Praktikum ke : 1, 2, dan 3
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1.Latar Belakang..........................................................................................................1
1.2 Tujuan......................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................3
2.1 Bangsa Sapi Potong..................................................................................................3
2.2 Pengukuran Tubuh...................................................................................................5
2.3 Pendugaan Bobot Badan..........................................................................................6
2.5 Tipe Kandang Dan Fungsinya....................................................................................7
BAB III . MATERI DAN METODE........................................................................................10
3.1 Materi Praktikum...................................................................................................10
3.2 Waktu dan Tempat Praktikum................................................................................10
3.3 Metode Pelaksanaan..............................................................................................10
BAB IV HASIL DAN PENGAMATAN....................................................................................12
4.1 Hasil Pengamatan...................................................................................................12
4.2 pembahasan...........................................................................................................14
BAB V. PENUTUP..............................................................................................................23
5.1 Kesimpulan.............................................................................................................23
5.2. Saran.....................................................................................................................23
Lampiran..........................................................................................................................25
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai
penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun
ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,
kualitas dagingnya maksimum, laju pertumbuhan cepat, cepat mencapai dewasa,
efisiensi pakannya tinggi, dan mudah dipasarkan (Sarwono, 1995). Menurut
Abidin (2002) sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara untuk digemukkan
karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging
cukup baik. Sapi-sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, dipelihara
secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan bobot
badan ideal untuk dipotong.
1
Bobot badan ternak persisnya dapat diketahui langsung dengan cara
menimbangnya menggunakan timbangan. Namun timbangan terrnak berkapasitas
besar misalnya untuk sapi hanya tersedia di lokasi tertentu saja seperti pasar
hewan atau rumah potong, sedangkan pada peternakan rakyat sama sekali tidak
ada atau tidak memilikinya seperti pada peternak peternak rakyat yang ada di
daerah tertentu. Praktikum ini dilakukan untuk memperluas wawasan mahasiswa
tentang manajemen, pemberian pakan, pemberian minum, dan praduga ukuran
bobot serta umur seekor sapi. Metode praktikum nya adalah mahasiswa
mendatangi Peternak peternak yang ada di daerah nya dan melakukan pengukuran
lingkar dada serta pengukuran cincin tanduk pada sapi sehingga bisa menduga
bobot sapi serta umur dari sapi tersebut.
1.2 Tujuan
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Romans et al., (1994) dan Blakely dan Bade, (1992) bangsa sapi
mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut: Phylum : Chordata, Subphylum
: Vertebrata, Class : Mamalia, Sub class : Theria, Infra class : Eutheria, Ordo :
Artiodactyla, Sub ordo : Ruminantia, Infra ordo : Pecora, Famili : Bovidae,
Genus: Bos (cattle), Group : Taurinae, Spesies : Bos utrie (sapi Eropa), Bos
indicus (sapi India/sapi zebu), Bos sondaicus (banteng/sapi Bali). Sapi keturunan
Bos Taurus adalah Aberdeen angus, Hereford, shorthorn, charolais, Simmental,
dan utrient. Sapi keturunan Bos indicus adalah sapi brahman, ongole, dan
peranakan ongole. Sapi keturunan Bos sondaicus atau sapi asli Indonesia yaitu
sapi bali, sapi Madura, sapi jawa, sapi sumatera, dan sapi local lainnya. Sapi
keturunan Bos indicus saat ini berkembang biak di india, dan akhirnya sebagian
besar menyebar ke berbagai utrie, terlebih di daerah tropis seperti asia tenggara
(termasuk Indonesia), afrika, dan amerika. Di Indonesia terdapat sapi keturunan
zebu, yakni sapi ongole dan peranakan ongole, serta brahman, dll. Sapi keturunan
Bos Taurus adalah bangsa sapi yang menurunkkan bangsa-bangsa sapi potong dan
sapi perah di eropa.
3
shorthorn, charolais, Simmental, dan limousine. Bangsa sapi tropis umumnya
memiliki punuk, bagian ujung telinganya meruncing, kepala panjang dengan dahi
sempit, kulit longgar dan tipis, terdapat timbunan lemak, baik yang ada dibawah
kulit maupun didalam otot rendah, Garis punggung pada bagian tengah berbentuk
cekung dan pada bagian tingginya miring, bahu pendek, halus dan rata, kaki
panjang sehingga geraknya lincah, lambat dewasa kelamin, bentuk tubuh kecil,
bobot badan sekitar 250-650 kg, mempunyai ambing yang kecil sehingga
produksi susu rendah, tahan terhadap suhu tinggi dan kehausan, toleran terhadap
berbagai macam pakan yang kandungan serat kasarnya tinggi dan pakan
sederhana, dan tahan terhadap gigitan nyamuk dan caplak.
Pertumbuhan adalah pertambahan berat badan atau ukuran tubuh sesuai dengan
umur, sedangkan perkembangaan berhubungan dengan adanya perubahan ukuran,
serta fungsi dari berbagai bagian tubuh semenjak embrio sampai menjadi dewasa
(Sugeng, 1992). Menurut Soenarjo (1988), proses pertumbuhan hewan yaitu :
pertambahan berat sampai dewasa (Growth) dan perkembangan bentuk badan dan
proses kinerjanya (Development). Tillman et al. (1998), menyatakan bahwa
pertumbuhan biasanya dimulai perlahan-lahan, kemudian berlangsung lebih cepat,
selanjutnya berangsur-angsur menurun atau melambat dan berhenti setelah
mencapai dewasa tubuh.
Umur sapi dapat diketahui dengan melihat keadaan gigi serinya. Gigi seri
sapi hanya tgerdapat dirahang bawah. Semenjak lahir, gigi seri sapi sudah
tumbuh. Gigi secara bertahap pada umur tertentu akan tanggal sepasang demi
sepasang, berganti dengan gigi seri yang baru. Gigi seri yang pertama atau yang
sudah tumbuh semenjak sapi lahir disebut gigi susu, sedangkan gigi baru yang
menggantikan gigi susu disebut gigi tetap. Pemunculan setiap pasang gigi
berlangsung kira-kira pada waktu yang sama dari kehidupan dan dengan demikian
4
merupakan indikasi dari umur ternak yang mungkin dapat diperiksa dari gigi-gigi
sapi.
Pertumbuhan gigi sapi bisa dibedakan menjadi tiga fase, yaitu fase gigi
susu, fase dimana gigi yang tumbuh semenjak lahir sampai gigi itu berganti
dengan gigi yang baru, fase pergantian gigi yaitu dari awal pergantian sampai
selesai, dan fase keausan yaitu dimana gigi tetap mengalami keausan
(Murtidjo,1992). Sapi yang memiliki gigi susu semua pada rahang bawah,
mempunyai usia sekitar kurang lebih 1,5 tahun. Sapi yang memiliki gigi tetap
sepasang pada rahang bawah mempunyai usia sekitar 2 tahun. Sapi yang memiliki
gigi tetap dua pasang pada rahang bawah mempunyai usia sekitar 3 tahun. Sapi
yang memiliki gigi tetap tiga pasang pada rahang bawah mempunyai usia sekitar
3,5 tahun. Sapi yang memiliki gigi tetap empat pasang pada rahang bawah,
mempunyai usia sekitar 4 tahun. Sapi yang mempunyai gigi tetap lengkap empat
pasang, tapi 25% bagian telah aus mempunyai usia sekitar 6 tahun. Sapi yang
memiliki gigi tetap lengkap tapi aus 50% bagian telah aus, mempunyai usia
sekitar 7 tahun. Sapi yang mempunyai gigi tetap lengkap empat pasang, tapi 75%
telah aus, mempuyai usia sekitar 8 tahun. Sapi yang mempunyai gigi tetap
lengkap dan semuanya sudah aus, memiliki usia diatas 8 tahun (Murtidjo, 1992).
Pengukuran tubuh (sifat kuantitatif) dilakukan saat sapi berdiri tegak pada
bidang datar (posisi ternak “parallelogram”). Cara pengukuran panjang badan,
lingkar dada, tinggi pundak dan tinggi pinggul dapat dilihat pada Gambar 6
(Santoso, 2003). Pengukuran ukuran tubuh ternak dapat dijadikan sebagai utrient
pertumbuhan ternak. Perubahan pada ukuran tubuh ternak menunjukkan apakah
ternak mengalami pertumbuhan atau tidak. Adapun cara untuk mengukur ukuran
tubuh ternak yaitu dengan mengukur lingkar dada. Lingkar dada merupakan salah
satu dimensi tubuh yang dapat digunakan sebagai indicator mengukur
pertumbuhan dan perkembangan ternak. Pengukuran lingkar dada diukur pada
5
tulang rusuk paling depan persis pada belakang kaki depan. Pengukuran lingkar
dada dilakukan dengan melingkarkan pita ukur pada badan.
2.4 Pakan
Bahan pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan digunakan
oleh hewan. Bahan pakan ternak terdiri dari tanaman, hasil tanaman, dan
kadangkadang berasal dari ternak serta hewan yang hidup di laut (Tillman et al.,
1991). Menurut Blakely dan Bade (1998) bahan pakan dapat dibagi menjadi dua
6
kelompok yaitu konsentrat dan bahan berserat. Konsentrat berupa bijian dan
butiran serta bahan berserat yaitu jerami dan rumput yang merupakan komponen
penyusun ransum. Pakan adalah bahan yang dimakan dan dicerna oleh seekor
hewan yang mampu menyajikan hara atau utrient yang penting untuk perawatan
tubuh, pertumbuhan, penggemukan, dan reproduksi. Darmono (1993)
menjelaskan bahwa bahan pakan yang baik adalah bahan pakan yang mengandung
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral serta tidak mengandung racun
yang dapat membahayakan ternak yang mengkonsumsinya. Pakan hijauan adalah
semua bahan pakan yang berasal dari tanaman ataupun tumbuhan berupa daun-
daunan, terkadang termasuk batang, ranting dan bunga (Sugeng, 1998). Menurut
Lubis (1992) pemberian pakan pada ternak sebaiknya diberikan dalam keadaan
segar. Pemberian pakan yang baik diberikan dengan perbandingan 60 : 40 (dalam
bahan kering ransum), apabila hijauan yang diberikan berkualitas rendah
perbandingan itu dapat menjadi 55 : 45 dan hijauan yang diberikan berkualitas
sedang sampai tinggi perbandingan itu dapat menjadi 64 : 36 (Siregar 2008).
Tipe kandang dan fungsinya terdiri atas kandang individu dan kandang
kelompok/koloni.
1. Kandang individu
7
Biaya kandang individu lebih tinggi dibanding kandang lompok (biaya
pembuatan kandang, biaya tenaga kerja untuk memandikan sapi dan pembersihan
kandang). Kelebihan kandang individu dibanding kandang kelompok yaitu : sapi
lebih tenang dan tidak mudah stress, pemberian pakan dapat terkontrol sesuai
dengan kebutuhan ternak, menghindari persaingan pakan dan keributan da m
kandang. Menurut susunannya, terdapat tiga macam kandang individu yaitu :
2. Kandang kelompok
8
litter, dan pembongkaran litter lantai kandang di kukan apabila tinggi litter
mencapai setinggi 40 cm, atau dilakukan pembersihan sekitar 3 – 4 kali dalam
setahun. Alas letter dari kandang kelompok selanjutnya dikumpulkan dan
dikeringkan di tempat penampungan.
untuk digiling sebagai kompos yang baik. Kapasitas tampung ternak dalam
satu kandang model ini adalah sekitar per ekor 5–6 m 2 , dan disesuaikan dengan
kondisi litter, yaitu semakin padat kondisi litter akan mudah becek. Sepanjang
bagian sisi kandang dilengkapi dengan tempat palungan yaitu pada sisi depan
untuk tempat pakan hijauan dan tempat air minum secara terpisah, sedangkan
pada sisi belakang kandang palungan untuk tempat pakan penguat atau konsentrat.
Kandang kelompok beratap sebagian merupakan kandang kelompok, pada bagian
depan kandang (terutama tempat lungan) ditutupi oleh atap. Kandang kelompok
model ini identik dengan kandang pelumbaran terbatas (Gambar 13). Lantai
kandang model ini menggunakan lantai semen atau betton berpori (model wavin)
terutama pada bagian lantai yang tidak beratap. Pada bagian belakang kandang
dilengkapi selokan pembuangan terutama untuk menjaga kebersihan lantai ka ng
pada musim hujan. Alas lantai pada model kandang ini tidak menggunakan alas
dasar litter, namun bahan alas litter hanya disebarkan pada lantai (terutama lantai
yang beratap) yang becek. Pembuangan feses dilakukan secara berkala yaitu 3 – 4
kali setahun atau sesuai kebutuhan.
Kelebihan sistem perkandang ini adalah ternak lebih bebas dan adanya rak
penyimpanan pakan kering (seperti jerami) sehingga pakan hijauan kering selalu
tersedia.
9
BAB III . MATERI DAN METODE
a) Alat
1. Alat tulis
2. Kamera
3. Sekop
4. Arit
5. Sapu
6. Gerobak dorong
7. Mesin coper
b) Bahan
1. Rumput
2. Konsentrat/ dedak
10
4. Melakukan pengaritan pada rumput dilapangan yang sudah di sediakan
sampai jumlah yang di tentukan
5. Melakukan pemotongan dengan menggunakan mesin coper sebelum di
berikan pada ternak untuk emudahkan pencernaan ternak
6. Melakukan penimbangan setelah di coper, jika masih kurang makan di
tambah untuk untuk mengarit
7. Mengambil pakan konsentrat dan di timbang sebanyak 4 kg
8. Meberikan pakan konsentart pada ternak sebelum diberikan pakan rumput
9. Meberikan pakan rumput pada ternak setelah diberipakan konsentrat sesua
dengan yang di tentukan
10. Terakhir di sediakan air untuk kebutuhan minum bagi ternak
11
BAB IV HASIL DAN PENGAMATAN
12
sekop
2. Mebersihkan tempat makan ternak
sapi
3. Mepersiapkan alat untuk mengambil
rumput untuk pakan sapi potong
tersebut
4. Melakukan pengaritan pada rumput
dilapangan yang sudah di sediakan
sampai jumlah yang di tentukan
5. Melakukan pemotongan dengan
menggunakan mesin coper sebelum
di berikan pada ternak untuk
emudahkan pencernaan ternak
6. Melakukan penimbangan setelah di
coper, jika masih kurang makan di
tambah untuk untuk mengarit
7. Mengambil pakan konsentrat dan di
timbang sebanyak 4 kg
8. Meberikan pakan konsentart pada
ternak sebelum diberikan pakan
rumput
9. Meberikan pakan rumput pada ternak
setelah diberipakan konsentrat sesua
dengan yang di tentukan
10. Terakhir di sediakan air untuk
kebutuhan minum bagi ternak
13
di berikan pada ternak untuk
emudahkan pencernaan ternak
6. Melakukan penimbangan setelah di
coper, jika masih kurang makan di
tambah untuk untuk mengarit
7. Mengambil pakan konsentrat dan di
timbang sebanyak 4 kg
8. Meberikan pakan konsentart pada
ternak sebelum diberikan pakan
rumput
9. Meberikan pakan rumput pada ternak
setelah diberipakan konsentrat sesua
dengan yang di tentukan
10. Terakhir di sediakan air untuk
kebutuhan minum bagi ternak
4.2 pembahasan
a) Sapi aceh
Sapi aceh merupakan salah satu rumpun sapi lokal Indonesia yang mempunyai
sebaran asli geografis di Provinsi Aceh, dan telah dibudidayakan secara
turuntemurun. Sapi Aceh merupakan kekayaan sumberdaya genetrik (SDG) salah
satu rumpun sapi lokal Indonesia yang telah ditetapkan berdasarkan keputusan
Kementerian Pertanian nomor : 2907/Kpts/OT.140/6/2011 tanggal 17 Juni2011,
bahwa sapi Aceh mempunyai keseragaman bentuk, fisik dan komposisi genetik
serta kemampuan adaptasi dengan baik pada keterbatasan lingkungan; sehingga
perlu dilindungi, dilestarikan dan dikembangkan keunggulannya untuk
kepentingan pemuliaan.
Sapi aceh mempunyai bobot badan lebih rendah daripada sapi silangan,
tetapi memiliki kelebihan dalam reproduksi dan daya adaptasinya terhadap
lingkungan di Indonesia, sehingga mempunyai potensi untuk dikembangkan
14
sebagai sumber plasma nutfah dan bibit sapi potong. Sapi Aceh yang telah
berkembang biak dengan baik mempunyai pola warna yang bervariasi mulai
warna merah bata, kuning langsat, putih hingga berwarna hitam,dengan warna
dominan adalah merah bata. Beberapa keunggulan sapi Aceh antara lain
mempunyai adaptasi yang baik pada iklim ekstrem dan wilayah marginal,
reproduksinya baik dan tahan terhadap penyakit di wilayah tropis. Sehinga sapi ini
sangat cocok untk dikemangkan dan di jadikan sapi pedaging. Daging Sapi Aceh
lebih disukai oleh masyarakat Aceh karena mempunyai rasa yang khas dan enak
serta mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi.
15
1. Ciri-ciri sapi Aceh Jantan
bata sampai cokelat, dan lebih gelap di bagian depan. Leher lebih
Berat Sapi Aceh jantan berkisar 350kg sedangkan berat Sapi Aceh betina
berkisar 250 – 280 kg.
16
b). sistem pemeliharaan
Dari hasil kegiatan di atas adalah dapat dibahas Pada sistem pemiliharaan
sapi di di Lapangan Laboraturim Peternakan Universitas Syiah Kuala hanya 1 tipe
yaitu tipe intensif. Sistem intensif adalah sapi-sapi dikandangkan dan seluruh
pakan disediakan oleh peternak. Lalu adanya kegiatan sanitasi dalam kandang sapi
aceh karena kebersihan dari lingkungan kadang dapat mempengaruhi pada
pertambahan berat badan sapi aceh tersebut Sanitasi juga merupakan tindakan
pencegahan terhadap kontaminasi yang disebabkan oleh feses. Kontaminasi feses
dapat masuk melalui oral pada hewan (fecal-oral cross contamination).
Kontaminasi ini dapat terjadi pada peralatan yang digunakan seperti tempat pakan
dan minum. Langkah pertama tindakan sanitasi adalah untuk menghilangkan
bahan organik terutama feses. Bahan organik lain yaitu darah, saliva, sekresi dari
saluran pernafasan, dan urin dari hewan yang sakit atau hewan yang mati. Semua
peralatan yang digunakan khususnya tempat pakan dan minum harus di- bersihkan
dan didesinfeksi untuk mencegah kontaminasi. Menurut Barrington et al. (2006),
tindakan umum yang dilakukan dalam program biosekuriti adalah
4). mencatat pengunjung, hewan, dan peralatan yang masuk dan keluar.
17
Menurut laporan Bonanno (2011), pernah ditemukan kasus penyakit pada
suatu peternakan sapi akibat biosekuriti yang buruk. Penyakit ini antara lain
digital dermatitis (hairy heel wrats), haemorrhagic bowel syndrome (HBS), dan
acute bovine liver disease (ABLD). Penyakit ini disebabkan oleh sistem drainase
yang buruk, sanitasi dan higiene yang buruk, kondisi pakan yang tidak baik, serta
kondisi kelembaban di dalam peternakan yang buruk.
c. pakan
18
Rumput raja adalah hasil persilangan antara Pennisetum
purpureum dan Pennisetum typhoides.Rumput raja adalah tanaman tahunan
(perennial), tumbuh tegak membentuk rumpun. Perakarannya dalam, bentuknya
mirip dengan tanaman tebu, tingginya 2-4 m dan apabila dibiarkan tumbuh tegak
dapat mencapai 7 m, berbatang tebal dan keras. Rumput raja memiliki
pertumbuhan yang sangat cepat mengalahkan.rumput gajah (Suyitman, 2014).
Pada bagian daun rumput raja, strukturnya kasar, berbentuk lebar dengan sedikit
tegak.Pada permukaan daun, ada bulu-bulu yang cukup panjang terletak di dekat
liguna.Permukaan daunnya juga luas.Bagian daun dari rumput raja menjadi
primadona yang diunggulkan dikarenakan pada daun ini terdapat banyak
kandungan gizi. Produksi hijauan rumput raja dua kali lipat dari produksi rumput
gajah, yaitu dapat mencapai 40 ton rumput segar per hektar sekali panen atau
setara dengan 200-250 ton rumput segar per hektar per tahun. Rumput Raja
mempunyai kandungan nutrisi yang cukup baik yaitu kandungan BK 12,18%; PK
11,68; SK 32,49; LK; 1,70; ABU 18,15 dan TDN; 66,04 (Anonim, 2017).
3. Rumput Odot/Gajah Mini (Pennisetum purpureum cv. Mott)
Rumput gajah mini merupakan salah satu rumput unggul yang berasal dari
Amerika dan Philipina dimana rumput ini mempunyai produksi yang cukup
tinggi.Selain itu menghasilkan banyak anakan, mempunyai akar kuat, batang yang
banyak serta struktur daun yang muda sehingga sangat disukai oleh
ternak.Rumput gajah mini ini merupakan jenis rumput unggul, produktivitas dan
kandungan zat gizinya cukup tinggi.Begitu juga palatabilitasnya cukup tinggi bagi
ternak ruminansia.Pertumbuhannya cepat, berbulu halus, berdaun lembut, dan
berbatang lunak.
Produksi yang cukup tinggi menjadi keunggulan tersendiri bagi rumput gajah
mini, terlebih pada musim penghujan, batang rumput gajah mini terasa lebih lunak
sehingga sangat digemari oleh kambing dan domba. Keunggulan lain dari rumput
gajah mini adalah jumlah nutrisi yang cukup tinggi dibanding rumput Gajah,
sebagai ilustrasi jumlah protein kasar yang ada dalam daun rumput gajah mini
mencapai 12-14% bahkan ada yang mencapai angka 17 %, disamping itu tingkat
kecernaan rumput gajah mini mencapau 65-70%. Pada musim penghujan, interval
pemotongan pad antara 30 sampai 40 dengan jumlah anakan rumput gajah mini
19
mencapai 20 anakan pada setiap 2x masa panen. Rasio daun batang rumput gajah
mini sebesar 1,4 menghasilkan produksi bahan kering daun sebesar 25,42
ton/ha/tahun.
4. Rumput Benggala (Panicum maximum)
Rumput benggala adalah tanaman tahunan, kadang-kadang mempunyai
rhizome yang pendek.Tingginya bervariasi dapat mencapai 50 hingga 450 cm.
Batangnya tumbuh tegak, dapat mempunyai 3 – 15 buku. Lebar daunnya
mencapai 35 mm dan panjang daunnya 15 – 100 cm. Rumput benggala
merupakan jenis rumput yang banyak varietasnya, yaitu: a) tipe raksasa, dengan
tinggi tanaman 3,6 – 4,2 meter (varietas Hamil dan Coloniao); b) tipe sedang,
dengan tinggi tanaman 1,5 – 2,5 meter (varietas Common, Gotton, dan Makueni);
c) tipe kecil, dengan tinggi tanaman sampai 1 meter (varietas sabi, Petrie, dan
Trichoglume). Rumput benggala dapat diperbanyak dengan biji atau secara
vegetatif.Untuk perbanyakan secara vegetatif, dalam 1 ha diperlukan 5000 hingga
1000 pols.Rumput benggala dapat dipotong dengan intensitas 15 – 20 cm dari
permukaan tanah. Pada umur 1,5 - 3 bulan setelah tanam sudah dapat dipanen.
Produksinya dapat mencapai 100 – 150 ton hijauan segar per tahun.
20
rumput yang biasa diberikan di peternakan yang ada di Indonesia. Pemberian
pakan yang baik untuk sapi ialah 10% dari berat badan sapi serta dibedakan sesuai
dengan umur sapi.
21
menggunakan mesin pemotong rumput, sehingga akan memberikan hasil yang
lebih memuaskan dan rapi.
e).Reproduksi Ternak
22
BAB V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari data yang kami dapat bisa disimpulkan Sapi yang dipelihara di LLP
ini hanya satu jenis yaitu sapi Aceh yang jumlahnya kira-kira 10 ekor secara
Kosentrat Diberikan 1kali pada pagi hari saja dan hijaua dapat diberikan 2 kali
dalam sehari. Sistem perkawinan yang dilakukan pada balai ini terhadap ternak
5.2. Saran
23
DAFTAR PUSTAKA
24
Lampiran
25
26