Anda di halaman 1dari 18

Isu Moderasi Beragama Bagi Akuntan di Era VUCA, Relevan kah?

Oleh

Fikri Azhar Iswanto, Miftah Rahman Amir, Ade Maolana, Muhammad


Dzulfikar Azka, dan Muhammad Fiko Thoriqul Faleh

Abstrak

Paper ini membahas tentang Relevansi Isu moderasi beragama bagi akuntan di era VUCA.
Moderasi beragama ini dapat dimaknai sebagai sikap beragama yang seimbang antara
pengamalan agama sendiri dan penghormatan kepada praktik beragama yang berbeda. Jalan
tengah inilah yang diyakini akan menghindarkan masyarakat dari sikap ekstrem dan ekslusif
yang berlebihan. Paper ini merupakan paper kualitatif yang berpedoman dan bersumber dari
Buku, Jurnal, artikel, dan sumber lainnya yang relevan dan kredibel serta dapat dipercaya.
Kesimpulan atau hasil dari paper ini yaitu peran akuntan dalam melaksanakan pekerjaannya dan
aktivitas ekonominya juga harus memperhatikan sikap moderasi beragama ditengah menjalankan
prinsip dan nilai yang sesuai dengan ajaran agamanya tetapi juga harus bertoleransi dan
menghargai kepada seluruh lapisan masyarakat yang berbeda-beda agar tercipta keselarasan dan
keharmonian di dalam praktik ekonomi baik itu syariah maupun konvensional pada era VUCA
ini di Indonesia.

Kata Kunci : VUCA, Ekonomi Syariah, Akuntan Syariah, Voltality, Uncertainty ,


Complexity , Ambiguity.

I. PENDAHULUAN

Seperti yang kita ketahui saat ini kita sedang menghadapi era yang disebut dengan era
VUCA yaitu volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity yaitu era yang penuh dengan
ketidakpastian, kompleksitas, dan juga berbagai macam hal yang bersifat ambigu. Pandemi
Covid 19 membawa kita pada situasi VUCA (Fitriani, 2022). Kemudian juga terdapat perang
antara rusia dan ukraina yang semakin mendorong terjadinya VUCA, kemudian juga adanya
perang dagang antara Tiongkok dengan Amerika yang mmepengaruhi ekonomi dan tatanan

1
dunia yang pada akhirnya Era VUCA ini membuat satu persatu industri yang ada menjadi
berguguran. Pada era VUCA ini kita dapat melihat berbagai macam adaptasi atau peralihan
contohnya yaitu media cetak menjadi media online, dunia otomotif yang juga mulai beralih
menjadi era mobil listrik, dunia perbankan yang menghadapi datangnya pesaing baru yaitu
financial technology (fintech), demikian juga dengan yang dihadapi oleh profesi akuntan
syariah yang erat kaitannya dengan praktik moderasi beragama (Fitriani, 2022).

Selain dengan dihadapinya kita dengan era VUCA , Moderasi beragama juga harus
dipahami sebagai sikap beragama yang seimbang antara pengamalan agama sendiri
(eksklusif) dan penghormatan kepada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan
(inklusif) di dalam praktiknya termasuk di dalam ekonomi syariah yang nantinya erat
kaitannya dengan akuntan yang memiliki nilai-nilai syariah. Perkembangan ekonomi syariah
di masyarakat memberikan peranan yang sentral dalam sistem tatanan ekonomi yang baru
dengan model bisnis dan inovasi yang terus diperbaharui dengan menyesuaikan kondisi tanpa
mengurangi value sistem ekonomi Islam (Kholifatul & Rahmat, 2022). Tuntutan digitalisasi
di dalam ekonomi syariah didukung dengan adanya pergeseran kepemilikan bisnis yang saat
ini dikuasai oleh generasi milenial, yang mana menyukai kenyamanan dalam bertransaksi
secara online melalui platform digital. Tren ini terus menjadi tumbuh serta merubah pola
style hidup masyarakat , yang menjadikan platform digital diminati oleh masyarakat .
Sebagian besar dipelopori oleh industri e-commerce dan start - up financial technology
(fintech) (Kholifatul & Rahmat, 2022). Pertumbuhan ekonomi syariah saat ini dimulai pada
tahun 2021 hingga sekarang ini terlihat pada terus bertumbuhnya lembaga keuangan berbasis
syariah dan juga meningkatkanya aktivitas di sektor pasar modal syariah, perbankan syariah,
asuransi syariah, lembaga keuangan mikro syariah, dan juga pengelolaan zakat. Presentase
pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia mencapai 40 persen setiap tahun. Pertumbuhan
ekonomi syariah lebih tinggi dibandingkan ekonomi konvensional yang pada angka 19
persen. Dengan terus bertumbuhnya Lembaga keuangan syariah tentunya hal tersebut sangat
erat kaitannya dengan para akuntan yang dimana juga harus merelevansi dengan moderasi
beragama di dalam menjalankan praktik pekerjaan akuntan yang berbasis syariah ini.
Menurut kami isu moderasi beragama bagi akuntan ini relevan pada masa sekarang ini
dikarenakan di dalam era VUCA ini perkembangan ekonomi berbasis syariah juga tumbuh
dengan baik yang anggapannya ekonomi ini membawa label agama di dalamnya, maka dari

2
itu praktik moderasi beragama bagi akuntan selaku salah satu actor di dalam perkembangan
ekonomi syariah cukup penting.

Seperti yang kita ketahui bahwa negara kita yaitu indonesia kaya dengan
keanekaragaman budaya, agama, suku, dan bahasa, yang mentasbihkan dirinya sebagai salah
satu bangsa yang memiliki masyarakat multikultural. Maka dari itu tak jarang isu-isu yang
menyangkut dengan hal-hal diatas tersebut terjadi di berbagai bidang, salah satunya di bidang
ekonomi. Kemudian juga seperti yang kita ketahui jika terdapat isu SARA dan radikalisme
hal tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, seperti investor
yang enggan untuk datang dan lain sebagainya. Maka dari itu praktik moderasi beragama
bagi para pelaku ekonomi salah satunya akuntan ini diperlukan dan masih relevan. Moderasi
beragama ini dapat dimaknai sebagai sikap beragama yang seimbang antara pengamalan
agama sendiri dan penghormatan kepada praktik beragama yang berbeda. Jalan tengah inilah
yang diyakini akan menghindarkan masyarakat dari sikap ekstrem dan ekslusif yang
berlebihan (Pipit Aidul Fitriyana, n.d.). Moderasi beragama ini diharapkan terekspresikan
dalam bentuk toleransi aktif yang sangat dibutuhkan dalam mewujudkan harmoni social di
dalam segala bidang termasuk di bidang ekonomi syariah maupun konvensional yang dimana
para akuntan memiliki peran vital di dalamnya, jadi para akuntan ini harus memiliki sikap
toleransi terhadap seluruh golongan masyarakat tetapi juga tetap memperhatikan nilai-nilai
dan prinsip-prinsip beragamanya termasuk dalam melaksanakan kegiatan ekonomi di era
VUCA ini tetapi tetap memperhatikan toleransi dan keselarasan terhadap seluruh lapisan
masyarakat yang berbeda-beda.

II. TINJAUAN LITERATURE

A. Akuntan

Menurut Aulia (2016) profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang
menggunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk pekerjaan sebagai akuntan publik,
akuntan internal yang bekerja pada perusahaan jasa atau dagang, akuntan yang bekerja di
pemerintahan, dan akuntan pendidik yang menyalurkan ilmu akuntansi yang dimilikinya
kepada anak didiknya. Sedangkan Menurut Rahayu & Rusmawan (2010) dalam
penelitiannya mengungkapkan bahwa profesi akuntan merupakan lingkup pekerjaan atau
kegiatan akuntansi yang dilakukan oleh akuntan. Kegiatan akuntansi merupakan suatu

3
proses yang terdiri atas pengidentifikasian, pengukuran, serta pelaporan informasi
ekonomi. Profesi akuntan dianggap menjadi profesi yang berpeluang dan memiliki
kebanggan tersendiri mengingat keberadaannya sangat tergantung atas pengakuan dan
kepercayaan masyarakat. Seorang akuntan dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus
tunduk dan menjunjung tinggi pada kode etik profesi yang telah ditetapkan yaitu Kode
Etik Akuntan Indonesia.

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa akuntan


merupakan suatu profesi yang mencakup kegiatan yang berorientasi pada suatu proses
menyajikan laporan keuangan serta menganalisis suatu kondisi keuangan perusahaan dan
komponen lain yang berhubungan dengan akuntansi yang dimana suatu prosesnya
melalui pengidentifikasian, pengukuran, serta pelaporan informasi ekonomi. Akuntan
juga merupakan salah satu profesi yang menjanjkan dikarenakan peluang berkarirnya
cukup besar mengingat banyaknya perusahaan yang membutuhkan jasa akuntan di
karenakan pasti setiap perusahaan akan berurusan dengan keuangan dan komponen
lainnya yang berhubungan dengan akuntansi, maka dari itu perusahaan perlu seseorang
yang ahli di bidang tersebut yaitu akuntan.

B. Moderasi Beragama
KBBI, moderasi memberikan dua pengertian penting yaitu pengurangan
kekerasan dan penghindaran keekstreman sedangkan dalam bahasa Arab moderasi
dikenal dengan al-wasathiyah yang bermakana terbaik dan paling sempurna sementara
orang yang mempraktekkannya disebut moderat. Dalam mitologi Yunani kuno, prinsip
moderasi sudah dikenal dan dipahatkan pada inskripsi patung Apollo di Delphi dengan
tulisan Meden Agan, yang berarti “tidak berlebihan”. Jika dalam Islam ada konsep
wasathiyah, dalam tradisi Kristen ada konsep golden mean, dalam tradisi agama Buddha
ada Majjhima Patipada, dalam tradisi agama Hindu ada Madyhamika, dalam Konghucu
juga ada konsep Zhong Yong, semua istilah dalam setiap agama itu mengacu pada satu
titik makna yang sama, yakni bahwa memilih jalan tengah di antara dua kutub ekstrem
dan tidak berlebih-lebihan merupakan sikap beragama yang paling ideal .
Dari beberapa definisi moderasi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
moderasi beragama merupakan suatu sikap yang menampilkan sebuah kewajaran,

4
kesederhanaan, pengendalian diri, ketenangan, keseimbangan dan sesuai dengan standar
yang bermuara pada keadilan, moderasi ditampilkan ke dalam sikap yang sesuai
batasan, tidak berlebihan dan tidak pula kekurangan, sikap ini mengarah pada inti (core)
sumbu kehidupan yang menunjukkan keseimbangan, keadilan, dan toleransi dalam
menyikapi berbagai perbedaan keagamaan dan keberagaman dalam realitas kehidupan
(Anwar et al., 2022).
Dalam (Hasan, 2021) ciri-ciri moderasi beragama yang harus ditanamkan menurut
Islam yaitu:
1. Wasathiyah (mengambil jalan tengah)
Yaitu pandangan yang mengambil jalan pertengahan dengan tidak berlebih
lebihan dalam beragama dan tidak mengurangi ajaran agama, jalan tengah ini
dapat berarti pemahaman yang memadukan antara teks ajaran agama dan konteks
kondisi masyarakat. Sehingga"wasatiyah" ialah suatu pandangan ataupun perilaku
yang senantiasa berupaya mengambil posisi tengah dari 2 perilaku yang
berseberangan serta kelewatan sehingga salah satu dari kedua perilaku yang diartikan
tidak mendominasi dalam benak serta perilaku seseorang
2. Tawazun ( Seimbang )
Tahawzun merupakan pandangan keseimbangan tidak keluar dari garis yang telah
di tetapkan.Jika ditelusuri istilah tawazun berakar dari kata mizan yang berarti
timbangan. Tapi dalam pemahaman konteks moderasi mizan bukan diartikan sebagai
alat atau benda yang di gunakan untuk menimbang melainkan keadilan dalam semua
aspek kehidupan baik terkait dengan dunia ataupun terkait dengan kehidupan yang
kekal kelak di akhirat. Tawazun pahami dalam konteks moderasi adalah berperilaku
adil , seimbang tidak berat sebelah dibarengi dengan kejujuran sehingga tidak
bergeser dari garis yang telah ditentukan.Sebab ketidakadilan merupakan cara
merusak keseimbangan dan kesesuaian jalanya alam raya yang telah ditetapkan oleh
Allah sang maha kuasa.
3. I’tidal (lurus dan tegas)
I’tidal berasal dari kata bahasa arab yaitu adil yang berarti sama, dalam kamus
besar bahasa Indonesia adil berarti tidak berat sebelah,tidak sewenang wenang.
I’tidal merupakan pandangan yang menempatkan sesuatu pada tempatnya, membagi

5
sesuai dengan porsinya,melaksankaan hak dan memenuhi kewajiban. Sebagai
seorang muslim kita diperintahkan berlaku adil kepada siapa sajadalam hal apa saja
dan diperintahkan untuk senantiasa berbuat ikhsan dengan siapa saja.Karena keadilan
inilah menjadi nilai luhur ajaran agama, omong kosong kesejahteraan
masyarakat terjadi tanpa adanya keadilan.
4. Tasamuh (Toleransi)
Tasamuh jika ditinjau dari bahasa arab berasal dari kata samhun yang berarti
memudahkan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia toleransi
berarti bersifat menghargai, membiarkan, membolehkan, sesuatu berbeda ataupun
berlawanan dengan pendirian sendiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa toleransi
merupakan perilaku menghargai pendirian orang lain menghargai bukan berarti
membetulkan terlebih bersepakat mengikuti dan membenarkanya. Dalam hal
beragama tidak dibenarkan toleransi dalam ranah keimanan dan ketuhanan. tata
cara ibadah harus sesui dengan ritual dan tempatnya masing masing.
Moderasi memandang bahwa setiap agama benar menurut kepercayaan bagi para
penganutnya penmganutnya masing masing dan tidak dibenarkan menganggap
bahwa semua agama itu benar dan sama. Toleransi hanya boleh dilakukan dalam
ranah sosial dan kemanusiaan untuk menjaga kerukunan dan persatuan.
5. Musawah (persamaan)
Musawah berarti persamaan derajat, islam tidak pernah membeda bedakan manusia
dari segi personalnya semua manusia memiliki derajat yangsama diantara manusia
lainya tidak pandang jenis kelamin, ras, suku, tradisi, budaya, pangkat karena
semuanya telah ditentukan oleh sang pencipta manusia tidak dapat hak untuk
merubah ketetapan yang telah di tetapkan.
6. Syuro ( Musyawarah)
Istilah Syuro berakar dari kata Syawara –Yusawiru yang memiliki arti memberikan
penjelasan, menyatakan atau mengambil sesuatu. Bentuk lain dari kata syawara ialah
tasyawara yang berarti perundingan, saling berdialog bertukar ide sedangkan syawir
memiliki pengertian mengajukan pendapat atau bertukar fikiran. Jadi musyawarah
merupakan jalan atau cara untuk menyelesaikan setiap masalah dengan jalan duduk
bersama berdialog dan berdiskusi satu sama laian untuk mencapai mufakat dengan

6
prinsip kebaikan bersama di atas segalanya. Dalam konteks moderasi, musyawarah
merupakan solusi untuk meminimalisir dan mengilangkan prasangka dan perselisihan
antar individu dan kelompok, karena musyawarah mampu menjalin komunikasi,
keterbukaan, kebebasan berpendapat, serta sebagai media silaturahmi sehingga akan
terjalin sebuah hubungan persaudaraan dan persatuan yang erat dalam ukhuwah
islamiyah,ukhuwah watoniyah, ukhuwah basariyah dan ukhuwah insaniyah.
7. Ishlah (Reformasi)
Islah berakar dari kosa kata bahasa arab yang berarti memperbaiki atau
mendamaikan. Dalam konsep moderasi, islah memberikan kondisi yang lebih
baik untuk merespon perubahan dan kemajuan zaman atas dasar kepentingan umum
dengan berpegang pada prinsip memelihara nilai nilai tradisi lama yang baik dan
menerapkan nilai nilai tradisi baru yang lebih baik demi kemaslahatan bersama.
Pemahaman ini akan menciptakan masyarakat yang senantiasa menyebarkan pesan
perdamaian dan kemajuan menerima pembaharuan dan persatuan dalam hidup
berbangsa.
8. Awlawiyah(Mendahulukan Perioritas)
al-awlawiyyah adalah bentuk jamak dari kata al-aulaa,yang berarti penting atau
prioritas. Awlawiyah dalam konteks moderasi dalam kehidupan berbangsa harus
mampu memprioritaskan kepentingan umum yang membawa kemaslahatan bagi
kehidupoan berbangsa.
9. Tathawur Wa Ibtikar (dinamis Dan Inovatif)
Tathawwur wa Ibtikar merupakan sifat dinamis dan inovatif yang memiliki
pengertian bergerak dan pembaharu, selalu membuka diri untuk bergerak aktif
partisipasi untuk melakukan pembahrauan sesuai dengan perkembangan zaman
untuk kemajuan dan kemaslahatan umat.Oleh karena itu dari perjalanan sejarah kita
harus belajar, bahwa moderasi membuka peluang kita sebagai bangsa yang besar
untuk terus bergerak dinamis sesuai kapasitas masing-masing dan inovati melakukan
pembaharuan dan trobosan baru jangan hanya diam dan menutup diri dari
perubahan zaman terlena dengan apa yang sudah kita miliki .

10. Tahadhdhur (Berkeadaban)

7
Berkeadaban meiliki banyak konsep salah satunya adalah ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan merupakan cikal bakal sebuah peradaban semakin tinggi ilmu yang di
miliki seseorang maka akan semakin luas memandang,luasnya pandangan
menjadikannya melihat segala sudut arah sehingga akan menjadi pribadi yang
bijaksana, kebijaksanaan /hikmah tercermin dalam tingkahlaku berupa adab atau
moralitas yang tinggi dan mulia. Keberadaban dalam konteks moderasi dalam
kehidupan berbangsa menjadi penting untuk di amalkan karena semakin tinggi abab
seseorang maka akan semakin tinggi pula toleransi dan penghargaannya kepada orang
lain.
C. VUCA
Saat ini kita memasuki era disruptif, dimana banyak terjadi perubahan-perubahan
akibat adanya kemajuan teknologi, yang juga berarti keadaan yang tidak menentu serta
rentan terhadap terjadinya perubahan. VUCA atau Volatility, Uncertainty, Complexity
dan Ambiguity adalah keadaan dimana perubahan terjadi penuh dengan ketidakpastian.
Menurut (Soraya et al., 2022) komponen VUCA dapat dijabarkan dalam poin-poin
berikut:
1. Volatility.
Perubahan–perubahan yang terjadi saat ini bisa dikatakan berada pada kecepatan yang
tidak dapat diperkirakan. Frekuensi, besar maupun perkiraan perubahan tersebut tidak
dapat ditebak, maka dari itu, hal ini yang menjadi penyebab akan ketidakstabilan.
Volatilitas sendiri tidak hanya terjadi pada bidang teknologi maupun bisnis, namun
juga sosial, ekonomi juga. Faktor-faktor inilah yang mempengaruhi laju perubahan.
2. Uncertainty.
Dalam proses untuk mencapai tujuan, ketidak pastian akan selalu ditemukan di setiap
tahapnya. Ketidak pastian dapat dikendalikan dengan informasi. Semakin banyak
informasi dan pemahaman yang dikumpulkan, semakin kecil kemungkinan suatu
ketidak pastian akan muncul. Namun, meskipun banyaknya informasi telah
dikumpulkan sebagai bentuk antisipasi, ada banyak variabel yang tidak dapat
diketahui yang mampu mempengaruhi hasil. Ada banyak batasan yang tidak dapat
ditembus sehingga tercipta variabel-variabel tidak terduga tersebut.
3. Complexity.

8
Kompleksitas muncul seiring dengan perkembangan yang terus terjadi. Semakin
banyak pembangunan yang dilakukan, semakin berlapis komponen-komponen yang
mengisi, semakin kompleks juga hal yang dihadapi.

4. Ambiguity.
Pada masa ini, sulit menemukan suatu keputusan yang jelas mengarah pada satu titik.
Akan selalu ada dua sisi dari hal apapun itu. Berbeda dengan ketidak pastian,
ambiguitas lebih mengacu kepada pesan yang disampaikan oleh informasi yang
diperoleh. Informasi yang didapat tidak mengacu kepada satu tujuan; maka di situlah
dapat dikatakan adanya ambiguitas. Sementara itu ketidak pastian lebih berpengaruh
terhadap ada atau tidaknya informasi yang dapat mempengaruhi hasil yang ingin
dicapai.

III. PEMBAHASAN
A. Isu Moderasi Beragama di Indonesia
Dalam kerangka membangun dan mengembangkan moderasi beragama di Indonesia,
Kementerian Agama RI telah menyusun buku putih moderasi beragama di Indonesia. Isu
moderasi beragama ini merupakan isu strategis untuk penguatan kerukunan umat
beragama. Hal ini dimaksudkan untuk menangkal paham radikalisme yang lahir dari
pemahaman agama secara ekstrem. Upaya lain yang sejalan dengan itu adalah penguatan
kebudayaan. Pemerintah berkewajiban melindungi, memanfaatkan, dan mengembangkan
kebudayaan Indonesia untuk memajukan kebudayaan di tengah maraknya globalisasi
yang melanda bangsa Indonesia. Pemerintah bersama dengan Komisi X DPR RI telah
mengeluarkan Undang-undang tentang Pemajuan Kebudayaan RI. Undang-undang
Pemajuan Kebudayaan ini merupakan gagasan antarkementerian, yang dipimpin oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Penunjukan Kemendikbud
sebagai koordinator atau pimpinan antar-kementerian tersebut berdasarkan surat Presiden
RI nomor R.12/Pres/02/2016, tanggal 12 Februari 2016, perihal Penunjukan Wakil untuk
Membahas RUU tentang Kebudayaan. Kementerian lain yang masuk dalam tim tersebut

9
adalah Kementerian Pariwisata, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi, Kementerian Agama, dan Kementerian Hukum dan HAM.
Kementerian Agama sebagai salah satu anggota tim pemajuan kebudayaan
berkewajiban melaksanakan undang-undang ini sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
Kementerian Agama. Kementerian Agama berkewajiban melindungi, memanfaatkan dan
mengembangkan kebudayaan yang bernuansa keagamaan termasuk di dalamnya
manuskrip atau naskah kuno keagamaan. Tugas ini kemudian dilimpahkan kepada Badan
Litbang dan Diklat Kementerian Agama yang di dalamnya termasuk Balai Litbang
Agama Semarang. Selaras dengan hal itu, Balai Litbang Agama Semarang sebagai salah
satu unit pelaksana teknis Kementerian Agama yang memiliki tugas pokok dan fungsi
merumuskan, menetapkan dan melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan
agama termasuk bidang lektur dan khazanah keagamaan berupaya melakukan penelitian
dan pengembangan warisan kebudayaan yang bernuansa keagamaan termasuk naskah
atau manuskrip keagamaan (Hidayat, 2019).

Penyuaraan moderasi Islam kepada publik (audiens/Masyarakat), dapat


dikelompokkan sebagai berikut:
Tema Moderasi beragama dalam lingkup Nasional-Keindonesiaan. Wacana yang
dimunculkan seputar Moderasi Islam dan Masyarakat Kultural, Akulturasi Budaya,
Peradaban dan Kemanusiaan, Islam Wasathiyah sebagai pembacaan reflektif,
Radikalisme Islam VS Moderasi Islam, Moderasi Islam dan Pluralisme-pluralitas Agama
Indonesia, dan Rumah Ibadah. Tema dan wacana ini menyuarakan pemikiran yang
relevan dengan tujuan Moderasi Islam sebagaimana yang diarahkan oleh pemerintah,
antara lain:
1. Menarik aspek Aqidah dan Syariah Islam ke konsep universalitas Islam.
2. Memahami Islam tidak hanya sebagai Sistem Ibadah, namun juga sistem nilai dengan
mengejawantahkan nilai kehidupan seperti: keadilan, persamaan, keseimbangan,
fleksibilitas, kemudahan, dan toleransi.
3. Harmonisasi hubungan antar agama-agama di Indonesia, dan antar agama dengan
negara Indonesia.
4. Penolakan radikalisme Islam, hidupkan konsep moderasi Islam

10
5. Moderasi Islam sebagai tatanan sosial dalam membangun karakter siswa yang
berperadaban.
6. Moderasi beragama sebagai sisi ontologis dalam memformulasi keberagamaan Islam
di Indonesia.
7. Konsep moderasi beragama dan pluralitas agama, membentuk gerakan revolusi
mental dalam kehidupan beragama dan berbangsa
8. Moderasi beragama dalam bentuk sikap beragama: tawazun (berkesinambungan),
I’tidal (lurus dan tegas), tasamuh (toleransi), musawah (egaliter), syura
(musyawarah), ishlah (reformasi), aulawiyah (mendahulukan yang prioritas),
tathawwur wa ibtikar (dinamis dan inovatif) (Malik & Busrah, 2021).
D. Peran Akuntan di Era VUCA
Salah satu tantangan yang harus dihadapi di dunia bisnis maupun pemerintah
adalah VUCA world. VUCA yang merupakan singkatan dari Volatility (bergejolak),
Uncertainty (ketidakpastian), Complexity (kompleks), dan Ambiguity (ketidakjelasan)
merupakan gambaran situasi di dunia bisnis di masa kini. Bob Johansen, dalam bukunya
Leaders Make the Future: Ten New Leadership Skills for Uncertain World (2012)
mengingatkan agar gejolak VUCA tidak dipandang dari sisi negatifnya saja. Namun,
mengganti istilah VUCA yang bermakna negatif dengan sesuatu yang positif, yaitu
dengan VUCA Prime: Vision, Understanding, Clarity, dan Agility.

Sumber: (Poernomo, 2020)


VUCA Prime tentunya juga dapat diterapkan oleh seorang akuntan dalam
menghadapi era VUCA. Dari terminologi yang digunakan oleh Johansen, dapat
dijelaskan bahwa istilah ‘volatility’ dapat diatasi dengan ‘Vision’ yang kuat dari

11
pemimpin organisasi. Pemimpin yang memiliki visi yang jauh ke depan, akan dapat
memberikan navigasi sehingga organisasi atau perusahaan akan dapat terus berjalan
walaupun terjadi hambatan-hambatan di depannya. Hal ini juga berlaku bagi seorang
akuntan agar laporan keuangan yang disajikan dapat memberikan gambaran dan arah
bagi perusahaan untuk kedepannya, hal itu juga dapat membantu investor dan kreditur
dalam membuat keputusan pendanaan. Selain itu, seorang akuntan juga dapat
mengembangkan software akuntansi yang lebih efektif dan efisien.
‘Vision’ yang kuat akan membantu pimpinan dalam mengubah ‘uncertainty’
menjadi ‘Understanding’. ‘Understanding’ akan membawa semua anggota tim berbagi
cara pikir (mindset) yang sama, dan membangun pengertian dan pemahaman yang selaras
tentang bagaimana mereka dapat berkontribusi untuk kesuksesan organisasi. Sejalan
dengan prinsip-prinsip yang mempromosikan praktik dan komunikasi aktif yang
melibatkan banyak pihak, hal ini membutuhkan komunikasi dua arah yang terus-menerus.
Seorang akuntan dapat memberikan pemahaman kondisi keuangan perusahaan kepada
investor dan kreditor melalui penyajian laporan keuangan yang mudah dipahami. Seluruh
akuntan juga harus memiliki keseragaman dalam penerapan prinsip-prinsip akuntansi
agar terjadi keserasian dalam pelaporan dari seluruh perusahaan.
Terminologi ketiga adalah ‘Complexity’. Pengertiannya adalah kekacauan, namun
Johansen memberikan pemahaman positif yaitu ‘Clarity’ atau kejelasan. Clarity dapat
dibangun melalui kedisiplinan dari setiap individu yang akan menumbuhkan sikap
profesional. Seorang akuntan harus memiliki sikap disipilin dan profesionalisme yang
tinggi dalam mengerjakan tugasnya menyajikan laporan. Akuntan harus memiliki sikap
independensi agar laporan keuangan jelas dan tidak memihak beberapa pihak tertentu.
Sementara ‘Ambiguity’ dapat digantikan dengan ‘Agility’ yang berarti kelincahan
atau cepat tanggap. Kelincahan yang dimaksud adalah kelincahan menghadapi
perubahan, dan dalam menghadapi perkembangan baru yang tiba-tiba muncul. Seorang
akuntan harus mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman yang semakin maju. Di
era revolusi industry 4.0 telah banyak berkambeang software akuntansi yang dapat
mengancam profesi akuntan. Oleh karena itu, akuntan harus mau belajar dan berkembang
dengan beradaptasi dengan teknologi yang ada (Poernomo, 2020).

12
Era globalisasi saat ini mengharuskan setiap individu untuk bisa beradaptasi
dengan perkembangan yang sangat cepat dengan penguasaan teknologi. Profesi akuntan
yang awalnya hanya membukukan untuk menghasilkan laporan keuangan, sekarang
semuanya itu dapat dikerjakan oleh sistem. Mempertahankan profesi akuntan di
perusahaan adalah keharusan karena keterampilan seorang akuntan mempengaruhi
peningkatan kinerja manajemen. Hadirnya revolusi industri 4.0 dan era VUCA yang
memunculkan teknologi baru dan berbagai kecerdasan buatan bisa menggantikan tugas
seorang akuntan. Namun, hal yang bisa digantikan oleh sistem hanya pembukuan dan
pencatatannya saja, tetapi yang memberikan opini dan judgements itu harus seorang
akuntannya.
Banyak pekerjaan dan profesi yang terancam dalam era revolusi industri 4.0 dan
era VUCA yang menghadirkan Artificial intelligence, salah satunya profesi akuntan.
Profesi akuntan masih dapat bertahan karena kedepan khususnya mereka yang di
perusahaan, bukan lagi sebatas menghasilkan laporan keuangan, tetapi mungkin lebih
pada bagaimana mengolah informasi sehingga bisa digunakan orang, dalam hal ini
pengambilan keputusan atau judgements, bagaimana memberikan pertimbangan, advice,
dan penilaian terhadap suatu masalah (Tikurante et al., 2020).
Roger Leonard Burrit dan Katherine Christ dalam Internasional Edition of
Accounting and Business Magazine edisi Desember 2016 menyebutkan ada 4 langkah
yang harus diambil akuntan dalam menghadapi revolusi industri 4.0 di era VUCA ini
(Tikurante et al., 2020), yaitu:
1. Kesadaran (Awareness), bahwa hadirnya revolusi industri 4.0 ini memunculkan
peluang serta kesempatan yang baru yang belum pernah ada sebelumnya, contohnya
di Negara Jerman ada 80% perusahaan yang sudah siap mengimplementasikan
revolusi industri 4.0 bahkan Cina menyadari akan pembaharuan pengetahuan yang
dimiliki dan menarget 60% investasi pada sektor ini.
2. Pendidikan (Education), pemerintah dituntut untuk mengubah kurikulum yang ada
dan harus diselaraskan dengan perkembangan teknologi serta konektivitas digital
berstandar internasional.
3. Pengembangan Profesi (Professional Development), program-program serta kinerja
profesi akuntan harus terus ter-upgrade dengan pengembangan-pengembangan

13
terlatih seperti prestasi online maupun langsung bertatapan muka dan mengevaluasi
dampak terjadinya kapabilitas profesi akuntan di masa depan.
4. Penerapan standar tinggi (Reaching Out), hubungan kerja antara akuntan dan
insinyur (engineer) harus berjalan harmonis, oleh karna itu akuntan di tuntut itu
memiliki kontrol terhadap data-data yang dihasilkan sehingga data dan informasi
akuntansi dapat terjaga dengan baik, karena data atau informasi fisik biasanya
diperoleh dibawah tanggung jawab insinyur (engineer).
Akuntan professional bisa menghadapi revolusi industri 4.0 dan era VUCA dengan
berbagai keterampilan yang harus dimiliki seperti keterampilan dalam penguasaan
teknologi (technological skill), pengambilan keputusan (judgement), leadership skill, dan
keterampilan untuk mampu berkolaborasi.
1. Technological skill
Kesiapan profesi akuntan dalam era revolusi industri 4.0 dan era VUCA adalah
penguasaan teknologi dan kemampuan untuk menaklukkan teknologi itu sendiri.
Serta bagaimana seorang akuntan tidak hanya menghasilkan laporan keuangan tetapi
seorang akuntan diharapkan untuk bisa memberikan pendapat atau judgements untuk
pengambilan keputusan. Seorang akuntan harus dibekali dengan skill terkait dengan
technological skill yang berkaitan dengan IT, akuntan harus paham karena sekarang
akuntan tidak hanya sekedar membukukan tapi juga bisa membuat sebuah sistem
atau software dan itu akuntan harus paham. Akuntan tidak boleh gaptek (gagap
teknologi). Seorang akuntan harus menyesuaikan dengan setiap perkembangan
teknologi informasi; internet, multimedia, handphone, komputer, semua itu harus
dikuasai oleh akuntan. Maka, akuntan perlu menyiapkan diri dengan penguasaan
teknologi dan harus cepat beradaptasi terhadap setiap perubahan yang ada. Hadirnya
teknologi dalam bidang akuntansi untuk mempermudah pekerjaan akuntan tidak akan
merebut posisi akuntan karena pengambilan keputusan bahkan setiap justments yang
berperan ialah human-nya bukan sistem yang dihadirkan oleh teknologi.
2. Judgement
Audit judgement adalah kebijakan auditor dalam menentukan pendapat mengenai
hasil auditnya yang mengacu pada pembentukan suatu gagasan, pendapatan atau
perkiraan tentang objek, peristiwa, status, atau jenis peristiwa lainnya. Seorang

14
akuntan dalam revolusi ini dituntut untuk memiliki keterampilan di luar aspek
keuangan dan harus memiliki soft skill serta keterampilan lainnya salah satunya
adalah dalam memberikan pendapat (judgement). Judgment harus dimiliki seorang
akutan masa depan agar bisa bersaing melalui keterampilan judgement. Keterampilan
ini tidak akan pernah bisa dimiliki oleh kecerdasan buatan yang hadir untuk
memberikan solusi bagi setiap pekerjaan. Kemampuan tersebut hanya bisa dimiliki
oleh seorang akuntan professional yang memiliki tingkat analitik yang tinggi dan
keberanian menyimpulkan segala sesuatu meski resikonya besar, tetapi pemikir kritis
dalam memberikan judgement tidak akan pernah berhenti mencari solusi untuk
meyakinkan publik.
3. Aspek non-accounting; Leadership Skill
Akuntan dalam revolusi ini dituntut untuk memiliki kemampuan yang lebih dalam
penguasaan teknologi. Jika tidak, akuntan akan mudah tergantikan oleh mesin dan
akan kehilangan pekerjaan mereka. Sistem akuntansi yang dapat bersaing di era ini
adalah berfokus pada hal-hal yang tidak dapat digantikan oleh teknologi seperti
bertindak inovatif, focus untuk menjadi kreatif dan fokus pada leadership skill.
Kesiapan akuntan selain membekali diri dengan penguasaan teknologi juga harus
memiliki kesiapan dengan aspek-aspek non-accounting seperti leadership. Membuka
diri dan menyadari bahwa seorang akuntan tidak hanya membukukan tetapi bisa
membekali diri dengan aspek-aspek lain. Seorang akutan juga harus bisa professional
yang di maksud disini ialah bagaimana seorang akuntan mampu mengorganisasikan
orang lain, mampu meningkatkan kinerja orang dan mampu bekerjasama dengan
orang lain, biasanya disebut sebagai soft skill.
E. Moderasi beragama bagi akuntan di era VUCA, apakah relevan?
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya moderasi beragama merupakan suatu
sikap yang menampilkan sebuah kewajaran, kesederhanaan, pengendalian diri,
ketenangan, keseimbangan dan sesuai dengan standar yang bermuara pada keadilan,
moderasi ditampilkan ke dalam sikap yang sesuai batasan, tidak berlebihan dan tidak
pula kekurangan, sikap ini mengarah pada inti (core) sumbu kehidupan yang
menunjukkan keseimbangan, keadilan, dan toleransi dalam menyikapi berbagai
perbedaan keagamaan dan keberagaman dalam realitas kehidupan.

15
Tentunya sikap moderasi beragama ini sangat penting bagi seorang akuntan yang
dimana seorang akuntan seharusnya memiliki sikap ketenangan, keseimbangan, mampu
mengendalikan diri, dan mampu menempatkan posisi diri ditengah – tengah (netral) yang
dimana seorang akuntan harus memberikan laporan kewajaran pada suatu perusahaan
yang sesuai dengan aturan yang berlaku di Negara tersebut.
Terlebih lagi dalam menghadapi era VUCA yang sudah berjalan. Seperti yang
telah diketahui pada era VUCA ialah era yang penuh dengan ketidakpastian,
kompleksitas, dan juga berbagai macam hal yang bersifat ambigu. Disini sangat relevan
yang dimana seorang akuntan sesuai dengan moderasi agama dapat menghadapi era
VUCA yaitu dengan memiliki sikap yaitu fleksibilitas, memahami, membangun koneksi,
dan ketegasan.
Sikap fleksibilitas ini seorang akuntan harus mudah beradaptasi di lingkungan
manapun dan mampu menempatkan posisi dimana ia dibutuhkan. Kemudian sikap
memahami ini harus dimiliki akuntan dalam memeriksa laporan keuangan untuk selalu
teliti dalam memahami sesuatu yang memiliki tidak kepastian (Uncertainty). Selanjutnya
ialah membangun koneksi yang dimana sangat dibutuhkan setiap orang tidak hanya
akuntan yang dimana sangat memberikan keuntungan jika kita memiliki koneksi. Yang
terakhir yaitu ketegasan yaitu setiap akuntan harus memiliki ketegasan untuk menghidari
ke ambiguan yang dapat terjadi ketika mengeluarkan opini untuk sesuatu (STUDiLMU,
2020).

IV. PENUTUP

a. Kesimpulan

Moderasi beragama merupakan suatu sikap yang menampilkan sebuah


kewajaran, kesederhanaan, pengendalian diri, ketenangan, keseimbangan dan sesuai
dengan standar yang bermuara pada keadilan, moderasi ditampilkan ke dalam sikap
yang sesuai batasan, tidak berlebihan dan tidak pula kekurangan.

Kemudian peran akuntan dalam melaksanakan pekerjaannya dan aktivitas


ekonominya juga harus memperhatikan sikap moderasi beragama ditengah
menjalankan prinsip dan nilai yang sesuai dengan ajaran agamanya tetapi juga harus

16
bertoleransi dan menghargai kepada seluruh lapisan masyarakat yang berbeda-beda
agar tercipta keselarasan dan keharmonian di dalam praktik ekonomi baik itu syariah
maupun konvensional pada era VUCA ini di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, A. S., Leo, K., Ruswandi, U., & Erihadiana, M. (2022). Internalisasi Nilai-Nilai
Moderasi Beragama Abad 21 melalui Media Sosial. JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan,
5(8), 3044–3052. https://doi.org/10.54371/jiip.v5i8.795

Fitriani, A. P. (2022). PERAN AKUNTAN SYARIAH DALAM MENGHADAPI SOCIETY 5.0


PADA ERA VUCA Ajeng Pipit Fitriani Institut Agama Islam Negeri Ponorogo, Indonesia.
Journal of Islamic Banking and Finance, 2(1), 73–86.

Hasan, M. (2021). Prinsip Moderasi Beragama Dalam Kehidupan Berbangsa. Jurnal Mubtadiin,
7(2), 111–123.

Hidayat, R. A. (2019). Moderasi Beragama, Wacana Pemajuan Kebudayaan dan Pelestarian


Naskah Keagamaan di Indonesia. Policy Brief Penelitian Isu-Isu Aktual Bidang Lektur,
Khazanah Keagamaan, Dan Manajemen Organisasi Tahun 2019, 1–5.

Kholifatul, H. A., & Rahmat, F. M. (2022). Digitalisasi Perbankan Syariah di Era VUCA. Sharia
Economic Journal, 01(01), 27–36.

Malik, A., & Busrah, B. (2021). Relasi Pemerintah dan Akademisi dalam Isu Moderasi
Beragama di Indonesia. Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 23(2), 120.
https://doi.org/10.22373/substantia.v23i2.9167

Pipit Aidul Fitriyana, dkk. (n.d.). Dinamika Moderasi Beragama Di Indonesia.

Poernomo, B. (2020). Peran Perguruan Tinggi Dalam Menyiapkan Pemimpin Masa Depan
menghadapi Era VUCA. Applied Microbiology and Biotechnology, 7(2), 70–80.

Soraya, N. A., Tias, S. A., Ayu, K., Pertahanan, I., Pertahanan, T., Pertahanan, U., & Indonesia,
R. (2022). Nasionalisme Bangsa Di Era Vuca (Volatility, Uncertainty, Complexity Dan
Ambiguity). Jurnal Kewarganegaraan, 6(1). https://doi.org/10.31316/jk.v6i1.2701

17
STUDiLMU. (2020). Apa itu VUCA? 4 Cara Beradaptasi dengan VUCA. STUDiLMU.
https://www.studilmu.com/blogs/details/apa-itu-vuca-4-cara-beradaptasi-dengan-vuca

Tikurante, R. U., Pasoloran, O., & Sabandar, S. Y. (2020). Quo Vadis Akuntan Dalam Era
Revolusi Industri 4.0. Paulus Journal of Accounting, 2(1), 17–30.
https://doi.org/10.34207/pja.v2i1.91

18

Anda mungkin juga menyukai