DAFTAR ISI
LAMPIRAN:
Lampiran 1: PANITIA PELAKSANA NASIONAL PESANTREN PERGERAKAN – [27]
Lampiran 2: KITAB KUNING & REFERENSI BUKU KONTEMPORER – [28]
Lampiran 3: KETENTUAN KHUSUS REGISTRASI PESERTA – [32]
Lampiran 4: SURAT PERMOHONAN DELEGASI PESERTA – [33]
Lampiran 5: FORMULIR PENDAFTARAN PESERTA – [34]
1
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
Jika kita sebagai manusia beragama yang kritis dan rasional marilah kita renungkan
Firman Allah SWT berikut ini: Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang, [1] Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?, [2] Itulah
orang yang menghardik anak yatim, [3] dan tidak menganjurkan memberi makan orang
miskin, [4] Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, [5] (yaitu) orang-orang
yang lalai dari shalatnya, [6] orang-orang yang berbuat riya’, [7] dan enggan (menolong
dengan) barang berguna. (Q.S. Al-Maa’uun [107]: 1-7). Dalam ayat ini jelas bahwa aspek
antroposentrisme transendental dalam beragama lebih didahulukan daripada aspek
teosentrisme transendental. Ketertindasan manusia adalah sebuah realitas sosial yang
tidak bisa dibiarkan, realitas tersebut harus disikapi, dilawan, dirubah demi keadilan atas
nama nilai-nilai universal dari semua agama.
Mengapa tidak ada protes atau perlawanan atas kondisi ketertindasan dari pihak kaum
agamawan? Apakah kaum agamawan buta atau membutakan diri terhadap situasi yang
ada? Kita sebagai entitas Islam harus menyadari bahwa ketidakmampuan mengambil
sikap yang diperlihatkan para agamawan itu disebabkan ketidakmampuannya melihat
persoalan sosial dan menganalisis struktur-struktur penindasan yang ada. Bukan hanya
itu, berlanjutnya penindasan karena agama mengalami degradasi nalar karena
pemahaman terhadap teologi dan kitab suci didominasi oleh tafsir yang justru tidak
sensitif terhadap persoalan masyarakat tertindas. Oleh karena itu perlu dilakukan de-
ideologisasi terhadap realitas sosial dan superstruktur serta de-ideologisasi terhadap
interpretasi kitab suci, agar iman kita bisa merespon situasi konkrit penindasan dan ikut
berjuang bersama-sama kaum tertindas melawan para penindas. Kebekuan agamawan
dalam merespon situasi konkrit ini seharusnya mendorong untuk menawarkan metode
berteologi yang bukan hanya sebagai usaha ortodoksi tapi juga suatu ortopraksis, yang
dimaksud adalah bahwa berteologi bukan hanya untuk memperteguh dan memantapkan
ajaran, tapi juga menjadikan pengalaman konkrit sebagai basis menerapkan sebuah
rumusan ajaran Islam Rahmatan lil ‘Alamin. Kenyataan ini menunjukkan bahwa
semangat dan prinsip teologi Islam ketika sistem dan struktur sosial dalam masyarakat
berjalan timpang (kemiskinan, ketidakadilan, diskriminasi, penindasan). Spirit Islam harus
didoroong bahwa dalam diri manusia sebenarnya menyimpan potensi fitrah, yakni
kesadaran akan kemerdekaan diri.
2
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
Dalam perspektif analisa kritis MEA adalah sebuah gagasan yang mendukung
berjalannya sistem kapitalisme global. Kita harus mampu melacak dan membongkar
kepentingan terselubung atas seolah-olah niat baik gagasan MEA. Secara sistematis
ideologi kapitalisme membutuhkan liberalisme berfikir dan bertindak manusia, serta
meniscayakan sistem sosial yang mendukung arus dan gelombang neo-liberalisme.
Bahwa masyarakat modern dicirikan dengan faham dan watak individualisme,
liberalisme, pragmatisme, irasional, hedonisme, juga ditunjang skill atau kemampuan
memanfaatkan teknologi dalam segenap kehidupannya. Watak masyarakat semacam itu
memang sengaja diciptakan oleh seperangkat sistem ide dari kapitalisme dan
liberalisme. Sekali lagi dalam MEA terdapat selubung kepentingan ideologis dari
kapitalisme, dimana manusia digiring untuk mampu berkompetisi secara bebas dalam
dunia pasar kerja. Pada titik ini sebetulnya terjadilah keterasingan (alienasi) manusia
dalam sistem masyarakat kapitalis.
3
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
(bangsa berdikari). Jika kita analisa dengan jernih dan kritis, kepentingan ekonomi politik
modern internasional ditandai oleh globalisasi produksi dan keuangan (dominasi modal).
Dalam tiga dasawarsa terakhir, masyarakat dunia menyaksikan perubahan yang sangat
signifikan dalam tatanan ekonomi politik global. Dunia menjadi demikian kompleks ketika
fenomena interdependensi antar bangsa kian meningkat. MEA adalah bagian dari
interdependensi antar Negara-negara Asia dalam kepentingan ekonomi.
Kemajuan inovasi teknologi, arus informasi, serta komunikasi yang dibarengi dengan
semakin tingginya intensitas arus investasi, keuangan, dan perdagangan global
menandai proses yang disebut sebagai globalisasi ekonomi. Proses tersebut juga
dicirikan dengan kian massifnya peran aktor non-negara dalam politik internasional.
Tidak hanya institusi-institusi global seperti WTO, IMF, Bank Dunia, atau perusahaan-
perusahaan multinasional, namun juga disertai dengan kemunculan gerakan masyarakat
sipil yang lintas batas negara misalnya terjadinya pergolakan politik di berbagai negara
yang mendorong orang bermigrasi. Dalam analisa kiritis ini, sekali lagi hal positif yang
berdampak adalah bahwa Indonesia akhirnya harus mampu berkompetisi melindungi
asset SDA demi kesejahteraan rakyat, mendorong birokrasi yang bersih dan akuntabel.
Pada akhirnya juga harus menciptakan manusia yang sesuai dengan watak dan karakter
bangsa Indonesia.
4
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
Meminjam analisis dan pemikiran Marxist, bahwa Karl Marx sangat benci dengan sistem
perekonomian liberal yang digagas oleh Adam Smith dan kawan-kawan. Untuk
menunjukkan kebenciannya Marx menggunakan berbagai argumen untuk “membuktikan”
bahwa sistem liberal atau kapitalis itu buruk. Argumen-argumen yang disusun Marx
dapat dilihat dari berbagai segi, baik dari sisi moral, sosiologi maupun ekonomi. Dari segi
moral Marx melihat bahwa sistem kapitalis mewarisi ketidakadilan dari dalam.
Ketidakadilan ini akhirnya akan membawa masyarakat kapitalis ke arah kondisi ekonomi
dan sosial yang tidak bisa dipertahankan. Dari segi sosiologi, Marx melihat adanya
sumber konflik antar kelas. Dalam sistem liberal-kapitalis yang diamati Marx ada
sekelompok orang (yaitu para pemilik modal) yang menguasai kapital, dan ada
sekelompok orang lainnya (yaitu kaum buruh) sebagai kelas proletar yang seperti sudah
ditakdirkan untuk selalu menduduki posisi kelas bawah. Dari segi ekonomi, Marx melihat
bahwa akumulasi kapital di tangan kaum kapitasil memungkinkan tercapainya
pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Akan tetapi pembangunan dalam sistem kapitalis
sangat bias terhadap pemilik modal. Untuk bisa membangun secara nyata bagi seluruh
lapisan masyarakat, perlu dilakukan perombakan struktur melalui revolusi sosial. Bagi
Marx, pangkal dari semua perubahan adalah karena dilakukannya penghisapan atau
eksploitasi dari para kapitalis terhadap kaum buruh.
Maka, kemajuan ekonomi, sosial dan politik bangsa Indonesia ini sangat ditentukan oleh
kedaulatan rakyat. Kekuatan rakyat jangan sampai dihisap oleh kekuasaan yang
cenderung korup, partai yang melakukan depolitisasi massa, dan pemodal yang
merampok pajak rakyat. Kekuatan bangsa ini sangat bergantung pada political will para
pemimpin bangsa.
Pelaku utama dari globalisasi adalah Negara imperialis yang berkuasa artinya Negara
yang mempunyai prinsip ekonomi world competitive dan mereka tidak mempunyai
kerugian apa-apa karena semua biaya yang dikeluarkan berasal dari pembukaan pasar
(open market). Kelompok ini hendak memperjuangkan globalisasi yang bebas
(unrestricted globalization), mereka cenderung untuk membuka perekonomian mereka
dan sebagai gantinya mereka juga menuntut Negara lain agar membuka
perekonomiannya. Dalam kaitan dengan IMF, juga mendesak bagi pemerintah untuk
segera menghentikan kontrak dengan lembaga internasional tersebut, walaupun
sebenarnya juga sudah terlambat. “Jeratan” IMF pada kendali kebijakan perekonomian
Indonesia, sehingga menurunkan kedaulatan nasional ekonomi kita, sudah berjalan
sangat lama dengan hasil yang minimal, menelan biaya sosial-ekonomi yang mahal.
5
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
Jika kita mengatakan IMF gagal membantu pemulihan ekonomi Indonesia, ini bukanlah
sesuatu yang mengejutkan. Kebijakan-kebijakan IMF yang me-liberalkan perekonomian
dengan membuka pasar barang dan modal seluas-luasnya, sistem kurs bebas,
mengetatkan APBN, menjual BUMN, dan membatasi intervensi pemerintah, tidak jarang
justru bersifat kontra produktif bagi perbaikan ekonomi negara berkembang. Tak kurang
dari Joseph E. Stiglitz, ekonom dunia terkemuka peraih nobel tahun 2001, menohok IMF
yang dikatakannya dengan ahli ekonom “kelas tiga” ingin mengatur negara-negara yang
sangat komplek permasalahan ekonominya. Hasilnya, menurut Stiglitz dalam
“Globalization and Its Discontents”, justru mendorong penyebaran resesi ekonomi dari
satu negara ke negara lain, menyulitkan kaum miskin karena IMF sangat berorientasi
pada kepentingan elit para kreditor, menimbulkan pengangguran.
Globalisasi pada dasarnya berpijak pada kebangkitan kembali paham liberalisme, suatu
paham yang dikenal sebagai neo-liberalisme. Neo-liberalisme sesungguhnya ditandai
dengan kebijakan pasar bebas, yang mendorong perusahaan swasta dan pilihan
konsumen, penghargaan atas tanggungjawab personal dan inisiatif kewiraswastaan,
serta menyingkirkan birokrat dan “parasit” pemerintah, yang tidak akan pernah mampu
meskipun dikembangkan. Aturan dasar kaum neo-liberal adalah “Liberalisasikan
perdagangan dan keuangan”, “Biarkan pasar menentukan harga”, “Akhiri inflasi,
Stabilisasi ekonomi-makro, dan privatisasi”, “Pemerintah harus menyingkir dari
menghalangi jalan”. Paham inilah yang saat ini mengglobal dengan mengembangkan
“consensus” yang dipaksakan yang dikenal dengan “Globalisasi”, sehingga terciptalah
suatu tata dunia. Arsitek tata dunia ini ditetapkan dalam apa yang dikenal “The Neo-
Liberal Washington Consensus”, yang terdiri dari para pembela ekonomi swasta
terutama wakil dari perusahaan-perusahaan besar yang mengontrol dan menguasai
ekonomi internasional dan memiliki kekuasaan untuk mendominasi informasi kebijakan
dalam membentuk opini publik.
6
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
Untuk memahami hukum gerak ekonomi kita bisa melihat dengan analisis teori marxis.
Dalam memahami studi Ekonomi Politik Internasional, marxisme memiliki kerangka kerja
bahwasanya negara tidak bergerak secara otomatis, namun negara digerakkan oleh
kepentingan kelas yang berkuasa. Sebagai contohnya ialah negara-negara kapitalis yang
digerakkan oleh kepentingan kaum borjuis. Hal tersebut kemudian berarti bahwa segala
macam perjuangan antar negara haruslah dilihat dalam konteks ekonomi sebagai
persaingan antar kelas kapitalis yang berbeda negara, karena marxis memiliki paham
bahwa konflik kelas merupakan hal yang sangat fundamental daripada konflik antar
Negara. Nah, dari pandangan marxisme ini, kita sebagai bangsa Indonesia harus mampu
mengendalikan dan menguasai kekuatan ekonomi dalam negeri. Negara seharus
mampu melindungi asset-aset ekonomi penting, tidak ada lagi eksploitasi atas nama
rakyat. Kekuatan ekonomi Negara ada dalam kekuatan massa rakyat yang melindungi
asset-nya. Bisa dikatakan kita butuh sistem ekonomi nasional, sistem ekonomi sosialis,
sistem ekonomi rakyat, atau sistem ekonomi pancasila.
Sistem ekonomi yang tepat untuk Indonesia adalah Sistem Ekonomi Pancasila (SEP).
Sistem Ekonomi Pancasila (SEP) merupakan sistem ekonomi yang digali dan dibangun
dari nilai-nilai yang dianut dalam masyarakat Indonesia. Beberapa prinsip dasar yang
ada dalam SEP tersebut antara lain berkaitan dengan prinsip kemanusiaan,
nasionalisme ekonomi, demokrasi ekonomi yang diwujudkan dalam ekonomi kerakyatan,
dan keadilan. Sebagaimana teori ekonomi Neoklasik yang dibangun atas dasar faham
liberal dengan mengedepankan nilai individualisme dan kebebasan pasar. SEP juga
dibangun atas dasar nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, yang bisa
berasal dari nlai-nilai agama, kebudayaan, adat-istiadat, atau norma-norma, yang
membentuk perilaku ekonomi masyarakat Indonesia. Kasus terbelenggunya kita pada
utang, dan juga terperosoknya Indonesia dalam krisis ekonomi yang terjadi sekarang,
merupakan “peringatan” kepada bangsa kita untuk menggali nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat, yakni nilai-nilai sistem Ekonomi Pancasila, dalam memecahkan masalah
ekonomi yang dihadapi bangsa ini. Adalah juga menjadi tanggung jawab kita semua,
terutama kalangan intelektual, akademisi, aktivis sosial, untuk melakukan kajian-kajian
empirik dalam merumuskan nilai-nilai yang membentuk perilaku ekonomi orang
Indonesia. Bagaimana tantangan manifestasi dari gagasan ini? Tentu harus kita jawab!
7
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
Revolusi Industri 4.0 merupakan perubahan strategis dan drastis tentang pola produksi
yang mengolaborasikan tiga dimensi utama di dalamnya, yakni manusia, teknologi/
mesin, dan big data. Dalam banyak literatur, kunci dari era industri generasi keempat ini
bukan lagi berkisar pada ukuran atau besaran perusahaan atau organisasi, tetapi
kelincahan dan sifat adaptif yang dimiliki untuk dapat bertahan dalam iklim kompetitif dan
dinamis menghadapi perubahan yang bergerak melesat. Soft skills dan transversal skills
menjadi modal penting bagi generasi yang hidup dan menjadi pelaku perubahan di era
revolusi industri tersebut.
Peluncuran 'Program Making Indonesia 4.0' pada beberapa bulan lalu menjadi salah satu
upaya Indonesia menyambut penetrasi Revolusi Industri 4.0, yang kedatangannya
diharapkan tidak sekadar disambut oleh euforia yang melenakan, tetapi merangsang
kesadaran bahwa kesiapaan bangsa ini untuk menceburkan diri pada arus revolusi
tersebut harus disertai dengan 'pemberian bekal' yang mumpuni agar menghindarkan diri
terseret arus globalisasi yang menenggelamkan.
8
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
Ragam analisis mengemuka terkait dengan tantangan utama yang dihadapi sumber daya
manusia Indonesia dalam menjalankan revolusi industri keempat ini. Mekanisasi oleh
mesin dan teknologi digital menjadi tantangan utama layaknya api dalam sekam.
Beragam penemuan teknologi, digitalisasi, dan terobosan bidang teknologi tergambar
pada studi McKinsey (2017) yang menyatakan bahwa sekitar 52,6 juta jenis pekerjaan
pada jangka waktu lima tahun ke depan akan digantikan oleh mesin dengan sistem
otomasi. [Tulisan Kritis Tantangan Utama Revolusi Industri 4.0, diadaptasi dari tulisan
Diyan Nur Rakhmah (active writer pada birokratmenulis.org) – kumparan.com]
Gambaran di atas memberi implikasi yang penting bagi Indonesia. Tidak hanya di bidang
ekonomi, tetapi mencakup aspek yang lebih luas termasuk politik luar negeri dan
pertahanan. Pertama, ekonomi Indonesia perlu menyiapkan diri sebaik-baiknya agar
dinamika Asia yang berkembang cepat itu dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi
pembangunan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Semua potensi pembangunan, tidak
hanya sumber daya alam, tetapi yang lebih pokok adalah sumber daya manusia,
infrastruktur, ruang (teritori), dan teknologi harus dioptimalkan. Kedua, mempertegas
arah pembangunan ekonomi yang akan ditempuh dalam jangka panjang. Dalam
menjabarkannya kepada prioritas pembangunan untuk kurun waktu yang lebih pendek
9
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
Mereka yang tak memahami Madzhab NU demikian ini sering terjebak pada salah
persepsi bahkan menuduh NU sebagai organisasi hiprokit yang prinsipnya berubah-ubah
mengikuti arus dinamika yang berkembang. NU pernah mengakui kedaulatan Belanda
yang jelas-jelas menjajah Nusantara, dan di tengah-tengah upaya Bangsa
memerdekakan negeri dari belenggu penjajahan. NU juga mengakui kepemimpinan
Soekarno di saat banyak tokoh Islam mendelegitimasi kepemimpinannya karena
merangkul PKI dalam sistem NASAKOM. Ini tentu berbeda dari sikap NU yang selama ini
dikenal. Ketika NU didirikan pada tahun 1926, lalu ditulis Qanun Asasinya, tak
dicantumkan di situ tujuan kemerdekaan. Ditanyakan hal itu kepada Mbah Wahhab
Hasbullah, lalu dijawab bahwa semua program dan tujuan NU hanya bisa dilaksanakan
dengan baik jika Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda. Tujuan kemerdekaan tak
perlu dituangkan secara eksplisit karena terlalu terang benderang. Demikain pula ketika
terjadi pemberontakan PKI pada tahun 1948 di Madiun, NU menjadi garda depan dalam
membela NKRI. Namun kenapa di kemudian hari NU tetap membela Soekarno dan
bersedia masuk dalam kabinet yang menyertakan PKI? Begitu juga kenapa di kemudian
hari NU justru mengakui pemerintahan Belanda dan tetap menganggap Nusantara
sebagai negara Islam meski di bawah kekuasaan penjajah asing yang kafir? Keputusan
NU demikian ini jika tidak memahami dengan baik prinsip-prinsip NU maka sering
mengarah pada klaim dan tuduhan bahwa NU tidak konsisten dan cenderung mudah
tergoyahkan oleh kepentingan sesaat.
10
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
Secara ontologis, peradaban Barat termanifestasi dalam bentuk hasil kreativitas manusia
yang diarahkan pada pencarian kebutuhan material keduniaan yang sarat dengan
nuansa hedonisme. Sedangkan peradaban Islam merupakan akumulasi kreativitas
manusia yang diarahkan tidak hanya pada pencarian kebutuhan hidup material, tetapi
sekaligus juga pencarian kepuasan ruhani (spiritual). Secara epistemologis, peradaban
Barat diperoleh melalui pendekatan-pendakatan akademis yang didasarkan pada
rasionalisme, empirisme, dan positivisme. Dengan begitu, perkembangan peradaban
Barat berjalan linier dan sarat nuansa sekularisme. Sementara itu, peradaban Islam
digali dari teks-teks suci yang dibumikan secara kontekstual. Dengan demikian,
pendekatan saintifik dalam peradaban Islam selalu sarat nilai-nilai Islam. Secara
aksiologis, peradaban Barat akan bernilai ketika mampu menjawab seluruh kebutuhan
dan tantangan kehidupan manusia. Sementara itu, peradaban Islam tidak hanya
bertujuan pragmatis temporal, tapi melampaui batas-batas kebutuhan lahiriah
duniawiyah. Menurut Islam, sebuah peradaban akan bernilai bila mendatangkan manfaat
bagi kesejahteraan hidup manusia di dunia dan akhirat. Oleh karenanya, peradaban
Islam juga terkait dengan persoalan eskatologis yang merupakan salah satu aspek
penting dalam bangunan teologi Islam.
Para penulis sejarah fikih (tarikh al-tasyri') umumnya sepakat, setelah abad ke-9 dan ke-
10 Masehi atau abad-3 dan ke-4 Hijriah, hukum Islam mengalami kejumudan tekstual
atau lebih dikenal dengan istilah taklid (taqlid). Selama periode taklid ini tidak ada
perkembangan berarti dalam epistimologi hukum Islam, kecuali mengikuti produk ijtihad
yang telah dihasilkan ulama-ulama terdahulu. Dalam bidang ushul fiqh, metodologi
perumusan hukum yang diarsiteki Imam Syafi'i begitu dominan, sehingga tidak ada yang
berhasil melampaui batas-batas epistimologis yang telah ditetapkan Syafi'i. Bahkan,
kematangan di bidang ini sempat menggiring ulama untuk mendeklarasikan "pintu ijtihad"
telah tertutup. Proses rethinking Islam sebenarnya masih berlangsung dan perlu terus
11
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
dikembangkan. Sejauh ini, untuk menghindari pemahaman keagamaan yang literalis dan
rigid, para ulama mengajukan dua strategi penafsiran. Pertama,
mengkontekstualisasikan teks untuk menemukan--pinjam istilah Nasr Abu Zayd--makna
alegorisnya. Kedua, menggiring rasionalitas hukum dari penalaran deduktif menuju
penalaran induktif. Tugas generasi kita dan generasi mendatang adalah menguji dua
strategi ini dan coba mengajukan kerangka penalaran yang lebih solid.
Krisis-krisis global yang disebutkan di atas dapat dilacak secara langsung pada cara
pandang dunia (world view) Barat. Pandangan dunia yang diterapkan selama ini adalah
pandangan dunia mekanistik linier ala Cartesian dan Newtonian. Paradigma Cartesian-
Newtonian ini, di satu sisi berhasil mengembangkan sains dan teknologi yang membantu
kehidupan manusia, namun di sisi lain mereduksi kompleksitas dan kekayaan kehidupan
manusia itu sendiri. Paradigma Cartesian-Newtonian memperlakukan manusia dan
sistem sosial seperti mesin besar yang diatur menurut hukum-hukum obyektif, mekanis,
deterministik, linier, dan materialistik. Cara pandang ini menempatkan materi sebagai
dasar dari semua bentuk eksistensi, dan menganggap alam kosmos sebagai suatu
kumpulan objek-objek terpisah yang terkait menjadi sebuah mesin raksasa. Di antara
tokoh-tokoh revolusi ilmiah yang turut membentuk cara pandang seperti itu adalah
Francis Bacon, Copernicus, Galileo, Descartes, dan Newton.
Revolusi ilmiah itu telah membawa para saintis pada satu kesimpulan bahwa kehidupan
dunia tidak lagi begitu menarik untuk diperbincangkan. Betapa tidak, hampir seluruh
realitas telah dapat diterangkan secara jelas oleh penemuan-penemuan sains. Terlebih
jika dunia dilihat dengan formula matematis gaya Albert Einstein atau Stephen Hawking,
maka bisa jadi yang kita jumpai adalah sebuah dunia yang sudah selesai. Artinya,
manusia telah merasa berhasil menyadap the mind of God, sehingga Tuhan memang
telah tiada. Yang ada hanyalah konstruksi dan persepsi manusia sebagaimana
dinyatakan oleh Nietzsche atau Karl Marx. Dengan demikian, masuk akal jika peradaban
Barat mencapai puncaknya pada saat mereka meninggalkan (independen dari) Tuhan.
Karena mereka menyandarkan nasibnya semata pada kekuatan sendiri dan
mengabaikan aspek-aspek spiritualitas, maka bisa dipahami jika mereka kehilangan
orientasi (dis-oriented).
12
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
Bertolak dari realitas objektif di atas, untuk mewujudkan peradaban Islam masa depan
diperlukan upaya-upaya rekonstruktif dengan mempertimbangkan elemen-elemen: (1)
semangat tajdid dari semua pihak secara menyeluruh, (2) pembumian wahyu melalui
kontekstualisasi ajaran Islam, (3) political will dari pihak penguasa, (4) eksplorasi,
penguasaan, dan pengembangan sains dan teknologi, serta (5) membangun moralitas
umat yang didasarkan pada nilai-nilai Islam otentik. Dengan kekuatan dan potensi umat
yang begitu besar, tidak tertutup kemungkinan bahwa fajar kebangkitan peradaban Islam
akan bersinar dari negeri Indonesia.
13
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
wilayah perebutan yang akan kita temui dan oleh karena itu apa yang harus kita produksi
dan mengunakan jalur distribusi seperti apa agar produk-produk gerakan kita tidak
disabotase di tengah jalan. Rangkaian produksi-distribusi-perebutan ini adalah sebuah
mata rantai yang tidak boleh putus, karena putusnya sebuah mata rantai ini berarti
matinya gerakan atau setidak-tidaknya gerakan hanya akan menjadi tempat kader-
kadernya heroisme-ria. Dan yang lebih penting bahwa gerakan semacam ini akan lebih
mudah untuk di aborsi.
Yang pertama perlu di kembangkan di PMII adalah bahwa sejarah itu berjalan dengan
masa lalu, bukan karena semata-mata masa lalu itu ada, tetapi karena masa lalu telah
membentuk hari ini dan hari esok. Artinya capaian tertinggi dari sebuah gerakan adalah
ketika satu generasi telah berhasil mengantar generasi berikutnya menaiki tangga yang
lebih tingi. Visi historis inilah yang akan menjadikan PMII sebagai organisasi besar yang
berpandangan kedepan dan universal, karena PMII tidak didirikan hanya untuk bertahan
selama sepuluh atau dua puluh tahun, tetapi PMII didirikan untuk melakukan perubahan
tata struktur dan sistem. Dengan demikian paradigma menempati posisi yang sangat vital
dalam membangun gerakan PMII ke depan, karena paradigma itu seharusnya memandu
gerakan PMII dalam bingkai dunia.
Sebagai sebuah organisasi semestinya PMII telah mencapai periode kamatangan, sejak
didirikan pada 17 April 1960 sebagai bagian integral dari organisasi NU, PMII memang
berfungsi sebagai sayap mahasiswa NU di samping GP Ansor di sayap pemuda,
Muslimat di sayap ibu-ibu, Fatayat di sayap remaja putri dan IPNU/ IPPNU di sayap
pelajar serta Banom-Banom lain, maka komitmen PMII kapada jam`iyah NU adalah suatu
yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Maka keterlibatan PMII di masa-masa awal berdirinya
sebagai penyokong Partai NU adalah sebuah keharusan. Pada tahun 1974 ketika NU
telah melakukan fusi politik dengan partai-partai Islam lain, dalam PPP, maka deklarasi
independensi di Munarjati Malang juga merupakan pilihan sejarah yang sangat penting.
Dengan tegas PMII menyatakan independen dari NU karena PMII memang harus
menegaskan visinya bukan sebagai bagian partai politik.
14
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
Klimaks dari resistensi terhadap pemerintahan rezim Orde Baru adalah gerakan
mahasiswa di penghujung dekade 1990-an dimana PMII berdiri di barisan paling depan
dalam menghancurkan rezim Orde Baru, sebagaimana NU juga berdiri di barisan paling
depan dalam menganyang PKI pada paruh ke-dua tahun 1960-an. Paradigma arus balik
masyarakat pingiran yang di pandu oleh gagasan free market of ideas tersebut berhasil
menciptakan kader-kader PMII yang kritis dan memiliki militansi gerakan yang memadai
dan sikap yang terbuka. Keterbukaan itu ditandai dengan luasnya pergaulan aktifis-aktifis
PMII dengan kelompok-kelompok minoritas yang selama ini selalu terkucilkan. Dengan
bekal pemahaman teologis yang inklusif para kader mampu melampaui sekat-sekat
agama yang selama ini di pelihara demi kelanggengan kekuasaan.
Ada bebarapa alasan yang menyebabkan PMII harus memilih paradigma kritis sebagai
dasar untuk bertindak dan mengaplikasikan pemikiran serta menyusun cara pandang
dalam melakukan analisa:
Pertama, masyarakat Indonesia saat ini sedang terbelenggu oleh nilai-nilai kapitalisme
modern. Kesadaran masyarakat dikekang dan diarahkan pada satu titik yaitu budaya
massa kapitalisme dan pola pikir positivistik modernisme. Pemikiran-pemikiran seperti ini
sekarang telah menjadi sebuah berhala yang mengahruskan semua orang untuk
mengikatkan diri padanya. Siapa yang tidak melakukan, dia akan ditinggalkan dan
dipinggirkan. Eksistensinya-pun tidak diakui. Akibatnya jelas, kreatifitas dan pola pikir
manusia menjadi tidak berkembang. Dalam kondisi seperti ini maka penerapan
paradigma kritis menjadi suatu keniscayaan.
15
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
Kedua, masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang majemuk, baik etnik, tradisi,
kultur maupun kepercayaan. Kondisi seperti ini sangat memerlukan paradigma kritis,
karena paradigma ini akan memberikan tempat yang sama bagi setiap individu maupun
kelompok masyarakat untuk mengembangkan potensi diri dan kreatifitasnya secara
maksimal melalui dialog yang terbuka dan jujur. Dengan demikian potensi tradisi akan
bisa dikembangkan secara maksimal untuk kemanusiaan.
Ketiga, sebagaimana kita ketahui selama pemerintahan Orde Baru dan juga Orde
Reformasi berjalan sebuah sistem politik yang represif dan otoriter dengan pola yang
hegemonik. Akibatnya ruang publik (public sphere) masyarakat hilang karena direnggut
oleh kekuatan negara. Dampak lanjutannya adalah berkembangnya budaya bisu dalam
masyarakat, sehingga proses demokratisasi terganggu karena sikap kritis diberangus.
Untuk mengembangkan budaya demokratis dan memperkuat civil society dihadapan
negara, maka paradigma kritis merupakan alternatif yang tepat.
Kelima, selain belenggu sosial politik yang dilakukan oleh negara dan sistem kapitalisme
global, era MEA, Reviolusi Industri 4.0, Globalisasi, dan Neo-Libetralisme yang terjadi
sebagai akibat perkembangan situasi, faktor yang secara spesifik terjadi dikalangan
PMII adalah kuatnya belenggu dogmatisme agama dan tradisi. Dampaknya, secara
tidak sadar telah terjadi berbagai pemahaman yang distortif mengenai ajaran dan fungsi
agama. Terjadi dogmatisme agama yang berdampak pada kesulitan membedakan
mana yang dogma dan mana yang pemikiran terhadap dogma. Agamapun menjadi
kering dan beku, bahkan tidak jarang agama justru menjadi penghalang bagi kemajuan
dan upaya penegakan nilai kemanusiaan. Menjadi penting artinya sebuah upaya
dekonstruksi pemahaman keagamaan melalui paradigma kritis.
Beberapa alasan mengenai mengapa PMII memilih Paradigma Kritis Tansformatif untuk
dijadikan pisau analisis dalam menafsirkan realitas sosial. Karena pada hakekatnya
dengan analisis PKT mengidealkan sebuah bentuk perubahan dari semua level dimensi
kehidupan masyarakat (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya dan pendidikan, dll.)
secara bersama-sama. Hal ini juga tercermin dalam imagened community (komunitas
imajiner) PMII yang mengidealkan orientasi out-put kader PMII yang diantaranya adalah:
Intelektual Organik, Agamawan Kritis, Profesional Lobbiyer, Ekonom Cerdas,
Budayawan Kritis, Politisi Tangguh, dan Praktisi Pendidikan yang Transformatif.
16
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
Jika global-network dengan negara, civil society, institusi pendidikan, institusi agama,
dan institusi budaya, dan berbagai asosiasi kepemudaan berhasil dilakukan maka PMII
akan menjadi organisasi gerakan mahasiswa yang bervisi global dan mendapatkan
banyak akses untuk terlibat secara aktif. Secara khusus, global-network dimanfaatkan
untuk mendapatkan akses pendidikan, berupa beasiswa untuk up grading disiplin
akademik, bagi kader-kader PMII dan membangun ikatan emosional serta kerjasama
dengan organisasi kepemudaan di negara-negara tersebut.
Semestinya hal-hal penting yang harus dilakukan kader PMII dalam jangka panjang
adalah melakukan: (1) nasionalisasi asset bangsa; (2) mendidik kader muda untuk
memiliki watak dan sikap negarawan yaitu: nasionalisme, patriotisme dan heroisme
yang matang; (3) melawan investor asing yang semena-mena mengeksploitasi sumber
daya alam kita yang berlimpah; (4) melawan segala bentuk ketidak adilan termasuk
birokrasi dan rezim pemerintahan yang tiranik; (5) menolak intervensi asing atas
perundang-undangan dan semua regulasi yang mengatur tata kelola pemerintahan dan
perlindungan asset ekonomi; (6) menyaring imperealisme budaya yang menegasikan
watak asli masyarakat Indonesia sebagai bangsa angraris dan maritim; (7) menalar
kembali makna Islam progresif yang responsif terhadap realitas sosial.
17
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
Sebagai pesan ideologis untuk kader PMII, renungkan kata-kata Tan Malaka: ”Sebelum
imperialis itu meninggalkan pesisir kita belumlah akan kita sarungkan belati kita ke sarungnya.
Kembali kita ke alam kita, ke penghidupan yang sederhana. Kita bisa dan kita terpaksa berlaku
begitu! Dengan hidup sederhana dan senjata sederhana kita bisa bertahan bertahun tahun.
Camkanlah bahwa kekayaan Indonesia yang istimewa itu mengizinkan kita bertarung lama
dengan hidup miskin. Semua kekayaan dan kemegahan Indonesia itu kelak akan jatuh kembali
ke tangan kita apabila kita sudah menang! Semboyan kita: Rencana Ekonomi Berjuang!
Kemerdekaan 100%! Rencana Ekonomi Sosialistis!”
Agenda Ideologis Pesantren Pergerakan ini memiliki ekspektasi yang besar dan dalam
jangkauan yang panjang atas nama solidaritas dan perjuangan PMII, yaitu dimana
alumnus Pesantren Pergerakan ini diharapkan terbentuk aspek-aspek kematangan
kader, diantaranya: terbentuknya aspek militansi, semangat perjuangan, semangat
membangun PMII, semangat ber-pengetahuan, semangat pengorbanan, loyalitas yang
takkan pernah mati, intelektualitas yang mumpuni, nalar kritis-progresif, spiritualitas
agama & sosial, dedikasi dan integritas diri, berkorban untuk menjaga PMII, Negara,
Bangsa Indonesia, serta memperjuangkan Islam Rahmatan lil ‘Alamin. Jika masih diberi
umur panjang, maka marilah perjuangan suci ini kita lakukan terus-menerus tanpa
pamrih dan hanya mengharap Ridho Allah SWT. Ingatlah sahabat, bahwa nyawa,
tenaga, darah, pikiran, kehendak, naluri, rasa, hasrat, keinginan, yang ada dalam jiwa
dan tubuh kita ini hanya akan menjadi debu tanpa arti jika tidak kita abadikan dalam
perjuangan, pengabdian, pengorbanan, dan perwujudan harapan-harapan suci nan
mulia. Maka, sekecil apapun manfaat dari kegiatan ini kami yakin adalah sebuah
pengabdian yang besar atas nama nilai, solidaritas, pengetahuan, katauhidan dan suatu
usaha meneladani alim ulama di negeri ini. Sahabatku seperjuangan! Marilah terus
membunuh waktu, terus berjuang, terus-menerus bunuh diri kelas, terus menasbihkan
diri dalam cita-cita perubahan sosial. Kita jadikan pesantren pergerakan ini sebagai
sentrum gerakan pemikiran dan gerakan sosial. Perubahan kita mulai dari diri sendiri.
Kita semua adalah ummat terbaik yang diberi amanah untuk mendorong perbuatan baik
dan mencegah dari kemungkaran. Hiduplah yang mulia, atau matilah dengan syahid!
Salam Pergerakan! Salam Persahabatan! Salam Ta’dzim!
18
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
19
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
konteks lokal-nasional dan global; (2) Peserta memahami latar belakang kemunculan
teologi pembebasan Islam progresif dalam perspektif amar ma`ruf nahi mungkar,
memiliki sense-gerakan terhadap kenyataan empiris dalam konteks lokal-nasional
maupun global, menginternalisasi dan mengimplemantasikan prinsip dan nilai-nilai
egalitarianisme dan universalitas Islam; (3) Peserta memahami paradigma gerakan
PMII dan menjadikanya sebagai metodologi berpikir dan gerakan serta dalam
mengimplementasikannya dalam perilaku, sikap dan kehidupan pribadi,
berorganisasi dan berdialektika dalam pergerakan; (4) Peserta mampu memahami
makna strategi sebagai cara yang harus dilakukan untuk memobilisasi kekuatan
(forces mobilization) secara efektif. Strategi mengarah pada upaya untuk
memenangkan suatu pertarungan (kontestasi); (5) Peserta memahami nilai-nilai
perjuangan PMII untuk membangun masyarakat yang memiliki kekuatan dan jejaring
untuk merancang perubahan ke arah yang lebih baik sebagai langkah untuk
memberikan penguatan kepada kader; (6) Peserta memahami pola dan strategi ke
depan PMII sebagai upaya untuk menentukan posisi gerakan ke depan.
5. Peserta Program Takhasus Pesantren Pergerakan diharapkan memiliki tradisi
intelektual yang baik dan mumpuni, meliputi: (1) memiliki basis literatur yang kuat
untuk mendukung pengetahuan; (2) memiliki tradisi membaca dan diskusi yang kuat;
(3) memiliki tradisi menulis yang tangguh; (4) peserta memiliki standart pengetahuan
minimal dari referensi kitab kuning bidang fiqh, adidah, dan tasawuf berikut dengan
penalaran, interpretasi yang kontekstual dengan perkembangan zaman.
20
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
*) Proses diskusi dilakukan oleh peserta dan didampingi oleh Narasumber Utama
dan klarifikator, sudah disediakan modul materi oleh panitia.
21
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
*) Untuk diskusi & taskhih materi kaderisasi non-formal PMII akan dipilah skala
prioritas, sudah kami sediakan semua buku panduan/ modul oleh panitia
*) Santri wajib membawa minimal 30 buku dari 100 buku diatas sesuai kemampuan
*) Judul buku lengkap terdapat dalam lampiran proposal kegiatan
22
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
23
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
▪ Selama 20 hari semua santri dilatih riyadhoh atau menggembleng mental untuk
membentuk spiritualitas santri, meliputi:
1. Shalat 5 waktu & tarawih berjama’ah,
2. Shalat sunnah tahajud & dukha,
3. Hizib jalbul rizqi,
4. Pembacaan surah waqi’ah ba’da shalat subuh,
5. Shalawat nariyah & pembacaan kitab al-barozanji,
6. Yasinan dan tahlilan,
7. Sayyidul istighfar & istighozah kubro,
8. Ziyaroh kubur,
9. Khataman Al-Qur’an 30 Juz dihari terakhir Pesantren Pergerakan
24
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
25
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
R. PENUTUP
Demikian Proposal Kegiatan/ Risalah Perjuangan Program Takhasus Pesantren
Pergerakan Se-Nusantara ini kami buat, semoga bisa menjadi pemahaman dan acuan
mendasar bagi peserta dan berbagai pihak atas penyelenggaraan kegiatan.
26
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
27
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
28
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
29
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
30
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
11. Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2009)
12. Michael Lowy, Teologi Pembebasan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003)
13. Imam Al-Ghazzali, Tahafut Al-Falasifah (Bandung: Marja, 2010)
14. Ibnu Rusyd, Tahafut At-Tahafut; Sanggahan terhadap Tahafut Al-Falasifah
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014)
15. Arnold Toynbee, Sejarah Umat Manusia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014)
16. Kazuo Shimogaki, Kiri Islam; Antara Modernisme dan Postmodernisme (Yogyakarta:
LKiS, 2011)
17. Eko Prasetyo, Islam Kiri; Melawan Kapitalisme Modal dari Wacana Menuju Gerakan
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002)
18. Leonard Binder, Islam Liberal (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011)
19. Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat (Yogyakarta: Gading,
2015)
20. Clifford Geertz, Agama Jawa; Abangan, Santri, Priyayi dalam Kebudayaan Jawa
(Jakarta: Komunitas Bambu, 2014)
31
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
1. Sahabat-sahabat yang fix/ pasti ikut menjadi Peserta Penuh Program Takhasus
Pesantren Pergerakan Se-Nusantara (Karantina 20 Hari) diharap Mengisi Formulir
Pendaftaran/ CV Peserta kemudian dikirim ke No.WA Panitia Pelaksana Nasional:
NOMOR PUSAT KENDALI INFORMASI/PENDAFTARAN/REGISTRASI:
▪ BUNG KRISTEVA | WA. 0821-3314-1744 (Call Centre PP. Al-Madaniyah)
▪ AZIZ ASKHARI | WA. 0896-2480-0159 (Koordinator Umum Panitia Nasional)
▪ SYAMSUL HERY | WA. 0822-3020-0917 (Sekretaris Umum Panitia Nasional)
▪ YEZAR ALAWY | WA. 0896-5882-7321 (Koordinator Umum Panitia Lokal)
3. Bagi donatur/ para aghniya atau sahabat-sahabat se-Nusantara yang berminat ikut
bergabung dengan ikhlas dan penuh perjuangan atas nama eksistensi PMII dalam
Program Takhasus Pesantren Pergerakan Se-Nusantara ini, bisa membayarkan
infaq/ biaya registrasi peserta Rp. 100.000,- melalui:
NOMOR REKENING: 707 116 8667 BANK SYARIAH MANDIRI CILACAP A.N
SANTOSO/ NUR SAYYID SANTOSO KRISTEVA
4. Bagi peserta juga bisa menyetorkan infaq/ biaya registrasi di lokasi kegiatan.
5. Registrasi Rp. 100.000,- akan digunakan untuk photo copy/ penggandaan buku
panduan Buku Panduan/ Modul Materi Kaderisasi PMII (Versi Cetak Asli: 455 Hal),
dan juga digunakan untuk memenuhi kebutuhan pembelajaran selama 20 hari.
6. Jika ada peserta yang benar-benar berminat belajar, namun hanya memiliki biaya
transportasi untuk pulang-pergi maka beban biaya registrasi dibayarkan
semampunya.
7. Untuk memenuhi kebutuhan buka & sahur selama 20 hari, dibebankan kepada iuran
peserta sesuai kemampuan, yang dikoordinir oleh Lurah Pondok.
8. Hal-hal yang belum jelas terkait segala hal tentang Pesantren Pergerakan bisa
hubungi Nomor WA Pusat Kendali Informasi.
32
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
Nomor : 001/PAN-PP/V/2019
Lamp : 1 Bendel Proposal
Perihal : PERMOHONAN DELEGASI PESERTA
Berkaitan dengan hal diatas kami memohon kepada seluruh pihak pengurus PMII level
Pengurus Rayon, Komisariat, Cabang, Koordinator Cabang/ Kader Muda Nahdliyyin di
lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) untuk mendelegasikan peserta dalam kegiatan ini.
Demikiran surat ini kami sampaikan, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
33
Risalah Perjuangan
Program Takhasus Pesantren Pergerakan
Lampiran 5: FORMULIR PENDAFTARAN PESERTA (Diisi & Dikirim Via WA Pan.Nasional/ Email)
NAMA LENGKAP
ALAMAT RUMAH
NAMA KAMPUS
ALAMAT KAMPUS
NOMOR HP/ WA
KARIR PENDIDIKAN
PENGALAMAN ORGANISASI
MOTTO HIDUP
34