Menatap dokter itu. “Maaf dok, dokter boleh pergi tinggalin kami.” Ujarnya dengan suara serak
menahan tangis.
Dokter itu pamit pergi, mereka segera masuk ke dalam ruangan gadis yang kini terbaring dengan
tubuh terpasang alat-alat bantu hidup yang belum dilepas. Wajah gadis itu sangat pucat, tubuhnya
juga dingin.
“Jeje, bangun yah, mami udah disini sayang. Mami gak benci sama kamu, mami sayang banget sama
kamu. Bangun yah sayang, mami janji gak akan pernah mengabaikan kamu lagi. “
“Mami mohon, buka mata kamu sayang!” Andin meraba wajah pucat anak bungsunya, kemudian
memeluknya dan menangis.
“MAMI, PLEASE!” Kevan berteriak membuat mereka menatapnya, “Jeje udah pergi, Mi, dia udah gak
ada!”
“Mami, ikhlasin Jeje yah, dia udah tenang disana. Dia udah gak ngerasa kesakitan lagi!” Ujar Kiara,
kembaran Kevan.
Kiara menunduk,
“KENAPA KAMU HARUS SAKIT? KALAU SAJA KAMU TIDAK SAKIT JEJE GAK AKAN NGERASA DI
ABAIKAN, DIA GAK BAKALAN PERGI!”
“MAMI, CUKUP!”
Tara panik, ia segera menggendong istri keluar dari ruangan mencari dokter.
“Gak, ini salah gue. Mami benar, kalau aja gue gak sakit, Jeje pasti gak akan bunuh diri!”
Kevan menggeleng menatap Kiara yang terpukul, ia melepas pelukan Kiara kemudian menghampiri
adiknya yang terbaring lemah di atas brankar.
“Kenapa, Je?”
1
“Gak ada yang ngabain lo, kita sayang sama lo. Kita cuman mau lo ngerti dikit aja kalau Kiara lagi
sakit, dia sakit parah. Setelah dia sembuh, kita bakalan kayak dulu lagi.”
“Bangun, Je.”
Menangis.
Tit.tit.tit.
Suara alat bantu hidup yang berbunyi membuat Kevan mengernyit, ia sontak bangun dan menatap
adiknya.
Mendengar banyak suara ribut-ribut membuat gadis itu membuka matanya. Hal pertama yang
dilihatnya adalah langit-langit ruangan yang berwarna putih, lalu saat ia menoleh ke arah kanan. Ia
mengernyit, melihat lelaki yang tampak terkejut menatapnya.
Bukan hanya, lelaki itu, ia juga melihat banyak orang lainnya yang menatapnya terkejut. Gadis itu
sontak beranjak bangun menatap mereka.
“JEJE!”
“SETAN!”
Kevan sontak melirik tajam salah satu sahabat adiknya yang spontan berteriak mengatai adiknya.
Terus ketiduran!
Ia lalu melirik orang-orang yang berada di ruangan ini, mereka juga siapa?
Dokter masuk ke dalam ruangan bersama suster, sama terkejutnya saat melihat pasien.
“Tapi, dok-
“Van, ayok. Biar dokter cepat meriksa keadaan Jeje!” Kiara menarik kevan keluar.
Saat semua sudah keluar, dokter mulai menyuruhnya kembali berbaring dan memeriksanya.
“Tekanan darah, detak jantung, pernafasan, Semuanya normal dok!” Ujar suster itu melihat monitor.
“Wah, ini benar-benar keajaiban. Padahal baru beberapa menit yang lalu saya memberitahu
keluarga dan teman-teman kamu bahwa keadaan kamu memburuk dan tak dapat diselamatkan. Tapi
lihat sekarang kamu bahkan tampak sangat sehat!”
Ia mengernyit mendengarnya, “Memangnya saya kenapa, Dok? Perasaan saya emang gak sakit, tapi
malah ada dirumah sakit. Dan mereka juga siapa? Saya gak kenal mereka!”
Jessie Argentara?
Eh, tapi kok namanya gak asing yah? Kayak pernah dengar. Tapi dimana?”
Gadis itu berpikir sebentar, sampai ia mengingat sesuatu matanya sontak melotot.
“Iya, gue ingat namanya mirip karakter antagonis novel yang semalam gue baca!” Gumamnya.
“Jessie Argentara?” Panggil dokter itu membuat ia menoleh. “Kamu baik-baik saja?” Tanyanya
khawatir.
“Gue lagi mimpi yah?” Tanyanya dalam hati lalu kemudian mencubit dirinya dan itu sangat sakit.
THIS IS CRAZY!
Wajah lesu dan sedihnya membuat Dokter menatapnya khawatir. Dokter sontak menyuruh suster
untuk menyiapkan alat medis untuk memeriksa kepala Jessie. Dokter itu pasti berpikir, mungkin
ekspresi Jessie sekarang, sedih dan bingung karena tak bisa mengingat apapun.
Kepadanya.
Kiara.
Menabrak tubuhnya.
Untuk Kiara.
Dirinya lagi.
Wait!
****F
“lya, mami!”
Adalah Jessie.
Masih memeluknya.
Menangis.
Menangis.
Kemana-mana!”
Menyelimutinya.
Tangannya erat.
Bingung. Itulah yang saat ini Jessie
Rasakan.
Kepalanya.
“Gimana sama kehidupan gue di
Istirahat sih?”
Matanya.
“KIARA!”
Dengan selkolahnya.
Sendiri mengatasinya.
Aa
Kate.
Sukalah.
“Hati-hati!”
Berlalu pergi.
Jja arnya.
Meninggalkannya.
DITINGGAL!”
Kantin sekolah. Tempat itu kini ramai
Mengobrol.
Masuk.
Keadaan Jessie?”
Kevan galak.
Ke sekolah ngamuk.”
Saja menyimak.
Ujar Frans.
Ujar Andre.
“Hay!”
Sapaan itu membuat obrolan mereka
Grago.
Sifatnya.
TEMAN-TEMANNYA!”
Wajahnya.
Mengangguk malas.
“Dih!”
“Eh, kan gue doang yang dipanggil!”
Disekolah ini.
BRUK!
Lantai.
Memegang pinggangnya.
Memerah malu.
Nagara?
Peduli?”
Grago melerai.
Pergi.
Teman-temannya.”
Keduluan,
“Kenapa?
Brutal.”
Ujarnya pelan.
Rooftop sekolah.
Nagara menoleh,
“Kenapa?
Kiara mengerjap,
Sahabatnya.
Kelasnya.
Bruk!
Mengernyit aneh.
Apa-apa.
Kafe Ghosting.
Meresahkan yah.
Lihat
Pengunjung kafe yang memang
Teman-temannya kan!”
Steffa.
“Dia jalan ke kita?” Tanya Kate heboh.
Didepan keempatnya.
“HAY!”
Banget.
Bareng gak?”
Tere semangat.
“Aku Tere, Kak!” la tak hanya mengenalkan
Gebetan Kak.”
“Beneran, Kak?”
Mereka melotot,
Mendengus.
Menatap Jessie.
Sih?”
‘Ah, Iya!”
Argentara yah?”
“Lah, lo kenal?”
Kenapa Kak?”
Anak Tritanius.”
Ucapan Aji,
Ujarnya.
Kevan!”
Teriaknya.
Nagara.”
TritaniusS.
Steffa heran.
Ujarnya.
Grago.
Mereka.
“Oh tadi dia ngomong katanya lo
Grago.
Putra.
Barusan!
“Yaelah, Jess, kita baru sebentar!”
Jessie.
Sangat canggung.
Tak ada obrolan. Jessie juga sedari tadi
La berpikir sebentar,
Keduanya kah?
Kayaknya harus!
Makin gugup,
Bisa medengarnya.
“Hm!”
Tanyanya.
Rumahnya sendiri.
“O-oh iya, makasih yah kak udah nganterin
Aku pulang
Duluan menguncinya.
Tuh!” Ujarnya.
“Terus apa?”
Serak.
Sahabatnya.
Dalam rumahnya.
Ini aneh. Sangat aneh. Seingat Jessie,
Berjalan disampingnya.
Kate.
Semua.”
Sendiri,
Degdegan kalau-
Buk!
Ganteng itu.
Heboh,
MULAI TUH.”
Masih terdiam.
Menyukai Nagara.
“JESSIE!”
Ujarnya.
Aneh gitu?”
“Aneh gimana?”
“Yah, aneh aja!” Ujar Steffa.
Steffa.
“Jatuh cinta?”
Mereka mengangguk,
Sama Siapa?”
Sama kita!”
Jessie terdiam,
Kepada Nagara?
Gimana dong?
Berdiri.”
Jessie.
“Traktir apaan?”
Kevan.”
**
BRUK!
Kesal.
Tadi.
Memperhatikannya.
Bisa
Lagi.
Dalam hati.
Sabtu malam, Ketiga remaja itu tak
Market.
Kesal.
Jeje mau nonton zombie!”
“Seru, Kak!”
“Baperin tahu.”
“Gak seru.
“Seru banget.”
Tanya Kevan.
Keduanya mendengus,
“Kita nonton action.” Putus Kevan.
“Kenapa lagi?
Kiara.
Sekali!”
Keduanya berdecak,
Itu terputar,
Suara-suara para pengganggu itu
DATANG NIH!”
Menganggu.
Ketiganya menarik nafas dan segera
Merek.
Kak Nagara.
Ujar Keyra
Putri-putri raja-
“DIEM LO”
Steffa menyesal.
Menyesal.
Ke sofa.
“Gegara lo nih!”
“Lo lah!”
“Kalian lah!”
Mereka terdiam.
Ujar Kevan.
Pulang?
Jessie ke kamarnya.
Teman-temannya.
“Markas yok!”
Kevan.” Tambahnya.
Lagi.”
Mereka melotot,
Frans.
“Jangan bilang.. lo suka sama Jessie?”
Suara gak?”
“Hati gue!”
“Hm.
Dia?”
Ceritanya panjang.”
Mereka berdecak,
Kiara?” Tanyanya.
Kevan.
“Gak, Bang. Aku sama teman-teman aku
Ajd:
Drtt.drtt..drtt..
nengangKatnya.
“Halo
Re?”
Senalam
Berangkat sendiri.”
Ih, Bang!”
“Enggak.”
Jessie pasrah,
Sama aden.”
“Nagara!”
Terkejut.
Jemput Jessie.
Nagara mengangguk,
“Gak.
“Bareng gue.
E erbicara.
“BANG KEVAN!”
“JESSIE!”
“GILA!”
Gak pernah?
“lyalah.”
“Kok bisa?”
“Beneran?
TENG!
Berlari pergi.
Menatap Tere.
Tya, tugas Pak Mamat!”
Steffa.
Keluh Steffa.
Dari gue.”
Mendengus kesal.
“Apaan?”
Steffa.
Kate terkekeh, “Bercanda.”
Pletak!
“Bunuh lo.”
“Lo psik-
Angkat ke uks.”
Ujarnya.
“Gak bakal.” Ujar Kate membujuk.
“Jessie aja.”
“Please!”
Memelas.
Dari kelas.
“Jess, cepetan!
Bruk!
“Jessie bangun”
Jessie.
Bapak yang
Membawanya pergi.
“KAK NAGARA!”