Anda di halaman 1dari 12

Isu Moderasi Beragama Bagi Akuntan di Era VUCA, Relevan kah?

Oleh

Fikri Azhar Iswanto, Miftah Rahman Amir, Ade Maolana, Muhammad


Dzulfikar Azka, dan Muhammad Fiko Thoriqul Faleh

Abstrak

Paper ini membahas tentang Relevansi Isu moderasi beragama bagi akuntan di era VUCA.
Moderasi beragama ini dapat dimaknai sebagai sikap beragama yang seimbang antara
pengamalan agama sendiri dan penghormatan kepada praktik beragama yang berbeda. Jalan
tengah inilah yang diyakini akan menghindarkan masyarakat dari sikap ekstrem dan ekslusif
yang berlebihan. Paper ini merupakan paper kualitatif yang berpedoman dan bersumber dari
Buku, Jurnal, artikel, dan sumber lainnya yang relevan dan kredibel serta dapat dipercaya.
Kesimpulan atau hasil dari paper ini yaitu peran akuntan dalam melaksanakan pekerjaannya dan
aktivitas ekonominya juga harus memperhatikan sikap moderasi beragama ditengah menjalankan
prinsip dan nilai yang sesuai dengan ajaran agamanya tetapi juga harus bertoleransi dan
menghargai kepada seluruh lapisan masyarakat yang berbeda-beda agar tercipta keselarasan dan
keharmonian di dalam praktik ekonomi baik itu syariah maupun konvensional pada era VUCA
ini di Indonesia.

Kata Kunci : VUCA, Ekonomi Syariah, Akuntan Syariah, Voltality, Uncertainty ,


Complexity , Ambiguity.

I. PENDAHULUAN

Seperti yang kita ketahui saat ini kita sedang menghadapi era yang disebut dengan era
VUCA yaitu volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity yaitu era yang penuh dengan
ketidakpastian, kompleksitas, dan juga berbagai macam hal yang bersifat ambigu. Pandemi
Covid 19 membawa kita pada situasi VUCA (Fitriani, 2022). Kemudian juga terdapat perang
antara rusia dan ukraina yang semakin mendorong terjadinya VUCA, kemudian juga adanya
perang dagang antara Tiongkok dengan Amerika yang mmepengaruhi ekonomi dan tatanan
dunia yang pada akhirnya Era VUCA ini membuat satu persatu industri yang ada menjadi
berguguran. Pada era VUCA ini kita dapat melihat berbagai macam adaptasi atau peralihan
contohnya yaitu media cetak menjadi media online, dunia otomotif yang juga mulai beralih
menjadi era mobil listrik, dunia perbankan yang menghadapi datangnya pesaing baru yaitu
financial technology (fintech), demikian juga dengan yang dihadapi oleh profesi akuntan
syariah yang erat kaitannya dengan praktik moderasi beragama (Fitriani, 2022).

Selain dengan dihadapinya kita dengan era VUCA , Moderasi beragama juga harus
dipahami sebagai sikap beragama yang seimbang antara pengamalan agama sendiri
(eksklusif) dan penghormatan kepada praktik beragama orang lain yang berbeda keyakinan
(inklusif) di dalam praktiknya termasuk di dalam ekonomi syariah yang nantinya erat
kaitannya dengan akuntan yang memiliki nilai-nilai syariah. Perkembangan ekonomi syariah
di masyarakat memberikan peranan yang sentral dalam sistem tatanan ekonomi yang baru
dengan model bisnis dan inovasi yang terus diperbaharui dengan menyesuaikan kondisi tanpa
mengurangi value sistem ekonomi Islam (Kholifatul & Rahmat, 2022). Tuntutan digitalisasi
di dalam ekonomi syariah didukung dengan adanya pergeseran kepemilikan bisnis yang saat
ini dikuasai oleh generasi milenial, yang mana menyukai kenyamanan dalam bertransaksi
secara online melalui platform digital. Tren ini terus menjadi tumbuh serta merubah pola
style hidup masyarakat , yang menjadikan platform digital diminati oleh masyarakat .
Sebagian besar dipelopori oleh industri e-commerce dan start - up financial technology
(fintech) (Kholifatul & Rahmat, 2022). Pertumbuhan ekonomi syariah saat ini dimulai pada
tahun 2021 hingga sekarang ini terlihat pada terus bertumbuhnya lembaga keuangan berbasis
syariah dan juga meningkatkanya aktivitas di sektor pasar modal syariah, perbankan syariah,
asuransi syariah, lembaga keuangan mikro syariah, dan juga pengelolaan zakat. Presentase
pertumbuhan ekonomi syariah di Indonesia mencapai 40 persen setiap tahun. Pertumbuhan
ekonomi syariah lebih tinggi dibandingkan ekonomi konvensional yang pada angka 19
persen. Dengan terus bertumbuhnya Lembaga keuangan syariah tentunya hal tersebut sangat
erat kaitannya dengan para akuntan yang dimana juga harus merelevansi dengan moderasi
beragama di dalam menjalankan praktik pekerjaan akuntan yang berbasis syariah ini.
Menurut kami isu moderasi beragama bagi akuntan ini relevan pada masa sekarang ini
dikarenakan di dalam era VUCA ini perkembangan ekonomi berbasis syariah juga tumbuh
dengan baik yang anggapannya ekonomi ini membawa label agama di dalamnya, maka dari
itu praktik moderasi beragama bagi akuntan selaku salah satu actor di dalam perkembangan
ekonomi syariah cukup penting.

Seperti yang kita ketahui bahwa negara kita yaitu indonesia kaya dengan
keanekaragaman budaya, agama, suku, dan bahasa, yang mentasbihkan dirinya sebagai salah
satu bangsa yang memiliki masyarakat multikultural. Maka dari itu tak jarang isu-isu yang
menyangkut dengan hal-hal diatas tersebut terjadi di berbagai bidang, salah satunya di bidang
ekonomi. Kemudian juga seperti yang kita ketahui jika terdapat isu SARA dan radikalisme
hal tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan, seperti investor
yang enggan untuk datang dan lain sebagainya. Maka dari itu praktik moderasi beragama
bagi para pelaku ekonomi salah satunya akuntan ini diperlukan dan masih relevan. Moderasi
beragama ini dapat dimaknai sebagai sikap beragama yang seimbang antara pengamalan
agama sendiri dan penghormatan kepada praktik beragama yang berbeda. Jalan tengah inilah
yang diyakini akan menghindarkan masyarakat dari sikap ekstrem dan ekslusif yang
berlebihan (Pipit Aidul Fitriyana, n.d.). Moderasi beragama ini diharapkan terekspresikan
dalam bentuk toleransi aktif yang sangat dibutuhkan dalam mewujudkan harmoni social di
dalam segala bidang termasuk di bidang ekonomi syariah maupun konvensional yang dimana
para akuntan memiliki peran vital di dalamnya, jadi para akuntan ini harus memiliki sikap
toleransi terhadap seluruh golongan masyarakat tetapi juga tetap memperhatikan nilai-nilai
dan prinsip-prinsip beragamanya termasuk dalam melaksanakan kegiatan ekonomi di era
VUCA ini tetapi tetap memperhatikan toleransi dan keselarasan terhadap seluruh lapisan
masyarakat yang berbeda-beda.

II. TINJAUAN LITERATURE

A. Akuntan

Menurut Aulia (2016) profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang menggunakan
keahlian di bidang akuntansi, termasuk pekerjaan sebagai akuntan publik, akuntan internal
yang bekerja pada perusahaan jasa atau dagang, akuntan yang bekerja di pemerintahan, dan
akuntan pendidik yang menyalurkan ilmu akuntansi yang dimilikinya kepada anak didiknya.
Sedangkan Menurut Rahayu & Rusmawan (2010) dalam penelitiannya mengungkapkan
bahwa profesi akuntan merupakan lingkup pekerjaan atau kegiatan akuntansi yang dilakukan
oleh akuntan. Kegiatan akuntansi merupakan suatu proses yang terdiri atas
pengidentifikasian, pengukuran, serta pelaporan informasi ekonomi. Profesi akuntan
dianggap menjadi profesi yang berpeluang dan memiliki kebanggan tersendiri mengingat
keberadaannya sangat tergantung atas pengakuan dan kepercayaan masyarakat. Seorang
akuntan dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus tunduk dan menjunjung tinggi pada
kode etik profesi yang telah ditetapkan yaitu Kode Etik Akuntan Indonesia.

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa akuntan merupakan suatu
profesi yang mencakup kegiatan yang berorientasi pada suatu proses menyajikan laporan
keuangan serta menganalisis suatu kondisi keuangan perusahaan dan komponen lain yang
berhubungan dengan akuntansi yang dimana suatu prosesnya melalui pengidentifikasian,
pengukuran, serta pelaporan informasi ekonomi. Akuntan juga merupakan salah satu profesi
yang menjanjkan dikarenakan peluang berkarirnya cukup besar mengingat banyaknya
perusahaan yang membutuhkan jasa akuntan di karenakan pasti setiap perusahaan akan
berurusan dengan keuangan dan komponen lainnya yang berhubungan dengan akuntansi,
maka dari itu perusahaan perlu seseorang yang ahli di bidang tersebut yaitu akuntan.

B. Moderasi Beragama
KBBI, moderasi memberikan dua pengertian penting yaitu pengurangan
kekerasan dan penghindaran keekstreman sedangkan dalam bahasa Arab moderasi
di-kenal dengan al-wasathiyah yang bermakana terbaik dan paling sempurna sementara
orang yang mempraktekkannya disebut moderat. Dalam mitologi Yunani kuno,
prinsip moderasi sudah dikenal dan dipahatkan pada inskripsi patung Apollo di Delphi
dengan tulisan Meden Agan, yang berarti “tidak berlebihan”. Jika dalam Islam
ada konsep wasathiyah, dalam tradisi Kristen ada konsep golden mean, dalam
tradisi agama Buddha ada Majjhima Patipada, dalam tradisi agama Hindu ada
Madyhamika, dalam Konghucu juga ada konsep Zhong Yong, semua istilah dalam setiap
agama itu mengacu pada satu titik makna yang sama, yakni bahwa memilih jalan tengah
di antara dua kutub ekstrem dan tidak berlebih-lebihan merupakan sikap beragama yang
paling ideal .
Dari beberapa definisi moderasi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
moderasi beragama merupakan suatu sikap yang menampilkan sebuah kewajaran,
kesederhanaan, pengendalian diri, ketenangan, keseimbangan dan sesuai dengan standar
yang bermuara pada keadilan, moderasi ditampilkan ke dalam sikap yang sesuai
batasan, tidak berlebihan dan tidak pula kekurangan, sikap ini mengarah pada inti (core)
sumbu kehidupan yang menunjukkan keseimbangan, keadilan, dan toleransi dalam
menyikapi berbagai perbedaan keagamaan dan keberagaman dalam realitas kehidupan
(Anwar et al., 2022).
Dalam (Hasan, 2021) ciri-ciri moderasi beragama yang harus ditanamkan menurut
Islam yaitu:
1. Wasathiyah (mengambil jalan tengah)
Yaitu pandangan yang mengambil jalan pertengahan dengan tidak berlebih
lebihan dalam beragama dan tidak mengurangi ajaran agama, jalan tengah ini
dapat berarti pemahaman yang memadukan antara teks ajaran agama dan konteks
kondisi masyarakat. Sehingga"wasatiyah" ialah suatu pandangan ataupun perilaku
yang senantiasa berupaya mengambil posisi tengah dari 2 perilaku yang
berseberangan serta kelewatan sehingga salah satu dari kedua perilaku yang diartikan
tidak mendominasi dalam benak serta perilaku seseorang
2. Tawazun ( Seimbang )
Tahawzun merupakan pandangan keseimbangan tidak keluar dari garis yang telah
di tetapkan.Jika ditelusuri istilah tawazun berakar dari kata mizan yang berarti
timbangan. Tapi dalam pemahaman konteks moderasi mizan bukan diartikan sebagai
alat atau benda yang di gunakan untuk menimbang melainkan keadilan dalam semua
aspek kehidupan baik terkait dengan dunia ataupun terkait dengan kehidupan yang
kekal kelak di akhirat. Tawazun pahami dalam konteks moderasi adalah berperilaku
adil , seimbang tidak berat sebelah dibarengi dengan kejujuran sehingga tidak
bergeser dari garis yang telah ditentukan.Sebab ketidakadilan merupakan cara
merusak keseimbangan dan kesesuaian jalanya alam raya yang telah ditetapkan oleh
Allah sang maha kuasa.
3. I’tidal (lurus dan tegas)
I’tidal berasal dari kata bahasa arab yaitu adil yang berarti sama, dalam kamus
besar bahasa Indonesia adil berarti tidak berat sebelah,tidak sewenang wenang.
I’tidal merupakan pandangan yang menempatkan sesuatu pada tempatnya, membagi
sesuai dengan porsinya,melaksankaan hak dan memenuhi kewajiban. Sebagai
seorang muslim kita diperintahkan berlaku adil kepada siapa sajadalam hal apa saja
dan diperintahkan untuk senantiasa berbuat ikhsan dengan siapa saja.Karena keadilan
inilah menjadi nilai luhur ajaran agama, omong kosong kesejahteraan
masyarakat terjadi tanpa adanya keadilan.
4. Tasamuh (Toleransi)
Tasamuh jika ditinjau dari bahasa arab berasal dari kata samhun yang berarti
memudahkan. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia toleransi
berarti bersifat menghargai, membiarkan, membolehkan, sesuatu berbeda ataupun
berlawanan dengan pendirian sendiri. Jadi dapat disimpulkan bahwa toleransi
merupakan perilaku menghargai pendirian orang lain menghargai bukan berarti
membetulkan terlebih bersepakat mengikuti dan membenarkanya. Dalam hal
beragama tidak dibenarkan toleransi dalam ranah keimanan dan ketuhanan. tata
cara ibadah harus sesui dengan ritual dan tempatnya masing masing.
Moderasi memandang bahwa setiap agama benar menurut kepercayaan bagi para
penganutnya penmganutnya masing masing dan tidak dibenarkan menganggap
bahwa semua agama itu benar dan sama. Toleransi hanya boleh dilakukan dalam
ranah sosial dan kemanusiaan untuk menjaga kerukunan dan persatuan.
5. Musawah (persamaan)
Musawah berarti persamaan derajat, islam tidak pernah membeda bedakan manusia
dari segi personalnya semua manusia memiliki derajat yangsama diantara manusia
lainya tidak pandang jenis kelamin, ras, suku, tradisi, budaya, pangkat karena
semuanya telah ditentukan oleh sang pencipta manusia tidak dapat hak untuk
merubah ketetapan yang telah di tetapkan.
6. Syuro ( Musyawarah)
Istilah Syuro berakar dari kata Syawara –Yusawiru yang memiliki arti memberikan
penjelasan, menyatakan atau mengambil sesuatu. Bentuk lain dari kata syawara ialah
tasyawara yang berarti perundingan, saling berdialog bertukar ide sedangkan syawir
memiliki pengertian mengajukan pendapat atau bertukar fikiran. Jadi musyawarah
merupakan jalan atau cara untuk menyelesaikan setiap masalah dengan jalan duduk
bersama berdialog dan berdiskusi satu sama laian untuk mencapai mufakat dengan
prinsip kebaikan bersama di atas segalanya. Dalam konteks moderasi, musyawarah
merupakan solusi untuk meminimalisir dan mengilangkan prasangka dan perselisihan
antar individu dan kelompok, karena musyawarah mampu menjalin komunikasi,
keterbukaan, kebebasan berpendapat, serta sebagai media silaturahmi sehingga akan
terjalin sebuah hubungan persaudaraan dan persatuan yang erat dalam ukhuwah
islamiyah,ukhuwah watoniyah, ukhuwah basariyah dan ukhuwah insaniyah.
7. Ishlah (Reformasi)
Islah berakar dari kosa kata bahasa arab yang berarti memperbaiki atau
mendamaikan. Dalam konsep moderasi, islah memberikan kondisi yang lebih
baik untuk merespon perubahan dan kemajuan zaman atas dasar kepentingan umum
dengan berpegang pada prinsip memelihara nilai nilai tradisi lama yang baik dan
menerapkan nilai nilai tradisi baru yang lebih baik demi kemaslahatan bersama.
Pemahaman ini akan menciptakan masyarakat yang senantiasa menyebarkan pesan
perdamaian dan kemajuan menerima pembaharuan dan persatuan dalam hidup
berbangsa.
8. Awlawiyah(Mendahulukan Perioritas)
al-awlawiyyah adalah bentuk jamak dari kata al-aulaa,yang berarti penting atau
prioritas. Awlawiyah dalam konteks moderasi dalam kehidupan berbangsa harus
mampu memprioritaskan kepentingan umum yang membawa kemaslahatan bagi
kehidupoan berbangsa.
9. Tathawur Wa Ibtikar (dinamis Dan Inovatif)
Tathawwur wa Ibtikar merupakan sifat dinamis dan inovatif yang memiliki
pengertian bergerak dan pembaharu, selalu membuka diri untuk bergerak aktif
partisipasi untuk melakukan pembahrauan sesuai dengan perkembangan zaman
untuk kemajuan dan kemaslahatan umat.Oleh karena itu dari perjalanan sejarah kita
harus belajar, bahwa moderasi membuka peluang kita sebagai bangsa yang besar
untuk terus bergerak dinamis sesuai kapasitas masing-masing dan inovati melakukan
pembaharuan dan trobosan baru jangan hanya diam dan menutup diri dari
perubahan zaman terlena dengan apa yang sudah kita miliki .

10. Tahadhdhur (Berkeadaban)


Berkeadaban meiliki banyak konsep salah satunya adalah ilmu pengetahuan. Ilmu
pengetahuan merupakan cikal bakal sebuah peradaban semakin tinggi ilmu yang di
miliki seseorang maka akan semakin luas memandang,luasnya pandangan
menjadikannya melihat segala sudut arah sehingga akan menjadi pribadi yang
bijaksana, kebijaksanaan /hikmah tercermin dalam tingkahlaku berupa adab atau
moralitas yang tinggi dan mulia. Keberadaban dalam konteks moderasi dalam
kehidupan berbangsa menjadi penting untuk di amalkan karena semakin tinggi abab
seseorang maka akan semakin tinggi pula toleransi dan penghargaannya kepada orang
lain.
C. VUCA
Saat ini kita memasuki era disruptif, dimana banyak terjadi perubahan-perubahan
akibat adanya kemajuan teknologi, yang juga berarti keadaan yang tidak menentu serta
rentan terhadap terjadinya perubahan. VUCA atau Volatility, Uncertainty, Complexity
dan Ambiguity adalah keadaan dimana perubahan terjadi penuh dengan ketidakpastian.
Menurut (Soraya et al., 2022) komponen VUCA dapat dijabarkan dalam poin-poin
berikut:
1. Volatility.
Perubahan–perubahan yang terjadi saat ini bisa dikatakan berada pada kecepatan yang
tidak dapat diperkirakan. Frekuensi, besar maupun perkiraan perubahan tersebut tidak
dapat ditebak, maka dari itu, hal ini yang menjadi penyebab akan ketidakstabilan.
Volatilitas sendiri tidak hanya terjadi pada bidang teknologi maupun bisnis, namun
juga sosial, ekonomi juga. Faktor-faktor inilah yang mempengaruhi laju perubahan.
2. Uncertainty.
Dalam proses untuk mencapai tujuan, ketidak pastian akan selalu ditemukan di setiap
tahapnya. Ketidak pastian dapat dikendalikan dengan informasi. Semakin banyak
informasi dan pemahaman yang dikumpulkan, semakin kecil kemungkinan suatu
ketidak pastian akan muncul. Namun, meskipun banyaknya informasi telah
dikumpulkan sebagai bentuk antisipasi, ada banyak variabel yang tidak dapat
diketahui yang mampu mempengaruhi hasil. Ada banyak batasan yang tidak dapat
ditembus sehingga tercipta variabel-variabel tidak terduga tersebut.
3. Complexity.
Kompleksitas muncul seiring dengan perkembangan yang terus terjadi. Semakin
banyak pembangunan yang dilakukan, semakin berlapis komponen-komponen yang
mengisi, semakin kompleks juga hal yang dihadapi.

4. Ambiguity.
Pada masa ini, sulit menemukan suatu keputusan yang jelas mengarah pada satu titik.
Akan selalu ada dua sisi dari hal apapun itu. Berbeda dengan ketidak pastian,
ambiguitas lebih mengacu kepada pesan yang disampaikan oleh informasi yang
diperoleh. Informasi yang didapat tidak mengacu kepada satu tujuan; maka di situlah
dapat dikatakan adanya ambiguitas. Sementara itu ketidak pastian lebih berpengaruh
terhadap ada atau tidaknya informasi yang dapat mempengaruhi hasil yang ingin
dicapai.

III. Pembahasan
A. Isu Moderasi Beragama di Indonesia
Dalam kerangka membangun dan mengembangkan moderasi beragama di Indonesia,
Kementerian Agama RI telah menyusun buku putih moderasi beragama di Indonesia. Isu
moderasi beragama ini merupakan isu strategis untuk penguatan kerukunan umat
beragama. Hal ini dimaksudkan untuk menangkal paham radikalisme yang lahir dari
pemahaman agama secara ekstrem. Upaya lain yang sejalan dengan itu adalah penguatan
kebudayaan. Pemerintah berkewajiban melindungi, memanfaatkan, dan mengembangkan
kebudayaan Indonesia untuk memajukan kebudayaan di tengah maraknya globalisasi
yang melanda bangsa Indonesia. Pemerintah bersama dengan Komisi X DPR RI telah
mengeluarkan Undang-undang tentang Pemajuan Kebudayaan RI. Undang-undang
Pemajuan Kebudayaan ini merupakan gagasan antarkementerian, yang dipimpin oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Penunjukan Kemendikbud
sebagai koordinator atau pimpinan antar-kementerian tersebut berdasarkan surat Presiden
RI nomor R.12/Pres/02/2016, tanggal 12 Februari 2016, perihal Penunjukan Wakil untuk
Membahas RUU tentang Kebudayaan. Kementerian lain yang masuk dalam tim tersebut
adalah Kementerian Pariwisata, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi, Kementerian Agama, dan Kementerian Hukum dan HAM.
Kementerian Agama sebagai salah satu anggota tim pemajuan kebudayaan
berkewajiban melaksanakan undang-undang ini sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
Kementerian Agama. Kementerian Agama berkewajiban melindungi, memanfaatkan dan
mengembangkan kebudayaan yang bernuansa keagamaan termasuk di dalamnya
manuskrip atau naskah kuno keagamaan. Tugas ini kemudian dilimpahkan kepada Badan
Litbang dan Diklat Kementerian Agama yang di dalamnya termasuk Balai Litbang
Agama Semarang. Selaras dengan hal itu, Balai Litbang Agama Semarang sebagai salah
satu unit pelaksana teknis Kementerian Agama yang memiliki tugas pokok dan fungsi
merumuskan, menetapkan dan melaksanakan kegiatan penelitian dan pengembangan
agama termasuk bidang lektur dan khazanah keagamaan berupaya melakukan penelitian
dan pengembangan warisan kebudayaan yang bernuansa keagamaan termasuk naskah
atau manuskrip keagamaan (Hidayat, 2019).

Penyuaraan moderasi Islam kepada publik (audiens/Masyarakat), dapat


dikelompokkan sebagai berikut:
Tema Moderasi beragama dalam lingkup Nasional-Keindonesiaan. Wacana yang
dimunculkan seputar Moderasi Islam dan Masyarakat Kultural, Akulturasi Budaya,
Peradaban dan Kemanusiaan, Islam Wasathiyah sebagai pembacaan reflektif,
Radikalisme Islam VS Moderasi Islam, Moderasi Islam dan Pluralisme-pluralitas Agama
Indonesia, dan Rumah Ibadah. Tema dan wacana ini menyuarakan pemikiran yang
relevan dengan tujuan Moderasi Islam sebagaimana yang diarahkan oleh pemerintah,
antara lain:
1. Menarik aspek Aqidah dan Syariah Islam ke konsep universalitas Islam.
2. Memahami Islam tidak hanya sebagai Sistem Ibadah, namun juga sistem nilai dengan
mengejawantahkan nilai kehidupan seperti: keadilan, persamaan, keseimbangan,
fleksibilitas, kemudahan, dan toleransi.
3. Harmonisasi hubungan antar agama-agama di Indonesia, dan antar agama dengan
negara Indonesia.
4. Penolakan radikalisme Islam, hidupkan konsep moderasi Islam
5. Moderasi Islam sebagai tatanan sosial dalam membangun karakter siswa yang
berperadaban.
6. Moderasi beragama sebagai sisi ontologis dalam memformulasi keberagamaan Islam
di Indonesia.
7. Konsep moderasi beragama dan pluralitas agama, membentuk gerakan revolusi
mental dalam kehidupan beragama dan berbangsa
8. Moderasi beragama dalam bentuk sikap beragama: tawazun (berkesinambungan),
I’tidal (lurus dan tegas), tasamuh (toleransi), musawah (egaliter), syura
(musyawarah), ishlah (reformasi), aulawiyah (mendahulukan yang prioritas),
tathawwur wa ibtikar (dinamis dan inovatif) (Malik & Busrah, 2021).
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, A. S., Leo, K., Ruswandi, U., & Erihadiana, M. (2022). Internalisasi Nilai-Nilai
Moderasi Beragama Abad 21 melalui Media Sosial. JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan,
5(8), 3044–3052. https://doi.org/10.54371/jiip.v5i8.795

Fitriani, A. P. (2022). PERAN AKUNTAN SYARIAH DALAM MENGHADAPI SOCIETY 5.0


PADA ERA VUCA Ajeng Pipit Fitriani Institut Agama Islam Negeri Ponorogo, Indonesia.
Journal of Islamic Banking and Finance, 2(1), 73–86.

Hasan, M. (2021). Prinsip Moderasi Beragama Dalam Kehidupan Berbangsa. Jurnal Mubtadiin,
7(2), 111–123. https://journal.an-nur.ac.id/index.php/mubtadii

Hidayat, R. A. (2019). Moderasi Beragama, Wacana Pemajuan Kebudayaan dan Pelestarian


Naskah Keagamaan di Indonesia. Policy Brief Penelitian Isu-Isu Aktual Bidang Lektur,
Khazanah Keagamaan, Dan Manajemen Organisasi Tahun 2019, 1–5.

Kholifatul, H. A., & Rahmat, F. M. (2022). Digitalisasi Perbankan Syariah di Era VUCA. Sharia
Economic Journal, 01(01), 27–36.

Malik, A., & Busrah, B. (2021). Relasi Pemerintah dan Akademisi dalam Isu Moderasi
Beragama di Indonesia. Substantia: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 23(2), 120.
https://doi.org/10.22373/substantia.v23i2.9167

Pipit Aidul Fitriyana, dkk. (n.d.). Dinamika Moderasi Beragama Di Indonesia.

Soraya, N. A., Tias, S. A., Ayu, K., Pertahanan, I., Pertahanan, T., Pertahanan, U., & Indonesia,
R. (2022). Nasionalisme Bangsa Di Era Vuca (Volatility, Uncertainty, Complexity Dan
Ambiguity). Jurnal Kewarganegaraan, 6(1). https://doi.org/10.31316/jk.v6i1.2701

Anda mungkin juga menyukai