Anda di halaman 1dari 14

FIGUR-FIGUR WANITA DALAM AL-QUR’AN

Analisis Peran Publik dan Domestik (Kajian Tafsir Tematik)

Ahmad Musyafiq
Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, Jawa Tengah.
ahmad_musyafiq@walisongo.ac.id

Azmil Musthofa
Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, Jawa Tengah.
Azmilmusthofa24@gmail.com

Abdul Hamid
Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, Jawa Tengah.
asadhamid567@gmail.com
Siti Jumariah
Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang, Jawa Tengah.
sitijumariah33@gmail.com

ABSTRAK

Dewasa ini wanita bisa berperan lebih luas sebagaimana laki-laki berperan, hal tersebut
merupakan dampak dari semakin banyaknya isu-isu kesetaraan gender yang digencarkan oleh
sebagian pihak. Walaupun hal tersebut masih menjadi pertentangan diantara pihak yang
menyamakan dan yang membatasi peran antara wanita dan laki-laki. Dalam Islam peran
perempuan sangat penting. Ada beberapa figur perempuan yang disebutkan dalam Al-Qur’an.
Penelitian ini akan mengelaborasi figur perempuan yang ada di dalam Al-Qur’an bagaimana Al-
Qur’an berbicara tentang figur wanita tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan
pemahaman yang memuaskan tentang adanya figur-figur perempuan yang ada di dalam Al-
Qur’an beserta peranannya baik domestik maupun publik dan dapat memberikan kontribusi
penting untuk perkembangan keilmuan yang kaitannya dengan pengetahuan tentang figur-figur
perempuan beserta peranannya di dalam Al-Qur’an melalui kajian ilmiah tematik ilmu Al-
Qur’an dan tafsirMetode yang digunakan adalah metode tafsir tematik dengan cara
mengumpulkan ayat Al-Qur’an yang memiliki pembahasan tentang figur-figur perempuan.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka (Library Research) dan merupakan Penelitian
Kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada 12 figur perempuan di dalam Al-Qur’an, ada
yang merupakan figur baik dan ada juga yang merupakan figur buruk. Ada yang disebutkan
namanya secara eksplisit dan ada juga yang hanya disebutkan pada kisah tertentu. Ada yang
yang digambarkan Al-Qur’an perannya di ranah domestik dan ada yang di ranah publik. Dari 12
figur yang dianalisis ada 2 wanita yang digambarkan Al-Qur’an berperan di ranah publik, 5
masing-masing di ranah publik dan domestik.

Kata Kunci: figur wanita, wanita dalam Al-Qur’an, peran publik, peran domestik

WOMEN FIGURES IN THE QUR'AN


Public and Domestic Role Analysis (Study of Thematic Interpretation)

Abstrac
Today women can play a wider role as men play a role, this is the impact of the increasing
number of gender equality issues being intensified by some parties. Although this is still a
conflict between parties who equate and limit the roles between women and men. In Islam, the
role of women is very important. There are several female figures mentioned in the Qur'an. This
study will elaborate on the female figure in the Qur'an how the Qur'an talks about the female
figure. This study aims to provide a satisfactory understanding of the existence of female figures
in the Qur'an and their roles both domestically and publicly and can make an important
contribution to scientific development related to knowledge about female figures and their role
in society. Al-Qur’an through thematic scientific studies of Qur'anic science and interpretation.
The method used is the thematic interpretation method by collecting verses of the Qur'an which
have discussions about female figures. This research belongs to the type of library research and
is a qualitative research. The results show that there are 12 female figures in the Qur'an, some
are good figures and some are bad figures. Some are mentioned by name explicitly and some
are only mentioned in certain stories. Some are described by the Qur'an as their role in the
domestic sphere and some in the public sphere.

Keywords: female figures, women in the Qur'an, public roles, domestic roles

‫تماثيل النساء في القرآن‬


)‫تحليل الدور العام والمحلي (دراسة التفسير المواضيعي‬

‫ وهذا هو تأثير العدد المتزايد لقضايا المساواة بين الجنسين‬، ‫يمكن للمرأة اليوم أن تلعب دو ًرا أوسع حيث يلعب الرجل دو ًر ا‬
‫ على الرغم من أن هذا ال يزال صراعًا بين األطراف التي تساوي وتحد من األدوار بين المرأة‬.‫التي تكثفها بعض األحزاب‬
‫ ستوضح هذه الدراسة‬.‫ هناك العديد‚ من الشخصيات النسائية المذكورة في القرآن‬.‫ دور المرأة مهم جدا في اإلسالم‬.‫والرجل‬
‫مرض لوجود‬
ٍ ‫ تهدف هذه الدراسة إلى تقديم فهم‬.‫بالتفصيل الشكل األنثوي في القرآن كيف يتحدث القرآن عن شخصية األنثى‬
‫ ويمكن أن تقدم مساهمة مهمة في التطور العلمي‬، ‫الشخصيات النسائية في القرآن ودورها على الصعيدين المحلي والعام‬
‫ من خالل الدراسات العلمية الموضوعية لعلوم القرآن‬.‫المتعلق بالمعرفة حول الشخصيات النسائية ودورها في المجتمع‬
‫ والطريقة المستخدمة هي طريقة التفسير الموضوعي من خالل جمع آيات من القرآن والتي تناقش شخصيات‬، ‫وتفسيره‬
، ‫ شخصية نسائية‬12 ‫ وأظهرت النتائج أن القرآن يضم‬.‫ ينتمي هذا البحث إلى نوع البحث المكتبي وهو بحث نوعي‬.‫نسائية‬
‫ وصف‬.‫ تم ذكر البعض باالسم صراحة والبعض اآلخر مذكور فقط في قصص معينة‬.‫بعضها جيد وبعضها شخصيات سيئة‬
‫القرآن البعض بأنه دورهم في المجال المنزلي والبعض اآلخر في المجال العام‬.

‫ األدوار المنزلية‬، ‫ األدوار العامة‬، ‫ المرأة في القرآن‬، ‫ الشخصيات النسائية‬:‫الكلمات المفتاحية‬

Pendahuluan
Sebagaimana Al-Qur’an adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW untuk umat manusia. Yang meskipun proses pewahyuannya bertahap tetapi cangkupan
maknanya dapat menjangkau seluruh ruang dan waktu manusia. (Umar Shihab 2005 : 179).
Sehingga Al-Qur’an selalu mengalami perkembangan dari setiap waktunya selaras dengan
akselerasi perkembangan kondisi sosial-budaya dan peradaban manusia tersebut. Termasuk di
dalamnya yaitu perhatian Al-Qur’an terhadap keberadaan wanita di tengah masyarakat yang
meliputi hak, kewajiban, dan peranannya.
Berbicara mengenai peranan seorang wanita misalnya di ranah domestik, perempuan
memiliki posisi yang mulia di dalam Islam.  Misalnya saja memasak, mencuci, menyiapkan
makanan, dan mendidik anak. Hal itu menempatkan perempuan sebagai ummu wa rabbatul
bayt.. Selain itu, perempuan adalah tiang peradaban yang akan melahirkan generasi yang mulia.
Ia adalah madrasatul ula (madrasah pertama) bagi anak-anaknya. Maka Islam pun memberikan
hak kepada perempuan untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Semuanya kembali untuk
mendukung perannya sebagai pengajar bagi anak-anaknya. Dari sini kita bisa membayangkan
begitu mulianya Islam menempatkan perempuan. Tak heran jika Rasul pun berkali-kali
berpesan saat haji wada’ Rasul bersabda “Aku mewariskan kepada kalian agar berbuat baik
pada wanita” (Hadist Riwayat Al-Bukhori dari Abu Hurairah).
Adapun di ranah publik, Islam juga tidak pernah melarang secara tegas. Peran publik
bukanlah hal yang baru. Terbukti banyak para shahabiyah yang turut serta dalam ranah publik
sejak masa Rasullah SAW hingga masa kekhilafahan. Tentu saja setelah mereka menyelesaikan
tugas domestiknya dengan baik, dan juga menjunjung nilai-nilai Islam.
Contoh perempuan yang berperan di ranah domestik dan publik misalnya Khodijah binti
Khuwailid. Beliau adalah istri Rasul. dengan setianya selalu mendampingi suaminya dalam suka
maupun duka. Dorongan dan semangat senantiasa disampaikan kepada Rasulullah dalam
menjalankan dan menyampaikan risalahnya. Pun ketika pulang dari tahannu atau khalwat di gua
Hira, Muhammad saw demam, gelisah, cemas dan khawatir, karena ada masalah besar, yaitu
usai didatangi oleh Jibril dengan wahyu pertamanya. Untuk itu, dengan kecerdasan
intelektualnya, Khadijah mampu memecahkan masalah suaminya, dan dengan kecerdasan
emosionalnya, Khadijah mampu menentramkan kegelisahan batin, kecemasan, dan
kekhawatiran tersebut.Bahkan membantu mengkonsultasika tersebut kepada pamannya yang
bernama Waraqah bin Naufal (Marwazi 2020 : 620). Di samping itu. Khodijah juga turut
berperan membantu Rasul dalam menangani masalah yang berkaitan dengan perdagangan.
Sehingga beliau memiliki peran yang besar dalam perkembangan dakwah Rasul.
Dalam ayat-ayat Al-Qur’an mengenai perempuan tersebut ada beberapa ayat menyebutkan
figur-figur perempuan, yang bisa dijadikan pelajaran bagi umat Islam. Meskipun sudah ada
beberapa penelitian yang membahas peran publik dan peran domestik wanita menurut Al-
Qur’an akan tetapi belum ada yang membahas secara spesifik mengenai peran publik dan
domestik figur-figur wanita di dalam Al-Qur’an.
Penelitian ini berusaha mengelaborasi figur-figur wanita di dalam Al-Qur’an dan perananya
dalam ranah domestik dan publik dengan kajian tafsir tematik. Maka berdasarkan uraian di atas
dapat ditarik menjadi Batasan masalah adalah siapa sajakah figur-figur perempuan yang
disebutkan di dalam Al-Qur’an dan bagaimanakah peran figur-figur perempuan tersebut di
dalam ranah domestik dan publik?.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian pustaka (library research) dan merupakan penelitian
kualitatif, yaitu sebuah kegiatan mengumpulkan, mengedit, mengklasifikasikan, mereduksi,
menguji, dan menginterpretasikan sesuai dengan data yang diperoleh . Dalam pengumpulan data
ada prosedur sisitematis yang digunakan. Dalam penelitian ini, penulis mengambil data yang
ada dalam perpustakaan yang terdiri dari data primer dan sekunder. Jenis data primer adalah
data pokok yang berkaitan dan diperoleh secara langsung dari objek penelitian, sumber data
primer adalah sumber data yang dapat memberikan data penelitian secara langsung. ( Suwartono,
2014: 40) Dalam penelitian ini, penulis menggunakan data primer maupun sekunder yang
berkaitan. Sumber primeryang dipilih adalah Al-Qur’anul Karim dan kirab-kitab tafsir.
Sedangkan untuk memeriksa keabsahan data, digunakan teknik triangulasi, yaitu teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu data dari luar untuk penegecekan atau
sebagai pembanding terhadap data dari luar. (Suharsimin Arikanto, 2002: 117).
Adapun pengumpulan data yang digunakan adalah metode tematik dengan mengambil
bebarapa ayat yang berkaitan dengan Figur dan Peran Perempuan di dalam Al-Qur’an,
kemudian ditelusuri asbabun nuzul dan kronologinya, lalu ayat-ayat tersebut dianalisis dan
dikaitkan kesamaannya satu sama lain, serta mengaitkan penafsiranya dengan hadist-hadist yang
berkaitan kemudian disimpulkan dalam satu tulisan pandangan menyeluruh dan tuntas
menyangkut tema dan ayat yang dibahas tersebut. (M. Qurays Shihab, 2013: 385). Untuk
menganalisa data temuan atau hal baru dari penelitian maka diperlukan analisa data. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan analisa data deskriptif-analitik, yakni menuturkan,
menggambarkan dan mengklasifikasi secara objektif data yang dikaji sekaligus
menginterpretasikan dan menganalisa data. (Sugiyono, 2016: 11)
Beberapa penelitian sebelumnya membahas mengenai bagaimana peran publik dan
domestik yang pertama jurnal yang berjudul Peranan Perempuan dalam Masyarakat Islam di Era
Post Modernisasi Pendekatan Tafsir Tematik.Pada penelitian ini, Penulis mencoba
mendeskripsikan peran perempuan dalam masyarakat Islam di era post modern. Hasilnya data-
data teks Al-Qur’an dapat diilustrasikan dengan sebuah triadik yang menggambarkan peran
perempuan dan relasinya dengan tuhan, keluarga dan Masyarakat Islam. (Masturin, 2015).
Kedua jurnal yang berjudul “Kepemimpinan Perempuan dalam Tafsir Tematik Al-Qur’an
dan Hadist”. Pada penelitian ini, Penulis mendeskripsikan kepemimpinan perempuan menurut
perspektif Al-Qur’an dan Hadist. Hasilnya terdapat dua masalah kontoversial : pertama, adanya
nash Al-Qur’an dan Hadistyang secara tekstual mengisyaratkan keutamaan bagi laki-laki untuk
menjadi pemimpin. Kedua, sebagian masyarakat belum bisa menerima perempuan untuk tampil
sebagai pemimpin berdasarkan pemahamn terhadap sejumlah ayat dan hadist yang
mengisyaratkan larangan bagi perempuan untuk diangkat menjadi pemimpin. (Waqiatul
Masruroh, 2017).
Ketiga jurnal yang berjudul “Peran Perempuan dalam Rumah Tangga Perspektif Islam
(Kajian Tematik dalam Al-Qur’an dan Hadist), Pada penelitian ini, Penulis mencoba
mengintrodusir bagaimana peran perempuan dalam rumah tangga menurut perspektif islam.
Hasilnya peran perempuan sebagai istri paling sedikit ada tiga poin: menjadi patner suami
secara biologis, patner secara psikologis, serta menjadi manajer dalam mengatur rumah tangga.
Sedangkan peran perempuan sebagai seorang ibu sekurangnya juga ada tiga poin: mengandung
anak, melahirkan dan menyusui, serta merawat dan mendidik anak. (Eko Zulfikar, 2019).
Dengan penelitian ini diharapkan memberikan pemahaman yang memuaskan tentang
adanya figur-figur perempuan yang ada di dalam Al-Qur’an beserta peranannya baik domestik
maupun publik dan dapat memberikan kontribusi penting untuk perkembangan keilmuan yang
kaitannya dengan pengetahuan tentang figur-figur perempuan beserta peranannya di dalam Al-
Qur’an melalui kajian ilmiah tematik ilmu Al-Qur’an dan tafsir.
Peran Wanita di Ranah Domestik dan Publik
Latar belakang munculnya wilayah domestik dan publik berasal dari pembagian kerja
yang didasarkan pada jenis kelamin, yang lebih populer dengan istilah gender. Konsep gender
mengacu pada seperangkat sifat, peran dan tanggung jawab, fungsi, hak dan perilaku yang
melekat pada diri laki-laki dan perempuan akibat bentukan budaya atau lingkungan masyarakat
tempat manusia itu tumbuh dan berkembang, sehingga timbullah dikotomi maskulin (laki-laki)
dan feminin (perempuan)( Abdul Halim, 2006: 26).
Isu tentang sejauh mana batasan peran perempuan dan laki-laki dalam urusan domestik dan
urusan publik menjadi bahasan yang menarik utamanya di kalangan pegiat gender, praktisi, dan
akademisi.karena pada saat yang sama terdapat isu memperjuangkan keseteraan gender antara
laki-laki dan perempuan di dalam ranah tersebut, yaitu Ranah Domestik dan Ranah Publik.
Ranah domestik adalah ranah yang berkaitan dengan kegiatan di dalam rumah tangga seperti
memasak, berbelanja, mengurusi anak dan lain sebagainya. Sedangkan ranah Publik adalah
Ranah yang berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang di lakukan di luar rumah atau di luar
urusan rumah tangga. Dimana pada realitanya, perempuan lebih dominan di ranah domestic
seperti mengurus rumah, memasak, dan mengasuh anak, sedangkan laki-laki dominan di ranah
public seperti bekerja, menjadi pemimpin, dan lain sebagainya.
aktifitas perempuan dalam domain publik dan penempatannya pada jabatan-jabatan publik
otoritatif, dalam buku-buku fiqh klasik masih terus menjadi perdebatan para ahli. Mayoritas
ulama menginterpretasi teks-teks shari‘ah dengan satu kesimpulan bahwa kaum perempuan
tidak sah menduduki jabatan-jabatan dalam hal menentukan kebijakan umum/publik (al-wilayah
al-‘ammah). Argumen yang sering dikemukakan adalah bahwa teks yang berbicara mengenai
keunggulan laki-laki atas perempuan diyakini sebagai valid dan autentik. Sebab realitas sosial
yang diamatinya sampai kini masih tetap didominasi oleh laki-laki dengan segenap
keunggulannya. (Husein Muhammad, 2004: 69).
Dengan adanya peran perempuan di ranah domestik dan publik maka perempuan mempunya
peran ganda yang harus dijalankannya. Michelle et al (1974) menyatakan bahwa peran ganda
disebutkan dengan konsep dualisme cultural, yakni adanya konsep domestik sphere dan publik
sphere Beban ganda adalah partisipasi perempuan menyangkut peran tradisi dan transisi. Peran
tradisi atau domestic mencakup peran perempuan sebagai istri, ibu dan pengelola rumah tangga.
Sementara peran transisi meliputi pengertian perempuan sebagai tenaga kerja, anggota
masyarakat dan manusia pembangunan. Pada peran transisi perempuan sebagai tenaga kerja
turut aktif dalam kegiatan ekonomis (mencari nafkah) di berbagai kegiatan sesuai dengan
ketrampilan dan pendidikan yang dimiliki serta lapangan pekerjaan yang tersedia (Sukesi,
1991).
Ranah domestik akrab dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan kegiatan di dalam rumah tangga.
Sosok yang dekat dengan ranah ini adalah perempuan. Hadirnya perempuan di ranah domestik ini seolah
sudah menjadi kodrat alamiahnya. Hal ini dipicu karena proses untuk menjadi seorang perempuan yang
berada dalam lingkungan domestik berkaitan dengan sifat alami perempuan yang berkaitan dengan teori
nature, yaitu sifat dasar manusia yang terbentuk karena faktor biologis. Perempuan yang telah menikah
dan punya anak menjadi begitu lekat dengan ranah ini. Kegiatan yang berlangsung dalam ranah domestik
ini bisa berupa apapun, asal terjadi di dalam lingkungan rumah, misalnya; berbagai pekerjaan rumah
tangga, mulai dari membersihkan rumah hingga mengurus keperluan keluarga. Sedangkan ranah publik
adalah kebalikan dari ranah domestik. Jika ranah domestik dikaitkan dengan sifat feminin pada
perempuan, maka ranah domestik justru dikaitkan dengan sifat maskulin pada laki-laki. Dari sini diambil
sedikit gambaran mengenai ranah publik ini. Peran domestik yang maksudnya adalah ruang lingkup
kegiatan perempuan yang berhubungan dengan kegiatan di rumah dan kodratnya sebagai seorang
perempuan, misalnya menjadi ibu yang bertanggung jawab dalam hal pengasuhan anak dan urusan
rumah tangga lainnya, seperti membersihkan rumah, juga memasak (Umaimah Wahid, dkk, 2018: 110).

Peran Figur-Figur Perempuan di Ranah Publik


Cukup masyhur cerita seorang perempuan yang konon bernama Zulaikha yang telah
menggoda Nabi Yusuf untuk melakukan zina. Padahal di dalam Al-Qur’an tentang siapa nama
wanita tersebut tidak disebutkan. Tetapi para ulama kemudian menemukan bahwa ia bernama
Zulaikha. Allah hanya menggambarkan wanita yang dikenal cantik rupawan itu
dengan Imraatul Aziz. (istri seorang pembesar), sebagaimana firman Allah didalam Q.S Yusuf
ayat ke 30:
َ ‫او ُد فَ ٰتىهَا ع َْن نَّ ْف ِس ٖ ۚه قَ ْد َش َغفَهَا حُ بًّ ۗا اِنَّا لَن َٰرىهَا فِ ْي‬
‫ض ٰل ٍل ُّمبِي ٍْن‬ ِ ‫ت ْال َع ِزي‬
ِ ‫ْز تُ َر‬ ُ َ‫َوقَا َل نِ ْس َوةٌ فِى ْال َم ِد ْينَ ِ‚ة ا ْم َرا‬
Dan perempuan-perempuan di kota berkata, “Istri Al-Aziz menggoda dan merayu pelayannya untuk
menundukkan dirinya, pelayannya benar-benar membuatnya mabuk cinta. Kami pasti memandang dia dalam
kesesatan yang nyata.
Sedangkan nama dari Al-Aziz itu sendiri adalah Qithfir atau Ithfir, seorang pembesar Mesir
yang menjabat setingkat menteri di bidang pertanian, perekonomian, dan perdagangan. Selain
itu, perlu pula diketahui, sebagaimana dijelaskan di dalam Tafsir Jalalain, Qithfir disebutkan
sebagai seseorang yang lemah syahwat atau impoten (Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaludin as-
Suyuti, 2017: 237). Mungkin ini yang menjadi salah satu sebab istrinya menggoda Nabi Yusuf.
Mungkin karena adanya ketidakpuasan seksual yang didapat dari sang suami. Boleh jadi, itu
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan zulaikha hendak melakukan perbuatan yang
dilarang oleh Allah swt.
Balqis (Bilqis) adalah nama seorang ratu, kepala negara dan pemerintahan dari Negara Saba
di masa hidup Nabi Sulaiman alaihis salam (AS). Kisah Ratu Balqis dan Nabi Sulaiman AS
tertulis secara jelas dalam Al Qur’an Surat An Naml (ayat 20-44). Al-Qur’an mwnyebutnya
dengan kata imroat yang berarti seorang wanita, seperti Q.S An Naml Ayat 23:
‚ٌ ‚‫ي‚ ٍء‚ َ‚و‚ لَ‚ هَ‚ ا‚ َع‚ ْ‚ر‬
‚ٌ‫ش‚ َع‚ ِظ‚ ي‚م‬ ‚ْ ‚َ‫ت‚ ا‚ ْ‚م‚ َر‚ َأ ةً‚ تَ‚ ْم‚ لِ‚ ُك‚ هُ‚ ْم‚ َو‚ ُأ و‚تِ‚ ي‬
‚ْ ‚‫ت‚ ِم‚ ْ‚ن‚ ُك‚ ل‚ِّ‚ َش‬ ‚ُ ‚‫ِإ نِّ‚ ي‚ َو‚ َج‚ ْد‬
Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan dia dianugerahi segala sesuatu
serta mempunyai singgasana yang besar.
Bagaimanakah karakter Ratu Balqis sebagai seorang pemimpin negara dan pemerintahan?
Balqis adalah pemimpin yang demokratis, bukan yang otoriter dan bukan yang lemah.
Karakternya terkisah dalam ayat 32, yaitu: Dia (Balqis) berkata,”Wahai para pembesar! Berilah
aku pertimbangan dalam perkaraku ini (Balqis menerima dan membaca surat dari Nabi
Sulaiman AS tentang ajakan untuk berserahdiri kepada Allah SWT). Aku tidak pernah
memutuskan suatu perkara sebelum kamu hadir dalam majelisku”.  Kemudian dilanjutkan pada
ayat 33, yaitu: Mereka menjawab,”Kita memiliki kekuatan dan keberanian yang luar biasa
(untuk berperang), tetapi keputusan berada di tanganmu; maka pertimbangkanlah apa yang akan
engkau perintahkan”. Balqis juga pemimpin yang bijaksana, mampu mengukur kekuatan diri,
dan tidak mau mengorbankan rakyatnya.  Karakter ini terkisah dalam ayat 33 (di atas) dan ayat
34-35 sebagai berikut:  Dia (Balqis) berkata,”Sesungguhnya raja-raja apabila menaklukkan
suatu negeri, mereka tentu membinasakannya, dan menjadikan penduduknya yang mulia jadi
hina; ... Dan sungguh, aku akan mengirim utusan kepada mereka dengan (membawa) hadiah,
dan (aku) akan menunggu apa yang akan dibawa kembali oleh utusan itu.” Dan Balqis juga
seseorang yang cerdas, mau dan mampu beriman setelah melihat bukti kebesaran Allah
SWT sebagai pencipta alam semesta.  Setelah dia melihat singgasana yang mirip miliknya
(sesungguhnya memang miliknya yang kemudian dimodifikasi atas perintah Nabi Sulaiman as.)
dan setelah melihat istana Nabi Sulaiman AS yang berlantai kaca laksana kolam air, dia
beriman. Karakter ini terkisah dalam ayat 44 yaitu: ... Dia (Balqis) berkata,” Ya Tuhanku,
sungguh, aku telah berbuat zalim terhadap diriku. Aku berserah diri bersama Sulaiman kepada
Allah, Tuhan seluruh alam. (Ahmad Fadhil Rizki , 2020: 13).
Peran Figur -Figur Perempuan di Ranah Domestik

Salah satu nama wanita yang sangat populer ditelinga ummat manusia, karena sebagai
sosok wanita pertama yang telah diciptakan oleh Allah sebagai pasangan/istri dari manusia
pertama yaitu, Nabi Adam as. Terkhusus dikalangan ummat islam, nama Ibu Hawa sering
disebut di dalam Al-Qur’an sekurang-kurangnya sebanyak tiga kali, walaupun tak secara
eksplisit menyebut namanya. Al-Qur’an menyebutnya dengan kata zauj yang berarti (istri).
Misalnya dalam Q.S Al-Baqarah 2:35
‚‫ث‚ ِ‚ش‚ ْئ تُ‚ َم‚ ا‚ َ‚و‚ اَل تَ‚ ْق‚ َ‚ر‚ بَ‚ ا‚ ٰ‚هَ‚ ِذ‚ ِه‚ ا‚ل‚ َّش‚ َ‚ج‚ َ‚ر‚ ةَ‚ فَ‚ تَ‚ ُك‚ و‚نَ‚ ا‬
‚ُ ‚‫ت‚ وَ‚ َ‚ز‚ ْ‚و‚ ُج‚ كَ‚ ا‚ ْل‚ َج‚ نَّ‚ ةَ‚ َو‚ ُك‚ اَل ِم‚ ْن‚ هَ‚ ا‚ َ‚ر‚ َغ‚ ًد‚ ا‚ َ‚ح‚ ْي‬
‚َ ‚‫َ‚و‚ قُ‚ ْل‚ نَ‚ ا‚ يَ‚ ا‚ آ‚ َد‚ ُم‚ ا‚ ْس‚ ُك‚ ْ‚ن‚ َأ ْن‬
‚‫ِم‚ َ‚ن‚ ا‚ل‚ظَّ‚ ا‚لِ‚ ِم‚ ي‚ َن‬
Dan Kami berfirman: Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-
makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini,
yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.
Di dalam ayat tersebut, yang dimaksud dengan kata zauj/isterimu adalah Hawa. Orang
pertama yang memberi nama terhadap ibu seluruh manusia (hawa) adalah nabi Adam as. Yaitu
ketika para malaikat bertanya kepadanya, siapa namanya wahai Adam ? beliau menjawab:
Hawa. Kenapa kau menyebutnya dengan nama Hawa? Nabi Adam menjawab: karena ia
diciptkan dari komponen yang hidup ( Muhammad Ibnu Jarir Al-Thabari : 518).
Ayat yang senada dengan ayat diatas adalah, Q.S Al-A’raf 7:19 dan Q.S Thaha 20:117
‚‫ث‚ ِش‚ ْئ تُ‚ َم‚ ا‚ َو‚ اَل تَ‚ ْق‚ َ‚ر‚ بَ‚ ا‚ ٰهَ‚ ِذ‚ ِه‚ ا‚ل‚ َّش‚ َج‚ َ‚ر‚ ةَ‚ فَ‚ تَ‚ ُك‚ و‚نَ‚ ا‚ ِم‚ َ‚ن‚ ا‚ل‚ظَّ‚ ا‚لِ‚ ِم‚ ي‚ َن‬ ‚ُ ‚‫ت‚ َو‚ زَ‚ ْ‚و‚ ُج‚ كَ‚ ا‚ ْل‚ َ‚ج‚ نَّ‚ ةَ‚ فَ‚ ُك‚ اَل ِم‚ ْ‚ن‚ َح‚ ْي‬ ‚َ ‚‫َ‚و‚ يَ‚ ا‚ آ‚ َد‚ ُم‚ ا‚ ْس‚ ُك‚ ْ‚ن‚ َأ ْن‬
‚ٰ ‚َ‫ك‚ فَ‚ اَل يُ‚ ْ‚خ‚ ِر‚ َ‚ج‚ نَّ‚ ُك‚ َم‚ ا‚ ِم‚ َ‚ن‚ ا‚ ْل‚ َج‚ نَّ‚ ِة‚ فَ‚ تَ‚ ْش‚ ق‬
‚‫ى‬ ‚َ ‚‫ك‚ َو‚ لِ‚ َز‚ ْ‚و‚ ِج‬ ‚َ ‚َ‫فَ‚ قُ‚ ْل‚ نَ‚ ا‚ يَ‚ ا‚ آ‚ َد‚ ُم‚ ِإ َّن‚ ٰهَ‚ َذ‚ ا‚ َع‚ ُد‚ ٌّو‚ ل‬
beberapa ayat tersebut merupakan suatu landasan dalil hawa sebagai istri Nabi Adam dan
menjadi ibu seluruh ummat manusia, yang dengan kelanjutan ayat-ayat tersebut menceritakan
tentang kronologinya ummat manusia lahir, yang diawali dengan diturunkannya bapak Adam
dan Ibu hawa dari langit kebumi.
Istri nabi Ibrahim sangat masyhur dikalangan umat islam, banyak literatur menyebutkan
dengan nama Sarah. Sosok wanita pertama yang beriman kepada Nabi Ibrahim dan sangat setia
menemani suami berjuang menegakkan kalimat tauhid. Al-Qur’an menyebutnya dengan kata
imroat yang bermakna istri. Sebagaimana Q.S Hud ayat 71.
َ ‚‫ق‚ يَ‚ ْ‚ع‚ قُ‚ و‬
‚‫ب‬ َ ‚‫ت‚ فَ‚ بَ‚ َّش‚ ْ‚ر‚ نَ‚ ا‚هَ‚ ا‚ بِ‚ ِإ ْس‚ َ‚ح‚ ا‬
َ ‚‫ق‚ َ‚و‚ ِم‚ ْ‚ن‚ َو‚ َر‚ ا‚ ِ‚ء‚ ِإ ْس‚ َ‚ح‚ ا‬ ‚َ ‚َ‫وَ‚ا‚ ْم‚ َر‚ َأ تُ‚ هُ‚ قَ‚ ا‚ِئ َم‚ ةٌ‚ ف‬
‚ْ ‚‫ض‚ ِح‚ َك‬
Dan isterinya berdiri (dibalik tirai) lalu dia tersenyum, maka Kami sampaikan kepadanya berita gembira
tentang (kelahiran) Ishak dan dari Ishak (akan lahir puteranya) Ya'qub.
Kebahagiaannya itu sangat membuatnya gembira dan tercatat dalam sejarah, belum ada
wanita tua usia 90 tahun dapat mengandung dan melahirkan kecuali siti sarah istri Nabi Ibrahi
as. Beliau juga tercatat sebagai wanita yang sangat tegar dan feminis, karena sebelum beliau
dikabarkan akan dapat mengandung seorang bayi, beliau mempersilahkan suaminya Ibrahim
untuk menikah lagi kepada sahayanya yang bernama hajar. Yang pada akhirnya pun timbul rasa
cemburu dan memintanya untuk membawa hajar dan putranya (Ismail) pergi meninggalkan
palestina menuju kota makkah. Fitrah seorang perempuan yang sejatinya berat menerima
keputusan madu. (Abdul Mu’thi, 2010:49)
Satu lagi sosok wanita yang inisialnya diabadikan oleh Allah swt. dalam Alqur’an,
namanya disebut dalam Al-Qur’an sekurang-kurang dua kali, yaitu didalam Q.S Thaha dan Q,S
Al-Qashash dengan kata ummi yang berarti ibu. Misalnya dalam QS. Al-Qashash :
ِ ‫ت َعلَ ْی ِھ فََأ ْلقِی ِھ فِي ْالیَ ِّم َو الَ تَخَ افِي َو الَ تَحْ َز نِي ِإنَّا َر ا ُّدوهُ ِإلَ ْی‬ ‫ُأ‬
ُ‫اعلُوه‬
ِ ‫ك َو َج‬ ِ ‫خ ْف‬ ِ ْ‫َو َأوْ َح ْینَا ِإلَى ِّم ُمو َسى َأ ْن َأر‬
ِ ‫ض ِعی ِھ فَِإ َذا‬
‫ِمنَ ْال ُمرْ َسلِین‬
Dan kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka
jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena
sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para rasul.
Ibu Nabi Musa as., dalam paparan mengenai kisah tentang Nabi Musa yang tersebar dalam
beberapa lokasi dalam Alqur’an. Di dalamnya mengangkat secuplik kisah kekhawatiran seorang
wanita yang baru saja melahirkan anak laki-laki, persis pada tahun dimana penguasa ketika itu
(Fir’aun) membunuh setiap bayi laki-laki yang lahir.
Kisah tentang Ibu Nabi Musa as. dalam Alqur’an yang berjuang menyelamatkan jiwa
anaknya dari kekejaman dan kedzaliman penguasa di kala itu yang akan membantai dan
menghabisi seluruh bayi laki-laki yang lahir seantero mesir. Meskipun tidak ada referensi jelas
mengenai keberadaan dan peran ayah Nabi Musa ketika itu, Alqur’an sama sekali luput
menyinggung peran sang ayah. Hal ini menjadi indikasi utama penulis mengkategorikan Ibu
Nabi Musa as. masuk dalam kategori single mother. (Muhammad Amri : 45).
Al-Quran mengisahkan Asiyah sebagai tipe perempuan pejuang. Ia hidup di bawah suami
yang melambangkan kedzaliman. Ia memberontidak kepadanya, melawannya dan
mempertahankan keyakinannya apapun resiko yang diterimanya. Semuanya ia lakukan karena
ia memilih rumah di surga, yang diperoleh dengan perjuangan menegakkan kebenaran,
ketimbang istana di dunia, yang dapat dinikmatinya bila mendukung kezaliman Fir’aun. Al-
Qur’an menyebutnya dengan kata imroat fir’aun yang berati istri fir’aun sekurang kurangnya
disebutkan dua kali didalam Al-Qur’an, yaitu Q.S Qashash ayat 9 dan Q.S al-Tahrim ayat 11:

‚‫ك‚ بَ‚ ْي‚ تً‚ ا‚ فِ‚ ي‚ ا‚ ْل‚ َ‚ج‚ نَّ‚ ِة‚ َ‚و‚ نَ‚ ج‚ِّ‚ نِ‚ ي‬
َ ‚‫ب‚ ا‚ ْب‚ ِن‚ لِ‚ ي‚ ِع‚ ْن‚ َد‬ ‚ْ ‚َ‫ت‚ فِ‚ ْ‚ر‚ َع‚ ْ‚و‚ نَ‚ ِإ ْذ‚ قَ‚ ا‚ل‬
‚ِّ ‚‫ت‚ َر‬ ‚َ ‫ب‚ هَّللا ُ‚ َم‚ ثَ‚ اًل لِ‚ لَّ‚ ِذ‚ ي‚ َ‚ن‚ آ‚ َم‚ نُ‚ و‚ا‚ ا‚ ْم‚ َر‚ َأ‬ ‚َ ‚‫ض‚ َ‚ر‬
َ ‚‫َ‚و‬
‚‫ِم‚ ْ‚ن‚ فِ‚ ْ‚ر‚ َع‚ ْ‚و‚ َ‚ن‚ َ‚و‚ َع‚ َم‚ لِ‚ ِه‚ َو‚ نَ‚ ج‚ِّ‚ نِ‚ ي‚ ِم‚ َ‚ن‚ ا‚ ْل‚ قَ‚ ْ‚و‚ ِ‚م‚ ا‚ل‚ظَّ‚ ا‚لِ‚ ِم‚ ي‚ َن‬
Dan Allah membuat isteri Fir'aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: "Ya
Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah aku dari Fir'aun
dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zhalim.
Asiyah digambarkan sebagai wanita yang senantiasa tabah, sabar dan bertambah tebal
keimanannya walaupun harus rela menerima siksaan pedih dari suaminya sampai aturan-aturan
hidup yang menyudutkan hidupnya. Ayat ini menggambarkan kegigihan perempuan dalam
menentang kekufuran sekaligus menambah kekebalan keimanan walupun harus menerima
siksaan. Penceritaan terhadap Asiyah dalam ayat ini mendobrak doktrin-doktrin dominasi laki-
laki terhadap wanita (androsentrisme). Asiyah istri Fir`aun adalah perumpumaan bagi orang-
orang yang beriman, tidak hanya bagi kaum perempuan namun juga kaum laki-laki atas
keteguhannnya mempertahankan keyakinan meskipun berbeda pandangan dengan suaminya,
suatu pandangan yang khas menunjukkan keberpihakan pada perempuan. Pandangan ini dapat
dipandang revolusioner dalam masyarakat Arab yang patriarkhal memapankan dominasi laki-
laki atas perempuan (Amin Nasir, 2013: 230).
Dikisahkan bahwa keluarga ‘Imran pada mulanya tidak dikaruniai anak hingga mereka
berusia lanjut. ‘Imran dan istrinya sangat bersedih dan memohon kepada Allah untuk diberikan
keturunan. Tidak disangka-sangka, Allah pun mengabulkan permohonan mereka. Istri ‘Imran
mengandung, meski usianya telah lanjut. Istri ‘Imran kemudian bernazar kelak jika anak mereka
lahir akan diabdikan untuk Allah Swt. di Baitul Maqdis atau sekarang kita kenal dengan
Masjidil Aqsa. Hal ini diabadikan dalam QS. Ali ‘Imran [3]: 35 sebagai berikut.
‫ت لَكَ َما فِي بَ ۡطنِي ُم َحر َّٗرا فَتَقَب َّۡل ِمنِّ ۖ ٓي ِإنَّكَ َأنتَ ٱل َّس ِمي ُع ۡٱل َعلِي ُم‬ ِ َ‫ِإ ۡذ قَال‬
ُ ‫ت ٱمۡ َرَأ‬
ُ ‫ت ِعمۡ ٰ َرنَ َربِّ ِإنِّي نَ َذ ۡر‬
(Ingatlah), ketika istri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak
yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu
terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
Ibnu Katsir menjelaskan bahwa istri ‘Imran bernama Hannah binti Faqudz. Ia merupakan
wanita yang belum pernah hamil. Suatu hari ia melihat seekor burung memberi makan anak-
anaknya, maka ia pun ingin mendapatkan anak. Lalu ia berdoa kepada Allah agar memberinya
seorang anak. Allah pun mengabulkan doanya. Setelah benar-benar hamil ia bernadzar kepada
Allah agar anaknya kelak menjadi anak yang ikhlas dalam beribadah. Ia kemudian berjanji
untuk mengabdikan anaknya kepada Allah dengan terus berkhidmat kepada-Nya di Baitul
Maqdis (Abd. Halim K , 2014: 17).
Istri-Istri Nabi Muhammad atau disebut juga "Ummahatul Mu'minin" (‫ )أمهات المؤمنين‬yang
berarti "Ibu-Ibu dari Orang-Orang Mukmin". Penggunaan kata ummahatul Mu’minin
berdasarkan QS. Al Ahzab 33:6 yang berbunyi:
َ‫ب هّٰللا ِ ِمنَ ْال ُم‚‚ ْؤ ِمنِ ْين‬
ِ ‫ْض فِ ْي ِك ٰت‬ ٰ ْ ِ‫اَلنَّبِ ُّي اَوْ ٰلى ب‬
ٓ ٗ ‫‚‚ال ُمْؤ ِمنِ ْينَ ِم ْن اَ ْنفُ ِس‚‚ ِه ْم َواَ ْز َواج‬
ُ ‫ُ‚‚ه اُ َّم ٰهتُهُ ْم َۗواُولُ‚‚وا ااْل َرْ َح‚‚ ِام بَع‬
ٍ ‫ْض‚‚هُ ْم اَوْ لى بِبَع‬
ٰ ۤ ٓ ٰ
‫ب َم ْسطُوْ رًا‬ِ ‫ك فِى ْال ِك ٰت‬
َ ِ‫َو ْال ُم ٰه ِج ِر ْينَ آِاَّل اَ ْن تَ ْف َعلُ ْٓوا اِلى اَوْ لِيَا ِٕى ُك ْم َّم ْعرُوْ فًا ۗ َكانَ ذل‬

Nabi itu lebih utama bagi orang-orang mukmin dibandingkan diri mereka sendiri dan istri-istrinya adalah
ibu-ibu mereka. Orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris-
mewarisi) di dalam Kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang Muhajirin, kecuali kalau
kamu hendak berbuat baikkepada saudara-saudaramu (seagama). Demikianlah telah tertulis dalam Kitab
(Allah).

Dan juga penyebutan Istri-Istri nabi juga disebutkan dalam QS. Al Ahzab 33:6 yang
berbunyi:

‫‚ر ٰن ِظ‚ ِر ْينَ اِ ٰنى‚هُ َو ٰل ِك ْن اِ َذا ُد ِع ْيتُ ْم فَ‚‚ا ْد ُخلُوْ ا فَ‚ا ِ َذا طَ ِع ْمتُ ْم‬ ٍ ‚‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَ ْد ُخلُوْ ا بُيُوْ تَ النَّبِ ِّي آِاَّل اَ ْن يُّْؤ َذنَ لَ ُك ْم اِ ٰلى طَ َع‬
َ ‚‫‚ام َغ ْي‬
ۗ ‫هّٰللا‬ ٍ ۗ ‫فَا ْنت َِشرُوْ ا َواَل ُم ْستَْأنِ ِس ْينَ لِ َح ِد ْي‬
‫ق َواِ َذا َس‚ا َ ْلتُ ُموْ ه َُّن َمتَا ًع‚‚ا‬ ِّ ‚‫ي فَيَ ْس‚تَحْ ٖي ِم ْن ُك ْم َۖو ُ اَل يَ ْس‚تَحْ ٖي ِمنَ ْال َح‬ َّ ِ‫ث ِا َّن ٰذلِ ُك ْم َك‚‚انَ يُ‚ْؤ ِذى النَّب‬
‫اج‚هٗ ِم ۢ ْن بَعْ‚ ِد ٖ ٓه‬ ‫هّٰللا‬
ْٓ ‫طهَ ُر لِقُلُوْ بِ ُك ْم َوقُلُوْ بِ ِه ۗ َّن َو َما َكانَ لَ ُك ْم اَ ْن تُْؤ ُذوْ ا َرسُوْ َل ِ َوٓاَل اَ ْن تَ ْن ِكح‬ ْ َ‫ب ٰذلِ ُك ْم ا‬ ٍ ۗ ‫فَا ْسـَٔلُوْ ه َُّن ِم ْن َّو َر ۤا ِء ِح َجا‬
َ ‫ُ‚وا اَ ْز َو‬
‫اَبَد ًۗا اِ َّن ٰذلِ ُك ْم َكانَ ِع ْن َد هّٰللا ِ َع ِظ ْي ًما‬
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali jika kamu
diizinkan untuk makan tanpa menunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika kamu dipanggil maka
masuklah dan apabila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa memperpanjang percakapan.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mengganggu Nabi sehingga dia (Nabi) malu kepadamu (untuk
menyuruhmu keluar), dan Allah tidak malu (menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu
(keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. (Cara) yang demikian itu
lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak boleh
(pula) menikahi istri-istrinya selama-lamanya setelah (Nabi wafat). Sungguh, yang demikian itu sangat besar
(dosanya) di sisi Allah.
Allah memerintahkan kepada hamba-hambaNya yang beriman agar beretika kepada Nabi
dalam memasuki rumahnya, seraya berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan untuk makan.” Maksudnya, jangan
kamu masuk rumahnya tanpa ada izin untuk masuk dari beliau untuk makan makanan. Dan
juga, kalian jangan “menunggu-nunggu waktu masak” maksudnya kalian menunggu dan
berlambat-lambat demi menunggu matangnya masakannya, atau berlapang dada sesudah selesai
menyantapnya. Maksudnya, kalian jangan masuk rumah-rumah Nabi, kecuali dengan dua
syarat, yaitu: - kalian diizinkan masuk, - dan berdiamnya kalian di rumahnya hanya menurut
kadar kebutuhan. Maka dari itu Allah berfirman, “Tetapi jika kamu diundang maka masuklah
dan bila kamu selesai makan, maka keluarlah kamu tanpa asyik memperpanjang percakapan”
yaitu, sebelum makan atau sesudahnya. Kemudian Allah menjelaskan hikmah larangan tersebut
dan faidahnya, seraya berfirman, “sesungguhnya yang demikian itu,” yakni: Menunggu-nunggu
yang melebihi kebutuhan, “akan menunggu Nabi,” maksudnya, diamnya kalian (dalam waktu
yang lama itu) memberatkan dan menyusahkan beliau untuk mengurusi urusan rumahnya dan
kesibukan-kesibukan di dalamnya. “Lalu Nabi malu kepadamu,” untuk mengatakan kepada
kalian, “Keluarlah!” sebagaimana hal ini telah menjadi kebiasaan manusia, terutama orang-
orang yang sangat ramah di antara mereka, mereka malu untuk menyuruh keluar orang-orang
dari rumahnya, “dan” akan tetapi “Allah tidak malu pada yang benar.” Jadi, perintah syar’i
sekalipun ada anggapan bahwa di dalam meninggalkannya terdapat etika dan rasa malu, namun
tetap harus tegas mengikuti perintah syar’i itu, dan memastikan bahwa apa saja yang
menyalahinya, maka sama sekali tidak termasuk dalam etika, dan Allah tidak malu untuk
memerintah kalian melakukan apa yang menjadi kebaikan bagi kalian. Inilah etika mereka
dalam masuk rumah Nabi. Adapun etika mereka kepada beliau dalam berkomunikasi dengan
istri-istrinya ada dua kondisi. Kondisi diperlukan atau kondisi tidak diperlukan. Kalau dalam
kondisi tidak diperlukan, maka tidak perlu ada komunikasi, dan etikanya adalah
meninggalkannya. Sedangkan jika memang dibutuhkan, seperti untuk menannyakan suatu
barang atau lain-lainnya dari perabot rumah atau yang serupa dengannya, maka mereka boleh
diminta “dari belakang tabir,” maksudnya, harus ada tirai yang menutup pandangan mata antara
kalian dengan mereka, karena tidak ada perlunya memandang mereka. Maka dengan demikian,
memandang mereka menjadi terlarang dalam bentuk apa pun. Sedangkan berbicara dengan
mereka ada rinciannya, seperti yang telah Allah jelaskan di atas.
Kemudian Allah menjelaskan hikmah dari itu semua dengan FirmanNya, “Cara yang
demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka,” sebab ia lebih jauh dari hal yang
meragukan. Setiap kali seseotang semakin jauh dari sebab-sebab pemicu keburukan, maka hal
itu lebih selamat baginya dan lebih suci bagi hatinya. Ini termasuk permasalahan syar’i yang
sering Allah jelaskan perinciannya, yaitu bahwa seluruh sarana atau jalan menuju keburukan,
sebab-sebab dan pengantar-pengantarnya dilarang, dan bahwa ia disyariatkan untuk dijauhi
dengan segala cara. Kemudian Allah menyampaikan suatu kalimat yang sangat padat dan satu
kaidah umum, “Dan tidak boleh kamu” wahai seluruh kaum Mukminin. Maksudnya, tidak
pantas dan tidak baik bagi kalian, bahkan sesuatu yang paling buruk bagi kalian, “menyakiti
Rasulullah.” Maksudnya, menyakiti dalam bentuk perkataan atau perbuatan dengan segala yang
berkaitan dengannya, “dan tidak pula mengawini istri-istrinya selama-lamanya sesudah beliau
wafat.” Ini termasuk dari sejumlah hal yang menyakiti beliau, sebab sesungguhnya Rasulullah
mempunyai kedudukan untuk dihormati, diagungkan, dan dimuliakan. Sedangkan mengawini
istri-istrinya sepeninggalnya dapat menodai kedudukan ini. Dan juga, sesungguhnya mereka
adalah istri-istri beliau di dunia dan akhirat; hubungan pertalian suami-istri tetap utuh sesudah
beliau wafat, maka dari itu tidak halal menikahi istri-istrinya sepeninggalnya bagi siapa pun dari
umatnya. “Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar di sisi Allah.” Perintah ini benar-
benar telah dipatuhi oleh umat ini, dan mereka telah menjauhi sesuatu yang dilarang Allah.
Maka segala puji dan syukur hanya untuk Allah.
Peran Figur-Figur Perempuan di Ranah Publik dan Domestik

Nabi Nuh dan Nabi Luth merupakan seorang nabi yang sebagaimana nabi-nabi yang lain,
yaitu menyampaikan suatu risalah kepada ummatnya. Akan tetapi beliau berdua tercatat sebagai
salah satu nabi yang mempunyai istri yang sangat congkak enggan menerima kebenaran dalam
masalah tauhid yaitu, mengesakan Allah Swt. Kedua istri beliau diabadikan di dalam Al-Qur’an.
Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir menyatakan bahwa istri nabu Nuh Waghilah dan nama istri nabi
Luth adalah Walihah. sedangkan Al-Qur’an menyebutnya dengan kata imro’at. Seperti yang
tercantum didalam Q.S at-Tahrim ayat 10

‚َ ‚‫ت‚ َع‚ ْب‚ َد‚ ْي‚ ِن‚ ِم‚ ْ‚ن‚ ِ‚ع‚ بَ‚ ا‚ ِد‚ نَ‚ ا‬
‚‫ص‚ ا‚لِ‚ َ‚ح‚ ْي‚ ِن‬ َ ‫ح‚ َو‚ ا‚ ْم‚ َ‚ر‚ َأ‬
‚َ ‚‫ت‚ لُ‚ و‚ ٍط‚ ۖ‚ َك‚ ا‚نَ‚ تَ‚ ا‚ تَ‚ ْ‚ح‬ ٍ ‚‫ت‚ نُ‚ و‬َ ‫ب‚ هَّللا ُ‚ َم‚ ثَ‚ اًل لِ‚ لَّ‚ ِذ‚ ي‚ َ‚ن‚ َك‚ فَ‚ ُر‚ و‚ا‚ ا‚ ْم‚ َر‚ َأ‬
‚َ ‚‫ض‚ َ‚ر‬َ
َّ ُ ‫ًئ‬ ‫هَّللا‬ ْ ْ َ
‚‫فَ‚ َ‚خ‚ ا‚نَ‚ تَ‚ ا‚هُ‚ َم‚ ا‚ فَ‚ ل‚ ْم‚ يُ‚ غ‚ نِ‚ يَ‚ ا‚ َع‚ ن‚ هُ‚ َم‚ ا‚ ِم‚ َ‚ن‚ ِ‚ َش‚ ْي‚ ا‚ َ‚و‚ قِ‚ ي‚ َل‚ ا‚ ْد‚ خ‚ اَل ا‚ل‚ن‚ ا‚ َ‚ر‚ َم‚ َع‚ ا‚ل‚ َّد‚ ا‚ ِخ‚ لِ‚ ي‚ َن‬
Allah membuat isteri Nuh dan isteri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di
bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua isteri itu
berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun
dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): "Masuklah ke dalam jahannam bersama orang-orang
yang masuk (jahannam).
Kata imroat diatas bermakna istri yang menjadi prototype seorang perempuan yang justru
menjadi oposisi bahkan penentang bagi suaminya seperti istri Nabi Luth as dan Nabi Nuh as,
keduanya berada dalam perlindungan dua orang hamba yang shaleh. Mereka (istri Nuh as dan
Luth as) mengkhianati keduanya. Kedua suaminya tidak bermanfaat apapun baginya dihadapan
Allah. Dikatakan kepada mereka masuklah ke neraka bersama dengan orang-orang yang
masuk di dalamnya, sebagaimana disebutkan dalam ayat diatas (Muhandi Azzuhri, 13).
Istri Nabi Musa disebutkan dalam Al-Qur’an dengan kata imroat. Yang merupakan sosok
wanita sholihah dan pekerja keras, yaitu mengembala ternak (domba) sebagaimana yang
disebutkan didalam Q.S al-Qashash ayat 23:
‚‫س‚ يَ‚ ْس‚ قُ‚ و‚ َ‚ن‚ َ‚و‚ َ‚و‚ َج‚ َد‚ ِم‚ ْ‚ن‚ ُد‚ و‚نِ‚ ِه‚ ُم‚ ا‚ ْم‚ َر‚ َأ تَ‚ ْي‚ ِن‚ تَ‚ ُذ‚ و‚ َد‚ ا‚ ِن‚ ۖ‚ قَ‚ ا‚ َ‚ل‚ َم‚ ا‬ ِ ‚‫َ‚و‚ لَ‚ َّم‚ ا‚ َ‚و‚ َر‚ َد‚ َم‚ ا‚ َء‚ َم‚ ْد‚ يَ‚ َ‚ن‚ َ‚و‚ َ‚ج‚ َد‚ َع‚ لَ‚ ْي‚ ِه‚ ُأ َّم‚ ةً‚ ِم‚ َ‚ن‚ ا‚ل‚نَّ‚ ا‬
‚‫ص‚ ِد‚ َر‚ ا‚ل‚ر‚ِّ‚ َع‚ ا‚ ُء‚ ۖ‚ َو‚ َأ بُ‚ و‚نَ‚ ا‚ َش‚ ْي‚ ٌخ‚ َك‚ بِ‚ ي‚ ٌر‬
‚ْ ‚ُ‫ط‚ بُ‚ ُك‚ َم‚ ا‚ ۖ‚ قَ‚ ا‚لَ‚ تَ‚ ا‚ اَل نَ‚ ْس‚ قِ‚ ي‚ َح‚ تَّ‚ ٰ‚ى‚ ي‬ ْ ‚‫َخ‬
Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang
meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang
menghambat (ternaknya). Musa berkata: "Apakah maksudmu (dengan berbuat at begitu)?" Kedua wanita itu
menjawab: "Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum pengembala-pengembala itu
memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.
Kedua wanita yang dimaksud dalam ayat di atas konon adalah Layya dan Shafura yang
merupakan kakak beradik. Mereka menggembalakan ternak dan hendak mendekati sumber air,
tetapi di sana terlalu ramai oleh penggembala laki-laki. Layya dan Shafura yang sangat menjaga
diri dan tidak ingin berikhtilat (bercampur baur antara laki-laki dengan perempuan)
biasanya menunggu sampai penggembala laki-laki pergi, baru mereka memberi minum ternak
mereka. Tak terkecuali di hari pertemuan keduanya dengan Nabi Musa.
Saking inginnya menjaga diri, mereka bahkan sampai menahan ternaknya agar tidak berlari
menuju sumber air. Melihat kejadian itu, Musa yang sempat terheran-heran tanpa basa-basi
langsung menggiring ternak Layya dan Shafura ke sumber air. Dengan begitu, ternak bisa
langsung minum dan kedua wanita itu dapat pulang lebih cepat.
Maryam adalah sebuah nama perempuan yang agung, yang diabadikan didalam Al-Qur’an,
bahkan menjadi icon atau nama sebuah Surat didalm Al-Qur’an. Al-Qur’an. Kisahnya termuat
terang dalam Q.S Maryam dan Q.S Ali Imran.
َ ُ‫ت ِم ْن دُونِ ِھ ْم ِح َجابًا فََأرْ َس ْلنَا ِإلَ ْیھَا ر‬
‫وحنَا فَتَ َمثَّ َل لَھَا‬ ْ ‫ (فَاتَّ َخ َذ‬16( ‫ت ِم ْن َأ ْھلِھَا َم َكانًا شَرْ قِیا‬ ِ ‫َو ْاذ ُكرْ فِي ْال ِكتَا‬
ْ ‫ب َمرْ یَ َم ِإ ِذ ا ْنتَبَ َذ‬
17( ‫بَ َش ًر ا َس ِویا‬
Dan ceritakanlah (kisah) Maryam di dalam Al Quran, yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya ke
suatu tempat di sebelah timur, 17. maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami
mengutus roh Kami (Jibril as.) kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang
sempurna.
Maryam adalah potret orang tua tunggal sejati. Tidak pernah disentuh oleh lakilaki
manapun, berdasarkan kehendak Allah swt. dia tiba-tiba hamil mengandung hamba pilihan
Allah swt. yaitu Nabi Isa as. Seluruh tahapan-tahapan berat dari beban tersebut kemudian
dipikul sendiri oleh maryam. Tanpa ada jalan berbagi rasa dengan pasangan hidup layaknya
manusia lain. Pandangan miring, terhadap sosok terhadap seorang single mother bukanlah tanda
akan kerendahan derajat seseorang. Kemuliaan seorang orang tua tunggal ditunjukkan Allah
swt. dengan mengambil kisah single mother maryam sebagai bagian dari kesucian ayat-ayat
Alqur’an. Kisah yang ditonjolkan dalam Alqur’an berkaitan dengan posisi maryam sebagai
single mother berkisar pada kehamilannya di luar kebiasaan, ketaatan dan kesucian maryam,
kelahiran Isa as. dari rahim maryam, upaya maryam mengasuh dan membesarkan Isa meskipun
dalam kondisi yang sangat terbatas.
Maryam adalah putri dari seorang hamba Allah bernama ‘Imran, yang namanya diabadikan
dalam Alqur’an menjadi satu nama surah. Selain itu keluarganya disejajarkan dengan keluarga
Ibrahim as.. Sepenggal kisah masyhur dalam Alqur’an berkaitan dengan seorang wanita (istri
‘Imran) yang bernadzar agar anaknya kelak dapat menjadi penerus yang mengabdi di bait al-
maqdis. Sebagaimana dipaparkan dalam QS. Ali ‘Imran {3} : 35.

Figur-Figur Wanita di Dalam Al-Quran beserta peranannya


Berdasarkan pembahasan di atas dari 12 figur yang telah dibahas berikut adalah tabel figur-figur
wanita di dalam Al-Qur’an beserta peranannya:

Tabel 1. Tabel figur-figur wanita di dalam Al-Qur’an

No Figur Konteks Pembicaraan Al-Qur’an Figur Peran


Wanita Baik/buruk
1 Hawa Hawa merupakan pendamping Adam, Figur baik Wanita
wanita pertama di muka bumi dan juga pertama di
ibu dari seluruh manusia. muka bumi
2 Istri Nuh Dalam Al-Qur’an mereka dikisahkan Figur buruk Istri nabi
dan Lut tidak beriman kepada Allah, menentang yang
ajaran suaminya dan banyak membantu durhaka
orang-orang kafir.
Istri Nabi Nuh sangat membangkang
kepada suaminya sendiri bahkan
menganggap suaminya sendiri sudah gila,
hingga akhirnya ia tenggelam oleh air bah
bersama dengan orang-orang kafir.
sedangkan istri Lut membocorkan amanah
dari suaminya agar tidak memberitahukan
kedatangan dua laki-laki yang bertamu ke
rumah mereka (Malaikat Azab) kepada
kaum Sodom untuk diserahkan kepada
mereka.
3 Sarah, istri Nama Sarah, istri Nabi Nabi Ibrahim, Figur baik Istri dan ibu
Nabi merupakan seorang wanita yang dari nabi.
Ibrahim dikaruniai anak di usia tua.

4 Zulaykha Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Figur baik Wanita yang


wanita yang Yusuf tinggal di menyukai
rumahnya menggoda Yusuf untuk seseorang
menundukan dirinya dan dia menutup
pintu-pintu, seraya berkata: "Marilah
kesini", Yusuf berkata: "Aku berlindung
kepada Allah.
5 Ibu Nabi Ibu dari Nabi Musa merupakan satu- Figur baik Ibu yang
Musa satunya yang menerima wahyu. Wahyu menyayangi
yang diberikan kepada ibu Nabi Musa anaknya
untuk menyelamatkan jiwa anaknya.
6 Istri Musa Istri Musa adalah seorang wanita, anak Figur baik Anak Nabi
dari seorang Nabi yang diutus untuk kaum Syuaib dan
Madyan, yaitu Nabi Syuaib. Istri Nabi Istri Nabi
Musa adalah pengembala yang sangat Musa
menjaga diri dan tidak ingin beriktilat
dengan laki-laki biasanya mereka
menunggu para pengembala laki-laki
pergi baru kemudian mereka memberi
minum ternak mereka.
7 Siti Asiyah Dari sekian panjang kisah perjalanan Figur baik Ibu dan
(Ibu angkat hidup Musa, Istri Firaun memegang penolong
Nabi Musa peranan penting di dalamnya, karena Nabi Musa
dan Istri Musa diasuh dan dibesarkan oleh
Fir’aun) keluarga Firaun berkat Asiyah.
Dan Asiyah berlindung kepada Allah dari
kezaliman suaminya, Fir'aun.
8 Ratu Saba Ratu yang memili Figur baik Ratu
(Bilqis)
9 Istri Imran Di dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Figur baik Seorang
Imron dan Istrinya berdo’a kepada Allah hamba yang
agar dikaruniai keturunan. Istri Imran meminta
(ayah Maryam) sekaligus Imran dan dengan
istrinya berdoa agar dikaruniai seorang bersungguh-
anak. sungguh
10 Maryam Maryam merupakan satu-satunya wanita Figur baik Orang tua
yang namanya diabadikan dalam kitab tunggal
suci Al-Qur’an. Bahkan salah satu yang
surahnya, ada yang dinamai dengan surah mempunyai
Maryam, surah ke-19. Maryam disebut 34 anak tanpa
kali dalam Al-Qur’an. suami dan
wanita yang
sangat
menjaga
dirinya.
11 Istri-istri Istri Nabi Muhammad adalah ibu dari Figur baik Istri seorang
Muhammad orang-orang Mu’min dan istri yang nabi
dilarang Allah SWT menikah lagi setelah
meninggalnya Nabi Muhammad SAW
12 Istri Abu Seorang Istri yang akan disiksa oleh Allah Figur buruk Istri yang
Lahab bersama suaminya di neraka. melakukan
kedzaliman
bersama
suaminya

Sumber : Hasil analisis ayat-ayat Al-Qur’an

Dari tabel di atas kita dapat mengetahui bahwa ada 2 figur wanita yang digambarkan Al-
Qur’an melakukan perannya di ranah publik yaitu ratu Negeri saba dan Zulaika. Dalam hal ini
Ratu Negeri Saba dan Zulaikan berperan sebagai anggota masyarakat. Pada figur Ratu Negeri
Saba disebutkan bahwa Sulaiman mengirim surat kepada Ratu Balqis untuk datang
menemui beliau. Nabi Sulaiman mengirim burung Hud-Hud untuk menyampaikan
suratnya kepada Ratu Balqis. Selanjutnya Ratu Balqis menerima surat dari Nabi
Sulaiman. Penerimaan itu disebutkan Al-Quran. Sedangkan pada kisah Zulaikha
disebutkan bahwa ia menggoda Yusuf seseorang yang disukainya.
Figur wanita yang digambarkan Al-Qur’an berperan di ranah domestik dan publik
yaitu istri Nabi Nuh, istri Nabi Luth, istri Abu Lahab, Mariyam, dan istri Nabi Musa.
Istri Nabi Luth dan Nabi Nuh dalam Al-Qur’an mereka dikisahkan tidak beriman kepada Allah,
menentang ajaran suaminya dan banyak membantu orang-orang kafir. Sedangkan Istri Abu
Lahab digambarkan Al-Qur’an akan disiksa bersama suaminya karena melakukan kezaliman.
Kemudian Mariyam yang digambarkan Al-Qur’an memiliki peran publik dan domestik adalah
ketika ia menjadi seorang ibu tunggal dan bagaimana ia sebagai anggota masyarakat
menghadapi kaumnya yang memfitnahnya berzina. Dan terakhir istri Nabi Musa digambarkan
bagaimana menjaga diri dalam interaksi sosial dan menjadi anak yang berbakti kepada orang tua
serta seorang istri yang salehah.
Sedangkan figur wanita lainnya digambarkan Al-Qur’an berperan di ranah domestik yaitu
sebagi seorang ibu, istri, anak dan juga hamba Allah. Kesemua figur ini digambarkan Al-Qur’an
sebagai figur yang baik. Di antara wanita-wanita yang digambarkan berperan di ranah domestik
yaitu Hawa, Sarah istri Nabi Ibrahim, istri-istri Nabi Muhammad, istri Imron dan Siti Asiyah.

Kesimpulan
Dari Figur-figur wanita yang ada di dalam Al-Qur’an memiliki peran masing-masing
sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Qur’an . Sebagian besar peran figur wanita yang ada di
dalam Al-Qur’an adalah peran domestik. Figur wanita di dalam Al-Qur’an yang berperan di
ranah publik yaitu Ratu Bilqis dan Zulaykha. Sedangkan yang berperan di ranah publik dan
domestik yaitu istri Nabi Nuh, istri Nabi Lut, istri Abu Lahab, Mariyam dan istri Nabi Musa.
Dan figur wanita yang dibicarakan Al-Qur’an berperan di ranah domestik yaitu Hawa, Sarah
istri Nabi Ibrahim, istri-istri Nabi Muhammad, istri Imron dan Siti Asiyah. Dengan presentasase
sama figur wanitta yang peran domestik dan publik masing-masing 41.66% dan presentase
yang berperan di aranah domestic dan publik 16,66%.

Ucapan Terima Kasih


Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Ahmad Musyafiq selaku dosen pengampu mata kuliah “Tafsir
Tematik” yang telah memberikan masukan selama proses penulisan artikel ini. Juga kepada temen-teman
mahasiswa Pascasarjana Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir UIN Walisongo Semarang yang telah berkontribusi
dalam penulisan artikel ini.

Daftar Pustaka
Amri, Muhammad. “Dinamika Hidup Single Mother”, Al-wardah: Jurnal Kajian Perempuan,
Gender dan AgamaVol: 13.No.1.
Arikanto. Suharsimin. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rieneke Cipta,
Jakarta.
as-Suyuti, Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaludin. 2017. Tafsir Jalalain lengkap disertai Asbabun
Nuzul. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Halim K, Abd. 2014. “Konsep Gender Dalam Al-Quran (Kajian Tafsir tentang Gender dalam
QS. Ali Imran”. Jurnal Al-Miyyah Volume 1.
Halim, Abdul. 2006. Menembus Batas Tradisi, Menuju Masa Depan yang Membebaskan
Refleksi atas Pemikiran Nucholish Madjid. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Masruroh, Waqiatul. 2017. Kepemimpinan Perempuan dalam Tafsir Tematik Al-Qur’an dan
Hadist. Jurnal STAIN Pamekasan.
Masturin. 2015. Peranan Perempuan dalam Masyarakat Islam di Era Post Modernisasi
Pendekatan Tafsir Tematik, Jurnal, Institiut Agama Islam Negeri Kudus (IAIN) Kudus,
Muhammad Ibnu Jarir Al-Thabari, Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Qur’an, Muassisat al-Risalah
Cet.1 juz.1, H.518
Muhammad, Husein. 2004. Islam Agama Ramah Perempuan: Pembelaan Kiai Pesantren.
Yogyakarta: LkiS: 2004.
Muhandi Azzuhri, Perempuan-perempuan pejuang hak feminis,Muwazah, Vol,4.
Nasir, Amin. 2013. “Keteladanan Perempuan dalam Sastra Qur’ani: Analisis Kritik Sastra
Feminis Kisah Perempuan dalam AlQuran, Jurnal Palastren, Vol. 6, No. 2.
Rizki, Ahmad Fadhil. 2020. “Menguak Nilai-Nilai Kedamaian Dalam Musyawarah (Telaah
Terhadap Kisah Politik Ratu Balqis Didalam Tafsir Al-Munir Wahbah Alzuhaili). Al-
Fikra : Jurnal ilmiah Keislaman, Vol.19, No 1, Januari-Juni.
Shihab, M. Qurays. 2013. Kaidah Tafsir Syarat dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dala,
Memahami Al-Qur’an. Lentera Hati, Tanggerang,
Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Administrasi, Alfabet: bandung.
Suwartono. 2014. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian. Andi Offset: Yogyakarta.
Wahid, Umaimah dan Ferrari Lancia. 2018. “Pertukaran Peran Domestik dan Publik Menurut
Perspektif Wacana Sosial Halliday”. al Komunikasi, Vol 11 (1), Juni 2018, 106-118
Mediator: Jurnal Komunikasi, Vol 11 (1), Juni 2018, 106-118.
Zulfikar, Eko. 2019. Peran Perempuan dalam Rumah Tangga Perspektif Islam (Kajian
Tematik dalam Al-Qur’an dan Hadist. IAIN Tulungagung.

Anda mungkin juga menyukai