Anda di halaman 1dari 2

DAMPAK PERUBAHAN IKLIM

Perubahan iklim merupakan perubahan keadaan cuaca rata-rata atau perubahan distribusi
peristiwa cuaca rata-rata. Perubahan iklim yang terjadi tidak dalam waktu yang pendek akan tetapi
merupakan perubahan jangka panjang dalam distribusi pola cuaca dari puluhan hingga ratusan
bahkan sampai jutaan tahun. Kajian yang saat ini dilakukan terkait isu lingkungan biasanya
perubahan iklim akibat pemanasan global. Kajian ini menjadi trend pada saat ini karena perubahan
iklim membawa dampak yang cukup besar bagi kehidupan manusia, terutama dampak negatif.
Dampak tersebut antara lain udara semakin tidak sehat, wabah penyakit, bencana alam, kekeringan,
banjir, rusaknya sumberdaya pangan (Harini, R dan Susilo, B, 2017)

Hasil penelitian Solihin, dkk. (2013) melakukan studi yang bertujuan untuk mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas tanaman padi dan mengkaji apakah perubahan iklim
mempengaruhi hasil pertanian dan keputusan petani untuk mencari pekerjaan baru. Studi ini
memperoleh hasil bahwa variabel luas lahan secara statistik signifikan mempengaruhi produktivitas
tanaman padi secara positif. Hasil yang lain mengatakan bahwa penurunan hasil pertanian akibat
perubahan iklim dapat meningkatkan probabilitas keinginan petani untuk berganti pekerjaan (Ida
Nurul Hidayati1, Suryanto (2015).

BUDAYA PURUN

Pedamaran memiliki beberapa sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan warga.
Disana terdapat lebak lebung atau danau yang dapat dimanfaatkan warga untuk mencari
ikan, mengambil tanaman purun untuk dimanfaatkan sebagai berbagai macam kerajinan
tangan dan menggembalakan kerbau rawa. Masyarakat Pedamaran membuat kerajinan tikar
yang berasal dari purun. Cara pembuatan tikar purun masyarakat Pedamaran dilakukan
secara tradisional. Penjualan tikar purun pun masih dilakukan secara manual, dijual dengan
cara menjual dipasar tradisional dan dibawa ke pasar yang ada dikota sekitaran Sumatera
Selatan, bahkan dibawa ke Lampung (Handoko et al., 2021)
Kecamatan Pedamaran merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten
Ogan Komering Ilir yang terkenal dengan mayoritas masyarakatnya terutama perempuan
baik ibu-ibu maupun remaja memanfaatkan purun untuk dijadikan tikar purun guna
membantu meningkatkan pendapatan bagi keluarganya. Disamping itu Kecamatan
Pedamaran juga memiliki lahan gambut yang cukup luas, sehingga cukup mudah
untuk mendapatkan purun yang merupakan bahan baku utama dalam pembuatan anyaman
tikar purun. Pembuatan tikar purun diharapkan dapat menjadi salah satu sumber
pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari (Angraini, 2013 )
Kerajinan anyaman purun adalah salah satu bentuk komoditas yang berbahan baku
lokal dan merupakan kerajinan natural. Selain harganya relatif cukup terjangkau bagi
masyarakat. Secara umum, komoditas kerajinan ini memiliki keunikan yang berciri khas
kearifan lokal masyarakat daerah, sehingga potensi pasar untuk produk ini terbuka luas, baik
pasar lokal maupun pasar nasional. Adapun juga termasuk di dalamnya adalah isu
lingkungan, dimana produk yang ramah lingkungan dan bahan baku yang berasal dari alam
turut pula menghidupkan kembali industri rumahan yang banyak membantu penyerapan
tenaga kerja in (Azni et al, 2021)
Seperti telah disinggung sebelumnya bahwa purun oleh masyarakat Desa Menang
memiliki kemanfaatan lebih. Purun selain sebagai tumbuhan semak juga berperan sebagai sumber
mata pencaharian masyarakat di desa tersebut. Masyarakat Menang dengan kearifannya mampu
memanfaatkan dan mengolah purun menjadi kerajinan unik. Hasil kerajinan ini berbentuk tikar, tas,
topi dan aneka miniatur lainnya. Semua perwujudan kerajinan itu adalah salah satu bentuk tingginya
peradaban masyarakat di desa tersebut. Berbicara soal tradisi purun yang sudah melegenda tentu
tidak hanya membahas soal seni kerajinan tapi juga soal alam. Alam telah memberikan berkah
dengan melimpahnya sumber daya hayati dalam wujud purun. Purun tersebut nyatanya mampu
memberikan kemanfaatan lebih bagi masyarakat yang memanfaatkannya. Uniknya pemanfaatan
purun dilakukan tanpa menjarah atau mengesksploitasi keberadaan tumbuhan rawa tersebut. Hal ini
oleh Awang (2002) dibenarkan karena tindakan masyarakat tersebut tidak berlawanan dengan
ekologi lingkungannya sehingga melalui kearifan lokal mampu dimanfaatkan secara terus menerus

Anda mungkin juga menyukai