Dosen Pengampu :
DISUSUN OLEH :
Formulasi farmasi merupakan proses dimana penggabungan zat aktif kimia yang
akan menghasilkan senyawa medis yaitu obat. Proses ini memiliki karakteristik dalam
memproduksi obat yaitu produk harus stabil dan dapat diterima oleh pasien yang kana
menggunakanya. Faktor-faktor penting dalam mengkaji formulasi berupa ukuran
partikel, polimorfisme, PH dan kelarutan. Faktor-faktor ini akan menggambarkan
apakah akan mempengaruhi bioavailabilitas obat atau tidak (Rasool, 2012).
Diabetes mellitus (DM) adalah masalah kesehatan yang besar. DM dapat dibagi
menjadi beberapa jenis yaitu Diabetes Mellitus Tipe I, Diabetes Mellitus Tipe II,
Diabetes Mellitus Tipe Gestasional, dan Diabetes Mellitus Tipe Lainnya. Diabetes
Mellitus Tipe 2 paling banyak diderita. Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2)
merupakan suatu penyakit gangguan terhadap metabolik ditandai oleh kenaikan gula
darah disebabkan penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau gangguan
fungsi insulin (resistensi insulin) (Depkes, 2005).
Diabetes Mellitus disebut dengan istilah the silent killer sebab penyakit ini bisa
mengenai seluruh organ dalam tubuh dan menyebabkanu
berbagai keluhan. Penyakit yang bisa ditimbulkan dimasa depan antara lain
penyakit jantung, gangguan penglihatan mata, luka sulit sembuh dan
membusuk/gangren, katarak, sakit ginjal, impotensi seksual, infeksi paruparu, stroke,
gangguan pembuluh darah, dan sebagainya. Penderita DM yang telah parah biasanya
menjalani amputasi anggota tubuh karena pembusukan (Depkes,2005).
1.2. Tujuan
Mendapatkan formulasi tablet non- konvensional antidiabetes dan vitamin
neurotropik yang paling efektif dan aman
1.3. Hipotesis
Tablet metformin akan lebih stabil pada bentuk sediaan tablet sustained release
dan akan meningkatkan kepatuhan pasien dalam pemakaiannya. Vitamin Neurotropik
merupakan salah satu obat yang rentan terhadap cahaya. Oleh karena itu jika
dimodifikasi ddengan membuat sediaan tablet salut maka vitamin tersebut akan jauh
lebih stabil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diabetes
Diabetes mellitus (DM) adalah masalah kesehatan yang besar. DM dapat dibagi menjadi
beberapa jenis yaitu Diabetes Mellitus Tipe I, Diabetes Mellitus Tipe II, Diabetes Mellitus
Tipe Gestasional, dan Diabetes Mellitus Tipe Lainnya. Diabetes Mellitus Tipe 2 paling
banyak diderita. Diabetes Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2) merupakan suatu penyakit gangguan
terhadap metabolik ditandai oleh kenaikan gula darah disebabkan penurunan sekresi insulin
oleh sel beta pankreas dan atau gangguan fungsi insulin (resistensi insulin) (Depkes, 2005).
Diabetes Mellitus disebut dengan istilah the silent killer sebab penyakit ini bisa mengenai
seluruh organ dalam tubuh dan menyebabkan berbagai keluhan. Penyakit yang kemudian
dapat ditimbulkan antara lain penyakit jantung, gangguan penglihatan mata, luka sulit
sembuh dan membusuk/gangren, katarak, sakit ginjal, impotensi seksual, infeksi paruparu,
stroke, gangguan pembuluh darah, dan sebagainya. Penderita DM yang sudah parah
biasanya menjalani amputasi anggota tubuh karena pembusukan (Depkes,2005).
Sangat diperlukannya program pengendalian Diabetes Mellitus Tipe II karena Diabetes
Mellitus akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber daya manusia dan peningkatan
biaya kesehatan yang cukup besar. DM Tipe II dapat dicegah, ditunda kedatangannya atau
bahkan dihilangkan dengan mengendalikan faktor-faktor resikonya (Kemenkes, 2010).
Faktor resiko penyakit tidak menular ini, dibedakan menjadi dua. Faktor resiko yang pertama
adalah yang tidak dapat dirubah seperti jenis kelamin, umur, dan faktor genetik. Yang kedua
adalah faktor risiko yang dapat diubah seperti kebiasaan merokok (Bustan, 2000). Faktor
perilaku dan gaya hidup, demografi, , serta keadaan klinis atau mental dapat berpengaruh
terhadap kejadian DM Tipe II. Hal tersebut dinyatakan pada penelitian-penelitian
sebelumnya (Irawan, 2010). Analisis dalam penelitian sebelumnya juga menunjukan bahwa
terdapat hubungan kejadian DM dengan faktor resikonya seperti jenis kelamin, tingkat
pendidikan, status perkawinan, pekerjaan, kebiasaan merokok, aktivitas fisik, konsumsi
alkohol, Indeks Masa Tubuh, lingkar pinggang, dan umur. Sebesar 22,6 % kasus DM Tipe II
di populasi dapat dicegah jika obesitas sentral diintervensi (Irawan,2010).
2.2. Neuropatik
Neuropati perifer adalah suatu gangguan saraf perifer, sensoris, motorik atau campuran
yang umumnya simetris dan lebih banyak mengenai pada bagian distal dari proksimal
ekstremitas, yaitu bagian yang terjauh dari nukleus saraf.(Rubenstein, dkk 2003) Gejala
neuropati perifer seperti ini juga bisa ditemukan pada pasien DM, hal ini disebut neuropati
diabetik. DM dapat mengakibatkan beberapa bentuk komplikasi neuropati perifer seperti
polineuropati distal simetris, neuropati otonom, dan neuropati akibat jepitan.(Ginsberg, 2005)
Manifestasi klinis neuropati diabetik yaitu mulai dari tanpa gejala dan hanya bisa terdeteksi
dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri hebat. Rasa nyeri pada nyeri
neuropatik dapat muncul spontan ataupun setelah ada rangsangan. Gejala nyeri neuropatik
bisa bersifat positif (seperti paraestesia dan disestesia), dan dapat bersifat negatif (hipestesia).
(Pinzon, 2012) Kerusakan saraf tepi dapat dihindari dengan merubah pola hidup menjadi
lebih sehat dan dioptimalkan dengan konsumsi vitamin neurotropik.
Peran vitamin B1 dalam bentuk thiamin trifosfat adalah dalam proses konduksi, dalam
proses fosforilasi sehingga kanal klorida membran sel saraf teraktivasi. Bentuk thiamin
difosfat juga punya peran dalam dehidrogenasi piruvat, sehingga akibat dari kekurangan
thiamin ini dapat mengurangi konversi piruvat dari asetil-koA. Sehingga mengurangi
pembentukan ATP untuk membuka ion channel pada sel neuron. (Shils, Maurice E.,2006)
(Murray, Granner, Mayes, & Rodwell, 2006)
Vitamin B6 dalam tubuh terdapat dalam bentuk pyridoxal phosphate dalam otot. Vitamin
ini diperlukan dalam proses glukoneogenesis pada otot dalam keadaan hipoglikemia
(kelaparan sel). Biasanya vitamin ini akan berikatan pada enzim glycogen phosphorylase,
yang memiliki peran pada glukoneogenesis dari asam amino. (Shils, Maurice E.,2006)
(Murray, Granner, Mayes, & Rodwell, 2006)
Vitamin B12 mempunyai peranan dalam metabolisme lemak dan juga dalam proses
sintesis asam amino. Dalam sistem saraf, lemak dibutuhkan sebagai bahan dasar selubung
myelin yang berfungsi sebagai isolator dan juga susunannya membentuk nodus Ranvier yang
dapat mempercepat hantaran impuls saraf. Asam amino, yang dibentuk dengan bantuan
vitamin B12, memiliki peran dalam pembentukan neurotransmiter pada celah sinaptik, yang
kemudian memiliki peran penting dalam penghantaran impuls pesan dalam mekanisme
reaksi. (Shils, Maurice E.,2006)(Murray, Granner, Mayes, & Rodwell, 2006).
2.3. Kandidat Zat Aktif Anti-Diabetes
1. Mertformin Hidroklorida
A. Monografi
Berat Molekul 165,6 (FI VI)
Serbuk hablur putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau,
Pemerian
higroskopik (FI VI)
Mudah larut dalam air; praktis tidak larut dalam aseton dan
Kelarutan
metilen klorida; sukar larut dalam etanol (FI VI).
Higroskopisitas Higroskopis
Inkompatibilitas Inkompatibel dengan zat pengoksidasi
Titik Leleh 223° - 226°C
pKa 12,4
Waktu Alir 1mL/menit
tidak stabil terhadap pH basa, Metformin yang disimpan pada
suhu 50±2°C tidak menunjukkan perubahan fisik dan
Stabilitas
peningkatan kadar air sedangkan pada suhu 2-8°C terdapat
perubahan fisik dengan adanya sedikit penyerapan air
Indikasi Obat antidiabetes oral
3 dd 500 mg atau 2 dd 850 mg, bila perlu setelah 1-2 minggu
Dosis
perlahan-lahan dinaikkan sampai maksimal 3 dd 1g.
B. Mekanisme Kerja
Menurunkan produksi glukosa hati, menurunkan penyerapan glukosa usus dan
meningkatkan sensitivitas insulin (meningkatkan pengambilan dan pemanfaatan
glukosa perifer) (Lacy, 2006).
C. Farmakokinetika/Farmakodinamika
Metformin diserap di saluran gastrointestinal, tepatnya di bagian usus halus secara
lambat. Absorpsi metformin secara sempurna berlangsung selama 6 jam.
Bioavailabilitas oral absolut sekitar 50% - 60% pada keadaan puasa. Pada kondisi
stabil (steady state) setelah pemberian tablet hidroklorida metformin sustained
release, AUC dan konsentrasi plasma puncak tidak proporsional dalam kisaran 0,5-
2g. Metformin terdistribusi secara cepat pada hewan dan manusia ke dalam jaringan
dan cairan tubuh perifer, terutama saluran GI. Klirens ginjal adalah sekitar 3,5 kali
lebih besar dari klirens kreatinin, hal ini menunjukkan bahwa sekresi tubular adalah
rute utama metformin eliminasi. Pada pasien gangguan ginjal terjadi peningkatan
konsentrasi plasma puncak metformin, waktu yang lama untuk mencapai konsentrasi
plasma puncak, dan penurunan volume distribusi. Waktu paruh Eliminasi 4-9 jam
D. Biofarmasetika
Metformin merupakan obat yang termasuk ke dalam kelas III (kelarutan tinggi,
permeabilitas rendah) (Chaundhari et al, 2016). Sebagian besar obat-obatan yang
termasuk dalam kelas III klasifikasi BCS, memiliki potensi terapeutik yang tinggi
tetapi tidak dapat secara efektif disampaikan melalui rute oral karena permeasinya
yang buruk di epitel gastrointestinal (Kumar dan Bansal, 2014).
E. Efek Samping
Flu, palpitasi, sakit kepala, asidosis laktat, anoreksia, diare, dan gangguan penyerapan
vitamin B12 (Taketomo, 2003), terjadi pada hingga 20% pasien (Katzung, 2010)
2. Tolbutamide
A. Monografi
Berat Molekul 270,35 (FI VI)
Serbuk hablur putih, atau praktis putih; rasa agak pahit dan
Pemerian
praktis tidak berbau (FI VI)
Praktis tidak larut dalam air; larut dalam etanol dan dalam
Kelarutan
kloroform (FI VI).
Higroskopisitas Higroskopis
Inkompatibilitas Inkompatibel dengan asam
Titik Leleh 128-130 °C
pKa 5,16
Waktu Alir 1,5 mL/menit (Veiga et Al, 2000)
Mudah terbakar, bereaksi dengan senyawa azo dan diazo
Stabilitas
untuk menghasilkan gas beracun.
Indikasi Obat antidiabetes oral
1-2 g / hari sebagai dosis tunggal di pagi hari atau dalam
Dosis dosis terbagi sepanjang hari. Dosis pemeliharaan: 0,25-3 g /
hari; namun, dosis pemeliharaan> 2 g / hari jarang dibutuhkan
B. Mekanisme Kerja
Merangsang pelepasan insulin dari sel beta pankreas; mengurangi keluaran glukosa
dari hati; sensitivitas insulin meningkat di lokasi target perifer, supresi glukagon juga
dapat berkontribusi (Lacy, 2006).
C. Farmakokinetika/Farmakodinamika
Diabsorpsi dengan baik dan cepat, dimetabolisme di hati. Durasi efek relatif singkat,
dengan waktu paruh 4-5 jam. Dosis pemberian 0,5-1,5 mg (maksimal 2 gram) sehari
dalam dosis terbagi (BPOM RI). Karena pendek waktu paruhnya, maka tolbutamid
merupakan sulfonilurea yang paling aman untuk penderita diabetes usia lanjut
(Katzung, 2006).
D. Biofarmasetika
Tolbutamide merupakan obat BCS kelas II (kelarutan rendah, permeabilitas tinggi).
Untuk klasifikasi BCS kelas II, yang membatasi kecepataan saat pada tahap pelepasan
obat adalah dosis serta kelarutan dalam cairan gastrointestinal dan bukan karena
penyerapannya, sehingga peningkatan kelarutan pada kelas ini dapat meningkatkan
bioavailabilitasnya (Arrunátegui et al, 2015).
E. Efek Samping
Headache, Erythema, maculopapular rash, morbilliform rash, pruritus, urticaria,
photosensitivity dan hopglikemia
3. Repaglinid
A. Monografi
Berat Molekul 452,59 (FI VI)
Padatan putih sampai hampir putih, meleleh pada lebih
Pemerian
kurang 132-136°C (FI VI)
Larut dalam metanol dan methylene chloride (FI VI). Sulit
Kelarutan
larut dalam air
Higroskopisitas Higroskopis
Inkompatibilitas Inkompatibel dengan asam
Titik Leleh 132-136 °C
pKa 4,2 - 5,8
Waktu Alir 1mL/menit
Stabilitas Sensitive terhadap cahaya
Indikasi Obat antidiabetes oral
Dosis Dosis repaglinide biasanya diambil dalam 15 menit setelah
makan tetapi waktunya dapat bervariasi dari segera sebelum
makan hingga selama 30 menit sebelum makan.
Untuk pasien yang sebelumnya tidak diobati
atau yang HbA1cnya <8%, dosis awal harus 0,5
mg setiap kali makan. Untuk pasien yang
sebelumnya diobati dengan obat penurun
glukosa darah dan yang HbA1cnya ≥ 8%, dosis
awal adalah 1 atau 2 mg setiap kali makan
sebelum makan.
B. Mekanisme Kerja
Mekanisme kerjanya dengan merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas.
C. Farmakokinetika/Farmakodinamika
Memiliki onset yang sangat cepat dengan konsentrasi puncak dan efek puncak dalam
waktu sekitar 1 jam setelah konsumsi, tetapi lama kerjanya adalah 5-8 jam.
Dimetabolisme di CYP 3A4 menjadi metabolit inaktif, diekskresikan disaluran
empedu (Sukandar, 2009). Karena onset yang cepat, repaglinida diindikasikan untuk
digunakan dalam mengendalikan gula darah postprandial. Obat harus diambil
sebelum setiap makan dalam dosis 0,25 – 4 mg (maksimum, 16 mg / hari).
D. Biofarmasetika
Repaglinid merupakan obat yang tergolong BCS kelas II (kelarutan rendah,
permeabilitas tinggi). Untuk klasifikasi BCS kelas II, yang membatasi kecepataan
saat pada tahap pelepasan obat adalah dosis serta kelarutan dalam cairan
gastrointestinal dan bukan karena penyerapannya, sehingga peningkatan kelarutan
pada kelas ini dapat meningkatkan bioavailabilitasnya (Arrunátegui et al, 2015).
E. Efek Samping
Headache (9% to 11%), Hypoglycemia (16% to 31%), Upper respiratory tract
infection (10% to 16%)
Pemerian Hablur atau serbuk hablur, putih, bau khas lemah. Jika
bentuk
anhidrat terpapar udara dengan cepat menyerap air lebih
kurang 4%. Melebur pada suhu lebih kurang 248 derajat C
disertai peruraian.
Kelarutan Mudah larut dalam air, larut dalam gliserin, sukar larut
dalam
etanol, tidak larut dalam eter dan benzene
Higroskopisitas Higroskopis
Sifat alir Serbuk tiamin HCl memiliki sudut istirahat yang tinggi (64
derajat) sehingga tiamin HCl memiliki sifat alir yang buruk
(Udeala & Aly, 1988)
A. Mekanisme Kerja
Memberikan energi pada sel saraf agar berfungsi dengan baik, mengolah dan
menggunakan karbohidrat dengan tepat. Thiamine pyrophosphate adalah bentuk aktif dari
thiamin yang bertindak sebagai suatu kofaktor untuk beberapa enzim yang terlibat dalam
metabolisme energi. Enzim ini meliputi mitochondrial pyruvate dehydrogenase, a-
ketoglutarate dehydrogenase kompleks, dan transketolase yang cytosolic, yang mana
semua mengambil bagian penting pada metabolisme karbohidrat saat terjadi defisiensi
thiamin.Pyruvate dehydrogenase kompleks adalah suatu enzim utama dalam siklus krebs
yang mengkatalisasi decarboxylasi oksidatif dari pyruvate untuk membentuk acetyl-
coenzyme A ( acetyl-CoA), yang akan masuk ke siklus Krebs. Setelah masuk ke siklus
krebs, enzim a-ketoglutarate dehydrogenase, mengkatalisasi dekarboksilasi oksidatif dari
a-ketoglutarat menjadi succinyl-CoA.Transketolase berfungsi sebagai jalur bagi pentosa
fosfat, suatu jalur untuk oksidasi glukosa (Aviva Fattal dan Valevski, 2011).
Peristiwa oksidasi glukosa di dalam jaringan-jaringan terjadi secara bertahap dan pada
tahap itulah energi dilepaskan sedikit demi sedikit, untuk dapat digunakan
selanjutnya.Melalui suatu deretan prosesproses kimiawi, glukosa dan glikogen diubah
menjadi asam piruvat. Asam piruvat dalam suatu proses pada siklus krebs dihasilkan CO2
dan H2O dan terlepas energi dalam bentuk persenyawaan yang mengandung tenaga kimia
yang besar yaitu ATP (Adenosin Trifosfat).ATP ini mudah sekali melepaskan energinya
sambil berubah menjadi ADP (Adenosin Difosfat).Sebagian dari asam piruvat dapat
diubah menjadi asam laktat.Asam laktat dapat keluar dari sel-sel jaringan dan memasuki
aliran darah menuju ke hepar. Di dalam hepar asam laktat diubah kembali menjadi asam
piruvat dan selanjutnya menjadi glikogen, dengan demikian akan menghasilkan energi.
Hal ini hanya terdapat di dalam hepar, tidak dapat berlangsung di dalam otot, meskipun di
dalam otot terdapat juga glikogen. Insulin akan mempercepat oksidasi glukosa di dalam
jaringan, merangsang perubahan glukosa menjadi glikogen di dalam sel-sel hepar
maupun otot. Sehingga, apabila kekurangan vitamin B1 (tiamin) terjadi kadar glukosa di
dalam darah meninggi (Enny et al, 2011).
mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam
Kelarutan
eter (Depkes RI, 1995).
Higroskopis
Higroskopisit
as
50 mg
Dosis
A. Mekanisme Kerja
Bekerja dengan memfasilitasi transmisi impuls saraf. Vitamin B6 merupakan molekul
penting untuk transmisi informasi dalam sistem saraf yang disebut "neurotransmiter",
mengontrol produksi zat serotonin pada otak dan pembentukan neurotransmiter yaitu
serotonin, melatonin, epinephrine, norepinephrine, dan GABA. (Fikriya, dkk 2016)
3. Kobalamin (vitamin B12)
mudah larut dalam air, larut dalam etanol, tidak larut dalam
Kelarutan aseton, dalam kloroform dan dalam eter (Depkes RI, 1995).
Higroskopis
Higroskopisitas
Mekanisme Kerja :
Sebagai kunci pembentukan myelin. Selubung myelin melindungi serat saraf dan
mempengaruhi kecepatan transmisi sinyal. Vitamin B12 membantu menjaga myelin tetap
sehat.Pembentukan heme dapat dibantu oleh vitamin B12 .Vitamin B12 membantu
aktivitas genetik dengan mengontrol metilasi genetik –yaitu suatu proses menambahkan
atau mengurangi gugus metil pada DNA.
2.5.
2.6. Zat Aktif Terpilih
A. Antidiabetes
Kelarutan larut dalam air, mudah larut dalam Agak sukar larut
gliserol, dan air, sukar larut dalam air dan
methanol, praktis etanol 95%; praktis
dalam etanol, tidak
tidak larut dalam tidak larut dalam
eter, benzene, dan larut dalam kloroform, eter dan
kloroform. eter (Depkes RI, aseton.
1995).
Mudah larut dalam air dan lebih mudah larut dalam air
Kelarutan mendidih, sangat sukar larut dalam etanol, tidak larut
dalam kloroform dan dalam
eter.
Kelarutan Mudah larut dalam air, larut dalam basa, sangat sukar larut
dalam etanol, praktis tidak larut dalam eter.
Stabilitas Manitol stabil dalam keadaan kering dan dalam larutan air.
Dalam larutan, manitol tidak bersifat dingin, asam encer atau
basa, atau dengan oksigen atmosfir dalam ketiadaan alkalis.
Manitol tidak mengalami reaksi Mailand.
Penyimpanan Harus di simpan dalam wadah yang tertutup dalam sejuk dan
kering.
B. Binders (Pengikat)
1. Avicel
Avicel yang digunakan merupakan avicel yang tidak terdispersi di dalam air, dapat
digunakan sebagai pengikat, pengisi, penghancur, dan pelincir pada sediaan tablet.
Kekurangan avicel adalah kecenderungannya untuk membentuk muatan listrik dan
meningkatkan kandungan lembab, terkadang menyebabkan pemisahan pada saat
granulasi. Hal ini dapat diatasi dengan mengeringkan avicel untuk menghilangkan
lembab.
Pada saat digranulasi basah, dikeringkan, kemudian dikompres, tablet yang terbentuk
tidak hancur secepat saat tidak terbasahi.
(Lachman Tablet, 175) Pemakaian : Sebagai penghancur tablet digunakan 5-15%
Kelarutan : Tidak larut dalam air, pelarut asam dan pelarut organik lainnya, agak sukar
larut dalam NaOH (1:20).
pH stabilitas : 5,5 – 7
Stabilitas dan Penyimpanan : stabil, higroskopis, simpan dalam wadah tertutup rapat.
OTT : senyawa oksidator kuat, zat sensitif lembab (c/ aspirin, penisilin, vitamin), kecuali
avicel dikeringkan sampai kandungan lembabnya kurang dari 1 % dan diperlakukan di
ruangan kelembaban rendah. HCl, HgCl, AgNO3, fenol, asam tanat.
2. Gelatin
Kelarutan Direndam dalam air menjadi lunak; m/air panas; t/etanol &
CHCl3 & eter
3. gom arab
pH 4,5-5
C. Disintegrant
1. Amilum
Kelarutan Praktis tidak larut dalam air dingin dan dalam etanol
pH 5,5-6,5
D. Lubricant
1. Magnesium Stearat
BM 591.24
Pemerian Sangat halus, putih muda, memiliki bau samar, rasa yang
khas
Kelarutan Praktis tidak larut dalam etanol (95%), eter dan air, sedikit
larut dalam warm benzene dan warm ethanol (95%)
Konsentrasi 0,25-5%
Kegunaan Lubricant
E. Glidant
1. Talk
Talk adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang mengandung sedikit
aluminium silikat.
Kelarutan Praktis tidak larut dalam larutan asam dan alkalis, pelarut
organic dan air.
BM 177.12 g/mol
2. Eudragit RS (Polymethacrylates)
BM 407,929 g/mol
Stabilitas Bentuk polimer bubuk kering stabil pada suhu kurang dari
30°C. Di atas suhu tersebut, serbuk cenderung membentuk
gumpalan, meskipun hal ini tidak mempengaruhi kualitas
bahan dan gumpalan dapat segera pecah. Serbuk kering
stabil setidaknya selama 3 tahun jika disimpan dalam
wadah tertutup rapat pada suhu kurang dari 30°C.
3. Ethylcellulose (EC)
BM -
BM -
H. Plascticizer
1. Dibutyl Sebacate
BM 276.29
2. Triacetin
BM 276.29
3. Acetyltriethyl citrate
BM 360.5
Salut Film
Ethanol Qs Solvent
B. Tablet Salut Gula Vitamin Neurotropik
Laktosa QS Pengisi
Mg Stearat 1% Lubrikan
Salut Gula
Sellac 6 Sealing
Alkohol 94 Sealing
Aquadest 50 Smoothing
B. Bahan
● Metformin HCl ● Ethyl Cellulose
● Talk ● Dibutyl Sebacate
● Pasta Amilum Jagung ● FD Yellow
● Rice Starch ● Ethanol
● Lactose Anhydrous
Vitamin Neurotropik
A. Alat
● Pisau ● Lumpang dan alu
● Lemari pengering ● Rotary evaporator
● Kertas perkamen ● Waterbath
● Lampu ● Spatel
● Blender ● Disintegrator (Copley)
● Corong ● Roche friabilator (Erweka)
● Kertas saring ● Hardness tester (Copley)
● Penjepit tabung ● Dissolution tester
● Cawan porselin ● Neraca analitik (Boeco)
● Gelas ukur ● Stopwatch
● Erlenmeyer ● Mesin cetak tablet single punch
● Pipet tetes (Erweka)
● Ayakan mesh 16, 20, 40, 60, 80 ● Spektrofotometer UV- Vis
dan 100 (Shimadzu UV-1800)
● Beaker glass ● Alat - talat gelas lainnya.
B. Bahan
Vitamin Mg stearat
Laktosa Talkum
Gelatin Amilum manihot
Manitol Na. metabisulfit
3.4. Perhitungan Bahan
A. Tablet Antidiabetes
Talk Talk
5% 5%
Perhitungan Bahan untuk 1 tablet = Perhitungan Bahan untuk 1 batch = 10.000 tablet
600mg = 600g
α = tgn (h/r).
Persyaratan : uji dikatakan memenuhi syarat apabila 25⁰ > α < 40⁰ (Voight, 1994).
4.1.5 Kompresibilitas
Ditimbang 50 gram masssa granul tablet lalu dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml,
lalu diukur volumenya (V1). Berat jenis bulk yaitu massa dalam gelas diketuk ketuk
sebanyak 250 kali dari ketinggian 2,5 cm sampai volumenya tetap (V2). Berat jenis
mampat= Kompresibilitas (Wikarsa dan Siregar, 2010).
4.2 Evaluasi Tablet Sustained Release
A. Keseragaman Bobot
Ditimbang 20 tablet satu persatu, kemudian dihitung bobot rata-rata tiap tablet Jika
ditimbang satu persatu, tidak boleh lebih dari dua tablet yang bobotnya menyimpang
dari bobot rata-ratanya lebih besar dari kolom A, dan tidak boleh satu tablet pun yang
menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari kolom B (Depkes RI, 1979).
B. Keseragaman Ukuran
Dipilih 5 tablet dari masing-masing formula, diukur tebal dan diameter masing-masing
tablet menggunakan alat ukur. Menurut Farmakope Indonesia, syarat keseragaman
ukuran kecuali dinyatakan lain, diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang
dari 1 ⁄3 kali tebal tablet.
C. Kekerasan Tablet
Alat yang digunakan yaitu Strong cobb hardness tester. Caranya dengan meletakkan
sebuah tablet diantara anvil dan punch tegak lurus, kemudian tablet dijepit dengan cara
memutar skrup pemutar hingga lampu stop menyala. Lalu, skrup ditekan dan dicatat
angka yang ditunjukkan jarum penunjuk skala ketika tablet pecah. Percobaan ini
dilakukan untuk 5 tablet. Syarat kekerasan tablet 4 kg–8 kg (Parrott, 1971).
D. Friability Tablet
Alat yang digunakan yakni Roche friabilator. Adapun caranya dengan membersihkan
20 tablet dari partikel halus yang kemungkinan menempel, lalu ditimbang (Wo),
setelah itu dimasukkan ke dalam alat, dinyalakan dan diputar selama 4 menit dengan
kecepatan 25 rpm. Tablet diambil dan dibersihkan lagi, lalu dilakukan penimbangan
(W). Selanjutnya % kehilangan berat tablet dhitung (Sa’adah dan Fudholi, 2011).
Friabilitas = x 100%
G. Disolusi Tablet
Pada uji ini dilakukan dengan menggunakan alat dissolution tester. Medium yang
digunakan yaitu 500 mL air suling. Kecepatan 50 rpm dengan alat dissolution tester
tipe 2 (Metode Dayung) selama 45 menit. Sebuah tablet dimasukkan ke dalam wadah
disolusi berisi 500 ml medium disolusi (air suling) dengan suhu 37o C ± 2oC. Lalu
dayung diputar dengan kecepatan 50 rpm. Pada interval waktu 5, 10, 20, 30, dan 45
menit, larutan dipipet sebanyak 5 ml lalu diukur menggunakan alat spektrofotometri
ultraviolet pada panjang gelombang maksimum terhadap medium disolusi sebagai
blanko. Volume medium di dalam diusahakan tetap. Dalam waktu 45 menit harus larut
tidak kurang dari 75% (Q) C16H19ClN2.C4H4O4 dari jumlah yang tertera pada etiket
(Depkes RI, 2014).
Tabel Profil Disolusi Metformin HCl menurut USP
4.3. Evaluasi tablet salut gula (Lieberman, Lachman, Schwartz, 1990)
Pemeriksaan terhadap sifat fisik tablet salut sama seperti pengujian tablet inti yang
meliputi uji penampilan umum, bobot rata-rata, diameter dan tebal tablet, kekerasan
tablet, keregasan tablet dan uji waktu hancur kemudian dilanjutkan dengan uji disolusi.
A. Evaluasi Fisik Tablet Salut Gula
1. Uji keseragaman bobot (Lieberman, dkk, 1989)
Dua puluh tablet ditimbang satu persatu secara seksama dan dihitung bobot
rata-rata tablet tersebut.
2. Uji keseragaman ukuran (Lieberman, dkk, 1989)
Sepuluh tablet diukur tebal dan diameternya menggunakan alat jangka
sorong. Menurut FI edisi III, kecuali dinyatakan lain diameter tablet tidak
lebih dari tiga kali atau tidak kurang dari 11/3 kali tebal tablet.
3. Uji kekerasan (Lieberman, dkk, 1989)
Pengukuran kekerasan tablet menggunakan satuan Kp atau kilopound atau
kilogram force. Sejumlah tablet satu persatu dimasukkan diantara dua
penjepit, alat dijalankan sampai tablet pecah lalu dilihat alat yang tertera
pada alat.
4. Uji Keregasan (Lieberman, dkk, 1989)
Ditimbang 20 tablet yang telah dibersihkan dari debu (W 1) kemudiaan
dimasukkan kedalam alat penguji friability, diatur kecepatan 25 rpm
selama empat menit. Tablet dikeluarkan dan ditimbang kembali (W2).
7. Uji sensori
Dilakukan uji sensori atau rasa menggunakan responden berjumlah 25 orang.
Dipilih secara acak dan masing-masing diminta untuk mencoba rasa dari
tablet salut. Responden diberi pengarahan tentang penilaian dan diberi angket
terhadap dua formulasi tablet salut dalam bentuk kuesioner. Hasil penilaian
tersebut lalu diolah menggunakan software SPSS.
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
Lacy, C., 2006. Drug information handbook: a comprehensive resource for all clinicians and
healthcare professionals. Lexi-Comp Incorporated.
Gumantara, M.P.B. and Oktarlina, R.Z., 2017. Perbandingan monoterapi dan kombinasi terapi
sulfonilurea-metformin terhadap pasien diabetes melitus tipe 2. Jurnal Majority, 6(1),
pp.55-59.
Kumar, Ashwini., Mayank Bansal. 2014. Formulation And Evaluation Of Antidiabetic Tablets:
Effect Of Absorption Enhancser. WJPS, 3(10).
Frikiya, U, et.al, 2016, Pemberian Vitamin B6 Sebagai Upaya Mengurangi Kecemasan pada
Remaja Akhir dengan Premenstruasi Syndrom, Jurnal Hesti Wira Sakti, Volume 4,
Nomor2, Hlm.102-109.
Lieberman, Herbert, a., et, al.1990. ”Pharmaceutical Dosage Form:Tablets Volume 1”. Marcell
Dekker : New York.
Manore, M. M., 2000. Effect of physical activity on thiamine , riboflavin , and vitamin B-6, 72,
598–606.
Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis [online] (6th ed). Jakarta: EGC, 2003
[cited: 2015 Sep 20]. Available from: Googlebooks.
Ginsberg L. Neurologi [monograpi online] (8th ed). Jakarta: EGC, 2005 [cited: 2015 Sep 20].
Available from: Googlebooks.
Rowe, C., Sheskey, P.J., dan Quinn, M.E. (2009). Handbook of Pharmaceutical Exipients. Sixth
Edition. Chicago: Pharmaceutical Press.
Pinzon R. Diagnosis nyeri neuropatik dalam praktik sehari-hari. CDK [serial online]. 2012
[cited: 2015 Sep 20]. Available from:: http://www.kalbemed.com/
Bustan. 2010. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Irawan, Dedi. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah
Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). Thesis Universitas Indonesia.
Veiga, F., Fernandes, C. and Teixeira, F., 2000. Oral bioavailability and hypoglycaemic activity
of tolbutamide/cyclodextrin inclusion complexes. International journal of pharmaceutics,
202(1-2), pp.165-171.
Arrunátegui, L.B., Silva-Barcellos, N.M., Bellavinha, K.R., Ev, L.D.S. and Souza, J.D., 2015.
Biopharmaceutics classification system: importance and inclusion in biowaiver guidance.
Brazilian Journal of Pharmaceutical Sciences, 51(1), pp.143-154.
Allen, L. and Ansel, H.C., 2013. Ansel's pharmaceutical dosage forms and drug delivery
systems. Lippincott Williams & Wilkins.
Shargel, L. and Yu, A., 1999, Applied Biopharmaceutics and Pharmacokinetics, 4th Ed.,
Mcgraw-Hill, New York.
Mishra, A. and Pathak, A.K., 2017. Plasticizers: A vital excipient in novel pharmaceutical
formulations. Current Research in Pharmaceutical Sciences, pp.1-10.
Lieberman, AH., L, Leon., SB, Joseph. 1989. Pharmaceutical Dosage Forms : Tablet. Vol I,
Edisi II. Marcel Dekker INC, New York : 75-127, 195- 245.
Cartensen, JT., CT, Rhodes. 2000. Drug Stability Principles and Practices. Edisi 3. Marcel
Agne, K.” Fast Desintegration of Tablets Containing Rhodiola Rosea L. Extract”. Acta
Lieberman, H. A., Lachman, L., and Schwartz, J. R., Pharmaceutical Dosage Forms :
Tablet’s. Second Edition, Vol 2, New York: Marcel Dekker, Inc, 1990: 195-245
WHO. Guideline for submitting Documentation for Stability of Human Drugs and biological.
USA, 1987
LAMPIRAN