Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH AUDIT INVESTIGASI DAN AKUNTANSI FORENSIK

STUDY KASUS AKUNTANSI FORENSIK PADA LEMBAGA


PEMERINTAHAN PUSAT

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Audit Investigasi dan Akuntansi
Forensik

Dosen pengampu : Reskino, Ph.D., SE., M.Si., Ak., CA., CMA., CERA., CBV., CDMS.

Disusun oleh :

Kelompok 1

Sarah Aulia Ariyanto 11190820000017

Saniatri Maulida 11190820000026

Faurelya Almira Rahma 11190820000073

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan makalah Audit Investigasi
dan Akuntansi Forensik yang berjudul “Studi Kasus Akuntansi Forensik Pada Lembaga
Pemerintahan Pusat” ini dengan baik . Tidak lupa kami haturkan sholawat dan salam kepada
baginda nabi besar Muhammad saw. Yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju
zaman terang benderang.

Kami juga mengucapkan banyak terima kasih kepada ibu Reskino, Ph.D., SE., M.Si.,
Ak., CA., CMA., CERA., CBV., CDMS. selaku dosen pengampu mata kuliah Audit Investigasi dan
Akuntansi Forensik dan tidak lupa kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak
langsung telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Berkat dorongan serta bantuan
mereka kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami sadar bahwa makalah yang kami buat ini masih banyak kekurangannya, maka
dari itu kami meminta maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat kesalahan dalam
penulisan. Kami sangat memerlukan kritik dan saran dari para pembaca untuk membantu
kesempurnaan makalah ini. kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita terutama mengenai kasus-kasus korupsi yang ada
di pemerintahan pusat. Semoga makalah sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta , 15 Mei 2022

Kelompok 1

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... I


DAFTAR ISI............................................................................................................................. II
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
1.3 Tujuan.......................................................................................................................... 2
1.4 Manfaat........................................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................... 3
2.1 Penyebab Timbulnya Kasus Korupsi di Lembaga Pemerintahan Pusat ..................... 3
2.2 Cara KPK dalam Pengungkapan Kasus Korupsi ........................................................ 5
2.3 Langkah Pemberantasan Korupsi di Lembaga pemerintahan Pusat ............ ...............6
2.4 Kasus Korupsi di Lembaga Pemerintahan Pusat......................................................... 7
1. Kasus Korupsi di Kementerian Sosial ......................................................................... 7
2. Kasus Korupsi di Kementerian Kelautan dan Perikanan .......................................... 14
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 23
3.1 Kesimpulan................................................................................................................ 23
3.2 Saran .......................................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 24

II
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Praktik-praktik kecurangan (fraud) secara umum dan korupsi pada khususnya sampai
sekarang ini masih terus menjadi isu fenomenal yang selalu menarik untuk dibahas.
Berdasarkan data empirik selang beberapa tahun terakhir, Pemerintah Pusat sebagai
lembaga tertinggi di pemerintahan sendiri masih memiliki tingkat fraud (korupsi) yang
cukup tinggi. Lewat peran dan kinerja dari BPKP selaku lembaga yang memiliki
kewenangan untuk melakukan pengawasan keuangan bagi pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah, diharapkan dapat mampu menekan/meminimalisir berbagai tindakan
fraud dengan melakukan pencegahan, pendeteksian dini, serta penindakan atas praktik-
praktik fraud yang terjadi.
Seluruh strategi yang merupakan jurus-jurus ampuh dalam pemberantasan korupsi
sepertinya belum mampu mengatasi permasalahan korupsi yang sudah merajalela.
Korupsi berdasarkan pemahaman UU No. 31 tahun 1999 jo. UU No.20 tahun
2001 pasal 2 mengatakan korupsi adalah tindakan orang yang melawan hukum
dengan melakukan perbuatan diri sendiri atau orang lain atau suatu negara yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang dari segi
materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan yang bertentangan dengan nilai-
nilai keadilan masyarakat. Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi berisi mengenai tindakan pemerintah yang
memerintahkan semua aparat di pusat dan daerah menjalankan langkah-langkah
apapun untuk memberantas korupsi. Upaya tersebut antara lain melalui sistem
pengawasan ketat dalam pelayanan pajak dan imigrasi, mengawasi pengeluaran
dan pendapatan, meningkatkan pelayanan masyarakat di pusat dan daerah, serta
membawa ke meja hijau setiap kasus korupsi. Dalam rangka upaya percepatan
tindak pidana korupsi tersebut, sebagai badan yang memiliki tujuan yang sama
untuk memberantas tindak pidana korupsi, Kepolisian Negara Republik Indonesia,
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Kejaksaan dan pengadilan harus
membuktikan kecurigaan mereka kepada seseorang yang diduga melakukan tindak
korupsi.

1
Belakangan ini, perkembangan ilmu akuntansi forensik dan audit investigatif menjadi
harapan bagi para aparat penegak hukum baik Kepolisian dan Kejaksaan maupun BPKP
selaku APIP dalam upaya pencegahan maupun pengungkapan praktik-praktik fraud
(korupsi). Oleh karena itu, makalah ini membahas kasus korupsi yang terjadi di
pemerintahan pusat beserta analisis penyebab dan langkah pencegahannya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa saja penyebab timbulnya kasus korupsi di lembaga pemerintahan pusat ?


2. Bagaimana langkah pengungkapan dan pemberantasan korupsi yang ada di
pemerintahan pusat ?
3. Kasus apa saja yang terjadi di lembaga pemerintahan pusat ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui penyebab timbulnya kasus korupsi di lembaga pemerintahan pusat.


2. Mengetahui langkah pengungkapan dan pemberantasan korupsi di lembaga
pemerintahan pusat.
3. Mengetahui kasus-kasus korupsi yang terjadi di pemerintahan pusat.

1.4 Manfaat

Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau solusi untuk
memecahkan masalah dalam pemberantasan korupsi yang semakin tinggi di lembaga
pemerintahan pusat Republik Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Penyebab Timbulnya Kasus Korupsi di Lembaga Pemerintahan Pusat

Menurut Ermansjah Djaja dalam buku Memberantas korupsi Bersama KPK menyebutkan
terdapat berbagai faktor seseorang melakukan korupsi. Berikut adalah beberapa penyebab
korupsi dan cara mengatasinya:

1. Sistem Penyelenggaraan Negara yang Keliru


Sebagai negara yang berkembang seharusnya pemerintah memperioritaskan
pembangunan di bidang pendidikan. Tetapi selama puluhan tahun mulai dari Orde
Lama,Orde Baru sampai dengan era Reformasi, pembangunan difokuskan di bidang
ekonomi. Padahal setiap negara berkembang memiliki keterbatasan jumlah SDM,
uang, manajemen dan tekhnologi. konsekuensinya, semua diimpor dari luar negeri.

2. Kompensasi PNS yang Rendah


Karena gaji yang rendah, banyak anggota PNS yang melakukan tindakan korupsi.
Rendahnya gaji tindak diimbangi dengan pola hidup yang sederhana, karena sebagian
besar pegawai memiliki gaya hidup yang konsumtif.

3. Monopoli Kekuasaan
Kepala daerah memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam pengelolaan anggaran
APBD, perekrutan pejabat daerah, pemberian ijin sumber daya alam, pengadaan
barang dan jasa dan pembuatan peraturan kepala daerah, dan adanya dinasti
kekuasaan, hal ini menyebabkan kepala daerah melakukan tindak pidana korupsi
melalui suap dan gratifikasi

4. Diskresi Kebijakan
Diskresi dilakukan karena tidak semua tercakup dalam peraturan sehingga diperlukan
kebijakan untuk memutuskan sesuatu, sehingga apa yang ditarget itu bisa terpenuhi
tanpa harus menunggu adanya aturan yang tersedia, masalahnya kemudian diskresi ini
dipahami secara sangat luas, padahal diskresi itu sangat terbatas, dia hanya bisa diberi
ruangnya ketika tidak ada aturan main dan itu dalam situasi yang sangat mendesak,
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran

3
yang merupakan rencana pelaksanaan Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah dalam
rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan
penerimaan daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD.

5. Pejabat yang Serakah


Karena memiliki pola hidup yang konsumtif, timbul keinginan dalam diri pejabat
untuk memperkaya diri secara instan. Kemudian lahirlah sikap serakah dimana
pejabat menyalahgunakan wewenang dan jabatannya dan menjadi penyebab
terciptaanya masyarakat majemuk dan multikultural.

6. Law Enforcement Tidak Berjalan


Penegakkan hukum di Indonesia sangatlah bobrok. Penegakkan hukum tidak berjalan
hampir di seluruh lini kehidupan, baik di instasi pemerintahan maupun di lembaga
kemasyarakatan karena segala sesuatu diukur dengan uang.

7. Hukuman yang Ringan Terhadap Koruptor


Karena para koruptor mendapat hukuman yang ringan, maka tidak menimbulkan efek
jera bagi mereka yang melakukan korupsi. Bahkan tidak menimbulkan rasa takut
dalam masyarakat, sehingga para pejabat tetap melakukan KKN.

8. Tidak Ada Keteladanan Pemimpin


Minimnya pemimpin yang dapat dijadikan teladan, menyebabkan Indonesia sulit
untuk terbebas dari jerat korupsi. Hal ini menyebabkan kehidupan berbangsa dan
bernegara mendekati jurang kehancurannya.

9. Pengawasan yang Tidak Efektif


10. Budaya Masyarakat yang Kondusif KKN
Dalam Negara agraris seperti Indonesia, masyarakatnya cenderung peternalistik.
Dengan demikian, mereka turut melakukan KKN dalam urusan sehari-hari. Misal
mengurus KTP, SIM, PBB dan masih banyak lagi. Hal tersebut mereka lakukan
karena meniru apa yang dilakukan oleh pejabat, elit politik, tokoh masyarakat,
pemuka agama, yang oleh masyarakat diyakini sebagai tindakan yang wajar.

11. Lemahnya Akuntabilitas


Adanya Kolusi Eksekutif dan Legislatif dalam Pembuatan Kebijakan yang Koruptif.

12. Biaya pemilukada langsung yang mahal

4
13. Kurangnya kompetensi dalam pengelolaan keuangan daerah
14. Kurang pahamnya peraturan
15. Pemahaman terhadap konsep budaya yang salah

2.2 Cara KPK dalam Pengungkapan Kasus Korupsi

Masyarakat dapat menyampaikan pengaduan kepada KPK melalui surat, datang langsung,
telepon, faksimile, SMS, atau KPK Whistleblower's System (KWS). Tindak lanjut
penanganan laporan tersebut sangat bergantung pada kualitas laporan yang disampaikan.

• Kpk Whistleblower's System (KWS)


Selain melalui melalui surat, datang langsung, telepon, faksimile, dan
SMS, masyarakat juga dapat menyampaikan laporan dugaan TPK secara online, yaitu
melalui KPK Whistleblower's System (KWS). Caranya cukup dengan mengunjungi
website KPK: www.kpk.go.id, lalu pilih menu "KPK Whistleblower's System", atau
langsung mengaksesnya melalui: https://kws.kpk.go.id. Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menyampaikan laporan ke KPK, yakni meliputi persyaratan dan
kelengkapan atas pelaporan tersebut. Sebab, laporan yang lengkap akan
mempermudah KPK dalam memproses tindak lanjutnya.

• Format Laporan/Pengaduan Yang Baik


a) Pengaduan disampaikan secara tertulis.
b) Dilengkapi identitas pelapor yang terdiri atas: nama, alamat lengkap, pekerjaan,
nomor telepon, fotokopi KTP, dll.
c) Kronologi dugaan tindak pidana korupsi.
d) Dilengkapi dengan bukti-bukti permulaan yang sesuai.
e) Nilai kerugian dan jenis korupsinya: merugikan keuangan negara, penyuapan,
pemerasan, atau penggelapan.
f) Sumber informasi untuk pendalaman.
g) Informasi jika kasus tersebut sudah ditangani oleh penegak hukum.
h) Laporan/pengaduan tidak dipublikasikan.

5
• Bukti Permulaan Pendukung Laporan
Bukti permulaan pendukung yang perlu disampaikan antara lain:
a) Bukti transfer, cek, bukti penyetoran, dan rekening koran bank.
b) Laporan hasil audit investigasi.
c) Dokumen dan/atau rekaman terkait permintaan dana.
d) Kontrak, berita acara pemeriksaan, dan bukti pembayaran.
e) Foto dokumentasi.
f) Surat, disposisi perintah.
g) Bukti kepemilikan.
h) Identitas sumber informasi.

2.3 Langkah Pemberantasan Korupsi di Lembaga pemerintahan Pusat

1. Membangun Supremasi Hukum dengan Kuat


Hukum adalah pilar keadilan. Ketika hukum tak sanggup lagi menegakkan sendi-
sendi keadilan, maka runtuhlah kepercayaan publik pada institusi ini. Ketidakjelasan
kinerja para pelaku hukum akan memberi ruang pada tipikor untuk berkembang
dengan leluasa. Untuk itu sangat perlu dilakukan pembangunan supremasi hukum
yang kuat. Tidak ada manusia yang kebal hukum, serta penegak hukum tidak tebang
pilih dalam mengadili.

2. Menciptakan Kondisifitas Nyata di Semua Daerah


Salah satu rangsangan tumbuhnya tipikor dengan subur adalah kondisifitas semu di
suatu wilayah otonom. Kondusifitas yang selama ini dielu-elukan adalah kondusifitas
semu belaka. kejahatan korup terus tumbuh dengan subur tanpa ada yang
menghentikannya. Bagaimana suatu otonomi daerah semestinya dikatakan kondusif?
yakni daerah yang terbebas dari penyakit tipikor , bersih penyelewengan serta tidak
ada lagi tindak kejahatan yang merugikan bangsa dan negara.

3. Eksistensi Para Aktivis


Para aktifis seperti LSM harus gencar menyerukan suaranya untuk melawan korupsi.
Disini, peran aktif para aktifis sangat diharapkan.

4. Menciptakan Pendidikan Anti Korupsi

6
Upaya pemberantasan korupsi melalui jalur pendidikan harus dilaksanakan karena
tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan merupakan wahana yang sangat startegis
untuk membina generasi muda agar menanamkan nilai-nilai kehidupan termasuk
antikorupsi.

5. Membangun Pendidikan Moral Sedini Mungkin


Mengapa banyak pejabat Negara ini yang korupsi? Salah satu jawabannya karena
mereka bermoral miskin, bertabiat penjahat dan tidak bermartabat. Jika seseorang
memiliki moral yang rendah, maka setiap gerak langkahnya akan merugikan orang.
oleh karena itu sangat penting sekali membekali pendidikan moral pada generasi
muda.

6. Pembekalan pendidikan Religi yang Intensif


Semua agama mengajarkan pada kebaikan. Tidak ada satupun agama yang menyuruh
kita berbuat untuk merugikan orang lin, seperti korupsi. Peran orang tua sangat
berpengaruf untuk menumbuhkan kesadaran religi pada anak agar kelak saat dewasa
memiliki moral dan mentalitas yang baik.

7. Meningkatkan pembinaan terhadap SPIP di pemerintah daerah.

2.4 Kasus Korupsi di Lembaga Pemerintahan Pusat

1. Kasus Korupsi di Kementerian Sosial

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan kasus dugaan rasuah


yang diduga dilakukan oleh Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dan empat orang
lainnya terkait bantuan sosial dalam rangka penanganan pandemi covid-19 untuk
wilayah Jabodetabek 2020 pada Minggu 6 Desember 2020 dini hari. Ternyata,
sebelum melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Juliari, KPK sudah
menangkap pejabat Kementerian Sosial dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada
Jumat 4 Desember 2020 hingga Sabtu 5 Desember 2020.

Kronologi kasus

Menurut KPK, kasus ini bermula dari adanya program pengadaan bansos
penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kemensos tahun 2020 dengan nilai

7
sekitar Rp 5,9 Triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan 2 periode.
Juliari sebagai menteri sosial saat itu menunjuk Matheus dan Adi sebagai Pejabat
Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara
penunjukkan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari
tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos
melalui Matheus. Untuk setiap paket bansos, fee yang disepakati oleh Matheus dan
Adi sebesar Rp 10.000 per paket sembako dari nilai Rp 300.000 per paket bansos.
Pada Mei sampai November 2020, Matheus dan Adi membuat kontrak pekerjaan
dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang di antaranya Ardian I M dan Harry
Sidabuke dan juga PT RPI yang diduga milik Matheus. Penunjukkan PT RPI sebagai
salah satu rekanan tersebut diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh Adi.

Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima fee
Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Juliari
melalui Adi. Dari jumlah itu, diduga total suap yang diterima oleh Juliari sebesar Rp
8,2 miliar. Uang tersebut selanjutnya dikelola Eko dan Shelvy N selaku orang
kepercayaan Juliari untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.
Kemudian pada periode kedua pelaksanaan paket bansos sembako, terkumpul uang
fee dari Oktober sampai Desember 2020 sekitar Rp 8,8 miliar. Sehingga, total uang
suap yang diterima oleh Juliari menurut KPK adalah sebesar Rp 17 miliar. Seluruh
uang tersebut diduga digunakan oleh Juliari untuk keperluan pribadi.

Atas perbuatannya itu, Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau


Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor
20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Juliari divonis
12 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin (23/8/2021). Majelis hakim menilai Juliari
terbukti melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU RI
Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, hakim juga menjatuhkan pidana tambahan untuk
membayar uang pengganti sejumlah Rp 14.590.450.000 atau sekitar Rp 14,59 miliar.
Jika tidak diganti, bisa diganti pidana penjara selama dua tahun. Hak politik atau hak

8
dipilih terhadap Juliari pun dicabut oleh hakim selama empat tahun. Sebelumnya,
Juliari dituntut 11 tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan oleh
Jaksa KPK. Jaksa menilai Juliari terbukti menerima suap dalam pengadaan paket
bansos Covid-19 wilayah Jabodetabek 2020 sebesar Rp 32,48 miliar. Selain itu,
Juliari juga dituntut pidana pengganti sebesar Rp 14,5 miliar dan hak politiknya
dicabut selama empat tahun. Dalam tuntutannya, jaksa menyebut mantan Mensos ini
memerintahkan dua anak buahnya, yaitu Matheus Joko dan Adi Wahyono, untuk
meminta fee Rp 10.000 tiap paket bansos Covid-19 dari perusahaan penyedia.

Analisis penyebab kasus Korupsi

Untuk mengetahui dan mengidentifikasi adanya penyimpangan dapat


menggunakan fraud diamond theory. Jika kita lihat dari Fraud Diamond theory,
peyimpangan (fraud) terdiri dari:

1. Tekanan (pressure)

Tekanan biasanya muncul dari keadaan baik finansial maupun lingkungan


kerja. Dari kasus Juliari diatas, faktor kondisi ekonomi dapat menjadi pemicu dari
tekanan yang dialami oleh Juliari. Hakim menilai perbuatan Juliari dilakukan
dalam keadaan darurat bencana nonalam yaitu wabah covid-19. Seperti yang kita
tahu, wabah covid 19 tidak hanya berdampak bagi kesehatan, tetapi bagi ekonomi
negara.

2. Kesempatan (opportunity)

Kesempatan biasanya lahir dari kedudukan atau jabatan yang melahirkan


kewenangan untuk berbuat sesuatu. Kedudukan seseorang bisa melahirkan
kesempatan untuk melakukan penyimpangan, karena kedudukan atau jabatan yang
diemban memberikan keleluasaan untuk melakukan hal yang baik ataupun hal
yang tidak baik. dalam kasus ini, Juliari sebagai Menteri sosial memiliki jabatan
paling tinggi dan memiliki kewenangan yang tinggi juga diantara yang lainnya
dalam hak mengelola dana bansos, sehingga dengan wewenang ini, Juliari
memiliki celah yang besar untuk melakukan tindak korupsi guna menguntungkan
dirinya sendiri.

9
Selain karena kedudukan atau jawabatan, peluang juga muncul dari keadaan
darurat yang terjadi. Hal ini terjadi pada kasus Juliari dimana di tengah seluruh
tenaga dan upaya berkonsentrasi melakukan penanggulangan covid 19,
menyebabkan pengawasan menjadi lemah dan cenderung memungkinkan untuk
terjadi penyimpangan sehingga dengan leluasa Menteri sosial dapat melakukan
tindakannya. Selain itu, efek dari dana yang dianggarkan dan disalurkan oleh
pemerintah untuk membantu masyarakat sangat besar, maka pelaku atau oknum
yang tidak bertanggung jawab mengambil kesempatan untuk mendapat
keuntungan dari dana ini.

3. Rasional

Rasionalisasi menggunakan cara-cara yang instan untuk mendapatkan


keuntungan dari cara yang tidak benar terjadi karena selain dari lemahnya
pengawasan terhadap pemangku kebijakan juga lemahnya etika dan moral dari
pejabat dari pejabat yang bersangkutan.

4. Kemampuan (capability).

Kapasitas seseorang dalam kedudukannya selaku pejabat publik atau pihak


yang memiliki kewenangan, dapat mempengaruhi terjadinya penyimpangan
dikarenakan kompetensi yang rendah atau tidak memiliki kemampuan untuk
mengelola suatu pekerjaan dalam hal ini bantuan sosial. Pejabat yang memiliki
kapasitas rendah cenderung tidak mampu mengaktualisasikan atau
mengaplikasikan tugas dan tanggung jawabnya sebagaimana yang ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan. dalam kasus ini, Juliari sebagai Menteri sosial
memiliki jabatan paling tinggi sehingga dianggap memiliki kemampuan paling
tinggi diantara para bawahannya dalam mengelola dana bansos. Dengan jabatan
dan kemampuan yang dimilikinya, Juliari dapat melakukan tindakan kotornya
dengan tanpa ada halangan.

Faktor Internal

1. Monopoli kekuasaan

Dalam hal ini, Juliari sebagai Menteri Sosial memiliki kekuasaan yang sangat
besar terhadap pengelolaan program sosial khususnya program bantuan sosial

10
covid-19. Selain itu Mensos juga memiliki kewenangan dalam perekrutan para
pejabat yang terlibat dalam program bansos tersebut. hal ini menyebabkan Mensos
melakukan tindak pidana korupsi melalui suap dan gratifikasi.

2. Pola hidup konsumtif

Pola hidup yang konsumtif dalam lingkup para pejabat di Indonesia


menimbulkan keinginan dalam diri pejabat untuk memperkaya diri secara instan.
Biasanya para pejabat tidak hanya cukup dengan gaji yang mereka dapatkan,
bahkan mereka cenderung lebih tertarik dengan uang yang mereka kelola. Selain
itu, faktor keadaan ekonomi juga memicu para pejabat melakukan korupsi. Seperti
halnya pada kasus bansos ini, dimana karena adanya pandemi covid yang
menyebabkan turunnya ekonomi di Indonesia, berdampak juga pada Mensos
Indonesia, karena keadaan ekonomi yang sulit Mensos Juliari melakukan rasuah
terhadap dana bansos yang seharusnya dikelola untuk membantu masyarakat.

Faktor Eksternal

1. Pengawasan yang tidak efektif

Secara umum korupsi terjadi dalam penyaluran dana bansos yaitu kuota
penerima dikurangi bahkan bansos tidak diterima sama sekali. Pelaku membuat
daftar penerima bantuan virtual namun tidak ada penerima tetapi dana tetap
digunakan. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pengawasan dan kebijakan tegas
yang dilakukan oleh pemerintah dalam proses regulasi bantuan dana covid-19 di
Indonesia. Sehingga sangat dibutuhkan kerjasama antar lembaga dan pemerintah
dalam menciptakan skema sistem yang terintegrasi dan koordinatif guna
menciptakan sistem pelayanan publik dalam penyaluran dana bansos Covid-19
yang optimal sebagai langkah untuk mencegah terjadinya korupsi.

2. Keadaan ekonomi

Seperti yang kita ketahui, pandemi covid-19 tidak hanya berdampak pada
kesehatan masyarakat tetapi juga pada penurunan ekonomi masyarakat Indonesia.
Keadaan ekonomi di tengah pandemi covid-19 yang buruk inilah yang menjadi
faktor pendorong para pelaku korupsi dana bantuan sosial untuk menggunakan
dana bantuan tersebut untuk kepentingan pribadi.

11
Langkah Pemberantasan Korupsi Dana Bansos oleh KPK

Peranan utama dari KPK sebagai lembaga negara yang bertugas untuk dapat
mengawasi dan menyelidiki kasus korupsi dana bantuan sosial Covid-19 di Indonesia
adalah melakukan upaya-upaya yang preventif melalui tiga cara yakni, pencegahan,
penindakan, dan edukasi. Hal tersebut diatur dalam pasal 6 dan 7 UU No. 19 Tahun
2019.

1. Bidang pencegahan

Dalam bidang pencegahan KPK melakukan wewenang yang bertugas


melakukan fungsi koordinasi dan monitoring di tingkat pusat dan daerah, dengan
cara membentuk 15 satuan gagas khusus pada Kedeputian Pencegahan, yaitu:

1) Bekerja bersama Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, dengan cara


tim melakukan penelitian dan memberikan rekomendasi permasalahan yang
bersifat sistematik dalam pengadaan barang dan jasa dalam penanganan Covid-
19. Tim juga bertugas melakukan kerjasama dengan kementerian dan lembaga
terkait untuk melakukan pendampingan refocusing.
2) Melakukan kegiatan dan realokasi anggaran dana, serta melakukan proses
pendampingan dalam Pengadaan Barang dan Jasa di masa darurat.
3) Melakukan koordinasi kepada 9 Satgas di tingkat yang bekerjasama dengan
instansi lainnya seperti BPKP, PKPP dan APIP yang bertugas untuk
mendampingi pemerintah daerah dalam proses refocusing dan realokasi APBD
untuk penanganan Covid-19.

2. Bidang penindakan

Peran KPK dalam melaksanakan wewenang dalam mengawal pengalokasian


dana bantuan sosial Covid-19 dalam bidang penindakan adalah berhasilnya peran
KPK dalam mengungkapkan kasus suap anggaran dana bantuan sosial Covid-19
yang dilakukan oleh pejabat kementerian sosial dan sejumlah pihak anggota yang
bersangkutan. Langkah tersebut adalah langkah kebijakan KPK dalam merespons
kemudahan akses anggran korupsi dalam dana bantuan sosial Covid19 di
Indonesia.

3. Bidang edukasi
12
Selanjutnya, peran KPK dalam bidang edukasi adalah melakukan peluncuran
aplikasi JAGA Bansos, sebagai respons perintah dalam menangani kasus
permasalahan dana bantuan sosial Covid-19 salah sasaran. JAGA Bansos
merupakan aplikasi yang memberikan informasi mengenai dana bantuan sosial
Covid-19, dan juga sebagai aplikasi dimana masyarakat dapat menyampaikan
keluhan atas tindakan penyimpangan atau penyalahgunaan bansos di lapangan,
yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat agar dapat aktif berpartisipasi
melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi dalam pengalokasian
bantuan sosial Covid-19 di Indonesia.

Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Dana Bansos

1. Penerapan Sistem Pengawasan Aktif Dan Terpadu

Upaya pencegahan tindak pidana korupsi dana bansos gencar dilakukan oleh
aparat penegak hukum meliputi KPK, BPKP dan aparat kepolisian yang
diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan upaya pencegahan
korupsi dana bansos meliputi pengawasan perencanaan, Pengawasan terhadap
penyusunan anggaran, Pengawasan pengadaan barang dan jasa, pengawasan
pelaksanaan atau realisasi anggaran, Pendistribusian bansos, Pelaporan dan
pertanggung jawaban anggaran. Khusus untuk pelaksanaan anggaran bantuan
sosial, aparat penegak hukum yaitu KPK melakukan pencegahan tindak pidana
korupsi melalui pengawasan dan pembuatan standar operasional prosedur untuk
melakukan penyaluran bantuan sosial agar bansos tersebut tepat sasaran dan
meminimalisir penyimpangan atau penyelewengan. Disamping itu KPK juga
melakukan kordinasi dengan aparat penegak hukum yang lain seperti kepolisian,
kejaksaan dan APIP (Asosiasi Pengawas Internal Pemerintah).

Peran serta masyarakat dalam pencegahan tindak pidana korupsi dana bansos
juga sangat diperlukan. Sistem pengawasan secara aktif dan terpadu oleh semua
unsur masyarakat sangat diperlukan untuk mencegah dan meminimalisir tindak
pidana korupsi dana bansos. Banyaknya Bansos yang digelontorkan oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah provinsi dan daerah kabupaten
menuntut aparat pemerintahan desa dan petugas terkait yang diberikan
kewenangan mengelola dan menyalurkannya dengan baik dan penuh transparan
kepada masyarakat penerima manfaat bantuan tersebut. Hal ini bisa tercapai
13
apabila pemerintah desa dan pelaksana tugas lainnya melaksanakan tugas dan
fungsinya berdasarkan pedoman umum penyaluran bansos sehingga bisa
mencegah dan meminimalisir tindak pidana korupsi dalam penyaluran dana
Bansos oleh pemerintah desa dan petugas yang diberikan wewenang oleh
undang-undang kepada masyarakat keluarga penerima manfaat.

2. Membangun Supremasi Hukum dengan Kuat.

Hukum adalah pilar keadilan. Oleh karena itu, penting untuk membangun dan
menguatkan supremasi hukum yang ada. Seperti yang kita tahu tindakan hukum
terhadap para pelaku korupsi masih belum memberikan efek jera bagi pihak-
pihak lainnya. Karena lemahnya hukum itu lah yang menyebabkan pihak lain
merasionalisasikan tindakan korupsi. Pemerintah dibantu aparat penegak hukum
harus merencanakan atau menciptakan tindakan hukum yang tegas bagi para
pelaku kecurangan, sehingga kasus korupsi terkait dana bansos ini tidak terulang
kembali.

2. Kasus Korupsi di Kementerian Kelautan dan Perikanan

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan


pemberian uang kepada mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo
dalam kasus suap terkait izin ekspor benih lobster. Dugaan pemberian uang itu
didalami penyidik saat memeriksa Suharjito, pemilik PT Dua Putra Perkasa yang
merupakan tersangka pemberi suap kepada Edhy pada Kamis, 7 Januari 2021.

Sebelum adanya dugaan tersebut KPK telah membentuk sebuah tim untuk
melakukan operasi tangkap tangan yang dilakukan pada Rabu, 25 November 2020
sekitar pukul 00.30 di sejumlah lokasi yakni Bandara Soekarno Hatta, Depok,
Tangerang Selatan, dan Bekasi. Total ada 17 orang yang diamankan dan diperiksa
KPK, termasuk Menteri KKP Edhy Prabowo dan istrinya yang juga merupakan
anggota DPR, serta dua orang dirjen di Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta
sejumlah staf khusus Menteri Edhy, staf istri menteri Edhy, dan juga pengusaha yang
berangkutan. (Esnir, n.d.)

Kronologi Kasus

14
Kasus ini berawal saat Edhy menerbitkan Surat Keputusan (SK) Nomor 53/KEP
MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan
Budidaya Lobster. Edhy Prabowo, yang juga menjabat Wakil Ketua Umum Partai
Gerindra itu, kemudian menunjuk Andreu Misanta Pribadi dan Safri sebagai Ketua
dan Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence). Dimana salah satu tugas
dari Tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh
calon eksportir benur.

Pada awal Oktober 2020, Direktur PT DPP Suharjito bertemu dengan Safri di lantai
16 gedung KKP terkait perizinan ekspor lobster. Dalam pertemuan tersebut, diketahui
bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero
Citra Kargo (ACK) dengan biaya angkut Rp1800/ekor yang merupakan kesepakatan
antara Amiril Mukminin dengan Andreau dan Siswadi.

Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPP diduga melakukan transfer
sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp731.573.564. Usai
mentransfer sejumlah uang, PT DPP, atas arahan Edhy melalui Tim Uji Tuntas,
memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster/benur. Perusahaan ini kemudian
melakukan 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK.

Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri dari Amri (AMR) dan
Ahmad Bahtiar (ABT) yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy serta Yudi
Surya Atmaja (YSA). Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga
berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik
dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing dengan total Rp9,8 miliar

Pada 5 November 2020 diduga terdapat transfer dari rekening ABT ke rekening salah
satu bank atas nama Ainul Faqih (staf istri Menteri KKP) sebesar Rp3,4 miliar. Uang
itu diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosita Dewi, Safri dan Andreau.
Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan Iis di Honolulu,
AS, di tanggal 21-23 November 2020, sekitar Rp750 juta di antaranya berupa Jam
tangan rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," terang Nawawi.

Ia menuturkan Edhy kembali menerima uang sebesar US$100 ribu dari Suharjito dan
Amiril Mukminin pada Mei 2020. Selain itu, Safri dan Andreau pada sekitar bulan
Agustus 2020 menerima uang dengan total sebesar Rp436 juta dari Ainul Faqih.

15
Pada 21-23 November itu pula, pihak KPK menerima informasi mengenai
penerimaan uang oleh penyelenggara negara. Bentuknya, transaksi pada rekening
bank yang diduga sebagai penampung dana dari beberapa pihak yang sedang
dipergunakan penyelenggara negara itu untuk pembelian sejumlah barang mewah di
luar negeri.

Pada 24 November 2020, tim KPK bergerak dan membagi menjadi beberapa tim di
area Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Tangerang Selatan, Depok dan Bekasi untuk
menindaklanjuti adanya informasi tersebut. Pukul 00.30 WIB, tim KPK
mengamankan 17 orang dan membawa mereka ke Gedung Dwiwarna KPK untuk
diperiksa lebih lanjut. Dari hasil tangkap tangan tersebut ditemukan ATM atas nama
AF [Ainul Faqih], Tas LV, Tas Hermes, Baju Old Navy, Jam Rolex, Jam Jacob n Co,
Tas Koper Tumi dan Tas Koper LV.

Selain penerimaan uang pada 5 November, KPK juga mengendus Edhy menerima
uang US$ 100 ribu dari Suharjito melalui dua stafsusnya itu. Usai penangkapan
itu, pihak KPK kemudian melakukan serangkaian pemeriksaan dan gelar perkara
sebelum batas waktu 24 jam. KPK menyimpulkan ada dugaan tindak pidana korupsi
berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara terkait dengan
perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan
sejenis lainnya tahun 2020.

Total ada 17 orang yang diamankan dan diperiksa KPK, termasuk Menteri KKP Edhy
Prabowo dan istrinya yang juga merupakan anggota DPR, serta dua orang dirjen di
Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta sejumlah staf khusus Menteri Edhy, staf
istri menteri Edhy, juga pengusaha.

Dari ketujuh belas orang itu, KPK akhirnya menetapkan tujuh orang tersangka. (Arief,
2020)

Ketujuh tersangka itu adalah:

1. Edhy Prabowo - Menteri Kelautan dan Perikanan

2. APM - Staf Khusus Menteri KKP/Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha
Perikanan Budidaya Lobster

16
3. SAF - Staf Khusus Menteri KKP/Wakil Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha
Perikanan Budidaya Lobster

4. SWD - pengurus PT ACK

5. AF - staf istri Edhy Prabowo

6. AM - pengurus PT ACK

7. SJT - Direktur PT DPPP (perusahaan eksportir benur) - tersangka pemberi suap

Saat KPK menggelar jumpa pers dan mengumumkan para tersangka, Andreau
Misanta Pribadi dan Amiril Mukminin belum ditangkap dan diminta menyerahkan
diri. Andreau adalah Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya
Lobster, sedangkan AM pengurus PT ACK. Sementara lima orang tersangka lainnya,
termasuk Edhy Prabowo, sepanjang jumpa pers diarahkan petugas KPK untuk berdiri
menghadap tembok di belakang pimpinan KPK yang memberikan keterangan pers.
(Pranata, 2021)

Analisis penyebab kasus korupsi di KKP

Penyebab timbulnya kasus korupsi yang dilakukan oleh edhy prabowo bisa didasari
oleh 2 faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Faktor internal

3. Sifat serakah/tamak/rakus manusia

Sesuai dengan salah satu teori GONE yang diungkapkan oleh jack bologna,
yaitu Greedy (Keserakahan). Keserakahan dan tamak adalah sifat yang
membuat seseorang selalu tidak merasa cukup atas apa yang dimiliki, selalu
ingin lebih. Dengan sifat tamak, seseorang menjadi berlebihan mencintai
harta. Padahal bisa jadi hartanya sudah banyak atau jabatannya sudah tinggi.
Sifat ini menjadikan korupsi adalah kejahatan yang dilakukan para
profesional, berjabatan tinggi, dan hidup berkecukupan.

Dalam laporan resmi Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara


(LHKPN), disebutkan bahwa harta kekayaan Edhy mencapai Rp
7.422.286.613. Laporan itu dibuat pada 31 Maret 2020 saat tengah menjabat
17
sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan. Dilihat bahwa dari kasus edhy
prabowo ini dengan total kekayaan yang dimilikinya, maka bisa disimpulkan
bahwa “greedy” atau “keserakahan” bisa menjadi salah satu hal yang
mendasari edhy prabowo untuk melakukan korupsi

4. Gaya hidup konsumtif

Sifat serakah ditambah gaya hidup yang konsumtif menjadi faktor pendorong
internal korupsi. Gaya hidup konsumtif misalnya membeli barang-barang
mewah dan mahal atau mengikuti tren kehidupan perkotaan yang serba
glamor. Korupsi bisa terjadi jika seseorang melakukan gaya hidup konsumtif
namun tidak diimbangi dengan pendapatan yang memadai.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyebutkan mantan Menteri Kelautan


dan Perikanan Edhy Prabowo menggunakan dana yang diperoleh dari para
pengusaha pengekspor benih lobster untuk membiayai belanja kunjungan kerja
di Amerika Serikat. Uang suap yang digunakan untuk keperluan belanja
adalah senilai Rp833.427.738.

Adapun barang-barang mewah yang dibelanjakan berupa:

- jam tangan mewah merk rolex


- dompet, tas koper, dan tas kerja merk Tumi
- Pulpen Mount Blanc
- Tas, sepatu dan koper merk Louis Vuitton
- Tas Bottega Veneta Made In Italy
- Parfum chanel
- Dsb
Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya hidup konsumtif menjadi
faktor penyebab edhy prabowo melakukan tindak pidana korupsi untuk
memenuhi keperluan pribadi. (Putri, 2020)

18
Faktor Eksternal

1. Aspek Sosial

Kehidupan sosial seseorang berpengaruh dalam mendorong terjadinya korupsi,


terutama keluarga. Bukannya mengingatkan atau memberi hukuman, keluarga
malah justru mendukung seseorang korupsi untuk memenuhi keserakahan
mereka. Teori korupsi akibat faktor sosial disampaikan oleh Edward Banfeld.
Melalui teori partikularisme, Banfeld mengaitkan korupsi dengan tekanan
keluarga. Dari kasus edhy prabowo ini bisa dilihat bahwa istrinya turut
mendukung untuk melakukan tipikor ini, dan bahkan uang suap yang diterima
oleh edhy prabowo dibelanjakan untuk keperluannya dan istri saat kunjungan
ke honolulu hawai, membeli tanah, membeli beberapa unit mobil, menyewa
apartemen untuk sejumlah pihak serta untuk renovasi kediamaan
mertuanya.

2. Aspek Politik

Keyakinan bahwa politik untuk memperoleh keuntungan yang besar menjadi


faktor eksternal penyebab korupsi. Tujuan politik untuk memperkaya diri pada
akhirnya menciptakan money politics. Dengan money politics, seseorang bisa
memenangkan kontestasi dengan membeli suara atau menyogok para pemilih
atau anggota-anggota partai politiknya.

Pejabat yang berkuasa dengan politik uang hanya ingin mendapatkan harta,
menggerus kewajiban utamanya yaitu mengabdi kepada rakyat. Melalui
perhitungan untung-rugi, pemimpin hasil money politics tidak akan peduli
nasib rakyat yang memilihnya, yang terpenting baginya adalah bagaimana
ongkos politiknya bisa kembali dan berlipat ganda.

3. Aspek Ekonomi

Faktor ekonomi sering dianggap sebagai penyebab utama korupsi. Di


antaranya tingkat pendapatan atau gaji yang tak cukup untuk memenuhi
kebutuhan. Fakta juga menunjukkan bahwa korupsi tidak dilakukan oleh
mereka yang gajinya pas-pasan. Korupsi dalam jumlah besar justru dilakukan
oleh orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi.

19
Banyak kita lihat pejabat pemerintah pusat maupun daerag serta anggota DPR
yang ditangkap karena korupsi. Mereka korupsi bukan karena kekurangan
harta, tapi karena sifat serakah dan moral yang buruk.

Sedangkan menurut Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Drajat
Tri Kartono menilai ada tiga hal yang mendasari mengapa pejabat sering melakukan
tindak pidana korupsi, yaitu:

1. Adanya titik-titik kelemahan

Masih adanya titik-titik kelemahan dalam sistem administrasi publik dan sistem
kontrol. Menurutnya, dengan adanya kelemahan ini akibatnya ada ruang-ruang
kosong yang akhirnya dimasuki oleh para segelintir pejabat yang berniat tidak
baik. Dan hal ini harus ditutupi oleh inovasi-inovasi yang perlu terus
dikembangkan, ini tugas dari kementerian terkait agar sistem administrasi
negara ini menjadi lebih memiliki kekuatan.

2. Kelemahan dari negara

Faktor berikutnya menurut Drajat yang mendasari mengapa masih ada pejabat
yang doyan korupsi adalah adanya kelemahan dari negara. Kelemahan yang
dimaksud adalah berasal dari sistem pemerintahan yang menyangkut
pengendalian relasi ekonomi politik.

Jadi ada kecenderungan perilaku rente yang harus ditekan dan hal tersebut
masih belum bisa dilakukan, Di sini para pejabat ini memiliki hak menetapkan
aturan, menyetujui investasi dan sebagainya dengan para pengusaha yang
memang menawarkan uang, fasilitas agar mereka mendapatkan kemudahan,"
tambahnya.

Dalam hubungan tersebut, kata Drajat, di dalamnya terdapat kecenderungan


untuk rente atau untuk mencari keuntungan untuk dirinya sendiri. Drajat
mengungkapkan, perilaku rente tersebutlah yang harusnya bisa untuk lebih
ditekan.

20
3. Integritas pejabat

Faktor ketiga, menurut Drajat adalah faktor dari integritas pejabat yang
bersangkutan. Menurutnya, pejabat boleh saja memiliki atau memiliki bisnis
lain. Asalkan, dirinya mampu menjaga integritas dan amanah yang diberikan
kepadanya. Drajat menilai bahwa hal ini menyangkut soal sistem
rekrutmennya yang harus betul-betul solid dan bertanggung jawab.

Mengapa para pejabat misalnya menteri bisa masuk ke dalam birokrasi


pemerintahan, itu disebabkan karena dipilih melalui sistem pemilihan.
Misalnya kalau menteri ya berarti dipilih oleh presiden," imbuh dia.

Oleh karena itu, dalam hal ini sistem pemilihan harus sangat selektif. Sehingga,
pejabat yang dipilih benar-benar dapat dikontrol integritasnya untuk lima tahun
menjabat akan tetap bersih dari perilaku korupsi.

Perananan akuntan forensik dalam membantu KPK

Pentingnya akuntansi forensik dalam memerangi kecurangan seperti tindak pidana


pencucian uang dan korupsi telah terlihat pada beberapa studi akuntansi forensik.
Penerapan terhadap pola pikir dan keahlian akuntansi forensik sangat penting untuk
mencegah, mendeteksi dan menanggapi kecurangan pada kinerja tugas terhadap
penilaian resiko tindak kejahatan kecurangan di sektor publik. Akuntansi forensik
dapat mencegah dan membatasi cakupan kecurangan, sebagai hasil dari studi;
ditemukan adanya pengaruh penggunaan akuntansi forensik dalam mendeteksi kasus-
kasus korupsi keuangan.

Begitupun dengan kasus korupsi suap ekspor benih lonster yang menjerat Ex-menteri
kelautan dan perikanan, Edhy Prabowo dan beberapa orang lainnya. Dalam
pengungkapan kasus korupsi ini, KPK dibantu oleh akuntan forensik sebagai saksi
fakta , yaitu Miftakh Aulani Rahman. Sebelumnya Miftakh ditunjuk sebagai saksi ahli
pada bidang akuntansi forensik, akan tetapi karena adanya keberatan dari kuasa
hukum Edhy, Soesilo Ariwibowo soal status Miftakh, maka Majelis Hakim
memutuskan mengubah statusnya menjadi saksi fakta.

Miftakh ditunjuk karena yang bersangkutan sebagai akuntan forensik turut serta
melihat, mendengar, mengalami yang disodorkan pihak penyidik untuk dimintai

21
pendapatnya. Beliau bertugas memeriksa aliran-aliran dana dalam perkara dugaan
suap izin ekspor BBL dengan terdakwa Edhy Prabowo , Ketua Tim Uji Tuntas
Perizinan Budi Daya Lobster Andreau Misanta Pribadi, dN Safri selaku stasfus Edhy.
Selain itu, Miftakh juga memeriksa dan menganalisa terkait dengan data-data
keuangan PT ACK dan aliran dana dari rekening masing-masing terdakwa. (Sutikno,
2021)

Langkah Pemberantasan Korupsi Ekspor Benih Lobster oleh KPK

• KPK melakukan upaya represif melalui pendekatan tiga arah :

(1) Melaksanakan penyelidikan dan penanganan yang tepat untuk tindak


kejahatan korupsi atas kasus edhy prabowo;

(2) Melakukan perbaikan sistem untuk mencegah korupsi di masa depan yaitu
dengan memastikan bahwa Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
memberlakukan regulasi berupa larangan atas memberikan izin ekspor bening
benih lobster ; serta

(3) Melakukan program pendidikan publik dan pemberdayaan masyarakat. Yaitu


dengan pemberian edukasi oleh KKP kepada nelayan mengenai pentingnya
budidaya lobster serta mengenai penangkapan benih lobster

• KPK juga melakukan serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas


tindak pidana korupsi ekspor benih lobster melalui upaya koordinasi, supervisi,
monitor, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan, dengan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

22
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Korupsi adalah perbuatan
yang dilakukan dengan maksud memberikan beberapa keuntungan yangbertentangan dengan
tugas dan hak orang lain. Organisasi Transparency International merilis Indeks Persepsi
Korupsi (IPK). Pada rilis tersebut disebutkan skor IPK Indonesia naik jadi 40 dan ranking 85
dari 180 negara di dunia. Korupsi yang dilakukan Juliari P Batubara terkait dana bansos
covid-19 sangatlah merugikan negara, begitupun dengan kasus suap Edhy Prabowo dalam
kasus ekspor benih lobster.

Dalam konteks ini akuntansi forensik dan audit investigatif berperan penting untuk
membantu KPK dalam mencegah, mendeteksi, dan mengungkapkan tindak pidana korupsi
karena ada kekawatiran dari pelaku bahwa korupsi yang dilakukan dengan mudah akan
terungkap oleh para akuntan forensik. Oleh karena itu, perkembangan ilmu akuntansi
forensik dan audit investigatif menjadi harapan bagi para aparat penegak hukum baik
Kepolisian dan Kejaksaan maupun BPKP selaku APIP dalam upaya pencegahan maupun
pengungkapan praktik-praktik fraud (korupsi) di indonesia.

3.2 Saran

Korupsi sudah sangat merajalela di indonesia, dalam kasus korupsi sudah sangat banyak
para koruptor merugikan negara, dalam hal ini sebaiknya dalam pengambilan keputusan
pemerintah baik dalam memilih dan memilah calon pejabat haruslah tepat. Karena akan
menentukan nasib negara dan rakyat kedepanya. Begitu pula bagi para pejabat yang telah
diberi kepercayaan untuk memegang wewenang, bukan hanya sebatas uang yang menjadi
tujuan utama namun juga bagaimana seorang pemegang kepercayaan dapat memenuhi
sumpah yang diucapkan sehingga dari sanalah akan tercipta pemerintahan yang kuat dan
sehat dan tidak tejerat dalam kasus-kasus korupsi ataupun kasus-kasus yang dapat merugikan
negara dan rakyat.

23
DAFTAR PUSTAKA

Esnir, R. (n.d.). Kasus Suap Ekspor Benih Lobster, KPK Dalami Pemberian Uang Kepada
Edhy Prabowo. Kompas.Com.

Irpan Ali, R. d. (2022). Upaya Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial
Melalui Sistem Pengawasan Aktif dan Terpadu. Jurnal Kertha Semaya, Vol. 10 No. 2,
309-322. https://ojs.unud.ac.id/index.php/kerthasemaya/article/view/80543

Mulyadi, Ahmad. 2020. "Cara KPK Mengungkap dan Mengetahui Kasus Korupsi yang Ada
di Indonesia, Begini Prosesnya!". https://jurnalsumsel.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-
741069402/cara-kpk-mengungkap-dan-mengetahui-kasus-korupsi-yang-ada-di-
indonesia-begini-prosesnya?page=6, diakses pada Minggu, 15 Mei 2022 pukul 22.38.

Pradiptyo, Rimawan. 2017. Dampak Sosial Korupsi, Modul Integritas Bisnis KPK. Jakarta
Selatan. Direktorat Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat

Pranata, W. R. (2021). Oprasi Tangkap Tangan KPK Terhadap Kementerian Kelautan Dan
Perikanan Edhy Prabowo Terkait Kasus Korupsi Ekspor Benih lobster. 3(April), 37–48.

Putri, C. A. (2020). Modus dan Kronologi Lengkap Dugaan Korupsi Edhy prabowo. CNBC
Indonesia. https://www.cnbcindonesia.com/news/20201126010012-4-204719/modus-
kronologi-lengkap-dugaan-korupsi-edhy-prabowo-dkk

Sahara, W. (2021, Agustus Senin). Awal Mula Kasus Korupsi Bansos Covid-19 yang
Menjerat Juliari hingga Divonis 12 Tahun Penjara. Diambil kembali dari
nasional.kompas.com: https://nasional.kompas.com/read/2021/08/23/18010551/awal-
mula-kasus-korupsi-bansos-covid-19-yang-menjerat-juliari-hingga-divonis?page=all

Sutikno. (2021). Edhy Prabowo Jalani Sidang Lanjutan Kasus Korupsi Ekspor Benur.
https://www.idxchannel.com/amp/foto-1/foto/edhy-prabowo-jalani-sidang-lanjutan-
kasus-korupsi-ekspor-benur

Tuanakotta, T. M. (2010). Akuntansi Forensik dan Audit Investigatif. Jakarta: Salemba


Empat.

24

Anda mungkin juga menyukai