Anda di halaman 1dari 9

Retno Wulandari, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal.

379-387

OPTIMASI KETEBALAN ISOLASI PADA ALAT PEMASAK (R – 1101)


DI PABRIK XXX PEMALANG

Retno Wulandari1*, Zami Furqon2, Ati Kusmawati3


1,2
Program Studi Teknik Pengolahan Migas, Politeknik Energi dan Mineral Akamigas,
Jalan Gajah Mada No. 38 Cepu, Kab. Blora, Jawa Tengah, 58315
*E-mail: retnowulandari1901@gmail.com

ABSTRAK

Pabrik XXX Pemalang merupakan unit pengolahan getah pinus (Pinus merkusii) yang disuplai
langsung dari hasil hutan di Aceh, Pontianak, Pekalongan, Jawa Tengah, dan sekitarnya sebagai
bahan baku. Produk yang dihasilkan berupa gondorukem (GO), terpentin (TO), dan derivatnya.
Dalam mengolah getah pinus menjadi produk tersebut tidak terlepas dari peran peralatan yang
berupa Alat Pemasak (R – 1101). Alat ini berfungsi untuk memisahkan produk atas berupa uap dan
produk bawah berupa gondorukem itu sendiri dari campuran Soft Rosin (terdiri dari air, terpentin,
dan gondorukem) sebagai umpan dengan prinsip evaporasi dan pemanfaatan energi panas berupa
steam. Saat ini, Alat Pemasak (R – 1101) menggunakan isolasi Rock Wool ketebalan 2 inci dengan
pelindung Al-Sheet 0,3 mm. Diperkirakan suhu luar isolasi (Tw) sekitar 127,76 ℉ dengan heat loss
sebesar 126,362 Btu/jam. Pada penelitian ini dilakukan optimasi terhadap ketebalan isolasi untuk
mengurangi lepasnya panas ke lingkungan sebagai safety equipment, dan juga penghematan konsumsi
energi. Adanya proses produksi yang hemat energi dengan produk yang optimal akan dapat
mengurangi biaya produksi dan menambah keuntungan perusahaan. Hasilnya didapatkan ketebalan
isolasi optimum 5 inci, penurunan suhu luar isolasi sekitar 90 ℉ dengan heat loss sebesar 56,997
Btu/jam, dan diperoleh penghematan biaya konsumsi energi sekitar 28,12% dari biaya operasi
tahunan awal sebelum dioptimasi.

Kata kunci: Alat Pemasak, Evaporasi, Ketebalan Isolasi, Heat Loss, Penghematan Energi

1. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam
melimpah, kekayaan tersebut meliputi sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable
resources) seperti hasil hutan, hasil laut, dan pertanian, serta sumber daya alam yang tidak
dapat diperbaharui (unrenewable resources), seperti minyak bumi, batu bara, gas alam, emas,
timah, dan hasil tambang lainnya. Salah satu produk ekspor non migas (produk hasil hutan)
yang bernilai tinggi dan pada saat ini sangat diminati pasar di dalam dan di luar negeri adalah
produk gondorukem (gum rosin).
Gondorukem (Resina colophonium) dan terpentin adalah hasil hutan non kayu yang
merupakan produk dari pengolahan getah pohon pinus (Pinus merkusii). Gondorukem
digunakan sebagai bahan baku penting pada berbagai industri, seperti industri batik, kulit, cat,
kertas, vernis, kosmetik, dan sabun cuci, sedangkan terpentin digunakan pada industri cat,
vernis, semir sepatu, pelarut bahan organik, dan bahan pembuat kamper sintetik. Oleh karena
itu, industri gondorukem dan terpentin saat ini menjadi salah satu industri produk non kayu
andalan yang sangat prospektif untuk terus dikembangkan [1].
Salah satu proses penting dalam pengolahan getah pinus menjadi gondorukem adalah unit
pemasakan, di mana mekanisme pemisahan produk atas berupa uap dan produk bawah berupa
gondorukem itu sendiri memanfaatkan energi panas. Pemanfaatan sumber energi dalam sis-
tem pemasakan memegang peran penting untuk mendapatkan kondisi umpan dan produk yang
diinginkan. Pemakaian alat pemasak secara terus menerus akan menyebabkan kemampuan

379
Retno Wulandari, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal. 379-387

alat menurun, sehingga perlu melakukan pemasangan isolasi yang tepat agar panas tetap be-
rada dalam peralatan dan tidak lepas atau hilang ke lingkungan sekitar. Di samping itu juga
sebagai safety equipment sehingga terciptanya kondisi aman.
Konsumsi energi merupakan suatu pokok hal yang menjadi pertimbangan sebuah industri
dalam menjalankan proses produksi. Kajian terhadap teknologi yang sekarang dijalankan san-
gat penting dilakukan untuk peningkatan proses supaya menjadi hemat energi dan mengopti-
malkan produk. Adanya proses produksi yang hemat energi dengan produk yang optimal akan
dapat mengurangi biaya produksi dan menambah keuntungan perusahaan. Kebutuhan energi
untuk proses produksi gondorukem dan terpentin meningkat seiring dengan meningkatnya
permintaan produk. Namun, suplai energi ke pabrik perlu diminimasi dengan pertimbangan
biaya dan waktu yang dibutuhkan untuk membangkitkan energi.

2. METODE

Penelitian ini bertujuan untuk menjaga kondisi operasi suhu alat pemasak agar tidak lepas
ke lingkungan; mengetahui efektivitas termal alat pemasak terhadap ketebalan isolasi; serta
menentukan ketebalan isolasi yang tepat dan diizinkan dengan mempertimbangkan
keekonomisannya. Penelitian dilaksanakan di Pabrik XXX, Pemalang, Jawa Tengah, yang
berfokus pada industri pengolahan getah pinus menjadi gondorukem, terpentin, dan
derivatnya. Penelitian dilaksanakan mulai dari 2 Maret s/d 1 Juni 2021.
Secara garis besar, penelitian dapat dikelompokkan menjadi empat kegiatan utama, yaitu:
1
Mengamati langsung proses pabrik secara keseluruhan di lapangan, guna mendapat informasi
yang dibutuhkan; 2Menganalisis dan membandingkan data lapangan yang diperoleh dengan
kondisi desain secara trial and error; 3Melakukan optimasi ketebalan isolasi peralatan dengan
mempertimbangkan keenomisannya; serta 4Membandingkan hasil sebelum dan setelah
optimasi pada ketebalan isolasi sebagai pertimbangan safety equipment.

3. PEMBAHASAN

A. Penggunaan Isolasi Termal


Isolasi termal merupakan jenis isolasi yang bertujuan untuk mempertahankan suhu dalam
aliran suatu peralatan agar tidak lepas ke lingkungan, memastikan pengoperasian peralatan
proses yang efektif, dan menghemat panas yang berharga. Selain itu, sebagai proteksi di
pabrik untuk membatasi suhu permukaan peralatan sesuai safety factor. Untuk membatasi
suhu permukaan luar isolasi, dituntut jenis material yang mempunyai harga k (thermal
conductivity) rendah dalam jangkauan suhu yang sesuai, sehingga ketebalan dan berat isolasi
dapat dikurangi, serta ekonomis dalam pemasangannya.
Jika melihat sekilas sistem evaporasi, energi merupakan sebagai faktor yang tidak
terlihat, terbuang percuma oleh penyalahgunaan isolasi termal. Jika ditelusuri lebih dekat
sistem evaporasi ini, kita akan melihat pipa isolasi pada valve dan flange yang dibiarkan
terbuka. Tentu saja, hal tersebut adalah sumber hilangnya energi. Melihat lebih dekat, akan
ditemukan sumber kehilangan energi lain karena kurangnya perawatan yang memadai.
Sumber umum kehilangan energi ini adalah penghalang cuaca yang memburuk. Saat
penghalang cuaca memburuk, maka isolasi menjadi basah. Saat isolasi basah, konduktivitas
termalnya meningkat dan efisiensinya menurun sehingga memungkinkan kehilangan energi
yang lebih besar.
Kehilangan energi karena kurangnya isolasi dan yang tidak dipasang atau dipelihara
dengan benar dapat dengan mudah divisualisasikan dengan memantau penggunaan steam
sebelum dan sesudah cuaca buruk, seperti hujan badai. Misalkan, selama 15 menit baru-baru
ini terjadi hujan badai tiba-tiba di pabrik kimia biasa, beban uap meningkat dari 638.000 lb/hr

380
Retno Wulandari, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal. 379-387

menjadi 677.000 lb/hr dalam periode 15 menit. Setelah hujan reda, beban uap tidak langsung
berkurang karena semua air yang masuk ke isolasi harus diuapkan dan dihilangkan, sehingga
dapat dengan mudah membenarkan isolasi pada valve, flange, manway, dan lain-lain. Valve,
flange, manway, dan lain-lain yang tidak terisolasi, serta isolasi yang rusak dapat dideteksi
secara visual dengan inspeksi sistem. Namun, sumber kehilangan energi yang jauh lebih sulit
dideteksi adalah jalur dan peralatan yang tampaknya cukup terisolasi, tetapi dengan ketebalan
isolasi yang kurang sesuai.
Konservasi energi adalah penggunaan paling umum untuk isolasi termal. Dalam
kebanyakan kasus, tidak terlalu sulit untuk mengenali kapan dan di mana menggunakan
isolasi. Isolasi biasanya digunakan untuk mencapai penghematan energi, mengontrol
perpindahan panas dan suhu, memperlambat pembekuan (crystal/freezing), perlindungan dari
kebakaran, pengendalian api, dan mencegah kondensasi permukaan atau pembentukan es.
Besarnya isolasi yang sebaiknya digunakan untuk konservasi energi harus didasarkan pada
faktor ekonomi. Banyak faktor yang mempengaruhi biaya energi, diantaranya adalah biaya
investasi energi, biaya pengoperasian energi, biaya perawatan, periode depresiasi, dan laba
atas investasi. Banyak faktor yang juga mempengaruhi biaya isolasi yang dipasang, yaitu jenis
isoulasi, biaya material, tingkat tenaga kerja, konduktivitas termal, suhu lingkungan rata-rata,
dan suhu pengoperasian.
Ketebalan isolasi yang optimal atau ekonomis ditentukan dengan mengoptimalkan biaya
energi dan biaya isolasi. Analisis discounted-cash flow dari ekonomi isolasi harus dilakukan
dengan menggunakan biaya yang sesuai untuk periode investasi dan amortisasi. Isolasi untuk
konservasi energi adalah investasi yang sangat baik, dan ketika dioptimalkan keseimbangan
antara investasi dan penghematan akan diperoleh [3].

Gambar 1. Pengaruh Tebal Isolasi Optimm terhadap Total Biaya

Semakin rendah kehilangan panas, semakin besar ketebalan dan biaya awal isolasi dan
semkain besar biaya tetap tahunan (biaya pemeliharaan dan penyusutan) yang harus dit-
ambahkan ke kehilangan panas tahunan. Biaya teteap pada isolasi pipa akan menjadi sekitar
15 – 20% dari biaya pemasangan awal isolasi. Dengan mengasumsikan ketebalan isolasi dan
menambahkan biaya tetap ke nilai panas yang hilang, biaya minimum akan diperoleh dan
ketebalan yang sesuai dengannya akan menjadi ketebalan ekonomis optimum dari isolasi.

B. Peralatan Evaporasi
Dalam penelitian ini, peralatan evaporasi yang digunakan berjenis stirrer evaporator
yang dilengkapi dengan heating coil dengan pemanas berupa steam. Coil pada permukaan
pemanas evaporator tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran yang hampir tidak terbatas.
Proses yang paling umum terjadi adalah coil berada di dalam bejana yang dialiri media

381
Retno Wulandari, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal. 379-387

pemanas dan evaporasi terjadi di luar coil. Agitasi dapat diberikan untuk meningkatkan
perpindahan panas yang optimal. Evaporasi juga dapat terjadi di dalam coil dengan media
pemanas berada di luar coil. Jenis coil digunakan untuk kapasitas operasi yang kecil, hasil
produk yang sulit ditangani, tekanan operasi tinggi untuk fluida proses atau pemanas, dan
aliran spiral digunakan untuk meningkatkan perpindahan panas atau mengurangi pengotoran
(fouling) [3].

(a) (b)
Gambar 2. (a) Stirrer Evaporator with Propeller Type Stirrer and Built-in Heating Coil;
(b) Ilustrasi Alat Pemasak
Berikut merupakan spesifikasi alat pemasak gondorukem dan terpentin:
Tabel 1. Data Material Alat Pemasak
Insulation Materi- Insulation Cover
Parameter Shell Material Unit
al Material
Stainless Steel SS-
Material Rock Wool 2" Aluminum Sheet -
304
0.0120 0.0508 0.0003 m
Thickness
0.0394 0.1667 0.00098 ft
Thermal Conduc-
27.4141 0.0230 - Btu.ft/hr.ft2.℉
tivity
Emissivity (ε) 0.9492 - 0.216 -

Tabel 2. Data Desain Alat Pemasak


SHELL TUBE COIL
No. Parameter
Notasi Value Unit Notasi Value Unit
1. Inside Diameter IDs 2550 mm IDc 2.067 inch
2. Outside Diameter ODs 2574 mm ODc 2.375 inch
3. Tinggi Hs 5515 mm Ht 2400 mm
4. Panjang Tube Coil Lc 300 m
5. Jumlah Lilitan Nc 25 tube coil
6. Wall-thickness ts 12 mm tc 0.154 inch

382
Retno Wulandari, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal. 379-387

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan


Penelitian ini dilakukan berdasarkan penggunaan isolasi dan tanpa isolasi pada peralatan
Alat Pemasak. Berikut adalah contoh perhitungan optimasi yang dilakukan pada ketebalan
isolasi.
1) Menentukan Tahanan Aliran Panas Melalui Dinding
a. Tahanan Aliran Panas Tanpa Isolasi
𝑂𝐷
𝑙𝑛( 𝑠⁄𝐼𝐷 )
𝑠
𝑇𝑎𝑛𝑝𝑎 𝑖𝑠𝑜𝑙𝑎𝑠𝑖 → 𝑅𝑠 = .........................................
2∗𝜋∗𝑘𝑠 ∗𝐿
.(1)

b. Tahanan Aliran Panas Dengan Isolasi


𝑡
𝑙𝑛( 𝑡𝑜𝑡⁄𝑂𝐷 )
𝑠
𝐷𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑖𝑠𝑜𝑙𝑎𝑠𝑖 → 𝑅𝑖 = .......................................
2∗𝜋∗𝑘𝑖 ∗𝐿
.(2)

2) Perpindahan Panas Konduksi


a. Tanpa Isolasi
∆𝑇 𝑇 −𝑇
𝑄𝑐𝑑 = 𝑅 = 𝐹𝑅 𝑤 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
𝑠
.(3)

b. Dengan Isolasi
∆𝑇 𝑇 −𝑇
𝑄𝑐𝑑 = = 𝐹 𝑤.....................................................
𝑅𝑡𝑜𝑡 𝑅𝑠 +𝑅𝑖
.(4)

3) Perpindahan Panas Konveksi


a. Tanpa Isolasi
𝑄𝑐𝑣 = ℎ ∗ 𝐴 ∗ (𝑇𝑤 − 𝑇𝑎 ) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(5)

b. Dengan Isolasi
𝑄𝑐𝑣 = ℎ ∗ 𝐴 ∗ (𝑇𝑤 − 𝑇𝑎 ) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(6)

4) Perpindahan Panas Radiasi


a. Tanpa Isolasi
𝑄𝑟𝑑 = 𝜎 ∗ 𝐴 ∗ 𝜖𝑠 ∗ (𝑇𝑤 4 − 𝑇𝑎 4 ) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.(7)

b. Dengan Isolasi
𝑄𝑟𝑑 = 𝜎 ∗ 𝐴 ∗ 𝜖𝑖 ∗ (𝑇𝑤 4 − 𝑇𝑎 4 ) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.(8)

5) Total Panas Hilang


𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐻𝑒𝑎𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠 = 𝑄𝑐𝑣 + 𝑄𝑟𝑑 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(9)

6) Volume Isolasi Body Bejana

383
Retno Wulandari, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal. 379-387

1
𝑉𝑏𝑜𝑑𝑦 = 4 ∗ 𝜋 ∗ 𝐻𝑠 ∗ (𝑡𝑡𝑜𝑡 2 − 𝑂𝐷𝑠 2 ) . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.(10)

7) Volume Isolasi 2-heads


4 1 3 1 3
𝑉 2ℎ𝑒𝑎𝑑𝑠 = 3 ∗ 𝜋 ∗ [(2 ∗ 𝑡𝑡𝑜𝑡 ) − (2 ∗ 𝑂𝐷𝑠 ) ] . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.(11)

8) Total Volume Isolasi


Vtot = Vbody + V2heads . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(12)

9) Luas Permukaan Isolasi Body Bejana


𝑉𝑏𝑜𝑑𝑦
𝐿𝑝𝑏𝑜𝑑𝑦 = .....................................................
𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑖𝑠𝑜𝑙𝑎𝑠𝑖
.(13)

10) Luas Permukaan Isolasi 2-heads


𝑉2ℎ𝑒𝑎𝑑𝑠
𝐿𝑝2ℎ𝑒𝑎𝑑𝑠 = ...................................................
𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑖𝑠𝑜𝑙𝑎𝑠𝑖
(14)

11) Total Luas Permukaan Isolasi


Lptot = Lpbody + Lp2heads . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.(15)

12) Biaya Investasi Tahunan Isolasi


= 𝐿𝑝𝑡𝑜𝑡 ∗ [(1 + %𝐷𝑒𝑝𝑟𝑒𝑐𝑖𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑟𝑎𝑡𝑒𝑠) ∗ (𝐼𝑛𝑠𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐶𝑜𝑠𝑡 + 𝑀𝑎𝑡𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑠𝑡 +
𝐻𝑎𝑛𝑑𝑙𝑖𝑛𝑔 𝐶𝑜𝑠𝑡)]/𝑦𝑒𝑎𝑟 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
.(16)

Gambar 3. %Depreciation Rates

13) Biaya Energi Panas yang Hilang Selama Jam Operasi


= 𝑆𝑢𝑟𝑓𝑎𝑐𝑒 𝐻𝑒𝑎𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠/𝑓𝑡 2 ∗ 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝑜𝑓 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑦 ∗ 𝐿𝑝𝑡𝑜𝑡 ∗ ℎ𝑜𝑢𝑟𝑠 𝑜𝑓 𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑡𝑖𝑛𝑔 . . . . .
(17)

384
Retno Wulandari, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal. 379-387

14) Biaya Total Tahunan


= 𝐴𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝑜𝑓 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑚𝑒𝑛𝑡 + 𝐴𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝐶𝑜𝑠𝑡 𝑜𝑓 𝐻𝑒𝑎𝑡 𝐿𝑜𝑠𝑠 . . . . . . . . . . . . . . . . .
.(18)
15) Menentukan Tebal Isolasi Optimal

Gambar 4. Grafik Kebutuhan Tebal Isolasi Optimum

Melalui pembacaan grafik pada gambar 3. di atas, dapat diketahui bahwa ketebalan
isolasi optimum dengan menggunakan isolasi Rock Wool adalah pada ketebalan 5 inch.
Proses pemasakan pada Alat Pemasak menggunakan prinsip evaporasi dan perpindahan
panas dengan media pemanas berupa steam boiler. Pada kondisi aktualnya, panas yang
dibawa oleh steam tidak sepenuhnya digunakan untuk memisahkan produk bawah dan produk
atas, melainkan juga adanya kalor yang lepas pada pipa dari boiler menuju alat pemasak, dan
bahkan perpindahan panas yang keluar sistem juga terjadi pada alat pemasak. Perpindahan
panas ke atau dari lingkungan umumnya tidak diharapkan terjadi karena akan mengurangi
efektivitas peralatan. Energi panas yang hilang ke lingkungan tidak dapat dicegah, melainkan
hanya dapat dikurangi dampaknya pada sistem alat pemasak, salah satunya dengan
mengoptimalkan ketebalan isolasi termal. Pada suatu peralatan seperti vertical cylindrical
evaporator ini dikenal tebal isolator kritis. Pada ketebalan kritis tersebut, perpindahan panas
dari atau ke lingkungan yang terjadi adalah maksimum.
Dalam hal ini, isolai termal yang digunakan berjenis Rock Wool. Di mana ini merupakan
produk serat mineral ringan yang terbuat dari bahan dasar bebatuan yang dirancang sebagai
bahan peredam isolasi terhadap panas. Karena serat yang tidak mudah terbakar dan memiliki
titik leleh yang sangat tinggi, sehingga digunakan untuk mencegah penyebaran api di suatu
peralatan industri. Dalam proses pembuatannya, produk Rock Wool tidak mengandung CFC,
HFC, HC FCS, atau asbes yang dapat membahayakan lingkungan sekitar atau bahkan
kesehatan operator yang berada di sekitarnya. Maka dari itu, untuk menghindari hal-hal yang
tidak diinginkan, seperti adanya serpihan serat Rock Wool di udara, isolasi yang telah
terinstalasi pada peralatan industri harus dilapisi oleh penutup atau cover, seperti Aluminum.

385
Retno Wulandari, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal. 379-387

Efektivitas Termal Alat Pemasak (R - 1101)


250,000

Haet Loss (Btu/hr) 200,000

150,000

100,000

50,000

0,000
0 2 4 6 8 10 12
Insulation-thickness (inch)

Gambar 5. Grafik Efektivitas Termal Alat Pemasak

Jika ditelusuri lebih dekat pada sistem pemasakan di Alat Pemasak, akan ditemukan pipa
isolasi pada steam valve yang dibiarkan terbuka. Hal tersebut merupakan sumber hilangnya
energi atau panas. Melihat lebih dekat, akan ditemukan sumber kehilangan energi lain karena
kurangnya perawatan yang memadai, yaitu ada sisi bagian badan bejana yang tidak tertutupi
oleh Al – Sheet. Sumber umum kehilangan energi ini adalah penutup Al – Sheet yang
memburuk. Saat penutup tersebut mengalami kerusakan, maka isolasi menjadi basah karena
steam yang terkondensasi dan menempel pada permukaan bejana setelah proses pemasakan.
Saat isolasi basah, konduktivitas termalnya meningkat dan efisiensinya menurun sehingga
memungkinkan kehilangan energi yang lebih besar. Apabila efisiensi rendah, maka proses
pemasakan untuk menghasilkan produk akan lebih sedikit. Hal tersebut dapat dilihat pada
gambar 5. di atas, bahwa panas yang hilang sebelum dioptimasi lebih besar dari panas yang
hilang setelah dioptimasi, yaitu 126.362 Btu/hr > 56.997 Btu/hr. Hal tersebut menunjukkan
bahwa pada ketebalan isolasi 2 inch tidak mampu meredam perpindahan panas yang terjadi
pada saat proses pemasakan antara umpan yang masuk dengan media pemanas steam,
sehingga menyebabkan panas di dalam akan keluar ke lingkungan dan proses pemasakan
tidak optimum.
Dari grafik pada gambar 5. di atas, menunjukkan bahwa semakin tebal isolasi termal yang
digunakan, maka semakin kecil perpindahan panas ke lingkungan. Dengan demikian, semakin
tebal isolasi, maka efektivitas termal Alat Pemasak meningkat hingga mencapai maksimum,
yaitu pada ketebalan 5 inch. Namun, peningkatan tersebut tidak terjadi terus-menerus. Setelah
mencapai maksimum, meskipun tebal isolasi ditambah efektivitas akan menurun. Hal ini
menunjukkan bahwa ada ketebalan isolasi termal yang diizinkan untuk suatu alat seperti Alat
Pemasak.
Di bawah ini merupakan perbandingan kondisi Alat Pemasak sebelum dan sesudah
dioptimasi ketebalan isolasinya.

Tabel 2. Perbandingan Kondisi pada Alat Pemasak

Parameter Before Optimization After Optimization Unit


Suhu Luar Isolasi (Tw) 94.1 90 ℉
Insulation-thickness 2 5 inch
Panas yang Dihemat 1695.323 1786.242 Btu/hr

386
Retno Wulandari, SNTEM, Volume 1, Juni 2021, hal. 379-387

Setelah dilakukan pengoptimasian pada kebutuhan tebal isolasi dari gambar 4. di atas,
menunjukkan bahwa dengan ketebalan isolasi optimum sebesar 5 inch, keuntungan yang
diperoleh dari total biaya tahunan adalah sebesar 28.12% dari kondisi sebelum dioptimasi.

4. SIMPULAN

Berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan untuk menentukan tebal isolasi opti-
mum pada Alat Pemasak, maka dapat disimpulkan bahwa pemilihan tebal isolasi yang opti-
mum dalam penelitian ini adalah jenis Rock Wool dengan ketebalan 5 inch. Pemasangan iso-
lasi Rock Wool dengan ketebalan 5 inch telah memenuhi safety factor untuk suhu luar isolasi
yang diizinkan yaitu 90 ℉, di mana suhu maksimum adalah 140 ℉. Keuntungan yang di-
peroleh dari total biaya tahunan sebesar 28.12% dari kondisi sebelum dioptimasi.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] Laporan Tahunan Perhutani, 2019. “Perhutani 4.0+: Connecting Through Connectivity”.
BUMN: Jakarta.
[2] McCabe, Warren L., Julian C. Smith, dan Peter Harriott, 1993. “Unit Operation of Chemical
Engineering, Fifth Edition”. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. p. 463.
[3] Minton, Paul E., 1986. “Handbook of Evaporation Technology”. United States of America:
Noyes Publications. p. 73. p. 288-289.
[4] Geankoplis, Christie J. 1993. “Transport Process and Unit Operations, Third Edition”. New
Jersey: Prentice-Hall International, Inc.
[5] Kern, Donald Q. 1950. “Process Heat Transfer”. New York: McGraw-Hill Companies, Inc.
[6] Holman, J.P. 2010. “Heat Transfer, Tenth Edition”. New York: McGraw-Hill Companies,
Inc.

387

Anda mungkin juga menyukai