Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA

“PENGARUH PEMBERIAN INTRAVASKULAR TERHADAP


FARMAKOKINETIKA OBAT DENGAN MENGGUNAKAN DATA
DARAH KELINCI”

DISUSUN OLEH:
DIAN MEGA SUGIYARTO
1910212015

PROGRAM STUDI FARMASI PROGRAM SARJANA


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


2021/2022
6.1. Judul Praktikum
Pengaruh Pemberian Intravaskular Terhadap Farmakokinetika Obat dengan Menggunakan
Data Darah Kelinci
6.2. Tujuan Praktikum
1. Melakukan uji bioavaibilitas suatu obat dari larutan injeksi (intravena) dengan
menggunakan data darah
2. Menghitung dan mengintepretasikan parameter farmakokinetika suatu obat
6.3. Dasar Teori Praktikum
Rute pemberian obat secara langsung mempengaruhi ketersediaan hayati obat
(bioavailabilitas), yang menentukan awal dan durasi efek farmakologis. Berdasarkan rute
pemberiannya obat dibedakan menjadi dua golongan yaitu obat yang diberikan secara
parenteral (melalui kulit dengan injeksi, untuk menghindari sistem pencernaan) dan jalur
enteral (langsung di beberapa titik saluran cerna). Untuk tingkat yang lebih rendah, rute paru
(atau pernapasan) dan hidung digunakan. Cara pemberian lainnya, seperti ophthalmic dan
vaginal, tidak dimasukkan di sini karena aplikasinya hampir eksklusif untuk pemberian obat
lokal (tidak sistemik) (Talevi and Quiroga, 2018).
Pemberian obat parenteral dilakukan langsung melalui kulit, menuju sirkulasi sistemik.
Parenteral adalah rute pilihan untuk obat yang tidak dapat diserap secara oral dan / atau yang
tidak stabil di saluran pencernaan (misalnya insulin, heparin). Rute pemberian ini juga
digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak sadar atau dalam keadaan yang memerlukan
tindakan yang cepat. Rute pemberian parenteral menunjukkan ketersediaan hayati yang lebih
tinggi daripada rute lain dan tidak mengalami metabolisme jalur pertama atau kondisi
lingkungan gastrointestinal yang terkadang ekstrem, sambil menawarkan kontrol terbesar atas
jumlah obat sebenarnya yang mengakses sirkulasi sistemik. Sebagai kelemahan utama,
pemberian obat melalui rute ini tidak dapat diubah dan dapat menyebabkan rasa takut, nyeri,
kerusakan jaringan dan / atau infeksi (Florez 1998).
Pemberian obat parenteral dilakukan langsung melalui kulit, di atau menuju sirkulasi
sistemik. Ini adalah rute pilihan untuk obat yang tidak dapat diserap secara oral dan / atau
yang tidak stabil di saluran pencernaan (misalnya insulin, heparin). Rute pemberian ini juga
digunakan untuk pengobatan pasien yang tidak sadar atau dalam keadaan yang memerlukan
tindakan yang cepat.
Pemberian parenteral dapat dilakukan dengan suntikan (volume kecil), infus (volume
besar) atau implan, dengan tujuan untuk mencapai efek sistemik, dapat juga digunakan secara
lokal pada organ atau jaringan tertentu dengan menyuntikkan bahan aktif farmasi secara
langsung. di tempat kerja, untuk meminimalkan efek samping sistemik (Øie dan Benet 2002).
Rute pemberian obat secara parenteral dapat dibagi menjadi tiga rute, yaitu Intravena (IV),
Intramuskular (IM) dan Subkutan (SC).
Pemberian obat melalui rute IV melibatkan pemasukan larutan obat dengan jarum,
langsung ke pembuluh darah. Rute IV adalah cara terbaik untuk memberikan dosis dengan
cepat dan akurat, karena obat masuk langsung ke dalam sirkulasi sistemik tanpa penundaan
yang terkait dengan proses absorpsi, mencapai efek terapeutiknya lebih cepat daripada dengan
cara lain. Rute IV memiliki ketersediaan hayati 100%, karena bahan aktif farmasi biasanya
mencapai tempat kerja tanpa mengalami perubahan akibat efek pra-sistemik. Ada tiga metode
utama untuk memberikan pengobatan dengan rute IV:
1) Rute Intravena Cepat (IV Bolus)
Rute ini melibatkan pemberian dosis tunggal dengan cara disuntikkan langsung ke
pembuluh darah, jadi hanya mendukung volume kecil (lebih kecil dari 10 mL). Setelah
injeksi bolus IV, obat diencerkan sistem vena mencapai jantung, dipompa ke paru-paru
dan didistribusikan ke seluruh tubuh oleh sistem arteri. Menurut fraksi aliran darah arteri
yang mencapai tempat kerja, efek terapeutik dapat diamati bahkan 20– 40 detik setelah
injeksi, dan dengan demikian ini adalah rute yang sangat berguna untuk keadaan darurat
dan manajemen nyeri (Saxen 2016).
2) Rute Intravena lambat (IV Infus)
Infus IV terdiri dari pemberian obat ke pembuluh darah, selama periode waktu yang lama
(volume larutan besar). Jumlah obat yang diberikan dalam periode tertentu ditentukan
oleh kecepatan infus, dan masuknya obat ke dalam tubuh dengan gravitasi atau dengan
pompa infus, hal ini memaksa larutan obat melewati kateter plastik yang dimasukkan ke
dalam pembuluh darah. Tute ini biasanya diberikan kepada pasien melalui vena lengan
bawah (vena cephalic basal dan tengah) atau di pergelangan tangan (aksesori cephalic dan
antebrachial medial) (Boylan dan Nail 2002).
6.4. Alat dan Bahan Kerja
1. Spektrofotometer 11. Sulfametoksazol
2. Alat pemusing (Sentrifuga) 12. Asam Trikhloro Asetat 1,5%
3. Disposable syringe 1 cc 13. Natrium Nitrit 0,1%
4. Timbangan untuk hewan coba 14. Ammonium Sulfamat 0,5%
5. Cage (Kotak kelinci) 15. N (naftil) etilen diamina
6. Vortex mixture dihidrokhlorida 0,1%
7. Alat pencukur 16. Heparin
8. Alat gelas 17. Xylol
9. Mouth block 18. Etanol 70%
10. Feeding tube

6.5. Cara Kerja

1. Pemakaian produk obat


a. Pemakaian intravena
1) Timbang berat kelinci
2) Hitung dosis dan volume larutan yang akan diberikan intarvena. Dosis 20 mg/kg BB
3) (1 ml larutan = 80 mg sulfametoksazol)
4) Berikan obat ke dalam vena telinga marginal kelinci

2. Pengambilan sampel darah dengan disposable syringe:


a. Ambil disposable syringe steril dan bilas dengan larutan heparin (10 U/ml darah).
b. Bersihkan bulu-bulu pada daerah telinga sekitar vena marginal.
c. Olesi xylol pada daerah sekitar vena marginal
d. Ambil darah dengan disposable syringe kurang lebih 1 ml darah. Kocok syringe untuk
mencegah koagulasi.
e. Lakukan pengambilan sampel darah pada waktu berikut:
i.v : 0, 5, 10, 15, 20, 30, 45, 60, 90, dan 120 menit setelah pemberian obat.
i.m : 0, 10, 20, 30, 45, 60, 90 dan 120 menit setelah pemberian obat.
p.o : 0, 10, 20, 30, 45, 60, 90 dan 120 menit setelah pemberian obat.
f. Ambil satu sampel darah sebelum pemberian obat sebagai blanko.

3. Perlakuan pada hewan coba


a. Puasakan kelinci malam hari sebelum percobaan
b. Timbang berat kelinci dan hitung dosis secara tepat
c. Berikan obat sulfametoksazol sesuai rute pemakaian yang ditentukan
d. Ambil sampel darah sesuai dengan waktu yang ditentukan

4. Metode penetapan kadar sulfametoksazol dalam darah dengan metode Azotasi dari Bratton
Marshal
a. 0,5 ml cuplikan darah ditambah 7,5 ml air suling, dicampur (divortex) hingga homogen
dan didiamkan selama 15 menit
b. Tambahkan ke dalamnya 2 ml TCA 15%, vortex dan sentrifuga 3000 rpm selama 10
menit. Jika supernatant belum jernih, pindahkan supernatant ke tabung baru kemudian
sentrifuga lagi 3000 rpm selama 10 menit.
c. Ambil 5 ml supernatant kemudian tambahkan 0,5 ml NaNO2 0,1%, kemudian vortex
dan diamkan selama 3 menit.
d. Tambahkan ke dalamnya 0,5 ml ammonium sulfamat 0,5%, reaksikan (vortex) selama 2
menit.
e. Tambahkan 2,5 ml N (naftil) etilen diamina dihidrokhlorida 0,1%, reaksikan (vortex)
dan diamkan selama 10 menit.
f. Amati absorbansinya pada λ maksimum.

5. Tahapan percobaan
a. Pembuatan larutan baku kerja sulfametoksazol
1 Buatlah larutan baku induk 1000 mcg/ml dari 100 mg sulfametoksazol dilarutkan
dalam NaOH 0,1 N dan H2SO4 4 N (1:5), kemudian tambahkan air suling sampai 100
ml.
2 Buatlah larutan baku kerja sulfametoksazol dengan cara mengencerkan larutan baku
induk dengan air suling sampai didapat larutan dengan kadar 10, 20, 30, 50, dan 100
mcg/ml.
b. Penentuan panjang gelombang maksimum
1 Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan menggunakan larutan baku kerja
10 dan 100 mcg/ml.
2 Reaksikan larutan baku kerja 10 dan 100 mcg/ml sesuai prosedur penetapan kadar
sulfametoksazol dan amati nilai absorbansi pada panjang gelombang antara 520 –
560 nm.
3 Buatlah kurva absorbansi terhadap panjang gelombang dari larutan baku kerja 10 dan
100 mcg/ml pada kertas grafik berskala sama!
4 Tentukan λ maksimum.
c. Pembuatan Kurva Baku
1 Lakukan pengamatan absorbansi dari larutan baku kerja pada 1 yang telah
direaksikan seperti pada metode penetapan kadar sulfametoksazol dalam darah
dengan metode Azotasi di Bratton Marshal, pada panjang gelombang maksimum
yang telah didapat dari 2.
2 Buatlah tabel hasil pengamatan dan buat kurva kadar larutan baku kerja terhadap
absorbansi pada kertas grafik berskala sama.
3 Hitung koefisien korelasinya, dan buat persamaan garisnya.
d. Penetapan kembali kadar sulfametoksazol yang ditambahkan dalam darah (recovery)
1 Digunakan larutan baku kerja dengan kadar 10, 20, 30, 50, 100 mcg/ml dengan cara:
0,5 ml larutan baku kerja dan 0,5 ml darah ditambah 7,0 ml air suling, campur
homogen dan diamkan 15 menit. Tambahkan ke dalamnya 2 ml TCA 15%, vortex
dan sentrifuga. Ambil supernatan 5 ml, kemudian tambahkan 0,5 ml NaNO2 0,1%,
diamkan selama 3 menit. Tambahkan ke dalamnya 0,5 ml ammonium sulfamat 0,5%,
reaksikan (vortex) selama 2 menit. Tambahkan 2,5 ml N (naftil) etilen diamina
dihidrokhlorida 0,1%, divortex dan diamkan selama 10 menit. Amati absorbansinya
pada λ maksimum!
2 Tabelkan hasil pengamatan dan buat kurva kadar larutan baku kerja terhadap
absorbansi pada kertas grafik berskala sama!
3 Hitung prosen recovery dengan cara sebagai berikut:
4 Memasukkan nilai absorbansi larutan baku recovery pada persamaan kurva baku
sehingga diperoleh harga kadar sulfametoksazol yang diperoleh kembali.
5 Hitung prosen recovery dengan membagi perolehan kembali sulfametoksazol dalam
darah dengan kadar sebenarnya, kemudian dikalikan 100%.
C Perolehan kembali
% Recovery = x 100 %
C sebenarnya

f. Pengumpulan sampel darah


Lakukan pengambilan sampel darah pada waktu berikut:
i.v : 0, 5, 10, 15, 20, 30, 45, 60, 90, dan 120 menit setelah pemberian obat.
i.m : 0, 10, 20, 30, 45, 60, 90 dan 120 menit setelah pemberian obat.
p.o : 0, 10, 20, 30, 45, 60, 90 dan 120 menit setelah pemberian obat.
g. Penetapan kadar sulfametoksazol dalam darah
1 Tetapkan kadar sulfametoksazol dalam cuplikan darah dengan reaksi azotasi dari
Bratton Marshal dan amati absorbansinya pada panjang gelombang maksimum.
2 Masukkan data absorbansi ke persamaan garis recovery untuk mendapatkan data
kadar sulfametoksazol dalam darah dari setiap waktu pengambilan.
6.6. Hasil dan Pembahasan Praktikum
6.7. Hasil Praktikum
6.1.1 Penetuan Panjang Gelombang
Tabel 1. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

Panjang Absorbansi

gelombang (nm) C1 (10,05 µg/mL) C2 (100,05 µg/mL)

520 0,060 0,602

530 0,059 0,601

540 0,062 0,604

550 0,061 0,603


560 0,061 0,603

Kurva Penetuan Panjang Gelombang


0.062
0.0612
Absorbansi

0.0604
0.0596
0.0588
0.058
0.0572
515 520 525 530 535 540 545 550 555 560 565

Panjang Gelombang (nm)

Gambar 1. Kurva Penentuan Panjang Gelombang


Panjang suatu gelombang dilihat dari absorbannya, semakin tinggi absorbannya
maka akan semakin tinggi.

Tabel 2. Kadar Baku Kerja dan Absorbansi


Absorbansi (nm)
Kadar Baku
Sampel -
Kerja (µg/mL) Blanko Sampel
Blanko
10,05 0,010 0,072 0,062

20,10 0,010 0,132 0,122

30,15 0,010 0,201 0,191

50,25 0,010 0,301 0,291

100,05 0,010 0,614 0,604

- Nilai b yang diperoleh = slope = 0,0059


- Nilai a yang diperoleh = intersep = 0,0019
- Persamaan garis regresi yang diperoleh : y =0,0059x + 0,0019
Kadar Baku Kerja
0.7

0.6
f(x) = 0.00598478565470832 x + 0.00192082822368561
0.5 R² = 0.998784180084293
Absorbansi (nm)
0.4

0.3

0.2

0.1

0
0 20 40 60 80 100 120

Kadar baku kerja (µg/mL )

Gambar 2. Kurva Kadar Baku Kerja

Tabel 3. Kadar Baku Kerja dan Absorbansi Perolehan Kembali


Absorbansi (nm) Kadar
Kadar
Sam yang didapat %
Baku Kerja B Sam
pel - kembali recovery
(µg/mL) lanko pel
Blanko (µg/mL)
0, 0,05 0,05 84,492
10,05 8,4915
005 7 2 5%
0, 0,10 0,09 81,878
20,10 16,4576
005 4 9 6%
0, 0,16 0,15 86,628
30,15 26,1186
005 1 6 8%
0, 0,25 0,25 84,357
50,25 42,3898
005 7 2 8%
0, 0,50 85,228
100,05 0,51 85,2711
005 5 4%
% recovery rata-rata = 84,51722%

- Nilai b yang diperoleh = slope = 0,005


- Nilai a yang diperoleh = intersep = 0,00058
- Persamaan garis regresi yang diperoleh : y = 0,005x + 0,00058

Kadar Baku Kerja dan Absorbansi Perolehan


Kembali
0.6

0.5
f(x) = 0.00503846117494725 x + 0.000580015311221815
Absorbansi (nm) 0.4 R² = 0.999811653912209

0.3

0.2

0.1

0
0 20 40 60 80 100 120

Kadar yang di dapat kembali (µg/mL )

Gambar 3. Kurva Kadar Baku Kerja dan Absorbansi Perolehan Kembali

Tabel 4. Analisis Sampel Cuplikan Darah


W Absorbansi (nm)
Kadar
aktu Ln
Bla Sam Sampel - Sulfametoksazol
(menit Cp
nko pel Blanko dalam darah (µg/mL)
ke-)
3,3
0 - - - 29,378
802
0,00 0,13 3,2
5 0,136 27,084
0 6 989
0,00 0,12 3,2
10 0,125 24,884
0 5 142
0,00 0,11 3,1
15 0,115 22,884
0 5 304
0,00 0,10 3,0
20 0,105 20,884
0 5 390
0,00 0,08 2,8
30 0,089 17,684
0 9 727
45 0,00 0,06 0,069 13,684 2,6
0 9 162
0,00 0,05 2,3
60 0,054 10,684
0 4 687
0,00 0,03 1,8
90 0,033 6,484
0 3 693
12 0,00 0,02 1,3
0,020 3,884
0 0 0 569

- Nilai b yang diperoleh = slope = -0,0168


- Nilai a yang diperoleh = intersep = 3,38026
- Persamaan garis regresi yang diperoleh : y = -0,0168x + 3,38026

Ln Cp vs Waktu
3.5000

3.0000 f(x) = − 0.0168511649653224 x + 3.38029306890696


R² = 0.999968097437225
2.5000

2.0000
Ln Cp

1.5000

1.0000

0.5000

0.0000
0 20 40 60 80 100 120 140

Waktu (menit ke-)

Gambar 4. Kurva Kadar Sulfametoksazol dalam darah

Persamaan garis regresi yang diperoleh : y = -0,0168x + 3,38026


Parameter farmakokinetika
1. K = -slope = b = 0,0168 menit-1
0,693 0,693
2. T1/2 = = = 41,25 menit
k 0,0168 menit −1
Db 29,5 mg 29500 µg
3. Vd = = = = 1089,204 mL =1,089 L
Cp 0 27,084 µg /mL 27,084 µg /mL
4. Cl = Vd x k = 1,089 L× 0 , 0168 menit −1 = 0,01829 L.menit-1
5. AUC 0-90 = 1382,66 µg.menit/mL
Cp 120 3,884 µg /mL
6. AUC120 - ∞ = = −1 = 231,1904 µg.menit/mL
k 0,0168 menit
7. AUC total = AUC 0-90 + AUC120 - ∞
= 1382,66 µg.menit/mL + 231,1904µg.menit/mL
= 1613,8504 µg.menit/mL
6.8. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan perhitungan parameter farmakokinetika dari
sampel sulfametoksazol melalui rute intravascular berupa pengambilan darah intravena
pada kelinci. Sulfametoksazol adalah obat turunan sulfonamida yang sukar larut di
dalam air, banyak digunakan serta mempunyai aktifitas anti bakteri.. Mekanisme kerja
sulfametoksazol yaitu mencegah sintesis asam dihidrofolat, sehingga bakteri bersaing
dengan asam para amino benzoat (PABA) (Levinson & Jawtz, 1996). Bratton-Marshall
adalah metode pengukuran kadar darah dalam plasma kelinci.
Praktikum kali ini diawali dengan pembuatan larutan baku sulfametoksazol.
Pembuatan larutan baku dilakukan dengn cara melarutkan sulfametoksazol 100mg
dengan 1 mL larutan NaOH dan 5mL larutan H 2SO4 yang kemudian dihomogenkan dan
ditambahkan aquades sampai 100 mL hasilnya didapat larutan baku primer
sulfametoksazol 1000ppm. Setelah itu dibuat kembali larutan baku sekunder
sulfametoksazol dengan mengencerkan larutan baku primer 1000 ppm dengan aquadest
menjadi 10.05, 20.10, 30.15, 50.25 dan 100.05 ppm. Kemudian dilakukan penentuan
panjang gelombang maksimum yang akan digunakan untuk membuat kurva larutan
baku dengam metode Analisa spektrofotometri. Penetapan Panjang gelombang
menggunakan larutan baku kerja 10.05 dan 100.05 mcg/ml yang diamati dengan
panjang gelombang 520 hingga 560 nm. Dari hasil pengamatan didapat panjang
gelombang maksimum sebesar 540 nm, hal ini dikarenakan pada panjang gelombang
540 nm diperoleh absorbansi atau serapan tertinggi pada konsentrasi larutan tertinggi
dan terendah.
Panjang gelombang maksimum yang diperoleh digunakan kembali untuk
mendapatkan nilai absorbansi pada seluruh larutan baku sekunder dan larutan blanko
(larutan tanpa bahan aktif/ aquadest). Hasil selisih absorbansi dari sampel dan blanko
diplot kemudian didapatkan persamaan garis regresi sebesar (y = 0,059x + 0,0019).
Kemudian dilakukan penetapan kadar sulfametoksazol kembali, dengan cara
menambahkan sulfametoksazol ke dalam darah (recovery) kemudian diamati absorbansi
dari larutan baku kerja sekunder yang telah direaksikan dengan metode Bratton-
Marshall. Kemudian hasil absorbansi recovery yang didapat dimasukkan pada
persamaan kurva baku sekunder (y = 0,0059x + 0,0019) sehingga didapat kadar
Sulfametoksazol yang diperoleh kembali. Kadar sulfametoksazol yang diperoleh
kembali lalu diplot dengan absorbansinya (absorbansi kadar perolehan kembali
sulfametoksazol) sehingga di dapat persamaan regresi kadar perolehan kebali vs
absorbansi perolehan kembali yaitu (y = 0,005x + 0,00058). Setelah itu dihitung
persentase recovery dan didapat rata-rata persetase recovery sebesar (84,51722%).
Perhitungan recovery dilakukan dengan tujuan menentukan nilai akurasi. Berdasarkan
persentase recovery yang dapat diterima (dinyatakan akurat) adalah 80% - 107% pada
10ppm/unit (Horwitz, 2010). Berdasarkan perolehan, hasil recovery yang didapat berada
pada rentang persentase recovery yang dapat diterima menurut AOAC. Hal ini berarti
metode yang telah dilaksanakan dianggap akurat karena memiliki ketepatan yang baik
dengan tingkat kesesuaian nilai suatu pengukuran yang sebanding dengan nilai
sebenarnya (Ervina, 2013).
Selanjutnya dilakukan pemberian Sulfametoksazol dengan memuasakan kelinci
selama 10 jam sebelum percobaan dengan tujuan mengurangi variasi biologis akibat
adanya makanan, lalu dilakukan penimbangan berat badan untuk menghitung dosis
yang akan diberikan pada kelici, berdasarkan hasil perhitungan dosis yang akan
diberikan yaitu sebesar 29,5 mg Sulfametoksazol dalam 0,36875 mL larutan
sulfametoksazol. Kemudian dilakukan pengambilan darah dengan disposable syringe
steril yang selanjutnya dilakukan pembilasan menggunakan larutan heparin (10 U/ml
darah) sebagai antikoagulan pada darah kelinci. Plasma mengalir ke seluruh jaringan,
hal ini menggambarkan obat dalam plasma sama dengan obat yang berada di dalam
jaringan dimana perubahan konsentrasi obat mencerminkan perubahan konsentrasi obat
di jaringan (Shargel, 1988). Pengambilan darah kelinci dilakukan dengan membersihkan
bulu-bulu disekitar telinga vena marginal dan dilakukan pengolesan xylol di area sekitar
vena marginal. Xylol digunakan sebagai vasodilator untuk mempermudah praktikan
dalam menemukan vena marginal pada telinga kelinci. Darah sebanyak 1 ml diambil
menggunakan syringe kemudian dikocok untuk mencegah koagulasi. Pengambilan
sampel berupa darah dilakukan pada menit ke-5, 10, 15, 20, 30, 45, 60, 90, dan 120.
Lalu diambil kembali darah setelah pemberian obat pada menit yang sama.
Selanjutnya, dilakukan analisis kadar Sulfametoksazol dalam darah kelinci
dengan melakukan pengambilan darah. Kemudian dilakukan hal yang sama pada
perolehan kembali kadar Sulfametoksazol yaitu dengan metode Bratton-Marshall sama
seperti pada tahap recovery (penetapan kadar kembali). Lalu diamati absorbansinya
hingga didapat kadar Sulfametoksazol menggunakan persamaan regresi pada perolehan
kembali kadar Sulfametoksazol. Kemudian dibuat kurva antar kadar Sulfametoksazol
dengan waktu pemakaian intravena dan didapat persamaan regresi (y = -0,0168x +
3,38026).
Kadar maksimum sulfametoksazol pada kurva terletak pada menit ke-0 yaitu
29,3784 µg/mL. Sedangkan pada waktu selanjutnya terjadi penurunan kadar
sulfametoksazol. Dari hasil perolehan persamaan regresi linear kadar Sulfametoksazol
vs waktu pemakaian intravena, dihitung parameter farmakokinetika dan didapatkan
hasil sebagai berikut :
1. K = -slope = b = 0,0168 menit-1
0,693 0,693
2. T1/2 = = −1 = 41,25 menit
k 0,0168 menit
Db 29,5 mg 29500 µg
3. Vd = = = = 1089,204 mL =1,089 L
Cp 0 27,084 µg /mL 27,084 µg /mL
4. Cl = Vd x k = 1,089 L× 0 , 0168 menit −1 = 0,01829 L.menit-1
5. AUC 0-90 = 1382,66 µg.menit/mL
Cp 120 3,884 µg /mL
6. AUC120 - ∞ = = −1 = 231,1904 µg.menit/mL
k 0,0168 menit
7. AUC total = AUC 0-90 + AUC120 - ∞
= 1382,66 µg.menit/mL + 231,1904µg.menit/mL
= 1613,8504 µg.menit/mL
Penurunan kadar sulfametoksazol setelah menit ke-0 dipengaruhi oleh pemberian
obat yaitu secara intravena dimana lansung masuk ke sirkulasi sistemik dan tidak
mengalami proses absorbsi (Rosmiati et al, 2003). Kemudian, tanda (-) pada persamaan
regresi kadar Sulfametoksazol vs waktu pemakaian intravena (y = -0,0168x + 3,38026)
menandakan kurva menurun yang mana menggambarkan eliminasi obat per satuan
waktu, ditunjukkan pula pada kurva dengan seiring perubahan waktu kurva menurun
atau kadar obat menurun. Nilai K merupakan nilai yang menggambarkan seberapa cepat
obat tereliminasi dari tubuh, semakin besar nilai berarti semakin cepat obat dieliminasi
dalam darah, dan sebaliknya semakin kecil nilai K menunjukkan semakin lama obat
dieliminasi dalam darah (Budiyatin et al, 2009). Waktu paruh atau t1/2 yang didapat
yaitu 41,25 menit untuk mencapai setengah kadar dari kadar awalnya. Volume distribusi
obat sebesar 1,004 L dan klirens 0,01686 L setiap menitnya. Volume distribus (Vd)
menggambarkan nilai volume hipotesis yang diperlukan untuk melarutkan obat yang
ditemukan di dalam darah (Rowland dan Tozer, 1989). Nilai Vd yang tinggi
menunjukkan obat terdistribusi cukup tinggi di dalam cairan tubuh dan memiliki
penetrasi ke jaringan yang baik. Sedangkan klirens menggambarkan ukuran obat yang
hilang dari plasma atau volume darah yang mengandung obat yang terbersihkan setiap
satuan waktu (Aslam et al, 2003). Nilai AUC totalnya yaitu 1755,0064 µg.menit/mL.
AUC (Area Under Curve) yang menggambarkan naik turunya kadar plasma sebagai
fungsi waktu (Tjay dan Rhardja, 2002).

6.9. Kesimpulan
Parameter farmakokinetika sulfametoksazol dipengaruhi oleh rute pemberian
intravena menggunakan data darah kelinci ini menggunakan metode Bratton-Marshall. Hasil
pengamatan menunjukkan terdapat pengaruh pemberian intravena yaitu pada menit awal
menunjukkan kadar sulfametoksazol dalam darah langsung tinggi karena rute intravena tidak
mengalami proses absorpsi melainkan langsung masuk kedalam sirkulasi sistemik, ditandai
dengan menurunnya kurva.

6.10. Daftar Pustaka


Aslam, M., Tan, C.K. and Prayitno, A., 2003. Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy) Menuju
Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta: PT Gramedia.
Boylan J, Nail (2002) Parental products. In: Banker GS, Rhodes CT (eds) Modern
pharmaceutics. Marcel Dekker, New York, pp 576–625.
Budiatin, A.S., Ariyani, T. and Nisak, K., 2009. Pengaruh Sirkadian Pada Farmakokinetika
Sulfametoksazol Oral Dengan Data Darah Kelinci. Majalah Farmasi Airlangga, 7(2).
Ervina, N.H., 2013. Perbandingan Metode Destruksi pada Analisis Pb dalam Rambut dengan
AAS. Skripsi. Universitas Negeri Semarang. Semarang.
Florez J (1998) Absorción, distribución y eliminación de los fármacos. In: Florez J, Armijo
JA, Mediavilla A (eds) Farmacología Humana. Masson S.A., Barcelona, pp 47–75.
Horwitz, W., 2010. Official methods of analysis of AOAC International. Volume I,
agricultural chemicals, contaminants, drugs/edited by William Horwitz. Gaithersburg
(Maryland): AOAC International.
Levinson, W. and Jawetz, E., 1996. Medical microbiology and immunology: examination and
board review. Appleton & Lange.
Øie S, Benet L (2002) The effect of route administration and distribution on drug action. In:
Banker GS, Rhodes CT (eds) Modern pharmaceutics. Marcel Dekker, New York, pp
187–214.
Rosmiati, H., Gan, V.H.S., Ganiswara, S.G., Setiabudy, R. and Suyatna, F.D., 2003.
Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Gaya Baru.
Rowland, M, Tozer, TN.1989. Clinical Pharmacokinetics: Conceps and Application.
Philadelphia. Lea and Febiger. Pp 33-47.
Saxen MA (2016) Pharmacologic management of patient behavior. In: McDonald and
Avery’s dentistry for the child and adolescent. Elsevier, pp 303–327.
Talevi, A., & Quiroga, P. A. (2018). ADME Processes in Pharmaceutical Sciences.
Switzerland AG: Springer Nature, pp 97-99.
Tjay, T. H., dan Rahardja, K. 2002. Obat-Obat Penting, Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya. Edisi Kelima. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
6.11. Lampiran
Pemberian Obat
Dosis larutan stok 20 mg/KgBB (1 mL larutan = 80 mg sulfametoksazol)
BB kelinci setelah ditimbang = 1,475 kg
20 mg
Dosis yang diberikan = x 1,475 kg = 29,5 mg
kg
80 mg 80 mg 29,5 mg
Larutan stok =  yang diambil = =
1 mL 1 mL x mL
29,5 mg x 1 mL
X= = 0,36875 mL
80 mg
Perhitungan kadar yang didapat kembali
y = 0,0059x + 0,0019

1. 0,052 = 0,0059x + 0,0019 0,0059x = 0,1541


0,0059x = 0,052 – 0,0019 0,1541
X= = 26,2286 µg/mL
0,0059
0,0059x = 0,0501
0,0501 4. 0,252 = 0,0059x + 0,0019
X= = 8,4915 µg/mL
0,0059
0,0059x = 0,252 – 0,0019
2. 0,099 = 0,0059x + 0,0019
0,0059x = 0,2501
0,0059x = 0,099 – 0,0019 0,2501
X= = 43,3893 µg/mL
0,0059
0,0059x = 0,0971
0,0972 5. 0,505 = 0,0059x + 0,0019
X= = 16,4567 µg/mL
0,0059
0,0059x = 0,505 – 0,0019
3. 0,156 = 0,0059x + 0,0019
0,0059x = 0,05031
0,0059x = 0,156 – 0,0019 0,05031
X= = 85,2711 µg/mL
0,0059

% recovery

C perolehan kembali
% recovery = x 100%
C sebenarnya
8,4915 42,3898
1. % recovery = x 100% = 4. % recovery = x 100% =
10,05 50,25
84,4925% 84,3578%

16,4576 85,2711
2. % recovery = x 100% = 5. % recovery = x 100% =
20,10 100,05
81,8786% 85,2284%

26,1186
3. % recovery = x 100% =
30,15
86,6288 %

84,4925 %+81,8786 %+86,6288 % +84,3578 %+ 85,2284 %


% recovery rata-rata = =
5
84,51722%

Perhitungan kadar sulfametoksazol dalam darah

y = 0,005x + 0,00058

1. Waktu ke-5 0,005x = 0,11442


0,11442
0,136 = 0,005x + 0,00058 X= = 22,884 µg/mL
0,005
0,005x = 0,136 – 0,00058
4. Waktu ke-20
0,005x = 0,13542
0,13542 0,105 = 0,005x + 0,00058
X= = 27,084 µg/mL
0,005
0,005x = 0,105 – 0,00058
2. Waktu ke-10 0,005x = 0,10442
0,10442
0,125 = 0,005x + 0,00058 X= = 20,884 µg/mL
0,005
0,005x = 0,125 – 0,00058
5. Waktu ke-30
0,005x = 0,12442
0,12442 0,089 = 0,005x + 0,00058
X= = 24,884 µg/mL
0,005
0,005x = 0,089 – 0,00058
3. Waktu ke-15 0,005x = 0,08842
0,08842
0,115 = 0,005x + 0,00058 X= = 17,684 µg/mL
0,005
0,005x = 0,115 – 0,00058
6. Waktu ke-45 8. Waktu ke-90

0,069 = 0,005x + 0,00058 0,033 = 0,005x + 0,00058


0,005x = 0,069 – 0,00058 0,005x = 0,033 – 0,00058
0,005x = 0,06842 0,005x = 0,3242
0,06842 0,3242
X= = 13,684 µg/mL X= = 6,484 µg/mL
0,005 0,005

7. Waktu ke-60 9. Waktu ke-120

0,054 = 0,005x + 0,00058 0,020 = 0,005x + 0,00058


0,005x = 0,054 – 0,00058 0,005x = 0,020 – 0,00058
0,005x = 0,5342 0,005x = 0,01942
0,5342 0,01942
X= = 10,684 µg/mL X= = 3,884 µg/mL
0,005 0,005

Dari kurva Cp terhadap waktu diperoleh :

- Nilai b = slope = -0,2026

- Nilai a = intersep = 25,354

- Maka, persamaan garis regresi yang diperoleh : y = -0,2026 + 25,354

Perhitungan AUC0-t

(C ¿ ¿ 0+C 1) (27,084+ 24,884)


1. AUC1 = ¿x (t1-t0) = x (10-5) = 129,92 µg.menit/mL
2 2

(C ¿ ¿ 1+C 2 ) (24,884+ 22,884)


2. AUC2 = ¿x (t2-t1) = x (15-10) = 119,42 µg.menit/mL
2 2

(C ¿ ¿ 2+ C3 ) (22,884+ 20,884)
3. AUC3 = ¿x (t3-t2) = x (20-15) = 109,42 µg.menit/mL
2 2

(C ¿ ¿ 3+C 4) (20,884+17,684)
4. AUC4 = ¿x (t4-t3) = x (30-20) = 192,84 µg.menit/mL
2 2

(C ¿ ¿ 4+ C5 ) (17,684+ 13,684)
5. AUC5 = ¿x (t5-t4) = x (45-30) = 235,26 µg.menit/mL
2 2
(C ¿ ¿ 5+C6 ) (13,684+ 10,684)
6. AUC6 = ¿x (t6-t5) = x (60-45) = 182,76 µg.menit/mL
2 2

(C ¿ ¿ 6+C 7) (10,684+ 6,484)


7. AUC7 = ¿ x (t7-t6) = x (90-60) = 257,52 µg.menit/mL
2 2

(C ¿ ¿ 7+C 8) (6,484+ 3,884)


8. AUC8 = ¿ x (t8-t7) = x (120-90) = 155,52 µg.menit/mL
2 2

AUC0-120 = 129,92 µg.menit/mL + 119,42 µg.menit/mL + 109,42 µg.menit/mL + 192,84


µg.menit/mL + 235,26 µg.menit/mL + 182,76 µg.menit/mL + 257,52 µg.menit/mL + 155,52
µg.menit/mL

AUC0-120 = 1382,66 µg.menit/mL


LAMPIRAN GAMBAR

Kurva Kadar Baku Kerja vs Absorbansi

Anda mungkin juga menyukai