Jawaban
Syarat Penerapan Activity Based Costing
Dalam penerapannya, Activity Based Costing memiliki tiga syarat wajib yang harus dipenuhi, yaitu:
Syarat yang pertama perusahaan diharuskan memiliki produksi bermacam-macam produk atau lini
produk yang diproses dengan fasilitas yang sama. Kondisi demikianlah yang nantinya akan
menimbulkan masalah dalam melakuka
rbesar pasarnya. Semakin besar tingkat persaingan maka semakin penting peran informasi tentang
harga pokok dalam mendukung pengambilan keputusan manajemen.
iperoleh, jika sampai biayanya di atas dari manfaat, maka perusahaan akan mengalami kerugian.
ang kedua, adalah pendekatan Activity-Based Costing (untuk selanjutnya disebut ABC).
Secara prosedur, sistem konvensional dengan sistem ABC adalah sama. Kesamaan yang
dimaksud adalah kedua pendekatan tersebut sama-sama menetapkan kos bahan baku dan tenaga
kerja menggunakan driver yang bersifat unit-level dan non unit-level.
Akuntansi berbasiskan aktivitas merupakan faktor esensial bagi perusahaan untuk melakukan
perbaikan secara berkelanjutan karena di dalamnya akan dipelajari tentang bagaimana
perusahaan bagi ABM itu sendiri.
Sistem penetapan kos konvensional dalam suatu perusahaan manufaktur membebankan kos
produksi tidak langsung melalui prosedur dua tahap yaitu tahap pertama kos-kos ditea dengan
jumlah kuantitas sumber daya ( C = P x Q ). Hasil pembebanan pada tahap pertama ini
digunakan untuk dua tujuan yaitu (1) untuk mengevaluasi kinerja manajer pusat kos, dan (2)
untuk dibebankan ke produk dalam rangka penetapan kos sediaan guna pelaporan eksternal.
Jumlah kos tidak langsung yang tertampung dalam pusat kos jika dibagi dengan jumlah kuantitas
dasar alokasi yang dipilih disebut dengan tariff alokasi. Selanjutnya, besarnya
erusaha melakukan penyempurnaan terhadap berbagai aktivitas dalam mengha
p, tetapi pada tahap pertama kos-kos ditelusuri ke aktivitas, baru kemudian dibPool rates (tarif
pool)
n menggunakan activity rate ketika aktivitas yang terlibat pada satu perusahaan tidak terlalu
banyKos aktivitas aras produk (product level activity costs), adalah kos-kos yang berhubungan
dengan penelitian dan pengembangan produk tertentu dan kos-kos untuk mempertahankan suatu
lini produk di pasar. Misalnya, Kos desain produk, kos desain proses produksi, kos pengujian,
dan sebagainya.
1. Kos aktivitas aras fasilitas (facility sustaining level activity costs), adalah kos yang
berhubungan dengan aktivitas dalam rangka mempertahankan kapasitas yang dimiliki.
Dengan kata lain merupakan kos yang diperlukan untuk mengoperasikan fasilitas pabrik
dan sama sekali tidak berhubungan dengan unit, batch, maupun produk. Misalnya, kos
depresiasi, kos gaji karyawan kunci, kos gaji manajer pabrik, dan sebagainya.
Pada bagian sebelumnya telah dipaparkan bahwa pengalokasian kos overhead berdasarkan
sistem konvensional (tradisional) bersifat arbitrer karena dasar alokasi yang digunakan sifatnya
unit-related. Hal tersebut memberikan dampak pada total kos manufaktur yang tidak akurat,
kemudian berdampak pada penentuan harga jual produk yang salah, hingga akhirnya
menyebabkan pemerolehan profit margin yang tidak maksimum bagi perusahaan bahkan hasil
yang negatif.
Penetapan kos berdasarkan cara konvensional (tradisional/fungsional) melibatkan dua tahap.
Pertama, kos-kos tidak langsung ditelusuri, baik yang berhubungan dengan produksi maupun
penunjang dibebankan ke pusat-pusat kos. Kedua, kos dibebankan ke produk dengan
menggunakan suatu ukuran yang seragam (yang bersifat unit-level sebagai dasar alokasi).
Dengan tahapan seperti itu maka kos overhead yang dibebankan ke produk akan mengalami
distorsi baik secara kuantitas maupun harga. Penetapan kos berdasarkan aktivitas (activity-based
costing) berusaha menghilangkan distorsi tersebut dengan menambah sub tahapan dimana kos -
kos tidak langsung terlebih dahulu ditelusuri dan dialokasikan pada aktivitas. Masing-masing
aktivitas akan memiliki pemicu kosnya sendiri (cost-drivers) sehingga nantinya kos dialokasikan
dengan melihat hubungan sebab-akibat. Sebagai tambahan, jika ternyata aktivitas yang ada pada
perusahaan sangatlah banyak maka untuk memudahkan aktivitas-aktivitas tersebut dapat
dikelompokkan menjadi empat kelompok sehingga akan memiliki pemicu kos yang homogen
(disebut cost pool). Oleh karenanya, penetapan kos berdasarkan aktivitas lebih menghasilkan
total kos
ila perusahaan tidak memiliki karakteristik tersebut, justru mungkin traditional costing lebih
tepat digunakan karena apabila menggunakan ABC, justru benefit yang diperoleh tidak
sebanding dengan cost yang dikeluarkan. Bahwa penggunaan ABC memerlukan kos yang luar
biasa besar tidak hanya berkaitan dengan rupiah yang dikeluarkan, namun juga waktu yang
dikerahkan. Hal tersebut terutama disebabkan karena untuk menggunakan ABC, hal awal yang
harus dilakukan adalah wawancara ke seluruh bagian departemen. Proses wawancara itulah yang
sangat mahal dan boros waktu karena seringkali perusahaan menggunakan konsultan dari luar
perusahaan untuk melakukannya. Informasi yang harus diperoleh dari hasil wawancara di
antaranya adalah : nama aktivitas, deskripsi aktivitas, kos objek, pemicu aktivitas, persentase
waktu per aktivitas, dan lain sebagainya.
Pada bagian selanjutnya, akan dipaparkan rincian mengenai perbandingan perhitungan antara
trad
bernilai tambah, misalnya rework, recheck, repair, dll. Aktivitas tersebut dianggap sebagai
Merujuk pada tujuan kedua dari ABM, dimensi proses dapat dikatakan merupakan aspek
fundamental dari ABM dan memerlukan data yang lebih detail dibandingkan dimensi kos
(ABC). Dimensi kedua dari ABM ini seringkali disebut sebagai process value analysis (PVA).
Dapat dilihat pada gambar 3.7 di atas bahwa seberapa baik suatu aktivitas dijalankan merupakan
tonggak agar reduksi kos dapat dilakukan. Yakni dengan cara melaksanakan aktivitas secara
lebih efisien dan menghilangkan aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah. Berikut akan
dibahas me
tivitas tersebut. Karena ukuran aktivitas tersebut merupakan faktor yang menentukan besarny
hadap aktivitas - aktivitas tersebut, karena pada tahap berikutnya akan dilakukan pengklasifika
3. Aktivitas tidak penambah nilai (non-value added activities-NVAA) adalah aktivitas-aktivitas
yang tidak diperlukan baik oleh konsumen maupun organisasi.