Inisiasi Tuton Ke – 3
Mata Kuliah : Akuntansi Manajemen
Program Studi : Manajemen
Fakultas : Ekonomi
Dibuat Oleh :
Candra
Harini,SE.,M.Si
Tinjauan Mata Kuliah
Pada tahap pertama, semua kos produksi tidak langsung baik yang
menyangkut produksi maupun penunjang dibebankan ke pusat-pusat kos produksi.
Jumlah yang akhirnya tertampung dalam pusat-pusat kos tersebut merupakan hasil
kali antara nilai yang melekat pada sumber daya dengan jumlah kuantitas sumber
daya (C = P x Q). Hasil pembebanan pada tahap pertama ini digunakan untuk dua
tujuan, yaitu (1) untuk mengevaluasi kinerja manajer pusat kos, dan (2) untuk
dibebankan ke produk dalam rangka penetapan kos sediaan guna pelaporan
eksternal.
Tahap kedua, adalah membebankan kos yang tertampung di pusat-pusat kos
produksi ke produk. Pada tahap ini para perancang sistem kos perlu memilih suatu
ukuran yang seragam (uniform) sebagai dasar alokasi. Pada pendekatan
konvensional, dasar alokasi yang dimaksud bersifat unit-level. Contoh dari driver
unit-level tersebut umumnya adalah: (1) Unit yang diproduksi, (2) Jam tenaga kerja
langsung, (3) Jam mesin, (4) Kos tenaga kerja langsung, dan (5) Kos bahan baku
langsung.
Prosedur dua tahap ini dapat mengakibatkan distorsi dengan dua cara, yaitu:
Pertama, Distorsi harga, yaitu distorsi yang terjadi karena pembebanan sumber daya
ke pusat kos tidak dapat menyerap secara akurat konsumsi sumber daya penunjang.
Kedua, Distorsi kuantitas yang terjadi sebagai akibat pembebanan kos ke produk pada
tahap kedua menggunakan dasar alokasi yang tidak sepenuhnya proporsional dengan
kuantitas aktual sumber daya yang dikonsumsi
Atas dasar ketidakakuratan informasi kos yang dihasilkan tersebut (distortif),
maka berbagai cara untuk mengatasi telah diupayakan misalnya: pembebanan pada
tahap pertama menggunakan mekanisme yang lebih akurat, membentuk pusat-pusat
kos yang lebih banyak diikuti dengan penggunaan tarif alokasi departemental, serta
pemisahan pusat kos menjadi pusat kos automatik dan pusat kos manual dengan tarif
yang berbeda. Namun upaya-upaya tersebut belum memberikan hasil yang
memuaskan karena bagaimanapun juga dasar alokasi yang dipilih tetap hanya yang
bersifat unit-related. Di samping itu, beberapa pekerjaan menjadi semakin rumit.
Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam ABC:
• Unit level activity
• Batch level activity
• Product level activity
• Facility sustaining level activity
Untuk melihat apakah ABC lebih baik dari Konvensional harus memenuhi 2 yaitu:
1. ABC akan tepat diterapkan pada perusahaan yang memiliki karakteristik berikut
ini. Pertama, adalah pada perusahaan yang memiliki porsi non-unit overhead
cost yang sangat besar.Pada kenyataannya karakteristik besarnya kos FOH yang
dimiliki tersebut sering dikaitkan pada perusahaan manufaktur yang bersifat
padat modal, karena pabrik jenis inibanyak mempergunakan mesin-mesin
sehingga jelas kos overhead-nya memiliki porsi yang lebih besar dibandingkan
kos bahan baku dan kos tenaga kerja langsung. Namun demikian kondisi
tersebut tidaklah cukup sebagai penentu dari tepat atau tidaknya perusahaan
menggunakan ABC.
2. diversity product, yang mana artinya produk-produk yang diproduksi
mengkonsumsi sumber daya dengan proporsi yang berbeda-beda. Misalkan
perusahaan memproduksi dua jenis produk (produk A dan B). Dalam proses
produksinya, produk A lebih banyak memerlukan sentuhan dan penanganan
manual secara langsung dari tenaga kerja langsung, sedangkan produk B bisa
diproduksi hanya dengan menggunakan mesin-mesin.
Akuntansi Manajemen Berbasis Aktivitas