Anda di halaman 1dari 8

ARTIKEL

Suparman Marzuki.

Masalah Kejahatan
di Perkotaan

DALAM khasanah literatur lingkungan yang patalogis dipandang


kriminologi, terdapat tiga prespektif sebagai faktor situasional timbulnya
pokok yang digunakan dalam meng- kejahatan.
analisis kejahatan yaitu :
Ketiga, perspektif yang melihat
Pertama, perspektif yang mencari
sebab kejahatan pada diri individu sifat politis dari kejahatan,
pelaku kejahatan, dengan meng- dalam pengertian bahwa kejahatan
analisis aspek biologis dan psi- adalah gejala di dalam masyarakat
kologishya. Perspektif ini mengem- yang tidak terlepas dari konflik-
bangkan asumsi-asumsi dasar menge- konflik, kek-uasaan-kekuasaan dan
kepentingan-kepentingan, yang men-
nai perbedaan antara penjahat dengan
cakup juga pelanggaran nilai-nilai dan
yang bukan penjahat, dan berupaya
norma-norma kemanusiaan dan
menemukan ciri-ciri khusus pelaku ke
keadilan.
jahatan pada perspektif "koreksional"
tentang kejahatan. Melalui perspektif'ketiga ini lalu
dikembangkan paradigma yang meng-
KeduOt perspektif yang lebih
gariskan bahwa golongan-golongan
memperluas wawasan mengenai
dominan dalam masyarakat yang
penyebab kejahatan pada kondisi-
memiliki dan mengendalikan berbagai
kondisi yang "menghasilkan" pen
sumberdaya sosial, ekonomi dan
jahat. Asumsi dasamya adalah, bahwa
politik mengkriminalisasikan prilaku-
kejahatan merupakan produk sistem
prilaku yang dianggap mengancam
sosial sehingga dikembangkan teori-
tatanan yang ada, sehingga perumusan
teori yang memusatkan perhatian
tentang kejahatan ditentukan oleh
pada struktur kesempatan yang
perubahan-perubahan struktur sosial,
berbeda-beda (differenti^ opportiinity
perkembangan kepentingan-
structure), kemiskinan, fasisme dan
Iain-lain.Kausa kriminalitas ditelusuri kepentingan golongan serta pen-
pula di lingkungan keluarga, kelom- ingkatan hasrat untuk melindungi
pok pergaulan, dan lingkungan setem- golongan tersebut.
pat, dengan asumsi bahwa kondisi Dari ketiga perspektif analisis itu,

58 UNiSlA 9.XI.111.1991
untuk menjelaskan fenomena ke- Kendatipun • label tersebut tidak
jahatan perkotaan di negara-negara menggambarkan keadaan kejahatan
berkembang, pada umumnya nieng- yang sesungguhnya mengingat keter-
acu pada kerangka analisis perspektif batasan statistik kriminal, tetapi pal
kedua dengan pendekatan struktur ing tidak terdapat dua kesimpulan
sosial dan pendekatan proses sosial. menarik yang perlu dikemukakan.
Pendekatan pertama melihat ke- Pertama, sungguhpun dalam dua
jahatan dalam hubungannya dengan tahun terakhir kuantitas kejahatan
struktur sosial atau pengorganisasian tampak mengalami penurunan, tapi
masyarakat, sedang pendekatan kedua resiko untuk menjadi korban ke
memandang proses-proses individu jahatan setiap 10.000 penduduk tetap
menjadi penjahat sebagai hal yang tinggi, berkisar 10,45 orang dalam
pokok. skala waktu peristiwa rata-rata 2,8
Dalam kerangka kedua pendekatan menit.
itulah tulisan ini secara teoritik men-
coba mengkaji permasalahan ke- Kedua, tahun 1987 dan 1988 tam
jahatan di perkotaan, terutama ke- pak ditandai oleh peningkatan ke
jahatan "konvensional". jahatan melampaui pertambahan pen
II duduk. Pada tahun 1987 penduduk
Gambaran umum kuantitas ke- bertambah 2,4 persen sedang ke
jahatan di Indonesia selama kurun jahatan berlipat sekitar 20,2 % tahun
waktu lima tahun belakangan ini berikutnya penduduk bertambah 2,08
(1986-1990) memperlihatkan kecen- persen sementara kejahatan men-
derungan turun-naik, baik jumlah ab- ingkat sekitar 6 persen. Jika saja pen-
solut, tiap jenis kejahatan maupun la- iiigkatan kejahatan dapat dijelaskan
ju kejahatan (crime rate) per 10.000 dengan pertambahan penduduk, maka
penduduk. Lihat label I. perlipatan kejahatan yang melebihi
Banyaknya penduduk, peristiwa kejahatan angka kejahatan per 10.000
pdd. indeks dan skala waktu peristiwa (menit).
1986 - 1990

Banyaknya Jumlah Angka per Indeks Waktu


Tahun
penduduk kasus 10.000 pdd 1986=100 (menit)

1986 . 168.085.5 148.798 8,9 66,5 3,5


1987 172.224.8 186.506 11,0 83,4 2.8
1988 175.903.8 199.253 11,3 85,2 2,6
1989 177.043.-0 198.697 11,0 84,9 2i6
1990 179.321.6* 176.841** 9,9 75,6 3,0

Sumber : 1986-1989 BPS/diolah kembali


• sensus 1990 ** Menko Polkam

UNISIA 9.X1.III.1991 59
pertambahan penduduk sungguh bongkaran rumah ketua umum DPP
suatu hal yang mengkhawatirkan. PPI dan Mantan Menlu Mochtar
Sementara itu gambaran umum Kusumatmaja serta beberapa lainnya
jenis-jenis kejahatan tertentu selama menunjukkan kecenderungan itu.
periode yang sama memperlihatkan Yang lebih mengkhawatirkan dari
kecenderungan sebagai berikut: lihat trend c\xxdX ini, adalah disertainya ke
tabel II. jahatan itu dengan pembunuhan dan
Jumlah jenis kejahatan tertentu 1986 - 1990
No. Jenis Kejahatan 1986 1987 1988 1989 1990

1. Pencurian berat 48.403 47.317 48.466 51.315


2. P. Aniaya berat 11.930 12.801 10.871 10.216
3. Pencurian keras 8.245 8.552 7.279 6.705
4. Curanmor 6.768 7.773 8.121 8.774
5. Pembunuhan 1.711 1.616 1.514 1.554
6. Perkosaan 1.660 1.523 1.460 1.419

Sumber : BPS
1990 belum ada data resmi.
Dari tabel II beberapa contoh dikemukakan

Pertama, secara kuantitatif pen- atau perkosaan sebagaimana beberapa


curian berat selama periode 1986/1989 kali terjadi selama tahun 1990. Lebih-
tetap menempati ranking atas, rata- lebih bila gejala tersebut sudah men-
rata 27,5 persen dari total kejahatan. jadi cara yang terencana dari upaya
Sedang aspek kualitatif terutama yang mereka menjarah harta benda korban.
menyangkut obyek sasaran serta
kecenderungan tindakan tampak Kedua, penganiayaan berat yang
mengalami pergesertan terus-menerus, selama beberapa tahun ini menempati
seolah mengikuti irama kewaspadaan ranking kedua dengan persentase 6,37
dan kesiagaan masyarakat dan Polisi. persen dari total kejahatan sejauh ini
lebih banyak disebabkan oleh gang-
Periode sekitar 1980-1985 obyek
guan emosi spontan dan dendam.
sasaran curat tidak mengalami
perubahan berarti, masih diarahkan Kasus penganiayaan ini sesung-
pada sembarang sasaran, terutama guhnya sangat memprihatinkan,
rumah-rumah penduduk yang kurang bukan hanya karena jumlah kasusnya
mempertimbangkan kemungkinan begitu tinggi setiap tahun, tapi juga
besar kecilnya hasil jarahan. Keadaan menunjukkan makin rendahnya
ini pada 1990 khususnya, tampak lebih penghormatan terhadap nilai-nilai
diarahkan pada pemukiman- kemanusiaan dimana orang tak segan-
pemukiman elit penduduk perkotaan, segan saling aniaya antar sesamanya.
dengan modus operandi yang men- Barangkali inilah salah satu dampak
cirikan organized crime. Pem- negatif dari percepatan proses pem-

60 UNiSIA 9.X1.III.1991
bangunan selama ini, yang secara "konvensional" yang paling me-
langsung atau tidak menumbuhkan musingkan Kepolisian, bukan hanya
prilaku individualisme dan karena selalu meningkat dari tahun ke
meterialistik, yang pada gilirannya tahun tapi juga makin canggihnya
mendegradasi nilai-nilai kemanusiaan modus operandi.
itu sendiri menjadi sosok insan kosong "Pembaharuan" tehnik-tehnik ke
semangat spritual. jahatan curanmor ini tidak hanya
Ketiga, pencurian dengan kekerasan pada cara membuka kunci pengaman,
yang biasanya tampil dalam bentuk . menghidupkan mesin, memodifikasi
perampokan Bank dan nasabahnya, dan seterusnya, juga pada jaringan
perampokan terhadap toko-toko emas yang makin luas dan solid. Bahkan
atau tambak-tambak udang selama ada kecenderungan keterpaduan
tahun 1990 yang lalu terlihat makin operasi antar daerah yang melibatkan
berani dan makin nekat. Mereka tak oknum ABRl dibelakangnya. Hal
segan-segan melawan petugas yang inilah yang membuat curanmor terus
berakibat 46 orang pelaku kejahatan melaju dan sulit dilacak.
terkena tembakan Polisi, 19 orang Kelima, kasus pembunuhan dari
diantaranya meninggal. Meningkat segi jumlah relatif rendah dibanding
dibanding tahun 1989 dengan angka jenis kejahatan lain, tapi tetap dipan-
11 orang tertembak 4 diantaranya dang merniliki derajat seriusitas tinggi
tewas. Di pihak Kepolisian tercatat 14 yang menimbulkan sifat fear ofcrime
luka ringan, 7 luka berat (keterangan yang tinggi pula dalam masyarakat.
pers Kapolda Metro Jaya akhir 1990).
Selama tahun 1990 memang tidak
Meningkatnya keberanian dan terjadi pembunuhan tergolong sadis
kenekatan ini boleh jadi merupakan seperti pernah terjadi tahun 1989 lalu,
reaksi balik dari tindakan kekerasan cuma tetap menempati peringkat per-
aparat Kepolisian itu sendiri terutama tama jenis kejahatan paling
.ketakutan mereka terhadap penang- menakutkan masyarakat.
kapan yang dalam kamus mereka
sama dengan siksaan. Bahayanya Survei Kompas akhir tahun 1989
respon kekerasan itu telah dijadikan yang lalu menunjuk data, bahwa 400
strategi operasi, sehingga tak heran responden berusia 17-65 tahun
bila banyak korban kejahatan yang menyebut pembunuhan dengan cara
dianiaya atau malah dibunuh. Aspek sadis sebagai kejahatan paling
negatif inilah yang menuntut aparat menakutkan. Sama dengan hasil
Kepolisian mengkaji kembali stategi survei sejenis yang pernah dilakukan
pencegahan dan penanggulangannya. di Amerika Serikat, antara lain oleh
Marvin Wolfgang dan Sellin di
Keempat, pencurian kendaraan ber- Philadelphia (1964), serta Rossi dan
motor (curanmor) yang selalu menem- kawan-kawan di Baltimore Maryland
pati urutan ke empat dalam jumlah (1974) yang juga menyebut
adalah salah satu kejahatan pembunuhan.

UNISIA 9.XI.111.1991 61
Keenam, perkosaan menempati umur 25-55 tahun; sisanya dilakukan
urutan paling bawah dari tabel II, tapi oleh kelompok umur dalam umur lain-
termasuk jenis kejahatan paling nya. Di kota kecil kejahatan oleh
meresahkan. Selama tahun 1990 kelompok umur 15-24 tahun mencapai
banyak terjadi perkosaan yang 44,9% dibandingkan dengan kelom
melibatkan usia 4-21 tahun sebagai pok umur 24-55 tahun yang mencapai
korban dan usia 50 tahun ke atas sekitar 55%.
sebagai pelaku. Penelitian Astrid itu tidak jauh
Dalam banyak penelitian, ternyata berbeda dengan penelitian yang per-
60^0 dari pelaku mempunyai hubung- nah dilakukan oleh Marshall B
an sosial dengan korban, mulai dari Clinard yang juga menyebut kelom
hubungan keluarga dekat (seperti ayah pok umur 25 tahun ke bawah paling
kandung/tiri, kakek, kakak ipar dan banyak melakukan kejahatan di
sebagainya) sampai ke hubungan sa- perkotaan negara-negara berkembang.
ling kenalbiasa. Tak jarang perkosaan Itulah gambaran umum kriminalitas
ini diakhiri dengan pembunuhan. di Indonesia yang 85% lebih terjadi di
Sebagai tambahan data, perlu pula perkotaan, dan itu hanya salah satu in-
diketengahkan umur pelaku kejahatan dikator numerik dari realitas sosial ke
yang diambil dari hasil penelitian Dr. jahatan terutama ordinary crime yang
Astrid S. Susanto, Peneliti yang ada di perkotaan. Tulisan ini selanjut-
membedakan umur pelaku kejahatan nya mencoba menelusuri akar ke
di kota besar dan kota kecil dengan jahatan di perkotaan itu dari sisi
membandingkan kelompok umur sosiologis.
15-24 tahun dan kelompok 25-55 III.
tahun ditarik kesimpulan (berdasarkan
Seiring dengan laju perubahan
angka mutlak) bahwa rata-rata dalam
tahun 1980 maupun tahun 1981 sosial yang begitu cepat sepanjang se-
tampak gejala :
jarah pembangunan Indonesia di-
tandai pula oleh perkembangan kota-
Pelaku kejahatan di kota besar kota dengan kompleksitas fungsinya
cenderung lebih banyak yang berumur yang tidak sekedar berfungsi ad-
15-24 tahun, dibandingkan dengan ministratif dan komersial, tapi juga
kelompok umur 25-55 tahun. tumbuh sebagai simpul interaksi sosial
Sebaliknya, pelaku kejahatan di kota yang mempengaruhi sistem nilai dan
kecil cenderung yang berumur 24-55 norma serta prilaku masyarakat.
tahun, dibandingkan dengan kelom Perubahan sistim nilai, norma dan
pok-umur 15-24 tahun. prilaku itutakterhindarkan ketika kota
Dilihat dari angka nisbi (%) di kota muncul sebagai tempat persemaian
besar hampir 58*^0 kejahatan di- unsur-unsur sistim budaya
lakukan oleh pelaku berumur 15-24 "moderen", sarat oleh simbol moder-
tahun sedangkan sebanyak 41,9 persen nitas serta segenap nilai disekitarnya,
dilakukan olehpelaku dalam kelompok padat oleh kemajuan-kemajuan tekno-

62
UNISIA 9.XI.111.1991
ekOnomis, penuh dengan fasilitas dan Impian tentang kota yang seolah
pelayanan dan indusiri jasa, yang menjanjikan masa depan cerah itu
pada gilirannya merangsang pening- pada kenyataannya bukan untuk
katan kebutuhan warganya di satu mereka, semua itu ilusi, atau me-
pihak seria merangsang warga pede- minjam istilah Y. Friedman sebagai
saan untuk pindah ke kota yang telah khayalan .belaka yang hanya akan
kehilangan daya tarik karena makin mengantarkan mereka menjadi
terkikisnya sumber daya pedesaan itu komunitas nestapa baru, menjadi
sendiri. semacam "lumpenproletariat", yang
Gambaran pail pedesaan selama
menghuni d'aerah "slums".
tidak kurang sepuluh tahun ('75-83) Akibat itu tidak diperkirakan7
terutama pedesaan Jawa memang tak karena sebagian besar kaum migran
terpungkiri karena dalam tempo ini tidak dibekali keterampilan kerja
tersebut jumlah petani pemilik lahan sektor kota, bahkan menurut be-
kurang dari 0,5 persen dari total lahan berapa penelitian khususnya di Jakar
pertanian. Sedang petani dengan lebih ta, 69% kaum migran ini berpen-
dari 5 ha, yakni 2,3 *70 menguasai 18,4 didikan SD, dengan tujuan terbesar
persen luas tanah pertanian. Ketim- mencari pekerjaan. Ketidaksiapan
pangan serupa terjadi juga dalam kota-kota menampung mereka (tidak
pemilikan, penguasaan dan pengen- tersedianya pekerjaan yang "layak",
dalian sumberdaya yang lain. Belum hilangnya "primary social control" ser
lagi intervensi "orang kota berduit" ta kebingunan norma dalam "urban
yang membeli secara besar-besaran way of life") menurut Mardjono
tanah pertanian untuk menjadi Reksodiputro akan mendorong para
"petani berdasi", makin membuat pendatang ini memilih cara-cara yang
alam pedesaan kian tak "aman" untuk tidak sah ("illegitimate means") dalam
ditinggali. kehidupan mereka di kota.

Sehingga dengan demikian, Dari sisi lain menurut Hans-Dieter


gemuruh kota oleh derap pem- Evers berkaitan pula dengan, keter-
bangunan dan kilauan kemakmuran- belakangan kota itu sendiri. Karena
nya, seolah menggapai harapan petani meskipun prasarana kota telah
dan kaum murba pedesaan di satu
ditingkatkan dan pendapatan pada
pihak, serta kenestapaan hidup di desa umumnya sudah bertambah, tapi
di pihak lain, secara bersama-sama angka statistik pemerintah dan data?
berperan sebagai pull dan push arus data survei lain justru menunjukkan
urbanisasi hingga kini. Akibatnya kita jurang antara golongan kaya dan
melihat suatu stereotype kota besar, miskin telah melebar selama 15 tahun
yaitu pengangguran, berdirinya terakhir. Tampaknya ada penduduk
perumahan-perumahan liar dan inti yang relatif stabil di dalam kelom-
seterusnya, sebagai dampak langsung pok masyarakat yang pendapatannya
dari keadaan kota yang menanggung lebih tinggi di kalangan penduduk
beban lebih {over urbanization). yang berpendapatan rendah. Inti ini

UNISIA 9.X1.111.1991 .63


dikelilingi oleh 'masa apung' dari penduduk yang terlampau cepat
orang-orang yang sangat mobil sifai- membengkak, tingkat heterogenitas
nya. Mereka boleh jadi para pen- dan anomitas yang tinggi, persaingan,
datang yang baru saja pindah ke kota, orientasi materialistis, dll.
atau bahkan pendatang musiman yang Kedua. Terus berlangsungnya
terus-menerus berpindah di berbagai ketidakseimbangan antara konsentrasi
daerah pemukiman. modernisasi dan kekuatan-kekuatan
Efek psikologis dari kondisi kota ekonomi di wilayah perkotaan dengan
yang demikian itu di satu pihak dan keterbelakangan populasi pedesaan
kondisi kaum urban itu sendiri di lain dan ketidakseimbangan antara per-
pihak, adalah tumbuhnya frustasi tumbuhan penduduk dengan kemam-
kumulatif yang secara potensial dapat puan ekonomi untuk menciptakan
mencetuskan kejahatan yang menunit lapangan kerja serta ketidakseim
Erich Fromm merupakan wujud dari bangan antara tuntutan-tuntutan
kekerasan reaktif dan kekerasan bawaan untuk menciptakan sistim
kompensatoris, yang menguap dari ekonomi dengan perkembangan
endapan rasa iri dan cemburu akibat keterampilan (dari Marshal B.
tersisihnya mereka dari dinamika Clinard).
sosial ekonomi dan kultural Ketiga. Jika saja terdapat korelasi
perkotaan. positif antara usia pelaku kejahatan
IV perkotaan (15-24) tahun dengan arus
Beranjak dari pemikiran di atas, urbanisasi yang paling banyak dari
maka beberapa hal yang patut di- golongan umur yang sama, maka ke-
khawatirkan terutama dalam kaitan- khawatiran itu patut diantisipasi.
nya dengan masa depan bangsa ini Lebih-lebih bila dihubungkan dengan
yang akan memasuki tahap baru pem- harapan terhadap NRR (Net
bangunannya, adalah : Reproduction Rate) yang baru men-
capai 1,00 dalam tahun 2001 (berarli
Pertama. Melihat arus urbanisasi
terdapat "non growing population"),
yang hampir tak terkendali, maka
maka dapat diproyeksikan sebagai
perlu mengantisipasi kecemasan Bank
berikut :
Dunia akan kejadian yang bakal
menimpa kota-kota metropolitan Perbandingan antara kelompok
menjelang tahun 2000 yang diper- remaja dengan kelompok dewasa,
kirakan tidak akan muncul kota-kota maka kelompok remaja tetap tinggi
metropolitan yang ditandai oleh dalam kelompok umur 10-64(1971:45
kepadatan penduduk, fasilitas yang persen; 1981:49%; 1991:46%; dan
lengkap (tempat tinggal, transportasi, 2001:42%), malahan dalam tahun
sarana kesehatan dan sebagainya), 1981 hampir setengah penduduk 10-64
cara hidup yang maju dengan kom- tahun adalah remaja berumur 10-24
puterisasi, higways, komunikasi tahun.

modern, dll. melainkan tumbuh kota- Persentase pertambahan dalam


kota miseropolitan dengan jumlah kelompok remaja. pada tahun 1981

64 UNISIA 9.XI.111.1991
adalah 42%, tetapi kemudian serta memperketat saran pengendalian
menurun dengan cepat (1991:21% dan sosial dalam skala lokal. Penanganan
2001:2%). Sebaliknya kelompok masalah kriminalitas perkotaan
dewasa mulai dengan persentasi per- tersebut harus dituangkan secara ter-
tambahan 22% dalam tahun 1981, padu kedalam suatu perencanaan
kemudian meningkat lag! (1991:34% social policy dalam skala nasional.
dan 2001:32%). Proyeksi ini dibuat
dengan asumsl bahwa program
Bahan Rujukan
Keluarga Berencana (KB) Indonesia
memang berhasil mencapai "non
1. Dr.J.E. Sahetapy,; Boy Mardjono
growing population" dalam tahun (Parados dalam Kriminologi,
2001, (diikuti dari Boy Mardjono, 1982 Cv. Rajawali).
Parados dalam Kriminologi, hal. 101).*
2. Mulyana W.Kusumah (Aneka Per-
Dengan demikian, kenaikan masalahan Dalam Ruang
kriminalitas di perkotaan secara Lingkup Kriminologi, Alumni;
hepotetis telah dapat diperkirakan dan 1981).
akan tetap menjadi problem serins 3. Economica UI Vol XI No.l
dimasa depan. tahun 1983
Alternatif pencegahan berdasarkan 4. Mulyana W.Kusumah (Kejahatan
kerangka pemikiran di atas, tentu dan Penyimpangan, Suatu
tidak memadai kalau hanya mencegah Perspektif Kriminologi, Alumni;
arus urbanisasi berlebihan atau hanya 1988).
mempersiapkan "organized slums" 5. Statistik Kriminal Indonesia, BPS

UNISIA 9.XI.]li.1991 65

Anda mungkin juga menyukai