4. Bagaimana menurut anda perwujudan orientasi nilai dalam ilmu dan prosfesi
psikologi ?
Jawaban:
Aksiologi adalah bagian filsafat yang membahas masalah nilai kegunaan dari nilai
pengetahuan dan sifat, watak serta kebiasaan merupakan istilah yang merujuk pada
etika. Objek material etika adalah tingkah laku atau perbuatan manusia berupa
perbuatan yang dilakukan secara sadar dan bebas, sedangkan objek formal etika
adalah kebaikan dan keburukan atau bermoral dan tidak bermoral dari tingkah laku
tersebut (Suriasumantri, 1987). Penerapan etika sangat butuhkan dalam berbagai
disiplin ilmu, salah satunya adalah ilmu psikologi. Aliran Yunani menjelaskan
bahwa bentuk tertinggi dari ilmu adalah kebijaksanaan, di sini terlihatlah suatu
sikap etika.
Dalam membangun kepercayaan masyarakat untuk menghargai profesi psikolog,
maka diperlukan kepastian jaminan perwujudan dari upaya meningkatkan
kesejahteraan psikologi bagi seluruh masyarakat dan tata nilainya yang dibuat oleh
komunitas psikologi. Sehingga HIMPSI sebagai satu-satunya wadah komunitas
psikologi di Indonesia, telah menghimpun nilai-nilai moral yang hakiki dalam
bentuk Kode Etik Psikologi Indonesia yang berfungsi sebagai standar pengaturan
diri bagi Psikolog dan Ilmuwan Psikologi. Hal ini bertujuan untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat.
Salah satu penekanan nilai profesionalisme seorang psikolog terletak pada etika
dalam menyampaikan hasil pemeriksaan psikologis dengan menjaga kejujuran dan
kerahasiaan data.
Kerahasiaan data adalah suatu keharusan utama yang harus di perhatikan dan
diprioritaskan oleh para praktisi kesehatan mental. Kerahasiaan bahkan oleh para
psikolog dianggap sebagai kewajiban etis yang terpenting.
5. Salah satu asas – asas yang terkandung dalam kode etik bagi profesi yaitu asas
konfidensial, asa privasi,asas hak istimewa / Previlage?
Jawaban:
Asas Konfidentialitas (confidentiality) yaitu dalam menjalankan tugas
profesinya, psikolog dan ilmuan psikologi harus memegang teguh
kerahasiaan segala sesuatu yang diketahuinya sebagai akibat atau hasil dari
pekerjaan profesinya. Oleh karena itu dalam menjalankan praktek sebagai
psikolog harus dapat menyimpan rahasia kliennya. Jika hal ini dapat
dilakukan dengan baik, maka masyarakat yang akan memerlukan jasa
psikologi tidak akan takut atau ragu bahwa rahasia pribadinya akan
tersebarluaskan atau diberitahukan kepada orang lain yang seharusnya
memang tidak perlu mengetahui. Apabila terjadi rahasia klien (akan)
disebarluaskan atau diberitahukan kepada orang lain berarti bisa dianggap
membuka aib seseorang yang seharusnya dilindungi oleh psikolog yang
memberikan jasanya; dengan memegang asas konfidentialitas diharapkan
dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi psikologi
yang selanjutnya justru mendatangkan keuntungan (martabat, finansial, dan
lain-lain) kepada psikolog yang bersangkutan khususnya dan psikolog yang
lain pada umumnya.
Asas Privasi (privacy) yaitu asas tentang adanya hak seorang individu untuk
membuat keputusan bagi dirinya sendiri mengenai pikiran, perasaan, atau
data dirinya yang dapat diberikan pada orang lain (psikolog). Berdasarkan
asas ini seorang psikolog tidak boleh memaksa klien (individu) untuk
memberikan pernyataan atau data tentang dirinya yang menurut klien
tersebut dianggap sebagai suatu rahasia yang harus disimpan baik-baik.
Dalam proses konsultasi psikologi, klien berhak memilih untuk menetapkan
bagian mana dari perasaan atau pikiran dan data lain yang akan diberikan
kepada psikolog sesuai kebutuhannya. Dalam hal ini, keterampilan psikolog
untuk dapat menggunakan teknik-teknik tertentu sebagai jurus andalannya
mendapat tantangan dalam menghadapi klien tanpa mengorbankan dan
melanggar asas privasi yang dimiliki lien. Secara profesional psikolog
tertantang untuk dapat menggungkap persoalan sebenarnya yang dihadapi
klien, sedang dilain pihak secara ikhlas mau memberikan data yang
diperlukan tanpa merasa dilanggar hak privasinya.
Asas hak istimewa (privilege) yaitu adanya hak tertentu bagi klien untuk
mengatakan atau tidak mengatakan tentang sesuatu mengenai dirinya
kepada orang lain yang memiliki hubungan kepentingan tertentu. Hal ini
bisa juga disebut sebagai adanya hak kekebalan bagi klien untuk melindungi
dirinya dari pengetahuan orang lain (dalam hal ini psikolog). Seorang klien
mungkin karena alasan tertentu memiliki kekhawatiran atau masih agak
kurang percaya bahwa psikolog yang menanganinya akan menyimpan
rahasia dirinya dengan baik setelah pross konsultasi, sehinggga akan
menggunakan hak privasi dan kekebalannya.
Pengguna hak privasi serta kekebalan klien tidak terlepas dari kepercayaan
klien terhadap asas konfidentialitas. Jika hal ini terjadi berarti proses
konsultasi akan mengalami hambatan atau ketidaksempurnaan. Oleh karena
itu, peningkatan profesionalisme dalam menjalankan praktek sebagai
psikolog menjadi kewajiban/tuntutan tiap sarjana psikolog (indonesia).
Dengan menggunakan asas-asas kode etik tersebut, seorang psikolog
dihadapkan pada keterbatasan-keterbatasan tertentu dalam menjalankan
praktek profesinya.
6. Siapakah yang membuat kode etik profesi dan adakah syarat – syarat yang harus
ditetapkan?
Jawaban:
Pembuatan kode etik itu sendiri harus dilakukan oleh profesi yang bersangkutan.
Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri harus menjadi hasil Self
Regulation (pengaturan diri) dari profesi. Dengan membuat kode etik, profesi sendiri
akan menetapkan hitam atas putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang
dianggapnya hakiki. Hal ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode
etik yang berisikan nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang
bis mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan
untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen.
Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah
bahwa pelaksanaannya di awasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan
mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan pada pelanggar kode etik.
Hambatan subjektif
a) Keterbatasan pengetahuan tentang masalah yang dihadapi
b) Keterbatasan ketrampilan untuk memecahkan masalah yang dihadapi
c) Keterbatasan alat diagnosis yang cocok/sesuatu dengan kasus/masalah yang
dihadapi
d) Keterbatasan komunikasi dengan klien, karena kesulitan bahasa atau tingkat
kecerdasannya.
Untuk mengatasi berdagai keterbatasan tersebut, jalan paling baik adalah jika
psikolog yang bersangkutan mau belajar terus menerus untuk lebih meningkatkan
kemampuan sehingga hambatan tersebut tidak akan terjadi lagi. Hambatan subjektif
lebih bersumber pada kepribadian psikolog yang bersangkutan yaitu menyangkut
sikap mental (moral).
Hambatan objektif
Diantara sumber hambatan objektif antara lain adalah karena pengaruh
kemajuan teknologi yang pesat, sementara psikolog belum atau tidak
mengikuti perkembangan, sehingga akibatnya diagnosis yang diterapkan
tidak/ kurang sesuai dengan kebutuhan.
praktek psikologi adalah kegiatan yang dilakukan oleh psikolog yang
memberikan jasa dan praktek kepada masyarakat dalam pemecahan masalah
psikologis yang bersifat individual maupun kelompok dengan menerapkan
prinsip psikodiagnotik.
Konten ini telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "(Pentingnya) Etika dan
Kode Etik dalam Psikologi", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/aisditaniar.rj/54f703eca333110f248b45d8/
pentingnya-etika-dan-kode-etik-dalam-psikologi (diakses pada tgl 22 Nov 2022)
http://komputerisasi-akuntansi-d4.stekom.ac.id/informasi/baca/Empat-Prinsip-
Etika-Profesi-Beserta-Pengertiannya/
514893fe9287ccce7338a10a8c9ff53d1b02f82b (diakses pada tgl 22 Nov 2022)
https://www.amongguru.com/perbedaan-profesi-profesional-profesionalitas-dan-
profesionalisme/ (diakses pada tanggal 22 Nov 2022)
https://www.ekrut.com/media/cara-menghadapi-masalah
https://prodi4.stpn.ac.id/wp-content/uploads/2020/2020/Modul/Semester%207/
MODUL_etika_d4%202019/etika%20profesi%20d4%202019.pdf
https://blog.justika.com/pidana-dan-laporan-polisi/contoh-pelanggaran-kode-etik-
profesi/ (diakses pada tgl 23 November 2022)
file:///D:/Users/LPP2/Downloads/darmana,+53-58+(Windar+Ningsih).pdf
http://fonilagamakin.blogspot.com/2015/03/kode-etik-psikologi-indonesia-dan-
ijin.html