bukunya “Modern Constitution”,
a. Formal Amandment
Merupakan pertumbuhan dan perkembangan konstitusi negara melalui tatacara yang diatur
b. Judicial Interpretation
praktek peradilan.
37
Lihat lebih lanjut Pasal 3 Ayat (1) UUD 1945 setelah perubahan.
38
Sri Soemantri M., Undang-Undang Dasar 1945 Kedudukan dan aspek-aspek Perubahannya, Unpad Press, Bandung,
2002, hlm. 9.
49
c. Some Primary Forces
pemerintah atau Negara mengubah konstitusi meskipun caranya di luar dengan konstitusi
itu sendiri
tatacaranya tidak ditentukan atau dengan prosedur tertentu untuk membuat konstitusi.
Materi muatan dari UUD ini menurut Steenbeek berisi 3 hal-hal pokok yaitu :
2) Undang-Undang
dibentuk oleh DPR dan disahkan oleh Presiden. Hal ini memperlihatkan bahwa DPR
merupakan lembaga negara yang mempunyai fungsi legislasi. Sebagai perwakilan rakyat tentu
dalam melaksanakan fungsinya harus sejalan dengan keinginan dari rakyat. Perubahan kedua
UUD 1945 mempertegas fungsi legislasi DPR sebagaimana rumusan perubahan Pasal 20
menjadi:
b. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden
50
c. Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan
undang-undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan
d. Presiden mengesahkan rancangan undang- undang yang telah disetujui bersama untuk
menjadi undang-undang.
disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh dan semenjak rancangan undang-
Fungsi melaksanakan tertib hukum ini di Indonesia dijalankan oleh lembaga legislatif
dan eksekutif, sedangkan kontrolnya oleh lembaga yudisial. Lembaga yudisial yang
melaksanakan kontrol ini di Indonesia salah satunya adalah MK. Fungsi kontrol MK terhadap
tertib hukum dilakukan dengan menguji kesesuaian materi muatan UU dengan ketentuan-
sendi-sendi kenegaraan. Hal ini bila mengacu pada pendapat Hamid S. Attamimi materi
51
g. Hal yang mengatur pembagian wilayah negara,
h. Hal yang mengatur dan menetapkan siapa warganegara dan bagaimana cara memperoleh
i. Hal lain yang oleh suatu UU dinyatakan untuk diatur dengan UU.39
Sedangkan kalau mengacu pada UU No. 10 Tahun 2004 maka materi muatan UU ini
(3) Pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara;
dikeluarkan dalam keadaan darurat dan kewenangan untuk menetapkannya ada pada Presiden.
Pengertian pengganti UU adalah materi muatan Perpu merupakan materi muatan UU jika
dikeluarkan dalam keadaan normal. Sebagai peraturan pengganti tentu pengeluaran Perpu ini
39
A. Hamid S. Attamimi, Materi muatan Undang-undang Indonesia,Makalah Seminar di FH UBAYA, Surabaya,
1993,hlm. 9.
40
Lihat lebih lanjut Pasal 8 UU ini.
52
UUD 1945 Setelah perubahan menentukan bahwa Perpu hanya dapat dikeluarkan dalam
hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Bagir manan berpendapat bahwa dalam praktek hal
ikhwal kegentingan yang memaksa ini diartikan secara luas tidak hanya terbatas pada keadaan
yang mengandung suatu kegentingan atau ancaman, tetapi termasuk juga kebutuhan yang
dipandang mendesak. Persoalannya tentu yang dapat menentukan kriteria kegentingan yang
memaksa ini adalah Presiden, karena kewenangan untuk membentuknya ada pada presiden. 41
Berkaitan dengan kewenangan yang besar ada pada Presiden untuk menimbang suatu
keadaan dapat atau tidak dikatakan kepada kegentingan maka Perpu ini masa berlakunya
dibatasi yaitu paling lambat masa sidang DPR berikutnya Perpu ini harus mendapat
persetujuan DPR dan menjadi UU atau tidak disetujui DPR dan dalam keadaan ini Perpu harus
dicabut.
4) Peraturan Pemerintah
Pasal 5 Ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa “Presiden menetapkan Peraturan
undangan, dan materi muatan yang diaturnya merupakan materi delegasian dari UU.
Materi muatan PP merupakan materi delegasian ini dapat diambil dari kata menjalankan
berisi ketentuan lebih lanjut atau rincian dari ketentuan UU. Dengan kata lain setiap ketentuan
yang ada dalam PP harus ada keterkaitan dengan satu atau beberapa ketentuan dalam UU.
Uraian di atas memperlihatkan bahwa pada dasarnya materi muatan PP adalah materi
41
Bagir Manan,Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind Hill.Co, Jakarta, 1992, hlm.51.
53
delegasian dari UU dalam rangka melaksanakan lebih lanjut UU.
5) Peraturan Presiden
Bentuk Peraturan Presiden adalah bentuk baru dari jenis peraturan perundang-undangan.
Peraturan Presiden ini dikenal sejak keluarnya UU No. 10 tahun 2004 walaupun dalam sejarah
sebetulnya Indonesia pernah mengenal bentuk Peraturan Presiden ini yaitu pada Indonesia
peraturan pemerintah. Dengan demikian pada dasarnya ada kesamaan antara PP dan Perpres
yaitu sama-sama dapat mengatur ketentuan lebih lanjut dari UU. Selain persamaan itu
persamaan yang lainnya adalah dalam membuat ketentuan lebih lanjut baik dalam PP maupun
Perpres tidak boleh memuat sanksi pidana. Dilihat dari kedudukannya PP ada diatas Perpres
Hal ini tentu harus jadi bahan pertimbangan bagi Presiden ketika akan menindaklanjuti
ketentuan UU pada saat delegasinya tidak jelas apakah akan memilih PP atau Perpres
pertimbangkan juga hirarkinya. Disamping pertimbangkan hirarkinya ada hal lain yang harus
jadi pedoman yaitu materi muatan yang akan diaturnya apakah mengandung hak dan
kewajiban rakyat, atau dalam batas-batas tertentu berkaitan dengan Hak Asasi Manusia, Jika
ini yang akan diatur maka bentuk yang dipilih hendaknya PP.
6) Peraturan Daerah
54
Peraturan daerah sebagai subsistem dari sistem hukum nasional Indonesia merupakan
salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Bagir Manan menyatakan bahwa fungsi
peraturan perundang-undangan dapat dibedakan menjadi dua kelompok utama, yaitu fungsi
a. Fungsi Internal
Fungsi internal adalah fungsi peraturan perundang-undangan sebagai sub sistem hukum
b. Fungsi Eksternal
Fungsi eksternal adalah fungsi yang berkaitan dengan lingkungan tempat berlakunya
peraturan perundang-undangan tersebut. Dengan kata lain fungsi eksternal ini disebut juga
budaya.
masyarakat.
42
Bagir Manan, Fungsi dan Materi peraturan Perundang- undangan,Makalah pada penataran dosen Pendidikan dan
Latihan Kemahiran Hukum BKS-PTN bidang hukum sewilayah barat, Fakultas Hukum Universitas Lampung,
Bandar Lampung, 1994, hlm. 16
55
(3) Fungsi kemudahan, artinya peraturan perundang- undangan dipergunakan untuk
mengatur berbagai kemudahan misal insentif, penundaan pengenaan pajak, dan lain-
lain.
Materi muatan peraturan daerah adalah materi pengaturan yang khas yang hanya dan
semata- mata dimuat dalam Peraturan daerah. Berkaitan dengan materi muatan peraturan
daerah ini sangat tergantung dari pengatur dalam undang- undang yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Ambil contoh materi muatan peraturan daerah menurut
b. Mengatur urusan tugas pembantuan baik dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah
(2) Mengatur sesuatu hal yang telah diatur dalam peraturan perundang- undangan yang
lebih tinggi.
(3) Peraturan daerah tidak boleh mengatur sesuatu hal yang termasuk urusan rumah tangga
43
Lebih lanjut lihat Pasal 7 UU No. 5 Tahun 1974.
44
Lebih lanjut lihat Pasal 12 UU No. 5 Tahun 1974.
45
Lebih lanjut lihat Pasal 39 UU No. 5 Tahun 1974.
56
Sedangkan perkembangan berikutnya dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor
22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maka materi muatan peraturan daerah ini
menjadi lebih luas lagi karena mencakup hampir semua urusan pemerintahan. Pemerintah
daerah menurut undang-undang ini terbagi dua daerah yaitu daerah provinsi dan daerah
kabupaten/ kota.
a. Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi menurut UU no. 22 Tahun 1999 adalah :
(1) Berkaitan dengan kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas
kabupaten dan kota serta kewenagan dalam bidang tertentu lainnya,dan kewenangan
yang tidak atau belum dilaksanakan daerah Kabupaten dan Daerah Kota.46
(a) Eksplorasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut
tersebut,
(d) Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang
pegawai diwilayahnya. 48
(1) Seluruh bidang pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri,
46
Lihat Pasal 9 Ayat (1) dan (2) UU No. 22 Tahun 1999.
47
Lihat Pasal 3 dan Pasal 10 UU No. 22 Tahun 1999.
48
Lihat Pasal 77 UU No. 22 Tahun 1999.
57
pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kebijakan tentang
alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional. 49
Kewenangan mengatur daerah Kabupaten dan kota ini sangat luas oleh karena itu
dalam UU inipun dicantumkan urusan wajib artinya terhadap urusan ini daerah mau
tidak mau harus melaksanakannya, yaitu berkaitan denga pekerjaan umum, kesehatan,
(5) Materi muatan semua itu tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum,
Selain itu boleh mengatur tentang pembebanan biaya paksaan, penegakan hukum
49
Lihat Pasal 7 UU No. 22 Tahun 1999.
50
Lihat Pasal 11 Ayat (2) UU No. 22 Tahun 1999.
51
Lihat Pasal 10 UU No. 22 Tahun 1999.
52
Lihat Pasal 10 Ayat (3) UU No. 22 Tahun 1999.
53
Lihat Pasal 76 UU No. 22 Tahun 1999.
54
Lihat Pasal 70 UU No. 22 Tahun 1999.
58
seluruhnya, atau sebagian kepada pelanggar.55
Kewenangan daerah yang menjadi materi muatan peraturan daerah sebagaimana diatur
dalam UU No. 22 tahun 1999 tersebut lebih lanjut dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah dan kewenangan provinsi sebagai
daerah otonom. Peraturan Pemerintah ini ternyata membatasi kewenangan daerah kabupaten
atau kota atau dengan kata lain ada beberapa yang asalnya materi muatan peraturan daerah
kabupaten atau kota menjadi bukan materi muatan peraturan daerah kabupaten atau kota.
Pembatasannya ada kurang lebih 25 bidang yang kembali menjadi kewenangan pusat 56 dan
a. Urusan Wajib
Urusan wajib adalah urusan yang sangat mendasar berkaitan dengan hak dan pelayanan
dasar warganegara, hak ini antara lain adalah perlindungan hak konstitusional,
ketertiban umum dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI, dan pemenuhan komitmen
(1) Materi muatan Peraturan Daerah yang berasal dari urusan wajib Provinsi
55
Lihat Pasal 71 UU No. 22 Tahun 1999.
56
Lihat Pasal 2 PP 25 Tahun 2000.
57
Lihat Pasal 2 PP 25 Tahun 2000.
58
Lihat Penjelasan Pasal 11 Ayat (3) UU No. 32 Tahun 2004.
59
(a) Perencanaan dan pengendalian pembangunan,
(i) Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan menengah termasuk lintas
kabupaten/kota;
pemerintahan;
(2) Materi muatan Peraturan Kabupaten/Kota yang berasal dari Urusan wajib yang
60
(c) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat;
penanaman modal;
b. Urusan Pilihan
Urusan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada di daerah dan berfotensi untuk
unggulan daerah.
61
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi
unggulan daerah yang bersangkutan.
Baik di Perda Provinsi maupun Kabupaten Kota mungkin ada yang berasal dari
kewenangan yang bersifat concurent.
Sedangkan lembaga yang berwenang membuat Peraturan Daerah adalah Kepala Daerah
dan legislatif daerah. Dengan demikian untuk tingkat Provinsi yang membuat Peraturan
Daerah adalah Gubernur dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, sedangkan di
Kabupaten atau kota adalah Bupati atau Walikota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten atau kota. Selain itu ada suatu organ negara yang secara kelembagaan merupakan
organ pusat tetapi tugasnya menyalurkan aspirasi daerah di pusat yaitu Dewan Perwakilan
Daerah (DPD). Keberadaan DPD ini dalam prakteknya belum banyak memberikan kontribusi
kepada daerah karena kewenangan DPD ini sangat terbatas. Keterbatasan ini nampak dari
hanya dapat mengajukan rancangan UU yang berkaitan dengan Otonomi daerah, tetapi bukan
62
BAB VI
Judul, Pembukaan, Batang Tubuh, Penutup, Penjelasan (jika diperlukan), dan Lampiran (jika
diperlukan).
A. Judul
Judul ditulis seluruhnya dengan huruf capital yang diletakkan ditengah marjin tanpa diakhiri tanda
baca.
Contoh :
TENTANG
Pada judul Peraturan Perundang-undangan perubahan ditambahan frase perubahan atas depan
Contoh :
TENTANG
63
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15
Jika Peraturan Perundang-undangan telah di ubah lebih dari 1 (satu) kali, diantara kata
perubahan dan kata atas disisipkan keterangan yang menunjukan berapa kali perubahan tersebut
Contoh :
NOMOR....TAHUN.....
TENTANG
yang diubah.
Contoh :
Contoh:
64
TENTANG
Contoh :
2003
TENTANG
TENTANG
internasional yang akan disahkan. Jika dalam perjanjian atau persetujuan internasional Bahasa
Indonesia digunakan sebagai teks resmi, nama perjanjian atau persetujuan ditulis dalam Bahasa
indonesia, yang diikuti oleh teks resmi bahasa asing yang di tulis dengan huruf cetak miring dan
Contoh :
65
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1999
TENTANG
Jika dalam perjanjian atau persetujuan internasional, Bahasa Indonesia tidak digunakan
sebagi teks resmi, nama perjanjian atau persetujuan ditulis dalam Bahasa Inggris dengan huruf
cetak miring, dan diikuti oleh terjemahannya dalam bahasa Indonesia yang diletakan diantara tanda
baca kurung.
Contoh :
TENTANG
1998
B. Pembukaan
66
3. Konsiderans;
5. Diktum
Pada Pembukaan tiap jenis Peraturan Perundang- undangan sebelum nama jabatan
TUHAN YANG MAHA ESA yang ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakan di
tengah marjin.
kapital yang diletakkan ditengah marjin dan diakhiri dengan tanda baca koma.
B.3. Konsiderans
mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar belakang dan alasan pembuatan Peraturan
Daerah memuat unsur filosofis, yuridis, dan sosiologis yang menjadi latar belakang
undangan dianggap perlu untuk dibuat adalah kurang tepat karena tidak mencerminkan
Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokok pikiran, tiap-tiap pokok pikiran
dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan kesatuan pengertian. Tiap-tiap pokok
pikiran diawali dengan huruf abjad, dan dirumuskan dalam satu kalimat yang diawali dengan
67
kata bahwa dan diakhiri dengan dengan tanda baca titik koma.
Contoh:
Menimbang : a. Bahwa...;
b. Bahwa...;
c. Bahwa...;
Jika konsiderans memuat lebih dari satu pertimbangan, rumusan butir pertimbangan
Contoh:
b. bahwa...;
peraturan daerah:
Menimbang : a. bahwa...;
b. bahwa...;
Konsiderans peraturan pemerintah pada dasarnya cukup memuat satu pertimbangan yang berisi
uraian ringkas mengenai perlunya melaksanakan ketentuan pasal atau beberapa pasal dari Undang-
Pemerintah Cukup memuat satu pokok pikiran yang isinya menujuk pasal- pasal dari Undang-Undang
68
yang memerintahkan pembuatannya.
Contoh :
Terhadap Korban dan saksi dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang
Berat;
Dasar Hukum diawali dengan kata Mengingat. Dasar Hukum memuat dasar kewenangan
undangan yang digunakan sebagai dasar hukum hanya Peraturan Perundang-undangan yang
undangan yang akan dibentuk atau Peraturan Perundang-undangan yang sudah diundangkan
tetapi belum resmi berlaku; tidak dicantumkan sebagai dasar hukum. Jika jumlah Peraturan
Perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum lebih dari satu, urutan pencantuman perlu
Dasar hukum yang diambil dari pasal-pasal dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 ditulis dengan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang
berkaitan Frase Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di tulis
69
sesudah penyebutan pasal terakhir dan kedua huruf u ditulis dengan huruf kapital.
Contoh :
Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Dasar hukum yang bukan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 tidak perlu mencantumkan pasal, tetapi cukup mencantumkan nama Judul Peraturan
Perundang-undangan. Penulisan Undang- Undang, kedua huruf u ditulis dengan huruf kapital.
Contoh :
Mengingat : 1. ;
Dasar hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan jaman Hindia Belanda
atau yang dikeluarkan oleh Pemerintahan Hindia Belanda sampai dengan tanggal 27 Desember
1949, ditulis lebih dulu terjemahannya dalam Bahasa Indonesia dan kemudian judul asli
Bahasa Belanda dan dilengkapi dengan tahun dan nomor staatsblad yang di cetak miring
Contoh :
70
Mengingat : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel, Staatsblad
1847:23);
2. ...;
Cara penulisan sebagaimana dimaksud di atas berlaku juga untuk pencabutan peraturan
perundang-undangan yang berasal dari jaman Hindia Belanda atau dikeluarkan oleh
Pemerintah Kolonial Belanda sampai dengan tanggal 27 Desember 1949. Jika dasar hukum
memuat lebih dari satu Peraturan Perundang-undangan, tiap dasar hukum diawali dengan
angka Arab 1, 2, 3, dan seterusnya, dan diakhiri dengan tanda baca titik koma.
Contoh :
Mengingat : 1....;
2. ...;
B.5. Diktum
a. Kata Memutuskan;
b. Kata Menetapkan;
Kata Memutuskan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa spasi diantara suku kata
dan diakhiri dengan tanda baca titik dua serta diletakan di tengah marjin.
Contoh Undang-Undang :
71
Dengan Persetujuan Bersama
dan
MEMUTUSKAN:
Dan
GUBERNUR...(nama daerah)
MEMUTUSKAN :
bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat. Huruf awal kata Menetapkan ditulis
dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik dua.
cantumkan lagi setelah kata Menetapkan dan didahului dengan Pencantuman jenis
72
Contoh :
MEMUTUSKAN:
PERIMBANGAN
Menteri, dan peraturan pejabat yang setingkat, secara mutatis mutandis berpedoman pada
pembukaan Undang-Undang.
C. Batang Tubuh
undangan yang dirumuskan dalam pasal-pasal. Pada umumnya substansi dalam batang tubuh
dikelompokan ke dalam:
1. Ketentuan umum;
5. Ketentuan Penutup;
Dalam pengelompokan subtansi sedapat mungkin dihindari adanya bab ketentuan lain atau
sejenisnya. Materi yang bersangkutan, diupayakan untuk masuk ke dalam bab yang ada atau dapat
pula di muat dalam bab tersendiri dalam judul yang sesuai denagn materi yang diatur. Substansi
73
yang berupa sanksi administratif atau sanksi keperdataan atas pelanggaran norma tersebut,
dirumuskan menjadi satu bagian (pasal) dengan norma yang memberikan sanksi administratif atau
sanksi keperdataan. Jika norma yang memberikan sanksi administratif atau keperdataan terdapat
lebih dari satu pasal, sanksi administratif atau sanksi keperdataan dirumuskan dalam pasal terakhir
dari bagian (pasal) tersebut.Dengan demikian hindari rumusan ketentuan sanksi yang sekaligus
memuat sanksi pidana, sanksi perdata, dan sanksi administratif dalam satu bab.
Sanksi administratif dapat berupa, antara lain, pencabutan izin, pembubaran, pengawasan,
pemberhentian sementara, denda administratif, atau daya paksa polisional. Sanksi keperdataan
dalam buku, bab, bagian, dan paragraf dilakukan atas dasar kesamaan materi. Urutan pengelompokan
Buku diberi nomor urut dengan bilangan tingkat dan judul yang seluruhnya ditulis dengan huruf
kapital.
Contoh :
BUKU KETIGA
PERIKATAN
Bab diberi nomor urut dengan angka Romawi dan judul bab yang seluruhnya ditulis oleh
huruf kapital.
74
Contoh:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian diberi nomor urut dengan bilangan tingkat yang ditulis dengan huruf dan diberi judul.
Huruf awal kata bagian, urutan bilangan, dan setiap kata pada judul bagian ditulis dengan huruf
kapital, kecuali huruf awal kata partikel yang tidak terletak pada awal frase.
Contoh:
Bagian Kelima
Paragraf diberi nomor urut dengan angka Arab dan diberi judul. Huruf awal dari kata paragraf dan
setiap kata pada judul paragraf ditulis dengan huruf kapital, kecuali huruf awal kata partikel yang tidak
Contoh :
Paragraf 1
Pasal merupakan satuan aturan dalam Peraturan Perundang-undangan yang memuat satu
norma dan dirumuskan dalam satu kalimat yang disusun secara singkat, jelas, dan lugas. Materi
Peraturan Perundang-undangan lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas
daripada ke dalam beberapa pasal masing-masing pasal memuat banyak ayat, kecuali jika materi
yang menjadi isi pasal itu merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan. Pasal diberi
nomor urut dengan angka Arab. Huruf awal kata pasal yang digunakan sebagai acuan ditulis
75
Contoh:
Pasal 34
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dan Pasal 26 tidak meniadakan kewajiban
Pasal dapat dirinci ke dalam beberapa ayat. Ayat diberi nomor urut dengan angka Arab di
antar tanda baca kurung tanpa di akhiri tanda baca titik. Satu ayat hendaknya hanya memuat satu
norma yang di rumuskan dalam satu kalimat utuh. Huruf awal kata ayat yang digunakan sebagai
Contoh :
Pasal 8
1) Satu permintaan pendaftaran merek hanya dapat diajukan untuk 1 (satu) kelas barang.
2) Permintaan pendaftaran merek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebutkan jenis
3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kelas barang atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Jika satu pasal atau ayat memuat rincian unsur, maka di samping di rumuskan dalam bentuk
kalimat dengan rincian, dapat pula dipertimbangkan penggunaan rumusan dalam bentuk tabulasi.
Contoh:
Pasal 17
Yang dapat diberi hak pilih ialah Warga Negara Indonesia yang telah berusia 17 (tujuh belas) tahun atau
76
Isi pasal tersebut dapat lebih mudah di pahami jika dirumuskan sebagai berikut:
Contoh rumusan tabulasi: Yang dapat diberi hak pilih adalah warga negara indonesia yang:
Dalam membuat rumusan pasal atau ayat dengan bentuk tabulasi hendaknya diperhatikan
a. Setiap rincian harus dapat di baca sebagai satu rangkaian kesatuan dengan frase pembuka;
b. Setiap rincian diawali dengan huruf (abjad) kecil yang diberi tanda baca titik;
e. Jika suatu rincian dibagi lagi kedalam unsur yang lebih kecil, maka unsur tersebut dituliskan
masuk kedalam;
f. Di belakang rincian yang masih mempunyai rincian lebih lanjut diberi tanda baca titik dua;
g. Pembagian rincian (dengan ukuran makin kecil) ditulis dengan abjad kecil yang diikuti dengan
tanda baca titik; angka Arab diikuti dengan tanda baca titik; abjad kecil dengan tanda baca
h. Pembagian rincian hendaknya tidak melebihi empat tingkat Jika rincian melebihi empat
tingkat, perlu dipertimbangkan pemecahan pasal yang bersangkutan ke dalam pasal/ayat lain.
Jika unsur atau rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif ditambahkan
kata yang diletakkan di belakang rincian kedua dari rincian terakhir.Jika rincian dalam tabulasi
dimaksudkan sebagai rincian alternatif ditambahkan kata atau yang diletakan dibelakang rincian
kedua dari rincian terakhir. Jika rincian dalam tabulasi dimaksudkan sebagai rincian kumulatif dan
77
alternatif, ditambahkan kata dan/atau yang diletakan di belakang rincian kedua dari rincian
terakhir. Kata dan, atau, dan/atau tidak perlu diulangi pada akhir setiap unsur atau rincian.
Contoh:
Pasal 9
(1) ....... :
(2) ....... :
a.... :
b. Jika suatu rincian memerlukan lebih lanjut, rincian itu ditandai dengan angka Arab 1, 2, dan
seterusnya. Contoh :
Pasal 9
(1) ........ :
(3) ........ :
a...... :
1.. :
c. Jika suatu rincian lebih lanjut memerlukan rincian yang mendetail, rincian itu di tandai dengan
Pasal 9
(1) ............. :
(2) ............. :
a........... :
78
b........... : (dan, atau, dan/atau)
1....... :
a) .. :
c) ... :
d. Jika suatu rincian lebih lanjut memerlukan rincian yang mendetail, rincian itu di tandai dengan
Pasal 9
(1) ................... :
(2) .................. :
a................ :
1........... :
3 .......... :
a) ...... :
1) .. :
Ketentuan umum diletakan dalam bab kesatu. Jika dalam peraturan Perundang-undangan tidak
dilakukan pengelompokan bab, ketentuan umum diletakan dalam pasal-pasal awal. Ketentuan umum
79
dapat membuat lebih dari satu pasal. Ketentuan umum berisi:
c. hal-hal lain yang bersipat umum yang berlaku bagi pasal-pasal berikutnya antara
undang ini yang dimaksudkan dengan). Frase pembuka dalam ketentuan umum Peraturan
Jika ketentuan umum memuat batasan pengertian atau definisi, singkatan atau akronim
lebih dari satu, maka masing-masing uraiannya diberi nomor urut dengan angka Arab dan di
awali dengan huruf kapital serta diakhiri dengan tanda baca titik. Kata atau istilah yang dimuat
dalam ketentuan umum hanyalah kata atau istilah yang digunakan berulang-ulang di dalam
Jika suatu kata atau istilah hanya digunakan satu kali, namun kata atau istilah itu
diperlukan pengertiannya untuk suatu bab, bagian atau paragraf tertentu, dianjurkan agar kata
atau istilah itu diberi definisi. Jika suatu batasan Pengertian atau definisi perlu dikutip kembali
di dalam ketentuan umum suatu peraturan pelaksanaan, maka rumusan batasan pengertian
atau definisi di dalam pelaksanaan harus sama dengan rumusan batasan pengertian atau
definisi yang terdapat di dalam peraturan lebih tinggi dari yang dilaksanakan tersebut. karena
batasan pengertian atau definisi, singkatan atau akronim berfungsi untuk menjelaskan makna
suatu kata atau istilah maka batasan atau pengertian atau definisi, singkatan atau akronim
tidak perlu diberi penjelasan dan karena itu harus dirumukan sedemikian rupa sehingga tidak
80
menimbulkan pengertian ganda.Urutan penempatan kata suatu istilah dalam ketentuan umum
mengikuti ketentuan :
a. pengertian yang mengatur tentang lingkup umum ditempatkan lebih dahulu dari yang
berlingkup khusus;
b. pengertian yang terdapat lebih dahulu didalam materi pokok yang diatur ditempatkan
secara berurutan.
Materi pokok yang diatur ditempatkan langsung setelah bab ketentuan umum, dan jika
tidak ada pengelompokan bab, materi pokok yang diatur ditempatkan setelah pasal ketentuan
umum. pembagian meteri pokok kedalam kelompok yang lebih kecil dilakukan menurut
Contoh :
a. pembagian berdasarkan hak atau kepentingan yang dilindungi, seperti pembagian dalam
b. Pembagian berdasarkan urutan jenjang jabatan, seperti Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung,
81
dan Jaksa Agung muda.
mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, tingkat kasasi, dan peninjauan kembali.
Ketentuan pidana memuat rumusan yang menyatakan penjatuhan pidana atas pelanggaran
terhadap ketentuan yang berisi norma larangan atau perintah.Rumusan ketentuan pidana harus
menyebutkan secara tegas norma larangan atau perintah yang dilanggar dan menyebutkan
b. pengacuan kepada kitab Undang-undang Hukum Pidana, jika elemen atau unsur-unsur
c. penyusunan rumusan sendiri yang berbeda atau tidak terdapat di dalam norma-norma yang
diatur dalam pasal-pasal sebelumnya, kecuali untuk undang-undang tindak pidana khusus.
Jika ketentuan pidana berlaku bagi siapapun, subyek dari ketentuan pidana dirumuskan
Contoh :
Pasal 81
Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan merek yang sama pada
keseluruhannya dengan merek terdaftar milik orang lain atau badan hukum lain untuk barang
atau jasa sejenis yang diproduksi dan atau diperdagangkan, sebagaimana dimaksud dalam
pasal 20, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak
Ketentuan pidana bagi tindak pidana yang merupakan pelanggaran terhadap kegiatan
82
bidang ekonomi dapat tidak diatur tersendiri di dalam undang-undang yang bersangkutan,
tetapi cukup mengacu kepada undang-undang yang mengatur mengenai tindak pidana
penuntutan, dan peradilan tindak pidana ekonomi. Tindak pidana dapat dilakukan oleh orang
atau korporasi. Pidana terhadap tindak pidana oleh korporasi dijatuhkan kepada :
b. mereka yang memberi perintah melakukan tindak pidana atau yang bertindak sebagai
c. kedua-duanya
yang sudah ada pada saat peraturan perundang-undangan baru mulai berllaku, agar peraturan
hukum. Ketentuan peralihan dimuat dalam bab ketentuan peralihan dan ditempatkan diantara
hubungan hukum yang ada atau tindakan hukum yang terjadi baik sebelum, pada saat, maupun
sesudah peraturan perundang-undangan yang baru itu dinyatakan mulai berlaku, tunduk pada
sementara bagi tindakan hukum atau hubungan hukum tertentu, ketentuan Peraturan
perundang-undangan tersebut harus memuat secara tegas dan rinci tindakanhukum dan
83
hubungan hukum mana yang dimaksud, serta jangka waktu atau syarat-syarat berakhirnya
dilakukan dengan membuat batasan pengertian baru dalam ketentuan umum peraturan
Ketentuan penutup ditempatkan dalam bab terakhir. Jika tidak diadakan pengelompokan
bab, ketentuan penutup ditempatkan dalam pasal-pasal terakhir. Pada umumnya ketentuan
b. Nama singkat
pelaksanaan.
Bagi nama peraturan perundang-undangan yang panjang dapat dimuat ketentuan mengenai
84
b. Nama singkat bukan berupa singkatan atau akronim, kecuali jika singkatan atau akronim
a. Nama singkat tidak memuat pengertian yang menyimpang dari isi dan nama peraturan.
Negara.
dalam peraturan perundang-undangan baru harus secara tegas diatur mengenai pencabutan
Contoh :
85
Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, undang-undang nomor ... Tahun tentang ...
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun ...., Nomor ...., Tambahan Lembaran Negara
Jika jumlah peraturan perundang-undangan yang dicabut lebih dari 1 (satu), dapat
Contoh :
3. Ordonasi Perburuan Jawa dan Madura (Jachtordonantie java en Madoera 1940, Staatsblad
167)
status hukum dari peraturan pelaksanaan, peraturan lebih rendah, atau keputusan yang telah
mulai berlaku, gunakan frase ditarik kembali dan dinyatakan tidak berlaku.
86
Pada dasarnya setiap peraturan perundang- undangan mulai berlaku pada saat peraturan
yang bersangkutan diundangkan. Jika ada penyimpangan terhadap saat mulai berlakunya
peraturan perundang- undangan yang bersangkutan pada saat diundangkan, hal ini hendaknya
2. menyerahkan penetapan saat mulai berlakunya kepada peraturan perundang undangan lain
yang tingkatannya sama, jika yang diberlakukannya itu kodifikasi, atau oleh peraturan
3. dengan menentukan lewatnya tenggang waktu tertentu sejak saat pengundangan atau
penetapan. Agar tidak menimbulkan kekeliruan penafsiran gunakan frase setelah ...
2. menetapkan saat mulai berlaku yang berbeda bagi wilayah negara tertentu.
ditentukan lebih awal daripada saat pengundangannya. Jika ada alasan yang kuat untuk
1. Ketentuan baru yang berkaitan dengan masalah pidana, baik jenis, berat, sifat, maupun
87
2. Rincian mengenai pengaruh ketentuan berlaku surut itu terhdap tindakan hukum, hubungan
hukum, dan akibat hukum tertentu yang sudah ada, perlu dimuat dalam ketentuan
peralihan;
3. Awal dari saat mulai berlaku peraturan perundang-undangan sebaiknya ditetapkan tidak
lebih dahulu dari saat rancangan peraturan perundang-undangan tersebut mulai diketahui
Perwakilan Rakyat.
D. Penutup
Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah,
Contoh :
undangan ) ... Ini dengan penmpatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
b. nama jabatan;
88
d. nama lengkap pejabat yang menandatangani, tanpa gelar dan pangkat.
Rumusan tempat dan tanggal pengesahan atau penetapan diletakan disebelah kanan. Nama jabatan dan
nama pejabat ditulis dengan huruf kapital. Pada akhir nama jabatan diberi tanda koma.
Disahkan di jakarta
Pada tanggal...
Tanda tangan
NAMA
Tanda tangan
NAMA
Jika dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh ) hari Presiden tidak menandatangani
rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama antara Dewan Perwakilan Raktyat dan
Presiden, maka dicantumkan kalimat setelah nama pejabat yang mengundangkan berbunyi
89
Undang-Undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-
Jika dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari Gubernur/Bupati/Wlikota tidak
menandatangani rancangan peraturan daerah yang telah disetujui bersama antara Dewan
pengesahan setelah nama pejabat yang mengundangkan yang berbunyi : Peraturan Daerah ini
dinyataka sah.
Pada akhir bagian penutup dicantumkan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita
Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, dan Berita Daerah besreta tahun dan nomor
dariLembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah,
dan Berita Daerah tersebut. Penulisan Frase Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara
Republik Indonesia, Lembaran Daerah, dan Berita Daerah, dan Berita Daerah di tulis seluruhnya
Contoh :
...NOMOR ...
Contoh :
....NOMOR ...
Contoh :
NOMOR...
90
E. Penjelasan
Undang Undang dapat diberi penjelasan, jika diperlukan. Penjelasan berfungsi sebagai tafsiran
resmi pembentuk Peraturan Perundang-uandangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh
karena itu, penjelasan hanya memuat ueraian atau jabaran lebih lanjut dari norma yang di atur
dalam batang tubuh . Dengan demikian, penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma
dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidak jelasan dari norma yang di
jelaskan.
Contoh:
PENJELASAN
pasal demi pasal. Rincian penjelasan umum dan penjelasan pasal demi pasal diawali dengan
Contoh:
I. UMUM
Penjelasan umum memuat uraian secara sistematis mengenai latar belakang pemikiran,
maksud, dan tujuan penyusunan Perauran Perundang-undangan yang telah tercantum secara
91
singkat dalam butir konsinderans, serta asas, tujuan, atau pokok-pokok yang terkandung dalam
batang tubuh Perundang-undangan. Bagian-bagian dari penjelasan umum dapat diberi nomor
Contoh :
I. UMUM
1. Dasar pemikiran
...
2. Pembagian wilayah
...
...
4. Daerah Otonom
...
5. Wilayah Administratif
...
6. Pengawasan
atau dokumen lain, pengacuan itu dilengkapi dengan keterangan mengenai sumbernya. Dalam
a. Tidak bertentangan dengan materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;
c. Tidak melakukan pengulangan atas materi pokok yang diatur dalam batang tubuh;
d. Tidak mengulangi uraian kata, istilah, atau pengertian yang telah dimuat didalam ketentuan
92
umum.
Ketentuan umum yang memuat batasan pengertian atau definisi dari kata atau istilah, tidak perlu
diberikan penjelasan karena itu batasan pengertian atau definisi harus dirumuskan sedemikian rupa
sehingga dapat dimengerti tanpa memerlukan penjelasan lebih lanjut. Pada pasal atau ayat yang tidak
memerlukan penjelasan ditulis frase cukup jelas yang diakhiri dengan tanda baca titik, sesuai dengan makna
frase penjelasan pasal demi pasal tidak digabungkanwalaupun terdapat beberapa pasal berurutan yang tidak
memerlukan penjelasan.
Seharusnya :
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Jika suatu pasal terdiri dari beberapa ayat atau butir tidak memerlukan penjelasan, pasal yang
bersangkutan cukup di beri penjelsan cukup jelas.,tanpa merinci masing-masing ayat atau butir.
Jika suatu pasal terdiri dari beberapa ayat atau butir dan salah satunya ayat atau butir tersebut
memerlukan penjelasan, setiap ayat atau butir perlu dicantumkan dan dilengkapi dengan
Contoh :
Pasal 7
Ayat (1)
93
Cukup jelas
Ayat (2)
Ayat ini dimaksudkan untuk memberi kepatian hukum kepada hakim dan para pengguna
hukum.
Ayat (3)
Jika suatu istilah/kata/frase dalam suatu pasal atau ayat yang memerlukan penjelesan,
Contoh :
Pasal 25
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “Persidangan yang berikut” adalah masa persidangan Dewan
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
dinyatakan dalam batang tubuh dan pernyataan bahwa lampiran tersebut merupakan bagian bagian
yang tidak terpisahkan dari peraturan Perundang- undangan yang bersangkutan. Pada akhir
lampiran harus dicantumkan nama dan tanda tanga pejabat yang mengesahkan/menetapkan
94
DAFTAR PUSTAKA
A.Hamid S.Attamimi, “Pancasila Cita Hukum Dalam Kehidupan Hukum Bangsa Indonesia”,
dalam Oetoyo Oersman dan Alfian (ed.), Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Berbagai
Surabaya, 1993.
Amiroeddin Syarif, Perundang-undangan, dasar, jenis dan teknik membuatnya, Bina Aksara,
Jakarta, 1987.
Bagir Manan, Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind. Hill. Co, Jakarta, 1992.
dosen Pendidikan dan Latihan Kemahiran Hukum BKS- PTN bidang hukum sewilayah
dosen Pendidikan dan Latihan Kemahiran Hukum BKS- PTN bidang hukum sewilayah
Bandung, 2000.
95
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka, Jakarta,
1979.
Frans Magnes Suseno, Etika Politik – Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern-,
Fakultas Hukum Unpad, Laporan Akhir Hasil Penelitian Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, Terjemah oleh Somardi, Rimdi Press, Bandung,
1995.
Makkatutu dan J.C.Pangkerego, “Tentang Teori Suatu Hukum Tata Negara Positif”, Jakarta, Ichtiar Baru
J.M. Polak, Enkele opmerkingen over de relative tussen recht en taal, dalam : WPNR (1979),
L.G. van Reijnen, Algemene beginselen van decentrale regelgeving, dalam : Regel Maat
(1986).
96
Moh Koesnoe, Perumusan dan Pembinaan cita Hukum dan Asas-Asas Hukum Nasional,
P.J.J. van Buuren dalam : Bestuurswetenschappen (1979), hlm. 146 dst.; N.H.M. Roos, Enkele
NJB (1980).
Bandung, 1992, hlm. 13-14. Lihat juga Sjachran Basah, Tiga tulisan tentang Hukum,
Bandung, 1992, hlm. 13-14. Lihat juga Sjachran Basah, Tiga Tulisan Tentang Hukum,
Sri Soemantri M., Undang-Undang Dasar 1945 Kedudukan dan aspek-aspek Perubahannya,
97
Van Angeren, dalam : Kracht van Wet, 1985. Mok, dalam :Problemen van Wetgeving, 1982.
S’Gravenhage, 1948.
2. Peraturan Perundang-undangan
98
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
NPM : 10040018199
Kelas :D
Fakultas : Hukum
Dengan ini menyatakan bahwa resume buku “Ilmu Perundang-undangan” karya Efik Yusdiansyah
untuk memenuhi nilai Ujian Tengah Semester Mata Kuliah Teori Perundang-undangan ini bebas
dari plagiarisme dan bukan hasil karya orang lain.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya tanpa ada paksaan dari siapapun
juga dan untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Annisa Affandy
99