id
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Pustaka
1. Rawa Pening
Rawa Pening merupakan rawa yang berada di Kabupaten Semarang dengan
luas 2.670 hektar mencakup Kecamatan Ambarawa, Bawen, Tuntang, dan Banyubiru.
Rawa tersebut juga terletak di cekungan terendah lereng Gunung Tuntang, Gunung
Ungaran, dan Gunung Merbabu (Monikasari, 2020: 19). Bagian Barat Rawa Pening
berbatasan dengan wilayah Desa Kesongo yang merupakan salah satu desa di
Kecamatan Tuntang. Desa yang berada di pinggir Rawa Pening yang wilayahnya
terdapat banyak eceng gondok dan dimanfaatkan sebagai material dasar untuk
kerajinan.
Gambar 1
Wilayah Kecamatan Tuntang
(Sumber :Wikipedia, 2006)
Pemanfaatan ini didasari karena gulma eceng gondok yang tumbuh liar dan
menutupi rawa, sehingga mengganggu bagi petani, nelayan, dan wisatawan. Selain itu
juga menggangu kehidupan biota di sekitar rawa. Hal tersebut sesuai dengan
ungkapan (Irwan Hidayat, 2017) Direktur PT Industri Jamu dan Farmasi Sido
Muncul Tbk bahwa permasalahan eceng gondok ini membuat daya tarik wisata jadi
menurun. Dampak dari gulma eceng gondok juga diungkapan dalam buku (Eceng
Gondok, Kisah Gurita Penguasa Danau, 2019: 6-7), bahwa Danau Rawa Pening,
7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8
2. Eceng Gondok
Eceng gondok dengan nama latin Eichhornia Crassipes merupakan salah
satu tumbuhan yang tumbuh terapung di atas air, dan cukup banyak ditemui di
perairan Indonesia. Pertumbuhan tanaman eceng gondok ini begitu cepat, sehingga
dapat menjadi gulma yang menimbulkan permasalahan di daerah sekitar perairan
tersebut. Hal ini dikarenakan eceng gondok dapat dengan mudah menyebar melalui
saluran air ke lokasi-lokasi lain (Hidayat, dkk, 2018: 1). Terkait permasalahan eceng
gondok bagi penduduk yang tingal di sekitar tepi sungai, eceng gondok adalah sejenis
ilalang yang hanya mencemari sungai dan mempengaruhi sungai tersebut menjadi
tersumbat atau meluap akibat eceng gondok. Tidak hanya itu, pertumbuhan eceng
gondok yang tak terduga sangat menganggu kegiatan khususnya bagi nelayan yang
tinggal disekitar sungai atau danau (Novlantig & Diandra, 2018: 1).
Ungkapan Hamonangan dalam buku (Sejumlah Keunggulan Tanaman Air
Eceng Gondok, 2020: 16) bahwa eceng gondok dapat juga di manfaatkan untuk
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9
mengatasi pencemaran, baik polusi yang di sebabkan oleh limbah rumah tangga
maupun limbah industri. Peneliti terdahulupun telah mencoba untuk memanfaatkan
eceng gondok sebagai pupuk, briket, menjadi sumber listrik, dan kerajinan. Menurut
(Casas dkk, 2012: 29) bahwa dibeberapa bagian Asia, eceng gondok digunakan
sebagai makanan ternak seperti, babi, bebek, dan ikan. Selain itu, eceng gondok juga
digunakan sebagai pupuk dan pemurnian air untuk minuman atau cairan yang keluar
dari saluran pembuangan.
Ketua Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia Ambar Tjahjono dalam
buku (Sejumlah Keunggulan Tanaman Air Eceng Gondok, 2020: 45-46) mengatakan
bahwa ekspor produk dan kerajinan baik berbahan eceng gondok, mendong, rotan,
maupun kayu meningkat khususnya di kawasan negara Eropa. Industri Bengok Craft
pun berupaya dalam mengurangi gulma eceng gondok di Rawa Pening dengan
memanfaatkannya menjadi bahan material dasar untuk produk kerajinan yang mereka
buat untuk diperjual belikan di pasaran yang lebih luas.
3. Kriya
Kriya secara istilah diambil dari bahasa sansekerta “krya” yang berati
mengerjakan. Seni kriya juga biasa disebut dengan kerajinan tangan. Hal ini sesuai
dengan ungkapan (Gustami, 2009: 1) bahwa, kriya dalam konteks masa lampau
dimaknai sebagai suatu karya seni yang unik dan karakteristik yang di dalamnya
mengandung muatan nilai estetis, simbolik, filosofis, dan fungsional serta ngrawit
dalam pembuatannya. Adapun kriya dalam konteks masa kini memberikan pengertian
yang berbeda dari pemaknaan kriya masa lampau. Perbedaan ini lahir karena adanya
perbedaan motivasi yang melatarbelakangi penciptaan karya-karya yang dihasilkan.
Keberaadaan kriya masa lampau telah memberikan andil yang luar biasa
dalam memenuhi kebutuhan artistik manusia pada zamannya, selain itu kriya masa
lampau disebut karya kriya adiluhung dimana karya mencerminkan keunikan,
keindahan, keagungan, atau kebenaran budaya masa lampau. Adapun kriya masa kini
merupakan hasil kreasi generasi yang mengambil ide dan manfaat dari kriya masa
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10
lampau dengan oleh pikiran-pikiran yang berasal dari gagasan diri perorangan yang
kemudian diekspresikan dalam sebuah karya untuk kepentingan ekonomi. Kemudian
(Gustami, 2009: 2) mengungkapkan bahwa Kriya terapan dalam konteks masa kini,
yang paling pesat perkembangannya adalah produk kriya fungsional (praktis) yang
dalam dunia perdagangan sering disebut “kerajinan”. Industri kreatif Bengok Craft
memang fokus menciptakan produk kerajinan dari eceng gondok yang diolah oleh
seorang perajin yang terampil. Keterampilan dalam mengelola maupun menafsirkan
olahan secara tepat dalam menghadapi ketidak utuhan. Ketrampilan inilah yang akan
membuat produk tercipta dengan unik dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
4. Kerajinan
Kerajinan yang tercipta dari keterampilan seorang perajin dalam mengolah
ketidak utuhan akan menonjolkan keunikan dan ciri has tersendiri dari produk
kerajinan tersebut. Mengenai kerajinan sebagai hasil dari seni kriya khususnya
terapan, (Raharja, 2011: 22) berpendapat, “Kerajinan adalah suatu hal yang bernilai
sebagai kreativitas alternatif, suatu barang yang dihasilkan melalui keterampilan
tangan. Umumnya barang kerajinan banyak dikaitkan dengan unsur seni yang
kemudian disebut seni kerajinan. Seni kerajinan adalah imlementasi dari karya seni
kriya yang telah diproduksi secara massal (mass product). Produk massal tersebut
dilakukan oleh para perajin. Terdapat kelompok-kelompok perajin sebagai home
industri yang banyak berkembang di beberapa wilayah Indonesia.
Bengok Craft lebih banyak menciptakan produk kerajinan yang bersifat
fungsional daripada hiasan. Produk-produk fungsional yang diciptakan oleh Bengok
Craft awalnya guna melengkapi kebutuhan pemilik industri, kemudian menerima
permintaan dari pasar, selain memiliki nilai guna perajin tetap memperhatikan produk
dari segi keindahannya. Oleh karena itu, Bengok Craft memberdayakan beberapa
perajin yang terampil untuk memproduksi kerajinan eceng gondok. Hal ini dapat
dikaitkan dengan kesimpulan sebuah penelitian yang menyatakan “Keterampilan
tangan yang dimiliki oleh para perajin yang berkecimpung dalam bidang seni
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11
5. Anyaman
Kesenian memiiki keterkaitan dengan seni kriya dan kerajinan. Sebab Seni
Kriya dan kerajinan memang mulanya berangkat dari kesenian. Kesenian memiliki
banyak macam, salah satunya adalah seni anyaman. Pembuatan anyaman dapat juga
dengan memanfaatkan bahan yang ada di lingkungan sekitar. Menurut Syamsudin
dalam penelitian tentang pengolahan eceng gondok (Patria dan Mutmaniah, 2015: 5),
menyatakan bahwa berbagai bahan alam dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk
kerajinan anyam, seperti: rotan, bambu, rosela, pandan, gebang, lontar, mendong, dan
sebagainya. Terpilihnya teknik anyaman di industri Bengok Craft karena serat eceng
gondok yang memiliki wujud dan struktur serat yang memanjang, sehingga cocok
untuk menyilangkan material tersebut. Hasil persilangan serat eceng gondok
menciptakan keindahan tersendiri tergantung dengan pemilihan teknik anyaman.
Serat atau bahan alam yang akan digunakan sebagai bahan kerajinan tangan
melalui beberapa proses sbelum dijadikan produk bernilai guna seperti tatakan,
wadah tisu, dll (Erni dkk, 2015: 101). Beberapa teknik yang digunakan dalam
membuat anyaman, yaitu: anyaman dua sumbu atau sasag, anyaman tiga sumbu,
anyaman empat sumbu, anyaman bilik/pita/kepang, anyaman teratai, anyaman
cengkih, anyaman lilit, anyaman mata bintang, dan anyaman truntum (Gofur, 2019:
20).
a. Anyaman Tunggal atau Anyaman Dua Sumbu/Sasag
Gambar 2
Jenis Anyaman Tunggal
(Sumber : Purnamasari, 2015)
Gambar 3
Jenis Anyaman Tiga Sumbu
(Sumber : Purnamasari, 2015)
Teknik dasar anyaman tiga sumbu hampir sama sama dengan teknik
anyaman pita. Caranya dengan menganyam bahan bakunya secara silang
berurutan. Perbedaannya terletak pada pola yang membentuk tiga arah dan
membentuk pola berlubang.
c. Anyaman Empat Sumbu
Gambar 4
Jenis Anyaman Empat Sumbu
(Sumber : Purnamasari, 2015)
Anyaman Empat Sumbu mempunyai nama lain yaitu anyaman segi delapan
karena mempunyai lubang dengan bentuk segi delapan beraturan. Teknik
anyaman empat sumbu mempunyai pola yang mirip seperti dua sumbu,
perbedaannya dengan anyaman dua sumbu adalah bahan bahan yang ditaruh
berbeda arah akan lebih banyak jumlahnya.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14
Gambar 5
Jenis Anyaman Bilik
(Sumber : Winsen, 2016)
Teknik anyaman bilik adalah teknik di mana bambu dianyam secara silang
berurutan (dua-dua). Teknik ini digunakan untuk membuat benda-benda seperti
bilik, nyiru, dan lain-lain.
e. Anyaman Teratai
Gambar 6
Jenis Anyaman Teratai
(Sumber : Purnamasari, 2016)
Gambar 7
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15
Gambar 8
Jenis Anyaman Lilit
(Sumber : Mirantiyo, 2012)
Gambar 9
Jenis Anyaman Mata Bintang
(Sumber : Mirantiyo, 2012)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16
Gambar 10
Jenis Anyaman Kupu-Kupu
(Sumber : Aisyah, 2021)
Selain itu, mutu atau kualitas dari serat eceng gondok akan mempengaruhi
hasil akhir produk jadi. Oleh karena itu seorang perajin harus memiliki kemampuan
dalam menyesuaikan atau menentukan kualitas bahan dan teknik yang digunakan
untuk dapat menciptakan produk yang baik sehingga dapat mengikuti persaingan
pasar. Menurut Larsen dalam penelitian (Suhaeni, 2018: 59), mengungkapkan bahwa
perusahaan yang tidak memiliki kreativitas dan inovasi tidak akan dapat bersaing dan
bertahan di era persaingan yang semakin tajam.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17
terdiri dari aspek tangible yang berwujud bakat bahan (material property) dan aspek
intangibe yang berupa standart estetis. Pertemuan kedua aspek tersebut akan
mengerucut kepada pertimbangan kegunaan (utilitarian) dan estetis (dekoratif) pada
pembuatan produk.
Aspek tangible yang berwujud bakat bahan mempunyai empat unsur acuan
dalam perlakuan material, hal ini sesuai dengan pernyataan Guspara (2017: 37) yang
mengutip simpulan Ashby & Johnson diantaranya yaitu bakat mekanis (mechanical
property), bakat kimiawi (chemical property), bakat fisis (physical property), dan
bakat manufaktur (manufacturing property). Bakat mekanis pada penelitian berbasis
material adalah upaya untuk memaparkan kemampuan bahan dalam menahan atau
merespon gaya, usaha, ataupun beban, sebagai contoh kekerasan, kekakuan,
elastisitas, kekuatan tarik dan kelelahan bahan. Bakat kimiawi merupakan gambaran
mengenai persenyawaan yang terjadi diantara unsur-unsur yang terdapat pada bahan
dengan unsur kimia lain dan berdampak terhadap perubahan bakat bahan. Bakat fisis
mengenai bentuk (shape), wujud (form), ornamen, tekstur, warna dan unsur dekoratif
pada bahan. Bakat manufaktur melibatkan alat-alat produksi berupa kegiatan potong,
sambung, lubang, keruk, atau kerat dan tempel. Bakat Mekanis, bakat kimiawi, dan
bakat fisis merupakan unsur yang harus dimunculkan dan diupayakan untuk diketahui
hasilnya dalam proses pengolahan dan perlakuan bahan. Setelah diketahui hasil bakat
bahan maka kemampuan bahan ditinjau oleh bakat manufaktur. Berdasarkan hasil
keempat bakat bahan tersebut akan menjadi pertimbangan arah bentuk yang
dimungkinkan serta pertimbangan antara aspek kegunaan dan aspek estetis.
Kemudian dari kedua aspek tersebut ditemukanlah metode atau cara berpikir
M.A.C.A.K oleh Guspara yang terdiri atas “Material, Alat, dan Cara” merupakan
aspek tangible, sedangkan “Atribut dan Konteks” merupakan aspek intangible.
Metode M.A.C.A.K ini merupakan salah satu cara pada proses desain dengan
pendekatan material. Bagian Material, Alat, dan Cara dilakukan pada penelitian,
sedangkan Atribut dan Konteks membahas mengenai peluang serta hubungan produk
pada pengguna dan lingkungan.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19
Gambar 11
Kerangka Kerja Metode M.A.C.A.K
(Sumber : Guspara, 2017)
Gambar 12
Bagan Kerangka Pikir