Anda di halaman 1dari 30

BAB I

SISTEM INFORMASI AKUNTANSI KEUANGAN DAN AKUNTANSI


MANAJEMEN

SISTEM INFORMASI AKUNTANSI KEUANGAN


Sistem akuntansi perusahaan dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu sistem akuntansi
keuangan dan sistem akuntansi manajemen. Sistem akuntansi keuangan merupakan sistem
yang dirancang unutk menghasilkan laporan keuangan pada pihak-pihak diluar pengelola
perusahaan, seperti pemegang saham, kreditur, pajak, dan lain-lain.
KARAKTERISTIK SISTEM AKUNTANSI MANAJEMEN
Sistem akuntansi manajemen merupakan suatu sistem akuntansi yang dirancang perusahaan
untuk memberikan informasi kepada pihak-pihak pengelola perusahaan, agar mereka dapat
menjalankan kegiatan mereka dengan lebih baik, karena itu informasi sistem akuntansi
manajemen tidak perlu mengikuti aturan main tertentu selama informasi tersebut berguna
bagi manajer. Ada tiga hal yang menyebabkan sistem akuntansi keuangan dan sistem
akuntansi manajemen tidak dapat disatukan, adalah sebagai berikut:
1) Sistem akuntansi keuangan dirancang untuk menghasilkan laporan keuangan
perusahaan secara keseluruhan.
2) Waktu pelaporan sistem akuntansi keuangan terlalu lama.
3) Sistem akuntansi keuangan melaporkan sesuatu yang sudah terjadi.
4) Penyusunan laporan akuntansi keuangan menggunakan asumsi yang berbeda.
Biasanya sistem akuntansi keuangan yang dimiliki perusahaan telah mencatat secara terpisah
pendapatan yang diperoleh perusahaan untuk masing-masing produk atau pelanggan. Namun
demikian hal serupa tidak terjadi pada pencatatan beban atau biaya perusahaan.
→ Biaya langsung merupakan biaya-biaya yang dapat ditelusuri dengan akurat pada
masing-masing obyek biayanya. Contoh dari biaya langsung adalah biaya bahan baku
langsung, maupun biaya buruh langsung.
→ Obyek biaya adalah “tempat” dimana biaya tersebut akan dibebankan. Obyek biaya
dapat berupa produk, pelanggan, departemen, aktivitas, dan sebagainya.
→ Biaya tidak langsung merupakan biaya yang dipakai secara bersama-sama untuk
keseluruhan produk yang dihasilkan atau dijual perusahaan. Dasar alokasi biaya tidak
langsung yang biasanya dipakai perusahaan adalah:
1) Unit produksi
2) Unit terjual
3) Jam buruh langsung
4) Biaya buruh langsung
5) Biaya bahan baku langsung
6) Jam mesin
Sistem akuntansi keuangan, pada dasarnya hanya melaporkan sesuatu yang sudah terjadi
dimasa lampau. Sebaliknya sistem informasi akuntansi manajemen menghendaki angka-
angka yang berorientasi pada masa depan. Sistem akuntansi keuangan dan sistem akuntansi
manajemen perusahaan tidak dapat digabungkan, karena masing-masing memiliki ketentuan
yang berbeda. Hal ini disesuaikan dengan konsep different costs for different purposes, yang
berarti untuk tujuan yang berbeda, perusahaan memerlukan klasifikasi biaya yang berbeda.
Untuk penyusunan laporan keuangan, klasifikasi biaya yang dibutuhkan adalah biaya produk
dan biaya periode, sedangkan untuk akuntansi manajemen klasifikasi biaya yang dibutuhkan
adalah biaya tetap dan biaya variabel.
TAHAP PENGEMBANGAN SISTEM AKUNTANSI PERUSAHAAN
Menurut Kaplan dan Cooper (1999), pengembangan sistem akuntansi perusahaan dapat
dilakukan dalam empat tahap, yaitu:
1) Tahap Pertama – Tahap belum sempurna, karena sebagian perusahaan yang baru
membuat sistem akuntansi, maka masih banyak kesalahan yang dibuat dalam
menyusun laporan keuangan tersebut.
2) Tahap Kedua – Penekanan pada sistem informasi keuangan. Perusahaan akan
memiliki sistem informasi akuntansi manajemen yang kurang memadai, karena
memaksakan mengambil informasi akuntansi manajemen dari sistem informasi
keuangan yang memiliki karakteristik yang berbeda.
3) Tahap Ketiga – Pemisahan antara sistem akuntansi keuangan dan sistem akuntansi
manajemen. Dalam tahap ini, perusahaan memiliki sistem yang terpisah antara
akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen.
4) Tahap Keempat – Tahap Integrasi. Dalam tahap ini sistem akuntansi keuangan dan
akuntansi manajemen disatukan dalam sistem informasi perusahaan yang terintegrasi,
seperti dalam konsep Enterprise Resource Planning (ERP). Dalam konsep ini
walaupun terintegrasi, sistem akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen tetap
memiliki modul yang berbeda.
AKUNTANSI BIAYA (COST ACCOUNTING)
→ Akuntansi biaya mempelajari perhitungan biaya produksi per unit dengan tujuan
untuk memberikan nilai pada persediaan yang dimiliki perusahaan, dan sekaligus
menetapkan nilai beban popok penjualn pada periode tersebut.
→ Akuntansi manajemen berbicara mengenai bagaimana cara menyedikan informasi
akuntansi, serta teknik-teknik yang dapat dilakukan oleh manajemen dalam proses
perencanaan, pengendalian (termasuk penilaian kinerja), serta pengambilan
keputusan.
→ Manajemen biaya, merupakan bagian dari akuntansi manajemen yang bertujuan untuk
memberikan informasi bagi manajemen agar dapat melakukan pengelolaan biaya
perusahaan dengan lebih baik lagi. Dengan kata lain, tujuan utama dari manajemen
biaya adalah efisiensi biaya.

PEMBAHASAN TOPIK DALAM AKUNTANSI BIAYA


Menurut Kaplan dan Johnson (1987), sejarah awal perancangan sistem akuntansi biaya
memang tidak mempermasalahkan keakuratan perhitungan biaya produksi per unit, karena
orang-orang tersebut mengetahui bahwa sistem tersebut memang hanya dirancang untuk
tujuan inventory costing. Sistem akuntansi biaya ini tidak pernah dirancang untuk
dipergunakan bagi manajer untuk pengambilan keputusan, karena ketidakakuratan dalam
perhitungan biaya produksi tersebut. Contoh-contoh topik alokasi biaya yang tidak akurat
dalam akuntansi biaya adalah:
1) Sistem biaya pesanan (Job Order Costing)
2) Sistem biaya proses (Process Costing)
3) Joint Costs
4) Alokasi Biaya Departemen Penunjang (Support Departemen Cost Allocation)
5) Perlakuan akuntansi untuk barang cacat (Scrap,Rework. Dan Spoilage)

BAB III
PENGGUNAAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA UNTUK EFISIENSI

OPERATING ACTIVITY BASED MANAGEMENT


Dalam penerapan activity baces management, maka model activity based costing yang harus
dipakai adalah model activity based costing yang memisalahkan antara fleksibel dengan
biaya committed. Tanpa pemisahan tersebut, perusahaan akan mengalami kesulitan untuk
melakukan monitoring dari dampak efisiensi terhadap pengurangan biaya perusahaan. Hal ini
disebabkan karena tidak semua biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan akan otomatis
berkurang meskipun perusahaan menghilangkan semua aktivitas-aktivitas yang dilakukannya.
Hanya biaya yang bersifat fleksibel yang akan hilang, sedangkan biaya yang bersifat
committed tidak otomatis hilang.
Jika dalam activity based costing, aktivitas-aktivitas yang dilakukan perusahaan dapat dibagi
menjadi empat tingkatan, yaitu unit level, batch level, dan facility level, maka dalam activity
based management biasanya aktivitas perusahaan akan dibagi menjadi dua bagian yang besar,
aktivitas yang memiliki nilai tambah (value added activities), dan aktivitas-aktivitas yang
tidak memiliki nilai tambah (non value added activities). Value added activities adalah
aktivitas-aktivitas yang memiliki nilai tambah di mata konsumen, akibatnya konsumen mau
membayar lebih karena perusahaan melakukan aktivitas tersebut.
EFFISIENSI BIAYA DALAM OPERATING ACTIVITY BASED MANAGEMENT
Dalam konsep activity based management, effisiensi aktivitas dapat dilakukan dengan empat
cara, yaitu:
1) Penghilangan aktivitas (activity elimination)
Tujuan utamanya adalah untuk menghilangkan aktivitas, dengan harapan jika aktivitas
dihilangkan maka biaya-biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas itu juga dapat
dihilangkan.
2) Pengurangan aktivitas (activity reduction)
Untuk aktivitas yang tidak dapat dihilangkan sepenuhnya, maka perusahaan dapat
menghasilkan tingkat output yang sama dengan mempergunakan aktivitas yang lebih
sedikit. Cara ini yang disebut dengan activity reduction. Salah satu cara untuk
melakukan activity reduction adalah dengan memperbanyak unit produksi yang dibuat
dalam satu batch.
3) Pemilihan aktivitas (activity selection)
Perusahaan akan memilih alternatif aktivitas yang lebih murah.
4) Activity Sharing
Tujuannya adalah untuk mengurangi besarnya kapasitas menganggur perusahaan.
Dalam proses efiisiensi ini, perusahaan harus memihak effek biaya untuk keseluruhan
aktivitas yang dilakukan perusahaan. Dalam konsep operating activity based management
adalah mencari tolok ukur yang dapat dipergunakan untuk memonitor kemajuan dari proses
effiensi yang dilakukan perusahaan. Tolok ukur yang dipergunakan sebaiknya dilihat dari tiga
sisi, yaitu biaya, waktu, dan kualitas.
BIAYA KUALITAS (COST OF QUALITY)
Konsep biaya kualitas disarankan dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan yang
mengaplikasikan program gusus kendali mutu (GKM). Tujuan dari proses GKM adalah untuk
menghasilkan barang yang berkualitas. Berkualitas dalam hal ini memproduksi barang yang
sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan perusahaan. Proses pembuatan barang yang
berkualitas tersebut dilakukan dengan konsep zero defect.
Biaya kualitas yang dikeluarkan perusahaan dapat dibagi menjadi empat bagian besar, yaitu:
1) Biaya pencegahan (prevention costs)
2) Biaya pemeriksaan (appraisal costs)
3) Biaya kegagalan internal (internal failure costs)
4) Biaya kegagalan eksternal (external failure costs)
Monitoring terhadap pergerakan biaya kualitas dapat dilakukan melalui perbandingan rasio
dari satu periode ke periode lainnya. Rasio-rasio yang akan dibuat adalah:
→ Total biaya kualitas/penjualan
→ Biaya pencegahan/penjualan
→ Biaya pemeriksaan/penjualan
→ Biaya kegagalan internal/penjualan
→ Biaya kegagalan eksternal/penjualan
BIAYA KUALITAS TERSEMBUNYI (HIDDEN QUALITY COSTS)
Biaya-biaya tidak dapat dilihat secara langsung pada catatan akuntansi perusahaan, namun
harus diukur secara khusus. Cara menghitung biaya kualitas tersembunyi tersebut ddapat
digunakan dengan cara Taguchi quality los function.
Rumus-rumus yang dipakai untuk menghitung hidden quality loss dalam konsep ini adalah:

L(y) = k (y – T)2
Sedangkan konstanta k dapat diperoleh dengan rumus berikut:
k = c/d2
LEAN PRODUCTION
Konsep lean production bertujuan untuk membuat perusahaan menjadi kurus (lean) dengan
cara membuangs egala aktivitas-aktivitas dan juga biaya yang tidak memiliki nilai tambah
bagi perusahaan. Perusahaan yang menerapkan konsep lean, biasanya mengorganisir
perusahaan mereka berdasarkan value stream. Dari sisi akuntansi manajemen, konsep value
stream ini akan membuat perhitungan biaya per produk menjadi lebih mudah, karena semua
biaya-biaya yang dikeluarkan pada value stream tersebut merupakan biaya langsung bagi
produk tersebut.

BAB IV
PENGGUNAAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA UNTUK PENGAMBILAN
KEPUTUSAN STRATEJIK – PELANGGAN

PERMASALAHAN DALAM PERHITUNGAN PROFITABILITAS PELANGGAN


Masalah yang timbul dalam melakukan perhitungan profitabilias pelanggan adalah:
→ Masalah pendapatan yang diterima perusahaan
→ Masalah dalam sistem akuntansi perusahaan, pengurangan-pengurangan tersebut tidak
dikaitkan langsung dengan akun masing-masing pelanggan, namun dicatat secara
agregat pada catatan keuangan perusahaan, sehingga sulit untuk melihat berapa
sebenarnya pendapatan bersih perusahaan.
ANALISIS PROFITABILITAS PELANGGAN DENGAN ACTIVITY BASED
COSTING
Activity based costing membantu perusahaan untuk mengidentifikasikan biaya yang
dibutuhkan untuk melayani pelanggan. Prinsip perhitungannya untuk pelanggan pada
dasarnya sama dengan modul activity based costing. Perbedaanyan adalah obyek biaya (cost
object) yang dipakai adalah pelanggan, dan terdapat satu jenus tambahan aktivitas, yaitu
aktivitas tingkatan pelanggan. Aktivitas-aktivitas ini adalah aktivitas yang besar kecilnya
tergantung dari jumlah pelanggan yang dimiliki perusahaan. Semakin banyak pelanggan,
maka semakin tinggi pula biaya dan aktivitas tingkatan ini.
Menurut Cooper dan Kaplan (1999), alokasi biaya pelanggan akan menemukan
penggolongan pelanggan sebgai berikut:

Gambar tersebut menjelaskan, jika dilihat dari sudut profitabilitas, maka jenis-jenis
pelanggan dapat dibagi menjadi empat, yaitu:
→ Cheap
→ Passive
→ Savvy
→ Agressive
Penggolongan pelanggan berdasarkan profitabilitas dan cost to serve akan membuat
perusahaan memahami gambaran pelanggan yang saat ini mereka miliki, dan kemudian
perusahaan daapt mengambil keputusan yang tepat dalam mengelola pelanggan-pelanggan
tersebut.
MENINGKATKAN PROFITABILITAS PELANGGAN
Terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan profitabilitas
pelanggan mereka, diantaranya:
1) Memperbaiki proses.
2) Activity Based Pricing adalah menentukan harga berdasarkan aktivitas.
3) Mengelola hubungan dengan pelanggan dengan tujuan untuk membujuk pelanggan
membeli lebih banyak lagi produk atau jasa perusahaan.
4) Lebih disiplin dalam memberikan diskon dan allowances.
MENGHUBUNGKAN PRODITABILITAS DAN LOYALITAS PELANGGAN
Menghubungkan profitabilitas pelanggan dengan loyalitas pelanggan akan menghasilkan
empat golongan pelanggan, yaitu:
→ Butterflies
→ True-Friends
→ Barnacles
→ Strangers
CUSTOMER LIFETIME VALUE
Cara kedua untuk mengukur profitabilitas pelanggan adalah dengan mempergunakan konsep
CLV atau customer lifetime value. Konsep CLV akan menghitung berapa profitabilitas
pelanggan perusahaan bukan hanya dalam satu periode, namun dari beebrapa periode.
Rumusan untuk menghitung customer lifetime value adalah:

Dimana
Mt = tingkat keuntungan (pendapatan dikurangi biaya)
dari pelanggan pada tahun t
Ct = tambahan biaya untuk mempetahankan pelanggan
pada tahun t
i = biaya permodalan (cost of capital)

BAB V
PENGGUNAAN SISTEM MANAJEMEN BIAYA UNTUK PENGAMBILAN
KEPUTUSAN STRATEJIK – PRODUK

DEFINISI TARGET COSTING


Sakurai (1996) mengatakan bahwa target costing dapat didefinisikan sebagai suatu alat
manajemen biaya yang dapat dipergunakan untuk mengurangi biaya dari suatu produk,
selama masa hidup produk tersebut, sedangkan kato (1995), mengatakan bahwa dalam
kenyataannya target costing bukan merupakan suatu teknik untuk mengkuantifikasikan biaya,
namun merupakan suatu program pengurangan biaya yang menyeluruh, yang bahkan sudah
dimulai sebelum rancangan pertama dari produk tersebut disusun. Target costing merupakan
suatu pendekatan untuk mengurangi biya dari suatu produk yang baru sepanjang masa hidup
dari produk tersebut.
LIFE CYCLE COSTING
Peranan target costing adalah mengurangi biaya produk selama masa hidup dari produk
tersebut. Karena itu konsep target costing tidak dapat dipisahkan dengan konsep life cycle
costing.
Menurut Hansen dan Mowen (2011), definisi dari life cycle cost dapat dilihat dari dua sisi,
yaitu:
1) Product life cycle
2) Consumable life cycle
Dalam product life cycle, siklus hidup produk dapat dibagi menjadi lima tahapan, yaitu:
→ Tahap pengenalan (introduction stage)
→ Tahap pertumbuhan (growth stage)
→ Tahap maturitas (maturity stage)
→ Tahap penurunan (decline stage)
Life cycle cost management memberikan penekanan pada pengurangan biaya, dan bukan pada
pengendalian biaya. Target costing menjadi alat yang amat berguna untuk melakukan
pengurangan biaya pada tahap perancangan produk. Consumable life – cycle melihat siklus
hidup produk dari sudut pandang pemakaian oleh pelanggan. Model ini membagi siklus
hidup produk menjadi empat tahap, yaitu:
1) Pembelian
2) Pengoperasian
3) Pemeliharaan
4) Pembuangan (disposal)
TAHAPAN PENERAPAN TARGET COSTING
Menurut Kaplan dan Norton (1999) terdapat empat tahapan yang harus dilalui perusahaan
dalam Target costing. Keempat tahapan tersebut adalah:
1) Market driven costing
2) Product level target costing
3) Component level target costing
4) Chained target costing
Market Driven Costing
Dalam market driven costing, perusahaan akan menentukan target harga jual dari produk baru
tersebut. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengambil harga jual dari produk
yang sudah ada, dan harga jual tersebut disesuaikan dengan fitur-fitur tambahan yang
terdapat dalam produk baru tersebut.
Product Level Target Costing
Perusahaan akan menghitung current cost untuk membuat produk tersebut. Current cost
merupakan biaya-biaya yang akan dikeluarkan perusahaan untuk membuat barang tersebut
dalam kondisi perusahaan saat ini.
Pada dasarny terdapat tiga cara pengurangan biaya yang dapat dilakukan perusahaan, yaitu:
→ Reverse engineering
Perusahaan akan membongkar produk sejenis yang dihasilkan oleh pesaing untuk
menemukan rancangan produk yang lebih efisien.
→ Value analysis
Perusahaan berusaha untuk memperbandingkan antara biaya komponen untuk
menghasilkan fitur-fitur yang dikehendaki oleh konsumen.
→ Perbaikan proses (process improvement)
Perusahaan berusaha untuk mencari cara-cara atau metode produksi yang lebih efisien
untuk membuat produk tersebut.
Component Level Target Costing
Dalam value analysis untuk component level target costing, perusahaan akan
memperbandingkan antara biaya per unit dari masing-masing komponen untuk memproduksi
barang tersebut dengan kontribusi komponen tersebut terhadap functional dari produk
tersebut berdasarkan apa yang diinginkan oleh konsumen.
Chained Target Costing
Setelah semua target biaya komponen ditentukan, maka perusahan akan meminta pemasok-
pemasok perusahaan untuk mencapai target biaya komponen tersebut. Para pemasok akan
terdorong untuk mencapai target biaya komponen, karena bila pemasok tersebut dapat
mencapai target biaya komponen, maka perusahaan akan memberikan kontrak untuk
memasok komponen tersebut selama hidup dari produk.
Target cost yang telah ditentukan perusahan harus dapat dicapai. Jika saat mau diperoduksi
ternyata terdapat komponen yang mengalami kenaikan harga, maka perusahaan harus
mencari jalan untuk mengurangi biaya dari komponen lainnya. Hal yang penting adalah biaya
yang dikeluarkan perusahaan tidak boleh melebihi target costnya.
BAB VI
PENGGUNAAN INFORMASI AKUNTANSI UNTUK PENGAMBILAN
KEPUTUSAN JANGKA PENDEK

LANGKAH-LANGKAH DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Langkah – Langkah yang harus dilakukan dalam melakukan pengambilan keputusan,
termasuk didalamnya pengambilan keputusan jangka pendek, antara lain sebagai berikut:
1) Menyadari adanya permasalahan dan mendefinisikan permasalahan tersebut.
2) Mengidentifikasikan alternatif-alternatif yang dapat dipergunakan untuk memecahkan
masalah tersebut.
3) Mengidentifikasikan perkiraan biaya yang akan dikeluarkan dan pendapatan yang
akan diterima untuk setiap alternatif yang telah dipilih dan memperbandingkan biaya
dan pendapatan relevan untuk setiap alternatif.
4) Menilai dampak atau factor kualitatif dari setiap alternatif tersebut terhadap tujuan
perusahaan secara keseluruhan.
5) Memilih alternatif yang paling menguntungkan, namun tidak bertentangan dengan
tujuan perusahaan.
KONSEP-KONSEP BIAYA DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
→ Sunk Costs
Biaya-biaya yang sduah terjadi atau sudah dikeluarkan perusahaan.
→ Opportunnity Costs
Kesempatan yang hilang karena perusahaan memilih suatu alternatif tertentu
dibandingkan dengan alternative lainnya.
→ Relevant Costs
Biaya yang dapat dipakai sebagai informasi untuk pengambilan keputusan.
PENERAPAN KONSEP BIAYA RELEVAN DALAM SITUASI TERTENTU
1) Pesanan Khusus (Special Order)
2) Membuat Sendiri atau Membeli dari Luar (Make or Buy)
3) Mempertahankan atau Menghentikan (Keep or Drop)
4) Langsung Dijual atau Diproses Lebih Lanjut (Sell or Process Further)
5) Penentuan Bauran Produk dengan Kendala
PENGAMBILAN KEPUTUSAN JANGKA PENDEK DENGAN ACTIVITY BASED
COSTING
Salah satu permasalahan yang timbul dalam konsep biaya relevan adalah pengumpulan
alokasi tradisional dalam penentuan tarif biaya overhead, baik itu merupakan biaya overhead
tetap maupun biaya overhead variabel.
Dalam konsep activity based costing, biaya dikeluarkan untuk membayar sumberdaya yang
dipakai perusahaan untuk melakukan aktivitas. Pada dasarnya terdapat dua sifat sumberdaya
yang akan dipakai perusahaan, yaitu fllexibel resources dan committed resources.
TEORI KENDALA (THEORY OF CONSTRAINT)
Teori kendala merupakan suatu konsep yang mencoba memaksimalkan keuntungan
perusahaan yang beroperasi dengan kendala-kendala yang dihadapi. Kendala yang dihadapi
dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu kendala internal dan kendala eksternal. Teori kendala
mengatakan bahwa perusahaan harus dapat mengelola kendala-kendala tersebut sehingga
dapat memaksimalkan keuntungannya.
Keuntungan dalam konsep ini didefinisikan sebagai throughput. Throughput adalah penjualan
dikurangi dengan biaya bahan mentah langsung. Konsep ini mirip dengan konsep marjin
kontribusi, hanya dalam konsep throughput biaya yang dianggap sebagai biaya variabel
hanyalah biaya bahan mentah langsung.
Ada lima langkah yang harus diterapkan dalam konsep ini, yaitu:
1) Tentukan kendala yang dihadapi perusahaan
2) Manfaatkan (exploit) kendala tersebut dengan semaksimal mungkin.
3) Semua keptusan-keputusan lain harus disesuaikan dengan keputusan yang terkait
dengan kendala tersebut.
4) Meningkatkan hal yang terkendala.
5) Jika kendala sudah terpecahkan, maka kembali lagi pada langkah pertama.

BAB VIII
AKUNTANSI MANAJEMEN LINGKUNGAN

FUNGSI AKUNTANSI MANAJEMEN LINGKUNGAN


Menurut IFAC (2005), akuntansi manajemen lingkungan (environmental management
accounting) merupakan pengelolaan lingkungan sekaligus kinerja ekonomi organisasi melalui
pengembangan dan implementasi system dan praktek akuntansi yang sesuai dengan
kebutuhan organisasi tersebut.
Terdapat tiga hal utama dalam akuntansi manajemen lingkungan, yaitu:
 Kepatuhan (compliance)
 Eco-effisien
 Posisi stratejik
PENGELOLAAN DAN PENGENDALIAN BIAYA LINGKUNGAN
Pengelolaan dan pengendalian biaya lingkungan dapat dilakukan dengan membagi biaya
yang terkait dengan biaya lingkungan menjadi empat bagian, yaitu:
1) Biaya lingkungan yang bersifat pencegahan (Enviromental prevention costs)
2) Biaya lingkungan yang bersifat pemeriksaan (Enviromental appraisal costs)
3) Biaya lingkungan karena adanya kegagalan internal (Enviromental internal failure
costs)
4) Biaya lingkungan karena danya kegagalan eksternal (Enviromental external failure
costs)
Biaya Lingkungan yang Bersifat Pencegahan (Enviromental Prevention Costs)
Kategori ini adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan-kegiatan yang
dapat dipergunakan untuk menjaga agar perusahaan dalam melakukan aktivitasnya tidak
menghasilkan sesuatu yang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan.
Biaya Lingkungan yang Bersifat Pencegahan (Enviromental Prevention Costs)
Kategori ini adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk menjalankan kegiatan-kegiatan yang
dapat dipergunakan untuk menjaga agar perusahaan dalam melakukan aktivitasnya tidak
menghasilkan sesuatu yang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan.
Biaya Lingkungan karena adanya Kegagalan Iksternal ( Enviromental Internal Failure
Costs)
Biaya-biaya ini muncul karena dalam kegiatannya perusahaan menghasilkan elemen-elemen
yang dapat merusak lingkungan, namun elemen-elemen tersebut dapat dikendalikan oleh
perusahaan, sehingga tidak mencemari lingkungan.

Biaya Lingkungan karena adanya Kegagalan Eksternal ( Enviromental External Failure


Costs)
Biaya-biaya ini muncul, karena elemen-elemen yang dapat merusak lingkungan yang
dihasilkan perusahaan, ternyata mengkontaminasi lingkungan.
PENGELOLAAN BIAYA LINGKUNGAN
Biaya lingkungna terbesar yng dihadapi perusahaan adalah biaya lingkungan karena adanya
kegagalan eksternal,. Biaya ini memang tidak sering muncul, maka akan membebani
perusahaan dengan biaya yang amat besar, bahkan dalam kasus yang ekstrim dapat
menimbulkan kebangkrutan perusahaan.
TRIPLE – BOTTOM – ACCOUNTING
Triple bottom accounting merupakan kerangka akuntansi yang melihat dari tiga sisi, yaitu
people (orang), planet (Lingkungan,), dan profit. Collin dan Porras (2004) dalam
penelitinnya menemukan bahwa perusahaan – perusahaan yang memiliki tujuan utama untuk
memasksimalkan pemegang saham, biasanya tidak akan bertahan dalam waktu yg lama.
Menurut penelitian tersebut, perusahaan yang berusaha untuk mencapai beberapa tujuan
(cluster of objektivies, dimana memaksimalkan kekayaan pemegang saham hanya merupakan
salah satu tujuan yang ingin dicapai, dan biasanya merupakan tujuan yang utama.
BAB IX
LANDASAN SISTEM PENGENDALIAN STRATEJIK

ARTI DAN DEFINISI SISTEM PENGENDALIAN STRATEJIK


Menurut Anthony dan Govindarajan (2007), sistem pengendalian manajemen merupakan
suatu proses dimana manajer berusaha untuk mempengaruhi anggota-anggota organisasi
untuk menjalankan strateji perusahaan. Karena fokusnya pada implementasi strateji, maka
seringkali sistem pengendalian manajemen juga disebut sebagai sistem pengendalian
stratejik.
FOUR LEVERS OF CONTROL
Konsep sistem pengendalian stratejik, dari mulai yang bersifat tradisional seperti konsep yang
dikemukakan oleh Robert N. Anthony, sampai dengan konsep yang terbaru yang
dikemukakan oleh Ropert Simons, yaitu konsep Four Levers of Control. Kesulitan dalam
membuat orang bekerja untuk menjalankan stratejik perusahaan dapat dilihat dari dua
pendekatan.
→ Pendekatan agency theory
Dalam pendekatan ini yang bertindak sebagai principal adalah manajemen, sedangkan
yang bertindak sebagai agen adalah karyawan dalam perusahaan.
→ Pendekatan yang dikemukakan oleh Simons (2000). Simons mengatakan bahwa pada
dasarnya orang-orang yang bekerja didalam perusahaan memiliki itikad yang baik,
yaitu:
1) Orang ingin memberikan kontribusi bagi perusahaan.
2) Orang ingin melakukan hal-hal yang benar bagi perusahaan.
3) Orang ingin menyelesaikan segala sesuatu yang ditugaskan pada mereka
dengan baik.
4) Orang ingin melakukan inovasi.
Organization block ialah hal-hal yang menghambat orang-oarang yang inginmelakukan
pekerjaan yang kompeten bagi perusahaan. Untuk menghilangkan organization block tersebut
dapat dilakukan dengan konsep sistem pengendalian stratejik yangn disebut dengan Four
Levers of Control.
Konsep Four Levers of Control mengatakan bahwa ada empat sistem yang dapat
dipergunakan untuk membuat orang-orang bekerja sesuai dengan keinginan perusahaan,
yaitu:
1) Belief System
2) Boundary System
3) Diagnostic Control System
4) Interactive Control System
Belief System
Belief system adalah suatu kumpulan dari definisi organisasi yang senantiasa
dikomunikasikan secara formal oleh senior manajer pada perusahaan tersebut, dan
diupayakan untuk dijalankan secara sistematis dalam rangka memberikan nilai-nilai dasar,
tujuan dan arah bagi perusahaan.
Definisi organisasi yang dipakai dalam belief system adalah pernyataan misi (mission
statement), dan nilai (values) yang dimiliki perusahaan. Dengan mempergunakan pernyataan
misi manajer berusaha memberikan arahan bagi para karyawan dlam melakukan tindakan-
tindakannya.
Menurut Niven (2010), pernyataan misi yang baik harus mengandung unsur-unsur berikut:
1) Menginspirasikan perusahaan (inspire change)
2) Bersifat jangka panjang (long term in nature)
3) Mudah dimengerti dan dikomunikasikan
Boundary System
Boundary system bertugas untuk memberikan pagar pada pernyataan misi dan nilai, sehingga
orang-orang yang ada dalam perusahaan dapat lebih memahami apa yang diperbolehkan dan
tidak diperbolehkan dalam perusahaan. Ada dua jenis boundary system, yaitu:
1) Strategic Boundary
Memberikan batasan mengenai keputusan-keputusan strategis yang dapat diambil
perusahaan dalam rangka menjalankan misinya. Ada empat macam strategic
boundaries yang bisa dipakai, yaitu:
∙ Minimal posisi persaingan
∙ Minimal tingkat pengembalian yang diperoleh
∙ Produk atau jasa yang bukan merupakan kompetensi perusahaan
∙ Posisi dan pesaing yang harus dihindari.
2) Business Conduct Boundary
Memberikan batasan pada values yang dimiliki organisasi, karena values dianggap
masih terlalu luas.
Diagnostic Control System
Diagnostic control system berfungsi untuk memeriksa atau mendiagnosa apakah strateji
perusahaan sudah dijalankan, serta apakah tujan dan visi perusahaan sudah tercapai atau
belum.
Visi merupakan cita-cita perusahaan, apa yang akan diharapkan dicapai perusahaan dalam
suatu waktu tertentu, biasanya bersifat jangka panjang, yaitu lima tahunan. Pernyataan visi
yang baik, menurut Niven (2010) sebaiknya:
1) Tidak bertele-tele (concise)
2) Tidak memihak (appeal to stakeholders)
3) Konsisten dengan misi dan nilai perusahaan
4) Dapat dibuktikan (verifable)
5) Dapat dicapai (feasible)
6) Inspirasional
Agar pencapaian visi dan tujuan, serta pelaksanaan strateji dapat diawasi monitor, maka
dalam diagnostic control system dibuatlah tolok ukur (Key Performance Indicator) untuk
memonitor hal-hal tersebut. Tolok ukur juga dapat dipergunakan untuk mengarahkan orang-
orang yang ada terdapat dalam perusahaan agar bekerja untuk mencapai target-target yang
terdapat dalam tolok ukur tersebut. Konsep yang paling baik untuk memilih tolok ukur yang
sesuai dengan strateji perusahaan adalah balance scorecard.
Interactive Control System
Tujuan dari interactive control system adalah untuk mendeteksi strategic uncertainties
tersebut sehingga dapat ditemukan sedini mungkin.
Menurut Simons (2000), terdapat empat elemen yang diperhatikan agar perusahaan dapat
memiliki interactive control system yang baik. Elemen-elemen tersebut adalah:
1) Informasi yang terkandung dalam interactive control system harus mudah dimengerti
2) Interactive control system harus memberikan informasi mengenai ketidakpastian
strateji (strategic uncertainties)
3) Interactive control system harus dapat dipakai oleh seluruh tingkatan dalam organisasi
4) Interactive control system harus menghasilkan rencana baru.
Informasi dalam interactive control system diperoleh melalui KPI. KPI yang dipilih harus
dapat menangkap potensi adanya kemungkinan ancaman atau peluang yang dihadapi
perusahaan. KPI yang dipilih untuk interactive control system akan dimonitor
seseringmungkin, sehingga KPI tersebut harus dapat diperbaharui (up-date) sesering
mungkin. Dengan mempergunakan KPI tersebut diharapkan perusahaan dapat menangkap
ancaman dan kesempatan yang dihadapi perusahaan sedini mungkin.
Sering apa yang dilakukan dalam interactive control system ini akan menghasilkan emergent
strategy, yaitu strateji yang tidak tedapat dalam rencana stratejik perusahaan, namun muncul
karena adanya perubahan lingkungan yang dihadapi perusahan. Akhirnya, strateji yang benar-
benar dijalankan perusahaan (realized strategy) adalah gabungan antara strateji awal
perusahaan dengan emergent strategy tersebut.
BAB XIV
PENILAIAN KINERJA

INTRINSIC REWARD DAN EXTRINSIC REWARD


Ada dua jenis sitem imbal jasa (reward system) yang dapat diterapkan perusahaan, yaitu:
1) Intrinsic rewards, yang mencerminkan kepuasan yang diperoleh seseorang karena
dapat menjalankan tugasnya dengan baik, atau karena pekerjaan tersebut memberikan
kesempatan pada orang tersebut untuk terus belajar dan meningktkan posisinya.
Dengan demikian salah satu tugas perusahaan adalah merancang pekerjaan dan
mengembangkan lingkungan dan budaya organisasi sehingga orang tersebut
memperoleh intrinsic rewards saat bekerja pada perusahaan tersebut.
2) Extrinsic rewards, adalah imbal jasa (reward system) yang diberikan oleh seseorang
kepada orang lain, karena telah melakukan tugasnya dengan baik.
PAY FOR PERFORMANCE SYSTEM
Salah satu konsep extrinsic reward yang paling sering dipakai dalam perusahaan adalah
incentive compensation atau pay-for-performance system. Dalam sistem ini seseorang akan
diberikan insentif apabila bisa mencpai atau melebihi target yang telah ditentukan. Besar
kecilnya insentif yang diperoleh dapat dikaitkan dengan:
1) Kinerja absolut (absolute performance)
2) Kinerja yang diperbandingkan dengan suatu rencana tertentu (performance relative to
some plan)
3) Perbandingan kinerja relatif (relative performance)
Kelebihan dari sistem insentif yang didasarkan pada kinerja relatif dibandingkan dengan
sistem insentif yang didasarkan pada suatu rencana tertentu adalah:
1) Target dari satu rencana tertentu disusun berdasarkan asumsi saat membuat rencana
tersebut.
2) Jika insentif didasarkan pada suatu target yang telah ditetapkan sebelumnya, maka ada
kecenderungan orang tersebut untuk menyesuaikan kinerja aktual dengan target yang
ditetapkan.
Kelemahan:
1) Sistem insentif yang didasarkan pada kinerja relatif sulit untuk diterapkan, karena
masalah data yang dibutuhkan.
2) Sering sekali sulit untuk mencari perbandingan yang setara, karena masing-masing
perusahaan atau unit perusahaan menghadapi lingkungan yang berbeda.
BENTUK-BENTUK SISTEM KOMPENSASI PERUSAHAAN
Bentuk-bentuk sistem kompensasi perusahaan antara lain adalah:
1) Cash bonus
2) Profit sharing
3) Gain sharing
4) Stock option
Cash bonus
Cash bonus merupakan skema pembagian yang telah ditetapkan sebelumnya jika target yang
ditetapkan daapt tercapai. Cara ini menentukan besarnya total bonus yang akan dibagikan
pada karyawan. Total bonus ini kemudian akan dibagikan berdasarkan kinerja dari
departemen, kelompok, ataupun individu.
Profit sharing
Penentuan total bonus dalam profit sharing dilakukan berdasarkan laba yang diperoleh
perusahaan. Dalam model ini, yang harus ditentukan adalah berapa bagian laba perusahaan
yang dapat dinikmati oleh pegawai, rumus untuk membagi laba tersebut, siapa orang-orang
yang berhak mendapatkannya, dan juga rumus untuk membagi kompensasi tersebut pada
masing-masing pegawai. Salah satu cara yang dapat dipakai adalah dengan model residual
income atau economic value added.
Gain sharing
Gain sharing merupakan suatu cara untuk mendistribusikan cash bonus jika suatu hasil
kinerja melampaui suatu target tertentu. Gain sharing adalah insentif untuk kelompok bukan
untuk individu. Ada tiga cara yang biasanya dilakukan dalam program gain sharing, yaitu:
1) Improshare
Improshare merupakan singkatan dari improve productivity sharing. Bonus ini akan
diberikan apabila produktivitas karyawan meningkat. Salah satu untuk mengukur
peningkatan produkstivitas karyawan adalah dengan mempergunkan direct labor
efficiency variance. Besarnya direct labor efficiency variance inilah kemudian akan
didistribusikan menjadi berapa yang menjadi hak karyawan akan ditambahkan pada
bonus pool yang akan dibagikan.
2) The Scanlon Plan
The Scanlon Plan disusun dengan mempergunakan rumus sebagai berikut:
Rasio Dasar = Biaya Gaji/Nilai barang atau jasa yang diproduksi

3) The Rucker Plan


Rucker plan didasarkan pada rumus berikut ini:
Rucker Standard = Biaya Gaji/Nilai Produksi

PENENTUAN BONUS POOL


Bonus pool merupakan total jumlah uang yang akan dibagikan sebagai insentif kinerja.
Bonus pool ini biasnaya dikaitkan dengan suatu target kinerja perusahaan, misalkan tingkat
keuntungan, ROE, EVA, dan sebagainya.
FORMULA ALOKASI
Langkah berikutnya adalah meentukan alokasi bonus pool tersebut pada masing-masing
individu. Pada dasarnya terdapat tiga kategori kinerja yang dapat dijadikan sebagai dasar
peentuan alokasi bonus . yaitu kinerja individu, kinerja departemen, dan kinerja perusahaan.

PENGGUNAAN BALANCE SCORECARD UNTUK PENILAIAN KINERJA


Tujuan utama dari balanced scorecard adalah untuk mengukur kinerja, sebagai alat untuk
diagonstic control system, bukan sebagai alat penilaian kinerja. Menurut Kaplan dan Norton
(2001) ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan perusahaan dalam
mempergunakan balanced scorecard sebagai alat untuk penilaian kinerja, yaitu:
1) Kecepatan implementasi
Balanced scorecard sebaiknya tidak buru-buru dikaitkan dengan system kompensasi,
karena ada kemungkinan kesalahan dalam perancangan balanced scorecard.
Balanced scorecard sebaiknya dikaitkan dengan system kompensasi, apabila
balanced scorecard tersebut benar-benar telah teruji mewakili strateji perusahaan,
2) Subjectivity versus objectivity
Tolok ukur yang dipakai untuk dalam system kompensasi sebaiknya bersifat obyektif.
Tolok ukur yang berisfat subyektif akan menimbulkan bias dari sisi sang penilai.
3) Jumlah pengukuran
Jangan mempergunakan tolok ukur yang terlalu banyak. Menurut Kaplan dan Norton
(2001), tolok ukur yang dikaitkan dengan system kompensasi perorangan sebaiknya
berkisar antara empat sampai tujuh tolok ukur.
4) Individual Vs Team
Kompensasi yang diberikan secara individu ataupun secara team, masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan. Kompensasi individu akan menimbulkan sikap
yang individualistis, sedangkan kompensasi kelompok (team) akan mendorong
timbulnya kerja sama, Namun demikian, pemberian kompensasi secara kelompok
akan menimbulkan masalah free rider.
5) Frekuensi Update
Jika perusahaan berkompetisi dalam lingkungan yang turbulennya tinggi, maka
perusahaan akan sering menggant stratejinya seiring dengan perubahan lingkungan
tersebut. Perubahan strateji akan mengakibatkan perubahan tolok ukur. Tolok ukur
yang sering berubah tidak cocok untuk dijadikan sebagai dasar kompensasi. Karena
itu, untuk kondisi yang ketidakpastiannya tinggi sebaiknya system kompensasi hanya
dikaitkan dengan tolok ukur keuangan saja.
KONDISI YANG MEMPENGARUHI PENGGUNAAN SISTEM KOMPENSASI
Perusahaan yang menerapkan system sentralisasi, dimana semua karyawan hanya diharapkan
kepatuhannya dalam menjalankan perintah dari pusat merupakan contoh lainnya. Dalam
organisasi atau perusahaan jenis ini, semua pegawai diharapkan taat untuk menjalankan
perintah atau melakukan sesuatu sesuai dengan aturan yang baku. Ketaatan terhadap aturan
atau perintah tidak otomatis menyebabkan karyawan tersebut harus diberikan bonus.
Ketaatan tersebut justru memang sesuatu yang diharuskan, pelanggaran ketaatan justru akan
diberikan hukuman. Sehingga dalam organisasi seperti ini, yang lebih kental bukan reward
system, melainkan punishment sistem. Sistem insentif berguna terutama untuk perusahaan-
perusahaan yang memberikan kepada pegawainya untuk mengambil keputusan. Sistem
insentif diberikan pada karyawan yang mengambil keputusan yang akan menghasilkan
dampak positif bagi perusahaan.
BAB XII
SISTIM PENGENDALIAN STRATEJIK TERINTEGRASI

ALASAN PENTINGNYA BALANCED SCORECARD BAGI PERUSAHAAN


Balanced Scorecard merupakan sekumpulan pengukuran kinerja yang terintegrasi yang
diturunkan dari strateji dan tujuan perusahaan. Terdapat paling tidak dua alasan utama
mengapa tolok ukur yang bersifat keuangan tidak cukup. Pertama, tolok ukur keuangan rata-
rata merupakan lag measurement. Lag measurement adalah tolok ukur yang mencerminkan
hasil akhir yang ingin dicapai, sehingga jika perusahaan hanya mengukur pencapaian hasil
keuangan, maka tolok ukur perusahaan merupakan sekumpulan tolok ukur untuk melihat
hasil yang ingin dicapai tanpa melihat ara untuk mencapainya. Balanced scorecard yang baik
seharusnya memiliki keseimbangan antara tolok ukur yang ingin dicapai (lag measurement)
dengan tolok ukur untuk memonitor cara penyampaiannya (lead measurement). Alasan kedua
adalah pengukuran bersifat keuangan hanya dapat dimonitor untuk manajer-manajer tingkat
atas (top managment), sedangkan untuk manajemen tingkat menengah dan tingkatan
dibawahnya akan sulit dimonitor pekerjaannya hanya berdasarkan tolok ukur keuangan saja.
Pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan konsep balanced scorecard akan dibai
menjadi empat perspektif, yaitu:
1) Perspektif keuangan (Financial perspektive)
2) Perspektif pelanggan (Coustomer perspektive)
3) Perspektif internal bisnis (Internal business perspektive)
4) Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (Learning and growth perspective)

Sebelum balanced Scorecard dibuat, perusahaan terlebih dahulu harus membuat peta
strategi (strategy map). Peta strategi merupakan bentuk gambar dari strateji perusahaan.
Strategi merupakan ilmu yang diturunkan dari ilmu perang, dan hampir semua jendral
menerangkan strateji perang pada prajuritnya dengan mempergunakan maket atau gambar.
Selain itu, peta strateji juga akan membuat hubungan antara satu elemen strateji dengan
elemen strateji lainnya menjadi lebih mudah dimengerti.

PERSPEKTIF KEUANGAN

Perspektif keuangan merupakan tujuan akhir yang ingin dicapai perusahaan. Tujuan
stratejik yang paling utama pada perspektif keuangan ini adalah untuk memaksimalkan
kekayaan pemegang saham (long term shareholders value). Agar tujuan ini tercapai, maka
terdapat dua hal yang dapat dilakukan perusahaan, yaitu strateji pertumbuhan (growth
strategy) dan strateji produktivitas (productivity strategy). Strateji produktivitas dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu:
1) Memperbaiki struktur biaya (improved cost structure)
2) Memaksimalkan tingkat penggunaan aset (maximizing assets utilization)
Dalam strateji memperbaiki struktur biaya, maka perusahaan harus melakukan perbaikkan
dalam aktivitas aktivitas yang dilakukan, seperti yang telah disebutkan dalam modul activity
based management, sehingga biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan dapat berkurang.
Sedangkan dalam strateji memaksimalkan tingkat penggunaan aset, biasanya diukur dengan
tolok ukur total assets turnover, Tolok ukur ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam
mengelola asetnya untuk menghasilkan penjualan. Semakin tinggi penjualan dan atau
produksi perusahaan, maka biaya tetap per unit akan semakin rendah, sehingga
memaksimalkan tingkat penggunaan aset merupakan salah satu strateji produktivitas
perusahaan.
Strateji kedua untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham adalah dengan strateji
pertumbuhan. Dalam hal ini juga terdapat dua strateji yang dapat dipakai untuk meningkatkan
pertumbuhan perusahaan, yaitu:
1) Memperluas peluang menambah pendapatn (Expand revenue opportunities)
2) Meningkatkan nilai yang diperoleh pelanggan (Enhance customer value)
Dalam strateji expand revenue opportunities, perusahaan akan mencari sumber-sumber baru
untuk meningkatkan pendapatannya, seperti pelanggan yang baru, pasar, yang baru, maupun
produk yang baru. Sedangkan dalam strateji enhance customer value, maka perusahaan akan
mencari bagaimana caranya agar pelanggan lama perusahaan membeli lebih banyak lagi
produk-produk perusahaan, ataupun pelanggan tersebut membeli produk-produk perusahaan
yang saat ini belum dibeli oleh mereka.
PERSPEKTIF PELANGGAN

Perspektif pelanggan pada intinya berisi customer value proposition, yaitu apa yang
dijanjikan perusahaan pada pelanggannya, agar pelanggan tersebut mau membeli produk
dari perusahaan. Seperti yang terlihat dalam template strategy maps, customer value
proposition dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 
1) Atribut produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan (product/services attributes)
2) Membangun hubungan dengan pelanggan (relationship)
3) Membangun persepsi pelanggan (image)
Dalam product/service attributes, yang dijanjjikan pada pelanggan antara lain berupa:
1) Harga (Price), salah satu cara yang paling mudah dilakukan untuk menarik pembeli
adalah dengan menjual barang atau jasa dengan harga yang murah.
2) Kualitas (Quality), faktor ini juga merupakan salah satu elemen yang membuat
pelanggan membeli produk dari perusahaan. Walaupun perusahaan menerapkan
strateji cost leadership, produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan harus memenuhi
standar minimal yang diinginkan oleh calion pembeli atau pelanggan perusahaan.
3) Pilihan (Selection), selera konsumen semakin beragam, sehingga salah satu cara untuk
menarik calon pembeli adalah dengan memberikan pilihan yang beragam.
4) Fitur (Functionality), pada beberapa perusahaan tertentu, terutama perusahaan yang
memproduksi barang-barang elektronik, elemen fitur (functionality) menjadi hal yang
penting.
Dalam membangun hubungan dengan pelanggan, ada dua hal yang dapat dijanjikan pada
pelanggan, yaitu:
1) Pelayan (services), fokus pada pelayanan banyak dilakukan oleh perusahaan jasa,
walaupun elemen ini juga penting untuk semua jenis usaha.
2) Menjadi mitra bagi pelanggan (partnership), elemen ini contohnya dapat dilakukan
dalam usaha business to business. Dalam usaha BtoB biasanya perusahaan tidak
memiliki pelanggan yang banyak, sehingga perhatian utama perusahaan adalah
menjadi mitra bagi pelanggannya.
Hal terakhir yang dapat dilakukan perusahaan untuk menarik pelanggan adalah dengan
membangun persepsi pelanggan terhadap peruahaan (image).Salah satu hal yang mewakili
image adalah merek perusahaan. Merek yang terpercaya dapat membuat pelanggan menjadi
loyal, dan juga dapat meningkatkan nilai jual produk atau jasa perusahaan.
PERSPEKTIF PROSES INTERNAL BISNIS (INTERNAL BUSINESS PROCESS)
Tujuan stratejik (strategic objective) yang terdapat pada perspektif internal bisnis dibuat
untuk mendukung tercapainya customer value proposition yang terdapat pada perspektif
pelanggan. Dalam konsep Balanced Scorecard, terdapat empat kelompok proses internal
yang dapat dilakukan perusahaan, yaitu:
1) Proses pengelolaan operasi (Operation management process)
2) Proses pengelolaan pelanggan (Customer management process)
3) Proses inovasi (Innovation process)
4) Proses yang terkait dengan hukum dan lingkungan sosial (Regulatory and social
process)
PROSES PENGELOLAAN OPERASI (OPERATING MANAGEMENT PROCESS)
Proses pengelolaan operasi biasanya ditujukan untuk mencapai customer value proposition
yang terkait dengan karakteristik produk atau jasa (product/service attributes). Ada empat
proses yang harus diperhatikan perusahaan, agar karakteristik produk atau jasa yang
dijanjikan pada pelanggan dapat dipenuhi. Keempat proses tersebut adalah:
1) Membangun dan memelihara hubungan dengan pemasok
2) Memproduksi barang dan jasa
3) Pendistribusian atau penyampaian produk dan jasa pada pelanggan
4) Pengelolaan risiko
PROSES PENGELOLAAN PELANGGAN (COUSTOMER MANAGEMENT
PROCESS)
Proses pengelolaan pelangaan, merupakan hal-hal yang dilakukan perusahaan agar customer
value proposition yang berkaitan dengan pelayanan (service) dan relationship dapat tercapai.
Proses pengelolaan pelanggan dapat dibagi menjadi empat proses utama, yaitu: 
1) Memilih pelanggan (select customers)
2) Memperoleh pelanggan (acquire customer), mempertahankan pelanggan (retain
customer), dan membina hubungan dengan pelanggan (growth relationships with
customer)
PROSES INOVASI (INNOVATION PROCESS)
Proses inovasi, terutama dikaitkan untuk mncapai customer value proposition yang terkait
dengan functionality. Functionality, seperti fitur-fitur yang terdapat pada telepon genggam
atau produk-produk mengharuskan perusahaan untuk terus menerus menjaga proses inovasi
agar dapat memberikan produk dengan fitur terkini yang dikehendaki oleh calon pembeli.
Ada empat sub proses penitng dalam proses inovasi ini, yaitu:
1) Mengidentifikasikan peluang-peluang bagi produk atau jasa yang baru
2) Mengelola portofolio riset dan pengembangan dengan baik
3) Merancang dan mengembangkan produk atau jasa baru sesuai dengan portofolio yang
telah ditentukan pada tahap kedua.
4) Memperkenalkan produk atau jasa baru tersebut ke pasar
PROSES YANG TERKAIT DENGAN HUKUM DAN LINGKUNGAN SOSIAL
Untuk mencapai kesemua itu, perusahaan harus memiliki strateji yang tepat yang terkait dan
juga menjalankannya dengan baik, Balanced scorecard diperlukan untuk melakukan
monitoring terhadap pelaksanaan aktivitas dan pencapaian tujuan aktivitas tersebut. 
Proses-proses yang akan dilakukan perusahaan dalam hal ini biasanya terkait dengan:
1) Lingkungan
2) K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja)
3) Pegawai
4) Komunitas
Balanced Scorecard yang terkait dengan proses ini akan lebih banyak dibahas pada modul
mengenai biaya lingkungan. 
PERSPEKTIF PEMBELAJARAN DAN PERTUMBUHAN
Perspektif ini mengukur kesiapan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan dalam
menjalankan kegiatan kegiatan yang merupakan tujuan stratejik dalam perspektif internal
bisnis. Kesiapan sumberdaya yang dimiliki perusahaan tersebut dapat dilihat dari tiga sisi,
yaitu: 
1) Kesiapan sumberdaya manusia (human capital)
2) Kesiapan sistem informasi (information cpital)
3) Kesiapan organosasi (organization capital)

Tolok ukur yang dipakai untuk mengukur kesiapan sumberdaya manusia yang dimiliki
perusahaan adalah human capital readiness. Untuk menghitung tolok ukur ini ada beberapa
langkah yang harus dilakukan, yaitu: 

1) Menentukan strategic job families. Strategic job families merupakan posisi-posisi


kunci yang terdapat dalam perusahaan yang akan menentukan tercapai atau
tidaknya tujuan stratejik yang terdapat pada perspektif proses internal bisnis.
2) Setelah strategic job families ditentukan, langkah berikutnya adalah menetapkan
kriteria keahlian (skills), pengetahuan (knowledge), dan nilai (values) yang
dibutuhkan oleh masing-masing orang yang menduduki posisi tersebut agar dapat
menjalankan tugasnya dengan baik.
3) Hasil perbandingan antara keahlian, pengetahuan, dan nilai yang dibutuhkan dengan
yang saat ini benar-benar dimiliki orang yang menduduki posisi tersebut merupakan
nilai dari human capital readiness (kesiapan sumberdaya manusia). 

Tolok ukur information capital readiness mengukur kesiapan sistem informasi yang
dimiliki perusahaan untuk menunjang kelancaran kegiatan-kegiatan yang merupakan tujuan
stratejik dalam perspektif internal bisnis perusahaan. Sistem informasi yang selaras amat
diperlukan, karena agar orang-orang yang ada dalam perusahaan (human capital) dapat
bekerja dengan baik, maka human capital tersebut harus ditunjang dengan sistem informasi
yang selaras. Langkah-langkah untuk mengukur information capital readiness pada
dasarnya sama dengan yang dilakukan untuk mengukur human capital readiness, yaitu: 

1) Menentukan sistem informasi yang dibutuhkan untuk membantu orang-orang yang


menduduki posisi strategic job families, agar mereka dapat melakukan tugas
mereka dengan baik. Pada dasarnya terdapat tiga jenis sistem informasi yang dapat
membantu orang-orang tersebut dalam melaksanakan tugas mereka, yaitu (a)
transactional application, yang merupakan sistem informasi yang bertujuan untuk
mempercepat dan membuat lebih akurat system pencatatan perusahaan, (b)
analytical application, yang merupakan sistem yang akan menghasilkan informasi
yang dapat dipakai sebagai dasar analisis perusahaan, dan (c) transformational
application, yang merupakan sstem informasi yang dibutuhkan karena perusahaan
mengubah strateji usahanya. Information capital readiness dihitung dengan
memperbandingkan antara sistem informasi yang seharusnya dimiliki dengan
sistem informasi yang saat ini dimiliki perusahaan. 
2) Organizational capital mengukur kesiapan organisasi secara keseluruhan dalam
menjalankan semua tujuan stratejik yang sudah ditetapkan perusahaan. Terdapat
lima komponen untuk mengukur kesiapan organisasi tersebut, yaitu: 
→ Kepemimpinan (leadership)
→ Kesadaran (awareness)
→ Keselarasan (alignment)
→ Budaya (culture)
→ Sharing pengetahuan dan kerja sama tim (knowledge sharing and teamwork)

BALANCED SCORECARD

Menurut Niven (2010), ada beberapa factor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam
memilih tolok ukur yang tepat. Faktor-faktor tersebut adalah:

1) Terkait dengan strateji (linked to strategy), pilihan tolok ukur yang tersedia untuk
dipakai perusahaan teramat banyak, karena itu dibutuhkan kerangka untuk memilih
tolok ukur yang tepat bagi perusahaan.
2) Kuantitatif (quantitative), tolok ukur yang berifat kuantitatif biasanya merupakan
tolok ukur yang berasal dari sebuah rumus dan bersifat objektif.
3) Mudah diperoleh (accessible). Fungsi utama dari tolok ukur adalah untuk
pengukuran kinerja (performance measurement), Karena itu tolok ukur yang baik
adalah tolok ukur yang mudah diperbaharui (up date) untuk melihat sampai sejauh
mana posisi perusahaan dalam menjalankan strateji dan mencapai tujuannya.
4) Relevan (relevant), relevan berarti angka-angka yang terdapat dalam tolok ukur
merupakan angka yang mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
5) Seimbang (counter balanced), tolok ukur seringkali dapat memberikan perilaku
negatif terhadap orang yang terkait dengan tolok ukur tersebut.
6) Mudah dimengerti, tolok ukur akan dipakai oleh seluruh orang dalam perusahaan,
karena itu sedapat mungkin dicara tolok ukur yang mudah dimengerti oleh semua
orang.
7) Memiliki pengertian yang sama (common definition), tolok ukur yang dipilih harus
memiliki pengertian yang sama bagi semua orang yang ada dalam perusahaan.
BAB XIII
SISTEM PENGENDALIAN STRATEJIK – PROSES PEMBANGUNAN AWARENESS
DAN KESELARASAN (ALIGNMENT)

MEMBANGUN KESELARASAN (ALIGNMENT)

Alignment berarti keselarasan, hal ini berarti bahwa perusahaan harus memiliki tujuan,
strategi bahkan tolok ukur yang selaras untuk setiap bagian yang ada dalam perusahaan.
Untuk melihat apakah ada keselarasan dalam perusahaan, maka harus terdapat delapan
elemen yang diuji, yaitu:

1) Enterprise value proposition


2) Board and shareholders alignment
3) Keselarasan antara strategi korporasi dengan unit penunjang yang terdapat di kantor
pusat
4) Keselarasan antara kantor pusat dengan unit-unit bisnisnya
5) Keselarasan antara unit bisnis dengan unit penunjang yang terdapat dalam unit
bisnis tersebut
6) Keselarasan antara unit bisnis dengan pelanggan
7) Usahaan. Bagian ini juga telah dibahas dalam modul balanced scorecard.
Keselarasan antara unit bisnis dengan pemasok dan rekanan eksternal perusahaan
lainnya
8) Keselaran antara unit bisnis dengan pemasok dan rekanan eksternal perusahaan
lainnya
9) Keselarasan antara unit penunjang yang terdapat dalam unit bisnis dengan unit
penunjang yang terdapat di kantor pusat.

Pembangunan keselarasan antara unit-unit yang terdapat dalam perusahaan. Dalam hal ini,
maka proses penyelarasan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1) Vertical Aligment
2) Horizontal Aligment

VERTICAL ALIGMENT

Vertical alignment berarti harus ada keselarasan antara strategy map dan balanced
scorecard yang dibuat pada level korporasi, dengan strategy map dan balanced Scorecard
untuk tingkatan-tingkatan dibawahnya, seperti pada tingkatan departemen, divisi bahkan
perorangan. Istilah penurunan strategy map dan balanced scorecard disebut dengan
cascading.
Proses cascading pertama adalah penurunan dari tingkatan korporasi ke tingkatan
departemen. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah bentuk pusat pertanggungjawaban
dari departement tersebut. Jika departemen tersebut merupakan profit center atau
investment center, maka format strategy map untuk departemen akan sama dengan format
strategy map korporasi. Namun, jika departement merupakan cost center atau revenue
center, maka format dari strategy map akan sedikit berbeda. Tujuan utama dari unit bisnis
yang bersifat cost center bukanlah mencari laba, sehingga perspektif keuangan tidak dapat
ditempatkan pada posisi yang paling atas.

Kembali lagi pada proses cascading, maka proses vertical alignment (cascading) dapat
dilakukan dengan tiga tahap, yaitu:

1) Semua tujuan stratejik (strategic objective) yang terdapat dalam strategy


mapkorporasi akan diturunkan ke masing-masing departemen berdasarkan
controllability masing masing tujuan stratejik tersebut.
2) Terdapat pula tujuan stratejik departemen, yang merupakan penurunan dari tujuan
stratejik korporat, namun memiliki nama tujuan stratejik yang berbeda.
3) Terdapat pula tujuan stratejik yang muncul pada tingkatan departemen, tapi tidak
ada pada tingkatan korporasi.
4) Untuk departemen-departemen penunjang, customer value proposition pada
perspektif pelanggan merupakan apa yang dijanjikan oleh departemen penunjang
pada departemen yang dilayaninya.

HORIZONTAL ALIGMENT

Horizontal alignment berarti semua peta strategi, tujuan stratejik, balanced Scorecard yang
terdapat dalam masing-masing unit bisnis yang berada dalam satu tingkatan juga tidak
boleh bertentangan satu sama lainnya. Untuk menjamin keselarasan tersebut, maka setelah
diselesaikan proses cascading untuk masing-masing unit bisnis, maka peta strategi dan
balanced scorecard untuk masing-masing unit bisnis tersebut harus diperiksa lagi untuk
menjamin adanya keselarasan tersebut.

MEMBANGUN AWARENESS

Proses awareness adalah upaya untuk membuat seluruh karyawan dalam perusahaan dapat
mengetahui dan memahami strategi perusahaan secara keseluruhan. Strategi perusahaan
bukan hanya dilaksanakan oleh top manajemen, namun oleh semua pihak-pihak yang
terdapat dalam perusahaan, karena itu konsep membangun awareness menjadi suatu hal
yang penting dalam implementasi strategi perusahaan. Pembangunan awareness dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara, misalkan dengan melakukan pertemuan, membuat
brosur, memasukkan dalam program intranet perusahaan, dan sebagainya.

PENYEBAB KEGAGALAN BALANCED SCORECARD


Menurut Kaplan, Atkinson, Matsumura, dan Young (2012), beberapa penyebab dari
kegagalan penerapan balanced Scorecard adalah:

1) Kurangnya atau tidak ada komitmen dari manajemen puncak. Balanced scorecard
merupakan suatu metode yang memerlukan pendekatan top-down. Bahkan untuk
menyusun balanced Scorecard tingkatan korporasi, BOD perusahaan bukan hanya
harus memberikan dukungan, tapi juga harus terlibat.
2)  Terkadang manajemen puncak menganggap bahwa strategi merupakan rahasia
perusahaan yang hanya boleh diketahui oleh manajemen puncak tersebut.
Akibatnya strategy map dan balanced scorecard yang dibuat hanya diketahui oleh
manajemen puncak dan tidak diketahui oleh pegawai perusahaan. Balanced
scorecard merupakan suatu alat bantu agar strategi perusahaan dapat dijalankan
oleh seluruh orang yang ada dalam perusahaan. Karena itu tindakan untuk
menyimpan balanced scorecard hanya untuk level manajemen puncak merupakan
tindakan yang salah.
3) Proses pengembangan balanced Scorecard yang terlalu lama. Terkadang
perusahaan ingin membuat balanced Scorecard yang sempurna, sehingga proyek
pengembangan balanced Scorecard berlangsung terlalu lama. Hal ini sering
menimbulkan frustasi, yang kemudian menyebabkan perusahaan mengambil
kesimpulan bahwa balanced scorecard tidak sesuai bagi perusahaan.
4) Memperlakukan balanced Scorecard sebagai sebuah proyek sistem.

Anda mungkin juga menyukai