Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Niat (Nadharariyad An-Niyat).


Teori Niat (Nadharariyad An-Niyat). Dalam kaidah fiqh disebutkan, “ al-ibratu
fi al’uqudi li al-maqashidi wa al-ma’ani lal i al-fadzi wal mabani”, akad transaksi adalah
maksud dan niat, bukan lafadz 12dan statement. Hakikatnya semua perbuatan adalah
diperbolehkan jika diniatkan dengan benar,maka hal tersebut bernilai ibadah dan
mendatangkan pahala. Niat didedikasikan sebagai awal dalam pencapain tujuan.
Baik dalam pendistribusian zakat ataupun pengelolaannya harus memenuhi syarat
tertentu. Asmawi dalam buku

Ekonomi Syariah yang ditulis Pradja menjelaskan tentang tiga syarat berikut:
2

(a) lafazh yang diutarakan harus memiliki makna luas menurut pemakaian
bahasa Arab,

(b) ada kesetaraan pada makna lafadz secara lahiriah dengan niat dan ada
tanda-tanda yang menguatkan posisi niat (maksud tujuan) maka niat tersebut tidak
bisa dijadikan sandaran hukum, dan

(c) Konsekuensi hukum yang dilahirkan atas niat lebih rendah (ringan)
deretannya dari makna lahiriah lafadz (ucapan), apabila tidak demikian,niat itu tidak
diperdulikan..3

B. Teori Ungkapan Keinginan (Nadhariyah Al-Ta’bir Al-‘Iradat)


Kedua, teori Ungkapan Keinginan (Nadhariyah Al-Ta’bir Al-‘Iradat).
Asmawi juga mengatakan bahwa, “Keinginan merupakan sesuatu yang tidak dapat
diketahui, tetapi dapat dilihat tanda-tandanya seperti dalam perkataan,isyarat
ataupun ucapan.Ketentuan hukum harus berdasarkan keinginan hati bukan
berdasakan ucapan.”

Sebuah kaidah mengatakan, “ I’mali al-kalam aula min ihmaalihi” (Memegang


perkataan orang lebih utama daripada menafikannya). Ketiga, Teori Pemeliharaan
Kemaslahatan (Nadhariya Al-Maslahah). Maslahah pada umumnya merupakan suatu

1 Pertiwi Utami, et al . Management of Zakat Payment Based on Fintech for the Good Corporate Governance
ImproveEastern Journal of Economics and Finance, 4(2), 2019, hlm. 41-50
2 Juhaya S. Pradja, Ekonomi Syariah, CV. Pustaka Setia, Bandung, 2012, hlm. 143-151. 28 Juhaya, Ibid.
Hlm.
19.
3 Pratiwi Utami, et al. (2019). Op.,cit
nisbi karena banyak maslahah yang didalamnya terkadang mengandung unsur
mafsadat,begitu juga sebaliknya. Dalam kaidah fiqhiyah:

“la dharara wala dhirara”,(dilarang menyebabkan kemudharatan dan dilarang


membalas kemudharatan dengan sejenisnya).
Misalnya: (a) Larangan penipuan,pemalsuan dan ketidakpastian

C. Teori Pemeliharaan Kemaslahatan (Nadhariya Al-Maslahah)


Ketiga, Teori Pemeliharaan Kemaslahatan (Nadhariya Al-Maslahah). Maslahah pada
umumnya merupakan suatu nisbi karena banyak maslahah yang didalamnya terkadang
mengandung unsur mafsadat,begitu juga sebaliknya.

Dalam kaidah fiqhiyah: “la dharara wala dhirara”,(dilarang menyebabkan


4
kemudharatan dan dilarang membalas kemudharatan dengan sejenisnya).Misalnya:

i. Larangan penipuan,pemalsuan dan ketidak kepastian gharar),


ii. Larangan kepada orang yang tidak sempurna akalnya (safih) dari
membelanjakan hartanya. Larangan kepada al-Mufti al-Majiri untuk
tidak memberikan fatwa kepada orang, ) 4

D. Teori Hukum Asal (Nadhariyat Al-Akhadzi bi Al-Istisshab).


Keempat, Teori Hukum Asal (Nadhariyat Al-Akhadzi bi Al-Istisshab). Hukum asal (istishab)
sama halnya meneruskan berlakunya hukum syara’ yang telah tetap pada waktu terdahulu
mengenai suatu masalah hingga ada dalil lain yang menyatakan hilangnya ketentuan 5
tersebut. Dalam kaidah, “al-yakinu la yuzalu bi ass-syaq” (suatu ketentuan hukum yang
telah diyakini keberadaannya tidak dapat dihilangkan dengan semata-mata). Menurut
ahli ushul fiqh, pengindaraan terbagi lima tingkatan,yaitu:

iii. Yakin; sesuatu yang akan menimbulkan ketenangan di dalam hati


karena adanya kepastian,

iv. Syak; keragu-raguan, adalah posisi dimana kita tidak cenderung pada
yang kiri ataupun pada yang berada dikanan,

v. Dzan kuat; salah satu dari kedua belah sisi lebih kuat dari pada sisi
lainnya,

4 Ibid,
5 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh, Kencana, Bandung, 2014 hal 3-4
vi. Dzan kuat; salah satu dari sisi lebih kuat, tetapi kekuatan tersebut tidak
serta merta mengalahkan sisi lain secara keseluruhan atau mutlak,
dan

vii. Wahm; merupakan sisi yang lemah dan dikalahkan oleh sisis lainnya.
Artinya, sisi dzan saling bertentangan dengan sisi wahm.

E. Teori Batasan-batasan Ijtihad (Nadhariyat Dhawabith Al- Ijtihad).

Kelima, teori Batasan-batasan Ijtihad (Nadhariyat Dhawabith Al- Ijtihad). Ijtihad


diartikan mengerahkan segala tenaga dan pikiran untuk mendapatkan kesimpulan
hukum syara’ pada masalah tertentu dengan mengkaji dan meneliti nash-nash Al Quran
dan As sunah sesuai kaidah-kaidah bahasa Arab atau menggunakan (analogi) setelah
mengetahui alasan (illat) sebab hukum. 6

Ijtihad terbagi dua bagian.Pertama, ijtihad memahami makna nash (teks Al Quran dan As
sunah), dilakukan apabila makna teks Al Quaran dan As sunah kurang jelas. Kedua,
ijtihad degan jalan menempelkan hukum baru dengan hukum yang telah ditetapkan nash
(teks Al Quran dan As sunah) melalui jalur qiyas (analogi) masalah atau selain keduanya
7
dari jenis-jenis dalil kontemporer yang dipergunakan dalam batasan Ijtihad. Seperti,
dalil urut (adat) dan istishab. Keenam, Teori Perwalian (Nadhariyat Al-Walayah). Perwalian
yaitu otoritas yang

diberikan syariat Islam kepada seseorang untuk melakukan tindakan yang mengikat sebagai
tindakan perwalian yang memiliki batasan dan ketentuan hukum.

Dalam kaidah fiqhiyah: “ tasarufi al-imani ‘ala al-ra’iyati munawathi bi almaslahah”,


(kebijakan pemimpin [imam] terhadap rakyatnya harus didasarkan kemaslahatan) menjadi
adat dan kebiasaan,syarat tersebut bisa diterima akan tetapi, apabila sebaliknya maka syarat
tersebut tidak diterima dan hukum transaksinya fasid. Jika syarat tersebut
dihapuskan,transaksinya bisa menjadi sah. Kedelapan, Teori

Tawabi. Dalam kaidah fiqh: “ at-tabi’u tabi’,”(sesuatu yang mengikat [menempel pada
sesuatu] hukumnya mengikat pada sesuatu).Oleh karena suatu benda yang mengikat
pada benda lain,hukumnya juga mengikat pada sesuatu yang mengikat induk tersebut.
Meskipun tidak disebutkan secara spesifik ketika akad dilaksanakan. Kesembilan, Teori
Jaminan (Nadhariyat Al-Dhaman). Bermula dari masalah kharaj yang diartikan sesuatu yang
dihasilkan atau output dari sesuatu yang diperihalah,dijaga ataupun dipergunakan
karena menjaga harta atau barang milik orang lain. Dalam kaidah, “ al-kharaj bi dhaman”
(kharaj itu diikat dengan tanggungan.

6 Syefei, Fiqih Muamalah hal 25


7 Dede Rosyada Hukum Islam, hal 85
F. Muamalah
b. Definisi Muamalah
Kata muamalah berasal dari bahasa arab al-muamalah yang secara etimologi sama dan satu
makna dengan al-muf’alah 8 (saling berbuat). Kata tersebut berarti sebuah aktivitas yang
dilakukan oleh satu orang dengan orang lainnya atau lebih, guna memenuhi kebutuhannya
masing-masing. Sedangkan secara terminologi, fiqh muamalah itu diartikan sebagai suatu
hukum-hukum yang diciptakan berkaitan dengan tindakan manusia dalam persoalan
duniawi. Contohnya dalam persoalan jual beli, utang-piutang, kerja sama dagang,
perserikatan, dan sewa menyewa.9

Muamalah adalah hubungan antara manusia dalam usaha mendapatkan kebutuhan


jasmaniah dengan cara sebaik-baiknya sesuai dengan ajaran-ajaran dan tuntutan agama. 8
Agama Islam memfasilitasi manusia dengan memberikan sebuah norma dan etika untuk
menopang mereka dalam usahanya mencari harta benda dan diberikan

kesempatan untuk mengembangkan hidup manusia dalam bidang muamalah. Selain itu, hal
tersebut dimaksudkan agar perkembangan manusia tersebut tidak menimbulkan kerugian-
kerugian bagi beberapa pihak lain yang terlibat di dalamnya.

Dari definisi dan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa fiqh muamalah adalah sebuah
pengetahuan tentang suatu kegiatan atau transaksiyang telah ditetapkan sesuai hukum-
hukum syariat, mengenai perilaku manusia dalam kehidupannya yang diperoleh dari dalil-
dalil Islam. Ruang lingkup fiqh muamalah adalah birisi tentang keseluruhan kegiatan
muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam atau peraturanperaturan mutlak yang
berisi perintah atau larangan seperti wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah. Dalam
sebuah hukum fiqih, itu terdiri dari hukum-hukum yang menyangkut urusan ibadah dalam
kaitannya dengan hubungan vertikal antara manusia dengan Allah dan hubungan horizontal
antara manusia dengan manusia lainnya.10

Pengertian Muamalah dari segi istilah dapat diartikan dengan arti yangluas dan dapat pula
dengan arti yang sempit. Di bawah ini dikemukakan beberapa pengertian muamalah, yaitu :
• Menurut Louis Ma‟luf, pengertian muamalah adalah hukum
-hukum syarayang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti
jual beli, perdagangan, dan lain sebagainya.

• Menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah peraturan- peraturan


mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti perdagangan dan
semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksisanksi, peradilan dan yang
berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik umum ataupun khusus, yang
telah ditetapkan dasar dasarnya secara umum atau global dan terperinci untuk
dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat di antara mereka.
8 Rahmad Syafei, fikih muamalah (Bandung : Pustaka Setia , 2001 ) hal 91
9 Hendi Suhendi , fikih muamalah (Jakarta : PT , Raja Grafindo Persanda, 2008 ) hal 7
10 Ahmad Wardi Muslick, Fikih Muamalah , edtor,lihhihati.Ed.1.cet.2 (Jakarta: Amzah,2013). Hal 3
• Arti sempit muamalah adalah semua transaksi atau perjanjian yangdilakukan oleh
manusia dalam hal tukar menukar manfaat Dari berbagai pengertian muamalah
tersebut, dipahami bahwa muamalah adalah segala peraturan yang mengatur
hubungan antara sesama manusia, baik yang seagama maupun tidak

seagama, antara manusia dengan kehidupannya, dan antara manusia dengan alam
sekitarnya

c. Pembagian Muamalah
• uamalahAl-MadiyahAl-Muamalah Al-Madiyah adalah muamalah yang mengakaji
segi objeknya, yakni benda. Sebagian ulama berpendapat bahwa Al-Muamalah
Al-Madiyah bersifat kebendaan, yakni benda yang halal, haram, dan syubhat
untuk dimiliki, diperjual belikan, atau diusahakan, benda yang menimbulkan
kemadharatan dan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia, dll. Semua aktivitas
yang berkaitan dengan benda, seperti al-bai’ (jual beli) tidak hanya ditujukan untuk
memperoleh keuntungan semata, tetapi jauh lebih dari itu, yakni untuk
memperoloh ridha Allah SWT.

Jadi kita harus menuruti tata cara jual beli yang telahditentukan oleh 11

• Al-MuamalahAl-AdabiyahAl-Muamalah Al-Adabiyah adalah muamalah ditinjau


dari segi cara tukar-menukar benda, yang sumbernya dari pancaindra manusia,
sedangkan unsur-unsur penegaknya adalah hak dan kewajiban, seperti jujur,
hasut, iri, dendam, dll. Al-Muamalah AlAdabiyah adalah aturan-aturan Allah
yang ditinjau dari segi subjeknya (pelakunya) yang berkisar pada keridhaan kedua
pihak yang melangsungkan akad, ijab kabul,dusta,dll.Secara garis besar ruang
lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan
hukum-hukum islam yang berupa peraturan peraturan yang berisi perintah atau
larangan seperti wajib, sunnah, haram, makruh danmubah. 12


c. Konsef Dasar Fiqih Muamalahdengan

Konsep mu’amalah adalah bentuk ekspansi dari sistem budaya ke arab-araban.


Alasan ini jelas tidak benar, dan butuh untuk diluruskan terhada pola pikir yang
salah dari masyarakat kita, khususnya ummat Islam. Konsep mu’amalah adalah salah
satu tujuan dakwah Nabi Muhammad Saw atas perintah Allah

SWT agar bisa menjadi solusi yang super baik (best solution) untuk ummat manusia.
Karena konsep mu’amalah adalah konsep yang berlandaskan al- Qur’an dan Sunnah
Nabi Muhammad Saw.

11 Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah,(Jakarta :Amzah) hal 3-6


12 Rahmad Syafei ,fiqih Muamalah ,( Jakarta : Grafika ,2010 ) hal 74
• Minimnya Pemahaman Konsep Mu’amalah

Kedua, kelompok yang menerima dan mau mempraktekkan konsep mu’amalah


tersebut, namun masih terkendala karena minimnya pemahaman terhadap
13
konsep mu’amalah itu sendiri. Kelompok yang kedua tersebut tentunya
kelompok yang apabila dibina dan diberikan pemahaman tentang konsep
mu’amalah yang sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah secara baik dan benar,
maka merekalah yang akan menjadi corong dalam pengembangan ekonomi
yang lebih baik kedepannya.

• Minimnya Orang yang Mau Memahami dan Melaksanakan


Ketiga, kelompok yang memahami dan mau untuk melaksanakan konsep
mu’amalah tersebut dengan memulai dari diri mereka sendiri (ibda’
binafsih), keluarga mereka, tetangga terdekat dalam lingkungan tempat
tinggalnya, dan mau untuk berbagi keilmuannya kepada orang lain. Namun
sangat disayangkan kelompok yang ketiga ini masih sangat minim ada di
lingkungan masyarakat. Sehingga butuh solusisolusi yang lain untuk bisa
diberikan kepada masyarakat, khususnya masyarakat muslim agar bisa
melakukan hubungan mu’amalah yang sesuai dengan pedoman syari’ah
yang telah ditetapkan oleh Allah SWT.
• Memahami Konsep Mu’amalah dengan Mudah konsep mu’amalah dari dasar, mulai
dari pengertian mu’amalah, konsep harta, larangan-larangan yang harus dihindari
dalam bermu’amalah, hakekat kepemilikan dalam Islam, macam-macam aqad yang
bisa dipraktekkan dalam bermu’amalah sehari-hari, serta pembahasan-pembahasan
penting lainnya. Tujuannya adalah agar para pembaca bisa memahami konsep-
konsep mu’amalah tersebut secara mudah.

e. Ruang Lingkup Muamalah

Dilihat dari segi bagian-bagiannya, ruang lingkup syariah dalam bidang muamalah,
menurut Abdul Wahhab Khallaf (1978: 32-33),meliputi :a)

• Ahkam al-ahwal al- syakhshiyyah ( Hukum Keluarga ), yaitu hukum- Hukum yang
mengatur tentang hak dan kewajiban suami, istri dan anak. Inidimaksudkan
untuk memelihara dan membangun keluarga sebagai unitterkecil. B)

• Al-ahkam al-maliyah( Hukum Perdata ), yaitu hukum tentang perbuatanusaha


perorangan seperti jual beli ( Al- Bai‟ wal Ijarah), pegadaian (Rahn),
perserikatan Fiqh Muamalat Kontemporer adalah aturan

13 Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Muamalah,(Jakarta :Amzah) hal 10-12


• ( Syirkah), utang piutang (Udayanah), perjanjian („uqud ). Hukumini
dimaksudkan untuk mengatur orang dalam kaitannya dengan kekayaandan
pemeliharaan hak-haknya.c)

• Al-ahkam al-jinaiyyah( Hukum Pidana ), yaitu hukum yang bertaliandengan


tindak kejahatan dan sanksi-sanksinya. Adanya hukum ini untuk memelihara
ketentraman hidup manusia dan harta kekayaannya,kehormatannnya dan hak-
haknya, serta membatasi

hubungan antara pelakutindak kejahatan dengan korban dan masyarakat.d)


• Al-hkam al-Murafa`at( Hukum Acara ), yaitu hukum yang berhubungandengan
peradilan (Al-qada), persaksian (Al-syahadah) dan sumpah (Al- yamin), hukum
ini dimaksudkan untuk mengatur proses peradilan gunameralisasikan keadilan
antar manusia.e)14
• Al-ahkam al-dusturiyyah ( Hukum Perundang-undangan ), yaitu hukum yang
berhubungan dengan perundang-undangan untuk membatasi

hubunganhakim dengan terhukum serta menetapkan hak-hak perorangandan


kelompok.f)

• Al-ahkam al-duwaliyyah ( Hukum Kenegaraan), yaitu hukum yang


berkaitandengan hubungan kelompok masyarakat di dalam negara dan antar
negara.Maksud hukum ini adalah membatasi hubungan antar negara dalam
masadamai, dan masa perang, serta membatasi hubungan antar umat
Islamdengan yang lain di dalam negara.g)

• Al-ahkam al-iqtishadiyyah wa al-maliyyah ( Hukum Ekonomi danKeuangan ),


yaitu hukum yang berhubungan dengan hak fakir miskin didalam harta orang
kaya, mengatur sumber-sumber pendapatan dan maslah pembelanjaan negara.
Dimaksudkan untuk mengatur hubunganekonomiantar orang kaya (Agniya),
dengan orang fakir miskin dan antarahak-hak keuangan negara dengan
perseorangan15

f. Prinsip-prinsip Muamalah

Agar kegiatan muamalah seseorang sejalan dengan ketentuan agama maka dia harus
menyelaraskan dengan prinsip-prinsip muamalah yang digariskan dalam ajaran Islam.
Prinsip-prinsip muamalah adalah hal-hal pokok yang harus dipenuhi dalam melakukan
aktifitas yang berkaitan dengan hak hak kebendaan dengan sesama manusia. Hal-hal yang
menjadi prinsip dalam bermuamalah :

1. Hukum asal dalam muamalah adalah mubah (diperbolehkan)

Menurut Ulama fikih, mereka sepakat bahwa hukum asal dalam transaksi muamalah adalah
diperbolehkan (mubah), kecuali ada sebuah nash yang melarangnya. Maka dari itu, manusia

14 Wardi Muslic, Fiqih Muamalah, hal 175-177


15 Ahmad Wardi Muslick, Fikih Muamalah , edtor,lihhihati.Ed.1.cet.2 (Jakarta: Amzah,2013). Hal 7-8
tidak boleh mengatakan bahwa sebuah transaksi atau akad dilarang sebelum/tidak terdapat
nash yang melarang akad tersebut.

Berbeda dengan ibadah, hukum asalnya adalah dilarang. Kita tidak bisa melakukan sebuah
ibadah jika memang tidak ditemukan nash yang memerintahkannya atau dengan kata lain
ibadah kepada Allah tidak bisa dilakukan jika tidak terdapat syariat dariNya. Kaidah ini
menjadikan fiqh muamalah fleksibel, tidak kaku, dan tidak ketinggalan zaman sehingga
dapat menjawab persoalan fikih kontemporer saat ini.

2. Muamalah berdasarkan kerelaan

Prinsip-prinsip muamalah adalah dibuat agar aktivitas jual beli yang dilakukan oleh manusia
ini sesuai dengan kaidah yang telah ditentukan. Salah satu prinsip muamalah yang paling
penting adalah prinsip saling suka atau saling rela (‘an Tara>dhin). Prinsip ini
menitikberatkan bahwa semua aktivitas yang berhubungan dengan jual beli itu tidak
diperbolehkan dilakukan dengan paksaan, kecurangan, penipuan, intimidasi, dan praktik-
praktik lainnya yang berpotensi dapat menghilangkan kebebasan, kejujuran, dan kebenaran
dalam sebuah transaksi.Seperti halnya yang dikatakan Wahbah al-Zulaihy dalam
kitabnyayang berjudul al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, dikatakan bahwa prinsip dasar yang
telah ditetapkan Islam mengenai perdagangan atau jual beli adalah ‘an Tara>dhin (suka
sama suka), hal itu sebagaimana firman Allah dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 29; f11) 17

Anda mungkin juga menyukai