Anda di halaman 1dari 3

Pandemi Dan Dunia Pendidikan Indonesia

Semua berawal dari covid-19. Ya, dia berhasil merenggut semua kesenangan anak sekolah, ya
walau dipikir-pikir beberapa anak malah lebih menyukai pembelajaran via online. Eits, tetapi saya
tidak akan membahas tentang asal muasal virus tersebut, melainkan apa dampaknya terhadap dunia
pendidikan Indonesia.

Senin 2 Maret 2020,menjadi peristiwa awal kedatangan virus COVID-19 di tanah air tercinta.
Dimana, virus itu berhasil menginfeksi wanita berusia 31 tahun dan seorang ibu berusia 64 tahun.
Setelahnya, sekolah-sekolah di tanah Jawa, Sumatra, kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara dan
Maluku serta Papua secara beruntun memberhentikan aktifitas pembelajaran tatap muka. Saya ingat
betul pihak sekolah mengumumkan siswa sekolah untuk melakukan pembelajaran di rumah
sementara. Akan tetapi, sekolah dari rumah-nya keterusan sampai sekarang.

Sebenarnya, dampak dari wabah covid-19 tidak hanya menimpa dunia pendidikan saja. Sektor
ekonomi bangsa Indonesia juga mengalami kerugian yang cukup besar. Tercatat, kerugian ekonomi
pada tahun 2020 mencapai 1.356 triliun. Jumlah itu setara dengan 8,8% PDB Indonesia, ungkap Sri
Mulyani selaku menteri keuangan. Cukup disayangkan karena kerugian negara tidak main-main.

Lanjut ke cerita. Jujur saya awalnya senang mendengar cuti dua minggu dari pihak sekolah. Siswa
mana yang tidak senang ketika mendengar cuti panjang setelah kepenatan melaksanakan
pembelajaran sekolah seperti biasa. Hari-hari kian berganti. Tak terasa, Dua minggu sudah saya
lalui. Sebelum cuti dua minggu berakhir, saya sempat bertanya kepada teman-teman tentang kapan
murid-murid kembali melakukan aktivitas sekolah seperti biasa, melalui pesan singkat. Namun
belum ada sedikitpun informasi yang saya dapatkan.

Beberapa waktu berlalu, akhirnya sekolah menginformasikan untuk melakukan pembelajaran secara
online dari rumah. keputusan ini diambil berdasarkan surat edaran dari pemerintah tentang
kebijaksanaan lockdown di setiap wilayah di seluruh Indonesia. Senang atau sedih, saya sendiri
tidak mengerti. Antara antusias dengan pertama kalinya pembelajaran sekolah dilaksanakan via
online, atau rindu bertemu dengan teman dan sahabat di sekolah. Akan tetapi, saat itu saya masih
bisa berpikir positif. Pastinya pembelajaran online tidak membosankan dan sekolah tatap muka
akan kembali di laksanakan.

Awal sekolah online, saya merasa cukup menyenangkan. Seperti melakukan hal baru yang berbeda
dari biasanya. Pertama kalinya dunia pendidikan Indonesia menyelenggarakan pembelajaran online.
Saya belum merasakan kejenuhan atau kendala yang terlalu berat. Palingan masalah kecil seperti
kuota internet yang lebih banyak pemakaiannya.

Namun, sudut pandang saya tentang pembelajaran online berubah seratus delapan puluh derajat
setelah menyaksikan berita di televisi. Peristiwa-peristiwa menyedihkan terjadi berkaitan dengan
pembelajaran online ini. Saya ingat waktu itu ketika menyaksikan berita di televisi tentang seorang
ayah yang rela mencuri android karena anaknya yang harus mengikuti pembelajaran online. Tidak
hanya itu, banyak anak yang memutuskan untuk putus sekolah saja karena tidak memiliki Android
dan kondisi ekonomi keluarga yang kurang mendukung. Apalagi pada saat itu sedang diterapkan
kebijakan lockdown, bagaimana orang tua mereka mencari pundi pundi uang? Berita lain yang saya
saksikan di televisi adalah anak sekolah yang tinggal di daerah terpencil dan pegunungan
mengalami kesusahan jaringan. Sedih sekali melihat teman-teman seusia saya diluar sana
mengalami kesusahan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka. Saya sangat bersyukur kepada
Sang Maha Kuasa. KarenaNya, saya sendiri tidak mengalami masalah yang cukup besar dalam
pembelajaran online ini. Sungguh suatu hal yang sangat layak untuk di syukuri.

Huhhh, langsung ke intinya saja yaaa..


Apakah pendidikan di tengah pandemi ini efektif?? Ada beberapa dampak positif dan negatif
pembelajaran online ditengah pandemi ini. Dampak negatif pembelajaran online meliputi:
Keterbatasan kuota, resiko kekerasan anak tanpa sepengetahuan sekolah, murid dibawah umur
rentan membuka situs pornografi dan ilegal, anak menutup diri dengan sosial, materi yang
disampaikan ke murid tidak maksimal, beberapa anak sekolah memilih menikah muda, putus
sekolah karena biaya dan masih banyak lagi. Namun, pembelajaran online ditengah pandemi
membawa dampak positif juga yaitu: peserta didik belajar beradaptasi dengan teknologi, dan
metode pembelajaran yang lebih bervariasi. Seperti yang sudah saya sampaikan, pembelajaran
online ditengah pandemi membawa beragam pengalaman-pengalaman baru bagi pelajar seperti
saya. Kuncinya ada pada siswa dan siswi itu sendiri. Sebagaimana mereka mau beradaptasi dan
berdamai dengan keadaan.

Untuk saya, pembelajaran online di tengah pandemi memberi banyak perubahan baru dalam
kehidupan sehari-hari. Kebiasaan baru dalam Pembelajaran daring ini adalah saya sering
mengerjakan pekerjaan rumah, membantu orang tua, lebih sering berdoa dan mendekatkan diri
kepada Tuhan, banyak waktu saya habiskan bersama keluarga tercinta, melakukan hobi favorit saya
yaitu menulis, dan menggali banyak informasi-informasi baru nan menarik dari internet. Akan
tetapi, saya sering bermain game online dalam jangka waktu yang cukup panjang dan itu
membuang-buang waktu saja. Untuk diri saya sendiri, pembelajaran online adalah pengalaman baru
yang mengubah kebiasaan-kebiasaan baru juga dalam aspek kehidupan sehari-hari. Ambil hal-hal
positif selama pembelajaran pandemi ini dan jauhi hal hal yang tidak berguna serta membuang-
buang waktu saja.

Dengan kesimpulan akhir, pembelajaran daring ditengah pandemi tidak bisa disebut efektif atau
tidak efektif. Mengapa bisa saya simpulkan demikian? Pertama, pembelajaran daring merupakan
hal baru dalam dunia pendidikan Indonesia. Indonesia baru pertama kali melaksanakan
pembelajaran daring. Sebelumnya, mungkin ada beberapa sekolah yang sudah melaksanakan
metode ini, namun hampir seluruh sekolah di Indonesia belum pernah menerapkan model
pembelajaran via online. Yang namanya baru pertama kali, pasti terdapat banyak kekurangan dan
kesalahan dalam proses pembelajaran. Kedua, tingginya angka Kemiskinan yang mendorong
beberapa anak untuk putus sekolah saja dan mulai bekerja guna memenuhi kebutuhan makan dan
minum. Kita tidak bisa menutupi fakta tentang kesenjangan ekonomi yang ada di Indonesia.
Tercatat persentase angka kemiskinan yang ada di Indonesia adalah sekitar 10,14% yang meliputi
27,54 juta jiwa. Oleh karena itu, beberapa anak yang terlahir dalam keluarga kurang mampu sulit
untuk menempuh pendidikan selama pandemi ini. Jangankan gawai dan android, membayar uang
sekolah saja kesusahan. Dampaknya, anak anak yang terlahir dalam keluarga kurang mampu
memutuskan untuk putus sekolah saja dan mencari uang untuk memenuhi kebutuhan makan dan
minum keluarga. Terakhir, Pembelajaran online ditengah pandemi membawa dampak baik dan juga
dampak buruk secara bersamaan. Seperti yang sudah saya bahas sebelumnya, pembelajaran online
membawa pengaruh yang beragam bagi peserta didik. Alasan tersebut menjadi faktor utama
mengapa pembelajaran online di tengah pandemi tidak dapat disimpulkan efektif atau tidak efektif.

Walaupun begitu, saya tidak akan pernah bosan untuk meminta agar pandemi ini segera berakhir.
Doa dan permohonan terus saya panjatkan kepada Dia, sang penyelenggara hidup. Entah bagaimana
akhirnya, pasrah adalah jalan satu satunya. Saya percaya, pelangi indah akan menyambut kita di
ujung perjalanan yang penuh dengan terpaan badai. Dan inilah saya dan sekutip catatan tentang
pembelajaran online ditengah pandemi menyedihkan ini.

Oleh: Yohanes Gilberto Mahendra Sair


Kelas: IX K

Anda mungkin juga menyukai