Anda di halaman 1dari 49

TUGAS MAKALAH PRAKTIKUM

TEKNOLOGI SEDIAAN FARMASI PADAT


“TABLET ANTIDIABETES DAN VITAMIN NEUROPATIK NON-
KONVENSIONAL”

Dosen Pengampu :

Apt. Imam Prabowo, M.Farm.


Via Rifkia, S.Farm., M.Si

DISUSUN OLEH :

Dian Mega S. (1910212015)


Annisa Ayu Nur Hakim (1910212018)
Bella Ananda (1910212020)

PROGRAM STUDI FARMASI PROGRAM SARJANA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Studi preformulasi adalah tahap pertama pembentukkan sediaan obat atau
aktivitas formulasi yang disertai berbagai pertimbangan yang hati-hati dari data
preformulasi. Preformulasi ini sangat penting bagi formulator untuk mendapatkan data
fisika-kimia yang lengkap dari masing-masing bahan aktif yang tersedia sebelum
dilakukannya suatu aktifitas pengembangan formula. Informasi tersebut secara
keseluruhan diketahui sebagai preformulasi (Lieberman, 1990).

Formulasi farmasi merupakan proses dimana penggabungan zat aktif kimia yang
akan menghasilkan senyawa medis yaitu obat. Proses ini memiliki karakteristik dalam
memproduksi obat yaitu produk harus stabil dan dapat diterima oleh pasien yang kana
menggunakanya. Faktor-faktor penting dalam mengkaji formulasi berupa ukuran
partikel, polimorfisme, PH dan kelarutan. Faktor-faktor ini akan menggambarkan
apakah akan mempengaruhi bioavailabilitas obat atau tidak (Rasool, 2012).

Diabetes mellitus (DM) adalah masalah kesehatan yang besar. DM dapat dibagi
menjadi beberapa jenis yaitu Diabetes Mellitus Tipe I, Diabetes Mellitus Tipe II,
Diabetes Mellitus Tipe Gestasional, dan Diabetes Mellitus Tipe Lainnya. Diabetes
Mellitus Tipe 2 paling banyak diderita. Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2)
merupakan suatu penyakit gangguan terhadap metabolik ditandai oleh kenaikan gula
darah disebabkan penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau gangguan
fungsi insulin (resistensi insulin) (Depkes, 2005).

Diabetes Mellitus disebut dengan istilah the silent killer sebab penyakit ini bisa
mengenai seluruh organ dalam tubuh dan menyebabkanu

berbagai keluhan. Penyakit yang bisa ditimbulkan dimasa depan antara lain
penyakit jantung, gangguan penglihatan mata, luka sulit sembuh dan
membusuk/gangren, katarak, sakit ginjal, impotensi seksual, infeksi paruparu, stroke,
gangguan pembuluh darah, dan sebagainya. Penderita DM yang telah parah biasanya
menjalani amputasi anggota tubuh karena pembusukan (Depkes,2005).

Vitamin neurotropik merupakan golongan vitamin yang memiliki manfaat bagi


kesehatan sistem saraf. Vitamin B1 dan Vitamin B6 memiliki peran dalam metabolisme
karbohidrat dan protein yang akan menghasilkan metabolit berenergi tinggi. Vitamin
B12 memiliki peran untuk membantu proses sintesis DNA yang diperlukan dalam
proses pembentukan sel darah merah. Sel darah merah nantinya akan berikatan dengan
oksigen dan diedarkan ke seluruh tubuh (Manore, 2000).

1.2. Tujuan
Mendapatkan formulasi tablet non- konvensional antidiabetes dan vitamin
neurotropik yang paling efektif dan aman

1.3. Hipotesis
Tablet metformin akan lebih stabil pada bentuk sediaan tablet sustained release
dan akan meningkatkan kepatuhan pasien dalam pemakaiannya. Vitamin Neurotropik
merupakan salah satu obat yang rentan terhadap cahaya. Oleh karena itu jika
dimodifikasi ddengan membuat sediaan tablet salut maka vitamin tersebut akan jauh
lebih stabil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Diabetes
Diabetes mellitus (DM) adalah masalah kesehatan yang besar. DM dapat dibagi menjadi
beberapa jenis yaitu Diabetes Mellitus Tipe I, Diabetes Mellitus Tipe II, Diabetes Mellitus
Tipe Gestasional, dan Diabetes Mellitus Tipe Lainnya. Diabetes Mellitus Tipe 2 paling
banyak diderita. Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2) merupakan suatu penyakit gangguan
terhadap metabolik ditandai oleh kenaikan gula darah disebabkan penurunan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas dan atau gangguan fungsi insulin (resistensi insulin) (Depkes, 2005).
Diabetes Mellitus disebut dengan istilah the silent killer sebab penyakit ini bisa mengenai
seluruh organ dalam tubuh dan menyebabkan berbagai keluhan. Penyakit yang kemudian
dapat ditimbulkan antara lain penyakit jantung, gangguan penglihatan mata, luka sulit
sembuh dan membusuk/gangren, katarak, sakit ginjal, impotensi seksual, infeksi paruparu,
stroke, gangguan pembuluh darah, dan sebagainya. Penderita DM yang sudah parah
biasanya menjalani amputasi anggota tubuh karena pembusukan (Depkes,2005).
Sangat diperlukannya program pengendalian Diabetes Mellitus Tipe II karena Diabetes
Mellitus akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan
biaya kesehatan yang cukup besar. DM Tipe II dapat dicegah, ditunda kedatangannya atau
bahkan dihilangkan dengan mengendalikan faktor-faktor resikonya (Kemenkes, 2010).
Faktor resiko penyakit tidak menular ini, dibedakan menjadi dua. Faktor resiko yang pertama
adalah yang tidak dapat dirubah seperti jenis kelamin, umur, dan faktor genetik. Yang kedua
adalah faktor risiko yang dapat diubah seperti kebiasaan merokok (Bustan, 2000). Faktor
perilaku dan gaya hidup, demografi, , serta keadaan klinis atau mental dapat berpengaruh
terhadap kejadian DM Tipe II. Hal tersebut dinyatakan pada penelitian-penelitian
sebelumnya (Irawan, 2010). Analisis dalam penelitian sebelumnya juga menunjukan bahwa
terdapat hubungan kejadian DM dengan faktor resikonya seperti jenis kelamin, tingkat
pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, konsumsi
alkohol, Indeks Masa Tubuh, lingkar pinggang, dan umur. Sebesar 22,6 % kasus DM Tipe II
di populasi dapat dicegah jika obesitas sentral diintervensi (Irawan,2010).
2.2. Neuropatik
Neuropati perifer adalah suatu gangguan saraf perifer, sensoris, motorik atau campuran
yang umumnya simetris dan lebih banyak mengenai pada bagian distal dari proksimal
ekstremitas, yaitu bagian yang terjauh dari nukleus saraf.(Rubenstein, dkk 2003) Gejala
neuropati perifer seperti ini juga bisa ditemukan pada pasien DM, hal ini disebut neuropati
diabetik. DM dapat mengakibatkan beberapa bentuk komplikasi neuropati perifer seperti
polineuropati distal simetris, neuropati otonom, dan neuropati akibat jepitan.(Ginsberg, 2005)
Manifestasi klinis neuropati diabetik yaitu mulai dari tanpa gejala dan hanya bisa terdeteksi
dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri hebat. Rasa nyeri pada nyeri
neuropatik dapat muncul spontan ataupun setelah ada rangsangan. Gejala nyeri neuropatik
bisa bersifat positif (seperti paraestesia dan disestesia), dan dapat bersifat negatif (hipestesia).
(Pinzon, 2012) Kerusakan saraf tepi dapat dihindari dengan merubah pola hidup menjadi
lebih sehat dan dioptimalkan dengan konsumsi vitamin neurotropik.
Peran vitamin B1 dalam bentuk thiamin trifosfat adalah dalam proses konduksi, dalam
proses fosforilasi sehingga kanal klorida membran sel saraf teraktivasi. Bentuk thiamin
difosfat juga punya peran dalam dehidrogenasi piruvat, sehingga akibat dari kekurangan
thiamin ini dapat mengurangi konversi piruvat dari asetil-koA. Sehingga mengurangi
pembentukan ATP untuk membuka ion channel pada sel neuron. (Shils, Maurice E.,2006)
(Murray, Granner, Mayes, & Rodwell, 2006)
Vitamin B6 dalam tubuh terdapat dalam bentuk pyridoxal phosphate dalam otot. Vitamin
ini diperlukan dalam proses glukoneogenesis pada otot dalam keadaan hipoglikemia
(kelaparan sel). Biasanya vitamin ini akan berikatan pada enzim glycogen phosphorylase,
yang memiliki peran pada glukoneogenesis dari asam amino. (Shils, Maurice E.,2006)
(Murray, Granner, Mayes, & Rodwell, 2006)
Vitamin B12 mempunyai peranan dalam metabolisme lemak dan juga dalam proses
sintesis asam amino. Dalam sistem saraf, lemak dibutuhkan sebagai bahan dasar selubung
myelin yang berfungsi sebagai isolator dan juga susunannya membentuk nodus Ranvier yang
dapat mempercepat hantaran impuls saraf. Asam amino, yang dibentuk dengan bantuan
vitamin B12, memiliki peran dalam pembentukan neurotransmiter pada celah sinaptik, yang
kemudian memiliki peran penting dalam penghantaran impuls pesan dalam mekanisme
reaksi. (Shils, Maurice E.,2006)(Murray, Granner, Mayes, & Rodwell, 2006).
2.3. Kandidat Zat Aktif Anti-Diabetes
1. Mertformin Hidroklorida

Metformin, merupakan obat antihiperglikemik golongan biguanid, yang banyak


digunakan untuk terapi kontrol Diabetes Melitus tipe 2 (Gumantara dan Oktralina, 2017).

A. Monografi
Berat Molekul 165,6 (FI VI)
Serbuk hablur putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau,
Pemerian
higroskopik (FI VI)
Mudah larut dalam air; praktis tidak larut dalam aseton dan
Kelarutan
metilen klorida; sukar larut dalam etanol (FI VI).
Higroskopisitas Higroskopis
Inkompatibilitas Inkompatibel dengan zat pengoksidasi
Titik Leleh 223° - 226°C
pKa 12,4
Waktu Alir 1mL/menit
tidak stabil terhadap pH basa, Metformin yang disimpan pada
suhu 50±2°C tidak menunjukkan perubahan fisik dan
Stabilitas
peningkatan kadar air sedangkan pada suhu 2-8°C terdapat
perubahan fisik dengan adanya sedikit penyerapan air
Indikasi Obat antidiabetes oral
3 dd 500 mg atau 2 dd 850 mg, bila perlu setelah 1-2 minggu
Dosis
perlahan-lahan dinaikkan sampai maksimal 3 dd 1g.

B. Mekanisme Kerja
Menurunkan produksi glukosa hati, menurunkan penyerapan glukosa usus dan
meningkatkan sensitivitas insulin (meningkatkan pengambilan dan pemanfaatan
glukosa perifer) (Lacy, 2006).

C. Farmakokinetika/Farmakodinamika
Metformin diserap di saluran gastrointestinal, tepatnya di bagian usus halus secara
lambat. Absorpsi metformin secara sempurna berlangsung selama 6 jam.
Bioavailabilitas oral absolut sekitar 50% - 60% pada keadaan puasa. Pada kondisi
stabil (steady state) setelah pemberian tablet hidroklorida metformin sustained
release, AUC dan konsentrasi plasma puncak tidak proporsional dalam kisaran 0,5-
2g. Metformin terdistribusi secara cepat pada hewan dan manusia ke dalam jaringan
dan cairan tubuh perifer, terutama saluran GI. Klirens ginjal adalah sekitar 3,5 kali
lebih besar dari klirens kreatinin, hal ini menunjukkan bahwa sekresi tubular adalah
rute utama metformin eliminasi. Pada pasien gangguan ginjal terjadi peningkatan
konsentrasi plasma puncak metformin, waktu yang lama untuk mencapai konsentrasi
plasma puncak, dan penurunan volume distribusi. Waktu paruh Eliminasi 4-9 jam

D. Biofarmasetika
Metformin merupakan obat yang termasuk ke dalam kelas III (kelarutan tinggi,
permeabilitas rendah) (Chaundhari et al, 2016). Sebagian besar obat-obatan yang
termasuk dalam kelas III klasifikasi BCS, memiliki potensi terapeutik yang tinggi
tetapi tidak dapat secara efektif disampaikan melalui rute oral karena permeasinya
yang buruk di epitel gastrointestinal (Kumar dan Bansal, 2014).

E. Efek Samping
Flu, palpitasi, sakit kepala, asidosis laktat, anoreksia, diare, dan gangguan penyerapan
vitamin B12 (Taketomo, 2003), terjadi pada hingga 20% pasien (Katzung, 2010)
2. Tolbutamide

A. Monografi
Berat Molekul 270,35 (FI VI)
Serbuk hablur putih, atau praktis putih; rasa agak pahit dan
Pemerian
praktis tidak berbau (FI VI)
Praktis tidak larut dalam air; larut dalam etanol dan dalam
Kelarutan
kloroform (FI VI).
Higroskopisitas Higroskopis
Inkompatibilitas Inkompatibel dengan asam
Titik Leleh 128-130 °C
pKa 5,16
Waktu Alir 1,5 mL/menit (Veiga et Al, 2000)
Mudah terbakar, bereaksi dengan senyawa azo dan diazo
Stabilitas
untuk menghasilkan gas beracun.
Indikasi Obat antidiabetes oral
1-2 g / hari sebagai dosis tunggal di pagi hari atau dalam
Dosis dosis terbagi sepanjang hari. Dosis pemeliharaan: 0,25-3 g /
hari; namun, dosis pemeliharaan> 2 g / hari jarang dibutuhkan

B. Mekanisme Kerja
Merangsang pelepasan insulin dari sel beta pankreas; mengurangi keluaran glukosa
dari hati; sensitivitas insulin meningkat di lokasi target perifer, supresi glukagon juga
dapat berkontribusi (Lacy, 2006).

C. Farmakokinetika/Farmakodinamika
Diabsorpsi dengan baik dan cepat, dimetabolisme di hati. Durasi efek relatif singkat,
dengan waktu paruh 4-5 jam. Dosis pemberian 0,5-1,5 mg (maksimal 2 gram) sehari
dalam dosis terbagi (BPOM RI). Karena pendek waktu paruhnya, maka tolbutamid
merupakan sulfonilurea yang paling aman untuk penderita diabetes usia lanjut
(Katzung, 2006).

D. Biofarmasetika
Tolbutamide merupakan obat BCS kelas II (kelarutan rendah, permeabilitas tinggi).
Untuk klasifikasi BCS kelas II, yang membatasi kecepataan saat pada tahap pelepasan
obat adalah dosis serta kelarutan dalam cairan gastrointestinal dan bukan karena
penyerapannya, sehingga peningkatan kelarutan pada kelas ini dapat meningkatkan
bioavailabilitasnya (Arrunátegui et al, 2015).
E. Efek Samping
Headache, Erythema, maculopapular rash, morbilliform rash, pruritus, urticaria,
photosensitivity dan hopglikemia

3. Repaglinid

A. Monografi
Berat Molekul 452,59 (FI VI)
Padatan putih sampai hampir putih, meleleh pada lebih
Pemerian
kurang 132-136°C (FI VI)
Larut dalam metanol dan methylene chloride (FI VI). Sulit
Kelarutan
larut dalam air
Higroskopisitas Higroskopis
Inkompatibilitas Inkompatibel dengan asam
Titik Leleh 132-136 °C
pKa 4,2 - 5,8
Waktu Alir 1mL/menit
Stabilitas Sensitive terhadap cahaya
Indikasi Obat antidiabetes oral
Dosis Dosis repaglinide biasanya diambil dalam 15 menit setelah
makan tetapi waktunya dapat bervariasi dari segera sebelum
makan hingga selama 30 menit sebelum makan.
Untuk pasien yang sebelumnya tidak diobati
atau yang HbA1cnya <8%, dosis awal harus 0,5
mg setiap kali makan. Untuk pasien yang
sebelumnya diobati dengan obat penurun
glukosa darah dan yang HbA1cnya ≥ 8%, dosis
awal adalah 1 atau 2 mg setiap kali makan
sebelum makan.

B. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerjanya dengan merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas.

C. Farmakokinetika/Farmakodinamika
Memiliki onset yang sangat cepat dengan konsentrasi puncak dan efek puncak dalam
waktu sekitar 1 jam setelah konsumsi, tetapi lama kerjanya adalah 5-8 jam.
Dimetabolisme di CYP 3A4 menjadi metabolit inaktif, diekskresikan disaluran
empedu (Sukandar, 2009). Karena onset yang cepat, repaglinida diindikasikan untuk
digunakan dalam mengendalikan gula darah postprandial. Obat harus diambil
sebelum setiap makan dalam dosis 0,25 – 4 mg (maksimum, 16 mg / hari).

D. Biofarmasetika
Repaglinid merupakan obat yang tergolong BCS kelas II (kelarutan rendah,
permeabilitas tinggi). Untuk klasifikasi BCS kelas II, yang membatasi kecepataan
saat pada tahap pelepasan obat adalah dosis serta kelarutan dalam cairan
gastrointestinal dan bukan karena penyerapannya, sehingga peningkatan kelarutan
pada kelas ini dapat meningkatkan bioavailabilitasnya (Arrunátegui et al, 2015).
E. Efek Samping
Headache (9% to 11%), Hypoglycemia (16% to 31%), Upper respiratory tract
infection (10% to 16%)

2.4. Kandidat Zat Aktif Vitamin Neurotropik


1. Tiamin (vitamin B1) (Farmakope Indonesia Ed. IV, 1995)
Berat Molekul 33,27

Nama Kimia Thiamin hidroklorida

Rumus molekul C12H17ClN4OS,HCl

Pemerian Hablur atau serbuk hablur, putih, bau khas lemah. Jika
bentuk
anhidrat terpapar udara dengan cepat menyerap air lebih
kurang 4%. Melebur pada suhu lebih kurang 248 derajat C
disertai peruraian.

Kelarutan Mudah larut dalam air, larut dalam gliserin, sukar larut
dalam
etanol, tidak larut dalam eter dan benzene

Higroskopisitas Higroskopis

Sifat alir Serbuk tiamin HCl memiliki sudut istirahat yang tinggi (64
derajat) sehingga tiamin HCl memiliki sifat alir yang buruk
(Udeala & Aly, 1988)

Stabilitas Vitamin akan segera rusak dengan adanya pemanasan,


contohnya
tiamin (Lamb & Harden, 1976). Tiamin dalam larutan air
stabil pada pH 2-4 tetapi tak stabil pada larutan dibawah pH
5,5.

Indikasi Pengobatan defisiensi tiamin kronis ringan dan kronis berat


(Martindale, 2009)

Dosis Defisiensi tiamin kronis ringan biasanya digunakan dosis


oral
10-25mg per hari dalam single dose atau dosis terbagi. Pada
defisiensi tiamin kronis berat, dosis yang digunakan sampai
300mg per hari.

A. Mekanisme Kerja
Memberikan energi pada sel saraf agar berfungsi dengan baik, mengolah dan
menggunakan karbohidrat dengan tepat. Thiamine pyrophosphate adalah bentuk aktif dari
thiamin yang bertindak sebagai suatu kofaktor untuk beberapa enzim yang terlibat dalam
metabolisme energi. Enzim ini meliputi mitochondrial pyruvate dehydrogenase, a-
ketoglutarate dehydrogenase kompleks, dan transketolase yang cytosolic, yang mana
semua mengambil bagian penting pada metabolisme karbohidrat saat terjadi defisiensi
thiamin.Pyruvate dehydrogenase kompleks adalah suatu enzim utama dalam siklus krebs
yang mengkatalisasi decarboxylasi oksidatif dari pyruvate untuk membentuk acetyl-
coenzyme A ( acetyl-CoA), yang akan masuk ke siklus Krebs. Setelah masuk ke siklus
krebs, enzim a-ketoglutarate dehydrogenase, mengkatalisasi dekarboksilasi oksidatif dari
a-ketoglutarat menjadi succinyl-CoA.Transketolase berfungsi sebagai jalur bagi pentosa
fosfat, suatu jalur untuk oksidasi glukosa (Aviva Fattal dan Valevski, 2011).

Peristiwa oksidasi glukosa di dalam jaringan-jaringan terjadi secara bertahap dan pada
tahap itulah energi dilepaskan sedikit demi sedikit, untuk dapat digunakan
selanjutnya.Melalui suatu deretan prosesproses kimiawi, glukosa dan glikogen diubah
menjadi asam piruvat. Asam piruvat dalam suatu proses pada siklus krebs dihasilkan CO2
dan H2O dan terlepas energi dalam bentuk persenyawaan yang mengandung tenaga kimia
yang besar yaitu ATP (Adenosin Trifosfat).ATP ini mudah sekali melepaskan energinya
sambil berubah menjadi ADP (Adenosin Difosfat).Sebagian dari asam piruvat dapat
diubah menjadi asam laktat.Asam laktat dapat keluar dari sel-sel jaringan dan memasuki
aliran darah menuju ke hepar. Di dalam hepar asam laktat diubah kembali menjadi asam
piruvat dan selanjutnya menjadi glikogen, dengan demikian akan menghasilkan energi.
Hal ini hanya terdapat di dalam hepar, tidak dapat berlangsung di dalam otot, meskipun di
dalam otot terdapat juga glikogen. Insulin akan mempercepat oksidasi glukosa di dalam
jaringan, merangsang perubahan glukosa menjadi glikogen di dalam sel-sel hepar
maupun otot. Sehingga, apabila kekurangan vitamin B1 (tiamin) terjadi kadar glukosa di
dalam darah meninggi (Enny et al, 2011).

2. Piridoksin (vitamin B6)


Pemerian serbuk hablur berwarna putih atau hampir putih (Depkes RI,
1995).

mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam
Kelarutan
eter (Depkes RI, 1995).

Higroskopis
Higroskopisit
as

Defisiensi Anemia, pertumbuhan terhambat, kejang, anoreksia, weight loss


(Foster dan Smith, 1994).

stabil pada pemanasan sampai suhu 200 derajat C , tetapi tidak


Stabilitas
stabil atau rusak pada suasana basa dan sinar UV (Roche, 2002).

pembentukkan sel darah merah, pencegah kejang, mencegah


Indikasi
gangguan saraf dan meningkatkan sistem imun (Foster dan
Smith, 1994).

50 mg
Dosis
A. Mekanisme Kerja
Bekerja dengan memfasilitasi transmisi impuls saraf. Vitamin B6 merupakan molekul
penting untuk transmisi informasi dalam sistem saraf yang disebut "neurotransmiter",
mengontrol produksi zat serotonin pada otak dan pembentukan neurotransmiter yaitu
serotonin, melatonin, epinephrine, norepinephrine, dan GABA. (Fikriya, dkk 2016)
3. Kobalamin (vitamin B12)

hablur atau amorf merah tua atau serbuk hablur merah.


Pemerian Bentuk
anhidrat sangat higroskopis. Jika terpapar pada udara
menyerap air lebih kurang 12% (Depkes RI, 1995).

mudah larut dalam air, larut dalam etanol, tidak larut dalam
Kelarutan aseton, dalam kloroform dan dalam eter (Depkes RI, 1995).

Higroskopis
Higroskopisitas

Defisiensi kehilangan nafsu makan, berkurangnya produksi sel darah


putih,

anemia, kerusakan pada sumsum tulang (Foster dan Smith,


1994).

stabil terhadap pemanasan, namun sensitive terhadap asam,


Stabilitas basa,
cahaya dan oksigen (Roche, 2002).

metabolisme protein (Prajanto dan Andako, 2004).


Fungsi

0,2 mg (Kastrup, 2004).


Dosis
dalam wadah tertutup rapat dan tidak tembus cahaya (Depkes
Penyimpanan RI,
1995).

Mekanisme Kerja :
Sebagai kunci pembentukan myelin. Selubung myelin melindungi serat saraf dan
mempengaruhi kecepatan transmisi sinyal. Vitamin B12 membantu menjaga myelin tetap
sehat.Pembentukan heme dapat dibantu oleh vitamin B12 .Vitamin B12 membantu
aktivitas genetik dengan mengontrol metilasi genetik –yaitu suatu proses menambahkan
atau mengurangi gugus metil pada DNA.

2.5.
2.6. Zat Aktif Terpilih
A. Antidiabetes

Parameter Metformin HCl Tolbutamide Repaglinide

Berat Molekul 165,6 270,35 452,59

Kelarutan Mudah larut dalam Praktis tidak larut Larut dalam


air; praktis tidak dalam air; larut metanol dan
larut dalam aseton dalam etanol dan methylene chloride
dan metilen dalam kloroform (FI VI). Sulit larut
klorida; sukar larut dalam air
dalam etanol

Higroskopisitas Higroskopis Higroskopis Higroskopis

Stabilitas Tidak stabil Mudah terbakar, Tidak tahan


terhadap pH basa, bereaksi dengan terhadap cahaya
Metformin yang senyawa azo dan
disimpan pada diazo untuk
suhu 50±2°C tidak menghasilkan gas
menunjukkan beracun.
perubahan fisik dan
peningkatan kadar
air sedangkan pada
suhu 2-8°C
terdapat perubahan
fisik dengan
adanya sedikit
penyerapan air

Flow Rate 1mL/min 1,5mL/min 1mL/min

Waktu Paruh 4-9 jam 2,5 - 6,5 jam 1 jam

Bioavailability 50% Poor 56%


B. Vitamin Neurotropik

Parameter Vitamin B1 Vitamin B6 Vitamin B12

Berat Molekul 33,27 205,64 1355,35

Kelarutan larut dalam air, mudah larut dalam Agak sukar larut
gliserol, dan air, sukar larut dalam air dan
methanol, praktis etanol 95%; praktis
dalam etanol, tidak
tidak larut dalam tidak larut dalam
eter, benzene, dan larut dalam kloroform, eter dan
kloroform. eter (Depkes RI, aseton.

1995).

Higroskopisitas Higroskopis Higroskopis Higroskopis

Stabilitas mudah rusak oleh Stabil pada stabil terhadap


pemanasan dan pemanasan sampai pemanasan, namun
mudah dioksidasi suhu 200oC , tetapi sensitive terhadap
asam, basa, cahaya
(Roche, 2002). tidak stabil atau
dan oksigen
rusak pada suasana (Roche, 2002)
basa dan sinar UV
(Roche, 2002)

Flow Rate 0,75mL/menit 1,5mL/menit 0.8 mL/menit

Bioavailability 60% 75% 50%

2.7. Bentuk Sediaan Terpilih


A. Tablet Antidiabetes Sustained Release Coating
Sustained release merupakan bentuk sediaan yang dirancang untuk melepaskan
obatnya ke dalam tubuh secara perlahan-lahan atau bertahap sehingga pelepasannya lebih
lama dan memperpanjang aksi obat (Ansel et al, 2013). Secara ideal, produk obat
pelepasan terkendali hendaknya melepaskan obat pada suatu laju yang konstan, atau laju
orde nol (Shargel & Yu, 1999). Bentuk lepas lambatnya (sustained release) dirancang
supaya pemakaian satu unit dosis tunggal menyajikan pelepasan sejumlah obat segera
setelah pemakaiannya, secara tepat menghasilkan efek terapeutik yang diinginkan secara
berangsur-angsur dan terus menerus melepaskan sejumlah obat lainnya untuk memelihara
tingkat pengaruhnya selama periode waktu yang diperpanjang (Ansel, et al., 1999).
Tujuan dasar terapi pada banyak obat adalah untuk mencapai suatu tingkat mantap dari
darah atau jaringan yang secara terapetis efektif dan tidak toksis untuk suatu periode
waktu yang panjang (Lordi, 1986).

B. Tablet Salut Gula Vitamin Neuropatik

2.8. Kandidat Zat Eksipien


A. Pengisi (Diluent)
1. Laktosa

Berupa serbuk atau massa hablur, keras, putih atau putih


Pemerian krem. Tidak berbau dan rasa sedikit manis, higroskopik

Mudah larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air
Kelarutan mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut
dalam kloroform dan dalam
eter.

Higroskopisitas laktosa amorf yang sangat higroskopis

laktosa monohidrat dapat berubah warna menjadi


Stabilitas kecokelatan pada penyimpanan, reaksi tersebut dapat
dipercepat oleh suasana hangat dan lembab.

Fungsi Sebagai bahan pengisi (Kibbe,2000)

Penyimpanan dalam wadah tertutup baik.


2. Manitol

Pemerian Manitol berwarna putih, tidak berbau, kristal bubuk atau


butiran yang bebas mengalir. Memiliki rasa manis, kira-kira
semanis glukosa dan setengah manis seperti sukrosa, dan
menanamkan pendinginan yang bersensasi di mulut.
Mikroskopis, tampak seperti ortorombik jarum ketika
mengkristal dari alkohol. Menunjukkan bentuk polimorf.
(Rowe. 2009; 424)

Kelarutan Mudah larut dalam air, larut dalam basa, sangat sukar larut
dalam etanol, praktis tidak larut dalam eter.

Inkompatibilitas Tidak cocok dengan xylitol infus dan berbentuk kompleks


dengan beberapa logam seperti aluminium, tembaga, dan zat
besi.

Stabilitas Manitol stabil dalam keadaan kering dan dalam larutan air.
Dalam larutan, manitol tidak bersifat dingin, asam encer atau
basa, atau dengan oksigen atmosfir dalam ketiadaan alkalis.
Manitol tidak mengalami reaksi Mailand.

Fungsi Sebagai zat pengisi 20-90 %

Penyimpanan Harus di simpan dalam wadah yang tertutup dalam sejuk dan
kering.

B. Binders (Pengikat)
1. Avicel
Avicel yang digunakan merupakan avicel yang tidak terdispersi di dalam air, dapat
digunakan sebagai pengikat, pengisi, penghancur, dan pelincir pada sediaan tablet.
Kekurangan avicel adalah kecenderungannya untuk membentuk muatan listrik dan
meningkatkan kandungan lembab, terkadang menyebabkan pemisahan pada saat
granulasi. Hal ini dapat diatasi dengan mengeringkan avicel untuk menghilangkan
lembab.
Pada saat digranulasi basah, dikeringkan, kemudian dikompres, tablet yang terbentuk
tidak hancur secepat saat tidak terbasahi.
(Lachman Tablet, 175) Pemakaian : Sebagai penghancur tablet digunakan 5-15%
Kelarutan : Tidak larut dalam air, pelarut asam dan pelarut organik lainnya, agak sukar
larut dalam NaOH (1:20).
pH stabilitas : 5,5 – 7
Stabilitas dan Penyimpanan : stabil, higroskopis, simpan dalam wadah tertutup rapat.
OTT : senyawa oksidator kuat, zat sensitif lembab (c/ aspirin, penisilin, vitamin), kecuali
avicel dikeringkan sampai kandungan lembabnya kurang dari 1 % dan diperlakukan di
ruangan kelembaban rendah. HCl, HgCl, AgNO3, fenol, asam tanat.

2. Gelatin

Pemerian Serbuk atau butiran, tidak berwarna atau kekuningan pucat,


bau dan rasa lemah.

Kelarutan Direndam dalam air menjadi lunak; m/air panas; t/etanol &
CHCl3 & eter

Fungsi Sebagai zat pengikat 5%, 7.5% dan 10%.


Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik

Stabilitas Gelatin kering stabil di udara. Solusi gelatin berair juga


stabil untuk waktu yang lama jika disimpan dalam kondisi
dingin tapi mereka tunduk degradasi bakteri. Pada suhu di
atas sekitar 50 derajat C, solusi gelatin berair dapat
mengalami depolimerisasi lambat dan penurunan kekuatan
gel dapat terjadi pada ulang. Depolimerisasi menjadi lebih
cepat pada suhu di atas 65 derajat C, dan gel Kekuatan dapat
dikurangi setengahnya ketika solusi dipanaskan pada 808C
selama 1 jam. Tingkat dan luasnya depolimerisasi
tergantung pada berat molekul gelatin, dengan rendah berat
molekul bahan membusuk lebih cepat.

Inkompatibilit Gelatin merupakan bahan amfoter dan akan bereaksi dengan


as kedua asam dan basa. Hal ini juga protein dan dengan
demikian menunjukkan sifat kimia karakteristik bahan-
bahan tersebut, misalnya, gelatin mungkin dihidrolisis oleh
kebanyakan sistem proteolitik untuk menghasilkan asam
amino komponen.

3. gom arab

Pemerian Serbuk hablur putih, putih kekuningan, tidak berbau

Berat molekul 240.000-580.000

Kelarutan Larut dalam air panas

Fungsi Sebagai zat pengikat tablet


Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik

pH 4,5-5

C. Disintegrant
1. Amilum

Pemerian Serbuk hablur putih, putih kekuningan, tidak berbau

Berat molekul 240.000-580.000

Kelarutan Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol

Kestabilan Kering, jika di panaskan akan stabil dan terlindung


darikapang. Pati dianggap inert dalam kondisi 13
penyimpananyang normal. Namun, pemanasan pasta secara
fisik tidak stabil dan mudah diserang oleh mikroorganisme
(Farmakope, 1979).

Fungsi 5%-20% sebagai penghancur

Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, ditempat sejuk dan kering

pH 5,5-6,5

D. Lubricant
1. Magnesium Stearat

BM 591.24

Pemerian Sangat halus, putih muda, memiliki bau samar, rasa yang
khas

Kelarutan Praktis tidak larut dalam etanol (95%), eter dan air, sedikit
larut dalam warm benzene dan warm ethanol (95%)

Inkompatibilitas Inkompatibel dengan asam kuat, alkali, dan gara besi.


Hindari dari pencampuran dengan bahan pengoksidasi kuat.
Tidak dapat digunakan dalam produk yang mengandung
aspirin, beberapa vitamin, dan sebagian besar alkaloid garam

Stabilitas Stabil, harus disimpan dalam tempat yang tertutup baik,


sejuk dan kering

Konsentrasi 0,25-5%

Kegunaan Lubricant

E. Glidant
1. Talk
Talk adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang mengandung sedikit
aluminium silikat.

Pemerian Berupa serbuk hablur sangat halus, putih atau putih


kelabu. Berkilat, mudah melekat pada kulit dan bebas dari
butiran debu.

Kelarutan Praktis tidak larut dalam larutan asam dan alkalis, pelarut
organic dan air.

Stabilitas Stabil dalam pemanasan 160 derajat C (Rowe, 2006)

Fungsi Sebagai glidant dan sebagai lubrikan. (Kibbe,2000)

Inkompatibilitas Tidak tercampurkan dengan campuran ammonium


quartener

F. Coating Agent (Salut Film)


1. Povidone

BM 177.12 g/mol

Pemerian Serbuk higroskopis yang halus, berwarna putih hingga


putih krem, tidak berbau atau hampir tidak berbau.

Kelarutan Mudah larut dalam asam, kloroform, etanol (95%), keton,


metanol, dan air; praktis tidak larut dalam eter,
hidrokarbon, dan minyak mineral.
Stabilitas Povidone menjadi gelap sampai batas tertentu pada
pemanasan pada 150°C, dengan penurunan kelarutan air.
Povidone stabil untuk siklus pendek paparan panas sekitar
110–130°C. Larutan berair rentan terhadap pertumbuhan
jamur dan akibatnya memerlukan penambahan bahan
pengawet yang sesuai.

Inkompatibibilitas Povidone kompatibel dalam larutan dengan berbagai


macam garam anorganik, resin alami dan sintetis, dan
bahan kimia lainnya. Membentuk adduct molekuler dalam
larutan dengan sulfathiazole, natrium salisilat, asam
salisilat, fenobarbital, tanin, dan senyawa lainnya.

Kegunaan Carrier for drugs 10–25% Dispersing agent Up to 5 Eye


drops 2–10 Suspending agent Up to 5 Tablet binder, tablet
diluent, or coating agent 0.5–5%

2. Eudragit RS (Polymethacrylates)

BM 407,929 g/mol

Pemerian Serbuk putih halus dengan sedikit bau amina. Mereka


memiliki karakteristik polimer yang sama dengan
Eudragit RL dan RS. Mereka mengandung> 97% polimer
kering.

Kelarutan Larut dalam pelarut Acetone, alcohols, Dichloromethane


Ethyl acetate, tidak terlarut dalam pelarut air, NaOH dan
Petroleum ether.

Stabilitas Bentuk polimer bubuk kering stabil pada suhu kurang dari
30°C. Di atas suhu tersebut, serbuk cenderung membentuk
gumpalan, meskipun hal ini tidak mempengaruhi kualitas
bahan dan gumpalan dapat segera pecah. Serbuk kering
stabil setidaknya selama 3 tahun jika disimpan dalam
wadah tertutup rapat pada suhu kurang dari 30°C.

Inkompatibibilitas Inkompatibilitas terjadi dengan dispersi polimetakrilat


tertentu tergantung pada sifat ionik dan fisik polimer dan
pelarut. Misalnya, koagulasi dapat disebabkan oleh
elektrolit yang dapat larut, perubahan pH, beberapa
pelarut organik, dan suhu yang ekstrim.

Kegunaan Mengontrol pelepasan zat aktif dari matriks tablet (5-


20%), Polimer padat dapat digunakan dalam proses
kompresi langsung dalam jumlah 10-50%.

3. Ethylcellulose (EC)

BM -

Pemerian Ethylcellulose adalah bubuk berwarna putih hingga


cokelat muda yang tidak berasa, mengalir bebas, dan
berwarna cokelat muda.

Kelarutan Etilselulosa praktis tidak larut dalam gliserin, propilen


glikol, dan air. Etilselulosa yang mengandung kurang dari
46,5% gugus etoksil larut bebas dalam kloroform, metil
asetat, dan tetrahidrofuran, dan dalam campuran
hidrokarbon aromatik dengan etanol (95%). Etilselulosa
yang mengandung tidak kurang dari 46,5% gugus etoksil
larut bebas dalam kloroform, etanol (95%), etil asetat,
metanol, dan toluena.

Stabilitas Etilselulosa adalah bahan yang stabil dan sedikit


higroskopis. Secara kimiawi tahan terhadap alkali, baik
encer maupun pekat, dan terhadap larutan garam,
meskipun lebih sensitif terhadap bahan asam daripada
ester selulosa.
Etilselulosa dapat mengalami degradasi oksidatif di
hadapan sinar matahari atau sinar UV pada suhu tinggi.
Hal ini dapat dicegah dengan penggunaan antioksidan dan
bahan kimia tambahan yang menyerap cahaya dalam
kisaran 230–340 nm

Inkompatibibilitas Incompatible with paraffin wax and microcrystalline wax

Kegunaan Microencapsulation 10.0–20.0%, Sustained-release tablet


coating 3.0–20.0%, Tablet coating 1.0–3.0%, Tablet
granulation 1.0–3.0%

G. Solvent for Coating Agent


Acetone

BM -

Pemerian Ethylcellulose adalah bubuk berwarna putih hingga


cokelat muda yang tidak berasa, mengalir bebas, dan
berwarna cokelat muda.

Kelarutan Etilselulosa praktis tidak larut dalam gliserin, propilen


glikol, dan air. Etilselulosa yang mengandung kurang dari
46,5% gugus etoksil larut bebas dalam kloroform, metil
asetat, dan tetrahidrofuran, dan dalam campuran
hidrokarbon aromatik dengan etanol (95%). Etilselulosa
yang mengandung tidak kurang dari 46,5% gugus etoksil
larut bebas dalam kloroform, etanol (95%), etil asetat,
metanol, dan toluena.

Stabilitas Etilselulosa adalah bahan yang stabil dan sedikit


higroskopis. Secara kimiawi tahan terhadap alkali, baik
encer maupun pekat, dan terhadap larutan garam,
meskipun lebih sensitif terhadap bahan asam daripada
ester selulosa.
Etilselulosa dapat mengalami degradasi oksidatif di
hadapan sinar matahari atau sinar UV pada suhu tinggi.
Hal ini dapat dicegah dengan penggunaan antioksidan dan
bahan kimia tambahan yang menyerap cahaya dalam
kisaran 230–340 nm

Inkompatibibilitas Incompatible with paraffin wax and microcrystalline wax

Kegunaan Microencapsulation 10.0–20.0%, Sustained-release tablet


coating 3.0–20.0%, Tablet coating 1.0–3.0%, Tablet
granulation 1.0–3.0%

H. Plascticizer
1. Dibutyl Sebacate

BM 276.29

Pemerian Trietil sitrat adalah cairan higroskopis yang jernih, kental,


tidak berbau, dan praktis tidak berwarna..

Kelarutan Larut 1 dalam 125 minyak kacang, 1 dalam 15 air. Larut


dengan etanol (95%), aseton, dan propan-2-ol.

Stabilitas Trietil sitrat harus disimpan dalam wadah tertutup di


tempat yang sejuk dan kering. Bila disimpan sesuai
dengan kondisi ini, trietil sitrat adalah produk yang stabil.

Inkompatibibilitas Trietil sitrat inkompatibel dengan alkali kuat dan bahan


pengoksidasi.

Kegunaan Plasticizer; solvent.

2. Triacetin

BM 276.29

Pemerian Propilen glikol adalah cairan bening, tidak berwarna,


kental, praktis tidak berbau, dengan rasa manis, sedikit
tajam menyerupai gliserin.

Kelarutan Larut dengan aseton, kloroform, etanol (95%), gliserin,


dan air; larut pada 1 dalam 6 bagian eter; tidak larut
dengan minyak mineral ringan atau minyak tetap, tetapi
akan melarutkan beberapa minyak esensial

Stabilitas Pada suhu dingin, propilen glikol stabil dalam wadah


tertutup baik, tetapi pada suhu tinggi, di tempat terbuka
cenderung teroksidasi, sehingga menimbulkan produk
seperti propionaldehida, asam laktat, asam piruvat, dan
asam asetat. Propilen glikol secara kimiawi stabil bila
dicampur dengan etanol (95%), gliserin, atau air.

Inkompatibibilitas Propilen glikol inkompatibel dengan reagen pengoksidasi


seperti kalium permanganat.
Kegunaan Antimicrobial preservative; disinfectant; humectant;
plasticizer (16 - 20%) (Mishra, and Pathak. 2017);
solvent; stabilizing agent; water-miscible cosolvent.

3. Acetyltriethyl citrate

BM 360.5

Pemerian Tributyl citrate is a clear, odorless, practically colorless,


oily liquid.

Kelarutan Larut dengan aseton, etanol, dan minyak sayur; praktis


tidak larut dalam air.

Stabilitas Tributil sitrat harus disimpan dalam wadah tertutup baik


di tempat yang sejuk dan kering pada suhu tidak melebihi
38℃. Ketika disimpan sesuai dengan kondisi ini, tributil
sitrat adalah bahan yang stabil

Inkompatibibilitas Tributyl citrate is incompatible with strong alkalis and


oxidizing materials.

Kegunaan Plasticizer; solvent.

2.9. Kandidat Zat Eksipien Terpilih Beserta Alasan (Antidiabetes)

2.10. Kandidat Zat Eksipien Terpilih Beserta Alasan (Vitamin Neurotropik)


1. Laktosa
Penggunaan laktosa karena bahan tersebut tidak bereaksi dengan hampir semua bahan
obat, baik yang digunakan dalam bentuk hidrat atau anhidrat. dimana laktosa ini
mempunyai sifat alir dan kompaktibilitas yang baik sehingga dapat memperbaiki sifat alir
massa serbuk yang dihasilkan
2. Mannitol
Manitol digunakan sebagai bahan pengisi sekaligus pemanis yang memiliki rasa enak
dimulut dan relatif tidak higroskopis.
3. Avicel PH 102
memiliki sifat-sifat partikel yaitu ikatan hidrogen pada gugus hidrogen dalam molekul
selulosa yang berdekatan hampir tersendiri dan bertanggung jawab untuk kekuatan dan
kekohesifan padatan (kompak), dari sifat-sifat tersebut avicel PH 102 dapat menghasilkan
tablet vitamin neurotropik yang lebih kompak
4. Mg stearat
Alasan penggunaan magnesium stearat karena mempunyai sifat lubrikan yang efektif dan
stabil secara fisika sehingga dapat mengurangi jumlah gesekan antara tablet dengan
dinding punch maupun dinding die, atau memperbaiki sifat alir granul sampai pada
proses pengeluaran tablet dari mesin cetak tablet.
5. Talk
Alasan Talk digunakan sebagai bahan pelicin adalah karena talk mengurangi gesekan
logam (stempel di dalam ruang cetakan) dan gesekan tablet (atau massa yang dibatasi).
Memudahkan pengeluaran tablet.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1. Rancangan Formulasi


A. Tablet Salut Antidiabetes Sustained Release

Nama Bahan % Kegunaan % menurut literatur


Penggunaan

Metformin HCl 33% Zat Aktif -

Talk 5% Glidant dan 1 -10%


Lubricant (HOPE 6th pp-728)

Corn Starch Paste 3% Binder 1-3 %


5% starch HOPE 6th pp- 622
mix
Hot water qs

Rice Starch 10% Disintegrant 3-25%


(HOPE 6th pp-686)

Lactose Monohydrate QS Filler

Salut Film

Nama Bahan Penggunaan (%) Kegunaan

Ethyl Cellulose 15 Coating Agent Sustained


Release 3 - 20%
HOPE 6th

Dibutyl Sebacate 10 Plasticizer 10-30%


HOPE 6th

FD Yellow Qs Colouring Agent

Ethanol Qs Solvent
B. Tablet Salut Gula Vitamin Neurotropik

Nama Bahan % Penggunaan Kegunaan

Vitamin B2 16% Zat aktif

Vitamin B6 16% Zat aktif

Vitamin B12 0,83% Zat aktif

Laktosa QS Pengisi

Manitol QS Pengisi & Pemanis

Amilum 15% disintegran

Avicel PH 102 38% Pengikat

Talk 2% Pelicin dan antiadheren

Mg Stearat 1% Lubrikan

Salut Gula

Nama Bahan Penggunaan (mg) Kegunaan

Sellac 6 Sealing

Alkohol 94 Sealing

Gula 400 Sub -coating

Gom arab 20 Sub -coating

Gelatin 8 Sub -coating

Kalsium Karbonat 120 Sub -coating

Talk 120 Sub -coating

Aquadest 300 Sub -coating

Gula 100 Smoothing

Aquadest 50 Smoothing

PEG 6000 10 Polishing

Kloroform 100 Polishing


3.2. Spesifikasi yang Diinginkan
A. Tablet Antidiabetes
Organoleptis : Tablet berwarna kuning, tidak berbau, tidak berasa dan berbentuk oval
Kekerasan tablet : keras dan berukuran sedang
Tabel Spesifikasi % Pelepasan Zat Aktif per Waktu

B. Tablet Vitamin Neurotropik


3.3. Alat dan Bahan
Tablet Antidiabetes
A. Alat
● Pencetak tablet single punch ● Mesin penyalut, panci penyalut
● Alat penguji kekerasan tablet dan spray
(Hardness tester), ● Jangka sorong,
● Alat penguji waktu hancur ● friability tester,
● Alat penguji laju alir, ● alat-alat gelas,
● Bulk density tester ● timbangan analitik
● Viscometer brookfiled ● Water bath

B. Bahan
● Metformin HCl ● Ethyl Cellulose
● Talk ● Dibutyl Sebacate
● Pasta Amilum Jagung ● FD Yellow
● Rice Starch ● Ethanol
● Lactose Anhydrous
Vitamin Neurotropik
A. Alat
● Pisau ● Lumpang dan alu
● Lemari pengering ● Rotary evaporator
● Kertas perkamen ● Waterbath
● Lampu ● Spatel
● Blender ● Disintegrator (Copley)
● Corong ● Roche friabilator (Erweka)
● Kertas saring ● Hardness tester (Copley)
● Penjepit tabung ● Dissolution tester
● Cawan porselin ● Neraca analitik (Boeco)
● Gelas ukur ● Stopwatch
● Erlenmeyer ● Mesin cetak tablet single punch
● Pipet tetes (Erweka)
● Ayakan mesh 16, 20, 40, 60, 80 ● Spektrofotometer UV- Vis
dan 100 (Shimadzu UV-1800)
● Beaker glass ● Alat - talat gelas lainnya.
B. Bahan
Vitamin Mg stearat
Laktosa Talkum
Gelatin Amilum manihot
Manitol Na. metabisulfit
3.4. Perhitungan Bahan
A. Tablet Antidiabetes

Perhitungan Bahan untuk 1 tablet = Perhitungan Bahan untuk 1 batch =


500mg 10.000 tablet = 500g

Metformin HCl Metformin HCl


33% 33%

Talk Talk
5% 5%

Corn Starch Paste (3%) Corn Starch Paste (3%)


Corn Starch 5% + Hot Water Corn Starch 5% + Hot Water
3% 3%

Rice Starch Rice Starch


10% 10%
Lactose Anhydrous Lactose Anhydrous

B. Tablet Vitamin Neurotropik

Perhitungan Bahan untuk 1 tablet = Perhitungan Bahan untuk 1 batch = 10.000 tablet
600mg = 600g

Vitamin B2 16% = 96mg Vitamin B2 16% = 960.000 mg

Vitamin B6 16%= 96mg Vitamin B6 16%= 960.000mg

Vitamin B12 0,83%= 4,98mg Vitamin B12 0,83%= 49.800mg

Laktosa 8%= 48mg Laktosa 8%= 480.000mg

Manitol 3%= 18mg Manitol 3%= 180.000mg

Amilum 15%= 90mg Amilum 15%=900.000mg

Avicel PH 102 38%= 228mg Avicel PH 102 38%= 2.280.000mg

Talk 2%= 12mg Talk 2%= 120.000mg

Mg Stearat 1%= 6mg Mg Stearat 1%= 60.000mg

3.5. Cara Kerja


3.5.1 Tablet Antidiabetes Sustained Release
A. Pembuatan Tablet Metformin (Wet Granulation)
1. Ditimbang seluruh bahan yang akan digunakan
2. Bahan fase dalam berupa metformin, zat pengisi (laktosa anhidrat), dan bahan
pengikat (3% pasta amilum jagung dengan mencampurkan 5% strach dengan air
panas) dicampurkan ad homogen kemudian ditambahkan pelarut berpa air panas
hingga diperoleh massa yang dapat dikepal
3. Massa yang terbentuk kemudian diayak dengan ayakan mesh no 14 dan 12 untuk
membentuk granul
4. Granul yang terbentuk kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu kurang lebih
60 derajat celcius selama 2 jam
5. Setelah didapat granul kering kemudian granul tersebut diayak kembali dengan
ayakan no. 16
6. Kemudian ditambahkan fase luar berupa disintegrant (Rice Starch), Lubricant and
Glidant (talc) dan dicampur ad homogen
7. Setelah itu no. 6 dimasukkan ke pencetak tablet single punch kemudian tablet
dicetak dan packing.
B. Pembuatan Salut Film
● Pembuatan Larutan Coating
1. Coating agent (Ethylcellulose) dilarutkan dengan pelarut yang pas yaitu
ethanol
2. Kemudian plasticizer berupa dibutyl sebacate dicampurkan ke no. 1 ad
homogen
3. Setelah itu Pewarna berupa FD Yellow dicampurkan ke no. 2 ad homogen
● Pembuatan Film
1. Dipersiapkan larutan coating yang telah dibuat

2. Diletakkan substrat (larutan coating) pada tempat coating

3. Kemudian no. 2 dipanaskan hingga solvent menguap

4. Tablet inti disemprotkan menggunakan larutan coating yang telah


dipanaskan (dihilangkan pelarutnya)
5. Tablet yang telah disemprotkan siap di evaluasi dan dipacking
3.5.2 Tablet Salut Gula Vitamin Neurotropik
A. Pembuatan Tablet Neurotropik
1. Ditimbang semua bahan yang akan digunakan.
2. Bahan aktif dan eksipien dihaluskan terlebih dahulu.
3. Vitamin B2, B6, B12 dan semua eksipien (laktosa, avicel PH 102, sebagian amilum,
Mg stearat, dan talk) sampai lebih kurang 50% dari jumlah yang ada dalam formula.
4. Campuran serbuk kemudian dikempa dengan mesin besar khusus dan kuat yang
disebut “mesin bongkah” (slugging machine) yang menghasilkan bongkahan (slug)
5. Bongkahan kemudian diayak melalui pengayak dengan no. 14 mesh.
6. Serbuk hasil ayakan dilakukan slugging lagi dan di ayak dengan ayakan yang sama.
7. Granul yang dihasilkan dicampurkan dengan fase luar yaitu sisa Mg Stearat,
Amilum, dan Talk.
8. Ditablet dengan berat 600mg diameter cetakan 10 mm
B. Pembuatan Salut Gula
1. Shellac 6mg dilarutkan dalam alkohol 94mL untuk proses penyalutan lapisan
penutup (Seal Coating)
2. Dalam tahap pelapisan dasar (Sub-coating), gula 400mg dilarutkan dalam sebagian
dari 300mg aquadest dengan pemanasan
3. Gelatin 8mg dilarutkan dalam sebagian aquadest dengan pemanasan
4. Gom arab 20mg dibuat mucilago dengan sebagian dari 300mg aquadest
5. Ketiga larutan tersebut dicampur sampai homogen.
6. Kalsium karbonat 120mg dan talk 120mg disuspensikan dalam campuran tersebut
7. Untuk tahap syrup coating (Smoothing), gula 100mg dilarutkan dalam aquadest
50mL dengan pemanasan
8. Untuk pengkilapan (Polishing), P.E.G. 6000 dilarutkan dalam kloroform 100mL.
9. Tiap “batch” digunakan 2kg tablet inti.
10. Sebelah dalam panci penyalut standar (Coatingpan) dilapisi dengan pelapis yang
dibuat dari suspensi dengan formula yang sama dengan pelapisan dasar (Sub-coating)
kemudian dikeringkan.
11. Tablet inti dimasukkan kedalam panci penyalut standar (Coatingpan) dan disalut
dengan larutan penyegelan (sealing). Tiap pemasangan 10mL sampai larutan
penyegelan (sealing) habis.
12. Tablet dikeringkan dalam lemari pengering selama 1 hari.
13. Tablet dimasukkan kedalam panci penyalut standar (Coatingpan) disalut dengan
suspensi pelapisan dasar (Sub-coating). Tiap pemanasan 25mL, dan untuk tiap
“batch” digunakan 950mL suspensi pelapisan dasar (Sub-coating).
14. Tablet dikeringkan selama 1 hari dalam lemari pengering.
15. Tablet dimasukkan kedalam penyalut standar (Coatingpan), disalut dengan larutan
syrup coating (Smoothing). Tiap pemasangan 10mL, tiap “batch” digunakan 60mL.
16. Tablet dimasukkan kedalam penyalut standar (Coatingpan), kemudian dilakukan
pengkilapan (Polishing).
17. Tiap pemasangan cairan pengkilapan (Polishing) 20mL sampai cairan habis dan tiap
kali setelah pemasangan penyalut standar (Coatingpan) selalu ditutup.
18. Setelah kering tablet dipindahkan kedalam “Polishing drum” dan diputar sampai
tablet mengkilap
19. Kemudian dikeringkan selama 1 hari dalam lemari pengering.
BAB IV
EVALUASI

4.1 Evaluasi Granul


4.1.1 Uji Sudut Diam
Dilakukan dengan menggunakan corong yang bagian atas berdiameter 12 cm, diameter
bawah 1 cm dan tinggi 10 cm.lalu granul dimasukkan ke dalam corong, setelah itu
dialirkan melalui ujung corong dan ditentukan besar sudut diamnya dengan
menggunakan rumus :

α = tgn (h/r).

Persyaratan : uji dikatakan memenuhi syarat apabila 25⁰ > α < 40⁰ (Voight, 1994).

4.1.2 Uji Waktu Alir Granul


Dimasukkan ke dalam corong setinggi 2/3 tinggi corong lalu dialirkan melalui ujung
corong dan dihitung waktu alirnya. Persyaratan : 10 detik untuk 100 g granul (Voight,
1994).

4.1.3 Kecepatan Alir dan Sudut Istirahat


Ditimbang 50g granul, dimasukkan kedalam corong dengan dasar lubang ditutup,
waktu pengukuran dilakukan pada saat dibukanya lubang corong sampai semua serbuk
mengalir (gram/setik) (Cartensen, 1977). Pengukuran dilakukan dengan cara
mengukur tinggi dan jari-jari lingkaran kerucut granul yang terbentuk setelah
pengaliran.

4.1.4 Kandungan Air


Sampel 0,5 – 1 g diletakkan pada wadah sampel lalu catat beratnya, kemudian sampel
dipanaskan sampai tidak terjadi lagi perubahan berat (beratnya konstan).

4.1.5 Kompresibilitas
Ditimbang 50 gram masssa granul tablet lalu dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml,
lalu diukur volumenya (V1). Berat jenis bulk yaitu massa dalam gelas diketuk ketuk
sebanyak 250 kali dari ketinggian 2,5 cm sampai volumenya tetap (V2). Berat jenis
mampat= Kompresibilitas (Wikarsa dan Siregar, 2010).
4.2 Evaluasi Tablet Sustained Release
A. Keseragaman Bobot
Ditimbang 20 tablet satu persatu, kemudian dihitung bobot rata-rata tiap tablet Jika
ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari dua tablet yang bobotnya menyimpang
dari bobot rata-ratanya lebih besar dari kolom A, dan tidak boleh satu tablet pun yang
menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari kolom B (Depkes RI, 1979).
B. Keseragaman Ukuran
Dipilih 5 tablet dari masing-masing formula, diukur tebal dan diameter masing-masing
tablet menggunakan alat ukur. Menurut Farmakope Indonesia, syarat keseragaman
ukuran kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang
dari 1 ⁄3 kali tebal tablet.

C. Kekerasan Tablet
Alat yang digunakan yaitu Strong cobb hardness tester. Caranya dengan meletakkan
sebuah tablet diantara anvil dan punch tegak lurus, kemudian tablet dijepit dengan cara
memutar skrup pemutar hingga lampu stop menyala. Lalu, skrup ditekan dan dicatat
angka yang ditunjukkan jarum penunjuk skala ketika tablet pecah. Percobaan ini
dilakukan untuk 5 tablet. Syarat kekerasan tablet 4 kg–8 kg (Parrott, 1971).

D. Friability Tablet
Alat yang digunakan yakni Roche friabilator. Adapun caranya dengan membersihkan
20 tablet dari partikel halus yang kemungkinan menempel, lalu ditimbang (Wo),
setelah itu dimasukkan ke dalam alat, dinyalakan dan diputar selama 4 menit dengan
kecepatan 25 rpm. Tablet diambil dan dibersihkan lagi, lalu dilakukan penimbangan
(W). Selanjutnya % kehilangan berat tablet dhitung (Sa’adah dan Fudholi, 2011).

Friabilitas = x 100%

E. Waktu Hancur Tablet


Diambil 6 tablet kemudian ke dalam masing-masing tabung basket yang akan
diperiksa satu persatu, diikuti dengan cakram penuntun. Kemudian basket dimasukkan
ke dalam beaker berisi 1 liter air pada suhu (37± 2) oC sebagai media. Basket
dinyalakan dengan frekuensi 30 kali permenit. Waktu yang sudah di tetapkan adalah
tidak boleh lebih dari 15 menit (Depkes RI, 1995).

F. Uji Keseragaman Ukuran


Diukur tebal dan diameter masing-masing tablet menggunakan alat ukur. Menurut
Farmakope Indonesia III, syarat keseragaman ukuran kecuali dinyatakan lain, diameter
tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1/3 kali tebal tablet (Depkes RI,
1979).

G. Disolusi Tablet
Pada uji ini dilakukan dengan menggunakan alat dissolution tester. Medium yang
digunakan yaitu 500 mL air suling. Kecepatan 50 rpm dengan alat dissolution tester
tipe 2 (Metode Dayung) selama 45 menit. Sebuah tablet dimasukkan ke dalam wadah
disolusi berisi 500 ml medium disolusi (air suling) dengan suhu 37o C ± 2oC. Lalu
dayung diputar dengan kecepatan 50 rpm. Pada interval waktu 5, 10, 20, 30, dan 45
menit, larutan dipipet sebanyak 5 ml lalu diukur menggunakan alat spektrofotometri
ultraviolet pada panjang gelombang maksimum terhadap medium disolusi sebagai
blanko. Volume medium di dalam diusahakan tetap. Dalam waktu 45 menit harus larut
tidak kurang dari 75% (Q) C16H19ClN2.C4H4O4 dari jumlah yang tertera pada etiket
(Depkes RI, 2014).
Tabel Profil Disolusi Metformin HCl menurut USP
4.3. Evaluasi tablet salut gula (Lieberman, Lachman, Schwartz, 1990)
Pemeriksaan terhadap sifat fisik tablet salut sama seperti pengujian tablet inti yang
meliputi uji penampilan umum, bobot rata-rata, diameter dan tebal tablet, kekerasan
tablet, keregasan tablet dan uji waktu hancur kemudian dilanjutkan dengan uji disolusi.
A. Evaluasi Fisik Tablet Salut Gula
1. Uji keseragaman bobot (Lieberman, dkk, 1989)
Dua puluh tablet ditimbang satu persatu secara seksama dan dihitung bobot
rata-rata tablet tersebut.
2. Uji keseragaman ukuran (Lieberman, dkk, 1989)
Sepuluh tablet diukur tebal dan diameternya menggunakan alat jangka
sorong. Menurut FI edisi III, kecuali dinyatakan lain diameter tablet tidak
lebih dari tiga kali atau tidak kurang dari 11/3 kali tebal tablet.
3. Uji kekerasan (Lieberman, dkk, 1989)
Pengukuran kekerasan tablet menggunakan satuan Kp atau kilopound atau
kilogram force. Sejumlah tablet satu persatu dimasukkan diantara dua
penjepit, alat dijalankan sampai tablet pecah lalu dilihat alat yang tertera
pada alat.
4. Uji Keregasan (Lieberman, dkk, 1989)
Ditimbang 20 tablet yang telah dibersihkan dari debu (W 1) kemudiaan
dimasukkan kedalam alat penguji friability, diatur kecepatan 25 rpm
selama empat menit. Tablet dikeluarkan dan ditimbang kembali (W2).

5. Uji waktu hancur (Lieberman, dkk, 1989)


Enam tablet dipilih secara acak, dimasukkan kedalam tabung alat uji tiap
tabung berisi satu tablet. Lalu tabung ditempatkan kedalam beaker glass yang
berisi satu liter air yang dihangatkan pada suhu 370C + 20C. Alat dinyalakan,
keranjang kemudian bergerak dengan gerakan turun naik selama 30x
permenit. Tablet dinyatakan hancur sempurna bila sisa yang tertinggal pada
kasa alat uji merupakan massa lunak yang tidak mempunyai inti yang jelas,
lalu waktu yang diperlukan tablet untuk hancur dicatat.
6. Uji higroskopisitas ( Cartensen, dkk, 2000)
Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan bahan penyalut yang
digunakan untuk menyerap lembab dari udara dengan menggunakan beberapa
kondisi serta waktu tertentu. Pengujian dilakukan untuk mengetahui pengaruh
wadah dalam penyerapan lembab oleh tablet. Pengujian higroskopisitas
dilakukan dengan menempatkan lima tablet dalam botol coklat 50 ml dengan
perlakuan :
● Botol coklat ditutup dan diberi silika gel didalamnya
● Botol coklat tidak ditutup dan tidak diberi silika gel
Masing-masing botol ditempatkan dalam desikator pada kelembaban + 70 %.
Waktu pengamatan setiap hari selama satu minggu, pengamatan berupa berat
dan perubahan fisik tablet.

7. Uji sensori
Dilakukan uji sensori atau rasa menggunakan responden berjumlah 25 orang.
Dipilih secara acak dan masing-masing diminta untuk mencoba rasa dari
tablet salut. Responden diberi pengarahan tentang penilaian dan diberi angket
terhadap dua formulasi tablet salut dalam bentuk kuesioner. Hasil penilaian
tersebut lalu diolah menggunakan software SPSS.

8. Uji SEM (Scanning Electron Microscopy)


Pemeriksaan dengan Scanning Electron Microscopy dilakukan untuk
mengetahui bentuk permukaan tablet salut gula yang telah dibuat. Efektivitas
penyalutan dapat dilihat dengan alat ini melalui monitor dengan hasil
pembesaran 100x.

9. Uji disolusi in vitro


Uji ini dilakukan untuk mengetahui disolusi zat aktif secara in vitro. Kondisi
disolusi yang digunakan adalah medium disolusi 450 ml larutan HCL 0,1 N
PH 1,2 pada suhu 37±0,5º C dan kecepatan pengadukan 100 rpm dengan
menggunakan stirer. Natrium lauril sulfat 0,5 % ditambahkan sebagai
surfaktan. Pengambilan aliquot 10 ml pada menit ke 55. Aliquot ditarik
dengan menggunakan etil asetat, kemudian fase etil asetatnya diuapkan
dengan rotari evaporator. Serbuk ekstrak kemudian ditimbang sebanyak 1 mg
kemudian dilarutkan dengan metanol HPLC grade dan dibuat pengenceran
hingga 100 ppm. Penetapan kadar hasil uji disolusi diukur dengan
menggunakan HPLC, kemudian dihitung persen obat yang terdisolusi
(Dressmen, 2005; Agne, 2007).

10. Uji Stabilitas Tablet (WHO, 1987)


Uji dilakukan dengan menyimpan tablet pada suhu 40°C/75%RH pada
climatic chamber selama 45 hari serta uji pada suhu 50,60 dan 70ºC,
kemudian dilakukan pengamatan terhadap kandungan kimia, bentuk fisik,
warna dan pertambahan bobot tablet. Penentuan kadar hasil uji stabilitas
dilakukan dengan menggunakan HPLC dengan metode yang sama seperti
analisis tablet. Penambahan bobot tablet diukur untuk melihat perbandingan
relatif daya serap terhadap lembab pada masing-masing formula dengan
melakukan penimbangan awal sejumlah tablet kemudian dilakukan
penimbangan dalam periode 10, 20, 30 dan 45 hari.
BAB V
RANCANGAN KEMASAN
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta

Lacy, C., 2006. Drug information handbook: a comprehensive resource for all clinicians and
healthcare professionals. Lexi-Comp Incorporated.

Gumantara, M.P.B. and Oktarlina, R.Z., 2017. Perbandingan monoterapi dan kombinasi terapi
sulfonilurea-metformin terhadap pasien diabetes melitus tipe 2. Jurnal Majority, 6(1),
pp.55-59.

Chaudhari, S.P., Vijaya Dhumal, S. C. Daswadkar and D. S. Shirode. 2016. Study Of


Formulation Variables On Bioavailability Of Metformin Hydrochloride. ejpmr, 3(11):
484-497.

Kumar, Ashwini., Mayank Bansal. 2014. Formulation And Evaluation Of Antidiabetic Tablets:
Effect Of Absorption Enhancser. WJPS, 3(10).

Frikiya, U, et.al, 2016, Pemberian Vitamin B6 Sebagai Upaya Mengurangi Kecemasan pada
Remaja Akhir dengan Premenstruasi Syndrom, Jurnal Hesti Wira Sakti, Volume 4,
Nomor2, Hlm.102-109.

Lieberman, Herbert, a., et, al.1990. ”Pharmaceutical Dosage Form:Tablets Volume 1”. Marcell
Dekker : New York.

Rasool Hassan BA (2012) Overview on Pharmaceutical Formulation and Drug Design.


Pharmaceut Anal Acta 3: e140. doi:10.4172/2153-2435.1000e140

Departemen Kesehatan, 2005, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Melitus.

Manore, M. M., 2000. Effect of physical activity on thiamine , riboflavin , and vitamin B-6, 72,
598–606.

Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis [online] (6th ed). Jakarta: EGC, 2003
[cited: 2015 Sep 20]. Available from: Googlebooks.

Ginsberg L. Neurologi [monograpi online] (8th ed). Jakarta: EGC, 2005 [cited: 2015 Sep 20].
Available from: Googlebooks.
Rowe, C., Sheskey, P.J., dan Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical Exipients. Sixth
Edition. Chicago: Pharmaceutical Press.

Pinzon R. Diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-hari. CDK [serial online]. 2012
[cited: 2015 Sep 20]. Available from:: http://www.kalbemed.com/

Bustan. 2010. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Irawan, Dedi. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah
Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). Thesis Universitas Indonesia.

American Society of Health-System Pharmacists 2016; Drug Information. Bethesda, MD.

Veiga, F., Fernandes, C. and Teixeira, F., 2000. Oral bioavailability and hypoglycaemic activity
of tolbutamide/cyclodextrin inclusion complexes. International journal of pharmaceutics,
202(1-2), pp.165-171.

Arrunátegui, L.B., Silva-Barcellos, N.M., Bellavinha, K.R., Ev, L.D.S. and Souza, J.D., 2015.
Biopharmaceutics classification system: importance and inclusion in biowaiver guidance.
Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences, 51(1), pp.143-154.

Allen, L. and Ansel, H.C., 2013. Ansel's pharmaceutical dosage forms and drug delivery
systems. Lippincott Williams & Wilkins.

Shargel, L. and Yu, A., 1999, Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, 4th Ed.,
Mcgraw-Hill, New York.

Mishra, A. and Pathak, A.K., 2017. Plasticizers: A vital excipient in novel pharmaceutical
formulations. Current Research in Pharmaceutical Sciences, pp.1-10.

Lieberman, AH., L, Leon., SB, Joseph. 1989. Pharmaceutical Dosage Forms : Tablet. Vol I,

Edisi II. Marcel Dekker INC, New York : 75-127, 195- 245.

Cartensen, JT., CT, Rhodes. 2000. Drug Stability Principles and Practices. Edisi 3. Marcel

Dekker Inc, New York : 215, 229.

Agne, K.” Fast Desintegration of Tablets Containing Rhodiola Rosea L. Extract”. Acta

Poloniac Pharmaceutica-Drug Research, Vol 64, No 1, 2007:63-67


Dressmen, J. Pharmaceutical Dissolution testing. Taylor & Franklin Group, LLC, 2005

Lieberman, H. A., Lachman, L., and Schwartz, J. R., Pharmaceutical Dosage Forms :

Tablet’s. Second Edition, Vol 2, New York: Marcel Dekker, Inc, 1990: 195-245

WHO. Guideline for submitting Documentation for Stability of Human Drugs and biological.

USA, 1987
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai