Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SEDIAAN STERIL

SEDIAAN INJEKSI SUSPENSI & EMULSI

Diusulkan Oleh :

Hagi Varizal 2010070150031


Nur Indah Lumongga Sari DLY 2010070150020

PROGRAM STUDI FARMASI KLINIS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

PADANG 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………….
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………………….
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………………
1.3 Tujuan dan Manfaat…………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………………..
2.1 Injeksi Suspensi…………………………………………………………………………
2.2 Injeksi Emulsi…………………………………………………………………………..
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sediaan injeksi merupakan sediaan yang sangat penting bagi dunia kesehatan.
Karena pada keadaan sakit yang dianggap kronis, pemberian obat minum sudah tidak
maksimal lagi , sehingga perlu dan sangat penting untuk diberikan sediaan injeksi, karena
akan sangat membantu untuk mempercepat mengurangi rasa sakit pada pasien, sebab
sediaan injeksi bekerja secara cepat, dimana obat langsung masuk ke dalam pembuluh
darah dan akan bekerja secara optimal pada bagian yang sakit.
Sediaan injeksi merupakan salah satu contoh sediaan steril , jadi keamanan dan
kebersihan sediaan juga telah di uji.
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, suntikan
dengan cara menembus, atau merobek jaringan kedalam atau melalui kulit atau selaput
lendir.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa defensi dari sediaan injeksi suspense dan injeksi emulsi?
2. Apa saja hal yang harus diperhatikan dalam formulasi?
3. Apa saja kompnen dari formula injeksi suspensi dan injeksi emulsi?
4. Bagaimana cara pembuatan injeksi suspensi dan injeksi emulsi?
5. Apa saja evaluasi yang dilakukan pada injeksi suspensi dan injeksi emulsi?

1.3 Tujuan dan Manfaat


1. Sebagai bahan pembelajaran formulasi sediaan obat emulsi injeksi
2. Mengetahui dan memahami tentang formulasi sediaan emulsi injeksi
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Suspensi Injeksi


A. Defenisi
Suspensi untuk injeksi adalah sediaan berupa serbuk suspensi dalam medium cair
yang sesuai dan tidak disuntikkan secara intravena atau ke dalam saluran tulang
belakang (intratekal). Suspensi untuk injeksi terkonstitusi adalah sediaan padat kering
dengan bahan pembawa yang sesuai untuk membentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai.
Suspensi injeksi dapat berupa sediaan dalam air atau minyak. Suatu injeksi dapat
dikatakan sebagai suspensi injeksi jika zat aktif tidak larut dalam pembawa dan
menggunakannya sebagai sediaan depo.

B. Penggolongan Suspensi Injeksi


1. Dalam Air
Suspensi yang diinjeksi dalam air mengandung bahan tambahan yang
mengurangi sedimentasi, juga mengandung bahan isotonik, dapar, pengawet
dan lain-lain. suspensi injeksi tipe ini biasanya untuk zat aktif yang bersifat
polar.
2. Dalam Minyak
Dalam pembuatan suspense injeksi dalam minyak (seperti Oleum Arachidis,
Oleum Olivarum, Oleum Sesami, Etil oleat), kita perlu memperhatikan sifat
fisik dan stabilitas suspensi injeksi.

C. Keuntungan Suspensi Injeksi


Keuntungan dari penggunaan suspensi yang diinjeksi antara lain :
 Cocok untuk obat – obat yang tidak dapat larut dalam konvensional pelarut.
 Daya tahan terhadap hidrolisis dan oksidasi meningkat sebagaimana obat hadir
dalam bentuk padatan.
 Ungkapan formulasi sediaan obat dapat menciptakan ketenangan yang
menenangkan.
 Tidak tereleminasi terlebih dahulu oleh hati ( First Pass Effect ).
D. Kekurangan Suspensi Injeksi
Kekurangan dari sediaan suspensi yang diinjeksikan antara lain :
 Stabilisasi suspensi untuk periode antara pembuatan & penggunaan
menimbulkan sejumlah masalah, misalnya padatan secara bertahap
mengendap dan mungkin terjadi fenomena retak , sehingga sulit
untuk terdipersi kembali saat akan digunakan.
 Pemeliharaan stabilitas secara fisik sangat sulit jika dalam sediaan suspensi
injeksi.
 Ketidakseragaman dosis pada waktu pemberian.
 Rekonstruksi dalam pembuatan : Diperlukan fasilitas khusus untuk menjaga
keadaan aseptis selama proses pembuatan, seperti kristalisasi, pereduksian
ukuran partikel, pembasahan dan sterilisasi.

E. Pengembangan Formulasi
1. Komposisi Suspensi, dimana suspensi parenteral mengandung bahan yang
meliputi zat aktif dan zat tambahan.
2. Bahan tambahan yang biasanya digunakan dalam preparasi parenteral dimana
secara fisika-kimiawi harus cocok dengan zat aktif. Bahan tambahan harus
bersifat nonpirogenik, nontoksik, nonhemolitik dan noniritatif. Peran dari zat
tambahan tidak boleh mengganggu efek terapetik zat aktif. Bahan tambahan
berperan dalam menjaga stabilitasnya selama proses sterilisasi dan selama
masa penyimpanan dan yang paling terutama efektif pada konsentrasi rendah.

F. Bahan Tambahan Yang Digunakan


1. Bahan flokulasi/suspense
Foculating/suspending agent meliputi 3 hal antara lain :
 Surfaktan, contoh : Lesitin, Polysorbat 20, Polysorbat 40, Polysorbat 80 dan
Pluronic F-68.
 Koloid Hidrofilik, contoh : CMC Sodium, Akasia, Gelatin, MC, dan PVP.
 Elektrolit, contoh : Kalium/ Sodium Klorida, Kalium/ Sodium Sitrat, dan
Kalium/ Sodium Asetat.

2. Bahan pembasah (Wetting Agent)


Pembasah (Wetting agent) berfungsi mengurangi sudut kontak permukaan
partikel dengan cairan pembasah. Berguna apabila serbuk hidrofobik tersuspensi
dalam keadaan yang polar.

3. Pelarut (Solvent)
Pelarut (Solvent) untuk suspensi injeksi dapat digunakan pelarut yang polar
maupun yang nonpolar. 

4. Zat Pengawet
Bahan pengawet yang dapat digunakan dalam suspensi injeksi antara lain :
 Benzil Alkohol (0,9% – 1,5%)
 Metilparaben (0,18% – 0,2%)
 Propilparaben (0,02%)
 Benzalkonium Klorida (0,01% – 0,02%)
 Thimersal (0,001% – 0,01%)

5. Antioksidan

6. Agen Chelating (Pengkelat)
Contoh pengkhelat (Chelating agent) yang biasanya digunakan dalam
formulasi sediaan suspensi injeksi adalah EDTA (Etilendiamintetraasetat).

7. Agen buffer/penyangga (Pendapar)
Contoh pendapar (Buffering agent) yang biasanya digunakan dalam
formulasi sediaan suspensi injeksi adalah Asam Sitrat dan Sodium Sitrat.

8. Toniciting agent (Pengtonisitas)
Contoh pengisotonis (Toniciting agent) yang biasanya digunakan dalam
formulasi sediaan suspensi injeksi adalah Dekstrosa, Sodium Klorida.

G. Hal Yang harus diperhatikan


Persyaratan pada suspensi injeksi hampir sama dengan persyaratan suspensi
pada umumnya, yaitu :
 Zat terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1979).
 Jika dikocok harus segera terdispersi kembali (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 1979).
 Dapat mengandung zat dan bahan menjamin stabilitas suspensi (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 1979).
 Kekentalan suspensi tidak bolah terlalu tinggi agar mudah dikocok atau sedia
dituang (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).
 Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran partikel dari
suspensi tetap agak konstan untuk jangka penyimpanan yang lama
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).

2.2 Emulsi Injeksi


A. Defenisi
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat
yang terdispersi dalam cairan pembawa dan distabilkan dengan zat pengemulsi atau
surfaktan yang cocok. Biasanya emulsi mengandung dua zat atau lebih yang tidak
dapat bercampur, misalnya minyak dan air. Zat pengemulsi (emulgator) merupakan
komponen yang paling penting agar memperoleh emulsi yang stabil (Anief, 1996).

B. Penggolongan Tipe Emulsi


Emulsi terbagi menjadi dua tipe, yaitu emulsi sederhana atau emulsi ganda.
Emulsi sederhana dapat berbentuk emulsi air dalam minyak (A/M) atau emulsi
minyak dalam air (M/A). Emulsi ganda dapat berbentuk emulsi air dalam minyak
dalam air (A/M/A) atau emulsi minyak dalam air dalam minyak (M/A/M).
C. Hal Yang Harus Diperhatikan
Sediaan emulsi dapat terbentuk jika :
1. Terdapat 2 zat yang tidak saling melarutkan
2. Terjadi proses pengadukan (agitosi)
3. Terdapat emulgator

Persyaratan :
1.Aman
Injeksi tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau menimbulkan efek
toksik.
2. Sedapat mungkin isohidris
Isohidris artinya pH larutan diinjeksikan sama dengan pH darah dan cairan
tubuh lain, yaitu pH 7,4. Hal ini dimaksudkan agar bila diinjeksikan ke badan
tidak terasa sakit dan penyerapan obat dapat maksimal.Sedapat mungkin
isotonisIsotonis artinya mempunyai tekanan osmosa yang sama dengan tekanan
osmosa darah dan cairan tubuh yang lain, yaitu sebanding dengan tekanan
osmosa larutan natrium klorida 0,9%. Penyuntikan larutan yang tidak isotonis ke
dalam tubuh dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Bila larutan yang
disuntikkan hipotonis (mempunyai tekanan osmosa yang lebih kecil) terhadap
cairan tubuh, maka udara akan diserap masuk ke dalam sel tubuh yang akhirnya
mengembang dan dapat pecah.
3. Tidak berwarna
Pada sediaan obat yang disuntikkan tidak diperbolehkan adanya penambahan
zat warna dengan maksud untuk memberikan warna pada sediaan tersebut,
kecuali bila obatnya memang berwarna
4.Steril
Suatu bahan dikatakan steril jika terbebas dari mikroorganisme hidup yang
patogen maupun yang tidak, baik dalam bentuk vegetatif maupun dalam bentuk
tidak vegetatif (spora).
5. Bebas pirogen
Hal ini harus diperhatikan terutama pada pemberian injeksi dengan volume
besar

D. Pengembangan Formulasi
1. Fase Minyak
Fase minyak yang paling banyak digunakan adalah minyak ikan, minyak
kacang, minyak zaitun, minyak kapas dan minyak kedelai
2. Fase Air
3. Emulgator
Emulgator merupakan komponen penting dalam formula sediaan emulsi
untuk menghasilkan dan menjaga stabilitas emulsi selama penyimpanan dan
pemakaian. Tanpa adanya emulgator, maka emulsi akan segera pecah dan
terpisah menjadi fase terdispersi dan medium pendispersinya
4. Agen Chelating (Pengkelat)
Contoh pengkhelat (Chelating agent) yang biasanya digunakan dalam
formulasi sediaan suspensi injeksi adalah EDTA (Etilendiamintetraasetat).
5. Zat Pengawet
Bahan pengawet yang dapat digunakan dalam suspensi injeksi antara lain :
 Benzil Alkohol (0,9% – 1,5%)
 Metilparaben (0,18% – 0,2%)
 Propilparaben (0,02%)
 Benzalkonium Klorida (0,01% – 0,02%)
 Thimersal (0,001% – 0,01%)
6. Agen buffer/penyangga (Pendapar)
Contoh pendapar (Buffering agent) yang biasanya digunakan dalam
formulasi sediaan suspensi injeksi adalah Asam Sitrat dan Sodium Sitrat.
7. Toniciting agent (Pengtonisitas)
Contoh pengisotonis (Toniciting agent) yang biasanya digunakan dalam
formulasi sediaan suspensi injeksi adalah Dekstrosa, Sodium Klorida.
8. Antioksidan
E. Formula Sediaan

Pembuatan emlusi untuk diinjeksi di lakukan dengan membuat emulsi kasar


lalu du masukkan homogenizer kemudian di tampung dalam botol steril dan di
sterilkan dalam autoclaf dan di periksa sterilitas serta ukuran butir.

F. Evaluasi Sediaan
Evaluasi dilakukan setelah sediaan disterilkan dan sebelum wadah dipasang etiket
dan dikemas

1. Evaluasi Fisika
 Penetapan pH
 Bahan Partikulat dalam Injeksi 
 Penetapan Volume Injeksi Dlam Wadah
 Uji Keseragaman Bobot dan Keseragaman Volume
 Uji Kejernihan Larutan 
 Uji Kebocoran (Dry Bath Test dan Double Vacuum Pull)

2. Evaluasi Biologi
 Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba
 Uji Sterilitas 
 Uji Endotoksin Bakteri
 Uji Pirogen
 Uji Kandungan Zat Antimikroba
3. Evaluasi Kimia
 Uji Identifikasi (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing)
 Penetapan Kadar (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing)
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

1.1 Kesimpulan
1. Suspensi parenteral adalah suspensi yang dikemas sedemkian rupa sehingga
cocok untuk diberikan dalam bentuk injeksi hipodermis dengan pembawa atau
zat pensuspensi yang cocok.
2. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat
yang terdispersi dalam cairan pembawa dan distabilkan dengan zat pengemulsi
atau surfaktan yang cocok. 
2.1 Saran
Untuk mengurangi rasa sakit dan iritasi pada jaringan maka sebaiknya diameter
partikel lebih kecil dari 5 µ. Reduksi ukuran partikel ini dilakukan secara mekanis dengan
menggilingnya atau dengan kristalisasi sebagai mikrokristal.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, H. C., 2008, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, ed IV, Alih bahasa Ibrahim, F.
Jakarta : UI Press.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia . 1979 . Farmakope Indonesia Edisi    III .
Jakarta : Dekpes RI.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia . 1995 . Farmakope Indonesia Edisi     IV .
Jakarta : Dekpes RI.
Rajesh M. Patel; Parenteral suspension: An overview, International Journal of Current
Pharmaceutical Research Vol 2, Issue 3, 2010.
Tungadi, Robert. 2014. Teknologi Sediaan Liquida dan Semisolid. Jakarta : Segung Seto.
Tungadi, Robert. 2017. Teknologi Sediaan Steril. Jakarta : Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai