JCI 7th Edition Hospital Standard - Bahasa Indonesia (Effective 1 January 2021)
JCI 7th Edition Hospital Standard - Bahasa Indonesia (Effective 1 January 2021)
Rumah Sakit
Termasuk Standar untuk Rumah Sakit Pendidikan
Untuk informasi lebih lanjut mengenai Joint Commission International, silakan kunjungi
https://www.jointcommissioninternational.org.
Manish Kohli, MD, MPH, MBA, FHIMSS Terence Shea, MPA, BSN, RN
Chair, HIMSS Board of Directors Consultant, Joint Commission International, USA
Managing Director, Beyond Horizon Health, USA
Abdul Latif Sheikh, RPh, MS, FFIP
David Loose, MSN, RN, NEA, CPHQ Member, Prime Minister’s Task Force on Health,
Surveyor, Joint Commission International, USA Pakistan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 3
President/CEO, Pakistan Society of Health System Surveyor, Joint Commission International, USA
Pharmacists, Pakistan
Shaveta Dewan, MBBS, MBA
Kelompok Ahli Surveyor, Joint Commission International, USA
Manajemen dan Keselamatan Fasilitas (FMS)
Yvonne P. Burdick, MHA, EDAC, FACHE Sara Guastello
Consultant, Joint Commission International, USA Vice President, Knowledge Management, Planetree
International, USA
Michael Chihoski, MS, CHSP, CHFM, AMDP, SASHE
Consultant, Joint Commission International, USA Derick P. Pasternak, MD, MBA, FACP, FACPE
Senior Consultant, Joint Commission International,
Michael Crowley, PE, FSFPE, FASHE USA
Industry Relations, Jensen Hughes
2020 President, Society of Fire Protection Engineers Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PCI)
(SFPE), USA Chinhak Chun, MD
Consultant, Joint Commission International, USA
George Mills, MBA, FASHE, AAMIF, CEM, CHFM, CHSP,
CHOP-DNV Diane Cullen, MSN, MBA, RN, CIC
Director of Operations, Healthcare Solution and CEO, Associate Director, Standards Interpretation Group,
ATG, Jones Lang LaSalle, USA The Joint Commission
Board Member and Past President, APIC Chicago
Ozlem Yildirim Veenstra, PhD, BSIE, MSEM (chapter of the Association for Professionals in
Surveyor, Joint Commission International, USA Infection Control and Epidemiology), USA
Daftar Isi
Perincian mengenai perubahan spesifik pada setiap bab dalam buku standar edisi ke-7
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 7
dicantumkan berikut ini. Jika suatu standar atau EP dari buku standar edisi ke-7 tidak
tercantum di bawah ini, maka tidak terdapat perubahan substantif sejak edisi ke-6. Bagian
yang dihapus dari Edisi ke-6 tidak dicantumkan di sini.
Pendahuluan
• Memperbarui dan menyusun ulang isi dari bagian Pendahuluan agar sesuai dengan
perubahan pada buku standar edisi ke-7
• Menambahkan informasi mengenai nilai akreditasi JCI serta bagaimana menggunakan
buku standar ini
• Memindahkan “Persyaratan Kelayakan Umum” ke dalam Pendahuluan
o Maksud dan Tujuan: Direvisi agar mencantumkan isi dari Standar ACC.2.2.1 pada
edisi sebelumnya mengenai alur pasien
o EP 1: Menomori ulang ACC.2.2.1, EP 1 dari edisi sebelumnya
o EP 2: Menomori ulang EP 3 dari edisi sebelumnya
o EP 3: Menomori ulang EP 4 dari edisi sebelumnya
o EP 4-6: Menomori ulang ACC.2.2.1, EP 2-4 dari edisi sebelumnya
• ACC 2.3
o Standar: Menggabungkan standar ini dengan Standar ACC 2.3.1 pada
edisi sebelumnya agar membahas mengenai kriteria admisi, pemulangan,
dan/atau transfer
o EP 3: Menomori ulang ACC.2.3.1, EP 1 dari edisi sebelumnya
o EP 4: Menomori ulang EP 5 dari edisi sebelumnya
o EP 5: Menomori ulang ACC.2.3.1, EP 5 dari edisi sebelumnya
• ACC.3
o Standar: Menggabungkan standar ini dengan Standar ACC.3.2 dari edisi
sebelumnya agar mencantumkan pembahasan mengenai akses ke informasi
pasien yang penting
o Maksud dan Tujuan: Direvisi agar mencantumkan komponen ringkasan rekam
medis pasien
o EP 4: Menomori ulang ACC.3.2, EP 1 dari edisi sebelumnya
o EP 5: Menggabungkan EP ini dan menomori ulang ACC.3.2, EP 2-6 dari edisi
sebelumnya mengenai komponen ringkasan rekam medis pasien
o EP 6: Menomori ulang EP 4 dari edisi sebelumnya
• ACC.3.1
o EP 1: Menggabungkan EP 1 dan 2 dari edisi sebelumnya
o EP 2 dan 3: Menomori ulang EP 3 dan 4 dari edisi sebelumnya
• Maksud dan Tujuan ACC.4 dan ACC.4.1: Menggabungkan maksud dan tujuan kedua
standar ini serta menambahkan pembahasan mengenai kebutuhan pasien dan
keluarga akan edukasi, dan membahas mengenai kebutuhan pasien akan perawatan
yang berkelanjutan dan kebutuhan informasi saat pemulangan
• ACC.4
o Standar: Direvisi agar berfokus pada kesiapan pasien untuk pemulangan
o EP 1: Menomori ulang EP 3 dari edisi sebelumnya dan merevisi EP tersebut agar
mencantumkan kesiapan pasien untuk pemulangan
o EP 3: Menomori ulang EP 1 dari edisi sebelumnya dan merevisi EP tersebut agar
mencantumkan pelayanan penunjang
(PFR)” dan bab “Edukasi Pasien dan Keluarga (PFE)” dari edisi sebelumnya serta
membuat bab baru yang dinamakan “Perawatan yang Berfokus pada Pasien” (PCC)
• Gambaran Umum: Merevisi gambaran umum bab PFR dam menggabungkan konsep
PFE
• PCC.1
o Standar: Menomori ulang Standar PFR.1 dari edisi sebelumnya
o EP 1: Menomori ulang PFR.1, EP 1 dari edisi sebelumnya
o EP 2 dan 3: Memecah standar PFR.1, EP 2 dari edisi sebelumnya agar
berfokus pada penerapan (EP 2) dan perlindungan (EP 3) hak-hak pasien dan
keluarga
o EP 4 baru: Menambahkan persyaratan mengenai hak pasien untuk
menentukan siapa saja yang menurut mereka harus terlibat dalam
pengambilan keputusan terkait perawatan mereka
o EP 5: Menomori ulang PFR.1, EP 3 dari edisi sebelumnya
o EP 6: Menomori ulang PFR.2, EP 6 dari edisi sebelumnya
• PCC.1.1
o Standar: Menggabungkan dan menomori ulang Standar PFR.1.1 dan PFR.4 dari
edisi sebelumnya
o Maksud dan Tujuan: Menggabungkan maksud dan tujuan kedua standar
ini dan menambahkan informasi serta contoh mengenai hambatan
terhadap perawatan dan pernyataan tertulis terkait hak pasien dan
keluarga
o EP 1: Menomori ulang dan mengadaptasi EP 1 standar PFR.1.1 dari edisi
sebelumnya
o EP 2: Menggabungkan, menomori ulang dan mengadaptasi PFR.1.1, EP 2 dan 3
dari edisi sebelumnya
o EP 3: Mengadaptasi konsep Standar PFR.2 dan PFR.4 dari edisi sebelumnya
o EP 4: Menggabungkan dan menomori ulang standar PFR.4, EP 1 dan 2 dari edisi
sebelumnya
o EP 5: Menomori ulang PFR.4, EP 3 dari edisi sebelumnya
• PCC.1.2
o Standar: Menomori ulang Standar PFR.1.2 dari edisi sebelumnya
o EP 1: Menomori ulang PFR.1.2, EP 1 dari edisi sebelumnya
o EP 2: Menggabungkan dan menomori ulang standar PFR.1.2, EP 2 dan 3 dari edisi
sebelumnya
o EP 3: Menomori ulang PFR.1.2, EP 4 dari edisi sebelumnya
• PCC.1.3
o Standar serta Maksud dan Tujuan: Menomori ulang Standar PFR.1.3 dari edisi
sebelumnya dan memperluas pembahasan mengenai hak pasien untuk
memperoleh akses terhadap informasi kesehatan mereka
o EP 1-3: Menomori ulang PFR.1.3, EP 1-3 dari edisi sebelumnya
o EP 4: Mengklarifikasi bahwa rumah sakit harus memiliki proses untuk
memberikan izin pengungkapan informasi kesehatan kepada pasien
o EP 5 baru: Menambahkan persyaratan mengenai proses untuk memberikan
akses kepada pasien terhadap informasi kesehatan mereka
o EP 6 baru: Menambahkan persyaratan mengenai pemberian akses secara tepat
waktu kepada pasien agar dapat mengakses informasi kesehatan mereka sendiri
tanpa biaya tambahan
• PCC.1.4: Menomori ulang Standar PFR.1.4 EP 1-3 dari edisi sebelumnya
• PCC.1.5: Menomori ulang dan mengadaptasi Standar PFR.1.5 EP 1–4 dari edisi
sebelumnya
• PCC.2
o Standar serta Maksud dan Tujuan: Menomori ulang Standar PFR.2 dari edisi
sebelumnya dan memperluas pembahasan agar mencantumkan keluarga
pasien, serta membahas mengenai keterlibatan dan edukasi mengenai
pengambilan keputusan terkait proses perawatan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 12
perawatan paliatif
o EP 1: Mengingat adanya perubahan pada maksud dan tujuan, pimpinan
rumah sakit akan perlu memasukkan pasien-pasien yang mendapat
perawatan paliatif ke dalam daftar layanan dan pasien berisiko tinggi
• COP.3.1
o Standar serta Maksud dan Tujuan baru: Menambahkan persyaratan mengenai
pengelolaan sistem alarm klinis
o EP 1 baru: Menambahkan persyaratan bagi pimpinan rumah sakit untuk
mengembangkan dan menerapkan program pengelolaan sistem alarm
o EP 2 baru: Menambahkan persyaratan untuk menentukan prioritas sinyal alarm
berdasarkan risiko keselamatan pasien
o EP 3 baru: Menambahkan persyaratan bagi pimpinan rumah sakit untuk
mengembangkan strategi pengelolaan alarm
o EP 4 baru: Menambahkan persyaratan untuk mengedukasi staf mengenai tujuan
dan pengoperasian sistem alarm
o EP 5 baru: Menambahkan persyaratan untuk memastikan bahwa staf
penanggung jawab telah terlatih dan kompeten untuk mengelola alarm
klinis
• COP.3.2:
o Standar: Menomori ulang Standar COP.3.1 dari edisi sebelumnya
o EP 2 dan 3: Memecah COP.3.1, EP 2 dari edisi sebelumnya agar berfokus
pada tanda bahaya dini (early warning signs) (EP 2) dan kapan serta
bagaimana mencari bantuan tambahan (EP 3)
o EP 4 dan 5: Menomori ulang COP.3.1, EP 3 dan 4 dari edisi sebelumnya
• COP.3.3
o Standar: Menomori ulang Standar COP.3.2 EP 1-3 dari edisi sebelumnya
o Maksud dan Tujuan: Menambahkan ekspektasi mengenai tinjauan yang tepat
waktu terhadap data internal mengenai resusitasi
o EP 4 baru: Menambahkan persyaratan bagi rumah sakit untuk meninjau data
internal dari situasi-situasi darurat yang dialami sebelumnya guna
mengidentifikasi kesempatan untuk melakukan perbaikan
• COP.3.4: Menomori ulang Standar COP.3.3 EP 1-3 dari edisi sebelumnya
• COP.3.5
o Standar serta Maksud dan Tujuan baru: Menambahkan persyaratan bagi
rumah sakit untuk membuat proses penentuan pasien yang berisiko bunuh
diri atau melukai diri sendiri
o EP 1 baru: Menambahkan persyaratan untuk menetapkan kriteria skrining risiko
bunuh diri dan melukai diri sendiri
o EP 2 baru: Menambahkan persyaratan untuk menggunakan instrumen
berbasis bukti dalam mengkaji pasien yang memiliki kecenderungan
untuk bunuh diri
o EP 3 baru: Menambahkan persyaratan untuk melakukan pengkajian risiko
lingkungan dan tindakan untuk meminimalisasi risiko yang dijumpai
o EP 4 baru: Menambahkan persyaratan untuk menerapkan protokol dan
prosedur baku untuk memitigasi risiko bunuh dari dan melukai diri sendiri
o EP 5 baru: Menambahkan persyaratan untuk menganalisis data dan memantau
implementasi serta efektivitas protokol dan prosedur tersebut
o EP 6 baru: Menambahkan persyaratan untuk memastikan bahwa staf diberikan
pelatihan mengenai kriteria dan instrumen skrining serta protokol dan prosedur
untuk mengurangi risiko
• COP.4
o Standar serta Maksud dan Tujuan baru: Menambahkan persyaratan untuk
menetapkan program penggunaan laser dan perangkat radiasi optik lain secara
aman
o EP 1 baru: Menambahkan persyaratan agar program ini didasarkan pada
standar profesional serta hukum dan peraturan yang berlaku
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 16
• MMU.6.1
o Maksud dan Tujuan: Menambahkan informasi mengenai cara
memperoleh perhatian pasien dan memberitahukan pasien
mengenai obat-obatannya
o EP 5: Menggabungkan EP 5 dan 6 dari edisi sebelumnya
• Maksud dan Tujuan MMU.6.2 dan MMU.6.2.1: Memperluas maksud dan tujuan
agar mencakup kedua standar yang dipecahkan dari standar MMU.6 edisi
sebelumnya; memasukkan deskripsi lebih lanjut mengenai pelabelan,
penyimpanan, dan pengendalian penggunaan obat-obatan yang dibawa oleh
pasien dari rumah atau obat-obatan sampel, mengambil konsep dari maksud dan
tujuan Standar MMU.3.1 edisi sebelumnya; dan menambahkan ekspektasi untuk
melaksanakan pengkajian risiko
• MMU.6.2
o Standar: Memecah Standar MMU.6.2 dari edisi sebelumnya agar berfokus
pada obat-obatan yang dibawa ke rumah sakit oleh pasien (MMU.6.2) dan
obat-obatan sampel (MMU.6.2.1); mengklarifikasi bahwa obat yang dapat
diminum sendiri oleh pasien dapat dibawa ke rumah sakit atau dapat juga
diresepkan dengan catatan akan diminum sendiri oleh pasien
o EP 1: Menomori ulang dan mengadaptasi EP 4 standar MMU.3.1 dari edisi
sebelumnya
o EP 2 baru: Menambahkan persyaratan agar rumah sakit melakukan
pengkajian risiko untuk obat-obatan yang dibawa sendiri oleh pasien
o EP 3: Menomori ulang dan mengadaptasi EP 1 dari edisi sebelumnya
o EP 4: Menomori ulang EP 2 dari edisi sebelumnya
• MMU.6.2.1
o Standar: Memecah Standar MMU.6.2 dari edisi sebelumnya agar berfokus
pada obat-obatan yang dibawa ke rumah sakit oleh pasien (MMU.6.2) dan
obat-obatan sampel (MMU.6.2.1)
o EP 1: Menomori ulang dan mengadaptasi EP 3 standar MMU.3.1 dari edisi
sebelumnya
o EP 2 baru: Menambahkan persyaratan agar rumah sakit melakukan
pengkajian risiko untuk obat-obatan sampel
o EP 3: Menomori ulang dan mengadaptasi EP 3 standar MMU.6.2 dari edisi
sebelumnya
• MMU.7
o EP 1: Menggabungkan EP 2 dengan EP 4 dari edisi sebelumnya
o EP 3: Mengklarifikasi bahwa proses pencatatan kejadian tidak diharapkan
dalam rekam medis dan proses pelaporannya harus terstandardisasi
o EP 4 baru: Menambahkan persyaratan agar rumah sakit
menggunakan proses yang baku untuk melaporkan kejadian tidak
diharapkan terkait obat sebagai bagian dari program mutu rumah
sakit
• Melakukan revisi editorial minor di seluruh bab
mencakup dua standar yang dipecah dari satu standar pada edisi sebelumnya;
merevisi dan memperbarui maksud dan tujuan agar selaras dengan Kebijakan
Kejadian Sentinel Joint Commission International, termasuk penentuan
kategori analisis akar masalah sebagai salah satu jenis analisis sistematik
komprehensif; menggabungkan konsep dari maksud dan tujuan Standar QPS.9
dari edisi sebelumnya
• QPS.7
o EP 1: Mengingat adanya revisi maksud dan tujuan, elemen yang perlu
dimasukkan oleh pimpinan rumah sakit dalam mendefinisikan kejadian
sentinel ditambahkan dalam EP ini.
o EP 5 baru: Menambahkan persyaratan untuk memantau tindakan korektif
• QPS.7.1
o Standar Baru: Menambahkan persyaratan bagi rumah sakit untuk mengidentifikasi
dan mengelola kejadian tidak diharapkan
o EP 1: Menomori ulang dan memperluas EP 1 standar QPS.9 dari edisi
sebelumnya agar mencakup kejadian tidak diharapkan, kejadian tidak cedera,
dan kejadian nyaris cedera
o EP 2 baru: Menambahkan persyaratan untuk proses pengelolaan kejadian tidak
diharapkan, tidak cedera, dan nyaris cedera yang meliputi mekanisme pelaporan
yang bebas dari menyalahkan/blame-free (konsep dari maksud dan tujuan Standar
QPS.9 dari edisi sebelumnya)
o EP 3–5: Memecahkan, menomori ulang, dan memperluas QPS.9, EP 4 dari edisi
sebelumnya agar berfokus pada analisis kejadian tidak diharapkan (EP 3) serta
kejadian nyaris cedera dan kejadian tidak cedera (EP 4) untuk menentukan dan
menerapkan tindakan korektif berdasarkan hasil analisis tersebut (EP 5)
o EP 6 baru: Menambahkan persyaratan untuk memantau tindakan korektif
• QPS.8
o Maksud dan Tujuan: Menambahkan kejadian tidak diharapkan yang terkait
dengan identifikasi pasien ke dalam daftar data yang perlu dikumpulkan dan
dianalisis
o EP 3: Mengingat adanya perubahan terhadap maksud dan tujuan, daftar data
yang harus dikumpulkan dan dianalisis rumah sakit diperluas agar mencakup
kejadian tidak diharapkan yang terkait dengan identifikasi pasien
• QPS.9: Menomori ulang Standar QPS.10 EP 1-4 dari edisi sebelumnya
• QPS.10
o Standar: Menomori ulang Standar QPS.11 dari edisi sebelumnya
o Maksud dan Tujuan: Merevisi daftar komponen penting dalam program
manajemen risiko agar mencakup ruang lingkup, tujuan, dan kriteria
pengkajian risiko
o EP 1: Menomori ulang QPS.11, EP 1 dari edisi sebelumnya
o EP 2: Menomori ulang dan merevisi QPS.11 EP 2 dari edisi sebelumnya agar
berfokus pada potensi risiko yang dapat memberikan dampak terbesar pada
keselamatan dan mutu perawatan pasien
o EP 3: Menomori ulang QPS.11, EP 3 dari edisi sebelumnya
o EP 4: Menomori ulang QPS.11, EP 4 dari edisi sebelumnya dan merevisi EP
tersebut guna mengklarifikasi bahwa hasil dari kegiatan/latihan pengurangan
risiko harus dapat digunakan untuk mendorong dirancang-ulangnya sistem
yang ada dan menerapkan perubahan tersebut pada proses-proses berisiko
tinggi
o EP 5 baru: Menambahkan persyaratan bagi pimpinan rumah sakit
untuk menerapkan strategi komunikasi yang sesuai
• Melakukan revisi editorial minor di seluruh bab
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 21
• PCI.6.1
o Standar: Menomori ulang Standar PCI.7.1 dari edisi sebelumnya;
memindahkan konsep penanganan perbekalan kedaluwarsa ke dari
Standar PCI.7 edisi sebelumnya
o Maksud dan Tujuan: Menambahkan contoh penggunaan ulang
peralatan sekali pakai dan risiko terkait, serta pengelolaan perbekalan
yang sudah kedaluwarsa
o EP 1: Menomori ulang PCI.7.1, EP 1 dari edisi sebelumnya, dan
mengklarifikasi bahwa penggunaan ulang peralatan atau bahan sekali
pakai harus mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku
o EP 2: Menomori ulang PCI.7.1 2 dari edisi sebelumnya dan mengklarifikasi
bahwa proses pengelolaan peralatan tersebut harus distandardisasi
o EP 3-6: Menomori ulang PCI.7.1, EP 3-6
• PCI.7
o Standar serta Maksud dan Tujuan baru: Memindahkan konsep identifikasi
dan penerapan pedoman profesional untuk pembersihan lingkungan dari
standar PCI.3 pada edisi sebelumnya menjadi satu standar baru dalam
edisi ini.
o EP 1: Menomori ulang dan mengadaptasi EP 2 standar PCI.3 dari edisi sebelumnya
o EP 2 baru: Menambahkan persyaratan bagi rumah sakit untuk menentukan
area yang berisiko tinggi untuk terjadinya infeksi dan menggunakan proses
pembersihan yang sesuai
o EP 3: Menomori ulang PCI.8, EP 5 dari edisi sebelumnya
o EP 4 baru: Menambahkan persyaratan bagi rumah sakit untuk memantau dan
meningkatkan proses pembersihan lingkungan
• PCI.7.1
o Standar serta Maksud dan Tujuan baru: Memindahkan konsep
penggunaan pedoman profesional untuk mengkaji dan mengelola
pembersihan dan disinfeksi laundry, linen, dan baju jaga/baju OK (scrub)
yang disediakan oleh rumah sakit dari PCI 3 menjadi satu standar baru.
o EP 1: Menomori ulang dan mengadaptasi EP 3 standar PCI.3 dari edisi
sebelumnya
o EP 2 baru: Menambahkan persyaratan untuk menggunakan tindakan
pencegahan standar saat menangani laundry, linen, dan baju jaga/baju OK
(scrub) yang disediakan oleh rumah sakit
o EP 3 baru: Menambahkan persyaratan untuk penanganan yang
sedemikian rupa agar mencegah kontaminasi silang
o EP 4 baru: Menambahkan persyaratan bagi staf agar mengenakan baju
jaga/baju OK (scrub) yang disediakan oleh rumah sakit jika ditentukan
demikian oleh rumah sakit
• PCI.8
o Standar serta Maksud dan Tujuan: Menggabungkan dan menomori ulang Standar
PCI.7.2 dan PCI.7.3 dari edisi sebelumnya
o Maksud dan Tujuan: Direvisi agar menyajikan contoh dan panduan pengelolaan
benda tajam secara aman, serta cara pengelolaan jaringan dan bagian tubuh
manusia
o EP 1: Menggabungkan, mengadaptasi, dan menomori ulang standar PCI.7.2, EP 1
dan 2 dari edisi sebelumnya
o EP 2-4: Menomori ulang PCI.7.3, EP 1-3 dari edisi sebelumnya
o EP 5: Menomori ulang dan mengadaptasi EP 3 standar PCI.7.2 dari edisi
sebelumnya
o EP 6 baru: Menambahkan persyaratan mengenai pelatihan staf mengenai
pencegahan kontaminasi silang, pemeliharaan tahapan penanganan
sampel (chain of custody), dan prosedur penanganan yang aman
• PCI.8.1
o Standar serta Maksud dan Tujuan baru: Menambahkan persyaratan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 23
baru untuk melindungi pasien dan staf dari paparan patogen yang
menular melalui darah
o EP 1 baru: Menambahkan persyaratan untuk mengidentifikasi area di mana
terdapat risiko penularan melalui darah dan cairan tubuh serta mengurangi
risiko tersebut
o EP 2 baru: Menambahkan persyaratan bahwa harus terdapat proses
pelaporan paparan terhadap darah dan cairan tubuh
o EP 3 baru: Menambahkan persyaratan bahwa harus terdapat proses untuk
menanggapi paparan terhadap darah dan cairan tubuh
o EP 4 baru: Menambahkan persyaratan untuk mengedukasi staf mengenai proses
tersebut
o EP 5 baru: Menambahkan persyaratan untuk melacak dan memantau insiden
paparan
o EP 6 baru: Menambahkan persyaratan untuk menggunakan data mengenai
paparan dalam mencegah terjadi paparan di masa depan
• PCI.9
o Standar: Menomori ulang Standar PCI.7.4 dari edisi sebelumnya
o Maksud dan Tujuan: Direvisi agar mencantumkan contoh praktik terbaik
dalam mengelola layanan makanan guna mencegah penyebaran penyakit
yang menular melalui makanan
o EP 1: Menomori ulang dan mengadaptasi EP 1 standar PCI.7.4 dari edisi
sebelumnya dan menekan bahwa ini juga berlaku untuk makanan dan produk
nutrisi yang disimpan di luar unit gizi/dapur dan area penyiapan makanan
o EP 2: Menomori ulang dan mengadaptasi EP 3 standar PCI.7.4 dari edisi
sebelumnya
o EP 3: Menomori ulang PCI.7.4, EP 2 dari edisi sebelumnya
o EP 4 baru: Menambahkan persyaratan bagi rumah sakit untuk
menggunakan proses baku dalam memelihara suhu makanan secara tepat
o EP 5: Menomori ulang dan mengadaptasi EP 1 standar MMU.3.1 dari edisi
sebelumnya
• PCI.10
o Standar: Menomori ulang dan merevisi Standar PCI.7.5 dari edisi sebelumnya,
memindahkan konten mengenai pembongkaran, konstruksi, dan renovasi ke
Standar PCI.7.11 yang baru
o Maksud dan Tujuan: Direvisi agar berfokus pada langkah pengendalian
mekanis dan teknis yang dapat digunakan untuk mencegah infeksi secara
proaktif
o EP 1 baru: Menambahkan persyaratan bagi rumah sakit untuk menyediakan
dan memelihara sistem ventilasi tekanan negatif dan positif sesuai dengan
hukum, peraturan, dan standar profesional yang berlaku
o EP 2 baru: Menambahkan persyaratan bagi rumah sakit untuk memelihara
perangkat pengendali suhu sesuai dengan hukum, peraturan, dan standar
profesional yang berlaku
o EP 3: Menomori ulang dan mengadaptasi EP 1 standar PCI.7.5 dari edisi
sebelumnya
• PCI.11
o Standar serta Maksud dan Tujuan: Memindahkan persyaratan bagi rumah sakit
untuk menggunakan proses baku dalam meminimalisasi risiko infeksi selama
pembongkaran, konstruksi, dan renovasi dari standar PCI.7.5 edisi sebelumnya
o EP 1: Menomori ulang PCI.7.5, EP 2 dari edisi sebelumnya
o EP 2 dan 3: Memecah PCI.7.5 EP 3 dari edisi sebelumnya agar berfokus pada
pengkajian risiko dan dampak dari pembongkaran/renovasi terhadap kualitas
udara dan pengendalian infeksi (EP 2) dan pada pengelolaan risiko dan dampak
tersebut (EP 3)
• Maksud dan Tujuan PCI.12 dan PCI.12.1: Menambahkan contoh langkah
pencegahan berdasarkan-transmisi dan opsi isolasi tekanan negatif sementara
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 24
• PCI.12: Menomori ulang Standar PCI.8 dan mengadaptasi EP 1–4 dari edisi sebelumnya
• PCI.12.1: Menomori ulang Standar PCI.8.1 EP 1-3 dari edisi sebelumnya
• PCI.12.2
o Standar: Menomori ulang Standar PCI.8.2 EP 1-5 dari edisi sebelumnya
o Maksud dan Tujuan: Menambahkan respons terhadap infeksi emerging atau
re-emerging dalam komunitas ke dalam daftar keadaan darurat potensial
pada program kesiagaan menghadapi bencana
o EP 1: Mengingat adanya perubahan pada maksud dan tujuan, infeksi
emerging di komunitas ditambahkan ke dalam daftar keadaan darurat
yang harus ditanggulangi dalam program kesiagaan menghadapi
bencana
o EP 3: Merevisi persyaratan agar melibatkan pihak otoritas regional, lokal,
dan nasional dalam evaluasi kedaruratan tahunan
• PCI.13
o Standar: Menomori ulang Standar PCI.9 EP 1-4 dari edisi sebelumnya
o Maksud dan Tujuan: Menambahkan ekspektasi untuk memberikan
edukasi bagi pasien dan pengunjung sesuai kebutuhan mengenai
prosedur cuci tangan secara tepat dan cara menggunakan alat
pelindung diri
o EP 5 baru: Menambahkan persyaratan untuk memberikan edukasi bagi
pasien dan pengunjung mengenai proses disinfeksi tangan dan bagaimana
cara menggunakan alat pelindung diri secara tepat
• PCI.14
o Standar: Menomori ulang Standar PCI.10 EP 1-4 dari edisi sebelumnya
o Maksud dan Tujuan: Menambahkan contoh data pemantauan
o EP 4 baru: Menambahkan persyaratan untuk memasukkan perbandingan angka
kejadian infeksi dalam data pemantauan
o EP 5: Menomori ulang dan mengadaptasi EP 4 standar PCI.10 dari edisi
sebelumnya
• Melakukan revisi editorial minor di seluruh bab
• GLD.7
o EP 5 baru: Menambahkan persyaratan bagi pimpinan rumah sakit
untuk memimpin program penanggulangan keadaan darurat dan
bencana
o EP 6: Menomori ulang EP 5 dari edisi sebelumnya
• GLD.8, EP 5: Menomori ulang EP 6 dari edisi sebelumnya
• GLD.11.1, EP 1-3: Diperluas agar mencantumkan pengkajian keterlibatan dalam
kegiatan mutu serta kegiatan pengukuran indikator dalam evaluasi praktik profesional
berkelanjutan bagi dokter, perawat, dan staf tenaga kesehatan profesional lainnya
• GLD.12.2
o Maksud dan Tujuan: Menambahkan contoh konflik kepentingan
o EP 2: Menomori ulang GLD.8, EP 5 dari edisi sebelumnya
o EP 3 dan 4: Menomori ulang EP 2 dan 3 dari edisi sebelumnya
o Melakukan revisi editorial minor di seluruh bab
keamanan
o EP 5 baru: Menambahkan persyaratan untuk pemantauan guna
memastikan bahwa risiko keamanan telah dikurangi atau dihilangkan
• Maksud dan Tujuan FMS.7 sampai FMS.7.2: Menggabungkan, menomori ulang,
dan memperluas maksud dan tujuan Standar FMS.5 dan FMS.5.1 dari edisi
sebelumnya untuk mengidentifikasi persyaratan mengenai pengelolaan bahan
dan limbah berbahaya secara keseluruhan.
• FMS.7
o Standar serta Maksud dan Tujuan baru: Memasukkan persyaratan
terkait penyusunan program pengelolaan bahan dan limbah
berbahaya secara keseluruhan
o EP 1 baru: Menambahkan persyaratan bagi rumah sakit untuk
mengembangkan dan menerapkan program guna mengelola bahan dan
limbah berbahaya
o EP 2 baru: Menambahkan persyaratan bagi rumah sakit untuk melakukan
pengkajian risiko tahunan terkait bahan dan limbah berbahaya
o EP 3 baru: Menambahkan persyaratan bagi rumah sakit untuk memantau
dan memastikan bahwa risiko terkait bahan dan limbah berbahaya
dikurangi atau dihilangkan
• FMS.7.1
o Standar: Menomori ulang dan memecah Standar FMS.5 dari edisi
sebelumnya menjadi satu standar untuk bahan berbahaya (FMS.7.1) dan
satu standar lainnya untuk limbah berbahaya (FMS.7.2)
o EP 1: Menomori ulang dan memecah FMS.5, EP 1 dari edisi sebelumnya,
berfokus pada bahan berbahaya di FMS.7.1 dan menambahkan
persyaratan bahwa inventaris bahan berbahaya harus diperbarui setiap
tahun
o EP 2-4: Menomori ulang dan memecah FMS.5, EP 2-4 dari edisi
sebelumnya, berfokus pada bahan berbahaya di FMS.7.1 dan
menambahkan pada EP 4 persyaratan mengenai lembar data
keselamatan (safety data sheets, SDS)
o EP 5: Menggabungkan, menomori ulang dan mengadaptasi FMS.5.1, EP 1
dan 2 dari edisi sebelumnya
o EP 6: Menomori ulang dan memperluas EP 3 standar FMS.5.1 dari edisi
sebelumnya
• FMS.7.2
o Standar: Menomori ulang dan memecah Standar FMS.5 dari edisi
sebelumnya menjadi satu standar untuk bahan berbahaya (FMS.7.1) dan satu
standar lainnya untuk limbah berbahaya (FMS.7.2)
o EP 1: Menomori ulang dan memecah FMS.5, EP 1 dari edisi sebelumnya
agar berfokus pada identifikasi jenis-jenis limbah berbahaya
o EP 2: Menomori ulang dan memecah FMS.5, EP 2 dari edisi sebelumnya agar
berfokus pada penetapan prosedur untuk menangani dan menyimpan limbah
berbahaya
o EP 3: Menomori ulang, memecah, dan mengadaptasi FMS.5, EP 1 dari edisi
sebelumnya, agar berfokus pada dokumentasi jumlah (kuantitas) limbah
berbahaya, sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku
• FMS.8
o Standar: Menomori ulang dan mengadaptasi Standar FMS.7 dari edisi
sebelumnya agar mencakup pengkajian risiko berkelanjutan dan kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
o Maksud dan Tujuan: Merevisi daftar butir yang harus dimasukkan dalam
pengkajian risiko kebakaran dan memperluas bahasan agar mencakup informasi
dan contoh pengkajian risiko, respons terhadap hasil pengkajian risiko tersebut,
tindakan penanggulangan sementara, serta menyebutkan bahwa terdapat
Apendiks baru untuk bab FMS yang mencantumkan daftar tindakan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 28
untuk survei inisial akreditasi JCI, yang hanya berlaku untuk verifikasi kredensial
• SQE.15, Maksud dan Tujuan: Mengklarifikasi bahwa verifikasi sumber primer
dilakukan untuk semua praktisi kesehatan; dan menjabarkan pengecualian terkait
waktu (dikurangi dari 3 tahun menjadi 12 bulan) untuk survei inisial akreditasi JCI,
yang hanya berlaku untuk verifikasi kredensial
• Melakukan revisi editorial minor di seluruh bab
data dan informasi yang diberikan melalui pesan teks atau e-mail pada
telepon selular ke dalam rekam medis pasien
o EP 4 baru: Menambahkan persyaratan untuk memperoleh persetujuan pasien
untuk berpartisipasi dalam suatu portal pasien elektronik dan/atau menerima
pesan teks maupun email dari rumah sakit
o EP 5: Menomori ulang dan mengadaptasi EP 6 standar COP.2.2 dari edisi
sebelumnya, memperluas bahasan tentang platform komunikasi potensial, dan
menambahkan persyaratan bagi rumah sakit untuk menjawab pertanyaan
pasien secara tepat waktu
• MOI.13
o Standar: Menomori ulang Standar MOI.14 dari edisi sebelumnya
o Maksud dan Tujuan: Direvisi agar mencantumkan informasi dan menyajikan
contoh mengenai komunikasi sebelum waktu henti (downtime) terencana
maupun komunikasi selama waktu henti tidak terencana serta strategi untuk
pemulihan sistem
o EP 1 dan 2: Menomori ulang MOI.14, EP 1 dan 2 dari edisi sebelumnya
o EP 3: Menomori ulang dan memperluas standar MOI.14 EP 3 agar menekankan
bahwa layanan yang diselenggarakan oleh vendor pihak ketiga harus dimasukkan
juga dalam program pengelolaan waktu henti
o EP 4 baru: Menambahkan persyaratan untuk mengidentifikasi strategi komunikasi
internal dan eksternal untuk waktu henti terencana dan tidak terencana
o EP 5: Menomori ulang dan memperluas MOI.14 EP 4 dari edisi sebelumnya agar
membahas tentang cara menjaga kerahasiaan dan keamanan informasi pasien
o EP 6: Menomori ulang MOI.14, EP 5 dari edisi sebelumnya
• Melakukan revisi editorial minor di seluruh bab
Glosarium
• Menyamakan glosarium untuk semua program akreditasi dan sertifikasi JCI sehingga
terjadi penambahan, revisi substansial, serta penghapusan istilah-istilah tertentu.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 37
<CHAPTER HEADER>Pendahuluan
Bagian Pendahuluan ini menyajikan dan menjelaskan bagaimana Joint Commission
International (JCI) menyusun Buku Standar Akreditasi Joint Commission International
untuk Rumah Sakit, Edisi Ke-7. Sebagaimana dalam enam edisi sebelumnya, telah
berusaha mencerminkan pemikiran terbaru terkait praktik dan konsep keselamatan
pasien untuk membantu rumah sakit yang sudah terakreditasi dan belum terakreditasi
untuk menemukan risiko-risiko keselamatan yang paling mendesak dan bergerak maju
untuk mencapai peningkatan mutu yang berkesinambungan. Kami berharap kami dapat
mendukung usaha Anda untuk terus bekerja menciptakan pelayanan kesehatan yang
seaman mungkin..
Bacalah bab ini terlebih dahulu untuk memahami struktur dan isi buku standar ini.
Pendahuluan ini menyajikan informasi mengenai topik-topik berikut:
• Nilai dari akreditasi JCI
• Proses penyusunan standar
• Bagaimana standar-standar tersebut diorganisir
• Bagaimana menerapkan standar-standar ini di rumah sakit Anda
• Bagaimana cara menggunakan buku panduan standar ini
• Persyaratan kelayakan umum
Setelah Anda memiliki pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana menggunakan
buku standar ini, baca bagian “Persyaratan Kelayakan Umum” pada pengantar ini untuk
memeriksa apakah rumah sakit Anda memenuhi syarat untuk akreditasi JCI. Kemudian
biasakanlah diri Anda dengan bab-bab standar JCI dan pahami bagaimana standar
tersebut membuat pelayanan kesehatan lebih aman.
Jika setelah membaca terbitan ini Anda mempunyai pertanyaan mengenai standar-
standar atau proses akreditasi, mohon menghubungi JCI di JCIAccreditation@jcrinc.com.
Dengan sasaran tersebut, berikut manfaat akreditasi JCI bagi organisasi Anda:
• Memberikan panduan untuk manajemen organisasi kesehatan: JCI merancang
standar untuk membantu pimpinan rumah sakit agar dapat secara efisien dan
efektif mengelola organisasinya dan memberikan perawatan pasien dengan mutu
perawatan dan keselamatan pasien yang terjamin.
• Meningkatkan edukasi staf: Proses akreditasi dirancang untuk menjadi sarana
edukasi. Surveior JCI akan berbagi kiat pendekatan praktik terbaik dan strategi
yang dapat membantu rumah sakit Anda memenuhi maksud dan tujuan standar
dengan lebih baik, dan yang lebih penting lagi, dapat meningkatkan kinerja
operasional sehari-hari.
• Membantu mengatur dan memperkuat upaya perbaikan Anda: Akreditasi
mencakup konsep perbaikan kinerja yang membantu Anda terus meningkatkan
mutu dan membakukan proses perawatan, tata laksana, dan pelayanan Anda.
• Memberi Anda keunggulan kompetitif: Mendapat penghargaan akreditasi adalah
bukti nyata bagi pasien dan masyarakat bahwa rumah sakit Anda berkomitmen
untuk memberikan mutu tertinggi, serta perawatan dan pelayanan teraman. Ini
juga membedakan Anda dari rumah sakit lain yang menawarkan jenis perawatan,
tata laksana, dan pelayanan yang sama.
Namun, jika program pendidikan medis dan penelitian dengan subjek manusia secara
tidak secara khusus dimasukkan dalam kerangka kerja mutu, kegiatan pendidikan dan
penelitian ini sering kali menjadi terabaikan dalam program peningkatan mutu
perawatan pasien. Untuk mengatasi masalah ini, standar JCI di Bagian IV, bab
"Pendidikan Profesi Medis" (MPE) dan "Program Penelitian dengan Subjek Manusia"
(HRP), menyajikan kerangka kerja untuk mengintegrasikan program pendidikan medis
dan penelitian ke dalam kegiatan peningkatan mutu dan keselamatan pasien di rumah
sakit pendidikan.
Banyak organisasi kesehatan dapat menganggap diri mereka sebagai rumah sakit
pendidikan, tetapi hanya organisasi yang memenuhi definisi JCI yang diwajibkan untuk
mematuhi standar MPE dan HRP yang disajikan dalam Bagian IV dari buku standar ini.
Rumah sakit pemohon akan dianggap memenuhi syarat sebagai rumah sakit pendidikan
oleh JCI jika memenuhi tiga kriteria berikut:
1. Rumah sakit tersebut terintegrasi (baik secara organisasi maupun administrasi)
dengan suatu fakultas kedokteran.
2. Rumah sakit tersebut merupakan lokasi utama tempat diselenggarakannya
pendidikan untuk (a) mahasiswa (dengan kata lain, program sarjana) dan (b)
peserta pendidikan dokter spesialis/pascasarjana (sebagai contoh, residen
PPDS-1 atau PPDS-2) dari suatu fakultas kedokteran.
3. Pada saat melamar untuk akreditasi, rumah sakit tersebut sedang melaksanakan
penelitian kedokteran dengan persetujuan dan pengawasan oleh suatu
Institutional Review Board (IRB) atau komite etik penelitian.
Semua rumah sakit yang memenuhi kriteria sebagai rumah sakit pendidikan harus
memenuhi persyaratan dalam Bagian IV (serta persyaratan yang diperinci dalam Bagian
II dan III) agar dapat memperoleh akreditasi JCI.
Organisasi yang memiliki pertanyaan tentang kelayakan mereka untuk memperoleh
akreditasi sebagai rumah sakit pendidikan harus menghubungi Kantor Pusat Akreditasi
JCI dengan alamat JCIAccreditation@jcrinc.com.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 43
Setiap rumah sakit dapat melamar untuk memperoleh akreditasi JCI bila memenuhi
semua kriteria sebagai berikut:
• Rumah sakit terletak di luar negara Amerika Serikat dan wilayahnya.
• Rumah sakit saat ini beroperasi sebagai penyedia pelayanan kesehatan di
negaranya, dan memiliki surat izin untuk memberikan pelayanan dan tata
laksana sebagai suatu rumah sakit (bila disyaratkan), dan minimal melakukan
pelayanan sebagai berikut:
o Menyediakan rangkaian pelayanan klinis perawatan akut yang lengkap—
diagnostik, kuratif, dan rehabilitatif.
o Menyediakan pelayanan 365 hari dalam setahun; memastikan bahwa
semua pelayanan perawatan pasien secara langsung beroperasi selama
24 jam per hari, 7 hari per minggu; serta menyediakan layanan-layanan
tambahan dan penunjang yang dibutuhkan pada kondisi yang gawat,
darurat, dan/atau dalam kondisi kegawatdaruratan pasien selama 24 jam
per hari, 7 hari per minggu (seperti uji diagnostik, laboratorium, dan ruang
operasi, yang sesuai dengan tipe rumah sakit pelayanan akut).
o Untuk rumah sakit khusus, menyediakan serangkaian layanan yang
spesialistis, seperti pediatri, mata, gigi, dan psikiatri..
• Rumah sakit menyediakan pelayanan-pelayanan sebagaimana dibahas dalam
standar akreditasi rumah sakit JCI edisi terkini.
• Rumah sakit melaksanakan atau bersedia melaksanakan kewajiban dalam
meningkatkan mutu perawatan dan pelayanannya.
• Rumah sakit buka dan beroperasi penuh (full operation), merawat dan
memulangkan sejumlah pasien yang memungkinkan dilakukannya evaluasi
lengkap terkait penerapan dan kepatuhan yang berkelanjutan terhadap semua
standar akreditasi rumah sakit JCI edisi terkini.
• Rumah sakit memenuhi persyaratan yang dijelaskan dalam bab “Persyaratan
Partisipasi Akreditasi (APR)”.
Selain itu, rumah sakit pusat pendidikan medis (academic medical center hospital) yang
mendaftar harus memenuhi kriteria tambahan berikut ini:
• Rumah sakit pendaftar terintegrasi dengan fakultas kedokteran (baik secara
organisasi maupun administrasi).
• Rumah sakit pendaftar merupakan lokasi utama (principal site) untuk pendidikan
(1) mahasiswa kedokteran (program sarjana) dan (2) pendidikan kedokteran
pascasarjana (trainees) (sebagai contoh, peserta pendidikan dokter
spesialis/PPDS) dari fakultas kedokteran tersebut.
• Pada saat melamar untuk akreditasi, rumah sakit pemohon sedang melakukan
penelitian medis dengan persetujuan dan pengawasan oleh Institutional Review
Board (IRB) atau komite etik penelitian.
Hubungi JCI di JCIAccrediation@jcrinc.com sebelum mengajukan aplikasi elektronik
(yaitu, E-App) untuk membahas kriteria dan mengkonfirmasi apakah rumah sakit Anda
memenuhi kriteria di atas serta memenuhi definisi untuk "beroperasi penuh" (lihat Kotak
“Memahami Istilah” di halaman xx) setidaknya empat bulan atau lebih sebelum
mengirimkan E-App dan pada saat survei inisial dilakukan. JCI dapat meminta
dokumentasi statistik penggunaan rumah sakit sebelum menerima E-App atau
melakukan survei langsung di lapangan. Selain itu, JCI tidak akan memulai survei
lapangan, dapat menghentikan survei lapangan, atau dapat membatalkan survei yang
sudah dijadwalkan jika JCI kemudian menentukan bahwa rumah sakit tidak memenuhi
definisi "beroperasi penuh."
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 45
Catatan: Jika menurut pertimbangan JCI pemohon tidak memenuhi kriteria kelayakan
untuk program akreditasi rumah sakit/rumah sakit pendidikan, JCI tidak akan menerima
atau memroses E-App dan akan memberi tahu rumah sakit tentang keputusan tersebut.
<INSERT SIDEBAR>
Lokasi utama
Lokasi tempat rumah sakit menyelenggarakan sebagian besar program pendidikan
kedokteran spesialis pascasarjana (sebagai contoh, PPDS) dan tidak hanya untuk satu
jenis spesialisasi, seperti pada rumah sakit spesialisasi tunggal (sebagai contoh, rumah
sakit mata, rumah sakit gigi, atau rumah sakit bedah tulang).
Penelitian medis
Penelitian medis yang dilaksanakan di rumah sakit pendidikan mencerminkan berbagai
area kedokteran atau spesialisasi di dalam institusi tersebut dan meliputi penelitian
dasar, klinis, dan pelayanan kesehatan, seperti antara lain uji klinis, intervensi terapi,
perkembangan dari teknologi medis baru, serta penelitian luaran. (Rumah sakit yang
terutama melakukan penelitian dengan subjek bukan manusia dan/atau penelitian yang
dibebaskan dari telaah Komite Etik Penelitian, seperti studi telaah rekam medis, studi
kasus, dan penelitian yang melibatkan data/spesimen tanpa informasi identitas secara
individu, tidak memenuhi kriteria 3 dari kriteria kelayakan rumah sakit pendidikan.)
<END SIDEBAR>
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 46
Bagian I:
Persyaratan Partisipasi
Akreditasi
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 47
Persyaratan Partisipasi
Akreditasi (APR)
Gambaran Umum
Bagian ini berisi persyaratan khusus untuk berpartisipasi dalam proses akreditasi Joint Commission International
dan untuk memelihara akreditasi yang telah diperoleh.
Untuk rumah sakit yang akan menjalani proses akreditasi untuk pertama kalinya, kepatuhan terhadap seluruh
syarat APR dinilai selama survei inisial (awal). Untuk rumah sakit yang sudah terakreditasi, kepatuhan terhadap
APR dinilai sepanjang siklus akreditasi, melalui survei lapangan secara langsung, Rencana Perbaikan Strategis
(Strategic Improvement Plan, SIP), dan dari pembaruan secara berkala data dan informasi khusus dari rumah sakit.
Rumah sakit dapat memenuhi atau belum memenuhi syarat APR. Ketika rumah sakit tidak memenuhi syarat
tertentu dari APR, rumah sakit tersebut diharapkan dapat menyerahkan SIP, atau bisa berdampak rumah sakit
dianggap Berisiko Gagal Akreditasi. Namun demikian, apabila rumah sakit menolak memberikan izin untuk
kegiatan survei lapangan, misalnya dengan membatasi atau tidak memberikan akses sama sekali kepada staf JCI
(APR.4), maka hal ini akan menyebabkan ditariknya atau ditolaknya akreditasi untuk rumah sakit tersebut.
Bagaimana persyaratan dievaluasi dan konsekuensi dari tidak terpenuhinya syarat tercatat dalam setiap APR.
Harap dicatat bahwa setiap persyaratan APR tidak dinilai dengan cara yang sama dengan bab standar, dan
evaluasinya tidak langsung memberikan dampak terhadap hasil dari survei akreditasi.
Persyaratan
Berikut ini terdapat daftar semua persyaratan partisipasi akreditasi. Persyaratan-persyaratan tersebut disajikan di
sini demi kenyamanan Anda tanpa mencantumkan dasar pemikiran, metode evaluasi, dan konsekuensi
ketidapatuhan. Untuk informasi lebih lanjut mengenai standar-standar ini, silakan lihat bagian berikutnya dari
bab ini, yakni Persyaratan, Dasar Pemikiran, Metode Evaluasi, dan Konsekuensi Ketidakpatuhan. JCI berhak
memperbarui Persyaratan Partisipasi Akreditasi (APR) yang mereka susun dari waktu ke waktu dan mengakui
situs web JCI Direct Connect sebagai lokasi resmi untuk menyampaikan pengumuman terkait APR yang berlaku.
APR.1 Rumah sakit memenuhi semua persyaratan informasi dan data yang harus diserahkan kepada Joint
Commission International (JCI) secara tepat waktu.
APR.2 Rumah sakit menyediakan informasi yang lengkap dan akurat kepada JCI selama keseluruhan fase
dari proses akreditasi.
APR.3 Rumah sakit melaporkan dalam jangka waktu 30 hari sejak terjadinya perubahan pada profil rumah
sakit (data elektronik) atau informasi yang diberikan kepada JCI melalui E-App sebelum dan di antara
survei.
APR.4 Rumah sakit mengizinkan dilakukannya evaluasi langsung atas kepatuhan terhadap standar dan
kebijakan atau verifikasi mengenai mutu dan keselamatan, laporan, atau kewenangan regulasi atas
kebijaksanaan JCI.
APR.5 Rumah sakit memperbolehkan JCI untuk meminta (dari rumah sakit atau lembaga lain di luar rumah
sakit) dan meninjau kembali laporan hasil evaluasi lain dari lembaga publik berupa berkas asli atau
foto kopi terlegalisir.
APR.7 Rumah sakit memilih dan menggunakan indikator sebagai bagian dari sistem pengukuran
peningkatan mutunya.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 48
APR.8 Rumah sakit secara tepat menampilkan status akreditasinya, dan program dan pelayanan lain yang
sudah memperoleh akreditasi dari JCI. Hanya rumah sakit yang saat ini memiliki akreditasi dari JCI
yang dapat memajang Gold Seal of Approval®.
APR.9 Setiap anggota staf rumah sakit (klinisi atau administrasi) bisa melaporkan kekhawatiran akan
keselamatan dan mutu pelayanan pasien kepada JCI tanpa campur tangan pihak rumah sakit.
Untuk mendukung budaya rasa aman, rumah sakit harus mengomunikasikan kepada staf bahwa
pelaporan tersebut diizinkan. Selain itu, rumah sakit harus menjelaskan kepada staf bahwa tidak akan
ada ancaman sanksi disipliner (sebagai contoh, pemberhentian, mutasi, atau perubahan kondisi atau
jam kerja) atau hukuman informal (sebagai contoh, pelecehan, isolasi atau tekanan) sehubungan
dengan pelaporan kepada JCI.
APR.10 Rumah sakit mengatur ketersediaan jasa penerjemah (translator) dan juru bahasa (interpreter). Jasa
penerjemah dan juru bahasa untuk survei akreditasi dan semua aktivitas yang berhubungan
dilaksanakan oleh penerjemah berlisensi dan juru bahasa profesional yang tidak memiliki hubungan
dengan pihak rumah sakit.
Penerjemah dan juru bahasa yang kompeten harus menyerahkan dokumentasi pengalaman mereka
dalam hal penerjemahan kepada rumah sakit dan JCI. Dokumentasi tersebut dapat meliputi, namun
tidak terbatas pada, hal-hal di bawah ini:
• Bukti pendidikan lanjut dalam Bahasa Inggris dan dalam bahasa yang digunakan di rumah sakit
• Bukti pengalaman menerjemahkan, terutama dalam bidang kedokteran
• Bukti pekerjaan sebagai penerjemah dan juru bahasa profesional, paling baik apabila sebagai
penerjemah atau juru bahasa profesional penuh waktu
• Bukti pendidikan berkelanjutan dalam penerjemahan, terutama dalam bidang kedokteran
• Keanggotaan dalam organisasi penerjemah atau juru bahasa profesional
• Hasil ujian kecakapan penerjemahan, bila sesuai
• Sertifikasi penerjemahan, bila sesuai
• Kredensial penerjemahan lain yang relevan
Dalam beberapa kasus, JCI dapat memberikan daftar penerjemah yang memenuhi syarat-syarat di atas
kepada rumah sakit.
APR.11 Rumah sakit memberitahukan kepada masyarakat mengenai cara menghubungi pihak manajemen
rumah sakit dan JCI untuk melaporkan kekhawatiran akan mutu dan keselamatan pasien.
Metode pemberitahuan dapat berupa, namun tidak terbatas pada, penerbitan dan distribusi informasi
mengenai JCI, termasuk informasi kontak dalam bentuk brosur atau situs rumah sakit yang memuat
informasi.
Tautan berikut ini dapat digunakan untuk melaporkan masalah keselamatan pasien dan mutu
pelayanan ke JCI:
https://www.jointcommissioninternational.org/contact-us/report-a-quality-and-safety-issue/.
Rumah sakit yang sedang mencari akreditasi pertama harus bersiap-siap mendiskusikan rencana
mengenai bagaimana kepatuhan terhadap APR ini akan dilaksanakan begitu akreditasi diperoleh.
APR.12 Rumah sakit menyelenggarakan pelayanan kepada pasien dalam lingkungan yang tidak memiliki risiko
atau mengancam keselamatan pasien, kesehatan masyarakat, ataupun keselamatan staf.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 49
JCI berhak memperbarui Persyaratan Partisipasi Akreditasi (APR) yang mereka susun dari waktu ke waktu dan
mengakui situs web JCI Direct Connect sebagai lokasi resmi untuk menyampaikan pengumuman terkait APR
yang berlaku.
Persyaratan APR.1
Rumah sakit memenuhi semua persyaratan informasi dan data yang harus diserahkan kepada Joint Commission
International (JCI) secara tepat waktu.
Evaluasi APR.1
Evaluasi dilaksanakan terus-menerus selama siklus akreditasi terkait dengan penyerahan dokumen yang
diperlukan.
Persyaratan APR.2
Rumah sakit menyediakan informasi yang lengkap dan akurat kepada JCI selama keseluruhan fase dari proses
akreditasi.
Evaluasi APR.2
Evaluasi dari APR ini dimulai sejak proses pendaftaran dan terus berlanjut hingga rumah sakit tersebut
terakreditasi oleh atau mencari akreditasi dari JCI.
Persyaratan APR.3
Rumah sakit melaporkan dalam jangka waktu 30 hari sejak terjadinya perubahan pada profil rumah sakit (data
elektronik) atau informasi yang diberikan kepada JCI melalui E-App sebelum dan di antara survei.
denah, program penanganan kebakaran, kredensial staf baru untuk unit layanan baru, dan sebagainya. Bila JCI
tidak dapat mengevaluasi perubahan-perubahan tersebut secara penuh menggunakan informasi dan dokumen
tambahan yang diberikan, mungkin dibutuhkan survei perpanjangan untuk semua area rumah sakit atau survei
pertama untuk fasilitas atau unit layanan yang baru.
Evaluasi APR.3
Evaluasi dari APR ini dilaksanakan selama proses aplikasi elektronik dan berlangsung terus selama rumah sakit
diakreditasi atau menginginkan akreditasi JCI. Laporan perubahan dievaluasi secara tidak langsung atau dengan
survei perpanjangan.
Persyaratan APR.4
Rumah sakit mengizinkan dilakukannya evaluasi langsung atas kepatuhan terhadap standar dan kebijakan atau
verifikasi mengenai mutu dan keselamatan, laporan, atau kewenangan regulasi atas kebijaksanaan JCI.
Evaluasi APR.4
Evaluasi dari persyaratan ini dilaksanakan di setiap fase akreditasi.
Persyaratan APR.5
Rumah sakit memperbolehkan JCI untuk meminta (dari rumah sakit atau lembaga lain di luar rumah sakit) dan
meninjau kembali laporan hasil evaluasi lain dari lembaga publik berupa berkas asli atau foto kopi terlegalisir.
Evaluasi APR.5
Apabila diminta, rumah sakit dapat memberikan kepada JCI semua catatan resmi, laporan, dan rekomendasi
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 52
dari lembaga lain seperti lembaga yang membidangi perizinan, pemeriksaan, peninjauan ulang, pemerintahan,
dan perencanaan. JCI juga bisa meminta laporan secara langsung dari lembaga lain. Laporan tersebut bisa
diminta selama berlangsungnya fase akreditasi, termasuk selama survei akreditasi atau sebagai bagian dari
evaluasi yang menyangkut insidens atau mutu.
Persyaratan APR.6
Saat ini tidak berlaku.
Persyaratan APR.7
Rumah sakit memilih dan menggunakan indikator sebagai bagian dari sistem pengukuran peningkatan
mutunya.
Evaluasi APR.7
Pemilihan dan penggunaan indikator mutu dievaluasi di semua fase akreditasi, terutama selama proses survei
lapangan.
Persyaratan APR.8
Rumah sakit secara tepat menampilkan status akreditasinya, dan program dan pelayanan lain yang sudah
memperoleh akreditasi dari JCI. Hanya rumah sakit yang saat ini memiliki akreditasi dari JCI yang dapat
memajang Gold Seal of Approval®.
Evaluasi APR.8
Kepatuhan terhadap persyaratan ini dinilai selama seluruh fase akreditasi rumah sakit.
Persyaratan APR.9
Setiap anggota staf rumah sakit (klinisi atau administrasi) bisa melaporkan kekhawatiran akan keselamatan dan
mutu pelayanan pasien kepada JCI tanpa campur tangan pihak rumah sakit.
Untuk mendukung budaya rasa aman, rumah sakit harus mengomunikasikan kepada staf bahwa pelaporan
tersebut diizinkan. Selain itu, rumah sakit harus menjelaskan kepada staf bahwa tidak akan ada ancaman sanksi
disipliner (sebagai contoh, pemberhentian, mutasi, atau perubahan kondisi atau jam kerja) atau hukuman
informal (sebagai contoh, pelecehan, isolasi atau tekanan) sehubungan dengan pelaporan kepada JCI. (Lihat
juga GLD.13 dan GLD.13.1)
Evaluasi APR.9
Penilaian persyaratan ini berlangsung pada semua fase proses akreditasi dan tidak hanya terbatas pada
informasi dari kegiatan lapangan dan kegiatan tidak langsung ataupun dari penyelidikan pengaduan kepada JCI.
Persyaratan APR.10
Rumah sakit mengatur ketersediaan jasa penerjemah (translator) dan juru bahasa (interpreter). Jasa penerjemah
dan juru bahasa untuk survei akreditasi dan semua aktivitas yang berhubungan dilaksanakan oleh penerjemah
berlisensi dan juru bahasa profesional yang tidak memiliki hubungan dengan pihak rumah sakit.
Penerjemah dan juru bahasa yang kompeten harus menyerahkan dokumentasi pengalaman mereka dalam hal
penerjemahan kepada rumah sakit dan JCI. Dokumentasi tersebut dapat meliputi, namun tidak terbatas pada,
hal-hal di bawah ini:
• Bukti pendidikan lanjut dalam Bahasa Inggris dan dalam bahasa yang digunakan di rumah sakit
• Bukti pengalaman menerjemahkan, terutama dalam bidang kedokteran
• Bukti pekerjaan sebagai penerjemah dan juru bahasa profesional, paling baik apabila sebagai
penerjemah atau juru bahasa profesional penuh waktu
• Bukti pendidikan berkelanjutan dalam penerjemahan, terutama dalam bidang kedokteran
• Keanggotaan dalam organisasi penerjemah atau juru bahasa profesional
• Hasil ujian kecakapan penerjemahan, bila sesuai
• Sertifikasi penerjemahan, bila sesuai
• Kredensial penerjemahan lain yang relevan
Dalam beberapa kasus, JCI dapat memberikan daftar penerjemah yang memenuhi syarat-syarat di atas kepada
rumah sakit.
Evaluasi APR.10
Rumah sakit akan mengajukan lisensi dan resume penerjemah yang terpilih tidak lebih dari enam (6) minggu
sebelum dimulainya survei langsung JCI. Staf kantor Akreditasi JCI akan mengumpulkan pernyataan yang
ditandatangani dari tiap penerjemah bahwa penerjemah tersebut tidak memiliki konflik kepentingan dengan
rumah sakit. Untuk survei tanpa pemberitahuan, pelaku survei (surveyor) dan/atau staf Akreditasi JCI akan
mengevaluasi kredensial penerjemah.
ditemukan penerjemah pengganti yang layak. Rumah sakit bertanggung jawab untuk seluruh biaya yang
berhubungan dengan keterlambatan, termasuk penjadwalan ulang dari anggota survei jika dibutuhkan.
Persyaratan APR.11
Rumah sakit memberitahukan kepada masyarakat mengenai cara menghubungi pihak manajemen rumah sakit
dan JCI untuk melaporkan kekhawatiran akan mutu dan keselamatan pasien.
Metode pemberitahuan dapat berupa, namun tidak terbatas pada, penerbitan dan distribusi informasi mengenai
JCI, termasuk informasi kontak dalam bentuk brosur atau situs rumah sakit yang memuat informasi.
Tautan berikut ini dapat digunakan untuk melaporkan masalah keselamatan pasien dan mutu pelayanan ke JCI:
https://www.jointcommissioninternational.org/contact-us/report-a-quality-and-safety-issue/.
Rumah sakit yang sedang mencari akreditasi pertama harus bersiap-siap mendiskusikan rencana mengenai
bagaimana kepatuhan terhadap APR ini akan dilaksanakan begitu akreditasi diperoleh.
Evaluasi APR.11
Pelaku survei (surveyor) akan menilai bagaimana rumah sakit memenuhi persyaratan selama proses evaluasi
lapangan.
Persyaratan APR.12
Rumah sakit menyelenggarakan pelayanan kepada pasien dalam lingkungan yang tidak memiliki risiko atau
mengancam keselamatan pasien, kesehatan masyarakat, ataupun keselamatan staf.
Evaluasi APR.12
Penilaian dilaksanakan terutama selama proses survei lapangan dan juga melalui laporan atau pengaduan dari
rumah sakit lain, dan/atau sanksi dari pihak yang berwenang selama seluruh fase akreditasi.
Bagian II:
Standar yang Berfokus
pada Pasien
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 57
Sasaran
Berikut ini adalah daftar semua standar untuk fungsi ini. Standar-standar tersebut disajikan di sini untuk
memudahkan Anda, tanpa mencantumkan maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaiannya. Untuk
informasi lebih lanjut mengenai standar-standar ini, silakan lihat bagian berikutnya dari bab ini, yakni bagian
Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen-elemen Penilaian.
Sasaran 1: Mengidentifikasi Pasien dengan Tepat
IPSG.1 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan suatu proses untuk meningkatkan ketepatan
identifikasi pasien.
Standar IPSG.1
Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan suatu proses untuk meningkatkan ketepatan identifikasi pasien.
melaporkan hasil pemeriksaan diagnostik, atau menentukan pengidentifikasi unik untuk rekam medis pasien,
dapat digunakan nama pasien dan nomor identifikasi unik. Dua pengidentifikasi yang digunakan harus
konsisten dalam suatu area. Sebagai contoh, jika dalam interaksi lisan dengan pasien di bangsal digunakan
pengidentifikasi nama dan tanggal lahir pasien, maka dua pengidentifikasi yang sama ini harus digunakan dalam
semua interaksi verbal dengan pasien. Demikian pula, jika nama pasien dan nomor identifikasi atau nomor
rekam medis digunakan selama periode pascabedah/prosedur invasif, untuk memberi label spesimen, atau
untuk melaporkan pemeriksaan diagnostik dan sejenisnya, kedua pengidentifikasi yang sama ini harus
digunakan dalam semua keadaan yang serupa. Melibatkan pasien sebisa mungkin dalam proses identifikasi
merupakan praktik terbaik. (Lihat juga MOI.8.1)
Terdapat situasi khusus di mana rumah sakit dapat menyusun proses khusus untuk identifikasi pasien; sebagai
contoh, ketika terdapat pasien koma atau pasien yang mengalami kebingungan/disorientasi dan datang tanpa
identitas, pada kasus bayi baru lahir di mana orang tua belum menentukan nama dengan segera, dan contoh
lainnya. Proses tersebut mempertimbangkan kebutuhan unik dari pasien, dan staf menggunakan proses
identifikasi pasien pada situasi khusus tersebut untuk mencegah terjadinya kesalahan.
Dua macam jenis penanda identitas yang berbeda diperlukan pada keadaan apa pun yang melibatkan tindakan
intervensi pada pasien. Sebagai contoh, pasien diidentifikasi sebelum mendapatkan terapi (seperti pemberian
obat, pemberian darah atau produk darah; menyajikan nampan untuk pasien dengan diet ketat; atau melakukan
terapi radiasi); (Lihat juga MMU.6.1; COP.3.4) sebelum melakukan tindakan (seperti memasang jalur intravena
atau hemodialisis); dan sebelum tindakan diagnostik apa pun (seperti mengambil darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan laboratorium penunjang, atau sebelum melakukan kateterisasi jantung ataupun tindakan
radiologi diagnostik).
Selain menggunakan dua pengidentifikasi untuk mengidentifikasi pasien dalam keadaan yang melibatkan
intervensi pasien, setidaknya dua pengidentifikasi juga digunakan dalam pelabelan elemen yang terkait dengan
rencana perawatan dan tata laksana pasien. Sebagai contoh, sampel darah dan sampel patologi harus diberi
label menggunakan setidaknya dua pengidentifikasi. Contoh-contoh lain termasuk mengidentifikasi nampan
makanan, label ASI yang diperah dan disimpan untuk bayi yang dirawat di rumah sakit, serta perawatan lain
yang disiapkan khusus untuk pasien. (Lihat juga AOP.5.7)
Standar IPSG.2
Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan suatu proses untuk meningkatkan efektivitas komunikasi lisan
dan/atau telepon di antara para pemberi pelayanan.
Standar IPSG.2.1
Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan suatu proses serah terima untuk hasil kritis dan pemeriksaan
diagnostik.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 60
Standar IPSG.2.2
Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses komunikasi untuk serah terima.
praktisi kesehatan akan menciptakan perbaikan yang signifikan dalam luaran yang berkaitan dengan proses
serah terima dalam pelayanan pasien. (Lihat juga ACC.3)
Formulir, alat bantu, atau metode terstandardisasi mendukung proses serah terima yang konsisten dan lengkap.
Isi dari komunikasi serah terima, serta formulir, alat bantu, atau metode yang digunakan harus distandardisasi
sesuai dengan jenis serah terima. Proses serah terima dapat berbeda untuk setiap jenis serah terima dalam
rumah sakit. Sebagai contoh, serah terima perawatan pasien dari unit gawat darurat ke departemen penyakit
dalam mungkin membutuhkan proses atau isi yang berbeda dibandingkan serah terima dari kamar operasi ke
unit perawatan kritis; tetapi serah terima untuk seluruh jenis perawatan harus terstandardisasi.
Formulir atau alat bantu serah terima, bila digunakan oleh rumah sakit, tidak perlu dimasukkan ke dalam rekam
medis. Di samping itu, informasi rinci yang dikomunikasikan pada saat serah terima tidak harus
didokumentasikan dalam rekam medis; namun demikian, rumah sakit mungkin ingin mempunyai dokumentasi
bahwa serah terima telah dilakukan. Sebagai contoh, praktisi kesehatan akan mencatat bahwa proses serah
terima telah dilakukan dan kepada siapa tanggung jawab atas pelayanan diserahterimakan, dan kemudian dapat
dibubuhkan tanda tangan, tanggal dan waktu pencatatan. (Lihat juga MOI.9)
Praktik yang aman mengenai proses komunikasi lisan atau telepon termasuk butir di bawah ini:
• Membatasi komunikasi lisan untuk proses peresepan obat atau instruksi pemberian obat untuk situasi
darurat di mana komunikasi tertulis atau elektronik memang tidak mungkin dilakukan. Sebagai
contoh, instruksi lisan tidak diperbolehkan bila penulis resep berada di lokasi di mana rekam medis
pasien tersedia. Instruksi lisan dibatasi untuk situasi sulit atau situasi di mana tidak mungkin
melakukan penulisan di dokumen atau secara elektronik, seperti saat melakukan tindakan yang
mengharuskan tangan steril.
• Pembuatan panduan untuk permintaan dan penerimaan hasil uji untuk keadaan darurat atau
pemeriksaan CITO, identifikasi dan definisi dari pemeriksaan kritis dan nilai kritis, kepada siapa dan
oleh siapa nilai kritis tersebut dilaporkan, serta pemantauan kepatuhan
• Penerima informasi menuliskan (atau memasukkan ke dalam komputer) instruksi lengkap atau hasil
pemeriksaan; penerima informasi membaca ulang instruksi atau hasil pemeriksaan; dan pemberi
informasi melakukan konfirmasi bahwa semua informasi yang disampaikan sudah ditulis, dan
pembacaan ulangnya (read-back) sudah akurat. Penggunaan alternatif diizinkan dalam keadaan yang
tidak memungkinkan untuk melakukan pembacaan ulang (read-back), seperti di dalam ruang operasi
dan situasi darurat di unit gawat darurat atau unit perawatan intensif. (Lihat juga COP.2)
• Penggunaan isi penting yang terstandar dalam komunikasi antara pasien, keluarga, praktisi kesehatan,
dan pihak lain yang terlibat dalam perawatan pasien selama serah terima perawatan pasien
• Penggunaan metode, formulir, atau alat bantu yang terstandar untuk membantu konsistensi dan
kelengkapan serah terima perawatan pasien
Standar IPSG.3
Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan suatu proses untuk meningkatkan keamanan penggunaan obat-
obatan risiko tinggi (high-alert).
Standar IPSG.3.1
Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan suatu proses untuk meningkatkan keamanan obat-obatan
LASA (look-alike/sound-alike).
Standar IPSG.3.2
Rumah sakit mengembangkan dan mengimplementasikan proses untuk mengelola penggunaan elektrolit pekat
yang aman.
pola penggunaan obat-obatan yang unik dan data internalnya sendiri tentang kejadian nyaris cedera (atau
hampir cedera), kesalahan pengobatan, dan kejadian sentinel, serta masalah keselamatan lain yang
dipublikasikan dalam literatur profesional. (Lihat juga MMU.7.1; QPS.7; dan QPS.7.1) Daftar ini meliputi obat-
obatan yang diidentifikasi berisiko tinggi menyebabkan luaran yang tidak diinginkan. Informasi dari literatur
dan/atau Kementerian Kesehatan mungkin juga berguna dalam membantu mengidentifikasi obat mana yang
harus dimasukkan dalam daftar ini. Daftar ini sebaiknya diperbarui setidaknya setiap tahun. Daftar ini dapat
diperbarui secara sementara jika ada penambahan atau perubahan pada layanan rumah sakit, populasi pasien,
atau obat baru yang ditambahkan ke formularium rumah sakit, yang dianggap berisiko tinggi
Daftar obat-obatan berisiko tinggi harus selalu diperbarui, dengan sepengetahuan staf klinis, dan disertai
dengan strategi pengurangan risiko yang kuat dan dikembangkan dengan baik guna mengurangi risiko
kesalahan dan meminimalkan bahaya. Strategi ini perlu diterapkan di berbagai lokasi di rumah sakit dan harus
dapat dipertahankan pencapaiannya dari waktu ke waktu. Sebagian besar strategi ini juga harus
dipertimbangkan untuk digunakan dengan obat lainnya selain obat berisiko tinggi. Contoh strategi tersebut
dapat mencakup hal-hal berikut ini:
• • Standardisasi proses untuk permintaan, penyimpanan, penyiapan, dan pemberian obat-obatan
berisiko ini
• Meningkatkan akses ke informasi tentang obat-obatan ini
• Membatasi akses ke obat-obatan berisiko tinggi
• Menggunakan label tambahan dan peringatan otomatis
• Menerapkan redudansi (langkah pencegahan yang dilakukan berulang demi keamanan)
Obat dengan nama dan rupa yang mirip (look-alike/sound-alike, LASA) adalah obat yang memiliki tampilan dan
nama yang serupa dengan obat lain, baik saat ditulis maupun diucapkan secara lisan. Obat dengan kemasan
serupa (look-alike packaging) adalah obat dengan wadah atau kemasan yang mirip dengan obat lainnya. Obat-
obatan yang berisiko untuk terjadinya kesalahan terkait LASA, atau obat dengan kemasan produk yang serupa,
dapat menyebabkan terjadinya kesalahan pengobatan yang berpotensi cedera. Terdapat banyak nama obat yang
terdengar serupa dengan nama obat lainnya, sebagai contoh, dopamin dan dobutamin. Kebingungan akan
nama obat merupakan penyebab kesalahan yang kerap terjadi dalam penggunaan obat-obatan di seluruh dunia.
Berikut adalah hal yang berperan dalam terjadinya kebingungan:
• pengetahuan akan nama obat yang tidak lengkap;
• produk yang baru beredar;
• kemasan atau label yang serupa;
• kegunaan klinis yang serupa; dan
• resep yang sulit dibaca atau kesalahpahaman dalam proses instruksi lisan. (Lihat juga MMU.4.2)
Rumah sakit perlu mengembangkan strategi manajemen risiko untuk meminimalkan KTD terkait pemberian
obat LASA dan meningkatkan keselamatan pasien. Masalah kekeliruan obat yang kerap dikutip adalah
pemberian elektrolit pekat secara tidak disengaja, (sebagai contoh, kalium klorida, kalium fosfat, natrium
klorida, dan magnesium sulfat). Banyak literatur juga telah mengidentifikasi beberapa contoh kematian akibat
pemberian elektrolit pekat secara tidak sengaja dalam bentuk terkonsentrasi. Cara yang paling efektif untuk
mengurangi atau melenyapkan kejadian ini adalah dengan menyusun proses manajemen elektrolit pekat yang
meliputi pemindahan perbekalan elektrolit pekat dari unit perawatan pasien ke farmasi. Vial berisi elektrolit
pekat yang harus diencerkan sebelum pemberian IV tidak boleh tersedia sebagai stok ruang/unit perawatan
pasien (termasuk di ruang operasi/stok anestesi) dalam jumlah besar sesuai dengan daya tampung tempat
penyimpanan farmasi, dan tidak boleh diserahkan dalam bentuk terkonsentrasi ke unit perawatan pasien untuk
diberikan kepada pasien individu. Pengecualian untuk rekomendasi ini adalah untuk vial yang terdapat dalam
kit bedah jantung atau yang tersimpan di area penyimpanan terkunci di unit bedah jantung, magnesium sulfat
yang tersimpan dalam troli emergensi atau di daerah di mana pasien dengan preeklampsia dapat dirawat
(departemen obstetri dan ginekologi, unit gawat darurat, atau unit perawatan intensif), dan natrium pekat di
area yang merawat pasien yang mungkin mengalami peningkatan tekanan intrakranial (unit perawatan intensif,
unit gawat darurat, dan ruang operasi). Di mana pun elektrolit pekat disimpan, obat-obat ini harus dilabeli
dengan jelas dan diberikan peringatan yang sesuai (sebagai contoh, elektrolit pekat - Encerkan sebelum
pemberian) dan dipisahkan dari obat lain. Hanya individu yang kompeten dan terlatih yang memiliki akses ke
vial-vial ini. (Lihat juga MMU.3)
Pemberian terapi penggantian elektrolit untuk hipokalemia, hiponatremia, dan hipofosfatemia paling baik
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 64
dilakukan dengan menggunakan pedoman dan/atau protokol standar yang tidak melibatkan penyerahan atau
penggunaan vial-vial dalam bentuk terkonsentrasi di unit perawatan pasien. (Lihat juga MMU.5.2)
Standar IPSG.4
Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses untuk verifikasi praoperasi dan penandaan lokasi
tindakan operasi/invasif.
Standar IPSG.4.1
Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses time-out yang dilaksanakan sesaat sebelum tindakan
pembedahan/invasif dimulai dan untuk proses sign-out yang dilakukan setelah tindakan selesai.
Rumah sakit perlu mengidentifikasi semua area dalam rumah sakit di mana operasi dan tindakan invasif
dilakukan; sebagai contoh, lab kateterisasi jantung, departemen radiologi intervensi, lab gastrointestinal, dan
lainnya. Pendekatan yang dapat diambil rumah sakit untuk memastikan keselamatan operasi dilakukan di
seluruh area di rumah sakit di mana operasi dan tindakan invasif dilakukan.
Protokol Universal untuk Pencegahan Salah Lokasi, Salah Prosedur dan Salah Pasien Pembedahan dari Joint
Commission Amerika Serikat (The (US) Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure,
Wrong Person Surgery™) sebagian disusun berdasarkan prinsip penggunaan strategi berlipat untuk mencapai
sasaran yakni selalu mengidentifikasi benar pasien, benar prosedur dan benar lokasi. Proses-proses penting
dalam Protokol Universal itu adalah
• menandai lokasi operasi;
• proses verifikasi sebelum operasi; dan
• time-out dilakukan sesaat sebelum memulai tindakan.
Penandaan Lokasi
Penandaan lokasi operasi harus melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang langsung dapat dikenali
dan tidak bermakna ganda. Idealnya, tanda “X” tidak digunakan sebagai penanda karena dapat diartikan
sebagai “bukan di sini” atau “salah sisi” serta dapat berpotensi menyebabkan kesalahan dalam perawatan
pasien. Tanda yang dibuat harus konsisten di seluruh rumah sakit. Dalam semua kasus yang melibatkan
lateralitas, struktur ganda (jari tangan, jari kaki, lesi), atau tingkatan berlapis (tulang belakang), lokasi operasi
harus ditandai.
Penandaan lokasi tindakan operasi/invasif dilakukan oleh individu yang akan melakukan tindakan tersebut.
Individu tersebut akan melakukan seluruh prosedur operasi/invasif dan tetap berada dengan pasien selama
tindakan berlangsung. Pada tindakan operasi, DPJP bedah pada umumnya adalah individu yang akan
melakukan operasi dan kemudian melakukan penandaan lokasi. Ada beberapa istilah yang digunakan untuk
menunjukkan operator penanggung jawab, seperti operator konsultan atau operator utama. Untuk tindakan
invasif non-operasi, penandaan dapat dilakukan oleh dokter yang akan melakukan tindakan, dan dapat
dilakukan di area di luar area kamar operasi.
Terdapat situasi di mana peserta didik (trainee) dapat melakukan penandaan lokasi – misalnya ketika peserta
didik akan melakukan keseluruhan tindakan, tidak memerlukan supervisi atau memerlukan supervisi minimal
dari operator/dokter penanggung jawab. Pada situasi tersebut, peserta didik dapat menandai lokasi operasi.
Ketika seorang peserta didik menjadi asisten dari operator/dokter penanggung jawab, hanya operator/dokter
penanggung jawab yang dapat melakukan penandaan lokasi.
Penandaan lokasi dapat terjadi kapan saja sebelum tindakan operasi/invasif selama pasien terlibat secara aktif
dalam proses penandaan lokasi jika memungkinkan dan tanda tersebut harus tetap dapat terlihat walaupun
setelah pasien dipersiapkan dan telah ditutup kain. Contoh keadaan di mana partisipasi pasien tidak
memungkinkan meliputi kasus di mana pasien tidak kompeten untuk membuat keputusan akan perawatan,
pasien anak, dan pasien yang memerlukan operasi darurat.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 66
Jeda (Time-Out)
Time-out atau jeda dilakukan sesaat sebelum tindakan dimulai dan dihadiri semua anggota tim. Selama time-out,
tim menyetujui komponen sebagai berikut:
a) Benar identitas pasien (Lihat juga IPSG.1)
b) Benar prosedur yang akan dilakukan
c) Benar lokasi prosedur operasi/invasif
Proses time-out digunakan untuk dapat menjawab pertanyaan atau kebingungan. Time-out dilakukan di tempat di
mana tindakan akan dilakukan dan membutuhkan keterlibatan aktif dari seluruh tim bedah. Pasien tidak
berpartisipasi dalam time-out. Ketika time-out selesai, tidak ada orang dari tim tersebut yang dapat meninggalkan
ruangan. Keseluruhan proses time-out didokumentasikan dan meliputi tanggal serta jam time-out selesai. Rumah
sakit menentukan bagaimana proses time-out didokumentasikan. (Lihat juga MOI.9)
Sign-Out
Daftar tilik keselamatan operasi dari WHO meliputi proses sign-out, yang dilakukan di area tempat tindakan
berlangsung sebelum pasien meninggalkan ruangan. Pada umumnya, perawat sebagai anggota tim melakukan
konfirmasi secara lisan untuk komponen sign-out sebagai berikut:
d) Nama tindakan operasi/invasif yang dicatat/ditulis
e) Kelengkapan perhitungan instrumen, kasa dan jarum (bila ada)
f) Pelabelan spesimen (ketika terdapat spesimen selama proses sign-out, label dibacakan dengan jelas,
meliputi nama pasien) (Lihat juga IPSG.1 dan AOP.5.7)
g) Masalah peralatan yang perlu ditangani (bila ada)
Standar IPSG.5
Rumah sakit mengadopsi dan menerapkan pedoman kebersihan tangan yang berbasis bukti untuk mengurangi
risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.
Standar IPSG.5.1
Pimpinan rumah sakit mengidentifikasi proses perawatan yang perlu ditingkatkan dan mengadaptasi serta
menerapkan intervensi berbasis bukti untuk meningkatkan luaran pasien dan mengurangi risiko infeksi terkait
rumah sakit (hospital-associated infections).
Standar IPSG.6
Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses yang bertujuan mengurangi risiko cedera pasien akibat
jatuh untuk populasi rawat inap.
Standar IPSG.6.1
Rumah sakit menyusun dan melaksanakan proses untuk mengurangi risiko cedera pasien akibat jatuh untuk
populasi rawat jalan.
risiko jatuh dan mengurangi risiko cedera bila kejadian jatuh telah terjadi. Rumah sakit membuat program
penurunan risiko jatuh berdasarkan kebijakan dan/atau prosedur yang sesuai. Program untuk menurunkan
angka kejadian jatuh berupa pengkajian risiko dan pengkajian ulang berkala terhadap pasien tertentu dan/atau
terhadap lingkungan di mana pelayanan diberikan (seperti halnya ronde penilaian keselamatan yang dilakukan
secara berkala). Tindakan dan intervensi dilakukan untuk menurunkan risiko jatuh untuk pasien, situasi, dan
lokasi yang telah teridentifikasi mempunyai risiko.
Terdapat situasi khusus yang dapat menyebabkan risiko jatuh. Suatu contoh kemungkinan risiko situasional
adalah ketika pasien datang ke departemen rawat jalan dari fasilitas perawatan jangka panjang dengan ambulans
untuk pemeriksaan radiologi. Pasien tersebut mungkin berisiko untuk jatuh ketika ditransfer dari brankar
ambulans ke meja pemeriksaan, atau ketika berubah posisi pada saat berbaring di atas meja pemeriksaan yang
sempit.
Lokasi spesifik dapat memberikan risiko jatuh yang lebih tinggi karena layanan yang diberikan. Sebagai
contoh, departemen fisioterapi (rawat inap atau rawat jalan) memiliki banyak jenis peralatan khusus yang
digunakan oleh pasien yang dapat meningkatkan risiko jatuh, seperti parallel bars, freestanding staircases, dan
peralatan latihan. Ketika suatu lokasi tertentu diidentifikasi sebagai area dengan risiko jatuh yang lebih tinggi,
rumah sakit dapat menentukan bahwa semua pasien yang mengunjungi lokasi tersebut akan dianggap berisiko
jatuh dan menerapkan langkah-langkah umum untuk mengurangi risiko jatuh yang berlaku untuk semua
pasien.
Semua pasien rawat inap dikaji risiko jatuhnya menggunakan alat bantu/metode pengkajian yang sesuai dengan
populasi pasien rumah sakit. Sebagai contoh, pasien anak memerlukan alat bantu pengkajian risiko jatuh anak,
karena alat bantu yang disusun untuk dewasa tidak dapat secara akurat mengkaji risiko jatuh populasi pasien
tersebut.
Di unit rawat jalan, dilakukan uji tapis (skrining) untuk risiko jatuh pasien; tetapi hanya untuk pasien dengan
kondisi, diagnosis, situasi, dan/atau lokasi yang menyebabkan risiko jatuh.36,37 Jika dari hasil skrining didapati
bahwa pasien memiliki risiko jatuh, harus dilakukan tindakan dan/atau intervensi untuk mengurangi risiko
jatuh pasien tersebut.
Skrining pada umumnya melibatkan evaluasi sederhana kepada pasien untuk menentukan apakah pasien
tersebut memiliki risiko jatuh. Alat bantu skrining pada umumnya digunakan, dan meliputi pertanyaan untuk
mengidentifikasi risiko jatuh pasien. Sebagai contoh, pertanyaan mungkin memerlukan jawaban sederhana
ya/tidak, atau alat bantu dapat meliputi pemberian nilai untuk setiap butir respons pasien. Rumah sakit dapat
menentukan bagaimana proses skrining dilakukan. Sebagai contoh, skrining dapat dilakukan oleh petugas
registrasi, atau pasien dapat melakukan skrining mandiri, seperti di meja khusus saat memasuki unit rawat jalan.
Contoh pertanyaan skrining sederhana dapat meliputi "Apakah Anda merasa tidak stabil ketika berdiri atau
berjalan?"; "Apakah Anda khawatir akan jatuh?"; "Apakah Anda pernah jatuh dalam setahun terakhir?"
Rumah sakit menentukan pasien rawat jalan mana yang akan dilakukan skrining risiko jatuh. Risiko lokasi dan
situasional, begitu juga kondisi dan karakter pasien, dapat membantu mengidentifikasi individu yang perlu
menjalani skrining risiko jatuh. Contoh dapat meliputi semua pasien di departemen rehabilitasi medis rawat
jalan, semua pasien dari fasilitas perawatan jangka panjang yang datang dengan ambulans untuk pemeriksaan
rawat jalan, pasien yang dijadwalkan untuk operasi rawat jalan dengan tindakan anestesi atau sedasi, pasien
dengan gangguan jalan atau keseimbangan, pasien dengan gangguan penglihatan, pasien anak di bawah usia dua
tahun, dan seterusnya.
Referensi
Identifikasi Pasien
de Souza Gomes APT, et al. The importance of newborn identification to the delivery of safe patient care. Cogitare Enfermagem.
2017 Jul;22(3):e49501. https://doi.org/10.5380/ce.v22i3.49501.
ECRI Institute. ECRI Institute PSO Deep Dive: Patient Identification: Executive Summary. Aug 2016 Diakses 3. Jan 2020.
https://assets.ecri.org/PDF/Deep-Dives/Deep-Dive-Patient-ID-Exec-Summary.pdf.
ECRI Institute. Patient Identification Errors. Jun 2016. Diakses 3 Jan 2020.
https://www.ecri.org/Resources/HIT/Patient%20ID/Patient_Identification_Evidence_Based_Literature_final.pdf.
ECRI Partnership for Health IT and Patient Safety. Health IT Safe Practices: Toolkit for the Safe Use of Health IT for Patient Identification.
Feb 2017. Accessed Jan 3, 2020.
https://www.ecri.org/Resources/HIT/Patient%20ID/Patient_Identification_Toolkit_final.pdf.
Fernandes LM, O’Connor M. Accurate patient identification: A global challenge. Perspect Health Inf Manag. 2015 May. Diakses 3
Jan 2020. http://bok.ahima.org/doc?oid=301182#.XcHL35pKg2w.
Härkänen M, et al. Wrong‐patient incidents during medication administrations. J Clin Nurs. 2018 Feb;27(3–4):715–
724. https://doi.org/10.1111/jocn.14021.
Hughes P, Latino RJ, Kelly T. Preventing patient identification errors. Patient Safety & Quality Healthcare. 2017 Oct 4. Diakses 3
Jan 2020. https://www.psqh.com/analysis/preventing-patient-identification-errors/.
The Joint Commission. People, processes, health IT and accurate patient identification. Quick Safety, Issue 45. Oct 2018. Diakses
3 Jan 2020. https://www.jointcommission.org/assets/1/23/QS_HIT_and_patient_ID_9_25_18_FINAL.pdf.
The Joint Commission. Temporary names put newborns at risk. Quick Safety, Issue 17. Oct 2015. Diakses 3 Jan 2020.
https://www.jointcommission.org/assets/1/23/Quick_Safety_Issue_17_Oct_2015_10_20_15.pdf.
Komunikasi Efektif
Buurman BM, et al. Improving handoff communication from hospital to home: The development, implementation and
evaluation of a personalized patient discharge letter. Int J Qual Health Care. 2016 Jun;28(3):384–390.
https://doi.org/10.1093/intqhc/mzw046.
Desai KN, Chaudhari S. Analysis of critical values in NABL (National Accreditation Board for Testing and Calibration
Laboratories) accredited hematology and clinical pathology laboratory. Annals of Applied Bio-Sciences. 2017 Feb 14;4(1): A-14–
A-18. https://doi.org/10.21276/AABS.2017.1317.
Nasarwanji MF, Badir A, Gurses AP. Standardizing handoff communication: Content analysis of 27 handoff mnemonics. J Nurs
Care Qual. 2016 Jul–Sep;31(3):238–244. https://doi.org/10.1097/NCQ.0000000000000174.
Patton LJ, et al. Ensuring safe transfer of pediatric patients: A quality improvement project to standardize handoff
communication. J Pediatr Nurs. 2017 May–Jun;34:44–52. https://doi.org/10.1016/j.pedn.2017.01.004.
Starmer AJ, et al. Effects of the I-PASS handoff bundle on communication quality and workflow. BMJ Qual Saf. 2017
Dec;26(12):949–957. https://doi.org/10.1136/bmjqs-2016-006224.
The Joint Commission. Inadequate hand-off communication. Sentinel Event Alert, Issue 58. Sep 12, 2017. Diakses 3 Jan 2020.
https://e-handoff.com/wp-content/uploads/2017/09/Joint-Commision-Handoff-Communication-Alert.pdf.
Institute for Safe Medication Practices. ISMP List of High-Alert Medications in Acute Care Settings. 2018. Diakses 3 Jan 2020.
https://www.ismp.org/sites/default/files/attachments/2018-08/highAlert2018-Acute-Final.pdf.
Tyynismaa L, et al. Identifying high-alert medications in a university hospital by applying data from the medication error
reporting system. J Patient Saf. Epub 2017 Jun 1. doi: https://doi.org/10.1097/PTS.0000000000000388.
World Health Organization (2019). Medication Safety in High-Risk Situations. 2019. Diakses 3 Jan 2020.
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/325131/WHO-UHC-SDS-2019.10-eng.pdf?ua=1.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 72
Keselamatan Pembedahan
Brussa D, et al. Safe surgery for all: early lessons from implementing a national government-driven surgical plan in Ethiopia.
World J Surg. 2017 Dec;41(12):3038–3045. https://doi.org/10.1007/s00268-017-4271-5.
Carbral RA, et al. Use of a surgical safety checklist to improve team communication. AORN J. 2016 Sep;104(3):206–216.
https://doi.org/10.1016/j.aorn.2016.06.019.
Jain D, Sharma R, Reddy S. WHO Safe Surgery Checklist: Barriers to universal acceptance. J Anaesthesiol Clin Pharmacol. 2018 Jan–
Mar;34(1):7–10.
Ragusa PS, et al. Effectiveness of surgical safety checklists in improving patient safety. Orthopedics. 2016 Mar–Apr;39(2):e307–
e310. https://doi.org/10.3928/01477447-20160301-02.
World Health Organization. Surgical Safety Checklist. (Updated: Jan 1, 2009.) Diakses 3 Jan 2020.
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/44186/9789241598590_eng_Checklist.pdf?sequence=2.
Chahoud J, Semaan A, Almoosa KF. Ventilator-associated events prevention, learning lessons from the past: A systematic
review. Heart Lung. 2015 May–Jun;44(3):251-259. https://doi.org/10.1016/j.hrtlng.2015.01.010.
Currie K, et al. Understanding the patient experience of health care–associated infection: A qualitative systematic review. Am J
Infect Control. 2018 Aug;46(8):936–942. https://doi.org/10.1016/j.ajic.2017.11.023.
Institute for Healthcare Improvement. Using Care Bundles to Improve Health Care Quality. Resar R, et al. IHI Innovation Series
white paper. 2012. Diakses 3 Jan 2020. https://www.ihi.org/resources/Pages/IHIWhitePapers/UsingCareBundles.aspx.
Ista E, et al. Effectiveness of insertion and maintenance bundles to prevent central-line-associated bloodstream infections in
critically ill patients of all ages: A systematic review and meta-analysis. Lancet Infect Dis. 2016 Jun;16(6):724–734.
https://doi.org/10.1016/S1473-3099(15)00409-0.
Mitchell BG, et al. Length of stay and mortality associated with healthcare-associated urinary tract infections: A multi-state
model. J Hosp Infect. 2016 May;93(1):92–99. https://doi.org/10.1016/j.jhin.2016.01.012.
Sickbert-Bennett EE, et al. Reduction of healthcare-associated infections by exceeding high compliance with hand hygiene
practices. Emerg Infect Dis. 2016 Sep;22(9):1628–1630. https://doi.org/10.3201/eid2209.151440.
Tanner J, et al. Do surgical care bundles reduce the risk of surgical site infections in patients undergoing colorectal surgery? A
systematic review and cohort meta-analysis of 8,515 patients. Surgery. 2015 Jul;158(1):66–77.
https://doi.org/10.1016/j.surg.2015.03.009.
World Health Organization. Clean Care Is Safer Care: The Evidence for Clean Hands. Diakses 3 Jan 2020.
https://www.who.int/gpsc/country_work/en.
Zingg W, et al. Hospital organisation, management, and structure for prevention of health-care-associated infection: A systematic
review and expert consensus. Lancet Infect Dis. 2015 Feb;15(2):212–224. https://doi.org/10.1016/S1473-3099(14)70854-0.
Erratum in: Lancet Infect Dis. 2015 Mar;15(3):263. https://doi.org/10.1016/S1473-3099(15)70069-1.
Risiko Jatuh
Agency for Healthcare Research and Quality. Preventing Falls in Hospitals: A Toolkit for Improving Quality of Care. AHRQ Publication
No. 12-0015-EF. Jan 2013. Diakses 3 Jan 2020.
https://www.ahrq.gov/sites/default/files/publications/files/fallpxtoolkit_0.pdf.
France D, et al. A multicomponent fall prevention strategy reduces falls at an academic medical center. Jt Comm J Qual Patient Saf.
2017 Sep;43(9):460–470. https://doi.org/10.1016/j.jcjq.2017.04.006.
Kafantogia K, et al. Falls among hospitalized patients. Journal of Frailty, Sarcopenia & Falls. 2017 Sep;2(3):53–57.
https://doi.org/10.22540/JFSF-02-053.
World Health Organization. Falls. Jan 16, 2018. Diakses 3 Jan 2020. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/falls.
Zubcoff L, et al. Virtual Breakthrough Series, part 2: Improving fall prevention practices in the Veterans Health Administration.
Jt Comm J Qual Patient Saf. 2016 Nov;42(11):497–AP12. https://doi.org/10.1016/S1553-7250(16)42092-1.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 73
Standar
Berikut ini adalah daftar semua standar untuk fungsi ini. Standar-standar tersebut disajikan di sini untuk
memudahkan Anda, tanpa mencantumkan maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaiannya. Untuk
informasi lebih lanjut mengenai standar-standar ini, silakan lihat bagian berikutnya dari bab ini, yakni bagian
Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen-elemen Penilaian.
Skrining untuk Penerimaan Pasien di Rumah Sakit
ACC.1 Pasien yang akan diterima sebagai pasien rawat inap atau yang mencari layanan rawat jalan menjalani
proses skrining untuk mengidentifikasi apakah kebutuhan perawatan kesehatan mereka sesuai
dengan misi serta sumber daya rumah sakit, dan pengkajian serta tata laksana pasien dengan
kebutuhan segera, mendesak, dan darurat diprioritaskan.
ACC.1.1 Rumah sakit mempertimbangkan kebutuhan klinis pasien dan memberi informasi
kepada pasien ketika ada penundaan yang tidak lazim dalam mendapatkan pelayanan
diagnostik dan/atau perawatan.
ACC.2.1 Kebutuhan pasien akan layanan preventif, kuratif, paliatif dan rehabilitatif
diprioritaskan berdasarkan kondisi pasien pada saat diterima di rumah sakit sebagai
pasien rawat inap.
ACC.2.2 Ketika masuk sebagai pasien rawat inap, pasien dan keluarga mendapatkan edukasi dan
orientasi tentang bangsal rawat inap, informasi tentang perawatan yang diusulkan,
perkiraan biaya perawatan yang diusulkan, dan luaran yang diharapkan dari perawatan
pasien.
ACC.2.3 Rumah sakit menetapkan kriteria untuk masuk dan keluar dari departemen/bangsal
yang menyediakan layanan intensif/khusus.
Kesinambungan Perawatan
ACC.3 Rumah sakit menyusun dan menjalankan proses untuk memberikan pelayanan pasien yang
berkesinambungan di seluruh rumah sakit, memastikan adanya koordinasi antarpraktisi kesehatan,
dan memberikan akses ke informasi terkait perawatan pasien.
ACC.3.1 Selama semua fase perawatan dalam rawat inap, selalu ada individu kompeten yang
ditentukan sebagai penanggung jawab atas perawatan pasien tersebut.
Transfer Pasien
ACC.5 Rumah sakit mengembangkan proses untuk mentransfer pasien ke institusi kesehatan lain
berdasarkan status pasien, kebutuhan perawatan pasien selanjutnya, dan kemampuan institusi
penerima untuk memenuhi kebutuhan pasien tersebut.
ACC.5.1 Rumah sakit penerima diberi rangkuman tertulis tentang kondisi klinis pasien dan
tindakan intervensi yang telah dilakukan di rumah sakit perujuk, dan proses tersebut
didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
Transportasi
ACC.6 Pelayanan transportasi yang dimiliki rumah sakit mematuhi peraturan dan undang-undang yang
berlaku serta memenuhi persyaratan transportasi yang bermutu dan aman.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 75
Standar ACC.1
Pasien yang akan diterima sebagai pasien rawat inap atau yang mencari layanan rawat jalan menjalani proses
skrining untuk mengidentifikasi apakah kebutuhan perawatan kesehatan mereka sesuai dengan misi serta
sumber daya rumah sakit, dan pengkajian serta tata laksana pasien dengan kebutuhan segera, mendesak, dan
darurat diprioritaskan.
Pasien dengan kebutuhan gawat, darurat, atau mendesak harus diidentifikasi oleh staf yang terlatih dalam
proses triase yang diakui, guna menentukan pasien mana yang membutuhkan perawatan segera dan
bagaimana memprioritaskan perawatan tersebut. Pengenalan dini tanda dan gejala penyakit menular juga
termasuk dalam proses triase. Ketika pasien diidentifikasi sebagai pasien dengan keadaan gawat, darurat,
atau mendesak, pasien dikaji dan diberikan perawatan secepatnya. Pasien yang berpotensi menderita
penyakit menular potensial dipisahkan dan/atau diisolasi sesuai kebutuhan. (Lihat juga PCI.12) Dokter atau
individu lain yang kompeten dapat mengkaji pasien ini sebelum pasien lainnya, melakukan layanan
diagnostik secepat mungkin, dan memulai perawatan untuk memenuhi kebutuhan pasien-pasien tersebut.
Ada pemeriksaan skrining atau pemeriksaan diagnostik yang mungkin diperlukan untuk setiap pasien yang akan
diterima sebagai pasien rawat inap, atau rumah sakit bisa saja menetapkan skrining dan pemeriksaan khusus
untuk populasi pasien tertentu. Sebagai contoh, semua pasien dengan diare aktif perlu dilakukan skrining
terhadap Clostridium difficile, atau tipe pasien tertentu membutuhkan skrining terhadap Staphylococcus aureus
resisten metisilin, seperti semua pasien yang sudah mendapatkan perawatan jangka panjang di fasilitas lain.
Pemeriksaan atau evaluasi skrining tertentu diidentifikasi ketika rumah sakit mensyaratkannya sebelum
registrasi atau penerimaan pasien.
Ketika rumah sakit tidak memiliki kemampuan klinis untuk menyediakan pelayanan yang dibutuhkan, pasien
ditransfer, dirujuk, atau dibantu dalam mengidentifikasi sumber pelayanan yang bisa memenuhi kebutuhan
pasien tersebut. Ketika rumah sakit tidak dapat memenuhi kebutuhan pasien dengan kondisi darurat dan pasien
tersebut perlu ditransfer ke tingkat perawatan yang lebih tinggi, rumah sakit yang mentransfer pasien harus
menyediakan dan mendokumentasikan perawatan untuk stabilisasi kondisi pasien sesuai kapasitasnya sebelum
mentransfer pasien. (Lihat juga ACC.5 and ACC.6)
Standar ACC.1.1
Rumah sakit mempertimbangkan kebutuhan klinis pasien dan memberi informasi kepada pasien ketika ada
penundaan yang tidak lazim dalam mendapatkan pelayanan diagnostik dan/atau perawatan.
Standar ACC.2
Rumah Sakit memiliki proses untuk mengelola alur pasien di seluruh rumah sakit, termasuk penerimaan pasien
rawat inap dan pendaftaran pasien rawat jalan.
darurat (UGD), pasien menunggu (boarding) untuk masuk di UGD atau lokasi sementara lainnya di rumah sakit.
Manajemen proses yang efektif untuk semua sistem yang mendukung alur pasien (seperti pendaftaran pasien
rawat jalan, admisi elektif dan gawat darurat, pengkajian dan perawatan, transfer pasien, pergantian shift, dan
pemulangan) dapat meminimalkan keterlambatan dalam pemberian perawatan. Komponen alur pasien
membahas hal-hal berikut:
Standar ACC.2.1
Kebutuhan pasien akan layanan preventif, kuratif, paliatif dan rehabilitatif diprioritaskan berdasarkan kondisi
pasien pada saat diterima di rumah sakit sebagai pasien rawat inap.
Standar ACC.2.2
Ketika masuk sebagai pasien rawat inap, pasien dan keluarga mendapatkan edukasi dan orientasi tentang
bangsal rawat inap, informasi tentang perawatan yang diusulkan, perkiraan biaya perawatan yang diusulkan, dan
luaran yang diharapkan dari perawatan pasien.
Standar ACC.2.3
Rumah sakit menetapkan kriteria untuk masuk dan keluar dari departemen/bangsal yang menyediakan layanan
intensif/khusus.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 79
Kesinambungan Perawatan
Standar ACC.3
Rumah sakit menyusun dan menjalankan proses untuk memberikan pelayanan pasien yang berkesinambungan
di seluruh rumah sakit, memastikan adanya koordinasi antarpraktisi kesehatan, dan memberikan akses ke
informasi terkait perawatan pasien.
rawat inap yang berbeda selama perawatan dan tata laksana mereka. Sepanjang pasien berada di rumah sakit
dari saat diterima sampai dipulangkan atau ditransfer, beberapa unit pelayanan atau departemen serta beberapa
praktisi kesehatan dapat ikut terlibat dalam perawatan pasien tersebut. Selama seluruh fase perawatan,
kebutuhan pasien disesuaikan dengan sumber daya yang dibutuhkan dan tersedia di rumah sakit, serta juga di
luar rumah sakit, apabila diperlukan. Kesinambungan dapat ditingkatkan apabila seluruh praktisi kesehatan
memiliki informasi riwayat kesehatan pasien yang lalu dan sekarang guna membantu dalam mengambil
keputusan; dan, apabila terdapat beberapa pengambil keputusan dalam perawatan pasien, seluruh pengambil
keputusan tersebut setuju dengan perawatan dan layanan yang akan diberikan.
Agar perawatan pasien dapat berjalan mulus, rumah sakit perlu merancang dan menerapkan proses untuk
menjamin kesinambungan dan koordinasi perawatan di antara dokter, perawat, dan praktisi kesehatan lainnya
di
a) layanan darurat dan rawat inap;
b) layanan diagnostik dan layanan intervensi;
c) ) layanan perawatan bedah dan non-bedah;
d) program perawatan rawat jalan; dan
e) rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.
Rekam medis pasien merupakan sumber utama informasi tentang proses perawatan serta kemajuan pasien
sehingga merupakan alat komunikasi yang penting. Agar informasi ini dapat bermanfaat dan mendukung
kesinambungan pelayanan kesehatan pasien, rekam medis harus tersedia saat rawat inap, rawat jalan, dan saat
lain bila dibutuhkan; serta perlu diperbaharui dengan informasi terkini. Catatan rekam medis dari dokter,
perawat dan catatan perawatan pasien lainnya, tersedia untuk semua praktisi kesehatan yang merawat pasien,
yang memerlukan rekam medis tersebut untuk merawat pasien. (Lihat juga MOI.5)
Ketika tim perawatan berubah karena pasien telah ditransfer, penyampaian informasi penting yang terkait
dengan pasien perlu ditransfer bersama dengan pasien tersebut untuk menjaga kesinambungan perawatan
pasien sehingga obat-obatan dan perawatan lain bagi pasien tersebut dapat berlanjut tanpa gangguan, serta
status pasien dapat dipantau. Untuk memastikan bahwa setiap tim perawatan menerima informasi yang
diperlukan untuk memberikan perawatan, rekam medis pasien ditransfer bersama dengan pasien atau informasi
dari rekam medis pasien diringkas saat transfer dan diberikan kepada tim perawatan yang menerima pasien.
Ringkasan ini meliputi
f) alasan admisi;
g) temuan signifikan;
h) diagnosis;
i) prosedur yang telah dilakukan;
j) obat-obatan;
k) perawatan lain yang diterima pasien; dan
l) kondisi pasien saat transfer.
Kepala departemen dan unit pelayanan bekerja sama untuk merancang dan menerapkan proses-proses
pelayanan yang terkoordinasi dan berkesinambungan. Proses-proses tersebut dapat didukung oleh penggunaan
perangkat-perangkat seperti pedoman, alur klinis (clinical pathway), rencana perawatan, formulir rujukan, daftar
tilik, dan sejenisnya. (Lihat juga COP.3) Rumah sakit menentukan individu-individu yang bertanggung jawab
melakukan koordinasi antar layanan. Individu-individu ini dapat mengoordinasi seluruh perawatan pasien
(sebagai contoh, antardepartemen) atau bertanggung jawab melakukan koordinasi perawatan pasien tertentu
(sebagai contoh, case manager). Koordinasi perawatan ini dapat tercapai dengan baik bila menggunakan kriteria
atau kebijakan baku yang menentukan kelayakan untuk transfer di dalam rumah sakit. (Lihat juga IPSG.2.2;
COP.2; COP.9.3; and ASC.7.2)
❑ 4. Rekam medis pasien atau ringkasan informasi perawatan pasien ditransfer bersama pasien ke layanan
atau unit lain di rumah sakit.
❑ 5. Jika ringkasan informasi ditransfer dengan pasien, ringkasan berisi setidaknya butir f) sampai l) dalam
bagian maksud dan tujuan.
❑ 6. Kesinambungan dan koordinasi proses perawatan didukung oleh penggunaan instrumen seperti
lembar rencana perawatan (care plan), pedoman, atau instrumen lain yang serupa.
Standar ACC.3.1
Selama semua fase perawatan dalam rawat inap, selalu ada individu kompeten yang ditentukan sebagai
penanggung jawab atas perawatan pasien tersebut.
Standar ACC.4
Rumah sakit menyusun dan menerapkan rencana pemulangan dan proses rujukan berdasarkan kesiapan pasien
untuk pemulangan.
Standar ACC.4.1
Proses perencanaan pemulangan rumah sakit membahas edukasi dan instruksi yang akan diberikan kepada
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 82
pasien dan keluarga terkait dengan kebutuhan pasien akan perawatan dan layanan yang berkelanjutan.
Rencana pemulangan adalah proses yang digunakan untuk membantu menentukan jenis perawatan dan layanan
berkelanjutan apa yang mungkin diperlukan pasien setelah meninggalkan rumah sakit untuk memastikan
keberhasilan dan keamanan transisi dari satu tingkat perawatan ke tingkat perawatan lain. Rencana pemulangan
yang efektif dapat mengurangi risiko pasien harus dirawat kembali di rumah sakit, meningkatkan pemulihan,
memastikan praktik pengobatan yang aman, dan membantu mempersiapkan pasien dan/atau keluarga dalam
menyediakan perawatan pasca-rawat inap yang aman. Literatur mengidentifikasi bahwa perbaikan dalam
penyusunan rencana pemulangan dari rumah sakit secara signifikan meningkatkan luaran bagi pasien ketika
mereka harus pindah ke tingkat perawatan berikutnya.
Merujuk atau memulangkan pasien ke praktisi kesehatan di luar rumah sakit, lokasi perawatan lain, ataupun ke
rumah atau keluarganya harus didasarkan pada kondisi kesehatan pasien dan kebutuhan layanan atau perawatan
lanjutannya. Dokter atau penanggung jawab perawatan pasien harus menentukan apakah pasien sudah siap
dipulangkan atau dirujuk, sesuai kebijakan dan kriteria atau indikasi rujukan dan pemulangan yang ditetapkan
oleh rumah sakit.
Proses penyusunan rencana pemulangan termasuk mengidentifikasi kebutuhan pasien untuk perawatan atau
layanan yang berkelanjutan. Kebutuhan yang berkelanjutan dapat berarti pasien membutuhkan rujukan ke
spesialis, terapi rehabilitasi, atau dapat juga berarti pasien membutuhkan layanan kesehatan preventif yang
dikoordinasikan di rumah oleh keluarga. Rumah sakit mengidentifikasi kebutuhan apa pun yang mungkin
dimiliki pasien terkait perawatan, tata laksana, dan layanan psikososial atau fisik setelah dipulangkan atau
dipindahkan.
Diperlukan proses yang terorganisir untuk memastikan bahwa setiap kebutuhan yang berkelanjutan dipenuhi
oleh praktisi kesehatan yang tepat atau rumah sakit/fasilitas kesehatan lain. Pasien mungkin memerlukan
layanan penunjang dan layanan medis saat dipulangkan. Sebagai contoh, pasien mungkin memerlukan
dukungan sosial, gizi, keuangan, psikologis, atau lainnya saat dipulangkan. Ketersediaan dan penggunaan aktual
dari layanan penunjang ini dapat menentukan kebutuhan untuk melanjutkan layanan medis. Proses penyusunan
rencana pemulangan mencakup identifikasi jenis layanan dukungan yang dibutuhkan dan ketersediaan layanan
tersebut.
Untuk pasien yang tidak secara langsung dirujuk atau ditransfer kepada praktisi kesehatan lain, membuat
instruksi yang jelas tentang di mana dan bagaimana pasien dapat menerima perawatan berkelanjutan sangat
penting untuk memastikan luaran perawatan yang optimal dan untuk memastikan semua kebutuhan perawatan
terpenuhi. Instruksi ini meliputi nama dan lokasi untuk perawatan berkelanjutan, kapan pasien harus kembali
ke rumah sakit untuk tindak lanjut (follow up), dan kapan pasien harus mencari perawatan darurat. Proses
tersebut termasuk merujuk pasien ke sumber perawatan lain di luar daerah bila diperlukan.
Ketika terdapat indikasi, rumah sakit harus mulai merencanakan kebutuhan berkelanjutan sedini mungkin
dalam proses perawatan. Pasien, keluarga pasien, praktisi kesehatan, dan staf lain yang terlibat dalam
perawatan, tata laksana, dan pelayanan bagi pasien tersebut harus berpartisipasi dalam perencanaan
pemulangan atau rencana transfer pasien.
Edukasi dan instruksi bagi pasien dan keluarga merupakan komponen penting dari rencana pemulangan dan
mendukung kembalinya pasien ke tingkat fungsional sebelum ia sakit dan mendukung pemeliharaan kesehatan
yang optimal. Proses pemulangan harus mencakup edukasi kepada pasien dan keluarga tentang bagaimana
mengelola kebutuhan perawatan berkelanjutan pasien di rumah. Materi dan proses standar digunakan untuk
memberikan edukasi kepada pasien tentang topik yang terkait dengan tata laksana dan perawatan berkelanjutan
mereka setelah keluar dari rumah sakit. Edukasi pasien dan instruksi tindak lanjut diberikan kepada pasien
dalam bentuk dan bahasa yang dipahami oleh pasien. (Lihat juga PCC.2)
Berdasarkan kebutuhan perawatan berkelanjutan yang diidentifikasi, edukasi dan instruksi pemulangan bagi
pasien dapat termasuk, tetapi tidak terbatas pada, topik-topik berikut:
• Potensi interaksi antara obat yang diresepkan dan obat lain (termasuk obat bebas tanpa resep) dan
makanan
• Diet dan nutrisi
• Manajemen nyeri sesuai kebutuhan
• Penggunaan peralatan medis yang aman dan efektif, sebagaimana diperlukan
• Teknik rehabilitasi, sebagaimana diperlukan.
Standar ACC.4.2
Ringkasan pulang lengkap disiapkan untuk semua pasien rawat inap, dan salinan ringkasan pulang dimasukkan
dalam rekam medis pasien.
diberikan kepada pasien. (Lihat juga MOI.4) Salinan ringkasan pulang dimasukkan dalam rekam medis pasien.
Ringkasan ini berisi hal-hal tersebut di bawah ini:
a) Alasan pasien masuk rumah sakit, diagnosis dan komorbiditas
b) Hasil pemeriksaan fisik dan temuan lain yang bermakna
c) Tindakan diagnostik dan terapeutik yang dilakukan
d) Obat-obatan yang diberikan selama rawat inap beserta potensi efek residual setelah obat
dihentikan penggunaannya
e) Semua obat pulang pasien yang akan digunakan di rumah
f) Kondisi/status pasien saat dipulangkan (contohnya: “kondisi membaik”, “kondisi tidak berubah”,
dan sejenisnya)
g) Instruksi tindak lanjut
Standar ACC.4.2.1
Rekam medis pasien yang menerima perawatan darurat mencantumkan waktu tiba dan waktu transfer dari
UGD, kesimpulan pada akhir perawatan di UGD, kondisi pasien saat dipulangkan/ditransfer, dan instruksi
perawatan lanjutan.
Standar ACC.4.3
Rekam medis pasien rawat jalan yang membutuhkan perawatan yang kompleks atau dengan diagnosis yang
kompleks berisi profil perawatan medis dan dapat diakses oleh praktisi kesehatan yang memberikan perawatan
pada pasien tersebut.
Standar ACC.4.4
Rumah sakit memiliki proses untuk mengelola dan menindaklanjuti pasien yang menyampaikan keinginannya
kepada petugas rumah sakit untuk pulang atas permintaan sendiri.
Standar ACC.4.4.1
Rumah sakit memiliki proses untuk mengelola pasien yang pulang paksa tanpa memberitahukannya kepada
petugas rumah sakit.
selesai diperiksa atau diberi rencana pengobatan; hal ini termasuk dalam kategori ‘pulang atas permintaan
sendiri’. Pasien rawat inap dan rawat jalan (termasuk pasien UGD) memiliki hak untuk menolak pengobatan
dan/atau pulang atas permintaan sendiri. Namun, pasien-pasien tersebut berisiko mendapatkan pelayanan yang
tidak adekuat dan dapat mengakibatkan kecacatan permanen atau bahkan kematian. Ketika pasien rawat inap
maupun rawat jalan yang kompeten memutuskan untuk meninggalkan rumah sakit atas permintaan sendiri,
dokter yang memberikan rencana perawatan atau wakil yang ditunjuk, harus menjelaskan risiko medis
yang dapat terjadi sebelum pasien meninggalkan rumah sakit. Prosedur pemulangan pasien dilakukan seperti
biasa, apabila pasien mengizinkan. (Lihat juga ACC.4.1) Apabila pasien memiliki dokter keluarga yang tidak
terlibat sebelumnya namun dikenal oleh rumah sakit, maka dokter keluarga tersebut harus diinformasikan
mengenai keputusan pasien. Upaya harus dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab pasien pulang atas
permintaan sendiri. Rumah sakit perlu memahami alasan tersebut guna memperbaiki komunikasi kepada pasien
dan/atau keluarga serta untuk mengidentifikasi kemungkinan untuk perbaikan proses.
Mungkin ada keadaan khusus di mana seorang pasien dapat diberikan izin untuk meninggalkan rumah sakit
selama perawatan. Sebagaimana diizinkan oleh kebijakan rumah sakit serta undang-undang dan peraturan
setempat, rumah sakit dapat mengembangkan proses untuk mengizinkan pasien meninggalkan rumah sakit
untuk jangka waktu tertentu (seperti pada “izin” akhir pekan). Keputusan untuk memberikan cuti/izin harus
didasarkan pada status fisik dan mental pasien dan pada kemampuan keluarga untuk memberikan perawatan
yang aman (jika keluarga akan menemani pasien), dan hal keputusan tersebut harus diambil setelah
mempertimbangkan masukan dari tim perawatan dan—jika sesuai—pasien/keluarga.
Bila pasien meninggalkan rumah sakit atas permintaan sendiri, tanpa menyampaikan keinginannya ke petugas
rumah sakit, atau bila pasien rawat jalan dengan perawatan yang kompleks atau pengobatan untuk
menyelamatkan nyawa, seperti hemodialisis, kemoterapi atau radioterapi, tidak kembali untuk menjalani
pengobatan, rumah sakit harus melakukan usaha untuk menghubungi pasien dan menginformasikan kepada
pasien risiko yang dapat terjadi. Bila pasien memiliki dokter keluarga yang dikenal oleh rumah sakit, rumah
sakit harus memberikan informasi kepada dokter keluarga tersebut untuk mengurangi risiko atau bahaya yang
mungkin terjadi.
Rumah sakit merancang sebuah proses yang sesuai dan sejalan dengan peraturan dan undang-undang yang
berlaku. Pada kondisi tertentu, rumah sakit melaporkan kasus-kasus penyakit menular dan memberikan
informasi yang menyangkut kemungkinan pasien membahayakan diri sendiri atau orang lain kepada dinas
kesehatan setempat atau tingkat nasional sesuai kebutuhan. (Lihat juga PCI.1)
❑ 3. Apabila terdapat dokter keluarga yang dikenal oleh rumah sakit, dan belum terlibat dalam proses
perawatan, rumah sakit menginformasikan kondisi pasien ke dokter keluarganya.
❑ 4. Proses tersebut sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku, termasuk kewajiban untuk
melaporkan kasus penyakit infeksi menular dan kasus di mana pasien dapat membahayakan diri
sendiri atau orang lain di dalam masyarakat.
Transfer Pasien
Standar ACC.5
Rumah sakit mengembangkan proses untuk mentransfer pasien ke institusi kesehatan lain berdasarkan status
pasien, kebutuhan perawatan pasien selanjutnya, dan kemampuan institusi penerima untuk memenuhi
kebutuhan pasien tersebut.
❑ 2. Proses transfer membahas bagaimana dan kapan tanggung jawab atas perawatan berkelanjutan
ditransfer ke praktisi atau lokasi lain dan bagaimana menentukan bahwa rumah sakit penerima dapat
memenuhi kebutuhan pasien yang akan ditransfer.
❑ 3. Proses transfer mengidentifikasi siapa yang bertanggung jawab untuk memantau pasien selama
transfer dan kompetensi staf yang diperlukan untuk jenis pasien yang ditransfer.
❑ 4. Proses transfer mengidentifikasi obat-obatan, perbekalan, dan peralatan medis yang diperlukan
selama transportasi.
❑ 5. Proses transfer membahas mekanisme tindak lanjut untuk memberikan informasi tentang kondisi
pasien pada saat kedatangan ke rumah sakit penerima.
❑ 6. Proses transfer juga membahas mengenai situasi di mana transfer tidak mungkin dilakukan.
Standar ACC.5.1
Rumah sakit penerima diberi rangkuman tertulis tentang kondisi klinis pasien dan tindakan intervensi yang
telah dilakukan di rumah sakit perujuk, dan proses tersebut didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
Rekam medis dari setiap pasien yang ditransfer ke fasilitas kesehatan lain berisi dokumentasi transfer.
Dokumentasi mencakup nama fasilitas kesehatan dan nama individu yang setuju untuk menerima pasien,
alasan transfer, dan segala kondisi khusus untuk transfer (seperti kapan ruangan di rumah sakit penerim a
akan tersedia, atau status pasien). Selain itu, dicatat juga apakah kondisi atau status pasien berubah selama
transfer (sebagai contoh, pasien meninggal atau membutuhkan resusitasi). Dokumentasi lain yang
diperlukan oleh kebijakan rumah sakit (sebagai contoh, tanda tangan perawat atau dokter penerima, nama
individu yang memantau pasien selama transportasi) dimasukkan dalam rekam medis. ( Lihat juga MOI.8)
Transportasi
Standar ACC.6
Pelayanan transportasi yang dimiliki rumah sakit mematuhi peraturan dan undang-undang yang berlaku serta
memenuhi persyaratan transportasi yang bermutu dan aman.
perbekalan, serta obat-obatan yang memadai, sesuai dengan kebutuhan pasien yang dipindahkan.
❑ 4. Transportasi yang disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien.
❑ 5. Terdapat proses untuk memantau mutu dan keselamatan transportasi yang disediakan atau diatur oleh
rumah sakit, termasuk proses untuk mengatasi keluhan pasien.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 91
Referensi
Skrining untuk Penerimaan di Rumah Sakit
Alekseyev K, et al. Development of a pre-admission screening checklist to minimize acute discharges from an inpatient
rehabilitation facility: A auality improvement initiative. Patient Safety & Quality Improvement Journal. 2017;5(1):488–492.
Carter LE, et al. Screening for pediatric malnutrition at hospital admission: Which screening tool is best? Nutr Clin Pract. Epub
2019 Jul 9. https://doi.org/10.1002/ncp.10367.
Hutzschenreuter L, et al. Costs of outpatient and inpatient MRSA screening and treatment strategies for patients at elective
hospital admission—A decision tree analysis. Antimicrob Resist Infect Control. 2018 Nov 29;7:147.
https://doi.org/doi:10.1186/s13756-018-0442-x.
Natsukawa T, et al. Development of a new triage method to prioritize patients arriving at the emergency room. Prehosp Disaster
Med. 2019 May;34(s1):s118–s119. https://doi.org/10.1017/S1049023X1900253X.
Kesinambungan Perawatan
American Academy of Pediatrics. Patient- and family-centered care coordination: A framework for integrating care for children
and youth from across multiple systems. Pediatrics. 2014 May;133(5):e1451–e1460. Diakses 3 Jan 2020.
http://pediatrics.aappublications.org/content/pediatrics/133/5/e1451.full.pdf.
Hsiao YL, et al. Implementation of a comprehensive program to improve coordination of care in an urban academic health care
system. J Health Organ Manag. 2018 Aug 20;32(5):638–657. https://doi.org/10.1108/JHOM-09-2017-0228.
Moyer A, McGillen B. Transitioning patients across the care continuum. Nurse Lead. 2018 Dec;16(6):389–392.
https://doi.org/10.1016/j.mnl.2018.07.011.
Transfer Pasien
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 92
Bergman L, et al. Improving quality and safety during intrahospital transport of critically ill patients: A critical incident study. Aust
Crit Care. Epub 2019 Jan 21. doi: https://doi.org/10.1016/j.aucc.2018.12.003.
Bourn S, Wijesingha, S, Nordmann, G. Transfer of the critically ill adult patient. BJA Education. 2018 Mar;18(3):63–68.
Farnoosh L, et al. Preparation and implementation of intrahospital transfer protocol for emergency department patients to
decrease unexpected events. Adv J Emerg Med. 2018 Jan 22;2(3):e29. https://doi.org/10.22114/AJEM.v0i0.50.
Williams P, et al. A checklist for intrahospital transport of critically ill patients improves compliance with transportation safety
guidelines. Aust Crit Care. Epub 2019 Apr 10. https://doi.org/10.1016/j.aucc.2019.02.004.
Transportasi
Overton JW. Safety and Quality in Medical Transport Systems: Creating an Effective Culture. Boca Raton, FL: CRC Press, 2012.
https://doi.org/10.1201/9781315607450.
Steenhoff TC, Zohn SF. EMS, Air Medical Transport. (Diperbarui: 25 Feb 2019.) Treasure Island, FL: StatPearls, 2019. Diakses 3
Jan 2020. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK482358/.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 93
Standar
Berikut ini adalah daftar semua standar untuk fungsi ini. Standar-standar tersebut disajikan di sini untuk
memudahkan Anda, tanpa mencantumkan maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaiannya. Untuk
informasi lebih lanjut mengenai standar-standar ini, silakan lihat bagian berikutnya dari bab ini, yakni bagian
Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen-elemen Penilaian.
Hak Pasien dan Keluarga
PCC.1 Rumah sakit bertanggung jawab menyediakan proses yang mendukung hak-hak pasien dan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 94
pasien dan keluarganya serta memungkinkan terjadinya interaksi yang memadai antara
pasien, keluarga pasien dan staf sehingga terjadi proses pembelajaran.
Standar PCC.1
Rumah sakit bertanggung jawab menyediakan proses yang mendukung hak-hak pasien dan keluarganya selama
dirawat.
❑ 4. Pimpinan rumah sakit melindungi hak pasien untuk mengidentifikasi siapa yang diinginkan pasien
untuk berpartisipasi dalam mengambil keputusan terkait perawatannya.
❑ 5. Rumah sakit memiliki proses untuk menentukan preferensi pasien, dan pada kondisi tertentu juga
preferensi keluarga pasien, dalam menentukan apa saja informasi tentang perawatan yang dapat
dibagikan ke keluarga pasien dan dalam kondisi apa.
❑ 6. Semua praktisi kesehatan dilatih tentang proses dan peran mereka dalam mendukung hak-hak serta
partisipasi pasien dan keluarga dalam perawatan.
Standar PCC.1.1
Rumah sakit berupaya mengurangi hambatan fisik, bahasa, budaya, dan hambatan lainnya dalam mengakses
dan memberikan layanan serta memberikan informasi dan edukasi kepada pasien dan keluarga dalam bahasa
dan cara yang dapat mereka pahami.
Rumah sakit telah mengidentifikasi hambatan, menerapkan proses untuk menghilangkan atau mengurangi
hambatan, dan mengambil tindakan untuk mengurangi dampak hambatan bagi pasien yang mencari perawatan.
Sebagai contoh, akses yang aman ke departemen bangunan dan perawatan/pelayanan dievaluasi dan
disediakan; rambu-rambu disabilitas dan multi-budaya dapat mencakup penggunaan tanda multibahasa
dan/atau simbol internasional, dan penerjemah dapat digunakan untuk pasien yang tidak mengetahui bahasa
setempat.
Rumah sakit menyiapkan pernyataan tertulis tentang hak dan tanggung jawab pasien dan keluarga yang tersedia
bagi pasien ketika mereka dirawat inap atau terdaftar sebagai pasien rawat jalan. Pernyataan tersebut dapat
dipajang di rumah sakit atau disediakan dalam bentuk brosur. Pernyataan tersebut sesuai dengan usia,
pemahaman, dan bahasa yang digunakan pasien. Ketika komunikasi tertulis tidak efektif atau tidak tepat, pasien
dan keluarga diberitahu tentang hak dan tanggung jawab mereka dalam bahasa dan cara yang dapat mereka
pahami.
Standar PCC.1.2
Rumah sakit memberikan pelayanan yang menghargai martabat pasien, menghormati nilai-nilai dan
kepercayaan pribadi pasien serta menanggapi permintaan yang terkait dengan keyakinan agama dan spiritual.
Standar PCC.1.3
Rumah sakit menetapkan proses untuk memastikan privasi pasien dan kerahasiaan informasi dan perawatan,
serta memberikan hak kepada pasien untuk memperoleh akses ke informasi kesehatan mereka sesuai konteks
hukum dan budaya setempat.
terkait dengan perawatan atau layanan tersebut. Komunikasi antara anggota staf dan pasien dapat membangun
kepercayaan dan komunikasi terbuka serta dapat didokumentasikan dalam rencana perawatan pasien, terutama
ketika pasien menyatakan harapan privasi yang berbeda atau lebih ketat dari yang lazim diterapkan.
Informasi medis dan kesehatan lainnya, ketika didokumentasikan dan dikumpulkan, bersifat penting guna
memahami pasien dan kebutuhannya serta memberikan perawatan dan pelayanan seiring dengan waktu.
Informasi ini dapat berupa kertas atau dalam bentuk elektronik ataupun kombinasi dari keduanya. Rumah sakit
menghargai kerahasiaan informasi tersebut dan menerapkan kebijakan serta prosedur yang melindungi
informasi tersebut dari kehilangan atau penyalahgunaan. Kebijakan dan prosedur yang ada mencakup informasi
yang dapat diberikan sesuai ketentuan peraturan dan undang-undang lainnya. (Lihat juga MOI.2 dan MOI.6)
Staf menghargai privasi dan kerahasiaan pasien dengan tidak mencantumkan informasi rahasia pasien pada
pintu pasien atau meja perawat dan tidak mengadakan diskusi yang terkait dengan pasien di ruang publik. Staf
menyadari peraturan dan undang-undang yang mengatur tentang kerahasiaan informasi serta memberitahu
pasien tentang bagaimana rumah sakit menghargai privasi dan kerahasiaan informasi mereka. Pasien juga
diberikan informasi mengenai kapan dan dalam kondisi seperti apa informasi tersebut dapat diberikan dan
bagaimana cara mendapatkan izin atas hal tersebut.
Selain memberikan izin untuk berbagi informasi kesehatan dengan orang lain, pasien juga memiliki hak untuk
mengakses informasi kesehatan mereka sendiri. Ketika mereka memiliki akses ke informasi kesehatan mereka,
pasien dapat membuat keputusan yang lebih baik tentang perawatan mereka. Selain itu, akses ke informasi
kesehatan memiliki manfaat seperti memungkinkan pasien untuk meninjau dan memantau kepatuhan dengan
rencana perawatan mereka, memperbaiki kesalahan yang mungkin ada dalam catatan kesehatan mereka, dan
memantau kemajuan mereka dalam mengelola penyakit mereka.
Informasi kesehatan pasien mungkin tersedia dalam berbagai bentuk. Sebagai contoh, pada pasien yang
dirawat di rumah sakit, informasi pelayanan kesehatan terdapat dalam rekam medis rumah sakit; namun,
beberapa informasi kesehatan mungkin juga tersedia melalui situs web yang aman, seperti portal pasien. Rumah
sakit memiliki proses untuk memberikan pasien akses ke informasi kesehatan mereka sesuai dengan undang-
undang, peraturan, dan budaya setempat.
Standar PCC.1.4
Rumah sakit mengambil langkah-langkah untuk melindungi harta benda pasien dari pencurian atau kehilangan.
gawat darurat, pasien yang menjalani layanan bedah rawat sehari (one day surgery), pasien rawat inap, pasien yang
tidak mampu mengambil langkah alternatif untuk menjaga keamanan harta benda mereka, dan pasien yang
tidak bisa lagi mengambil keputusan mengenai harta benda mereka. (Lihat juga FMS.6)
Standar PCC.1.5
Pasien dilindungi dari serangan fisik, dan populasi yang berisiko diidentifikasi serta dilindungi dari kerentanan
tambahan.
Standar PCC.2
Pasien dan keluarga pasien dilibatkan dalam semua aspek perawatan dan tata laksana medis mereka melalui
edukasi, dan diberikan kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan mengenai
perawatan dan tata laksana.
perawatan, mengajukan pertanyaan tentang perawatan, dan bahkan menolak prosedur diagnostik dan tata
laksana. (Lihat juga COP.7) Agar pasien dan keluarga dapat berpartisipasi dalam keputusan perawatan, mereka
memerlukan informasi dasar mengenai kondisi medis yang dijumpai dalam pemeriksaan, termasuk diagnosis
pasti, dan rencana tindakan serta perawatan. Rumah sakit merencanakan dan menawarkan edukasi kepada
pasien (dan, jika sesuai, keluarga mereka) untuk memastikan mereka dapat berpartisipasi dalam pengambilan
keputusan terkait perawatan dan merawat diri mereka sendiri setelah pulang. Ketika pasien terlibat dalam
proses pengambilan keputusan, mereka dan penyedia layanan kesehatan mereka dapat bersama-sama membuat
keputusan yang lebih baik mengenai kesehatan pasien, yang pada akhirnya dapat mengarah pada meningkatnya
luarnya pasien. (Lihat juga MOI.6)
Selama proses perawatan, pasien juga memiliki hak untuk diberitahu mengenai hasil akhir yang tidak dapat
diantisipasi dari terapi dan perawatan. Selain itu, ketika suatu peristiwa atau kejadian yang tidak terduga terjadi
selama perawatan atau tata laksana mereka, penting bahwa mereka juga diberitahu tentang kejadian tersebut.
(Lihat juga PCI.8.1) Kejadian yang tidak diantisipasi dapat mencakup infeksi yang didapat di rumah sakit, ulkus
dekubitus, atau infeksi pascaoperasi. Pasien dan keluarga memahami bahwa mereka memiliki hak atas
informasi ini dan siapa yang bertanggung jawab untuk memberi tahu mereka. Bagi pasien haruslah jelas siapa
yang akan memberikan informasi mengenai kondisi medis, perawatan, terapi, luaran, serta kejadian yang tidak
dapat diantisipasi, dan lain sebagainya. (Lihat juga PCC.4.1 dan COP.8.5)
Pasien dan keluarga pasien memahami jenis keputusan yang harus diambil mengenai perawatan dan
bagaimana mereka berpartisipasi dalam pengambilan keputusan tersebut. Walaupun sebagian pasien tidak ingin
tahu diagnosis pasti mereka atau tidak ingin berpartisipasi dalam pengambilan keputusan akan perawatan
medisnya, mereka diberikan kesempatan dan dapat memilih untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
melalui anggota keluarga, teman atau wali. (Lihat juga ACC.2.2 dan PCC.4.3)
Ketika pasien meminta pendapat kedua, diharapkan rumah sakit tidak akan menghambat, mencegah ataupun
menghalangi upaya pasien yang mencari pendapat kedua tersebut, namun sebaliknya, rumah sakit harus
memfasilitasi permintaan akan pendapat kedua itu dengan menyediakan informasi mengenai kondisinya kepada
pasien, seperti informasi hasil pemeriksaan, diagnosis, rekomendasi terapi, dan sebagainya. Rumah sakit tidak
boleh menyimpan informasi ini jika pasien meminta informasi tersebut dalam usahanya mencari pendapat
kedua. Rumah sakit tidak diharapkan menyediakan dan membayar biaya mencari pendapat kedua bila
diminta oleh pasien. Harus ada kebijakan yang membicarakan mengenai hak pasien untuk mencari pendapat
kedua tanpa rasa takut hal ini akan mengganggu perawatannya, baik di dalam maupun di luar rumah sakit.
Rumah sakit mendukung dan menganjurkan keterlibatan pasien dan keluarga dalam semua aspek perawatan.
Semua anggota staf diajarkan mengenai kebijakan dan prosedur serta peranan mereka dalam mendukung hak
pasien dan keluarga untuk berpartisipasi dalam proses perawatan.
Standar PCC.2.1
Rumah sakit memberikan informasi kepada pasien dan keluarga mengenai hak dan kewajibannya untuk
menolak atau menghentikan terapi, menolak diberikan pelayanan resusitasi, serta melepaskan atau
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 101
Standar PCC.2.2
Rumah sakit mendukung hak pasien untuk mendapat pengkajian dan tata laksana nyeri serta perawatan yang
penuh hormat serta welas asih pada akhir hayatnya.
Pasien di akhir hayat memiliki kebutuhan khas yang juga dapat dipengaruhi oleh tradisi budaya dan agama.
Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien memandu semua aspek perawatan di akhir hayat. Untuk
mencapai hal ini, semua anggota staf harus menyadari kebutuhan khas seorang pasien di akhir hayatnya.
Kebutuhan-kebutuhan ini meliputi pengobatan gejala primer dan sekunder; tata laksana nyeri; tanggapan terhadap
kekhawatiran psikologis, sosial, emosional, agama, dan kultural pasien serta keluarganya; serta keterlibatan
dalam keputusan perawatan.
Proses perawatan yang diberikan rumah sakit harus menjunjung tinggi dan mencerminkan hak dari semua
pasien untuk mendapatkan pengkajian dan tata laksana nyeri serta pengkajian dan manajemen atas kebutuhan
pasien yang khas di akhir hayatnya. (Lihat juga COP.6 dan COP.7)
Standar PCC.3
Rumah sakit mengukur, menganalisis, dan — bila perlu — meningkatkan pengalaman pasien untuk
meningkatkan mutu pelayanan pasien.
pasien, pimpinan rumah sakit harus terus meningkatkan pengumpulan data agar akhirnya mereka dapat
mengidentifikasi informasi pengalaman pasien yang dapat digunakan untuk mencapai perbaikan yang berarti.
Standar PCC.3.1
Rumah sakit memberitahu pasien dan keluarganya tentang bagaimana rumah sakit menerima dan menanggapi
keluhan, tindakan rumah sakit bila ada konflik dan perbedaan pendapat tentang perawatan pasien, serta hak
pasien untuk berperan dalam semua proses ini.
Standar PCC.4
Persetujuan umum untuk perawatan yang diperoleh jika pasien menjalani rawat inap atau didaftarkan pertama
kalinya sebagai pasien rawat jalan, memiliki lingkup dan batasan yang jelas.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 104
Standar PCC.4.1
Persetujuan (informed consent) pasien diperoleh melalui cara yang telah ditetapkan rumah sakit dan dilaksanakan
oleh petugas terlatih dengan cara dan bahasa yang mudah dipahami pasien.
Standar PCC.4.2
Informed consent diperoleh sebelum pembedahan, anestesi, penggunaan darah dan produk darah, serta perawatan
dan prosedur berisiko tinggi lainnya.
Standar PCC.4.3
Pasien dan keluarganya memperoleh informasi memadai mengenai kondisi pasien, usulan perawatan atau
tindakan, dan praktisi kesehatan sehingga mereka dapat memberi persetujuan dan mengambil keputusan
tentang perawatannya.
Standar PCC.4.4
Rumah sakit menentukan proses untuk pemberian persetujuan oleh orang lain, sesuai dengan konteks hukum
dan budaya yang berlaku.
Standar PCC.5
Rumah sakit menyediakan program edukasi yang didasarkan pada misi rumah sakit, layanan yang diberikan
rumah sakit, serta populasi pasien, dan praktisi kesehatan berkolaborasi untuk memberikan edukasi tersebut.
Ketika praktisi perawatan kesehatan saling memahami kontribusi satu sama lain untuk edukasi pasien, mereka
dapat berkolaborasi secara lebih efektif. Pada gilirannya, kolaborasi ini akan membantu memastikan bahwa
informasi yang diterima pasien dan keluarga bersifat komprehensif, konsisten, dan seefektif mungkin.
Kolaborasi ini didasarkan pada kebutuhan pasien dan oleh karena itu mungkin tidak selalu diperlukan. Agar
edukasi dapat diberikan secara berhasil dan bermakna, dibutuhkan pertimbangan-pertimbangan penting seperti
pengetahuan tentang materi yang akan diedukasikan, waktu yang cukup untuk memberi edukasi, dan
kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
Standar PCC.5.1
Kebutuhan edukasi setiap pasien, beserta dengan kemampuan dan kerelaannya untuk menerima edukasi, dinilai
dan dimasukkan ke dalam rekam medisnya.
Untuk memahami kebutuhan edukasi dari setiap pasien beserta keluarganya, perlu diadakan proses pengkajian
yang mengidentifikasi tipe pembedahan, prosedur invasif lainnya atau pengobatan yang direncanakan,
kebutuhan keperawatan yang menyertainya, serta kebutuhan perawatan berkelanjutan saat pasien sudah
dipulangkan. Pengkajian ini memungkinkan pengurus pasien tersebut untuk merencanakan dan memberikan
edukasi yang dibutuhkan. Setelah kebutuhan edukasi teridentifikasi, hal tersebut dicatat dalam rekam medis
pasien. Hal ini membantu agar semua pengurus pasien berpartisipasi dalam proses edukasi.
Edukasi pasien merupakan aspek penting dari perawatan pasien, dan terdapat banyak informasi yang diberikan
kepada pasien selama dirawat di rumah sakit. Ada banyak variabel pasien yang menentukan apakah pasien dan
keluarga mau dan mampu menerima edukasi. Pasien dan keluarga dapat mengalami hambatan untuk belajar
yang mungkin meliputi kemampuan membaca dan tingkat pemahaman, budaya, bahasa, motivasi, dan
keterbatasan fisik pasien. Karena setiap orang memiliki caranya sendiri untuk belajar, praktisi kesehatan yang
terlibat dalam edukasi pasien perlu mengevaluasi kebutuhan edukasi pasien dan kesiapan mereka untuk
menerima edukasi.
Edukasi yang diberikan oleh staf rumah sakit kepada pasien dan keluarga untuk mendukung keputusan dalam
proses perawatan dan didokumentasikan dalam rekam medis pasien. Sebagai contoh, edukasi yang diberikan
sebagai bagian dari proses memperoleh persetujuan untuk tindakan (seperti untuk operasi dan anestesi)
didokumentasikan dalam rekam medis pasien. Selain itu, ketika seorang pasien atau keluarga berpartisipasi
secara langsung dalam memberikan perawatan (seperti mengganti balutan luka, memberi makan pasien,
memberikan obat-obatan dan perawatan), pasien dan keluarga perlu diberikan edukasi, dan edukasi ini perlu
didokumentasikan. Tiap rumah sakit menentukan lokasi dan format untuk dokumentasi pengkajian edukasi,
perencanaan, dan pemberian informasi dalam rekam medis pasien.
Standar PCC.5.2
Metode edukasi dipilih dengan mempertimbangkan nilai yang dianut dan preferensi pasien dan keluarganya
serta memungkinkan terjadinya interaksi yang memadai antara pasien, keluarga pasien dan staf sehingga terjadi
proses pembelajaran.
❑ 2. Terdapat proses untuk memastikan bahwa pasien dan keluarganya menerima dan memahami edukasi
yang diberikan.
❑ 3. Individu-individu yang memberikan edukasi mendorong pasien serta keluarganya untuk bertanya dan
mengutarakan pendapatnya sebagai partisipan yang aktif.
❑ 4. Informasi verbal diperkuat dengan materi tertulis yang terkait dengan kebutuhan pasien serta
konsisten dengan preferensi pembelajaran pasien dan keluarganya.
Catatan: Standar-standar berikut dimaksudkan untuk digunakan dalam situasi di mana transplantasi organ atau
jaringan tidak akan dilakukan namun untuk waktu di mana pasien meminta informasi mengenai donasi organ
atau jaringan dan/atau ketika donasi organ atau jaringan dapat terjadi. Ketika donasi organ atau jaringan serta
transplantasi dilaksanakan, akan berlaku standar untuk program transplantasi organ dan jaringan (dapat
ditemukan di standar COP.8 hingga COP.9.3).
Standar PCC.6
Rumah sakit memberikan informasi kepada pasien dan keluarga tentang bagaimana cara memilih untuk
mendonorkan organ dan jaringan lainnya.
Standar PCC.6.1
Rumah sakit memberikan pengawasan untuk proses pengadaan organ dan jaringan.
terkini terkait dengan donasi organ dan ketersediaan transplan. Rumah sakit bekerja sama dengan rumah sakit
dan agensi lainnya di masyarakat yang bertanggung jawab untuk sebagian atau seluruh proses pengadaan,
penyimpanan, pemindahan, atau transplantasi. (Lihat juga COP.9)
Referensi
Hak Pasien dan Keluarga
Almutairi KM. Culture and language differences as a barrier to provision of quality care by the health workforce in Saudi Arabia.
Saudi Med J. 2015 Apr;36(4):425–431. https://doi.org/10.15537/smj.2015.4.10133.
Arabiat D, et al. Parents’ experiences of family centered care practices. J Pediatr Nurs. 2018 Sep–Oct;42:39–44.
https://doi.org/10.1016/j.pedn.2018.06.012.
Bell SK, et al. When doctors share visit notes with patients: A study of patient and doctor perceptions of documentation errors,
safety opportunities and the patient–doctor relationship. BMJ Qual Saf. 2017 Apr;26(4):262–270.
https://doi.org/10.1136/bmjqs-2015-004697.
Beattie M, et al. Instruments to measure patient experience of health care quality in hospitals: A systematic review protocol. Syst
Rev. 2014 Jan 4;3(4). https://doi.org/10.1186/2046-4053-3-4.
Burns KK. Patients measuring their experiences with their healthcare system: Targeting improvement in access, quality, safety
and patient and family centred care outcomes. Int J Qual Health Care. 2018 Sep;30 Suppl 2:22–23.
https://doi.org/10.1093/intqhc/mzy167.29.
Burt J, et al. Improving patient experience in primary care: A multimethod programme of research on the measurement and
improvement of patient experience. Programme Grants for Applied Research. 2017 May;5(9).
https://doi.org/10.3310/pgfar05090.
Downar J, et al. Guidelines for the withdrawal of life-sustaining measures. Intensive Care Med. 2016 Jun;42(6):1003–1017.
https://doi.org/10.1007/s00134-016-4330-7.
Gluyas H. Patient-centred care: Improving healthcare outcomes. Nurs Stand. 2015 Sep 23;30(4):50–57.
https://doi.org/10.7748/ns.30.4.50.e10186.
Henry LM, et al. Respect and dignity: A conceptual model for patients in the intensive care unit. Narrat Inq Bioeth.
2015;5(1A):5A–14A.
Mendonca VS, Gallagher TH, de Oliveira RA. The function of disclosing medical errors: New cultural challenges for physicians.
HEC Forum. 2019 Sep;31(3):167–175. https://doi.org/10.1007/s10730-018-9362-7.
Meuter RF, et al. Overcoming language barriers in healthcare: A protocol for investigating safe and effective communication
when patients or clinicians use a second language. BMC Health Serv Res. 2015 Sep 10;15:371.
https://doi.org/10.1186/s12913-015-1024-8.
Mohammed ES, Seedhom AE, Ghazawy ER. Awareness and practice of patient rights from a patient perspective: An insight
from Upper Egypt. Int J Qual Health Care. 2018 Mar 1;30(2):145–151. https://doi.org/10.1093/intqhc/mzx182.
Mossaed S, Leonard K, Eysenbach G. Patient preferences and perspectives on accessing their medical records. J Med Imaging
Radiat Sci. 2015 Jun;46(2):205–214. https://doi.org/10.1016/j.jmir.2014.11.001.
Shirley E, Josephson G, Sanders J. Fundamentals of patient satisfaction measurement. Physician Leadersh J. 2016 Jan–Feb;3(1):12–
17.
van Gennip IE, et al. The development of a model of dignity in illness based on qualitative interviews with seriously ill patients.
Int J Nurs Stud. 2013 Aug;50(8):1080–1089.
van Rosse F, et al. Language barriers and patient safety risks in hospital care. A mixed methods study. Int J Nurs Stud. 2016
Feb;54:45–53. https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2015.03.012.
White BP, et al. The role of law in decisions to withhold and withdraw life-sustaining treatment from adults who lack capacity: A
cross-sectional study. J Med Ethics. 2017 May;43(5):327–333.
Coyne I, et al. Children’s participation in shared decision-making: Children, adolescents, parents and healthcare professionals’
perspectives and experiences. Eur J Oncol Nurs. 2014 Jun;18(3):273–280.
Kunneman M, Montori VM. When patient-centred care is worth doing well: Informed consent or shared decision-making. BMJ
Qual Saf. 2017 Jul;26(7):522–524.
Rolland JS, Emanuel LL, Torke AM. Applying a family systems lens to proxy decision making in clinical practice and research.
Fam Syst Health. 2017 Mar;35(1):7–17.
Spatz ES, Krumholz HM, Moulton BW. The new era of informed consent: Getting to a reasonable patient standard through
shared decision making. JAMA. 2016 May 17;315(19):2063–2064. https://doi.org/10.1001/jama.2016.3070.
Stiggelbout AM, Pieterse AH, De Haes JC. Shared decision making: Concepts, evidence, and practice. Patient Educ Couns. 2015
Oct;98(10):1172–1179.
Vahdat S, et al. Patient involvement in health care decision making: A review. Iran Red Crescent Med J. 2014 Jan;16(1):e12454.
Vig EK, Taylor JS, O’Hare AM. Considering a family systems approach to surrogate decision-making. Fam Syst Health. 2017
Mar;35(1):85–87.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 112
Standar
Berikut ini adalah daftar semua standar untuk fungsi ini. Standar-standar tersebut disajikan di sini untuk
memudahkan Anda, tanpa mencantumkan maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaiannya. Untuk
informasi lebih lanjut mengenai standar-standar ini, silakan lihat bagian berikutnya dari bab ini, yakni bagian
Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen-elemen Penilaian.
AOP.1 Semua pasien yang dirawat oleh rumah sakit diidentifikasi kebutuhan perawatan kesehatannya
melalui suatu proses pengkajian yang telah ditetapkan oleh rumah sakit.
AOP.1.1 Pengkajian awal untuk tiap pasien meliputi pemeriksaan fisis dan riwayat kesehatan
serta evaluasi faktor-faktor psikologis, spiritual/kultural (yang sesuai), sosial, dan
ekonomi.
AOP.1.2 Kebutuhan medis dan keperawatan pasien diidentifikasi berdasarkan pengkajian awal,
yang dilengkapi dan didokumentasikan dalam rekam medis dalam 24 jam pertama
sesudah pasien masuk rawat inap, atau dapat dilakukan lebih awal sesuai dengan
kondisi pasien.
AOP.1.2.1 Pengkajian medis dan keperawatan awal pasien gawat darurat didasarkan
pada kebutuhan dan kondisi mereka.
AOP.1.3 Rumah sakit memiliki proses untuk menerima pengkajian medis awal yang dilakukan
oleh dokter dari tempat praktik pribadi atau tempat layanan rawat jalan lainnya
sebelum masuk rumah sakit atau prosedur di layanan rawat jalan dilakukan.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 114
Layanan Laboratorium
AOP.5 Layanan laboratorium tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien, dan semua layanan tersebut
memenuhi standar lokal dan nasional, serta peraturan dan undang-undang yang berlaku.
AOP.5.1 Seorang (atau beberapa) individu yang kompeten bertanggung jawab untuk mengelola
layanan laboratorium klinis atau layanan patologi, dan semua staf laboratorium telah
menjalani pendidikan, latihan, kualifikasi, serta pengalaman yang dibutuhkan untuk
melakukan semua pemeriksaan serta menginterpretasi hasilnya.
AOP.5.2 Individu yang kompeten bertanggung jawab untuk mengawasi dan melakukan
supervisi atas program point-of-care testing.
AOP.5.3 Terdapat suatu program keselamatan laboratorium yang dijalankan, diikuti, dan
didokumentasikan, dan kepatuhan terhadap program manajemen fasilitas dan program
pencegahan dan pengendalian infeksi selalu dipertahankan.
AOP.5.3.1 Laboratorium menggunakan proses yang terkoordinasi untuk
mengurangi risiko-risiko infeksi sebagai akibat paparan terhadap penyakit
infeksi dan bahan-bahan serta limbah biologis berbahaya.
AOP.5.4 Hasil laboratorium tersedia secara tepat waktu seperti yang telah ditetapkan oleh
rumah sakit.
AOP.5.5 Semua peralatan yang digunakan untuk uji laboratorium diinspeksi, dipelihara, dan
dikalibrasi secara berkala. Dokumentasi yang sesuai dilakukan untuk kegiatan tersebut.
AOP.5.6 Reagen dan perbekalan penting lainnya tersedia secara teratur dan dievaluasi untuk
memastikan akurasi dan ketepatan hasil.
AOP.5.7 Prosedur-prosedur yang digunakan untuk pengumpulan, identifikasi, penanganan,
transpor secara aman, dan pembuangan spesimen ditetapkan dan diterapkan.
AOP.5.8 Nilai rujukan dan rentang yang ditetapkan digunakan untuk menginterpretasi dan
melaporkan hasil laboratorium klinis.
AOP.5.9 Terdapat prosedur yang dijalankan, diikuti dan didokumentasikan mengenai
pengendalian mutu layanan laboratorium.
AOP.5.9.1 Terdapat proses untuk uji profisiensi dari layanan laboratorium.
AOP.5.10 Laboratorium rujukan/kontrak yang digunakan oleh rumah sakit harus memiliki
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 115
pada tahap ini, dan prosedur untuk mendapatkannya, tergantung pada kebutuhan pasien dan tempat perawatan
tersebut diberikan (sebagai contoh, rawat inap atau rawat jalan). Bagaimana proses ini berjalan dan informasi
apa yang perlu dikumpulkan dan didokumentasikan ditetapkan oleh kebijakan dan prosedur rumah sakit. (Lihat
juga ACC.1)
Agar pengkajian kebutuhan pasien dilakukan secara konsisten, rumah sakit harus mendefinisikan dalam
kebijakan, isi minimum dari pengkajian yang dilakukan oleh para dokter, perawat, dan disiplin klinis lainnya.
Pengkajian dilakukan oleh setiap disiplin dalam ruang lingkup praktiknya, perizinan, peraturan dan undang-
undang yang berlaku, atau sertifikasi. Hanya individu yang kompeten yang akan melakukan pengkajian. (Lihat
juga SQE.10) Setiap formulir pengkajian yang digunakan pada saat pengkajian harus mencerminkan kebijakan
ini. Rumah sakit menetapkan aktivitas pengkajian pada rawat inap dan rawat jalan tempat layanan itu diberikan.
Rumah sakit mendefinisikan elemen-elemen yang umum ditemukan pada seluruh pengkajian dan
mendefinisikan perbedaan-perbedaan yang ada, bila diizinkan, dalam ruang lingkup kedokteran umum dan
pengkajian layanan spesialis. Pengkajian yang didefinisikan dalam kebijakan dapat dilengkapi oleh lebih dari
satu individu yang kompeten dan dilakukan pada beberapa waktu yang berbeda. Semua isi harus sudah ada
pada saat tata laksana dimulai. (Lihat juga AOP.1.2 dan AOP.1.2.1)
Standar AOP.1.1
Pengkajian awal untuk tiap pasien meliputi pemeriksaan fisis dan riwayat kesehatan serta evaluasi faktor-faktor
psikologis, spiritual/kultural (yang sesuai), sosial, dan ekonomi.
budaya, keluarga dan ekonomi merupakan faktor-faktor penting yang dapat memengaruhi responsnya terhadap
penyakit dan tata laksana. Keluarga dapat sangat membantu dalam area pengkajian ini dan dalam memahami
keinginan dan pilihan pasien selama proses pengkajian. Faktor ekonomi dinilai sebagai bagian dari pengkajian
sosial, atau dapat dikaji terpisah jika pasien dan keluarganya bertanggung jawab akan biaya untuk semua atau
sebagian perawatan selama rawat inap atau setelah pemulangan. Berbagai individu yang kompeten dapat
dilibatkan dalam pengkajian pasien. Faktor yang paling penting adalah pengkajian tersebut lengkap dan tersedia
bagi mereka yang merawat pasien. (Lihat juga ACC.3)
Pengkajian pasien paling bermanfaat bila mempertimbangkan juga kondisi pasien, usia dan kebutuhan
kesehatan, serta permintaan atau pilihan pasien. Proses-proses ini paling efektif dijalankan bila berbagai praktisi
kesehatan yang bertanggung jawab terhadap pasien bekerja sama.
Standar AOP.1.2
Kebutuhan medis dan keperawatan pasien diidentifikasi berdasarkan pengkajian awal, yang dilengkapi dan
didokumentasikan dalam rekam medis dalam 24 jam pertama sesudah pasien masuk rawat inap, atau dapat
dilakukan lebih awal sesuai dengan kondisi pasien.
Standar AOP.1.2.1
Pengkajian medis dan keperawatan awal pasien gawat darurat didasarkan pada kebutuhan dan kondisi mereka.
Standar AOP.1.3
Rumah sakit memiliki proses untuk menerima pengkajian medis awal yang dilakukan oleh dokter dari tempat
praktik pribadi atau tempat layanan rawat jalan lainnya sebelum masuk rumah sakit atau prosedur di layanan
rawat jalan dilakukan.
pada kondisi pasien sejak pengkajian, ataupun “tidak ada perubahan”, didokumentasikan dalam
rekam medis pasien pada saat masuk rawat inap atau sebelum prosedur di layanan rawat jalan
dilakukan.
❑ 3. Bila pengkajian medis berusia lebih dari 30 hari pada saat masuk rawat inap atau sebelum menjalani
prosedur di layanan rawat jalan, riwayat medis harus diperbarui dan pemeriksaan fisis harus diulang.
❑ 4. Hasil dari seluruh pengkajian yang dikerjakan di luar rumah sakit ditinjau dan/atau diverifikasi pada
saat masuk rawat inap atau sebelum tindakan di unit rawat jalan.
Standar AOP.1.3.1
Pengkajian praoperasi didokumentasikan sebelum anestesi atau tata laksana pembedahan dan mencakup
kebutuhan medis, fisis, psikologis, dan spiritual/budaya pasien.
Standar AOP.1.4
Pasien menjalani skrining terhadap status nutrisi, kebutuhan fungsional, dan kebutuhan khusus lainnya, dan
dirujuk untuk pengkajian serta tata laksana lebih lanjut bila diperlukan.
asupan makanan akhir-akhir ini, penurunan berat badan selama tiga bulan terakhir, mobilitas, dan masalah
serupa lainnya. Total skor pasien akan dapat mengidentifikasi pasien dengan risiko nutrisi yang membutuhkan
pengkajian nutrisi lebih mendalam.
Pada setiap kasus, kriteria skrining dikembangkan oleh individu kompeten yang mampu untuk melakukan
pengkajian lanjutan, dan bila diperlukan, memberikan tata laksana yang dibutuhkan pasien. Sebagai contoh,
kriteria skrining untuk risiko nutrisi dapat dikembangkan oleh perawat yang nantinya akan menggunakan
kriteria tersebut, dietisien yang akan memberikan rekomendasi intervensi diet, dan ahli gizi yang dapat
mengintegrasikan kebutuhan nutrisi dengan kebutuhan lain pasien. (Lihat juga COP.5 dan COP.5.1) Kriteria
skrining diimplementasikan secara konsisten di seluruh rumah sakit di mana pun kriteria tersebut dibutuhkan.
Informasi yang dikumpulkan pada saat pengkajian medis dan/atau keperawatan awal dapat juga
mengidentifikasi kebutuhan untuk pengkajian lain, seperti pengkajian gigi, pendengaran, penglihatan dan
sebagainya. (Lihat juga AOP.1.2 dan AOP.1.2.1) Rumah sakit merujuk pasien untuk pengkajian lebih lanjut
dalam lingkup rumah sakit bila tersedia, atau melalui layanan yang ada di komunitas sesudah pasien
dipulangkan.
Standar AOP.1.5
Semua pasien rawat inap dan pasien rawat jalan yang karena kondisi, diagnosis atau situasinya berisiko
mengalami nyeri, menjalani skrining untuk nyeri dan dilakukan pengkajian bila terdapat nyeri.
Ketika pasien merupakan pasien rawat inap di rumah sakit, pengkajian yang lebih komprehensif dilakukan
segera sesudah nyeri teridentifikasi. Pengkajian ini disesuaikan menurut usia pasien, dan menilai intensitas dan
kualitas nyeri, seperti karakter nyeri, frekuensi, lokasi dan durasi. Informasi tambahan dapat mencakup riwayat
nyeri, apa yang meringankan atau memperburuk nyeri, apa sasaran pasien dalam perbaikan nyeri, dan
sebagainya. Pengkajian ini dicatat sedemikian rupa untuk memudahkan pengkajian ulang rutin dan tindak lanjut
sesuai dengan kriteria yang dikembangkan oleh rumah sakit dan sesuai dengan kebutuhan pasien. (Lihat juga
AOP.1.2 dan AOP.1.2.1)
Standar AOP.1.6
Pengkajian awal medis dan keperawatan yang telah disesuaikan secara khusus, dilakukan untuk populasi-
populasi khusus yang dirawat oleh rumah sakit.
konsisten dengan peraturan dan undang-undang setempat serta standar-standar profesional yang berhubungan
dengan populasi dan situasi tersebut, serta juga dapat melibatkan keluarga bila memang sesuai atau dibutuhkan.
(Lihat juga AOP.1.2 dan AOP.1.2.1)
Standar AOP.1.7
Pengkajian awal mencakup penentuan kebutuhan untuk perencanaan pulang.
Standar AOP.2
Semua pasien dikaji ulang pada interval tertentu berdasarkan kondisi dan tata laksana mereka untuk
menentukan respons mereka terhadap tata laksana dan untuk merencanakan kelanjutan tata laksana atau
pemulangan.
memahami apakah keputusan perawatan tepat dan efektif. Pasien dikaji ulang selama proses perawatan pada
interval tertentu berdasarkan kebutuhan dan rencana perawatan mereka atau sebagaimana ditetapkan dalam
kebijakan dan prosedur rumah sakit. Hasil pengkajian ulang tersebut dicantumkan dalam rekam medis pasien
sebagai informasi untuk digunakan oleh semua yang merawat pasien tersebut.
Pengkajian ulang oleh seorang dokter merupakan bagian integral dari perawatan pasien yang sedang
berlangsung. Seorang dokter mengkaji pasien perawatan akut setidaknya setiap hari, termasuk akhir pekan, dan
ketika terdapat perubahan bermakna pada kondisi pasien.
Pengkajian ulang dilakukan dan hasilnya dimasukkan ke dalam rekam medis pasien
• pada interval teratur selama perawatan (sebagai contoh, staf keperawatan mencatat secara berkala
tanda-tanda vital, pengkajian nyeri, serta bunyi jantung dan paru, sebagaimana yang dibutuhkan
berdasarkan kondisi pasien);
• setiap harinya oleh seorang dokter untuk pasien perawatan akut;
• sebagai respons terhadap perubahan bermakna pada kondisi pasien; (Lihat juga COP.3.2)
• jika diagnosis pasien telah berubah dan kebutuhan perawatan memerlukan revisi rencana; dan
• untuk menentukan apakah obat-obatan atau tata laksana lainnya telah berhasil dan pasien dapat
dipindahkan atau dipulangkan.
Beberapa pasien non-akut mungkin tidak membutuhkan pengkajian harian dokter; sebagai contoh, pasien
psikiatri yang stabil yang sedang mendapatkan sesi terapi kelompok, atau seorang pasien yang sudah melewati
fase akut penyakitnya atau pembedahan, dan hanya mendapatkan terapi rehabilitatif. Rumah sakit
mengidentifikasi secara tertulis pasien-pasien yang tidak membutuhkan pengkajian harian.
Standar AOP.3
Individu yang kompeten melaksanakan pengkajian dan pengkajian ulang.
❑ 2. Hanya individu yang diperbolehkan oleh surat izin, peraturan dan undang-undang yang berlaku
ataupun sertifikasi, yang dapat melakukan pengkajian pasien.
❑ 3. Pengkajian gawat darurat dilakukan oleh individu yang kompeten untuk melakukannya.
❑ 4. Pengkajian keperawatan dilakukan oleh individu yang kompeten untuk melakukannya.
Standar AOP.4
Dokter, perawat, serta individu dan layanan lain yang bertanggung jawab terhadap perawatan pasien bekerja
sama untuk menganalisis dan mengintegrasikan pengkajian pasien serta memprioritaskan kebutuhan perawatan
pasien yang paling mendesak/penting.
Layanan Laboratorium
Standar AOP.5
Layanan laboratorium tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien, dan semua layanan tersebut memenuhi
standar lokal dan nasional, serta peraturan dan undang-undang yang berlaku.
berdasarkan rekomendasi pimpinan laboratorium atau individu lain yang bertanggung jawab atas layanan
laboratorium. Sumber layanan laboratorium di luar rumah sakit mematuhi peraturan dan undang-undang yang
berlaku dan memiliki catatan layanan yang akurat dan tepat waktu. Pasien diberitahu apabila sumber layanan
laboratorium di luar rumah sakit dimiliki oleh dokter yang merujuk.
Standar AOP.5.1
Seorang (atau beberapa) individu yang kompeten bertanggung jawab untuk mengelola layanan laboratorium
klinis atau layanan patologi, dan semua staf laboratorium telah menjalani pendidikan, latihan, kualifikasi, serta
pengalaman yang dibutuhkan untuk melakukan semua pemeriksaan serta menginterpretasi hasilnya.
Standar AOP.5.2
Individu yang kompeten bertanggung jawab untuk mengawasi dan melakukan supervisi atas program point-of-
care testing.
❑ 5. Program POCT dimonitor dan dievaluasi dan termasuk dalam kegiatan peningkatan mutu.
Standar AOP.5.3
Terdapat suatu program keselamatan laboratorium yang dijalankan, diikuti, dan didokumentasikan, dan
kepatuhan terhadap program manajemen fasilitas dan program pencegahan dan pengendalian infeksi selalu
dipertahankan.
Standar AOP.5.3.1
Laboratorium menggunakan proses yang terkoordinasi untuk mengurangi risiko-risiko infeksi sebagai akibat
paparan terhadap penyakit infeksi dan bahan-bahan serta limbah biologis berbahaya.
biologis berbahaya berikut ini disampaikan dengan prosedur tertulis, dan persyaratan-persyaratan dari
prosedurnya adalah sebagai berikut:
a) Paparan terhadap aerosol dan droplet harus dikendalikan (sebagai contoh, ketika mencampur, vibrasi
ultrasonik (sonicating), sentrifugasi, dan pembakaran lup inokulasi).
b) Jas, gaun, atau seragam laboratorium harus dikenakan untuk melindungi pakaian dari luar
laboratorium dan mencegah kontaminasi.
c) Lemari-lemari penyimpanan untuk keamanan biologis digunakan bila diperlukan.
d) Peraturan yang mengatur tentang cara mengatasi paparan di laboratorium terhadap bahan- bahan
infeksius, bila terjadi perlukaan, luka tertusuk jarum, tidak sengaja tertelan, dan kontak membran
mukosa dengan bahan-bahan yang berpotensi infeksius. Peraturan-peraturan ini meliputi prosedur
dekontaminasi, siapa yang harus dihubungi bila dibutuhkan tata laksana gawat darurat, dan lokasi serta
kegunaan peralatan pengaman.
e) Terdapat prosedur tertulis mengenai pengumpulan, transportasi, dan penanganan semua spesimen
secara aman. Prosedur ini termasuk melarang siapa pun yang bekerja di area teknis laboratorium untuk
makan, minum, merokok, berdandan, memanipulasi lensa kontak, dan menggunakan pipet dengan
mulut.
f) Jika relevan dengan pekerjaannya, staf diberikan pelatihan tentang tindakan kewaspadaan, cara
transmisi, dan tindakan pencegahan terhadap patogen yang ditularkan melalui darah.
g) Laboratorium juga memiliki prosedur untuk mengelola dan mengurangi risiko paparan terhadap
penyakit infeksi, seperti Ebola, MERS, tuberkulosis, Zika, dan potensi patogen infeksius lainnya.
(Lihat juga PCI.8.1)
Ketika masalah dalam praktik telah diidentifikasi, atau bila terjadi kecelakaan, tindakan koreksi segera
dikerjakan, didokumentasikan dan ditinjau.
Standar AOP.5.4
Hasil laboratorium tersedia secara tepat waktu seperti yang telah ditetapkan oleh rumah sakit.
Standar AOP.5.5
Semua peralatan yang digunakan untuk uji laboratorium diinspeksi, dipelihara, dan dikalibrasi secara berkala.
Dokumentasi yang sesuai dilakukan untuk kegiatan tersebut.
Standar AOP.5.6
Reagen dan perbekalan penting lainnya tersedia secara teratur dan dievaluasi untuk memastikan akurasi dan
ketepatan hasil.
❑ 2. Semua reagen disimpan dan dikeluarkan sesuai petunjuk pabrik atau instruksi kemasan.
❑ 3. Laboratorium memiliki dan mengikuti pedoman tertulis untuk mengevaluasi semua reagen yang
bertujuan untuk menjamin akurasi dan ketepatan hasil.
❑ 4. Semua reagen dan cairan diberi label dengan lengkap dan akurat.
Standar AOP.5.7
Prosedur-prosedur yang digunakan untuk pengumpulan, identifikasi, penanganan, transpor secara aman, dan
pembuangan spesimen ditetapkan dan diterapkan.
Standar AOP.5.8
Nilai rujukan dan rentang yang ditetapkan digunakan untuk menginterpretasi dan melaporkan hasil
laboratorium klinis.
Standar AOP.5.9
Terdapat prosedur yang dijalankan, diikuti dan didokumentasikan mengenai pengendalian mutu layanan
laboratorium.
Standar AOP.5.9.1
Terdapat proses untuk uji profisiensi dari layanan laboratorium.
Standar AOP.5.10
Laboratorium rujukan/kontrak yang digunakan oleh rumah sakit harus memiliki perizinan, terakreditasi, atau
disertifikasi oleh pihak berwenang.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 132
Standar AOP.5.10.1
Rumah sakit mengidentifikasi tindakan-tindakan pemantauan terhadap mutu layanan yang diberikan oleh
laboratorium rujukan/kontrak.
Standar AOP.5.11
Individu yang kompeten bertanggung jawab untuk bank darah dan/atau layanan transfusi dan menjamin
bahwa layanan yang diberikan mematuhi peraturan dan undang-undang serta standar praktik yang diakui.
Standar AOP.6
Layanan radiologi dan pencitraan diagnostik tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien, dan semua layanan
tersebut memenuhi standar lokal dan nasional, serta peraturan dan undang-undang yang berlaku.
rumah sakit dapat mengidentifikasi dan menghubungi tenaga ahli di bidang diagnostik khusus, seperti radiasi
fisik, radiasi onkologi, atau kedokteran nuklir, bila dibutuhkan. Rumah sakit mengatur jadwal rotasi dari ahli-
ahli tersebut.
Sumber di luar rumah sakit mudah diakses oleh pasien, dan laporan diterima tepat waktu untuk menunjang
kesinambungan perawatan. Rumah sakit memilih sumber di luar rumah sakit berdasarkan rekomendasi
pimpinan laboratorium atau individu lain yang bertanggung jawab atas layanan radiologi dan pencitraan
diagnostik. Sumber layanan radiologi dan pencitraan diagnostik di luar rumah sakit memenuhi peraturan dan
undang-undang yang berlaku serta memiliki catatan layanan yang akurat dan tepat waktu. Pasien diberitahu
apabila sumber di luar rumah sakit dimiliki oleh dokter yang merujuk.
Standar AOP.6.1
Seorang (atau beberapa) individu yang kompeten bertanggung jawab untuk mengelola layanan radiologi dan
pencitraan diagnostik, dan individu yang memiliki kualifikasi dan pengalaman yang sesuai melakukan
pemeriksaan pencitraan diagnostik, menginterpretasi hasilnya, serta melaporkan hasil tersebut.
Rumah sakit mengidentifikasi staf pencitraan radiologi dan diagnostik mana yang akan melakukan pemeriksaan
pencitraan dan diagnostik, staf yang disetujui dapat melakukan pemeriksaan di samping tempat tidur pasien
(point-of-care tests), staf yang kompeten untuk menginterpretasi hasil dan memverifikasi serta melaporkan hasil
pemeriksaan, dan staf yang akan mengarahkan atau melakukan supervisi terhadap proses yang dilaksanakan.
Staf supervisor dan teknisi memiliki pelatihan, pengalaman, dan keterampilan yang cukup dan sesuai serta
diberikan orientasi mengenai pekerjaan mereka. Staf teknisi diberikan tugas yang sesuai dengan pelatihan dan
pengalaman mereka. Selain itu, terdapat jumlah staf yang cukup untuk melakukan, menginterpretasi, dan
melaporkan pemeriksaan dengan segera serta selalu terdapat staf selama jam operasional serta untuk keadaan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 135
Standar AOP.6.2
Program keselamatan radiasi dan/atau pencitraan diagnostik untuk pasien, staf, dan pengunjung telah dibuat,
dipatuhi, dan sesuai dengan standar profesi, hukum, dan peraturan yang berlaku. ℗
Pencitraan diagnostik, seperti pencitraan resonansi magnetik (MRI) dan USG, tidak menggunakan radiasi
pengion seperti pemeriksaan radiologi lainnya, dan karenanya tidak memiliki risiko radiasi. Namun, terdapat
bahaya lainnya dari pencitraan diagnostik yang harus ditanggulangi demi keselamatan pasien, staf, keluarga, dan
pengunjung. Bahaya dari MRI meliputi paparan terhadap medan magnet yang kuat, adanya gas kriogenik, serta
paparan terhadap bising akustik. Rumah sakit harus menerapkan tindakan untuk menanggulangi bahaya ini.
Sebagai contoh, dengan memberikan tanda zona keselamatan di area MRI untuk mengindikasikan siapa saja
yang dapat memiliki akses dan kewaspadaan seperti apa yang diperlukan untuk setiap zona. Untuk
menanggulangi bahaya yang berhubungan dengan gas kriogenik, yang dibutuhkan untuk mendinginkan magnet
peralatan MRI, ventilasi yang tepat harus digunakan dan pelatihan yang sesuai harus diberikan bagi individu
yang akan menangani kriogen. Harus dilakukan tindakan untuk memastikan keselamatan dan kenyamanan
pasien dan staf terkait adanya bising akustik selama pemeriksaan MRI.
Kewaspadaan tambahan untuk mencegah risiko cedera di area MRI antara lain meliputi membatasi akses ke
area medan magnet sehingga hanya staf yang berwenang dan pasien yang didampingi oleh staf tersebut yang
dapat masuk, memasang penanda di sekitar dan di area MRI untuk mengidentifikasi bahaya, serta memastikan
hanya peralatan khusus non-feromagnetik yang dapat masuk ke lingkungan MRI.
Rumah sakit memiliki program keselamatan radiasi dan pencitraan diagnostik yang aktif berlaku, , yang
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 136
mencakup semua komponen dalam layanan radiologi dan pencitraan diagnostik rumah sakit, termasuk
onkologi radiasi dan laboratorium kateterisasi jantung. Program keselamatan radiasi menggambarkan risiko dan
bahaya yang dihadapi serta membahas praktik-praktik yang aman dan tindakan pencegahan bagi staf radiologi
dan pencitraan diagnostik, staf lain, dan pasien, dan pengunjung. Program tersebut terkoordinasi dengan
program manajemen fasilitas rumah sakit serta program pengendalian dan pencegahan infeksi. (Lihat juga PCI.2
dan FMS.5)
Program manajemen keselamatan radiasi tersebut mencakup
• kepatuhan terhadap standar, peraturan, dan undang-undang yang berlaku;
• orientasi bagi staf radiologi dan pencitraan diagnostik mengenai prosedur dan praktik-praktik
keselamatan;
• pelatihan dan edukasi berkelanjutan mengenai prosedur baru, peralatan baru, serta bahan berbahaya
yang baru diakui maupun baru diperoleh; (Lihat juga SQE.7 dan SQE.8)
• penyediaan peralatan dan perangkat pelindung keselamatan yang tepat sesuai dengan praktik dan
bahaya yang dapat terjadi; di radiologi, peralatan dan perangkat pelindung dapat meliputi antara lain
apron timbal, lapisan timbal pada dinding, dan badge radiasi (untuk staf); dan
• kepatuhan terhadap standar yang mengatur program manajemen fasilitas serta program pencegahan
dan pengendalian infeksi.
Standar AOP.6.3
Hasil pemeriksaan radiologi dan pencitraan diagnostik tersedia secara tepat waktu seperti yang telah ditetapkan
oleh rumah sakit.
layanan di luar rumah sakit (kontrak) dilaporkan sesuai dengan kebijakan rumah sakit atau persyaratan dalam
kontrak.
Standar AOP.6.4
Semua peralatan yang digunakan untuk melakukan pemeriksaan radiologi dan pencitraan diagnostik
diinspeksi, dipelihara, dan dikalibrasi secara berkala. Kegiatan tersebut didokumentasikan dengan baik.
Standar AOP.6.5
Terdapat prosedur pengendalian mutu yang dijalankan, diikuti, dan didokumentasikan.
• surveilans rutin dari hasil pencitraan yang dilakukan oleh staf radiologi yang kompeten;
• tindakan koreksi yang cepat apabila terdapat kekurangan;
• pengujian reagen-reagen dan cairan; dan
• dokumentasi dari hasil dan tindakan koreksi.
Standard AOP.6.6
Rumah sakit meninjau hasil pengendalian mutu secara berkala untuk semua sumber layanan diagnostik di luar
rumah sakit.
Referensi
Pengkajian Pasien
Beach SP, et al. Screening and detection of elder abuse: Research opportunities and lessons learned from emergency geriatric
care, intimate partner violence, and child abuse. J Elder Abuse Negl. 2016 Aug–Dec;28(4–5):185–216.
Blanch L, et al. Triage decisions for ICU admission: Report from the Task Force of the World Federation of Societies of
Intensive and Critical Care Medicine. J Crit Care. 2016 Dec;36:301–305. https://doi.org/10.1016/j.jcrc.2016.06.014.
Fillingim RB, et al. Assessment of chronic pain: Domains, methods, and mechanisms. J Pain. 2016 Sep;17(9 Suppl):T10–T20.
https://doi.org/10.1016/j.jpain.2015.08.010.
Nates JL, et al. ICU admission, discharge, and triage guidelines: A framework to enhance clinical operations, development of
institutional policies, and further research. Crit Care Med. 2016 Aug;44(8):1553–1602.
https://doi.org/10.1097/CCM.0000000000001856.
Özbilgin Ş, et al. Morbidity and mortality predictivity of nutritional assessment tools in the postoperative care unit. Medicine
(Baltimore). 2016 Oct;95(40):e5038. https://doi.org/10.1097/MD.0000000000005038.
Pilapil M, DeLaet D. Health risk behaviors in adolescents and young adults with special health care needs. Curr Opin Pediatr. 2015
Feb;27(1):132–137.
Pilotto A, et al. Three decades of comprehensive geriatric assessment: Evidence coming from different healthcare settings and
specific clinical conditions. J Am Med Dir Assoc. 2017 Feb 1;18(2):192.e1–192.e11.
Teixeira AF, Viana KD. Nutritional screening in hospitalized pediatric patients: A systematic review. J Pediatr (Rio J). 2016 Jul–
Aug;92(4):343–352. https://doi.org/10.1016/j.jped.2015.08.011.
Layanan Laboratorium
Aykal G, et al. A model for managing and monitoring the quality of glucometers used in a high-volume clinical setting. Biochemia
Medica (Zagreb). 2016;26(2):202–209. https://doi.org/10.11613/BM.2016.022.
College of American Pathologists (CAP). Laboratory Accreditation Manual. Northfield, IL: CAP, 2017.
ECRI Institute. Ask HRC: Best Practices for Specimen Handling. Jul 24, 2017. Diakses 3 Jan 2020.
https://www.ecri.org/components/HRC/Pages/AskHRC072417.aspx.
Shaw JLV. Practical challenges related to point of care testing. Pract Lab Med. 2015 Dec 9;4:22–29.
https://doi.org/10.1016/j.plabm.2015.12.002.
World Health Organization. Safe Management of Wastes from Health-Care Activities, 2nd ed. Chartier Y, et al., editors. 2014. Diakses 3
Jan 2020.
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/85349/9789241548564_eng.pdf;jsessionid=29E6B0CAE521C4997040
A5E98E63D8E4?sequence=1.
World Health Organization. Safe Management of Wastes from Health-Care Activities: A Summary. Stone V, editor. 2017. Diakses 3 Jan
2020. https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/259491/WHO-FWC-WSH-17.05-
eng.pdf;jsessionid=5C5B75D79DB233B0E2B679897CCBE5D6?sequence=1.
Garraud O, et al. Improving platelet transfusion safety: Biomedical and technical considerations. Blood Transfus. 2016
Mar;14(2):109–122. https://doi.org/10.2450/2015.0042-15.
Sidhu M, et al. Report on errors in pretransfusion testing from a tertiary care center: A step toward transfusion safety. Asian J
Transfus Sci. 2016 Jan–Jun;10(1):48–52. https://doi.org/10.4103/0973-6247.175402.
World Health Organization. Blood Safety and Availability. Jun 14, 2019. Diakses 3 Jan 2020. https://www.who.int/en/news-
room/fact-sheets/detail/blood-safety-and-availability.
Ghadimi-Moghadam A, et al. Does exposure to static magnetic fields generated by magnetic resonance imaging scanners raise
safety problems for personnel? J Biomed Phys Eng. 2018 Sep 1;8(3):333–336.
International Commission on Non-Ionizing Radiation Protection. ICNIRP statement on diagnostic devices using non-ionizing
radiation: Existing regulations and potential health risks. Health Phys. 2017 Mar;112(3):305–321.
Kendrick DE, et al. Comparative occupational radiation exposure between fixed and mobile imaging systems. J Vasc Surg. 2016
Jan;63(1):190–197. https://doi.org/10.1016/j.jvs.2015.08.062.
Medicines and Healthcare Products Regulatory Agency. Safety Guidelines for Magnetic Resonance Imaging Equipment in Clinical Use. Mar
2015. Diakses 3 Jan 2020.
https://www.gov.uk/government/uploads/system/uploads/attachment_data/file/476931/MRI_guidance_2015_-_4-
02d1.pdf.
Salama KF, et al. Assessment of occupational radiation exposure among medical staff in health-care facilities in the Eastern
Province, Kingdom of Saudi Arabia. Indian J Occup Environm Med. 2016 Jan–Apr;20(1):21–25.
The Joint Commission. Diagnostic Imaging Requirements. Aug 10, 2015. Diakses 3 Jan 2020.
https://www.jointcommission.org/sitecore/media-library/deprecated-unorganized/imported-assets/tjc/system-
folders/topics-library/ahc_diagimagingrpt_mk_20150806pdf/.
.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 141
Standar
Berikut ini adalah daftar semua standar untuk fungsi ini. Standar-standar tersebut disajikan di sini untuk
memudahkan Anda, tanpa mencantumkan maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaiannya. Untuk
informasi lebih lanjut mengenai standar-standar ini, silakan lihat bagian berikutnya dari bab ini, yakni bagian
Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen-elemen Penilaian.
masing-masing pasien.
Pelayanan Resusitasi
COP.3.3 Pelayanan resusitasi tersedia di seluruh bagian rumah sakit.
Manajemen Pasien dengan Risiko Bunuh Diri atau Melukai Diri Sendiri
COP.3.5 Rumah sakit memiliki proses untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko bunuh diri
dan melukai diri sendiri.
Manajemen Laser
COP.4 Rumah sakit menetapkan dan menerapkan program untuk penggunaan laser dan perangkat radiasi
optik lainnya yang aman digunakan untuk melakukan tindakan dan tata laksana.
COP.4.1 Kejadian tidak diharapkan yang merupakan akibat dari penggunaan laser dan
perangkat radiasi optik lainnya dilaporkan, dan rencana tindakan untuk mencegah
terulangnya kejadian tersebut diterapkan dan dipantau.
Manajemen Nyeri
COP.6 Pasien didukung secara efektif dalam mengelola rasa nyerinya.
Standar COP.1
Perawatan yang seragam diberikan untuk semua pasien dengan mengikuti undang-undang dan peraturan yang
berlaku.
rumah sakit.
e) Pasien dengan kebutuhan pelayanan keperawatan yang sama menerima tingkat perawatan yang
sebanding di seluruh rumah sakit.
Keseragaman perawatan untuk semua pasien menghasilkan penggunaan sumber daya yang efektif dan
memungkinkan evaluasi hasil perawatan yang serupa di seluruh rumah sakit. (Lihat juga ACC.2; PCC.1.1; and
GLD.12)
Standar COP.2
Terdapat proses untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan perawatan yang diberikan kepada setiap
pasien, mencakup proses yang seragam untuk menentukan pesanan pasien.
• setiap pengecualian dalam setting khusus, seperti unit gawat darurat dan unit perawatan intensif;
• siapa yang diizinkan memberikan instruksi; (Lihat juga MMU.4.1) dan
• di mana instruksi harus dituliskan dalam rekam medis pasien, termasuk yang dapat diterima melalui
teks. (Lihat juga MOI.8 and MOI.12)
Standar COP.2.1
Prosedur diagnostik dan klinis serta tata laksana dilakukan dan didokumentasikan sesuai instruksi, dan hasil
atau luaran didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.
Standar COP.2.2
Rencana perawatan yang bersifat individual disusun dan didokumentasikan untuk masing-masing pasien.
ulang yang dilakukan oleh praktisi kesehatan yang menangani pasien, rencana perawatan diperbaharui sesuai
keperluan sehingga mencerminkan perubahan kondisi pasien. Rencana perawatan dicatat di dalam rekam medis
pasien oleh praktisi kesehatan yang merawat pasien.
Rencana perawatan seorang pasien harus berhubungan dengan kebutuhannya yang telah teridentifikasi.
Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat berubah seiring dengan hasil perbaikan klinis atau informasi baru yang
didapat dari pengkajian ulang rutin (sebagai contoh, hasil laboratorium atau radiologis abnormal), atau dari
perubahan mendadak kondisi pasien (sebagai contoh, hilangnya kesadaran). Rencana perawatan direvisi
berdasarkan perubahan-perubahan tersebut dan dicatat dalam rekam medis sebagai catatan pada rencana awal,
atau dapat dituliskan menjadi rencana perawatan yang baru. Beberapa departemen dapat melakukan konferensi
perawatan pasien multidisiplin untuk pasien yang menerima perawatan kompleks dari berbagai layanan; sebagai
contoh, pasien yang menerima layanan rehabilitasi, pasien dengan berbagai diagnosis di unit perawatan intensif,
atau pasien dengan kebutuhan perencanaan pulang yang kompleks, dan sejenisnya. Setiap hasil atau kesimpulan
dari pertemuan tim perawatan pasien kolaboratif atau diskusi pasien serupa ditulis dalam rekam medis pasien.
(Lihat juga AOP.4)
Salah satu metode dalam menyusun rencana perawatan adalah dengan mengidentifikasi dan menetapkan tujuan
terukur. Tujuan terukur dapat ditentukan oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP), berkolaborasi dengan
perawat dan praktisi kesehatan lain. Tujuan terukur merupakan target yang dapat diamati dan dicapai, terkait
perawatan pasien dan luaran klinis yang diharapkan.
Tujuan tersebut harus bersifat realistis, spesifik terhadap pasien, dan berbasis waktu untuk dapat menjadi alat
pengukur kemajuan dan luaran klinis terkait rencana perawatan. Contoh tujuan terukur yang realistis adalah
sebagai berikut:
• Pasien akan mencapai dan mempertahankan curah jantung yang ditandai dengan normalnya denyut
jantung, irama jantung, dan tekanan darah.
• Pasien akan dapat melakukan penyuntikan insulin secara mandiri dengan tepat sebelum dipulangkan
dari rumah sakit.
• Pasien akan dapat berjalan dari tempat tidurnya menuju ke ruang pengunjung dengan alat bantu
standar untuk berjalan, tumpuan berat badan sesuai yang dapat di toleransi pada kaki yang terkena.
Catatan: Rencana perawatan tunggal dan terintegrasi yang mengidentifikasi tujuan-tujuan terukur dari masing-
masing praktisi kesehatan lebih dianjurkan. Rencana perawatan yang dapat mencerminkan tujuan-tujuan
terukur secara individual dan objektif untuk memfasilitasi pengkajian ulang dan revisi rencana perawatan
merupakan praktik yang baik. (Lihat juga PCC.2)
Standar COP.3
Terdapat panduan praktik profesi, peraturan dan undang-undang untuk memandu perawatan pasien berisiko
tinggi dan penyediaan layanan berisiko tinggi.
i) Perawatan populasi pasien yang rentan, termasuk lanjut usia yang lemah, anak yang bergantung pada
orang lain, dan pasien yang memiliki risiko penganiayaan dan/atau penelantaran; dan
j) perawatan pasien paliatif
Pasien dan pelayanan tambahan lain juga termasuk dalam kategori ini bila mereka juga terwakili dalam populasi
pasien rumah sakit dan dalam pelayanan yang ditawarkan.
Pimpinan rumah sakit juga mengidentifikasi risiko tambahan akibat prosedur atau rencana perawatan
(sebagai contoh, kebutuhan untuk mencegah trombosis vena dalam, ulkus dekubitus, dan infeksi terkait
ventilator pada pasien dengan alat bantuan hidup; cedera neurologis dan sirkulasi pada pasien yang
menggunakan restrain; paparan patogen darah pada pasien dialisis; infeksi akses jalur sentral; dan jatuh). Risiko-
risiko tersebut, jika ada, perlu diperhatikan dan dicegah dengan mendidik para staf dan menyusun kebijakan,
panduan, dan prosedur yang sesuai. (Lihat juga PCC.4.2.) Rumah sakit menggunakan informasi penilaian untuk
mengevaluasi pelayanan yang diberikan kepada pasien-pasien risiko tinggi, dan mengintegrasikan informasi
tersebut ke dalam program peningkatan mutu rumah sakit secara umum.
Standar COP.3.1
Mengurangi risiko bahaya yang terkait dengan alarm klinis dengan mengembangkan dan menerapkan strategi
pengurangan risiko untuk mengelola sistem alarm klinis yang digunakan untuk perawatan pasien.
Standardisasi berperan dalam manajemen sistem alarm yang aman, tetapi diakui bahwa solusi manajemen alarm
mungkin harus dirancang secara spesifik untuk unit klinis, kelompok pasien, atau pasien individu tertentu.
Sebagai contoh, alarm yang paling umum harus dikonfirmasi pada populasi jantung orang dewasa adalah alarm
pemantauan jantung, dan di ruang persalinan, alarm pemantauan janin mungkin adalah yang paling umum
dijumpai. Dalam merancang solusi khusus untuk manajemen alarm yang tepat, pimpinan rumah sakit dapat
memulai dengan mengidentifikasi sinyal alarm yang paling penting untuk dikelola. Mempertimbangkan hal-hal
berikut dapat membantu dalam menentukan sinyal alarm yang dapat menimbulkan risiko bagi keselamatan
pasien:
• Masukan dari staf medis dan departemen klinis
• Data dari perangkat medis yang alarmnya menyebabkan alarm palsu atau tidak dapat ditindaklanjuti,
yang dapat berdampak pada populasi pasien tertentu
• Risiko pada pasien jika sinyal alarm tidak diperhatikan atau jika tidak berfungsi
• Apakah sinyal alarm spesifik diperlukan atau malah menyebabkan kebisingan alarm dan alarm fatigue
(tidak awas lagi karena sudah terlalu sering mendengar bunyi alarm)
• Potensi bahaya bagi pasien berdasarkan riwayat insiden internal
• Publikasi pedoman dan praktik terbaik (Lihat juga QPS.3)
Ketika alarm yang menimbulkan risiko bagi keselamatan pasien telah diidentifikasi, bersama dengan lokasi dan
situasi di mana alarm ini digunakan, dikembangkan strategi yang membahas hal-hal berikut:
a) Pengaturan yang sesuai secara klinis untuk sinyal alarm
b) Situasi di mana sinyal alarm dapat dinonaktifkan
c) Keadaan di mana parameter alarm dapat diubah
d) Identifikasi orang-orang yang berwenang untuk mengatur parameter alarm
e) Menunjuk orang yang berwenang untuk mengubah parameter alarm
Elemen Penilaian COP.3.1
❑ 1. Pimpinan rumah sakit mengembangkan dan menerapkan program manajemen sistem alarm untuk
sinyal alarm yang menimbulkan risiko bagi keselamatan pasien.
❑ 2. Program ini mengidentifikasi sinyal alarm yang paling penting untuk dikelola berdasarkan risiko
terhadap keselamatan pasien.
❑ 3. Pimpinan rumah sakit mengembangkan strategi untuk mengelola alarm dengan mempertimbangkan
butir a) hingga e) dari bagian maksud dan tujuan.
❑ 4. Praktisi kesehatan dan staf lain yang sesuai diberikan edukasi tentang tujuan dan pengoperasian sistem
alarm secara tepat yang menjadi tanggung jawabnya.
❑ 5. Staf yang bertanggung jawab untuk manajemen alarm klinis dilatih dan kompeten untuk melakukannya.
Standar COP.3.2
Staf klinis dilatih untuk mengenali dan memberikan respons terhadap perubahan kondisi pasien.
penurunan kondisi pasien. Mayoritas pasien yang mengalami henti jantung paru atau henti napas menunjukkan
perburukan klinis sebelum henti jantung/napas. Bila staf mampu mengidentifikasi pasien-pasien tersebut lebih
dini dan meminta bantuan tambahan dari individu yang telah dilatih secara khusus, luaran klinis akan membaik.
Semua staf klinis memerlukan edukasi dan pelatihan untuk memberikan pengetahuan dan kemampuan guna
mengenali dan melakukan intervensi bila pengkajian pasien menunjukkan adanya tanda fisiologis di luar
rentang normal, yang menandai adanya potensi perburukan pasien. Respons dini terhadap perubahan kondisi
pasien berpotensi mencegah perburukan lebih lanjut. Rumah sakit yang menyusun suatu pendekatan sistematik
untuk pengenalan dan intervensi dini pasien yang mengalami perburukan dapat menurunkan angka kejadian
henti jantung paru dan mortalitas pasien. (Lihat juga SQE.3)
Pelayanan Resusitasi
Standar COP.3.3
Pelayanan resusitasi tersedia di seluruh bagian rumah sakit.
pelayanan pasien, termasuk area diagnostik atau tata laksana di gedung bangunan yang terpisah dalam rumah
sakit.
Standar COP.3.4
Terdapat panduan klinis dan prosedur yang diterapkan untuk penanganan, penggunaan dan pemberian darah
serta produk darah.
Standar COP.3.5
Rumah sakit memiliki proses untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko bunuh diri dan melukai diri sendiri.
Manajemen Laser
Standar COP.4
Rumah sakit menetapkan dan menerapkan program untuk penggunaan laser dan perangkat radiasi optik
lainnya yang aman digunakan untuk melakukan tindakan dan tata laksana.
Standar COP.4.1
Kejadian tidak diharapkan yang merupakan akibat dari penggunaan laser dan perangkat radiasi optik lainnya
dilaporkan, dan rencana tindakan untuk mencegah terulangnya kejadian tersebut diterapkan dan dipantau.
Partikel gas yang berasal dari laser merupakan potensi bahaya lain. Partikel ini berupa uap, asap, dan partikel
yang dihasilkan selama beberapa prosedur bedah. Partikel gas laser berpotensi bahaya bagi pernapasan pasien
dan staf, karena dapat mengandung pengiritasi, toksin, jaringan, bakteri, virus, fragmen darah, dan partikel
lainnya, tergantung pada jenis prosedur yang dilakukan.
Untuk mencegah bahaya ini dan mengatasi risiko keselamatan bagi pasien dan staf, rumah sakit menetapkan
dan menerapkan program untuk penggunaan laser dan perangkat radiasi optik lainnya dengan menggunakan
standar industri dan pedoman profesional. Program ini mematuhi hukum dan peraturan dan termasuk yang
berikut ini:
• Individu yang kompeten dan terlatih melakukan pengawasan dan supervisi terhadap program
keselamatan radiasi laser dan optik
• Pelatihan tentang praktik dan prosedur keselamatan untuk semua staf yang terlibat dalam penggunaan
laser dan perangkat radiasi optik; selain itu, diberikan edukasi dan pelatihan yang berkelanjutan untuk
prosedur, praktik, perangkat, dan peralatan baru; pelatihan dan pendidikan berkelanjutan
didokumentasikan (Lihat juga SQE.3 and SQE.8)
• Kontrol administratif dan teknis untuk meningkatkan keselamatan dan mencegah cedera; termasuk
untuk contoh berikut
o kriteria dan proses dikembangkan untuk memberi wewenang bagi staf tertentu untuk masuk
dan/atau bekerja di area (zona bahaya) di mana laser dan radiasi optik lainnya digunakan;
selain praktisi kesehatan yang melakukan prosedur laser, staf yang mengoperasikan laser, dan
staf lain yang merupakan bagian dari tim perawatan bedah/klinis, rumah sakit
mengidentifikasi staf yang mungkin juga memerlukan akses;
o pemasangan tanda-tanda peringatan di luar ruang prosedur untuk memperingatkan staf,
pasien, keluarga, dan pengunjung ketika perawatan atau prosedur sedang dilakukan;
o ventilasi yang tepat untuk membantu mengelola partikel asap;
o penggunaan instrumen yang tidak reflektif untuk mencegah paparan terhadap sinar pantul;
dan
o penggunaan tirai dan penghalang lain untuk mencegah staf, pasien, keluarga, dan pengunjung
secara tidak sengaja terpapar sinar langsung atau sinar pantul
• • Ketersediaan alat pelindung diri untuk staf dan pasien yang sesuai dengan jenis laser dan perangkat
radiasi optik yang digunakan dan jenis prosedur yang dilakukan di rumah sakit (sebagai contoh,
kacamata pelindung, pelindung kornea, masker, sarung tangan, dan gaun, sesuai kebutuhan) (Lihat juga
SQE.8.2)
• Program pemeliharaan untuk perangkat laser dan perangkat radiasi optik serta proses untuk inspeksi
kinerja rutin seperti kalibrasi dan penyelarasan (Lihat juga FMS.9 and FMS.9.1)
• Koordinasi dengan manajemen fasilitas dan program pencegahan dan pengendalian infeksi; setiap
insiden keselamatan fasilitas dan kejadian pengendalian infeksi dilaporkan (Lihat juga PCI.4 and
FMS.5)
• Mendeteksi dan melaporkan efek yang merugikan bagi kesehatan dan mengidentifikasi serta
menerapkan langkah perbaikan untuk mencegah terulangnya kejadian tersebut (Lihat juga QPS.7.1)
❑ 6. Rumah sakit memiliki proses untuk inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan perangkat laser dan
perangkat radiasi optik, termasuk kalibrasi rutin dan pemeriksaan penyelarasan (alignment) laser, dan
kegiatan ini dilakukan oleh individu yang kompeten dan terlatih.
Standar COP.5
Berbagai pilihan makanan yang sesuai untuk status gizi pasien dan konsisten dengan perawatan klinis pasien
tersedia secara teratur.
Standar COP.5.1
Pasien dengan risiko menderita gangguan gizi menerima terapi gizi.
Manajemen Nyeri
Standar COP.6
Pasien didukung secara efektif dalam mengelola rasa nyerinya.
❑ 3. Pasien yang menderita nyeri mendapatkan perawatan berdasarkan pedoman tata laksana nyeri dan
berdasarkan sasaran tata laksana nyeri pasien.
❑ 4. Berdasarkan lingkup layanan yang diberikan, rumah sakit memiliki proses untuk berkomunikasi
dengan dan memberikan edukasi pada pasien dan keluarganya mengenai nyeri.
❑ 5. Berdasarkan lingkup layanan yang diberikan, rumah sakit memiliki proses untuk mendidik staf
mengenai nyeri.
Para pasien yang mendekati penghujung hidup membutuhkan perawatan yang berfokus pada kebutuhan spesial
mereka. Pasien yang sedang dalam keadaan menjelang ajal dapat mengalami gejala-gejala, baik yang berkaitan
dengan proses penyakitnya atau pengobatan kuratifnya. Mereka juga mungkin memerlukan bantuan dalam
menghadapi masalah psikososial, spiritual dan kultural yang terkait dengan kematian dan keadaan sekarat.
Keluarga dan pemberi pelayanan pun mungkin memerlukan istirahat dari tugasnya merawat anggota keluarga
mereka yang sedang menderita sakit stadium akhir itu, atau mereka sendiri membutuhkan bantuan dalam
menghadapi kesedihan dan rasa kehilangan.
Sasaran rumah sakit dalam pemberian perawatan di akhir hayat ini antara lain mempertimbangkan tempat di
mana perawatan atau layanan diberikan (seperti hospice atau unit perawatan paliatif), jenis perawatan yang
diberikan, dan jenis pasien yang dilayani. Rumah sakit menyusun proses-proses untuk mengelola perawatan di
akhir hayat tersebut. Proses-proses tersebut
• memastikan bahwa gejala apa pun akan dikaji dan ditangani dengan tepat;
• memastikan bahwa pasien yang menderita sakit stadium akhir akan diperlakukan secara terhormat dan
bermartabat;
• mengkaji pasien sesering yang diperlukan untuk mengidentifikasi gejala-gejala yang dialaminya;
• merencanakan pendekatan preventif dan terapeutik untuk mengelola gejala-gejala itu; dan
• mengedukasi pasien dan staf mengenai bagaimana mengelola gejala-gejala yang dialami pasien.
Standar COP.7
Rumah sakit menyediakan perawatan di akhir hayat untuk pasien menjelang ajal yang sesuai dengan kebutuhan
pasien dan keluarga serta mengoptimalkan kenyamanan dan martabat pasien.
• menanggapi masalah psikologis, emosional, spiritual dan kultural pasien dan keluarga.
Untuk mencapai tujuan ini, semua staf perlu disadarkan akan kebutuhan khusus pasien dan keluarganya di
akhir hayat pasien. (Lihat juga PCC.1.2 and SQE.3)
Catatan: Standar-standar berikut ini membahas tentang tanggung jawab rumah sakit untuk transplantasi organ
dan jaringan, donor, dan penyediaan.
Transplantasi organ sering kali menjadi prosedur yang bersifat menyelamatkan jiwa, dan transplantasi organ
dan jaringan kadang menjadi satu-satunya pilihan tata laksana untuk sejumlah besar penyakit. Kemajuan terkini
dalam hal transplantasi telah meningkatkan angka keberhasilan transplantasi organ dan jaringan. Namun
demikian, transplantasi tidaklah tanpa risiko. Penularan infeksi dari donor ke resipien merupakan masalah
keselamatan yang paling banyak didokumentasikan. Penyakit yang diketahui dapat ditularkan dan muncul
setelah transplantasi dari donor yang terinfeksi di antaranya adalah HIV, hepatitis B dan C, dan penyakit
Creutzfeldt-Jakob. Resipien juga dapat mengalami infeksi bakteri atau jamur melalui kontaminasi saat
transportasi, penyimpanan, atau penanganan.
Komitmen pimpinan untuk menciptakan budaya yang kondusif untuk donasi organ dan jaringan dapat
memberikan dampak yang bermakna bagi kesuksesan upaya pengadaan organ dan jaringan di rumah sakit
secara umum. Hal ini mencakup juga individu yang secara medis dianggap sesuai dan ditetapkan untuk donasi
oleh organisasi pengadaan organ. Jika rumah sakit memiliki sumber daya yang diperlukan untuk menunjang
pemulihan organ dan jaringan setelah kematian jantung, donor yang tidak lagi memiliki denyut jantung perlu
dimasukkan ke dalam upaya pengadaan organ.
Standar COP.8
Pimpinan rumah sakit menyediakan sumber daya untuk mendukung program transplantasi organ/jaringan.
untuk jenis prosedur transplantasi tertentu (sebagai contoh, ventilasi tekanan positif), kebutuhan farmasi
untuk jenis prosedur transplantasi tertentu, pemeriksaan laboratorium untuk memastikan bahwa
jaringan/organ tidak terkontaminasi, dan sumber daya lain sebagaimana diidentifikasi oleh pimpinan program
pelayanan. Sebagai tambahan, sumber daya yang berhubungan dengan sistem manajemen informasi diperlukan
untuk membantu pengumpulan data terkait risiko, luaran, dan informasi lain yang mendukung mutu program
transplantasi. (Lihat juga GLD.1.1; GLD.7; and GLD.9)
Standar COP.8.1
Pimpinan program transplantasi yang kompeten bertanggung jawab untuk program transplantasi.
Standar COP.8.2
Program transplantasi meliputi tim multidisiplin yang terdiri dari orang-orang dengan kemampuan yang relevan
dalam program transplantasi organ spesifik.
• nutrisi;
• farmakologi;
• pencegahan dan pengendalian infeksi;
• pelayanan sosial;
▪ pelayanan psikologis; dan
• pelayanan rehabilitasi.
Tim ini harus memiliki kualifikasi, pelatihan, dan pengalaman untuk memberikan perawatan dan pelayanan
kepada resipien transplantasi dan donor hidup. (Lihat juga SQE.3)
Standar COP.8.3
Terdapat mekanisme koordinasi yang telah ditetapkan untuk semua kegiatan transplantasi yang melibatkan
dokter, perawat, dan praktisi kesehatan lain.
Standar COP.8.4
Program transplantasi menggunakan kriteria ketepatan dan kesesuaian klinis, psikologis, dan sosial dalam
transplantasi organ spesifik untuk para kandidat transplantasi.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 161
Standar COP.8.5
Program transplantasi memintakan persetujuan tindakan secara spesifik untuk transplantasi organ dari kandidat
transplantasi.
Standar COP.8.6
Program transplantasi mendokumentasikan protokol, panduan praktik klinis, atau prosedur untuk pengambilan
organ dan penerimaan organ guna memastikan kompatibilitas, keamanan, efikasi, dan mutu sel, jaringan, serta
organ manusia untuk transplantasi.
Standar COP.8.7
Rencana perawatan pasien yang bersifat individual memandu perawatan pasien transplantasi.
Standar COP.9
Program transplantasi yang melakukan transplantasi donor hidup mematuhi undang-undang dan peraturan
setempat yang berlaku serta memberikan perlindungan hak donor hidup yang sekarang maupun yang akan
datang.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 164
Standar COP.9.1
Program transplantasi yang menggunakan donor transplantasi hidup memintakan persetujuan tindakan spesifik
untuk donasi organ dari calon donor hidup.
❑ 4. Sebagai tambahan dari informasi yang diberikan kepada pasien pembedahan apa pun sebagai bagian
dari proses persetujuan tindakan, program transplantasi menginformasikan kepada calon donor
hidup tentang potensi masalah kesehatan di masa yang akan datang.
❑ 5. Program transplantasi menginformasikan calon donor hidup tentang alternatif tata laksana lain untuk
kandidat transplantasi.
❑ 6. Program transplantasi menginformasikan calon donor hidup mengenai hak donor untuk
membatalkan rencana donasi kapan saja sepanjang proses donasi.
Standar COP.9.2
Program transplantasi yang menggunakan transplantasi donor hidup menggunakan kriteria pemilihan klinis dan
psikologis untuk menetapkan kecocokan potensi donor hidup. ℗
Standar COP.9.3
Rencana perawatan pasien yang bersifat individual memandu perawatan donor hidup.
Referensi
Perawatan untuk Semua Pasien
Adibi S, et al. Medical and dental electronic health record reporting discrepancies in integrated patient care. JDR Clin Trans Res.
Epub 2019 Sep 27. https://doi.org/10.1177/2380084419879387.
Agency for Healthcare Research and Quality. Care Coordination. Jun 2014. (Diperbarui: Agustus 2018.) Diakses 3 Jan 2020.
http://www.ahrq.gov/professionals/prevention-chronic-care/improve/coordination/index.html.
Doctor K, et al. Practice pattern variation in test ordering for low-acuity pediatric emergency department patients. Pediatr Emerg
Care. Epub 2018 Oct 17.
Doherty RF, Knab M, Cahn PS. Getting on the same page: An interprofessional common reading program as foundation for
patient-centered care. J Interprof Care. 2018 Jul;32(4):444–451.
Duddy C, Wong G. Explaining variations in test ordering in primary care: Protocol for a realist review. BMJ Open. 2018 Sep
12;8(9):e023117.
ECRI Institute. 2019 Top 10 Health Technology Hazards: Executive Brief. 2018. Accessed Jan 3, 2020.
https://www.ecri.org/Resources/Whitepapers_and_reports/Haz_19.pdf.
The Joint Commission. Update: Texting orders. Jt Comm Perspect. 2016 May;36(5):15.
Mercer T, et al. The highest utilizers of care: Individualized care plans to coordinate care, improve healthcare service utilization,
and reduce costs at an academic tertiary care center. J Hosp Med. 2015 Jul;10(7):419–424. https://doi.org/10.1002/jhm.2351.
Providence St. Joseph Health Digital Commons. Individualized Fall Prevention Care Plan to Decrease Fall Rates in an Adult
Inpatient Psychiatric Unit. Accardi SR, Chamberlain C. Nursing Boot Camp Posters. Jun 20, 2019. Diakses 3 Jan 2020.
https://digitalcommons.psjhealth.org/cgi/viewcontent.cgi?article=1012&context=stvincent-bootcamp.
Sidani S, et al. Exploring differences in patient-centered practices among healthcare professionals in acute care settings. Health
Commun. 2018 Jun;33(6):716–723.
Turnbull AE, Sahetya SK, Needham DM. Aligning critical care interventions with patient goals: A modified Delphi study. Heart
Lung. 2016 Nov–Dec;45(6):517–524.
World Health Organization. Integrated Care for Older People: Realigning Primary Health Care to Respond to Population Ageing. 2018.
Accessed Jan 3, 2020. https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/326295/WHO-HIS-SDS-2018.44-eng.pdf.
Perawatan Pasien dengan Risiko Tinggi dan Pemberian Layanan Risiko Tinggi
Agency for Healthcare Research and Quality. A Toolkit to Engage High-Risk Patients in Safe Transitions Across Ambulatory Settings.
Davis K, et al. AHRQ Publication No. 18-0005-1-EF. Dec 2017. Diakses 3 Jan 2020.
https://www.ahrq.gov/sites/default/files/wysiwyg/professionals/quality-patient-safety/hais/tools/ambulatory-
surgery/safetransitions/safetrans_toolkit.pdf.
Chandrashekar P, Jain SH. Improving high-risk patient care through chronic disease prevention and management. J Law Med
Ethics. 2018 Sep;46(3):773–775.
Ganguli I, et al. What do high-risk patients value? Perspectives on a care management program. J Gen Intern Med. 2018
Jan;33(1):26–33.
Hong CS, Siegel AL, Ferris TG. Caring for high-need, high-cost patients: What makes for a successful care management
program? Issue Brief (Commonw Fund). 2014 Aug;19:1–19.
Ingram B. Ambulatory care for haematology and oncology patients. Br J Nurs. 2017 Feb 23;26(4):S12–S14.
McDonald KM, et al. Implementation science for ambulatory care safety: A novel method to develop context-sensitive
interventions to reduce quality gaps in monitoring high-risk patients. Implement Sci. 2017 Jun 24;12(1):79.
Meybohm P, et al. Patient blood management bundles to facilitate implementation. Transfus Med Rev. 2017 Jan;31(1):62–71.
Watanabe Y, et al. Japanese Society for Dialysis Therapy clinical guideline for “hemodialysis initiation for maintenance
hemodialysis.” Ther Apher Dial. 2015 Mar;19 Suppl 1:93–107.
World Bank Group. Enhanced Care Management: Improving Health for High Need, High Risk Patients in Estonia: Evaluation Report of the
2017 Enhanced Care Management Pilot in Estonia. Draft version. Oct 25, 2017. Diakses 3 Jan 2020.
https://www.haigekassa.ee/sites/default/files/enhanced-care-management.pdf.
World Health Organization. WHO Definition of Palliative Care. Diakses 3 Jan 2020.
http://www.who.int/cancer/palliative/definition/en/.
Layanan Resusitasi
Hasselqvist-Ax I, et al. Early cardiopulmonary resuscitation in out-of-hospital cardiac arrest. N Engl J Med. 2015 Jun
11;372(24):2307–2315.
Kleinman ME, et al. 2017 American Heart Association focused update on adult basic life support and cardiopulmonary
resuscitation quality: An update to the American Heart Association guidelines for cardiopulmonary resuscitation and
emergency cardiovascular care. Circulation. 2018 Jan 2;137(1):e7–e13.
UpToDate. Advanced Cardiac Life Support (ACLS) in Adults. Pozner CN. (Updated: Sep 18, 2019.) Diakses 3 Jan 2020.
https://www.uptodate.com/contents/advanced-cardiac-life-support-acls-in-adults.
Manajemen Pasien dengan Risiko Bunuh Diri dan Melukai Diri Sendiri
Abdelraheem M, McAloon J, Shand F. Mediating and moderating variables in the prediction of self-harm in young people: A
systematic review of prospective longitudinal studies. J Affect Disord. 2019 Mar 1;246:14–28.
Borschmann R, Kinner SA. Responding to the rising prevalence of self-harm. Lancet Psychiatry. 2019 Jul;6(7):548–549.
Hogan MF, Grumet JG. Suicide prevention: An emerging priority for healthcare. Health Aff (Millwood). 2016 Jun 1;35(6):1084–
1090. https://doi.org/10.1377/hlthaff.2015.1672.
Jansson L, Graneheim UH. Nurses’ experiences of assessing suicide risk in specialised mental health outpatient care in rural areas.
Issues Ment Health Nurs. 2018 Jul;39(7):554–560.
The Joint Commission. Suicide Prevention Portal. Diakses 3 Jan 2020.
https://www.jointcommission.org/topics/suicide_prevention_portal.aspx.
Kene P, Yee ET, Gimmestad KD. Suicide assessment and treatment: Gaps between theory, research, and practice. Death Stud.
2019;43(3):164–172.
McClatchey K, et al. Suicide risk assessment in the emergency department: An investigation of current practice in Scotland. Int. J.
Clin. Pract. 2019 Apr;73(4):e13342.
Sequeira L, et al. Factors influencing suicide risk assessment clinical practice: Protocol for a scoping review. BMJ Open. 2019 Feb
18;9(2):e026566.
Roaten K, et al. Development and implementation of a universal suicide risk screening program in a safety-net hospital system. Jt
Comm J Qual Patient Saf. 2018 Jan;44(1):4–11.
Velupillai S, et al Risk assessment tools and data-driven approaches for predicting and preventing suicidal behavior. Front
Psychiatry. 2019 Feb 13;10:36.
Whitehead M, et al. An empirical approach to assessing training needs for emergency department management of intentional self-
harm and related behaviors in the United States. J Educ Eval Health Prof. 2017 Dec 14;14:30.
Manajemen Laser
Cressey BD, Keyes A, Alam M. Laser safety: Regulations, standards and practice guidelines. In Nouri K, editor: Lasers in
Dermatology and Medicine: Dermatologic Applications, 2nd ed. Cham, Switzerland: Springer International, 2018, 37–47.
He JX, et al. [Investigation of non-ionizing radiation hazards from physiotherapy equipment in 16 medical institutions]. Zhonghua
Lao Dong Wei Sheng Zhi Ye Bing Za Zhi. 2013 Dec;31(12):900–901.
Gupta P. Laser safety: Recommendations for lasers in healthcare. Professional Safety. 2018 Feb:63(2):59–60.
Ilce A, et al. The examination of problems experienced by nurses and doctors associated with exposure to surgical smoke and the
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 169
Manajemen Nyeri
Al-Harthy M, et al. The effect of culture on pain sensitivity. J Oral Rehabil. 2016 Feb;43(2):81–88.
Corradi-Dell’Acqua C, et al. Pain management decisions in emergency hospitals are predicted by brain activity during empathy
and error monitoring. Br J Anaesth. 2019 Aug;123(2):e284–e292.
Jungquist CR, et al. Assessing and managing acute pain: A call to action. Am J Nurs. 2017 Mar;117(3 Suppl 1):S4–S11.
Matula ST, Polomano RC, Irving SY. The state of the science in paediatric pain management practices in low-middle income
countries: An integrative review. Int J Nurs Pract. 2018 Dec;24(6):e12695.
Rochmawati E, Wiechula R, Cameron K. Centrality of spirituality/religion in the culture of palliative care service in Indonesia:
An ethnographic study. Nurs Health Sci. 2018 Jun;20(2):231–237.
Siddiqui TM, et al. Prevalence of orofacial pain perception in dental teaching hospital—Karachi. International Dental & Medical
Journal of Advanced Research. 2015;1:1–6.
Upadhyay C, et al. Measuring pain in patients undergoing hemodialysis: A review of pain assessment tools. Clin Kidney J. 2014
Aug;7(4):367–372.
Xiao H, et al. Pain prevalence and pain management in a Chinese hospital. Med Sci Monit. 2018 Nov 1;24:7809–7819.
.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 171
Standar
Berikut ini adalah daftar semua standar untuk fungsi ini. Standar-standar tersebut disajikan di sini untuk
memudahkan Anda, tanpa mencantumkan maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaiannya. Untuk
informasi lebih lanjut mengenai standar-standar ini, silakan lihat bagian berikutnya dari bab ini, yakni bagian
Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen-elemen Penilaian.
Perawatan Sedasi
ASC.3 Pemberian sedasi prosedural distandardisasi untuk seluruh rumah sakit.
ASC.3.1 Praktisi yang bertanggung jawab untuk sedasi prosedural dan individu yang
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 172
bertanggung jawab untuk pemantauan pasien yang menerima sedasi prosedural, adalah
praktisi dan individu yang kompeten.
ASC.3.2 Sedasi prosedural diberikan dan dimonitor sesuai dengan panduan praktik profesional.
ASC.3.3 Risiko, manfaat dan alternatif yang terkait dengan prosedur sedasi didiskusikan dengan
pasien, keluarga pasien, atau orang-orang yang membuat keputusan untuk pasien.
Perawatan Anestesi
ASC.4 Seorang individu yang kompeten melaksanakan pengkajian praanestesi dan pengkajian prainduksi.
ASC.5 Perawatan anestesi setiap pasien direncanakan dan didokumentasikan, dan tindakan anestesi serta
teknik yang digunakan didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
ASC.5.1 Risiko, manfaat dan alternatif terkait tindakan anestesi dan pengendalian nyeri
pascaoperasi didiskusikan dengan pasien, keluarga pasien, atau orang yang membuat
keputusan untuk pasien.
ASC.6 Status fisiologis setiap pasien selama tindakan anestesi dan pembedahan dipantau sesuai dengan
panduan praktik profesional dan didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
ASC.6.1 Status pascaanestesi masing-masing pasien dipantau dan didokumentasikan, dan pasien
dipulangkan dari area pemulihan oleh individu yang kompeten dengan menggunakan
kriteria yang jelas.
Perawatan Bedah
ASC.7 Perawatan bedah setiap pasien direncanakan dan didokumentasikan berdasarkan hasil-hasil
pengkajian.
ASC.7.1 Risiko, manfaat, dan alternatif prosedur didiskusikan dengan pasien, keluarga pasien,
atau orang yang membuat keputusan untuk pasien.
ASC.7.2 Informasi mengenai prosedur pembedahan didokumentasikan dalam rekam
medis pasien untuk memudahkan perawatan yang berkesinambungan.
ASC.7.3 Perawatan pasien setelah pembedahan direncanakan dan didokumentasikan.
ASC.7.4 Perawatan bedah yang mencakup implantasi perangkat medis direncanakan dengan
pertimbangan khusus tentang bagaimana memodifikasi proses dan prosedur standar.
Standar ASC.1
Layanan sedasi dan anestesi tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien, dan semua layanan tersebut
memenuhi standar profesional serta standar, undang-undang dan peraturan lokal dan nasional yang berlaku.
populasi pasiennya, layanan klinis yang ditawarkan dan kebutuhan praktisi kesehatan. Pelayanan sedasi dan
anestesi diberikan berdasarkan standar praktik profesional pelayanan dan sesuai dengan undang-undang dan
peraturan lokal dan nasional yang berlaku. Layanan sedasi dan anestesi tersedia setelah jam kerja normal untuk
kegawatdaruratan.
Layanan sedasi dan anestesi (termasuk layanan yang diperlukan untuk kegawatdaruratan) dapat diberikan oleh
rumah sakit, melalui kesepakatan dengan pihak luar (sebagai contoh, seorang ahli anestesi atau praktik
kelompok anestesi), atau keduanya. Penggunaan sumber daya anestesi dari luar dilakukan berdasarkan
rekomendasi dari pimpinan layanan sedasi dan anestesi. Sumber daya luar memenuhi undang-undang dan
peraturan yang berlaku, serta memiliki kualitas dan rekam jejak keamanan pasien yang dapat diterima, yang
didefinisikan di dalam kontrak untuk pemberian layanan. (Lihat juga GLD.6 dan GLD.6.1)
Standar ASC.2
Seorang (atau beberapa) individu yang kompeten bertanggung jawab untuk mengelola layanan sedasi dan
anestesi.
Perawatan Sedasi
Standar ASC.3
Pemberian sedasi prosedural distandardisasi untuk seluruh rumah sakit.
Standar ASC.3.1
Praktisi yang bertanggung jawab untuk sedasi prosedural dan individu yang bertanggung jawab untuk
pemantauan pasien yang menerima sedasi prosedural, adalah praktisi dan individu yang kompeten.
prosedural sangatlah penting. Pemahaman metode sedasi sehubungan dengan kondisi pasien dan jenis dari
prosedur yang dilakukan dapat meningkatkan toleransi pasien terhadap prosedur yang tidak nyaman atau nyeri
dan dapat mengurangi risiko komplikasi. Komplikasi terkait sedasi prosedural terutama mencakup menurunnya
fungsi jantung atau pernapasan. Oleh sebab itu, diperlukan setidaknya sertifikasi untuk Bantuan Hidup Dasar.
Selain itu, pengetahuan tentang farmakologi dari agen sedasi yang digunakan, serta agen pembalik efek (reversal
agent), dapat menurunkan risiko hasil yang tidak diharapkan. Karena itu, individu yang bertanggung jawab
untuk sedasi prosedural harus kompeten dalam
a) teknik dan berbagai cara sedasi;
b) farmakologi obat sedasi dan penggunaan agen pembalik efek;
c) persyaratan pemantauan; dan
d) respons terhadap komplikasi. (Lihat juga SQE.10)
Praktisi kesehatan yang melakukan prosedur sebaiknya tidak sekaligus bertanggung jawab memberikan
pemantauan berkelanjutan terhadap pasien. Harus ada individu lain yang kompeten, seperti dokter spesialis
anestesi atau perawat yang terlatih, yang bertanggung jawab untuk melakukan pemantauan berkesinambungan
terhadap parameter fisiologis pasien dan membantu dalam tindakan penopang atau resusitasi. (Lihat juga
SQE.3) Individu yang bertanggung jawab melakukan pemantauan harus kompeten dalam
e) persyaratan pemantauan;
f) respons terhadap komplikasi;
g) penggunaan agen pembalik efek; dan
h) kriteria pemulihan.
Standar ASC.3.2
Sedasi prosedural diberikan dan dimonitor sesuai dengan panduan praktik profesional.
Standar ASC.3.3
Risiko, manfaat dan alternatif yang terkait dengan prosedur sedasi didiskusikan dengan pasien, keluarga pasien,
atau orang-orang yang membuat keputusan untuk pasien.
Perawatan Anestesi
Standar ASC.4
Seorang individu yang kompeten melaksanakan pengkajian praanestesi dan pengkajian prainduksi.
Standar ASC.5
Perawatan anestesi dan (jika ada) penanganan nyeri pascaoperasi setiap pasien direncanakan, demikian juga
risiko, manfaat, dan tindakan/penanganan alternatif harus didiskusikan dengan pasien dan/atau individu yang
mengambil keputusan untuk pasien dan didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
Saat penanganan nyeri pascaoperasi dilakukan oleh unit layanan anestesi, rencana penanganan nyeri
pascaoperasi tersebut ditinjau dan didiskusikan antara pasien dan ahli anestesi atau individu lain yang kompeten
dan didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
Agen anestesi, dosis (bila dapat diterapkan), teknik anestesi, dan individu kompeten yang melakukan anestesi
didokumentasikan dalam catatan anestesi pasien. (Lihat juga COP.2.1; QPS.8; dan MOI.8.1)
Standar ASC.6
Status fisiologis setiap pasien selama tindakan anestesi dan pembedahan dipantau sesuai dengan panduan
praktik profesional dan didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
Standar ASC.6.1
Status pascaanestesi masing-masing pasien dipantau dan didokumentasikan, dan pasien dipulangkan dari area
pemulihan oleh individu yang kompeten dengan menggunakan kriteria yang jelas.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 179
Perawatan Bedah
Standar ASC.7
Perawatan bedah setiap pasien direncanakan dan didokumentasikan berdasarkan hasil-hasil pengkajian.
Standar ASC.7.1
Risiko, manfaat, dan alternatif prosedur didiskusikan dengan pasien, keluarga pasien, atau orang yang membuat
keputusan untuk pasien.
Standar ASC.7.2
Informasi mengenai prosedur pembedahan didokumentasikan dalam rekam medis pasien untuk
memudahkan perawatan yang berkesinambungan.
Standar ASC.7.3
Perawatan pasien setelah pembedahan direncanakan dan didokumentasikan.
❑ 2. Rencana pascabedah yang berkelanjutan didokumentasikan dalam rekam medis pasien dalam 24 jam
oleh dokter bedah penanggung jawab atau rencana tersebut ditulis oleh perwakilan dokter bedah
tersebut dan diverifikasi oleh dokter bedah penanggung jawab.
❑ 3. Rencana perawatan pascabedah berkelanjutan mencakup medis, keperawatan dan lainnya sesuai
dengan kebutuhan pasien.
❑ 4. Apabila terindikasi akibat perubahan kebutuhan pasien, rencana perawatan pascabedah diperbaharui
atau direvisi sesuai dengan pengkajian ulang pasien oleh praktisi kesehatan.
Standar ASC.7.4
Perawatan bedah yang mencakup implantasi perangkat medis direncanakan dengan pertimbangan khusus
tentang bagaimana memodifikasi proses dan prosedur standar.
❑ 4. Rumah sakit mengembangkan dan melaksanakan proses untuk mengontak dan memantau pasien
dalam jangka waktu yang ditentukan setelah menerima pemberitahuan adanya penarikan/recall suatu
implan medis.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 184
Referensi
Organisasi dan Manajemen Program Anestesi dan Bedah
American Academy of Orthopaedic Surgeons. Information Statement: Implant Device Recalls. Feb 2002. (Diperbarui: Feb 2016.)
Diakses Jan 5, 2020. http://www.aaos.org/uploadedFiles/1019%20Implant%20Device%20Recalls%204.pdf.
Durand L, et al. OHP-034 Traceability of implantable medical devices (IMDS) in hospital: Industrial codification systems still
insufficient. Eur J Hosp Pharm. 2015 Mar;22 Suppl 1:A207–A208.
Lebak K, et al. Building and maintaining organizational infrastructure to attain clinical excellence. Anesthesiology Clin. 2017
Dec;35(4):559–568. http://dx.doi.org/10.1016/j.anclin.2017.07.002.
Montroy J, et al. Change in adverse events after enrollment in the National Surgical Quality Improvement Program: A systematic
review and meta-analysis. PLoS ONE. 2016 Jan 26;11(1):e0146254. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0146254.
Tumusiime G, et al. The quality and utility of surgical and anesthetic data at a Ugandan Regional Referral Hospital. World J Surg.
2017 Feb;41(2):370–379. https://doi.org/10.1007/s00268-016-3714-8.
Wong T, Tsai MH, Urman RD. The expansion of non-operating room anesthesia services. Perioper Care Oper Room Manag. 2017
Dec;9:39–42. https://doi.org/10.1016/j.pcorm.2017.11.008.
Perawatan Sedasi
Green SM, et al. Unscheduled procedural sedation: A multidisciplinary consensus practice guideline. Ann Emerg Med. 2019
May;73(5):e51–e65. https://doi.org/10.1016/j.annemergmed.2019.02.022.
Medscape. Pediatric Sedation. Chang WW. (Diperbarui: May 8, 2018.) Diakses Jan 3, 2020.
http://emedicine.medscape.com/article/804045-overview#a1.
Saunders R, et al. Patient safety during procedural sedation using capnography monitoring: A systematic review and meta-
analysis. BMJ Open. 2017 Jun;7(6):e013402. https://doi.org/10.1136/bmjopen-2016-013402.
Zielinska M, et al. Safe pediatric procedural sedation and analgesia by anesthesiologists for elective procedures: A clinical practice
statement from the European Society for Paediatric Anaesthesiology. Paediatr Anaesth. 2019 Jun;29(6):583–590.
https://doi.org/10.1111/pan.13615.
Perawatan Anestesi
Boehm M, Baumgarten G, Hoeft A. Preoperative patient assessment: Identifying patients at high risk. Best Prac Res Clin
Anaesthesiol. 2016 Jun;30:131–143. https://doi.org/10.1016/j.bpa.2016.04.005.
Bruckenthal P, Simpson MH. The role of the perioperative nurse in improving surgical patients’ clinical outcomes and
satisfaction: Beyond medication. AORN J. 2016 Dec;104(6S):S17–S22 https://doi.org/10.1016/j.aorn.2016.10.013.
Michard F, et al. Perioperative hemodynamic management 4.0. Best Prac Res Clin Anaesthesiol. 2019 Jun;33(2):247–255.
https://doi.org/10.1016/j.bpa.2019.04.002.
Perawatan Bedah
Kumar C, Salzman B, Colburn JL. Preoperative assessment in older adults: A comprehensive approach. Am Fam Physician. 2018
Aug 15;98(4):214–220.
Ward WH, et al. Optimal preoperative assessment of the geriatric patient. Perioper Care Oper Room Manag. 2017 Dec;9:33–38.
https://doi.org/10.1016/j.pcorm.2017.11.005.
.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 185
Standar
Berikut ini adalah daftar semua standar untuk fungsi ini. Standar-standar tersebut disajikan di sini untuk
memudahkan Anda, tanpa mencantumkan maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaiannya. Untuk
informasi lebih lanjut mengenai standar-standar ini, silakan lihat bagian berikutnya dari bab ini, yakni bagian
Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen-elemen Penilaian.
Penyimpanan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 186
Pemberian
MMU.6 Individu yang kompeten dan diizinkan untuk memberikan obat kepada pasien diidentifikasi dan
pemberian obat didokumentasikan dalam rekam medis pasien oleh individu kompeten tersebut.
MMU.6.1 Pemberian obat meliputi proses verifikasi bahwa obat tersebut tepat sesuai dengan
peresepan atau instruksi pengobatan.
MMU.6.2 Terdapat kebijakan dan prosedur yang mengatur obat-obatan yang dibawa masuk ke
dalam rumah sakit oleh pasien atau keluarganya dan obat-obatan yang diresepkan
untuk dikonsumsi sendiri oleh pasien.
MMU.6.2.1 Terdapat kebijakan dan prosedur yang mengatur obat yang dibawa ke
rumah sakit sebagai sampel.
Pemantauan
MMU.7 Efek obat pada pasien dipantau.
MMU.7.1 Rumah sakit menetapkan dan menerapkan proses untuk melaporkan dan
menindaklanjuti kesalahan pengobatan dan kejadian nyaris/hampir cedera (near-
miss/close call).
Standar MMU.1
Obat-obatan yang digunakan di dalam rumah sakit diatur untuk memenuhi kebutuhan pasien dan sesuai
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 187
dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku, dan diarahkan serta dipantau oleh seorang apoteker
berizin atau petugas profesional lain yang memenuhi kualifikasi.
Standar MMU.1.1
Rumah sakit menyusun dan menerapkan suatu program untuk penggunaan antibiotik secara bijak berdasarkan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 188
Standar MMU.2
Terdapat metode untuk mengawasi daftar obat rumah sakit, termasuk bagaimana penggunaan obat-obat yang
ada dalam daftar tersebut; metode untuk memastikan obat-obatan yang diresepkan atau diinstruksikan sudah
tersedia; serta proses untuk obat-obatan yang tidak tersedia atau biasanya tidak tersedia di rumah sakit atau
untuk saat-saat ketika unit farmasi tutup.
Rumah sakit memiliki metode, seperti menunjuk komite, untuk memelihara dan memantau daftar obat-obatan
dan untuk memantau penggunaan obat-obatan tersebut di rumah sakit; sebagai contoh, memantau
penggunaan antibiotik. Individu-individu yang terlibat dalam pengawasan daftar ini meliputi praktisi kesehatan
yang terlibat dalam proses permintaan, penyerahan, pemberian, dan pemantauan obat-obatan. Keputusan
untuk menambah atau menghapus obat dari daftar tersebut didasarkan pada kriteria yang mencakup indikasi
untuk penggunaan, efektivitas, risiko, dan biaya.
Terdapat proses atau mekanisme untuk memantau respons pasien terhadap obat yang baru ditambahkan ke
dalam daftar obat rumah sakit. Sebagai contoh, ketika diputuskan untuk menambahkan jenis obat baru atau
golongan obat baru ke dalam daftar tersebut, terdapat proses untuk mengumpulkan, menggabungkan, dan
memantau data terkait dengan kesesuaian indikasi, bagaimana obat tersebut diresepkan (sebagai contoh,
bagaimana dosis atau rute pemberian yang diresepkan), dan setiap KTD yang tidak terduga atau kondisi yang
terkait dengan obat baru selama periode pengenalan obat baru ini. Daftar ini ditinjau setidaknya setiap tahun
berdasarkan informasi keamanan dan efikasi obat yang terbaru dan berdasarkan informasi tentang penggunaan
dan KTD terkait obat tersebut.
Kadang kala, obat-obatan tidak ada dalam persediaan atau tidak tersedia dengan segera bagi rumah sakit saat
dibutuhkan. Sebagai contoh, pasien yang menggunakan infus di rumah yang menjadi pasien rawat inap
mungkin tidak memiliki cukup obat untuk melanjutkan infus saat di rumah sakit. Obat-obatan khusus
semacam ini dapat meliputi cairan infus yang menyelamatkan nyawa untuk kondisi hipertensi pulmoner dan
obat yang digunakan dalam pompa insulin. Terdapat suatu proses untuk menyetujui dan mengadakan obat-
obatan tersebut. Selain itu, kadang obat-obatan dibutuhkan pada malam hari atau pada saat farmasi tutup.
Setiap rumah sakit perlu memiliki perencanaan untuk menghadapi kejadian-kejadian tersebut dan perlu
mendidik stafnya mengenai prosedur yang harus dijalankan apabila hal tersebut terjadi.
kesehatan yang terlibat dalam proses permintaan, penyerahan, pemberian, dan pemantauan obat bagi
pasien di rumah sakit.
❑ 3. Terdapat proses untuk memperoleh obat pada malam hari atau ketika unit farmasi ditutup serta
proses untuk mendapatkan obat-obatan yang tidak tersedia atau biasanya tidak tersedia di rumah
sakit. (Lihat juga MMU.3.2, EP 1)
Penyimpanan
Standar MMU.3
Obat-obatan disimpan dengan baik dan aman.
Standar MMU.3.1
Obat-obatan untuk keadaan darurat tersedia, tersimpan secara seragam, terpantau dan aman bila disimpan di
luar farmasi rumah sakit.
Standar MMU.3.2
Rumah sakit memiliki sistem untuk penarikan kembali obat-obatan.
Terdapat suatu kebijakan atau prosedur yang membahas penggunaan atau pemusnahan obat yang diketahui
sudah kedaluwarsa (expired) atau sudah melewati masa pakainya (outdated). Obat-obatan yang kedaluwarsa adalah
obat yang telah melampaui tanggal kedaluwarsa yang tertera di kemasan asli dari pabrik. Obat-obatan yang
sudah melewati masa pakainya (outdated) adalah obat yang telah dibuka dan secara umum aman dan efektif
untuk digunakan dalam jangka waktu pendek tertentu setelah dibuka (shelf life). Obat-obatan outdated ini harus
ditandai dengan tanggal kedaluwarsa berdasarkan kapan obat tersebut dibuka agar staf mengetahui kapan batas
akhir tanggal penggunaan.
Standar MMU.4
Rumah sakit mengidentifikasi dan mendokumentasikan daftar obat-obatan yang saat ini dikonsumsi oleh
pasien di rumahnya dan membandingkan daftar tersebut dengan semua obat baru yang diresepkan atau
diserahkan bagi pasien.
Jenis-jenis informasi yang digunakan klinisi untuk merekonsiliasi obat termasuk, tetapi tidak terbatas pada,
nama obat, dosis, frekuensi, rute, dan tujuan pemberian. Rumah sakit harus mengidentifikasi informasi yang
perlu diminta untuk merekonsiliasi obat-obatan yang sedang dikonsumsi saat ini dan yang baru diinstruksikan,
serta untuk meresepkan obat dengan aman di masa depan. Manajemen obat-obatan yang baik mencakup
membandingkan rekomendasi obat baru dengan daftar obat yang saat ini dikonsumsi pasien. (Lihat juga
ACC.4.3 dan AOP.1.1). Tujuan dari tinjauan ini adalah untuk meningkatkan mutu dan keselamatan dalam
menambahkan obat baru ke dalam rencana perawatan pasien dan mengurangi risiko KTD terkait pengobatan.
Dalam rekam medis pasien tercatat daftar semua obat terkini dan daftar ini tersedia bagi unit farmasi rumah
sakit, perawat dan dokter. Rumah sakit menerapkan proses untuk membandingkan daftar obat pasien sebelum
masuk rumah sakit dengan instruksi pengobatan awal di rumah sakit.
Standar MMU.4.1
Rumah sakit mengidentifikasi orang-orang yang memenuhi kualifikasi dan diizinkan untuk melakukan
peresepan atau membuat instruksi pengobatan.
peresepan atau membuat instruksi pengobatan tertentu, seperti misalnya NAPZA, obat kemoterapi atau obat-
obatan radioaktif dan obat-obatan dalam penelitian. (Lihat juga SQE.12) Individu yang diizinkan untuk
melakukan peresepan atau membuat instruksi pengobatan diberitahukan kepada unit farmasi atau lainnya yang
mengeluarkan obat. Dalam keadaan darurat, rumah sakit menetapkan individu lain yang diizinkan untuk
melakukan peresepan atau membuat instruksi pengobatan.
Standar MMU.4.2
Rumah sakit menentukan praktik peresepan, pemberian instruksi obat, dan penyalinan yang aman, serta
menetapkan elemen-elemen instruksi pengobatan atau resep yang lengkap.
• instruksi pengobatan khusus, seperti instruksi pengobatan gawat darurat, instruksi pengobatan tetap,
atau instruksi pengobatan yang nantinya akan dihentikan secara otomatis, dan elemen khusus lain yang
terkait dengan instruksi pengobatan tersebut; (Lihat juga COP.2.1) dan
• instruksi pengobatan secara lisan dan melalui telepon serta proses verifikasi instruksi pengobatan
tersebut (dinilai pada bab IPSG.2 dan MOI.12).
Oleh karena itu, standar ini mengatur bagaimana ekspektasi instruksi pengobatan di seluruh rumah sakit.
Proses tersebut tercermin dari instruksi pengobatan yang lengkap yang dituliskan pada rekam medis, unit
farmasi atau unit yang menyerahkan obat mendapatkan informasi yang diperlukan untuk menyerahkan obat,
dan pemberian obat didasarkan pada instruksi pengobatan yang lengkap. (Lihat juga MOI.8)
Standar MMU.5
Obat disiapkan dan diserahkan dalam lingkungan yang aman dan bersih.
Penggunaan botol sekali pakai dan multidosis pada lebih dari satu pasien adalah situasi yang umum terjadi
dalam penyiapan obat, dan berisiko menularkan penyakit. Penyalahgunaan botol-botol ini dapat menyebabkan
cedera bagi pasien dalam bentuk KTD ataupun wabah (outbreak) akibat adanya patogen yang ditularkan melalui
darah dan infeksi terkait pada pasien rawat inap dan rawat jalan — termasuk virus hepatitis B dan C,
meningitis, dan abses epidural. Literatur mengidentifikasi standar dan praktik yang aman untuk penggunaan
botol dosis tunggal dan multidosis; sebagai contoh, memastikan bahwa semua jarum dan alat suntik hanya
digunakan oleh satu pasien tunggal yang sama dan tidak pernah memasukkan kembali jarum suntik bekas ke
dalam botol..
Obat-obatan yang tidak memerlukan pengamanan khusus seperti ruang peracikan steril atau laminar flow hood
dan obat-obatan yang disimpan serta diserahkan di lokasi di luar unit farmasi (sebagai contoh, di unit
perawatan pasien) harus mematuhi langkah-langkah kebersihan yang sama seperti yang ditentukan untuk unit
farmasi. Selain itu, area penyerahan obat yang terletak di unit perawatan pasien haruslah rapi dan bebas dari
gangguan.
Standar MMU.5.1
Resep atau instruksi pengobatan ditelaah kesesuaiannya.
Rumah sakit menentukan cara untuk melakukan telaah kesesuaian. Sebagai contoh, telaah kesesuaian dapat
dilakukan oleh individu yang kompeten sesuai latar belakang pendidikannya, seperti apoteker berlisensi, atau
sebagaimana ditentukan melalui kewenangan klinis jika akan dilakukan oleh praktisi independen berlisensi yang
sudah dilatih dan kompeten dalam melakukan proses telaah kesesuaian; atau untuk perawat atau tenaga
kesehatan profesional lain yang sudah dilatih dan terbukti kompeten dalam melakukan telaah ini. (Lihat juga
SQE.5; SQE.10; SQE.14; dan SQE.16) Untuk meningkatkan proses ini, rumah sakit juga dapat memilih untuk
menggunakan program komputer pendukung keputusan klinis yang terkait dengan manajemen pengobatan.
(Lihat juga MOI.6) Sebagai alternatif, rumah sakit dapat memilih untuk menggunakan program komputer
pendukung keputusan klinis untuk melakukan proses telaah kesesuaian. (Lihat juga QPS.3) Sebagai contoh,
banyak sistem permintaan obat elektronik dirancang untuk meninjau urutan elemen telaah kesesuaian yang
lengkap, termasuk informasi klinis khusus pasien, dan memberikan peringatan kepada individu yang
menginstruksikan obat mengenai kontraindikasi untuk meresepkan obat tersebut. Ketika individu yang
meminta mengabaikan peringatan ini, rumah sakit mengembangkan proses untuk tinjauan lengkap atas
permintaan tersebut yang dilakukan oleh praktisi kesehatan yang terlatih dan kompeten.
Telaah kesesuaian harus dilakukan meskipun dalam keadaan tidak ideal. Sebagai contoh, jika farmasi pusat
atau unit farmasi tidak buka, atau obat akan diserahkan dari stok yang ada di unit perawatan atau klinik rawat
jalan, telaah kesesuaian tetap harus dilakukan bersamaan dengan verifikasi sebelum pemberian obat bila obat
diberikan dan pemantauan pemberian obat akan dilakukan oleh individu yang sama dengan yang memberikan
instruksi.
Saat individu yang menginstruksikan obat tidak berada di tempat untuk memberikan obat dan memantau
pasien, elemen penting telaah kesesuaian untuk pemberian dosis pertama obat dapat dilakukan oleh individu
lain yang terlatih dan kompeten. Telaah kesesuaian secara menyeluruh harus dilakukan oleh apoteker yang
memiliki izin, atau profesional lain yang memiliki izin, seperti seorang perawat atau dokter, berkompeten dalam
memiliki pengetahuan yang dibutuhkan untuk telaah kesesuaian secara lengkap, dalam waktu 24 jam setelah
pemberian. Elemen penting untuk telaah kesesuaian mencakup setidaknya hal-hal berikut ini:
h) Alergi
i) Interaksi obat/obat yang membahayakan
j) Penentuan dosis berdasarkan berat badan
k) Potensi toksisitas organ (sebagai contoh, pemberian diuretik hemat kalium pada pasien dengan gagal
ginjal)
Elemen penting telaah kesesuaian dapat dilakukan oleh individu terlatih lain yang memiliki izin saat pihak
farmasi tidak ada. Individu-individu ini perlu memiliki bukti dokumentasi pelatihan dalam melakukan elemen-
elemen penting dari telaah kesesuaian dan akan didukung oleh bahan-bahan rujukan, program komputer, dan
sumber daya lain. Oleh karena itu, saat seorang dokter menelepon dan memberikan instruksi obat baru untuk
pasien di malam hari, individu yang terlatih akan menuliskan dan membacakan kembali instruksi tersebut,
kemudian melakukan telaah kesesuaian untuk elemen penting yang diidentifikasi. (Lihat juga IPSG.2) Telaah
kedua akan perlu dilakukan oleh apoteker yang memiliki izin atau profesional lain yang memiliki izin, seperti
seorang perawat atau dokter yang berkompeten memiliki pengetahuan yang dibutuhkan untuk telaah
kesesuaian secara lengkap, dalam 24 jam.
Telaah kesesuaian formal mungkin tidak praktis dilakukan pada beberapa keadaan tertentu, seperti saat gawat
darurat atau saat dokter yang memberikan instruksi hadir untuk menginstruksikan, memberikan, dan
memantau pasien (sebagai contoh, ruang operasi atau unit gawat darurat), atau saat pemberian kontras oral,
rektal, atau injeksi yang merupakan bagian dari prosedur di unit radiologi intervensi atau pencitraan diagnostik.
Untuk memfasilitasi telaah kesesuaian ini, individu-individu yang melakukan telaah memerlukan akses ke daftar
obat pasien serta informasi klinis yang berkaitan dengan proses telaah tersebut; sebagai contoh, informasi yang
berkaitan dengan fungsi ginjal atau hati pasien ketika obat yang diberikan dapat mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh organ-organ tersebut. Informasi ini penting untuk telaah kesesuaian. (Lihat juga ACC.3)
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 198
Bila untuk pemeriksaan silang (cross-check) obat-obatan dalam hal interaksi obat dan alergi obat digunakan
program peranti lunak pada komputer, program tersebut diperbarui menurut rekomendasi dari produsen
program tersebut. Selain itu, bila menggunakan bahan rujukan tertulis, harus menggunakan bahan dengan versi
yang terkini.
Standar MMU.5.2
Digunakan suatu sistem untuk menyerahkan obat dengan dosis yang tepat bagi pasien yang tepat pada saat
yang tepat.
Pemberian
Standar MMU.6
Individu yang kompeten dan diizinkan untuk memberikan obat kepada pasien diidentifikasi dan pemberian
obat didokumentasikan dalam rekam medis pasien oleh individu kompeten tersebut.
Rekam medis setiap pasien yang menerima obat berisi daftar obat yang diresepkan atau diinstruksikan untuk
pasien tersebut, dengan mencantumkan dosis serta waktu pemberian diberikan. (Lihat juga COP.2.1) Hal ini
meliputi juga obat-obatan yang diberikan "kalau perlu." Jika informasi ini dicatat pada lembar pengobatan
terpisah, lembar tersebut dimasukkan dalam rekam medis pasien pada saat pemulangan atau transfer.
Standar MMU.6.1
Pemberian obat meliputi proses verifikasi bahwa obat tersebut tepat sesuai dengan peresepan atau instruksi
pengobatan.
Standar MMU.6.2
Terdapat kebijakan dan prosedur yang mengatur obat-obatan yang dibawa masuk ke dalam rumah sakit oleh
pasien atau keluarganya dan obat-obatan yang diresepkan untuk dikonsumsi sendiri oleh pasien.
Standar MMU.6.2.1
Terdapat kebijakan dan prosedur yang mengatur obat yang dibawa ke rumah sakit sebagai sampel.
membahas di mana dan kapan obat itu diperoleh dan bagaimana obat itu disimpan di rumah pasien.
❑ 3. Rumah sakit menetapkan dan menerapkan proses untuk mengatur obat yang diminum sendiri oleh
pasien.
❑ 4. Rumah sakit menetapkan dan menerapkan proses untuk mengatur penggunaan, konsumsi, dan
dokumentasi obat-obatan yang dibawa ke rumah sakit oleh pasien/keluarga.
Pemantauan
Standar MMU.7
Efek obat pada pasien dipantau.
Standar MMU.7.1
Rumah sakit menetapkan dan menerapkan proses untuk melaporkan dan menindaklanjuti kesalahan
pengobatan dan kejadian nyaris/hampir cedera (near-miss/close call).
Referensi
Pengaturan dan Manajemen
Baraka MA, et al. Health care providers’ perceptions regarding antimicrobial stewardship programs (AMS) implementation-
facilitators and challenges: A cross-sectional study in the Eastern Province of Saudi Arabia. Ann Clin Microbiol Antimicrob.
2019 Sep 24;18(1):26. https://doi.org/10.1186/s12941-019-0325-x.
Baur D, et al. Effect of antibiotic stewardship on the incidence of infection and colonisation with antibiotic-resistant bacteria
and Clostridium difficile infection: A systematic review and meta-analysis. Lancet Infect Dis. 2017 Sep;17(9):990–1001.
https://doi.org/10.1016/S1473-3099(17)30325-0.
Cai Y, et al. A multidisciplinary antimicrobial stewardship programme safely decreases the duration of broad-spectrum antibiotic
prescription in Singaporean adult renal patients. Int J Antimicrob Agents. 2016 Jan;47(1):91–96.
de With K, et al. Strategies to enhance rational use of antibiotics in hospital: A guideline by the German Society for Infectious
Diseases. Infection. 2016 Jun;44(3):395–439. https://doi.org/10.1007/s15010-016-0885-z.
Iqbal MJ, Geer MI, Dar, PA. Medicines management in hospitals: A supply chain perspective. Systematic Reviews in Pharmacy. 2017
Apr;8(1):80–85.
National Quality Forum. National Quality Partners Playbook: Antibiotic Stewardship in Acute Care. 2016. Diakses 4 Jan 2020.
http://www.qualityforum.org/WorkArea/linkit.aspx?LinkIdentifier=id&ItemID=82501.
Pan American Health Organization. Latin American Network for Antimicrobial Resistance Surveillance—ReLAVRA. Diakses 4
Jan 2020. https://www.paho.org/hq/index.php?option=com_content&view=article&id=13682:relavra-
home&Itemid=42427&lang=en.
Rennert-May E, et al. Clinical practice guidelines for creating an acute care hospital-based antimicrobial stewardship program: A
systematic review. Am J Infect Control. 2019 Aug;47(8):979–993. https://doi.org/10.1016/j.ajic.2019.02.010.
World Health Organization. Global Antimicrobial Resistance Surveillance System (GLASS) Report: Early Implementation 2017–2018. 2018.
Diakses 4 Jan 2020. https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/279656/9789241515061-eng.pdf?ua=1.
Haslund-Krog SS, et al. Development of one paediatric and one neonatal formulary list in hospital settings. Br J Clin Pharmacol.
2018 Feb;84(2):349–357. https://doi.org/10.1111/bcp.13444.
Institute for Safe Medication Practices. New Recommendations to Improve Drug Allergy Capture and Clinical Decision Support.
Jul 18, 2019. Diakses 4 Jan 2020. https://www.ismp.org/resources/new-recommendations-improve-drug-allergy-capture-
and-clinical-decision-support.
Quintens C, et al. Development and implementation of “Check of Medication Appropriateness” (CMA): Advanced
pharmacotherapy-related clinical rules to support medication surveillance. BMC Med Inform Decis Mak. 2019 Feb 11;19(1):29.
https://doi.org/10.1186/s12911-019-0748-5.
Saravdekar S, et al. Implementation of principles of pharmacoeconomics and pharmacovigilance to achieve optimal financial and
therapeutic benefits through WHO—Essential medicine policy and adoption of NLEM-based hospital formulary policy. J
Fam Med Prim Care. 2019 Jun;8(6):1987–1993. https://doi.org/10.4103/jfmpc.jfmpc_287_19.
Wang T, et al. Effect of critical care pharmacist’s intervention on medication errors: A systematic review and meta-analysis of
observational studies. J Crit Care. 2015 Oct;30(5):1101–1106. https://doi.org/10.1016/j.jcrc.2015.06.018.
Tariq RA, Scherbak Y. Medication Errors. (Diperbarui: 28 Apr 2019.) Treasure Island, FL. StatPearls Publishing, 2019. Diakses 4
Jan 2020. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519504/#_NBK519504_pubdet_.
Pemberian
Dolan SA, et al. APIC position paper: Safe injection, infusion, and medication vial practices in health care. Am J Infect Control.
2016 Jul 1;44(7):750–757.
Farag A, et al. Do leadership style, unit climate, and safety climate contribute to safe medication practices? J Nurs Adm. 2017
Jan;47(1):8-15. https://doi.org/10.1097/NNA.0000000000000430.
Institute for Healthcare Improvement. Reconcile Medications at All Transition Points. Diakses 4 Jan 2020.
http://www.ihi.org/resources/Pages/Changes/ReconcileMedicationsatAllTransitionPoints.aspx.
Schutijser B, et al. Nurse compliance with a protocol for safe injectable medication administration: Comparison of two
multicentre observational studies. BMJ Open. 2018 Jan 5;8(1):e019648. https://doi.org/10.1136/bmjopen-2017-019648.
Pemantauan
Agency for Healthcare Research and Quality, Patient Safety Network. Patient Safety Primer: Medication Errors and Adverse
Drug Events. (Diperbarui: Sep 2019.) Diakses 4 Jan 2020. https://psnet.ahrq.gov/primers/primer/23/medication-errors.
Institute for Safe Medication Practices. ISMP Targeted Medication Safety Best Practices for Hospitals. Dec 4, 2017. Diakses 4
Jan 2020. https://www.ismp.org/guidelines/best-practices-hospitals.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 205
Standar-standar
Berikut ini adalah daftar semua standar untuk fungsi ini. Standar-standar tersebut disajikan di sini untuk
memudahkan Anda, tanpa mencantumkan maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaiannya. Untuk
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 206
informasi lebih lanjut mengenai standar-standar ini, silakan lihat bagian berikutnya dari bab ini, yakni bagian
Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen-elemen Penilaian.
Keseluruhan program mutu dan keselamatan pasien di sebuah rumah sakit disetujui oleh badan tata kelola, dan
pimpinan rumah sakit mendefinisikan struktur dan mengalokasikan sumber daya yang diminta untuk
pelaksanaan program tersebut. (Lihat juga GLD.2 dan GLD.4) Pimpinan juga mengidentifikasi prioritas rumah
sakit secara keseluruhan untuk pengukuran dan perbaikan, dengan kepala departemen/unit pelayanan
mengidentifikasi prioritas untuk pengukuran dan perbaikan dalam departemen/unit pelayanan mereka. (Lihat
juga GLD.5, GLD.11, dan GLD.11.1)
Standar-standar dalam bab QPS ini mengidentifikasi struktur, pimpinan, dan kegiatan untuk mendukung
pengumpulan data, analisis data dan peningkatan mutu untuk prioritas yang telah ditentukan – baik yang
mencakup keseluruhan rumah sakit dan juga khusus untuk setiap departemen/unit pelayanan. Hal ini
mencakup pengumpulan, analisis, dan tanggapan atas kejadian sentinel, kejadian tidak diharapkan, dan kejadian
nyaris cedera di seluruh rumah sakit. Standar-standar ini juga menjelaskan peran sentral untuk mengoordinasi
peningkatan mutu dan inisiatif keselamatan pasien dalam rumah sakit serta menyediakan arahan dan pedoman
bagi pelatihan staf dan komunikasi atas informasi mutu dan keselamatan pasien. Standar-standar ini tidak
mengidentifikasi struktur organisasi, misalnya departemen, karena keputusan ini diserahkan pada masing-
masing rumah sakit.
Standar QPS.1
Individu yang kompeten memberikan arahan pelaksanaan dan mengelola kegiatan yang diperlukan untuk
menjalankan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit yang efektif dan
berkesinambungan di rumah sakit.
Standar QPS.2
Staf program mutu dan keselamatan pasien mendukung proses pemilihan indikator dan melaksanakan
koordinasi serta integrasi kegiatan pengukuran di seluruh rumah sakit.
Standar QPS.3
Pimpinan rumah sakit membangun suatu budaya dan lingkungan yang mendukung penerapan perawatan
berbasis-bukti melalui penggunaan ilmu dan informasi ilmiah terkini untuk mendukung perawatan pasien,
pendidikan profesional kesehatan, penelitian klinis, serta manajemen.
Standar QPS.4
Program mutu dan keselamatan pasien mencakup agregasi dan analisis data untuk mendukung perawatan
pasien, manajemen rumah sakit, dan program manajemen mutu serta mendukung partisipasi dalam
pengumpulan database eksternal.
Program mutu dan keselamatan pasien mengidentifikasi, mengumpulkan, dan menganalisis kumpulan data
untuk mendukung perawatan pasien dan manajemen organisasi. Kumpulan data menggambarkan profil rumah
sakit dari waktu ke waktu dan memungkinkan dibuatnya perbandingan kinerja antara rumah sakit dengan
organisasi lain, terutama indikator yang dipilih pimpinan untuk keseluruhan rumah sakit. Dengan demikian,
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 210
kumpulan data merupakan bagian penting dari kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit. Secara khusus,
kumpulan data manajemen risiko, manajemen sistem utilitas, pencegahan dan pengendalian infeksi, serta
tinjauan utilisasi dapat membantu rumah sakit memahami kinerjanya saat ini dan mengidentifikasi peluang
untuk perbaikan. (Lihat juga MOI.1)
Dengan berpartisipasi dalam pengumpulan database eksternal, rumah sakit dapat membandingkan kinerjanya
dengan kinerja rumah sakit serupa lainnya baik di skala lokal, nasional, maupun internasional. Perbandingan
kinerja merupakan pendekatan yang efektif untuk mencari peluang perbaikan dan untuk mendokumentasikan
tingkat kinerja rumah sakit. Jaringan organisasi rumah sakit dan organisasi lain yang membeli atau mendanai
jasa pelayanan kesehatan sering membutuhkan informasi tersebut. Kumpulan database eksternal sangat
bervariasi, dari data asuransi hingga kumpulan data yang dimiliki oleh organisasi profesional. (Lihat juga PCI.5
dan PCI.5.1) Undang-undang atau peraturan dapat mewajibkan rumah sakit untuk berkontribusi dalam
beberapa database eksternal. Dalam semua kondisi, keamanan dan kerahasiaan data dan informasi harus dijaga.
(Lihat juga MOI.2)
Standar QPS.4.1
Individu-individu dengan pengalaman, pengetahuan, dan keterampilan yang sesuai bertugas untuk
mengumpulkan dan menganalisis data rumah sakit secara sistematis.
1) Dengan rumah sakit sendiri dari waktu ke waktu, misalnya dari bulan ke bulan, dari tahun ke tahun
2) Dengan rumah sakit sejenis, seperti melalui database referensi
3) Dengan standar-standar, seperti yang ditentukan oleh badan akreditasi atau organisasi profesional
ataupun standar-standar yang ditentukan oleh undang-undang atau peraturan
4) Dengan praktik-praktik dalam kepustakaan yang diakui dan menggolongkan praktik tersebut sebagai
best practice (praktik terbaik) atau better practice (praktik yang lebih baik) atau practice guidelines (pedoman
praktik)
Perbandingan tersebut membantu rumah sakit dalam memahami sumber dan penyebab perubahan yang tidak
diinginkan dan membantu memfokuskan upaya perbaikan. (Lihat juga GLD.5)
Standar QPS.5
Proses analisis data mencakup setidaknya satu penentu dampak dari prioritas perbaikan rumah sakit secara
keseluruhan terhadap biaya dan efisiensi per tahun.
Standar QPS.6
Rumah sakit menggunakan proses internal untuk melakukan validasi data.
Standar QPS.7
Rumah sakit menggunakan proses yang jelas untuk mengidentifikasi dan mengelola kejadian sentinel.
Standar QPS.7.1
Rumah sakit menggunakan proses yang tetap untuk mengidentifikasi dan mengelola kejadian yang tidak
diharapkan (KTD), kejadian tidak cedera (KTC), dan kejadian nyaris cedera (KNC atau near-miss).
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 213
Cedera sementara derajat berat didefinisikan sebagai suatu cedera yang bersifat kritis dan dapat mengancam nyawa
yang berlangsung untuk waktu yang terbatas tanpa adanya cedera permanen yang tersisa, namun kondisi
tersebut mengharuskan pemindahan pasien ke tingkat perawatan yang lebih tinggi/pengawasan pasien untuk
jangka waktu yang lama, pemindahan pasien ke tingkat perawatan yang lebih tinggi karena adanya kondisi yang
mengancam nyawa, atau penambahan operasi besar, tindakan, atau tata laksana untuk menanggulangi kondisi
tersebut. Suatu kejadian juga dapat digolongkan sebagai kejadian sentinel jika terjadi salah satu dari berikut ini:
d. Bunuh diri oleh pasien yang sedang dirawat, ditatalaksana, menerima pelayanan di unit yang selalu
memiliki staf sepanjang hari atau dalam waktu 72 jam setelah pemulangan pasien, termasuk dari Unit
Gawat Darurat (UGD) rumah sakit
e. Kematian atas bayi cukup bulan yang tidak diantisipasi
f. Bayi dipulangkan kepada orang tua yang salah
g. Penculikan pasien yang sedang menerima perawatan, tata laksana, dan pelayanan
h. Kaburnya pasien (atau, pulang tanpa izin) dari unit perawatan yang selalu dijaga oleh staf sepanjang
hari (termasuk UGD), yang menyebabkan kematian, cedera permanen, atau cedera sementara derajat
berat bagi pasien tersebut
i. Reaksi transfusi hemolitik yang melibatkan pemberian darah atau produk darah dengan
inkompatibilitas golongan darah mayor (ABO, Rh, kelompok darah lainnya)
j. Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan kematian, cedera permanen, atau cedera sementara
derajat berat) atau pembunuhan pasien yang sedang menerima perawatan, tata laksana, dan layanan
ketika berada dalam lingkungan rumah sakit
k. Pemerkosaan, kekerasan (yang menyebabkan kematian, cedera permanen, atau cedera sementara
derajat berat) atau pembunuhan anggota staf, praktisi mandiri berizin, pengunjung, atau vendor ketika
berada dalam lingkungan rumah sakit (Lihat juga SQE.8.2)
l. Tindakan invasif, termasuk operasi, yang dilakukan pada pasien yang salah, di lokasi yang salah, atau
menggunakan prosedur yang salah (secara tidak sengaja)
m. Tertinggalnya benda asing dalam tubuh pasien secara tidak sengaja setelah suatu tindakan invasif,
termasuk operasi
n. Hiperbilirubinemia neonatal berat (bilirubin > 30 mg/dL)
o. Fluoroskopi berkepanjangan dengan dosis kumulatif > 1.500 rad pada satu medan tunggal atau
pemberian radioterapi ke area tubuh yang salah atau pemberian radioterapi > 25% melebihi dosis
radioterapi yang direncanakan
p. Kebakaran, lidah api, atau asap, uap panas, atau pijaran yang tidak diantisipasi selama satu episode
perawatan pasien
q. Semua kematian ibu intrapartum (terkait dengan proses persalinan)
r. Morbiditas ibu derajat berat (terutama tidak berhubungan dengan perjalanan alamiah penyakit pasien
atau kondisi lain yang mendasari) terjadi pada pasien dan menyebabkan cedera permanen atau cedera
sementara derajat berat
Kejadian sentinel merupakan salah satu kategori kejadian keselamatan pasien. Kejadian keselamatan pasien
merupakan suatu kejadian, insiden, atau kondisi yang dapat atau telah menimbulkan bahaya bagi pasien.
Kejadian keselamatan pasien dapat, namun tidak selalu merupakan hasil dari kecacatan pada sistem atau
rancangan proses, kerusakan sistem, kegagalan alat, atau kesalahan manusia. Kejadian keselamatan pasien juga
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 214
meliputi kejadian yang tidak diharapkan (KTD), kejadian tidak cedera (KTC), kejadian nyaris cedera (KNC),
dan kondisi potensial cedera (KPC), yang didefinisikan sebagai berikut:
• Kejadian tidak diharapkan (KTD) adalah insiden keselamatan pasien yang menyebabkan cedera pada
pasien.
• Kejadian tidak cedera (KTC) adalah insiden keselamatan pasien yang terjadi pada pasien namun tidak
menyebabkan cedera.
• Kejadian nyaris cedera (near-miss atau hampir cedera) atau KNC adanya insiden keselamatan pasien yang
tidak mencapai pasien.
• Suatu kondisi potensial cedera (atau “tidak aman”) adalah suatu kondisi (selain dari proses penyakit atau
kondisi pasien itu sendiri) yang meningkatkan kemungkinan terjadinya kejadian tidak diharapkan
(KTD)
Definisi rumah sakit untuk kejadian sentinel meliputi a) hingga r) di atas dan dapat meliputi kejadian - kejadian
lainnya seperti yang disyaratkan dalam undang-undang atau peraturan atau dianggap sesuai oleh rumah sakit
untuk ditambahkan ke dalam daftar kejadian sentinel. Semua kejadian yang memenuhi definisi tersebut dikaji
melalui analisis sistematik komprehensif, sebagai contoh, melalui analisis akar masalah (RCA) yang
menyeluruh dan dipercaya. Perincian kejadian yang akurat penting dalam pelaksanaan RCA yang menyeluruh
dan dapat dipercaya; oleh sebab itu, analisis akar masalah harus dilakukan secepat mungkin setelah kejadian
sentinel terjadi. Analisis dan rencana tindak lanjut harus diselesaikan dalam 45 hari setelah kejadian atau setelah
kejadian tersebut diketahui. Agar RCA dapat dianggap menyeluruh, tim pelaksana harus menentukan faktor
penyebab dalam sistem yang berperan dalam terjadinya insiden dan mengidentifikasi potensi peluang untuk
perbaikan. Agar RCA dapat dianggap terpercaya, tim pelaksana harus melibatkan pemangku kepentingan
utama dapat setiap langkah proses tersebut, bekerja sama dengan pasien/keluarga/staf yang terlibat dalam
insiden tersebut agar dapat memahami situasinya dengan lebih baik, dan meminta persetujuan rencana akhir
dari direktur utama atau pimpinan tingkat tinggi lainnya. Tujuan melakukan analisis akar masalah adalah agar
rumah sakit dapat memahami dengan lebih baik sumber kejadian sentinel tersebut. Apabila analisis akar
masalah menunjukkan bahwa perbaikan sistem atau tindakan lainnya dapat mencegah atau mengurangi risiko
pengulangan kejadian sentinel atau kejadian tidak diharapkan serupa, maka rumah sakit merangkai kembali
proses dan mengambil tindakan apa pun yang sesuai untuk mencapai hal tersebut. Perhatikan bahwa istilah
kejadian sentinel dan kesalahan pengobatan tidak memiliki arti yang sama. Tidak semua kesalahan
menyebabkan kejadian sentinel, dan tidak semua kejadian sentinel terjadi akibat adanya suatu kesalahan.
Mengidentifikasi suatu insiden sebagai kejadian sentinel tidak mengindikasikan adanya tanggungan hukum.
Sementara tidak semua insiden keselamatan pasien akan memenuhi definisi kejadian sentinel, insiden yang
memenuhi definisi KTD perlu dianalisis untuk mengidentifikasi tindakan korektif yang perlu diambil. Sebagai
tambahan, dalam upaya untuk mempelajari secara proaktif letak kelemahan sistem, rumah sakit melakukan
penelusuran dan menggunakannya sebagai kesempatan untuk mencegah cedera pada kejadian nyaris cedera,
dan kondisi potensial cedera sesuai dengan definisi di atas, berdasarkan proses di rumah sakit demi merespons
kejadian keselamatan pasien yang tidak memenuhi definisi sentinel. (Lihat juga MMU.7.1) Rumah sakit
mengembangkan suatu proses untuk mengelola kejadian-kejadian tersebut, termasuk mekanisme pelaporan
yang tidak menyalahkan siapa pun (blame-free). (Lihat juga GLD.12.2 dan GLD.13.1) Data dari laporan-laporan
tersebut diagregasi dan dianalisis untuk mempelajari di mana perubahan proaktif dapat dilakukan untuk
mengurangi atau mencegah berulangnya kejadian tersebut.
Standar QPS.8
Data selalu dianalisis ketika muncul tren atau variasi yang tidak diinginkan dari data itu.
Standar QPS.9
Peningkatan mutu dan keselamatan dicapai dan dipertahankan.
Standar QPS.10
Program manajemen risiko yang berkelanjutan digunakan untuk mengidentifikasi dan secara proaktif
mengurangi kejadian tidak diharapkan (KTD) dan risiko-risiko keselamatan pasien dan staf yang tidak
diantisipasi lainnya.
atau risiko yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap standar perawatan dan ketaatan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku. Risiko lainnya juga dapat berhubungan dengan keuangan atau perencanaan strategis.
Rumah sakit perlu memakai suatu pendekatan proaktif untuk manajemen risiko yang meliputi penyusunan
strategi mitigasi risiko dengan tujuan mengurangi atau menghilangkan dampak potensi bahaya risiko yang ada
atau mungkin terjadi. Salah satu metode adalah dengan program manajemen risiko formal yang meliputi
komponen-komponen penting
a) identifikasi risiko
b) menentukan prioritas risiko
c) pelaporan risiko;
d) ruang lingkup, tujuan, dan kriteria pengkajian risiko;
e) manajemen risiko, meliputi analisis risiko (Lihat juga MMU.7.1; QPS.7; QPS.7.1; dan QPS.8); dan
f) manajemen klaim yang terkait.
Elemen penting manajemen risiko adalah analisis risiko, misalnya proses untuk mengevaluasi kejadian nyaris
cedera (KNC) dan proses berisiko tinggi lainnya yang dapat menyebabkan kejadian sentinel jika terjadi
kegagalan. Ada beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk menganalisis secara proaktif konsekuensi dari
suatu kejadian yang dapat terjadi dalam proses kritis dan berisiko tinggi. Sebagai contoh, dua instrumen yang
umum digunakan adalah analisis efek modus kegagalan (failure mode effect analysis, FMEA) dan analisis
kerentanan terhadap bahaya (hazard vulnerability analysis, HVA).
Untuk menggunakan instrumen-instrumen ini atau instrumen serupa lainnya secara efektif, pimpinan perlu
mengidentifikasi dan memprioritaskan potensi risiko dengan kemungkinan dampak terbesar pada keselamatan
pasien dan staf, begitu juga pada mutu dan keselamatan perawatan pasien. Informasi tersebut dapat digunakan
untuk memprioritaskan alokasi sumber daya untuk menganalisis area dengan risiko terbesar dan mengambil
tindakan untuk mendesain ulang proses-proses yang ada atau mengambil tindakan serupa untuk mengurangi
risiko dalam proses tersebut. Proses pengurangan risiko ini dilaksanakan minimal sekali dalam setahun dan
pelaksanaannya didokumentasikan.
Referensi
Lamer A, et al. From data extraction to analysis: Proposal of a methodology to optimize hospital data reuse process. Stud Health
Technol Inform. 2018;247:41–45.
Manzanera R, et al. Quality assurance and patient safety measures: A comparative longitudinal analysis. Int J Environ Res Public
Health. 2018 Jul 24;15(8):E1568.
US Centers for Disease Control and Prevention, National Healthcare Safety Network. NHSN Data Validation. (Updated: Apr 3,
2019.) Diakses 4 Jan 2020. https://www.cdc.gov/nhsn/validation/.
Yao Y, et al. Improvements in blood transfusion management: Cross-sectional data analysis from nine hospitals in Zhejiang,
China. BMC Health Serv Res. 2018 Nov 14;18(1):856.
Zaboli R, et al. Factors affecting sentinel events in hospital emergency department: A qualitative study. Int J Health Care Qual
Assur. 2018 Jul 9;31(6):575–586.
Standar
Berikut ini adalah daftar semua standar untuk fungsi ini. Standar-standar tersebut disajikan di sini untuk
memudahkan Anda, tanpa mencantumkan maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaiannya. Untuk
informasi lebih lanjut mengenai standar-standar ini, silakan lihat bagian berikutnya dari bab ini, yakni bagian
Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen-elemen Penilaian.
Tanggung Jawab
PCI.1 Semua tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi diawasi oleh satu atau lebih individu. Individu
tersebut memiliki kompetensi di bidang pencegahan dan pengendalian infeksi yang didapat dari
pendidikan, pelatihan, pengalaman, sertifikasi, atau otoritas klinis.
PCI.2 Semua kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi memiliki mekanisme koordinasi yang
melibatkan para dokter, perawat, dan lain-lain, berdasarkan ukuran dan kompleksitas rumah sakit.
Sumber Daya
PCI.3 Pimpinan rumah sakit menyediakan sumber daya untuk mendukung program pencegahan dan
pengendalian infeksi.
menetapkan fokus program pencegahan dan pengendalian infeksi terkait pelayanan kesehatan.
PCI.5.1 Rumah sakit mengidentifikasi area berisiko tinggi untuk infeksi dengan melakukan
pengkajian risiko, mengembangkan intervensi untuk mengatasi risiko ini, dan
memantau efektivitasnya.
Kebersihan Lingkungan
PCI.7 Program pencegahan dan pengendalian infeksi mengidentifikasi dan menerapkan standar dari
program pencegahan dan pengendalian infeksi yang diakui mengenai pembersihan dan disinfeksi
permukaan dan lingkungan.
PCI.7.1 Program pencegahan dan pengendalian infeksi mengidentifikasi standar dari lembaga
pengendalian infeksi yang diakui terkait dengan pembersihan dan disinfeksi cucian,
linen, dan baju OK/baju jaga (scrub) yang disediakan oleh rumah sakit.
Layanan Makanan
PCI.9 Rumah sakit menurunkan risiko infeksi terkait pelaksanaan layanan gizi/makanan.
Kontrol Teknis
PCI.10 Rumah sakit menurunkan risiko infeksi pada fasilitas melalui pengendalian mekanis dan teknis.
Penularan Infeksi
PCI.12 Rumah sakit memasang penghalang dan menggunakan prosedur isolasi untuk melindungi pasien,
pengunjung, dan staf dari penyakit menular dan melindungi pasien dengan imunosupresi agar tidak
tertular infeksi yang mudah menulari mereka.
PCI.12.1 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses untuk mengelola influks
mendadak pasien dengan infeksi yang menular melalui udara dan ketika ruang tekanan
negatif tidak tersedia.
PCI.12.2 Rumah sakit mengembangkan, menerapkan, dan mengevaluasi program kesiagaan
kegawatdaruratan dalam menanggapi adanya penyakit menular global.
PCI.13 Sarung tangan, masker, pelindung mata, peralatan pelindung lainnya, sabun, dan disinfektan tersedia
dan digunakan dengan benar bila diperlukan.
PCI.14 Proses pencegahan dan pengendalian infeksi terintegrasi dengan program rumah sakit keseluruhan
untuk peningkatan mutu dan keselamatan pasien, dengan menggunakan parameter-parameter yang
secara epidemiologis penting untuk rumah sakit.
PCI.15 Rumah sakit memberikan edukasi tentang praktik pencegahan dan pengendalian infeksi kepada staf,
dokter, pasien, keluarga, dan pelaku rawat lainnya sesuai dengan keterlibatan pihak-pihak tersebut
dalam perawatan pasien.
Tanggung Jawab
Standar PCI.1
Semua tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi diawasi oleh satu atau lebih individu. Individu tersebut
memiliki kompetensi di bidang pencegahan dan pengendalian infeksi yang didapat dari pendidikan, pelatihan,
pengalaman, sertifikasi, atau otoritas klinis.
Individu ini bertanggung jawab atas perbaikan progresif rumah sakit dalam kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi, termasuk menetapkan prioritas dan memastikan kemajuan bertahap menuju pemenuhan
prioritas ini. Individu ini mengidentifikasi area berisiko tinggi untuk pencegahan dan pengendalian infeksi,
termasuk CSSD dan ruang operasi, serta melakukan pengawasan atau menunjuk orang lain untuk melakukan
pengawasan atas area-area ini. Pendekatan tim mendukung koordinasi dengan program manajemen dan
keselamatan fasilitas rumah sakit agar praktik pencegahan dan pengendalian infeksi dapat digabungkan ke
dalam program tersebut.
Individu ini bertanggung jawab untuk berkoordinasi dengan pimpinan rumah sakit mengenai prioritas, sumber
daya, dan peningkatan mutu yang berkaitan dengan program pencegahan dan pengendalian infeksi. Hasil dan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 223
data lainnya dilaporkan ke lembaga kesehatan setempat, nasional, regional, dan/atau global sesuai kebutuhan.
Rumah sakit juga mengambil tindakan yang sesuai untuk menanggapi laporan yang dikeluarkan oleh dinas
kesehatan yang sesuai untuk rumah sakit dan populasi pasiennya.
Standar PCI.2
Semua kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi memiliki mekanisme koordinasi yang melibatkan para
dokter, perawat, dan lain-lain, berdasarkan ukuran dan kompleksitas rumah sakit.
Sumber Daya
Standar PCI.3
Pimpinan rumah sakit menyediakan sumber daya untuk mendukung program pencegahan dan pengendalian
infeksi.
Selain itu, program pencegahan dan pengendalian infeksi membutuhkan sumber daya untuk memberikan
edukasi kepada seluruh staf dan untuk membeli perbekalan, seperti cairan pencuci tangan berbasis alkohol
untuk kebersihan tangan. Pimpinan rumah sakit memastikan bahwa program tersebut memiliki sumber daya
yang mencukupi untuk dapat menjalankan program secara efektif. Pimpinan rumah sakit menyetujui dan
mengalokasikan sumber daya dan kemudian memastikan bahwa sumber daya ini disediakan untuk program
pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana dimaksud untuk memenuhi kebutuhan khusus rumah sakit.
Sistem manajemen informasi merupakan sumber daya yang penting untuk mendukung penelusuran risiko,
angka, dan tren pada infeksi yang terkait dengan pelayanan kesehatan. Analisis dan interpretasi data serta
presentasi temuannya didukung oleh peran manajemen informasi. (Lihat juga MOI.1) Selain itu, informasi dan
data program pencegahan dan pengendalian infeksi diolah bersama dengan informasi dan data program
peningkatan dan manajemen mutu rumah sakit.
❑ 3. Pimpinan rumah sakit menyetujui dan mengalokasikan sumber daya yang diperlukan untuk program
pencegahan dan pengendalian infeksi.
❑ 4. Sistem manajemen informasi mendukung program pencegahan dan pengendalian infeksi.
Standar PCI.4
Rumah sakit merancang dan menerapkan suatu program pencegahan dan pengendalian infeksi terpadu yang
mengidentifikasi prosedur dan proses-proses terkait dengan risiko infeksi serta menerapkan strategi untuk
mengurangi risiko infeksi.
Standar PCI.5
Rumah sakit menggunakan pendekatan yang berbasis risiko dan didorong oleh data dalam menetapkan fokus
program pencegahan dan pengendalian infeksi terkait pelayanan kesehatan.
Standar PCI.5.1
Rumah sakit mengidentifikasi area berisiko tinggi untuk infeksi dengan melakukan pengkajian risiko,
mengembangkan intervensi untuk mengatasi risiko ini, dan memantau efektivitasnya.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 226
Standar PCI.6
Rumah sakit mengurangi risiko infeksi terkait peralatan, perangkat, dan perbekalan medis/bedah dengan
memastikan kebersihan, desinfeksi, sterilisasi, dan penyimpanan yang memenuhi syarat.
semi-kritis, yang merupakan barang yang bersentuhan dengan selaput lendir atau kulit yang tidak intak/utuh
(sebagai contoh, spekulum yang dapat digunakan di departemen telinga, hidung, dan tenggorokan,
departemen obstetri/ ginekologi, atau departemen mata).
Zat disinfeksi yang dapat digunakan untuk disinfeksi tingkat tinggi termasuk orto-ftalaldehida dan hidrogen
peroksida. Sterilisasi diperlukan untuk benda-benda penting, yaitu yang bersentuhan dengan bagian tubuh yang
steril atau sistem vaskular, seperti sebagian besar instrumen gigi, instrumen bedah, dan kateter jantung. Untuk
mensterilkan instrumen kritis yang berengsel dengan benar, instrumen-instrumen ini harus diproses dalam
posisi terbuka. Sterilisasi mungkin tidak dapat dilakukan untuk beberapa item penting, seperti endoskop
fleksibel, sehingga mungkin pabrik merekomendasikan penggunaan disinfeksi tingkat tinggi sebagai gantinya.
Sterilisasi perbekalan medis/bedah dan perangkat serta peralatan invasif lain meliputi beberapa metode, dan
terdapat kelebihan serta kekurangan untuk tiap metode. Jenis sterilisasi yang digunakan tergantung pada situasi
di mana sterilisasi terjadi dan benda apa yang disterilisasi. Sebagai contoh, panas yang lembap dalam bentuk
uap jenuh bertekanan adalah yang metode yang paling banyak digunakan dan paling dapat diandalkan. Namun
demikian, sterilisasi uap hanya dapat digunakan pada benda-benda yang tahan terhadap panas dan kelembaban.
Sterilisasi suhu rendah umumnya digunakan untuk sterilisasi perangkat dan perbekalan medis yang sensitif
terhadap suhu dan kelembaban. Sterilisasi kilat (juga dikenal sebagai sterilisasi uap segera) digunakan dalam
situasi di mana tidak terdapat cukup waktu untuk mensterilisasi objek dalam bentuk sudah dikemas dan
menggunakan metode uap jenuh bertekanan. Rumah sakit mengikuti pedoman produsen dan panduan praktik
profesional untuk teknik sterilisasi yang paling sesuai pada situasi tertentu untuk jenis sterilisasi dan jenis benda
serta perbekalan yang disterilisasi. Pembersihan dan disinfeksi tambahan dibutuhkan untuk peralatan,
perangkat, dan perbekalan medis/bedah yang digunakan pada pasien yang diisolasi sebagai bagian dari
kewaspadaan berbasis transmisi.
Pembersihan, desinfeksi, dan sterilisasi dapat dilakukan di area sterilisasi terpusat atau, dengan pengawasan
yang baik, di area lain di rumah sakit, seperti laboratorium gastroenterologi atau laboratorium endoskopi.
Metode pembersihan, desinfeksi, dan sterilisasi harus mempertahankan standar yang sama di mana pun hal-hal
tersebut dilakukan di rumah sakit. (Lihat juga ACC.6) Merupakan hal yang sangat penting bahwa staf mengikuti
praktik standar untuk meminimalkan risiko. Staf yang memroses peralatan, perangkat, dan perbekalan
medis/bedah harus sudah diberikan orientasi dan pelatihan dalam praktik pembersihan, desinfeksi, dan
sterilisasi, kompeten dalam melaksanakan praktik-praktik tersebut, serta diberikan pengawasan yang baik. Staf
yang memroses peralatan, perangkat, dan perbekalan harus menunjukkan kompetensi sebagai hasil pelatihan
awal dan berkelanjutan yang diberikan kepada mereka.
Untuk mencegah kontaminasi, perbekalan bersih dan steril disimpan dengan layak di area penyimpanan yang
telah ditetapkan, bersih dan kering serta terlindung dari debu, kelembaban, dan perubahan suhu yang drastis.
Idealnya, perbekalan steril disimpan terpisah dari perbekalan bersih, dan area penyimpanan steril memiliki
akses terbatas. Pimpinan rumah sakit melakukan pengkajian risiko dan merujuk kepada standar profesional
untuk mengidentifikasi risiko yang terkait dengan proses penyimpanan khusus dan untuk mengidentifikasi
intervensi guna mengurangi risiko tersebut; sebagai contoh, penggunaan kardus atau kotak penyimpanan
plastik di area penyimpanan yang bersih. Beberapa objek yang didesinfeksi mensyaratkan prinsip pengeringan
dan penyimpanan tertentu untuk memastikan desinfeksi berjalan lengkap dan menyeluruh. Sebagai contoh,
setelah desinfeksi, peralatan endoskopi harus dapat digantung dengan bebas tanpa bersentuhan dengan lantai
guna menghindari akumulasi cairan di bagian bawah scope.
❑ 5. Perbekalan bersih dan steril disimpan dengan baik di area penyimpanan yang ditetapkan, yang
bersifat bersih dan kering dan terlindungi dari debu, kelembaban, serta perubahan suhu yang ekstrem.
Standar PCI.6.1
Rumah sakit mengidentifikasi dan menerapkan suatu proses untuk mengelola penggunaan kembali perangkat
sekali pakai sesuai dengan peraturan dan undang-undang lokal dan regional serta menerapkan proses untuk
mengelola perbekalan yang sudah kedaluwarsa.
Ada dua risiko terkait dengan penggunaan kembali perangkat sekali pakai yang sudah diproses: Terdapat
potensi meningkatnya risiko infeksi, dan terdapat risiko bahwa kinerja perangkat tersebut mungkin tidak
memadai atau tidak dapat diterima setelah mengalami pemrosesan ulang. Penggunaan kembali perangkat sekali
pakai yang diproses ulang memiliki risiko yang signifikan, karena banyak perangkat yang memiliki desain yang
kompleks dan karenanya sulit untuk dibersihkan, didesinfeksi, atau disterilkan. Pemrosesan ulang harus
memenuhi kriteria yang sama dengan kriteria pabrik untuk memastikan bahwa perangkat tersebut aman untuk
digunakan kembali setelah pemrosesan ulang, baik dari segi fungsi maupun kebersihan. Terlepas dari
persyaratan ini, pemrosesan ulang juga dapat berdampak pada keefektifan atau fungsi perangkat, yang
meningkatkan risiko kerusakan atau kegagalan perangkat selama penggunaan. Sebagian besar perangkat sekali
pakai tidak dirancang untuk diproses ulang, yang dapat menyebabkan timbulnya atau meningkatnya risiko
infeksi silang. Selain itu, bahan kimia yang digunakan dan pemrosesan ulang itu sendiri dapat merusak
perangkat.
Perangkat medis yang diproduksi sebagai perangkat sekali pakai dapat ditandai dengan simbol seperti , , atau
dengan kata-kata seperti "sekali pakai saja," "tidak untuk digunakan kembali," atau "disposibel." Jika rumah
sakit mengizinkan penggunaan kembali perangkat sekali pakai yang diproses ulang, ada kebijakan rumah sakit
yang memandu penggunaan kembali tersebut. Kebijakan ini harus sesuai dengan peraturan dan undang-undang
nasional, standar profesional, serta mencakup identifikasi
a) perangkat dan bahan sekali pakai yang digunakan kembali;
b) proses untuk mengidentifikasi kapan perangkat sekali pakai tidak lagi aman atau layak untuk
digunakan kembali;
c) proses pembersihan untuk tiap perangkat dimulai segera setelah penggunaannya dan mengikuti
protokol yang jelas;
d) identifikasi pasien kepada siapa perangkat medis sekali pakai digunakan kembali; dan
e) suatu evaluasi proaktif terkait keselamatan penggunaan ulang perangkat sekali pakai.
Rumah sakit mengumpulkan dan menganalisis data kejadian tidak diharapkan terkait dengan penggunaan ulang
alat dan bahan sekali pakai untuk mengidentifikasi risiko dan melakukan tindakan guna menurunkan risiko dan
memperbaiki proses. (Lihat juga QPS.8) Dilakukan pengawasan terhadap proses untuk memberikan atau
mencabut persetujuan untuk penggunaan kembali perangkat sekali pakai yang diproses ulang berdasarkan data
ini, kebutuhan rumah sakit, dan alternatif selain penggunaan ulang. Daftar perangkat sekali pakai yang disetujui
untuk digunakan kembali diperiksa secara rutin untuk memastikan bahwa daftar tersebut akurat dan terkini.
Sebagian besar instrumen medis (cairan intravena, benang jahit operasi, dan materi medis lain) dicetak dengan
tanggal kedaluwarsa. Saat tanggal kedaluwarsa benda-benda ini sudah terlampaui, produsen tidak menjamin
sterilitas, keamanan, maupun stabilitas objek tersebut. Beberapa material memiliki pernyataan bahwa isinya
bersifat steril selama kemasan masih utuh. Proses untuk memastikan penanganan perbekalan- perbekalan yang
sudah kedaluwarsa harus ditentukan dalam suatu kebijakan.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 230
Kebersihan Lingkungan
Standar PCI.7
Program pencegahan dan pengendalian infeksi mengidentifikasi dan menerapkan standar dari program
pencegahan dan pengendalian infeksi yang diakui mengenai pembersihan dan disinfeksi permukaan dan
lingkungan.
Patogen pada permukaan dan di seluruh lingkungan berperan dalam terjadinya penyakit yang didapat di rumah
sakit (hospital-acquired illness) pada pasien, staf, dan pengunjung. Praktik pembersihan dan disinfeksi lingkungan
yang efektif berperan dalam mencegah infeksi yang didapat di rumah sakit ini. Pembersihan lingkungan rutin
meliputi pembersihan harian kamar pasien dan area perawatan, ruang tunggu dan ruang publik lainnya, ruang
kerja staf, dapur, dan lain sebagainya. Rumah sakit menetapkan praktik pembersihan rutinnya, yang meliputi
frekuensi pembersihan, peralatan dan cairan pembersih yang digunakan, anggota staf mana yang bertanggung
jawab untuk pembersihan, dan kapan suatu area membutuhkan pembersihan lebih sering. Pembersihan
terminal dilakukan setelah pemulangan pasien; dan proses ini dapat lebih ditingkatkan jika pasien diketahui atau
diduga menderita infeksi menular. Pembersihan terminal membutuhkan perhatian lebih lanjut terhadap
lingkungan dan dapat mencakup pencucian tirai, pelepasan dan pembersihan semua barang yang dapat dilepas
di dalam ruangan, serta disinfeksi permukaan dengan beberapa cairan pembersih, sebagaimana diindikasikan
oleh standar pencegahan dan pengendalian infeksi.
Area berisiko tinggi tertentu di rumah sakit memerlukan perhatian khusus selama pembersihan lingkungan dan
disinfeksi. Pimpinan rumah sakit melakukan pengkajian risiko untuk menentukan area rumah sakit mana yang
memerlukan pembersihan dan disinfeksi tambahan; area seperti ruang operasi, CSSD, unit perawatan intensif
neonatal, unit luka bakar, dan unit lainnya yang sering dianggap berisiko tinggi. Pimpinan rumah sakit
mengidentifikasi pedoman klinis dan rekomendasi praktik yang tepat untuk digunakan staf saat membersihkan
dan mendesinfeksi area atau situasi yang berisiko tinggi.
Pembersihan dan disinfeksi lingkungan dipantau melalui berbagai cara. Sebagai contoh, pimpinan rumah sakit
dapat mengumpulkan keluhan dan pujian dari pasien dan keluarga, atau dapat juga menggunakan penanda
fluoresens untuk memeriksa patogen residual. Data ini digunakan dalam edukasi berkelanjutan untuk staf
kebersihan lingkungan dan untuk mengevaluasi serta mengubah proses pembersihan dan desinfeksi jika
diperlukan.
Standar PCI.7.1
Program pencegahan dan pengendalian infeksi mengidentifikasi standar dari lembaga pengendalian infeksi yang
diakui terkait dengan pembersihan dan disinfeksi cucian, linen, dan baju OK/baju jaga (scrub) yang disediakan
oleh rumah sakit.
Standar PCI.8
Rumah sakit mengurangi risiko infeksi melalui pembuangan limbah yang benar, pengelolaan jaringan manusia
yang tepat, dan penanganan dan pembuangan benda tajam dan jarum yang aman.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 233
Salah satu bahaya dari cedera tertusuk jarum adalah kemungkinan tertularnya penyakit yang ditularkan melalui
darah (blood-borne diseases). Penanganan dan pembuangan benda tajam serta jarum yang tidak tepat merupakan
bahaya besar untuk keselamatan staf. Praktik kerja memengaruhi risiko cedera dan potensi paparan penyakit.
Identifikasi dan penerapan praktik berbasis bukti untuk menurunkan risiko cedera akibat benda tajam dapat
meminimalkan paparan terhadap cedera tersebut. Rumah sakit perlu memberikan edukasi kepada staf terkait
penanganan dan pengelolaan benda tajam dan jarum secara aman. (Lihat juga SQE.8.2)
Pembuangan jarum dan benda tajam secara tepat juga menurunkan risiko cedera dan paparan. Pembuangan
yang tepat mencakup penggunaan wadah yang dapat ditutup, antitusuk, dan antibocor pada bagian sisi-sisi dan
dasarnya. Wadah harus mudah terjangkau oleh staf dan tidak boleh terisi terlalu penuh. Selain itu, wadah
tersebut harus diberi label agar dapat menandakan potensi bahaya cedera dan harus disimpan sedemikian rupa
agar dapat mencegah benda tajam keluar dari wadah. (Lihat juga ACC.6)
Pembuangan jarum, pisau bedah, dan benda tajam lainnya setelah digunakan, bila tidak dilakukan dengan tepat,
dapat menimbulkan risiko kesehatan pada masyarakat umum dan pada mereka yang bekerja di pengelolaan
limbah. Sebagai contoh, pembuangan wadah benda tajam ke laut atau ke tempat pembuangan sampah umum,
dapat menimbulkan risiko bagi masyarakat apabila wadah rusak dan terbuka. Rumah sakit harus membuang
benda tajam dan jarum secara aman atau memiliki kontrak dengan organisasi yang dapat memastikan
pembuangan wadah limbah medis secara tepat dan sesuai dengan peraturan dan undang-undang. (Lihat juga
FMS.7 through FMS.7.2)
Rumah sakit menerapkan kebijakan yang secara memadai mencakup semua tahapan proses, termasuk
identifikasi jenis dan penggunaan wadah secara tepat, pembuangan wadah, dan surveilans proses pembuangan.
Terdapat pertimbangan khusus terkait penanganan yang penuh hormat dan aman atas jenazah dan bagian
tubuh manusia. Instalasi pemulasaran jenazah dibangun sedemikian rupa agar menjamin keamanan tubuh dan
bagian tubuh serta keselamatan staf yang menanganinya. Pimpinan rumah sakit menggunakan hukum dan
peraturan setempat dan nasional sebagai referensi dan mempertimbangkan budaya serta adat istiadat setempat
saat merancang instalasi pemulasaran jenazah rumah sakit. Pertimbangan tambahan dapat meliputi bagaimana
rumah sakit memastikan adanya rantai penanganan sampel yang baik untuk tubuh, bagian tubuh, dan spesimen
yang diangkat dari tubuh untuk diperiksa; bagaimana staf diberitahu tentang infeksi yang diduga atau telah
dikonfirmasi; serta bagaimana jenazah diawetkan untuk mencegah potensi kontaminasi silang. Sebagai
contoh, rantai penanganan sampel yang tepat membutuhkan sarana rumah sakit untuk melindungi tubuh atau
bagian tubuh sampai sampel tersebut tidak lagi berada di bawah yurisdiksi rumah sakit serta membutuhkan
dokumentasi yang tepat pula. Instalasi pemulasaran jenazah juga dijaga agar memiliki suhu dan kelembaban
yang tepat untuk penyimpanan jenazah. Staf memiliki akses ke alat pelindung diri, tempat mencuci tangan, dan
cairan pembersih yang diperlukan di seluruh instalasi pemulasaran jenazah serta diberikan pelatihan tentang
prosedur penanganan jenazah yang aman serta penuh rasa hormat (respectful).
❑ 4. Rumah sakit membuang benda-benda tajam dan jarum dengan aman atau melakukan kontrak dengan
sumber-sumber yang memastikan benda-benda tajam dan wadahnya dibuang ke tempat-tempat
pembuangan khusus limbah berbahaya atau sebagaimana ditetapkan oleh peraturan dan undang-
undang nasional.
❑ 5. Area pemulasaran jenazah dan postmortem beroperasi dengan mematuhi hukum, peraturan, serta
budaya/adat istiadat setempat dan dikelola sedemikian rupa agar meminimalkan risiko penularan
infeksi.
❑ 6. Staf dilatih untuk mencegah kontaminasi silang, menjaga keamanan rantai transportasi
sampel/jenazah bila diperlukan, dan melakukan penanganan sampel/jenazah dengan aman dan
penuh hormat.
Standar PCI.8.1
Rumah sakit memiliki proses untuk melindungi pasien dan staf dari patogen yang ditularkan melalui darah yang
terkait dengan paparan darah dan cairan tubuh.
Layanan Makanan
Standar PCI.9
Rumah sakit menurunkan risiko infeksi terkait pelaksanaan layanan gizi/makanan.
Kontrol Teknis
Standar PCI.10
Rumah sakit menurunkan risiko infeksi pada fasilitas melalui pengendalian mekanis dan teknis.
Sistem ventilasi tekanan positif digunakan di area protektif rumah sakit yang membutuhkan tingkat kebersihan
tertinggi; sebagai contoh, ruang operasi, ruang penyimpanan steril, dan ruang untuk pasien dengan gangguan
imun. Ventilasi tekanan positif memastikan bahwa udara diarahkan keluar dari area tersebut, meminimalkan
kemungkinan mikroorganisme masuk ke lingkungan. Sistem ventilasi tekanan positif di ruang operasi harus
aktif saat sedang digunakan tetapi tidak perlu diaktifkan saat pembersihan atau pemeliharaan. Ventilasi tekanan
positif harus tetap aktif setiap saat di area penyimpanan perbekalan steril untuk mencegah kontaminasi
terhadap perbekalan steril tersebut. Rumah sakit mengidentifikasi dan mengikuti hukum dan peraturan
setempat dan nasional serta standar profesional mengenai penggunaan dan pemeliharaan sistem ventilasi
tekanan positif.
Suhu air dan uap yang tepat diperlukan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme guna menjamin
keberhasilan prosedur pembersihan, disinfeksi, dan sterilisasi. Air dingin dan air panas harus disimpan dan
didistribusikan pada suhu yang meminimalkan pertumbuhan mikroorganisme yang dapat ditularkan melalui air.
Pimpinan rumah sakit menggunakan undang-undang dan peraturan setempat dan nasional serta pedoman
profesional sebagai referensi untuk menentukan suhu air dan uap yang tepat untuk meminimalkan
kemungkinan penularan infeksi melalui air. Selain itu, pimpinan rumah sakit memastikan bahwa air dan uap
mencapai suhu yang diperlukan selama durasi yang tepat agar dapat secara efektif melakukan pembersihan,
disinfeksi, atau proses sterilisasi; sebagai contoh, suhu air yang tepat untuk mencuci piring dan suhu uap
untuk autoklaf.
Rumah sakit mengoperasikan dan memelihara sistem aliran udara, sistem ventilasi, dan sistem pengendali
kelembaban untuk menjaga kualitas udara dalam ruangan. Ini termasuk menjaga sistem pemanas, ventilasi, dan
pendingin udara (HVAC) dengan cara yang meminimalkan risiko infeksi pada pasien, staf, dan pengunjung.
Kontaminan di udara dapat menyebar melalui pipa exhaust, ventilasi umum, dan selama pembersihan.
Pemeliharaan aliran udara dan sistem ventilasi dapat meminimalkan risiko ini. Pengoperasian dan pemeliharaan
dilakukan sesuai dengan hukum dan peraturan setempat dan nasional serta pedoman profesional dan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 237
mencakup pemeliharaan saluran inlet, outlet, kipas, filter, difuser, sistem pipa udara (ductwork), pelembap udara,
dan sebagainya. (Lihat juga FMS.10; FMS.10.1; dan FMS.10.2)
Standar PCI.11
Rumah sakit mengurangi risiko infeksi di fasilitas yang terkait dengan pembongkaran, konstruksi, dan renovasi.
Penularan Infeksi
Standar PCI.12
Rumah sakit memasang penghalang dan menggunakan prosedur isolasi untuk melindungi pasien, pengunjung,
dan staf dari penyakit menular dan melindungi pasien dengan imunosupresi agar tidak tertular infeksi yang
mudah menulari mereka.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 238
Standar PCI.12.1
Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan proses untuk mengelola influks mendadak pasien dengan
infeksi yang menular melalui udara dan ketika ruang tekanan negatif tidak tersedia.
Standar PCI.12.2
Rumah sakit mengembangkan, menerapkan, dan mengevaluasi program kesiagaan kegawatdaruratan dalam
menanggapi adanya penyakit menular global.
dan PCI.12.1)
c) pelatihan, termasuk demonstrasi, tentang penggunaan alat pelindung diri dengan baik yang tepat untuk
penyakit infeksius;
d) penyusunan dan penerapan strategi komunikasi;
e) identifikasi dan penugasan peran dan tanggung jawab staf; serta
f) respons terhadap penyakit infeksi yang baru muncul atau timbul kembali (emerging or reemerging infections)
dalam komunitas.
Program ini dievaluasi setidaknya setiap tahun untuk memastikan respons yang tepat ketika peristiwa aktual
terjadi. Evaluasi melibatkan pihak berwenang setempat, regional, dan/atau nasional, jika sesuai; sebagai
contoh, melakukan simulasi bersama masyarakat, atau melakukan simulasi 'di atas meja' bersama dengan dinas
kesehatan setempat. Jika rumah sakit mengalami kejadian yang sebenarnya, mengaktifkan programnya, dan
setelahnya melakukan diskusi dengan baik, hal ini setara dengan pengujian tahunan. Diskusi setelah suatu
evaluasi tahunan atau kejadian sebenarnya dapat mengidentifikasi proses yang lemah yang mungkin perlu
dievaluasi kembali. (Lihat juga FMS.11)
Standar PCI.13
Sarung tangan, masker, pelindung mata, peralatan pelindung lainnya, sabun, dan disinfektan tersedia dan
digunakan dengan benar bila diperlukan.
Standar PCI.14
Proses pencegahan dan pengendalian infeksi terintegrasi dengan program rumah sakit keseluruhan untuk
peningkatan mutu dan keselamatan pasien, dengan menggunakan parameter-parameter yang secara
epidemiologis penting untuk rumah sakit.
Standar PCI.15
Rumah sakit memberikan edukasi tentang praktik pencegahan dan pengendalian infeksi kepada staf, dokter,
pasien, keluarga, dan pelaku rawat lainnya sesuai dengan keterlibatan pihak-pihak tersebut dalam perawatan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 242
pasien.
Referensi
Tanggung Jawab, Sumber Daya, dan Sasaran Program Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi
Bartles R, Disckson A, Babade O. A systematic approach to quantifying infection prevention staffing and coverage needs. Am J
Infect Control. 2018 May;46(5):487-491. https://doi.org/10.1016/j.ajic.2017.11.006.
Bryant KA, et al. Necessary infrastructure of infection prevention and healthcare epidemiology programs: A review. Infect Control
Hosp Epidemiol. 2016 Apr;37(4):371–380. https://doi.org/10.1017/ice.2015.333.
International Society for Infectious Diseases. Guide to Infection Control in the Healthcare Setting: Infection Prevention in the Healthcare
Setting. Accessed Jan 5, 2020. https://www.isid.org/guide/infectionprevention/.
Swaminathan S, et al. Strengthening infection prevention and control and systematic surveillance of healthcare associated
infections in India. BMJ. 2017 Sep 5;258:j3768.
US Centers for Disease Control and Prevention. Infection Control: Guidelines & Guidance Library. (Updated: Oct 2, 2019.)
Accessed Jan 5, 2020. http://www.cdc.gov/infectioncontrol/guidelines/index.html.
van Buijtene A, Foster D. Does a hospital culture influence adherence to infection prevention and control and rates of healthcare
associated infection? A literature review. J Infect Prev. 2019 Jan;20(1):5–17. https://doi.org/10.1177/1757177418805833.
Verbeek JH, et al. Personal protective equipment for preventing highly infectious diseases due to exposure to contaminated body
fluids in healthcare staff. Cochrane Database Syst Rev. 2016 Apr 19;4:CD011621.
Zingg W, et al. Hospital organization, management, and structure for prevention of health-care-associated infection: A systematic
review and expert consensus. Lancet Infect Dis. 2015 Feb;15(2):212–224. https://doi.org/10.1016/S1473-3099(14)70854-0.
International Society for Infectious Diseases. Guide to Infection Control in the Healthcare Setting: Reuse of Disposable Devices. Ponce de
León S. (Updated: Feb 2018.) Diakses 5 Jan 2020. https://www.isid.org/guide/infectionprevention/disposabledevices/.
Rutala WA, Weber DJ. Disinfection, sterilization, and antisepsis: An overview. Am J Infect Control. 2019 Jun;47S:A3–A9.
https://doi.org/10.1016/j.ajic.2019.01.018.
US Centers for Disease Control and Prevention. Essential Elements of a Reprocessing Program for Flexible Endoscopes—Recommendations of
the Healthcare Infection Control Practices Advisory Committee. (Diperbarui: 25 Jan 2017.) Diakses 5 Jan 2020.
https://www.cdc.gov/hicpac/pdf/flexible-endoscope-reprocessing.pdf.
US Centers for Disease Control and Prevention. Guideline for Disinfection and Sterilization in Healthcare Facilities, 2008. Rutala WA,
Weber DJ, Healthcare Infection Control Practices Advisory Committee (HICPAC). (Diperbarui : Mei 2019.) Diakses 5 Jan
2020. https://www.cdc.gov/infectioncontrol/pdf/guidelines/disinfection-guidelines-H.pdf.
Kebersihan Lingkungan
Mitchell BG, et al. An environmental cleaning bundle and health-care-associated infections in hospitals (REACH): A multicenter,
randomised trial. Lancet Infect Dis. 2019 Apr;19(4):410–418. https://doi.org/10.1016/S1473-3099(18)30714-X.
NHS Education for Scotland. Safe Management of Linen. 2015. Diakses 5 Jan 2020. https://www.nes.scot.nhs.uk/education-
and-training/by-theme-initiative/healthcare-associated-infections/training-resources/safe-management-of-linen.aspx.
Shams AM, et al. Assessment of the overall multidrug-resistant organism bioburden on environmental surfaces in healthcare
facilities. Infect Control Hosp Epidemiol. 2016 Dec;37(12):1426–1432. https://doi.org/10.1017/ice.2016.198.
US Centers for Disease Control and Prevention. Guidelines for Environmental Infection Control in Health-Care Facilities: Recommendations
of CDC and the Healthcare Infection Control Practices Advisory Committee (HICPAC). 2003. (Diperbarui: Jul 2019.) Diakses 5 Jan
2020. https://www.cdc.gov/infectioncontrol/pdf/guidelines/environmental-guidelines-P.pdf.
World Health Organization. Safe Management of Wastes from Health-Care Activities: A Summary. Stone V, editor. 2017. Diakses 3 Jan
2020. https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/259491/WHO-FWC-WSH-17.05-
eng.pdf;jsessionid=5C5B75D79DB233B0E2B679897CCBE5D6?sequence=1.
Layanan Makanan
Clayton ML, et al. Listening to food workers: Factors that impact proper health and hygiene practice in food service. Int J Occup
Environ Health. 2015;21(4):314–327. https://doi.org/10.1179/2049396715Y.0000000011.
International Society for Infectious Diseases. Guide to Infection Control in the Healthcare Setting: Food: Considerations for Hospital Infection
Control. Assanasen S, Bearman GML. (Diperbarui: Jan 2018.) Diakses 5 Jan 2020.
https://www.isid.org/guide/infectionprevention/food/.
Penularan Infeksi
International Society for Infectious Diseases. Guide to Infection Control in the Healthcare Setting: Isolation of Communicable Diseases.
Nulens E. (Diperbarui: Feb 2018.) Diakses 5 Jan 2020. https://www.isid.org/guide/infectionprevention/isolation/.
World Health Organization. WHO Guidelines on Tuberculosis Infection Prevention and Control: 2019 Update. 2019. Accessed Jan 5, 2020.
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/311259/9789241550512-eng.pdf?ua=1&ua=1.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 245
Tata kelola mengacu pada badan tata kelola dalam rumah sakit yang dapat memiliki berbagai konfigurasi.
Sebagai contoh, badan tata kelola dapat berupa sekelompok orang (seperti dewan komunitas), satu atau lebih
pemilik perorangan, atau untuk rumah sakit pemerintah, badan tata kelola adalah Kementerian Kesehatan.
Setiap orang, badan, atau kelompok yang bertanggung jawab pada persyaratan yang terdapat pada GLD.1.1
merupakan badan tata kelola rumah sakit. Standar lain yang meliputi persyaratan dan ekspektasi untuk badan
tata kelola adalah GLD.1 dan GLD.1.2.
Eksekutif rumah sakit yang paling senior, yang biasanya disebut sebagai direksi, merupakan posisi yang
ditempati oleh satu atau beberapa individu yang dipilih oleh badan tata kelola untuk mengatur rumah sakit
setiap hari. Posisi ini biasanya ditempati oleh dokter, administrator, atau keduanya dengan saling bekerja sama.
Di rumah sakit pusat pendidikan medis (rumah sakit pendidikan), dekan fakultas kedokteran dapat berada pada
level eksekutif ini di rumah sakit. GLD.2 menjabarkan akuntabilitas dan ekspektasi terhadap Jajaran Direksi.
Beberapa standar memberikan pimpinan rumah sakit sejumlah tanggung jawab dengan tujuan secara keseluruhan
untuk membimbing rumah sakit mencapai misinya. Biasanya, pimpinan rumah sakit terdiri dari direktur medis
yang mewakili staf medis rumah sakit, direktur keperawatan yang mewakili semua tingkatan perawat di rumah
sakit, administrator senior, dan semua orang lain yang ditentukan rumah sakit, seperti ketua bagian mutu, atau
wakil direktur sumber daya manusia. Di rumah sakit yang besar, dengan struktur organisasi yang memiliki
beberapa divisi, pimpinan rumah sakit dapat mencakup pimpinan divisi-divisi tersebut. Setiap rumah sakit
menentukan pimpinan rumah sakit dan standar GLD.3 hingga GLD.7.1 menjelaskan tanggung jawab
kelompok ini.
Catatan: GLD.8 menjelaskan tanggung jawab kepala layanan klinis, namun pengaturan staf klinis ini dapat
secara formal maupun informal. Di rumah sakit pendidikan, pimpinan fakultas kedokteran dan pimpinan
penelitian klinis dapat menjadi bagian dari pimpinan rumah sakit.
Agar pelayanan klinis dan manajemen rumah sakit sehari-hari menjadi efektif dan efisien, rumah sakit
umumnya dibagi menjadi subkelompok yang kohesif seperti departemen, unit, atau jenis layanan tertentu, yang
berada di bawah arahan kepala departemen/unit pelayanan. Standar GLD.9 sampai GLD.11.2 menjelaskan
ekspektasi dari pimpinan departemen atau pelayanan tertentu ini. Biasanya subgrup terdiri dari departemen
klinis seperti medis, bedah, obstetri, anak, dan lain sebagainya; satu atau lebih subgrup keperawatan; pelayanan
atau departemen diagnostik seperti radiologi dan laboratorium klinis; pelayanan farmasi, baik yang
tersentralisasi maupun yang terdistribusi di seluruh rumah sakit; serta pelayanan penunjang yang di antaranya
meliputi bagian transportasi, pekerjaan sosial, keuangan, pembelian, manajemen fasilitas, dan sumber daya
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 247
manusia. Umumnya rumah sakit besar juga mempunyai manajer di dalam subgrup ini. Sebagai contoh,
perawat dapat memiliki satu manajer di kamar operasi dan satu manajer di unit rawat jalan, departemen medis
dapat mempunyai manajer-manajer untuk setiap unit klinis pasien, dan bagian bisnis rumah sakit dapat
mempunyai beberapa manajer untuk fungsi bisnis yang berbeda, di antaranya seperti untuk kontrol tempat
tidur, penagihan, dan pembelian.
Akhirnya, terdapat persyaratan dalam bab GLD yang bersentuhan dengan semua level di atas. Persyaratan ini
dapat ditemukan pada GLD.12 hingga GLD.19 dan mencakup budaya rasa aman, etika, serta pendidikan dan
penelitian profesional kesehatan, apabila ada.
Catatan: beberapa standar meminta rumah sakit untuk menetapkan kebijakan, prosedur, program, atau
dokumen tertulis lainnya bagi proses-proses spesifik. Standar-standar tersebut ditandai dengan lambang
setelah uraian standar tersebut.
Standar
Berikut ini adalah daftar semua standar untuk fungsi ini. Standar-standar tersebut disajikan di sini untuk
memudahkan Anda, tanpa mencantumkan maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaiannya. Untuk
informasi lebih lanjut mengenai standar-standar ini, silakan lihat bagian berikutnya dari bab ini, yakni bagian
Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen-elemen Penilaian.
Akuntabilitas Direksi
GLD.2 Direksi bertanggung jawab untuk mengoperasikan rumah sakit dan menaati peraturan dan undang-
undang yang berlaku.
sakit.
GLD.13.1 Pimpinan rumah sakit menerapkan, memantau, dan mengambil tindakan untuk
memperbaiki program budaya rasa aman di seluruh rumah sakit.
Standar GLD.1
Struktur dan wewenang badan tata kelola dideskripsikan dalam aturan internal rumah sakit (bylaws), kebijakan
dan prosedur, atau dokumen lain yang serupa.
Apabila rumah sakit merupakan salah satu dari sekian banyak rumah sakit yang melapor kepada satu badan
pemerintahan, misalnya untuk rumah-rumah sakit tertentu yang melapor ke Kementerian Kesehatan
(Kemenkes) yang bertindak sebagai badan tata kelola, meminta evaluasi tahunan seperti ini tentunya dapat
menjadi tantangan. Dalam situasi semacam ini, rumah sakit harus melakukan upaya yang dapat dipercaya untuk
memperoleh masukan dan tindak lanjut yang dibutuhkan dari badan tata kelola. Yang dimaksud dengan upaya
yang dapat dipercaya adalah upaya yang dilakukan beberapa kali dengan berbagai metode (sebagai contoh,
melalui telepon, email, dan/atau surat) dan harus ada dokumentasi yang dilakukan untuk upaya-upaya tersebut
serta untuk hasil akhir dari komunikasi yang dilakukan. (Lihat juga GLD.1.2)
Struktur tata kelola rumah sakit disajikan atau ditampilkan dalam suatu bagan organisasi atau dokumen lain
yang memperlihatkan aliran wewenang dan akuntabilitas.
Standar GLD.1.1
Tanggung jawab dan akuntabilitas operasional badan tata kelola dijelaskan dalam dokumen tertulis.
Standar GLD.1.2
Badan tata kelola menyetujui rencana rumah sakit untuk program mutu dan keselamatan pasien dan secara
berkala menerima dan bertindak berdasarkan laporan-laporan program mutu dan keselamatan pasien.
Akuntabilitas Direksi
Standar GLD.2
Direksi bertanggung jawab untuk mengoperasikan rumah sakit dan menaati peraturan dan undang-undang
yang berlaku.
meliputi pembelian dan inventarisasi bahan-bahan pokok, pemeliharaan fasilitas fisik, manajemen keuangan,
manajemen mutu dan tanggung jawab lainnya. Pendidikan dan pengalaman individu-individu tersebut
memenuhi persyaratan yang termuat dalam uraian tugas. Direksi bekerja sama dengan manajer-manajer rumah
sakit untuk mendefinisikan misi rumah sakit dan untuk merencanakan kebijakan, prosedur dan layanan klinis
yang berkaitan dengan misi tersebut. Setelah disetujui oleh badan tata kelola, direksi bertanggung jawab untuk
menerapkan seluruh kebijakan dan memastikan bahwa semua kebijakan dipatuhi oleh staf rumah sakit.
Direksi rumah sakit bertanggung jawab atas
• kepatuhan rumah sakit terhadap undang-undang dan peraturan yang berlaku
• tanggapan rumah sakit terhadap setiap laporan dari pemeriksaan dan badan pengatur; (Lihat juga PCI.1
dan FMS.1) dan
• proses rumah sakit untuk mengelola dan mengendalikan sumber daya manusia, keuangan dan lain-
lain.
Standar GLD.3
Pimpinan rumah sakit diidentifikasi dan secara kolektif bertanggung jawab untuk mendefinisikan misi rumah
sakit serta membuat rencana dan kebijakan yang diperlukan untuk memenuhi misi tersebut. ℗
Standar GLD.3.1
Pimpinan rumah sakit mengidentifikasi dan merencanakan jenis pelayanan klinis yang dibutuhkan untuk
memenuhi kebutuhan pasien yang dilayani rumah sakit tersebut.
Standar GLD.3.2
Pimpinan rumah sakit memastikan adanya komunikasi yang efektif di seluruh rumah sakit.
nonprofesional; sebagai contoh antara praktisi kesehatan dan manajemen, antara praktisi kesehatan dan pihak
keluarga; serta antara praktisi kesehatan dan organisasi di luar rumah sakit. Pimpinan rumah sakit tidak hanya
mengatur parameter komunikasi yang efektif, tetapi pimpinan juga bertindak memberikan teladan melalui
komunikasi efektif mengenai misi, strategi, rencana dan informasi terkait lainnya. Para pimpinan
memperhatikan keakuratan dan ketepatan waktu pembagian dan komunikasi informasi dalam rumah sakit.
Untuk mengoordinasi dan mengintegrasi perawatan pasien, pimpinan mengembangkan budaya yang
menekankan kerja sama dan komunikasi. Pimpinan mengembangkan metode formal (sebagai contoh, komisi
tetap, tim gabungan) dan informasi (sebagai contoh, buletin dan poster) untuk meningkatkan komunikasi
antar layanan dan anggota staf. Koordinasi layanan klinis berasal dari pemahaman misi dan layanan setiap
departemen serta kolaborasi dalam pengembangan kebijakan dan prosedur umum. (Lihat juga MOI.1)
Standar GLD.3.3
Pimpinan rumah sakit memastikan adanya program yang seragam untuk perekrutan, retensi, pengembangan
dan pendidikan lanjutan untuk semua staf.
Standar GLD.4
Pimpinan rumah sakit merencanakan, mengembangkan, dan menerapkan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien.
Standar GLD.4.1
Pimpinan rumah sakit mengomunikasikan informasi peningkatan mutu dan keselamatan pasien kepada badan
tata kelola dan staf rumah sakit secara berkala.
Standar GLD.5
Pimpinan rumah sakit memprioritaskan proses di rumah sakit yang akan diukur, program perbaikan dan
kegiatan keselamatan pasien yang akan diterapkan, dan bagaimana mengukur keberhasilan dalam upaya di
seluruh rumah sakit ini.
daya yang digunakan dengan adanya perbaikan suatu proses. (Lihat juga QPS.5) Penilaian dampak dari
perbaikan tersebut akan menunjang pemahaman tentang biaya relatif yang dikeluarkan demi investasi mutu dan
sumber daya manusia, finansial, dan keuntungan lain dari investasi tersebut. Jajaran direksi dan pimpinan
rumah sakit mendukung pembuatan perangkat sederhana untuk menghitung sumber daya yang digunakan pada
proses yang lama dan pada proses yang baru. Pemahaman baik tentang dampak perbaikan pada luaran pasien
dan biaya relatif serta hasil dari efisiensi proses, berperan dalam penentuan prioritas di masa depan, baik pada
tingkatan rumah sakit maupun pada tingkatan departemen/unit layanan. Apabila informasi ini digabungkan di
seluruh rumah sakit, pimpinan rumah sakit dapat lebih memahami bagaimana mengalokasikan sumber daya
mutu dan keselamatan pasien yang tersedia. (Lihat juga QPS.2; QPS.4.1; PCI.5; PCI.5.1; FMS.3; dan GLD.11)
Standar GLD.6
Pimpinan rumah sakit bertanggung jawab untuk meninjau, memilih, dan memantau kontrak klinis dan nonklinis
serta menginspeksi kepatuhan layanan kontrak sesuai kebutuhan.
❑ 3. Staf profesional kesehatan yang dikontrak perlu melalui peninjauan kredensial seperti halnya proses
peninjauan yang diterapkan di rumah sakit.
❑ 4. Pimpinan rumah sakit menginspeksi kepatuhan layanan kontrak sesuai kebutuhan.
❑ 5. Apabila kontrak dinegosiasikan ulang atau dihentikan, rumah sakit tetap mempertahankan kelanjutan
dari pelayanan pasien.
Standar GLD.6.1
Pimpinan rumah sakit memastikan bahwa kontrak dan perjanjian-perjanjian lainnya dimasukkan sebagai bagian
dari program peningkatan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit.
Standar GLD.6.2
Pimpinan rumah sakit memastikan bahwa tenaga kesehatan profesional yang memiliki izin dan tenaga
kesehatan independen yang bukan merupakan karyawan rumah sakit memiliki kredensial dan kompeten
dan/atau diberikan kewenangan yang tepat sesuai dengan pelayanan yang diberikan kepada pasien rumah sakit.
Kadang kala, praktisi mandiri dapat didampingi oleh staf yang akan melapor kepada mereka yang juga bukan
merupakan karyawan rumah sakit. Semua staf pendukung yang mendampingi praktisi mandiri dan memberikan
perawatan serta pelayanan di lingkungan rumah sakit harus mematuhi persyaratan verifikasi sumber primer.
(Lihat juga SQE.13 dan SQE.15)
Jika layanan yang diberikan selanjutnya akan menentukan pilihan jalannya perawatan bagi pasien, maka praktisi
tersebut harus menjalani proses kredensial dan pemberian kewenangan klinis sesuai yang ditetapkan rumah
sakit. (Lihat juga SQE.9 hingga SQE.12)
Standar GLD.7
Pimpinan rumah sakit membuat keputusan yang berhubungan dengan pembelian atau penggunaan sumber
daya–manusia dan teknis–dengan pengertian mengenai mutu dan implikasi keselamatan dari keputusan
tersebut.
Pimpinan rumah sakit mengembangkan suatu proses untuk mengumpulkan data dan informasi untuk
pembelian utama ataupun keputusan mengenai sumber daya untuk memastikan bahwa keputusan itu
mengandung unsur keselamatan dan uji tuntas untuk mutu. (Lihat juga GLD.7.1)
Satu unsur dari pengumpulan data yang terkait dengan keputusan mengenai sumber daya adalah memahami
kebutuhan dan rekomendasi dalam peralatan medis, perbekalan dan obat-obatan yang dibutuhkan untuk
menyediakan pelayanan. Rekomendasi mengenai peralatan medis, perbekalan, dan obat-obatan dapat datang
dari badan pemerintah, organisasi profesional nasional dan internasional serta sumber berwenang lainnya.
(Lihat juga QPS.3)
Investasi teknologi informasi kesehatan (TIK) merupakan suatu sumber daya yang penting bagi rumah sakit.
TIK meliputi berbagai teknologi yang mencakup metode pendokumentasian dan penyebaran informasi pasien,
seperti rekam medis elektronik. Selain itu, TIK juga meliputi metode untuk menyimpan dan menganalisis data,
mengomunikasikan informasi antarpraktisi kesehatan agar dapat mengoordinasikan perawatan dengan lebih
baik, serta untuk menerima informasi yang dapat membantu menegakkan diagnosis dan memberikan
perawatan yang aman bagi pasien. Implementasi sumber daya TIK yang sukses membutuhkan arahan,
dukungan, dan pengawasan dari pimpinan rumah sakit. (Lihat juga MOI.11) Ketika keputusan mengenai
sumber daya dibuat oleh pihak ketiga–sebagai contoh, Kementerian Kesehatan—pimpinan rumah sakit
menyediakan data dan informasi kepada pihak ketiga tersebut mengenai pengalaman dan preferensi mereka
untuk dapat menginformasikan dengan lebih baik keputusan mengenai sumber daya di masa mendatang.
Ketika suatu rumah sakit menggunakan peralatan medis dan/atau obat-obatan “percobaan” dalam tindakan
perawatan pasien (peralatan medis maupun obat tersebut telah teridentifikasi sebagai teknologi ataupun
“percobaan” baik di tingkat nasional maupun internasional), maka terdapat suatu proses untuk mengkaji dan
menyetujui penggunaannya. (Lihat juga GLD.19) Harus diputuskan apakah penggunaan teknologi atau obat-
obatan terebut membutuhkan persetujuan khusus dari pasien. (Lihat juga PCC.4.2; COP.8; dan SQE.11)
Standar GLD.7.1
Pimpinan rumah sakit mencari dan menggunakan data dan informasi mengenai keselamatan dalam rantai
perbekalan untuk melindungi pasien dan staf dari produk yang tidak stabil, terkontaminasi, rusak, dan palsu.
Standar GLD.8
Pimpinan medis, keperawatan dan layanan klinis lainnya merencanakan dan menerapkan struktur organisasi
yang efektif untuk mendukung tanggung jawab dan wewenang mereka.
Standar GLD.9
Satu atau lebih individu yang kompeten memberikan arahan untuk setiap departemen atau unit layanan dalam
rumah sakit.
baik membutuhkan kepemimpinan yang jelas dari individu yang kompeten. Dalam departemen atau unit
layanan yang lebih besar, kepemimpinannya dapat dipisah-pisahkan. Dalam hal semacam itu, masing-masing
tanggung jawab didefinisikan secara tertulis. (Lihat juga AOP.5.1; AOP.5.2; AOP.6.2; COP.3.3; COP.8;
COP.8.1; ASC.2; MMU.1; QPS.1; PCI.1; GLD.1.1; FMS.2; dan MOI.11)
Tiap pemimpin departemen mengomunikasikan kebutuhan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya
kepada direksi rumah sakit. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa staf, ruang, peralatan, dan sumber daya
lainnya yang memadai tersedia setiap saat untuk memenuhi kebutuhan pasien. Meskipun para kepala
departemen/unit layanan telah membuat rekomendasi mengenai kebutuhan sumber daya manusia dan sumber
daya lainnya, kebutuhan tersebut kadang-kadang berubah atau tidak terpenuhi. Karena itu, kepala departemen
harus memiliki proses untuk merespons kekurangan sumber daya supaya perawatan yang aman dan efektif
terjamin bagi semua pasien. (Lihat juga SQE.6 dan SQE.6.1)
Pemimpin departemen dan unit layanan mempertimbangkan pelayanan yang diberikan dan direncanakan oleh
departemen atau unit layanan tersebut serta pendidikan, keahlian, pengetahuan, dan pengalaman yang
diperlukan oleh staf profesional dari departemen tersebut dalam melakukan pelayanan. Pemimpin departemen
dan unit layanan menyusun kriteria yang mencerminkan pertimbangan ini dan kemudian memilih staf
berdasarkan kriteria tersebut. Pemimpin departemen dan unit layanan juga dapat bekerja sama dengan
departemen sumber daya manusia dan departemen lainnya dalam proses seleksi berdasarkan rekomendasi
mereka.
Pemimpin departemen dan unit layanan memastikan bahwa semua staf dalam departemen atau unit layanan
memahami tanggung jawab mereka dan mengadakan kegiatan orientasi dan pelatihan bagi karyawan baru.
Kegiatan orientasi mencakup misi dari rumah sakit dan departemen/unit layanan, lingkup dari pelayanan yang
diberikan, serta kebijakan dan prosedur yang terkait dalam memberikan pelayanan. (Lihat juga SQE.7) Sebagai
contoh, semua staf memahami prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi dalam rumah sakit dan
dalam departemen/unit layanan tersebut. Bila ada revisi maupun kebijakan atau prosedur yang baru, para staf
akan diberikan pelatihan yang sesuai.
Standar GLD.10
Setiap departemen/unit layanan mengidentifikasi secara tertulis pelayanan yang diberikan oleh departemen
tersebut, serta mengintegrasikan dan mengoordinasikan pelayanan tersebut dengan pelayanan dari departemen
lain.
serta pengetahuan, keterampilan dan ketersediaan staf yang dibutuhkan untuk melakukan pengkajian dan
memenuhi kebutuhan perawatan pasien. (Lihat juga ACC.2.3)
Layanan klinis bagi pasien terkoordinasi dan terintegrasi dalam tiap departemen layanan. Sebagai contoh,
terdapat integrasi layanan medis dan keperawatan. Selain itu, tiap departemen dan unit mengoordinasikan dan
mengintegrasikan layanannya dengan departemen dan unit lainnya. Duplikasi layanan yang tidak diperlukan
dihindari dan dihilangkan untuk menghemat sumber daya.
Standar GLD.11
Kepala departemen/unit layanan meningkatkan mutu dan keselamatan pasien dengan berpartisipasi dalam
peningkatan prioritas secara menyeluruh di dalam rumah sakit dan dalam pengawasan dan peningkatan
perawatan pasien secara spesifik di setiap departemen/unit layanan.
Pimpinan dari departemen/unit layanan klinis bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kegiatan penilaian
dapat memberikan kesempatan untuk evaluasi bagi para staf maupun proses perawatan. Karena itu, seiring
dengan berjalannya waktu, penilaian harus mencakup semua pelayanan yang tersedia. Hasil dari data dan
informasi yang didapatkan dalam penilaian adalah hal yang penting dalam upaya perbaikan di setiap
departemen/unit layanan, serta juga penting terhadap peningkatan mutu rumah sakit dan program keselamatan
pasien. (Lihat juga QPS.1; QPS.2; and QPS.9)
Catatan: Sejumlah departemen, seperti departemen pencegahan dan pengendalian infeksi, pengelolaan fasilitas,
radiologi dan laboratorium klinis, mempunyai program berkala untuk upaya pengawasan dan pengendalian
yang tercantum dalam prioritas penilaian dan dijabarkan dalam standar terkait dengan pelayanan tersebut.
(Lihat juga AOP.6.5 and PCI.14)
Standar GLD.11.1
Untuk mengevaluasi kinerja para dokter, perawat dan tenaga kesehatan profesional lainnya yang berpartisipasi
dalam proses perawatan klinis, digunakan indikator sesuai yang dipilih oleh departemen/unit layanan.
Standar GLD.11.2
Kepala departemen/unit layanan memilih dan menerapkan pedoman praktik klinis serta alur dan/atau
protokol klinis terkait untuk mengarahkan perawatan klinis.
layanan klinis, maka pimpinan secara keseluruhan diharapkan untuk melakukan hal-hal sebagai berikut setiap
tahunnya:
• Pimpinan departemen/unit layanan secara keseluruhan menentukan paling sedikit lima area prioritas
fokus untuk seluruh rumah sakit—misalnya antara lain, diagnosis pasien seperti stroke, atau tindakan
seperti transplantasi, ataupun populasi seperti populasi pasien geriatrik, maupun penyakit seperti
diabetes – di mana pedoman tersebut akan berdampak pada mutu dan keselamatan pasien serta dapat
mengurangi variasi hasil yang tidak diinginkan. (Lihat juga APR.7 dan GLD.11.1)
• Menyelesaikan proses yang dijabarkan dalam a) sampai h) dalam pedoman terkait dengan area
prioritas fokus yang telah ditentukan.
Proses pemilihan secara keseluruhan ini tidak melarang departemen/unit layanan tersendiri untuk memilih
pedoman tambahan, dan protokol atau alur terkait lainnya yang lebih spesifik terhadap pelayanan yang
diberikan oleh departemen/unit layanan tersebut.
Standar GLD.12
Kerangka kerja rumah sakit untuk manajemen etis menanggulangi permasalahan bisnis dan operasional yang
mencakup pemasaran, penerimaan pasien, transfer pasien, pemulangan pasien dan pernyataan kepemilikan
serta konflik bisnis dan profesional yang mungkin bertentangan dengan kepentingan pasien.
Standar GLD.12.1
Rumah sakit menetapkan kerangka kerja manajemen etis yang mendukung budaya praktik etis dan
pengambilan keputusan yang dapat memastikan bahwa perawatan pasien diberikan dengan mengindahkan
norma bisnis, keuangan, etika dan hukum, serta melindungi pasien dan hak-hak pasien.
Standar GLD.12.2
Kerangka kerja rumah sakit untuk manajemen etis menanggulangi permasalahan etis dan pengambilan
keputusan dalam perawatan klinis.
Standar GLD.13
Pimpinan rumah sakit menciptakan dan mendukung program budaya rasa aman di seluruh rumah sakit.
Standar GLD.13.1
Pimpinan rumah sakit menerapkan, memantau, dan mengambil tindakan untuk meningkatkan program budaya
rasa aman di seluruh rumah sakit.
❑ 2. Pimpinan rumah sakit membangun dan mendokumentasikan kode etik serta mengidentifikasi dan
mengoreksi perilaku yang tidak dapat diterima.
❑ 3. Pimpinan rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan menyediakan informasi (seperti bahan
pustaka dan laporan) yang terkait dengan budaya rasa aman rumah sakit bagi semua individu yang
bekerja dalam rumah sakit.
❑ 4. Pimpinan rumah sakit menjelaskan bagaimana masalah terkait budaya rasa aman dalam rumah sakit
dapat diidentifikasi dan dikendalikan.
❑ 5. Pimpinan rumah sakit menyediakan sumber daya untuk mendukung dan mendorong budaya rasa
aman di dalam rumah sakit.
Catatan: Untuk rumah sakit yang memenuhi kriteria untuk akreditasi sebagai rumah sakit pendidikan, GLD.14
berlaku untuk pendidikan yang diselenggarakan bagi mahasiswa keperawatan dan/atau mahasiswa profesi
kesehatan non-medis lainnya. Untuk rumah sakit yang bukan rumah sakit pendidikan, GLD.14 berlaku untuk
pendidikan yang diberikan bagi mahasiswa kedokteran, mahasiswa keperawatan, dan/atau mahasiswa profesi
kesehatan lainnya yang berpraktik di rumah sakit tersebut.
Standar GLD.14
Pendidikan profesional kesehatan, bila dilakukan di rumah sakit, dipandu oleh parameter-parameter pendidikan
yang ditetapkan oleh program sponsor akademis dan pimpinan rumah sakit.
Catatan: Standar GLD.15 hingga GLD.19 berlaku untuk rumah sakit yang menyelenggarakan penelitian
dengan subyek manusia namun tidak memenuhi ketentuan kriteria untuk mendapat akreditasi JCI sebagai
Rumah Sakit Pusat Pendidikan Medis.
Standar GLD.15
Penelitian dengan subjek manusia, apabila dilakukan dalam lingkup rumah sakit, harus berpedoman kepada
peraturan, undang-undang, dan kepemimpinan rumah sakit.
Standar GLD.16
Rumah sakit memberitahu pasien dan keluarganya tentang cara memperoleh akses ke penelitian klinis,
investigasi klinis, atau uji klinis yang melibatkan manusia.
Standar GLD.17
Pasien dan keluarganya diinformasikan oleh rumah sakit tentang bagaimana pasien yang memilih berpartisipasi
dalam penelitian klinis, investigasi klinis, atau uji klinis akan dilindungi.
Standar GLD.18
Informed consent diperoleh sebelum pasien berpartisipasi dalam penelitian klinis, investigasi klinis, dan uji klinis.
Standar GLD.19
Rumah sakit memiliki komite atau cara lain untuk mengawasi seluruh penelitian dalam rumah sakit yang
melibatkan pasien/manusia.
Referensi
Tata Kelola Rumah Sakit
Center for Evidence-Based Management. Evidence-Based Management: The Basic Principles. Barends E, Rousseau DM, Briner RB. 2014.
Diakses 5 Jan 2020. https://www.cebma.org/wp-content/uploads/Evidence-Based-Practice-The-Basic-Principles-vs-Dec-
2015.pdf.
Guo R, et al. Use of evidence-based management in healthcare administration decision-making. Leadersh Health Serv (Bradf Eng).
2017 Jul;30(3):330–342. https://doi.org/10.1108/LHS-07-2016-0033.
Hasanpoor E, et al. Barriers, facilitators, process and sources of evidence for evidence-based management among health care
managers: A qualitative systematic review. Ethiop J Health Sci. 2018 Sep;28(5);665–680. Diakses 5 Jan 2020.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6308777/.
Karamitri I, Talias MA, Bellali T. Knowledge management practices in healthcare settings: A systematic review. Int J Health Plann
Manage. 2017 Jan;32(1):4-18. https://doi.org/10.1002/hpm.2303.
Roshanghalb A, et al. What evidence on evidence-based management in healthcare? Management Decisions. 2018 Oct;56(10):2069–
2084. https://doi.org/10.1108/MD-10-2017-1022.
Berry JC, et al. Improved safety culture and teamwork climate are associated with decreases in patient harm and hospital
mortality across a hospital system. J Patient Saf. Epub 2016 Jan 7. https://doi.org/10.1097/PTS.0000000000000251.
Di Mattina JW, Pronovost PJ, Holzmueller CG. Transdisciplinary teams spur innovation for patient safety and quality
improvement. Qual Manag Health Care. 2017 Apr–Jun;26(2):124–125. doi: 10.1097/QMH.0000000000000125.
Gaston T, et al. Promoting patient safety: Results of a TeamSTEPPS® initiative. J Nurs Adm. 2016 Apr;46(4):201–207. doi:
10.1097/QMH.0000000000000125.
Sutcliffe KM, Paine L, Pronovost PJ. Re-examining high reliability: Actively organising for safety. BMJ Qual Saf. 2017
Mar;26(3):248–251.
World Health Organization. Patient Safety: Making Healthcare Safer. 2017. Diakses 5 Jan 2020.
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/255507/WHO-HIS-SDS-2017.11-eng.pdf?sequence=1.
GS1. Global Traceability Standard for Healthcare. Issue 1.2.0. Oct 2013. Diakses 5 Jan 2020.
https://www.gs1.org/docs/traceability/Global_Traceability_Standard_Healthcare.pdf.
International Organization for Standardization. ISO 9001—What Does It Mean in the Supply Chain? Jan 2016. Diakses 5 Jan 2020.
https://www.iso.org/files/live/sites/isoorg/files/store/en/PUB100304.pdf.
OECD/European Union Intellectual Property Office. Mapping the Real Routes of Trade in Fake Goods. 2017. Diakses 5 Jan 2020.
https://read.oecd-ilibrary.org/governance/mapping-the-real-routes-of-trade-in-fake-goods_9789264278349-en#page1.
Wiengarten F, et al. Risk, risk management practices, and the success of supply chain integration. Int J Prod Econ. 2016
Jan;171(3):361–370. https://doi.org/10.1016/j.ijpe.2015.03.020.
Braithwaite J, et al. Association between organisational and workplace cultures, and patient outcomes: Systematic review. BMJ
Open. 2017 Nov 8;7(11):e017708. https://doi.org/10.1136/bmjopen-2017-017708.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 276
Kon AA, et al. Defining futile and potentially inappropriate: A policy statement from the Society of Critical Care Medicine Ethics
Committee. Crit Care Med. 2016 Sep;44(9):1769–1774. https://doi.org/10.1097/CCM.0000000000001965.
Magelssen M, et al. Roles and responsibilities of clinical ethics committees in priority setting. BMC Med Ethics. 2017 Dec
1;18(1):68. https://doi.org/10.1186/s12910-017-0226-5.
Mannion R, Davies HT. Cultures of silence and cultures of voice: The role of whistleblowing in healthcare organisations. Int J
Health Policy Manag. 2015 Jun 24;4(8):503–505. https://doi.org/10.15171/ijhpm.2015.120.
National Academy of Medicine. Fostering Transparency in Outcomes, Quality, Safety, and Costs: A Vital Direction for Health
and Health Care. Pronovost PJ, et al. Sep 19, 2016. Diakses 5 Jan 2020. https://nam.edu/fostering-transparency-in-
outcomes-quality-safety-and-costs-a-vital-direction-for-health-and-health-care/.
Raoal D, et al. Clinical ethics support for healthcare personnel: An integrative literature review. HEC Forum. 2017 Dec;29(4):313–
346. https://doi.org/10.1007/s10730-017-9325-4.
Stolt M, et al. Ethics interventions for healthcare professionals and students: A systematic review. Nurs Ethics. 2018
Mar;25(2):133–152. https://doi.org/10.1177/0969733017700237.
Standar
Berikut ini adalah daftar semua standar untuk fungsi ini. Standar-standar tersebut disajikan di sini untuk
memudahkan Anda, tanpa mencantumkan maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaiannya. Untuk
informasi lebih lanjut mengenai standar-standar ini, silakan lihat bagian berikutnya dari bab ini, yakni bagian
Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen-elemen Penilaian.
Keselamatan
FMS.5 Rumah sakit menyusun dan menerapkan suatu program untuk menyediakan fasilitas fisik yang aman,
melalui pemeriksaan dan perencanaan untuk mengurangi risiko.
Keamanan
FMS.6 Rumah sakit merencanakan dan menerapkan suatu program untuk menciptakan lingkungan fisik yang
aman bagi pasien, keluarga pasien, staf dan pengunjung.
Keselamatan Kebakaran
FMS.8 Rumah sakit menetapkan dan mengimplementasikan program untuk keselamatan kebakaran yang
mencakup pengkajian risiko yang berkelanjutan dan kepatuhan terhadap regulasi, hukum, dan
peraturan setempat dan nasional mengenai keselamatan kebakaran.
FMS.8.1 Program keselamatan kebakaran mencakup deteksi dini, supresi, dan pengurungan
(containment) api dan asap.
FMS.8.2 Program keselamatan kebakaran rumah sakit meliputi tindakan untuk memastikan
penyediaan jalan keluar yang aman dari fasilitas sebagai respons terhadap kebakaran
dan keadaan darurat non-kebakaran lainnya.
FMS.8.3 Semua peralatan dan sistem keselamatan kebakaran, termasuk perangkat yang terkait
dengan deteksi dini, alarm, dan penindasan, diperiksa, diuji, dan dipelihara.
FMS.8.4 Rumah sakit melibatkan staf dalam latihan rutin untuk mengevaluasi program
keselamatan kebakaran.
FMS.8.5 Program penanggulangan kebakaran meliputi membatasi merokok bagi staf dan pasien
hanya di area yang telah ditentukan di luar wilayah perawatan pasien.
Peralatan Medis
FMS.9 Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan program untuk pengelolaan peralatan medis di
seluruh organisasi.
FMS.9.1 Program peralatan medis meliputi inspeksi, pengujian, pemeliharaan preventif, dan
dokumentasi hasil.
FMS.9.2 Rumah sakit memiliki sebuah proses untuk pemantauan dan pengambilan tindakan
terhadap pemberitahuan mengenai peralatan medis yang berbahaya, penarikan,
insiden-insiden yang dapat dilaporkan, masalah, dan kegagalan.
Sistem Utilitas
FMS.10 Rumah sakit mengembangkan dan mengimplementasikan program untuk pengelolaan sistem utilitas
di seluruh rumah sakit.
FMS.10.1 Program sistem utilitas mencakup inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan untuk
memastikan bahwa utilitas beroperasi secara efektif dan efisien untuk memenuhi
kebutuhan pasien, staf, dan pengunjung.
FMS.10.2 Program sistem utilitas rumah sakit memastikan semua utilitas esensial, termasuk
listrik, air dan gas medis selalu tersedia setiap saat, dan sumber utilitas esensial
alternatif selalu tersedia dan diuji.
FMS.10.3 Individu atau pihak yang berwenang yang ditetapkan memantau kualitas air secara
berkala.
FMS.10.3.1 Kualitas air yang digunakan dalam hemodialisis diuji untuk kontaminan
kimia, bakteri, dan endotoksin, dan proses untuk layanan hemodialisis
mengikuti standar profesional untuk pencegahan dan pengendalian
infeksi.
Edukasi
FMS.13 Anggota staf dan individu lainnya dilatih dan memiliki pengetahuan mengenai peran mereka
dalam program manajemen dan keselamatan fasilitas rumah sakit, terutama dalam memastikan
adanya fasilitas yang aman dan efektif.
Standar FMS.1
Rumah sakit mematuhi peraturan dan undang-undang, regulasi gedung dan penanganan kebakaran, serta
persyaratan inspeksi/pemeriksaan fasilitas yang relevan.
Bila rumah sakit dianggap tidak memenuhi ketentuan yang ada, pimpinan rumah sakitlah yang bertanggung
jawab merencanakan dan memenuhi ketentuan tersebut dalam kurun waktu yang ditentukan.
Rumah sakit mendokumentasikan bangunan, undang-undang, peraturan, dan kode keselamatan kebakaran dan
segala tindakan korektif yang diambil untuk mengatasi temuan dari inspeksi dan laporan fasilitas eksternal
dengan mengisi “Lembar Kerja Hukum dan Peraturan” serta “Lembar Kerja Badan Audit Eksternal” yang
tersedia di Panduan Proses Survei Joint Commission International. Sebagai alternatif, informasi yang sama dapat
disajikan dalam bentuk atau dokumen yang berbeda.
Standar FMS.2
Seorang individu yang kompeten mengawasi struktur manajemen dan keselamatan fasilitas untuk mengurangi
dan mengendalikan risiko di lingkungan perawatan.
bertanggung jawab atas satu atau lebih program manajemen fasilitas dan keselamatan, atau individu yang
ditunjuk lainnya. Semua program manajemen dan keselamatan fasilitas melapor kepada individu ini, yang
bertanggung jawab untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan kegiatan dan fungsi dari keseluruhan
manajemen fasilitas dan struktur keselamatan. Dalam sebuah rumah sakit yang kecil, seorang individu dapat
ditugaskan untuk bekerja paruh waktu untuk menjadi penanggung jawab. . Di rumah sakit yang lebih besar,
beberapa insinyur atau individu-individu yang sudah terlatih secara khusus dapat ditugaskan untuk mengelola
satu atau lebih program manajemen dan keselamatan fasilitas di bawah arahan dari seorang individu yang
bertanggung jawab atas keseluruhan program.
Struktur penanggung jawab manajemen dan keselamatan fasilitas harus dikelola secara efektif, konsisten,, dan
berkelanjutan. Individu yang mengawasi struktur penanggung jawab manajemen dan keselamatan fasilitas ini
bertanggung jawab untuk memastikan hal-hal berikut:
a) Pimpinan rumah sakit diberikan rekomendasi mengenai ruang, peralatan medis, teknologi, dan sumber
daya lainnya untuk mendukung struktur manajemen dan keselamatan fasilitas.
b) b) Program manajemen dan keselamatan fasilitas direncanakan dan dikembangkan untuk hal-hal
berikut: keselamatan, keamanan, bahan dan limbah berbahaya, keselamatan kebakaran, peralatan
medis, sistem utilitas, manajemen kedaruratan dan bencana, dan program konstruksi dan renovasi.
c) Program manajemen dan keselamatan fasilitas selalu diperbarui dan sepenuhnya dilaksanakan.
d) Staf dan pegawai lain dilatih mengenai program ini.
e) Program dievaluasi dan dipantau..
f) Program ditinjau dan direvisi setidaknya setiap tahun, atau lebih sering jika diperlukan (sebagai
contoh, ketika ada perubahan pada persyaratan dalam undang-undang dan peraturan negara;
perubahan pada fasilitas, sistem, atau peralatan rumah sakit; dan sebagainya).
Bergantung pada ukuran dan kompleksitas rumah sakit, komite keselamatan / risiko lingkungan fasilitas atau
mekanisme lain dapat dibentuk untuk mendukung individu yang bertanggung jawab atas struktur manajemen
dan keselamatan fasilitas. Sebagai contoh, komite ini dapat mengoordinasikan kegiatan program manajemen
dan keselamatan fasilitas, seperti menyelesaikan kegiatan pengkajian risiko, menganalisis data pemantauan, dan
mengimplementasikan peningkatan fasilitas. Apa pun mekanisme yang dipilih oleh rumah sakit untuk
mendukung individu yang bertanggung jawab atas struktur manajemen dan keselamatan fasilitas, pembentukan
tim multidisipliner harus dipertimbangkan, dan meliputi perwakilan dari antara lain berbagai program
manajemen dan keselamatan fasilitas serta pimpinan rumah sakit, pencegahan dan pengendalian infeksi,
laboratorium dan program keselamatan radiasi, keselamatan laser, layanan rumah tangga, dan program mutu
dan keselamatan pasien..
Ketika terdapat badan usaha mandiri dalam rumah sakit, rumah sakit memiliki kewajiban untuk memastikan
bahwa entitas ini mematuhi program manajemen dan keselamatan fasilitas yang relevan. Badan usaha mandiri
adalah badan usaha milik sendiri yang menempati ruang di dalam rumah sakit; sebagai contoh, kedai kopi,
toko suvenir, dan bank.
Standar FMS.3
Rumah sakit mengembangkan dan mendokumentasikan pengkajian risiko komprehensif berdasarkan risiko
manajemen dan keselamatan yang diidentifikasi di seluruh rumah sakit, menentukan prioritas risiko,
menetapkan tujuan, dan mengimplementasikan perbaikan untuk mengurangi dan menghilangkan risiko.
Standar FMS.4
Data dari masing-masing program manajemen dan keselamatan fasilitas dikumpulkan dan dianalisis untuk
mengurangi risiko pada lingkungan, menelusuri kemajuan pada sasaran dan tindakan perbaikan, serta
mendukung perencanaan untuk mengganti dan meningkatkan (upgrade) fasilitas, sistem, serta peralatan.
memberikan informasi yang membantu rumah sakit mengurangi risiko, melacak kemajuan terkait pencapaian
sasaran, membuat keputusan tentang perbaikan sistem, dan merencanakan untuk meningkatkan (upgrade) atau
mengganti peralatan medis, teknologi, dan sistem utilitas. Data pemantauan untuk program manajemen dan
keselamatan fasilitas didokumentasikan dan diintegrasikan ke dalam program mutu dan keselamatan pasien di
rumah sakit. Individu yang mengawasi struktur manajemen dan keselamatan fasilitas menyerahkan laporan data
pemantauan dan tujuan kepada pimpinan rumah sakit setidaknya setiap tiga bulan. Individu ini menyampaikan
hasil pengkajian risiko serta capaian tindakan perbaikan yang telah direncanakan dan diimplementasikan kepada
kepemimpinan rumah sakit setidaknya setiap tahun.
Kepemimpinan rumah sakit memberikan laporan tahunan kepada badan tata kelola mengenai efektivitas
program manajemen dan keselamatan fasilitas. (Lihat juga GLD.4 dan GLD.4.1) Laporan tahunan termasuk
• asil pengkajian risiko komprehensif, termasuk prioritas;
• sasaran, data pemantauan, tindakan perbaikan, dan tantangan apa pun yang dihadapi tahun
sebelumnya; dan
• sasaran, rencana tindakan perbaikan, serta tantangan yang diantisipasi untuk tahun mendatang.
Keselamatan
Standar FMS.5
Rumah sakit menyusun dan menerapkan suatu program untuk menyediakan fasilitas fisik yang aman, melalui
pemeriksaan dan perencanaan untuk mengurangi risiko.
mana yang memiliki risiko keselamatan dan potensi bahaya. Pengkajian risiko juga mempertimbangkan tinjauan
proses dan evaluasi layanan baru dan yang direncanakan yang dapat menimbulkan risiko keselamatan. Penting
untuk melibatkan tim multidisipliner ketika melakukan inspeksi keselamatan di rumah sakit. Contoh risiko
keselamatan yang berpotensi menimbulkan cedera atau bahaya termasuk furnitur yang tajam dan rusak, jendela
yang pecah, kebocoran air di langit-langit, risiko ergonomis (sebagai contoh, risiko bagi staf saat memindahkan
pasien atau benda berat), dan risiko jatuh (sebagai contoh, karena lantai tidak rata atau licin atau tidak adanya
pegangan tangan).
Melakukan ronde rutin untuk menginspeksi risiko keselamatan, dan pengkajian risiko keselamatan tahunan,
dapat membantu rumah sakit mengidentifikasi, memprioritaskan, merencanakan, dan melakukan perbaikan.
Menentukan prioritas dan perencanaan juga mencakup penganggaran untuk fasilitas jangka panjang, sistem,
dan peningkatan atau penggantian peralatan.
Keamanan
Standar FMS.6
Rumah sakit merencanakan dan menerapkan suatu program untuk menciptakan lingkungan fisik yang aman
bagi pasien, keluarga pasien, staf dan pengunjung.
pertolongan harus dilindungi dari bahaya. Selain itu, mungkin diperlukan kamera keamanan untuk area-area
yang jauh atau terpencil di fasilitas dan pekarangan.
Standar FMS.7
Rumah sakit mengembangkan dan mengimplementasikan program untuk pengelolaan bahan dan limbah
berbahaya.
Standar FMS.7.1
Program rumah sakit untuk pengelolaan bahan dan limbah berbahaya meliputi inventarisasi, penanganan,
penyimpanan, dan penggunaan bahan berbahaya.
Standar FMS.7.2
Program rumah sakit untuk pengelolaan bahan dan limbah berbahaya meliputi jenis, penanganan,
penyimpanan, dan pembuangan limbah berbahaya.
pengkajian risiko untuk mengidentifikasi lokasi dalam organisasi yang membutuhkan tempat pencucian mata,
dengan mempertimbangkan sifat fisik bahan kimia berbahaya yang digunakan, bagaimana bahan kimia ini
digunakan oleh staf untuk melakukan aktivitas kerja mereka, dan bagaimana staf menggunakan alat pelindung
diri. Alternatif untuk stasiun pencuci mata mungkin sesuai tergantung pada jenis risiko dan potensi paparan.
Sebagai contoh, botol pencuci mata pribadi mungkin sesuai di daerah yang berisiko mengalami paparan
bahan pengiritasi ringan, atau di mana seseorang dapat menggunakan botol untuk pembilasan langsung saat
mereka berjalan ke stasiun pencuci mata yang tepat atau pergi ke area untuk perawatan medis. Rumah sakit
yang memasang stasiun pencuci mata harus memastikan perawatan yang tepat, termasuk pembersihan
mingguan dan pemeliharaan preventif tahunan.
Keselamatan Kebakaran
Standar FMS.8
Rumah sakit menetapkan dan mengimplementasikan program untuk keselamatan kebakaran yang mencakup
pengkajian risiko yang berkelanjutan dan kepatuhan terhadap regulasi, hukum, dan peraturan setempat dan
nasional mengenai keselamatan kebakaran..
peralatan; dan memberikan pelatihan tambahan kepada staf tentang penggunaan peralatan pemadam
kebakaran.
Rumah sakit mempertimbangkan risiko yang ditimbulkan bagi pasien, staf, dan orang lain ketika menentukan
rencana dan kerangka waktu untuk melaksanakan perbaikan dan/atau tindakan sementara. Pengkajian risiko
dan kerangka waktu yang berkelanjutan untuk menerapkan tindakan sementara dan peningkatan harus
didokumentasikan.
Catatan: Daftar langkah-langkah sementara tambahan dapat ditemukan di Lampiran pada akhir bab
“Manajemen dan Keselamatan Fasilitas” (FMS).
Standar FMS.8.1
Program keselamatan kebakaran mencakup deteksi dini, supresi, dan pengurungan (containment) api dan asap.
Standar FMS.8.2
Program keselamatan kebakaran rumah sakit meliputi tindakan untuk memastikan penyediaan jalan keluar yang
aman dari fasilitas sebagai respons terhadap kebakaran dan keadaan darurat non-kebakaran lainnya.
Standar FMS.8.3
Semua peralatan dan sistem keselamatan kebakaran, termasuk perangkat yang terkait dengan deteksi dini,
alarm, dan penindasan, diperiksa, diuji, dan dipelihara..
Standar FMS.8.4
Rumah sakit melibatkan staf dalam latihan rutin untuk mengevaluasi program keselamatan kebakaran.
Latihan untuk mengevaluasi program keselamatan kebakaran dapat dilakukan dengan berbagai cara. Sebagai
contoh, untuk memastikan bahwa staf tahu apa yang harus dilakukan, bagaimana cara keluar, dan di mana
harus berkumpul ("titik-titik kumpul"), rumah sakit dapat memilih untuk melakukan latihan evakuasi selama
berbagai shift, termasuk saat dinas malam dan akhir pekan. (Latihan evakuasi di area seperti unit perawatan
intensif, ruang operasi, atau di lantai atas gedung dapat memberikan wawasan tambahan tetapi tidak wajib.)
Catatan: Latihan evakuasi untuk mengevaluasi program keselamatan kebakaran tidak boleh melibatkan pasien.
Contoh lain dari latihan untuk mengevaluasi program keselamatan kebakaran termasuk menetapkan "petugas
pemadam kebakaran" untuk setiap unit dan meminta petugas tersebut secara acak menanyakan kepada staf
tentang apa yang akan mereka lakukan jika terjadi kebakaran pada unit mereka. Staf dapat ditanyai pertanyaan
spesifik, seperti, “Di mana katup pematian oksigen? Jika Anda harus mematikan katup oksigen, bagaimana
Anda merawat pasien yang membutuhkan oksigen? Di mana alat pemadam kebakaran di unit Anda berada?
Bagaimana Anda melaporkan kebakaran? Bagaimana Anda melindungi pasien saat kebakaran? Jika Anda perlu
mengevakuasi pasien, bagaimana proses yang Anda lakukan?" Staf harus dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan ini dengan benar. Petugas pemadam kebakaran harus mencatat orang-orang yang berpartisipasi.
Contoh latihan lainnya termasuk kuliah dan ujian berbasis komputer atau ujian tertulis bagi staf terkait dengan
program keselamatan kebakaran. Apa pun latihan yang dipilih untuk mengevaluasi program keselamatan
kebakaran, staf harus memiliki pengetahuan tentang program ini dan dapat menggambarkan cara membawa
pasien ke tempat yang aman. Staf yang tidak lulus diedukasi ulang dan diuji ulang.
tidak lulus diedukasi ulang dan diuji ulang tentang program keselamatan kebakaran.
Standar FMS.8.5
Program penanggulangan kebakaran meliputi membatasi merokok bagi staf dan pasien hanya di area yang telah
ditentukan di luar wilayah perawatan pasien.
Peralatan Medis
Standar FMS.9
Rumah sakit mengembangkan dan menerapkan program untuk pengelolaan peralatan medis di seluruh
organisasi.
Standar FMS.9.1
Program peralatan medis meliputi inspeksi, pengujian, pemeliharaan preventif, dan dokumentasi hasil.
Standar FMS.9.2
Rumah sakit memiliki sebuah proses untuk pemantauan dan pengambilan tindakan terhadap pemberitahuan
mengenai peralatan medis yang berbahaya, penarikan, insiden-insiden yang dapat dilaporkan, masalah, dan
kegagalan.
Sistem Utilitas
Standar FMS.10
Rumah sakit mengembangkan dan mengimplementasikan program untuk pengelolaan sistem utilitas di seluruh
rumah sakit.
Standar FMS.10.1
Program sistem utilitas mencakup inspeksi, pengujian, dan pemeliharaan untuk memastikan bahwa utilitas
beroperasi secara efektif dan efisien untuk memenuhi kebutuhan pasien, staf, dan pengunjung. ℗
pengkajian risiko.
❑ 3. Rumah sakit menetapkan sasaran, mengimplementasikan tindakan perbaikan, dan memantau data
untuk memastikan bahwa risiko sistem utilitas berkurang atau dihilangkan.
Standar FMS.10.2
Program sistem utilitas rumah sakit memastikan semua utilitas esensial, termasuk listrik, air dan gas medis
selalu tersedia setiap saat, dan sumber utilitas esensial alternatif selalu tersedia dan diuji. ℗
Standar FMS.10.3
Individu atau pihak yang berwenang yang ditetapkan memantau kualitas air secara berkala.
Standar FMS.10.3.1
Kualitas air yang digunakan dalam hemodialisis diuji untuk kontaminan kimia, bakteri, dan endotoksin, dan
proses untuk layanan hemodialisis mengikuti standar profesional untuk pencegahan dan pengendalian infeksi.
dilakukan sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan. Pengujian air minum dan air ledeng dilakukan lebih
sering untuk air minum dan/atau air yang bukan air minum jika disyaratkan demikian oleh undang-undang dan
peraturan setempat, jika terdapat indikasi dari kondisi sumber-sumber air, dan/atau jika terdapat pengalaman
masalah kualitas air sebelumnya. Pengujian dapat dilakukan oleh individu-individu yang ditunjuk oleh rumah
sakit, seperti staf dari laboratorium klinik, atau oleh badan kesehatan masyarakat yang berwenang atau badan
pengendalian air di luar rumah sakit yang dinilai kompeten untuk melakukan pengujian-pengujian tersebut.
Baik dilakukan oleh staf rumah sakit yang memenuhi kualifikasi maupun oleh pihak berwenang dari luar rumah
sakit, merupakan tanggung jawab rumah sakitlah untuk memastikan bahwa pengujian mutu sudah dilakukan
dan didokumentasikan.
Selain menguji kualitas air, untuk mencegah dan mengurangi risiko kontaminasi dan pertumbuhan bakteri
seperti Escherichia coli, Legionella, dan banyak bakteri lainnya, program pencegahan dan pengendalian infeksi
rumah sakit dan data KTD terkait kualitas air dapat dijadikan pedoman. Sumber-sumber ini membantu
menginformasikan apakah ada tindakan yang harus diambil, seperti tindakan pencegahan untuk mengurangi
risiko kontaminasi dan pertumbuhan bakteri..
Air adalah bagian integral dari perawatan gigi. Rumah sakit yang menyediakan layanan gigi harus mengambil
langkah untuk memastikan bahwa air yang digunakan dalam perawatan dan prosedur gigi bersifat aman. Ini
termasuk mengikuti panduan pabrik untuk merawat dan menguji saluran air unit gigi. Rumah sakit memastikan
bahwa staf gigi dilatih dan memahami ketentuan dan prosedur perawatan dan pengujian saluran air ke unit
gigi..
Kualitas air sangat penting untuk pelaksanaan hemodialisis yang aman dan efektif, karena pasien mungkin lebih
rentan terhadap risiko infeksi dan luaran yang tidak diinginkan. Penting sekali bahwa proses dan prosedur yang
digunakan dalam hemodialisis mengikuti standar industri dan pedoman profesional mengenai kualitas air dan
praktik pencegahan dan pengendalian infeksi. Hal ini meliputi pengujian air yang digunakan dalam hemodialisis
setiap bulannya untuk melihat adanya pertumbuhan bakteri dan endotoksin serta pengujian tahunan untuk
melihat kontaminan kimia..
Tindakan lain untuk memastikan kualitas air yang tepat dan mengurangi risiko infeksi dalam layanan
hemodialisis termasuk desinfeksi rutin sistem distribusi air dan pengujian mesin hemodialisis. Frekuensi
disinfeksi sistem distribusi air tergantung pada faktor-faktor seperti desain sistem dan tingkat pencegahan yang
diperlukan untuk mengendalikan biofilm bakteri agar tidak terbentuk pada bagian dalam pipa air..
Saat melakukan pengujian air pada mesin hemodialisis, sampel bulanan diambil dari 10% mesin yang ada di
rumah sakit. Pada akhirnya, semua mesin akan diuji setidaknya sekali selama setiap periode 12 bulan, termasuk
mesin yang tidak digunakan. Perawatan kualitas air dan hasil pengujian didokumentasikan. Ketika berlaku
untuk layanannya, rumah sakit menetapkan dan menerapkan prosedur untuk memproses kembali dialyzers,
seperti proses untuk membersihkan, menguji, dan menyimpan dialyzers dan frekuensi untuk penggunaan
ulang/penggantiannya..
Ketika terjadi masalah terkait kualitas air di rumah sakit, tindakan diambil untuk mengatasi masalah tersebut
sambil menjaga keselamatan pasien di rumah sakit. Sebagai contoh, masalah terkait kualitas air mungkin
mengharuskan rumah sakit membatasi layanan tertentu atau menggunakan sumber air alternatif sampai
masalah tersebut diatasi. Setelah masalah teratasi dan pemantauan kualitas air menunjukkan bahwa air itu aman
digunakan, rumah sakit kembali ke layanan perawatan pasien seperti biasa.
❑ 5. Saluran air unit gigi dikelola dan diuji sesuai dengan pedoman pabrik, dan pengelolaan serta
pengujian didokumentasikan.
Standar FMS.11
Rumah sakit menyusun, menjalankan dan menguji program pengelolaan keadaan darurat untuk menanggapi
keadaan darurat serta bencana eksternal dan internal yang mungkin terjadi di rumah sakit dan dalam
masyarakat.
Mengidentifikasi dampak dari sebuah keadaan darurat dan bencana sama pentingnya dengan mengidentifikasi
jenis keadaan darurat dan bencana. (Lihat juga PCI.12.2 dan MOI.13) Hal ini akan membantu dalam
perencanaan strategi yang diperlukan saat bencana terjadi. Sebagai contoh, bagaimanakah kemungkinan dari
sebuah bencana alam, seperti gempa bumi, akan memengaruhi air dan listrik? Apakah mungkin sebuah gempa
bumi akan menghalangi staf untuk menanggapi bencana, misalnya karena jalan tertutup atau mereka sendiri
atau keluarga mereka juga menjadi korban bencana? Dalam situasi seperti ini, tanggung jawab staf untuk diri
mereka dan/atau keluarga mereka dapat membuat staf tersebut tidak dapat atau sulit pergi ke rumah sakit
untuk menanggapi keadaan darurat atau bencana. Rumah sakit perlu mengidentifikasi dan membuat
perencanaan sumber daya alternatif saat staf mungkin tidak dapat datang le rumah sakit untuk merawat pasien
selama keadaan darurat atau bencana.
Selain itu, rumah sakit perlu mengidentifikasi peran rumah sakit di dalam masyarakat. Sebagai contoh, sumber
daya apa saja yang diharapkan untuk disediakan oleh rumah sakit untuk masyarakat di saat ada bencana terjadi,
dan metode komunikasi apa saja yang akan digunakan di dalam masyarakat?
Program penanggulangan keadaan darurat dan bencana rumah sakit menyediakan proses untuk
a) menentukan jenis, kemungkinan terjadi, dan konsekuensi bahaya, ancaman, serta kejadian;
b) menentukan kerentanan struktural dan non-struktural dari lingkungan perawatan pasien yang ada dan
bagaimana dampak bencana terhadap struktur tersebut;
c) merencanakan sumber alternatif untuk listrik dan air dalam keadaan darurat dan bencana (Lihat juga
FMS.10.2);
d) d) menentukan peran rumah sakit dalam peristiwa semacam itu;
e) menentukan strategi komunikasi untuk kejadian-kejadian semacam itu;
f) pengelolaan sumber daya, termasuk sumber daya alternatif selama kejadian;
g) pengelolaan kegiatan-kegiatan klinis, termasuk tempat perawatan alternatif selama kejadian;
h) mengidentifikasi dan menugaskan peran serta tanggung jawab staf selama kejadian (termasuk
menghubungi staf, vendor, dan orang lain yang ditentukan rumah sakit)) (Lihat juga FMS.13); dan
i) mengelola keadaan darurat ketika terjadi konflik antara tanggung jawab pribadi staf dengan
tanggung jawab rumah sakit untuk tetap menyediakan perawatan pasien. (Lihat juga MOI.13)
Program penanggulangan keadaan darurat dan bencana diuji dengan
• pengujian tahunan terhadap keseluruhan program secara internal maupun sebagai bagian dari
pengujian di tingkat masyarakat; atau
• pengujian terhadap unsur-unsur kritis rencana program dari c) hingga i) yang dilaksanakan
sepanjang tahun.
Catatan: Butir c) merupakan bagian dari persyaratan untuk menguji sumber utilitas alternatif yang disebutkan
dalam FMS.10.2.
Ketika rumah sakit menghadapi bencana yang sebenarnya, dan rumah sakit menjalankan program itu serta
melaksanakan debriefing dengan tepat segera sesudahnya, maka hal ini setara dengan uji tahunan.
Standar FMS.12
Saat merencanakan pembongkaran, konstruksi, renovasi, atau kegiatan pemeliharaan yang memengaruhi
perawatan pasien, rumah sakit melakukan pengkajian risiko prakonstruksi.
Selain itu, rumah sakit memastikan bahwa kepatutan kontraktor juga dipantau, ditegakkan, dan
didokumentasikan. Sebagai bagian dari pengkajian risiko, risiko pasien terhadap infeksi akibat konstruksi
dievaluasi melalui pengkajian risiko pengendalian infeksi yang juga dikenal sebagai ICRA.
Edukasi
Standar FMS.13
Anggota staf dan individu lainnya dilatih dan memiliki pengetahuan mengenai peran mereka dalam
program manajemen dan keselamatan fasilitas rumah sakit, terutama dalam memastikan adanya fasilitas yang
aman dan efektif.
Apendiks
Tindakan Sementara
tindakan sementara adalah tindakan yang diambil untuk memastikan keselamatan penghuni gedung pada saat
fitur dan sistem keselamatan kebakaran rusak, terganggu, atau tidak dapat dioperasikan karena konstruksi,
pemeliharaan, mau pun gangguan atau perbaikan. Ketika risiko keselamatan kebakaran tidak dapat segera
diatasi dan diperbaiki, rumah sakit mengidentifikasi dan merencanakan perbaikan untuk mengatasi risiko
tersebut. Langkah sementara mungkin perlu diterapkan untuk memastikan keselamatan penghuni sampai
perbaikan atau perbaikan dapat diselesaikan. Rumah sakit menentukan kapan dan sejauh mana tindakan
sementara akan dilaksanakan.
Lihat FMS.8 dan FMS.8.3 untuk persyaratan terkait tindakan sementara.
Berikut ini adalah contoh tindakan sementara:
1. Rumah sakit memulai pemantauan kebakaran, yang melibatkan individu yang terlatih berpatroli di area
gedung yang terkena dampak gangguan keselamatan kebakaran untuk mencari bukti adanya asap,
kebakaran, atau kondisi abnormal lainnya. Sebagai contoh, pemantauan kebakaran dimulai ketika
sistem alarm kebakaran tidak berfungsi lebih dari 4 jam dalam satu hari (24 jam), atau sistem sprinkler
tidak beroperasi lebih dari 10 jam dalam satu hari (24 jam).
2. Rumah sakit memasang rambu-rambu yang mengidentifikasi lokasi pintu keluar alternatif bagi semua
orang di area rumah sakit yang terkena dampak (sebagai contoh, ketika jalur keluar dan/atau pintu
keluar yang normal tidak dapat diakses atau tidak berfungsi karena konstruksi, kegiatan pemeliharaan,
dan sebagainya).
3. Rumah sakit menginspeksi pintu keluar di daerah yang terkena dampak setiap hari.
4. Rumah sakit menyediakan alarm kebakaran dan sistem deteksi sementara (tetapi setara) untuk
digunakan ketika sistem kebakaran terganggu.
5. Rumah sakit menyediakan peralatan pemadam kebakaran tambahan.
6. Rumah sakit menggunakan partisi konstruksi sementara yang tahan asap atau terbuat dari bahan yang
tidak mudah terbakar atau mudah terbakar yang tidak akan menyebabkan api membesar atau
menyebar.
7. Rumah sakit meningkatkan pengawasan bangunan, lahan, dan peralatan, dan memberikan perhatian
khusus pada area konstruksi dan penyimpanan.
8. 8. Rumah sakit memberlakukan praktik penyimpanan, perawatan rumah tangga, dan pembuangan
puing-puing yang mengurangi beban api yang mudah terbakar ke tingkat layak terendah.
9. Rumah sakit menyediakan pelatihan tambahan bagi staf tentang penggunaan peralatan pemadam
kebakaran.
10. Rumah sakit melakukan latihan keselamatan kebakaran tambahan dengan staf.
11. Rumah sakit memeriksa dan menguji sistem kebakaran sementara setiap bulan.
12. Rumah sakit memberikan edukasi untuk meningkatkan kesadaran akan kekurangan gedung terkait
kebakaran, kerusakan, bahaya konstruksi, dan tindakan sementara yang diterapkan untuk menjaga
keselamatan kebakaran.
13. Rumah sakit menyediakan pelatihan tambahan bagi staf untuk mengkompensasi peningkatan risiko
akibat gangguan fitur keselamatan struktural atau kompartemen.
14. Tindakan sementara lainnya, sebagaimana ditentukan oleh rumah sakit dan sesuai dengan risiko
keselamatan kebakaran.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 304
Referensi
Kepemimpinan dan Perencanaan
American Society for Healthcare Engineering. Tools: Facility Management. Diakses 28 Oct 2019.
https://www.ashe.org/resources/tools.shtml.
Carpman JR, Grant MA. Design That Cares: Planning Health Facilities for Patients and Visitors, 3rd ed. New York: Wiley, 2016.
Charney FJ. How a risk management focus can improve the physical environment. Health Facil Manage. Epub 2018 Apr 4.
Accessed Jan 5, 2020. https://www.hfmmagazine.com/articles/3313-how-arisk-management-focus-can-improve-the
physical-environment.
ECRI Institute. Healthcare Construction and Design Resource Center. Accessed Jan 5, 2020. https://www.ecri.org/search-
results/?phrase=design%20and%20construction.
Olmsted RN. Prevention by design: Construction and renovation of health care facilities for patient safety and infection
prevention. Infect Dis Clin North Am. 2016;30(3):713–728.
Saunders LW, et al. International benchmarking for performance improvement in construction safety and health. Benchmarking:
An International Journal. 2016;23(4):916–936.
Keselamatan
Center for Health Design. Designing for Patient Safety: Developing Methods to Integrate Patient Safety Concerns in the Design Process. Joseph
A, et al. 2012. Diakses 5 Jan 2020. https://www.healthdesign.org/sites/default/files/chd416_ahrqreport_final.pdf.
Grant MP. Healthcare and commercial construction: The role of inspections within health and safety interventions in dynamic
workplaces and associations with safety climate (PhD diss.). Harvard T.H. Chan School of Public Health. 2016. Diakses 5
Jan 2020. https://dash.harvard.edu/bitstream/handle/1/27201742/GRANT-DISSERTATION-
2016.pdf?sequence=3&isAllowed=y.
US Department of Labor, Occupational Safety and Health Administration. Work Safety in Hospitals: Caring for Our Caregivers.
Diakses 5 Jan 2020. https://www.osha.gov/dsg/hospitals/understanding_problem.html.
World Health Organization. Safe Hospitals and Health Facilities. 2017. Diakses 5 Jan 2020.
https://www.who.int/hac/techguidance/safehospitals/en/.
Keamanan
ALBashtawy M, et al. Workplace violence toward emergency department staff in Jordanian hospitals: A cross sectional study. J
Nurs Res. 2015 Mar;23(1):75–81. https://doi.org/10.1097/jnr.0000000000000075.
Blando JD, et al. Hospital security director background, opinions, and the implementation of security programs. Journal of Applied
Security Research. 2017;12(4):497–511. https://doi.org/10.1080/19361610.2017.1354274.
Blando JD, et al. Workplace violence and hospital security programs: Regulatory compliance, program benchmarks, innovative
strategies. J Healthc Prot Manage. 2017;33(1):89–105.
Sem RD. Appropriate elements of a program for preventing violence against healthcare staff. J Healthc Prot Manage.
2017;33(1):44–47.
York TW, MacAlister D. Hospital and Healthcare Security, 6th ed. Oxford, UK: Butterworth-Heinemann, 2015.
Zakaria H, et al. A systematic liternature review of security perimeter in hospital facility. Open International Journal of Informatics.
2018;6(4):104–129. Accessed Jan 5, 2020. http://apps.razak.utm.my/ojs/index.php/oiji/article/view/68/49.
World Health Organization. Safe Management of Wastes from Health-Care Activities, 2nd ed. Chartier Y, et al., editors. 2014. Diakses 5
Jan 2020. https://www.who.int/iris/bitstream/10665/85349/1/9789241548564_eng.pdf?ua=1&ua=1.
Keselamatan Kebakaran
Anesthesia Patient Safety Foundation. Prevention and Management of Operating Room Fires Video. 2010. Diakses 5 Jan 2020.
https://www.apsf.org/resources/fire-safety/.
Bongiovanni I, Leo E, Ritrovato M, Santorod A, Derricoe P. Implementation of best practices for emergency response and
recovery at a large hospital: A fire emergency case study. Saf Sci. 2017 Jul;96:121–131.
https://doi.org/10.1016/j.ssci.2017.03.016.
Devito PM, Zamora R, Cicchillo M. Fire in the OR: “All hands-on deck!”. J Clin Case Rep. 2017;7(9):10001023. Diakses 5 Jan
2020. https://pdfs.semanticscholar.org/72dc/b0c6b814ae25b2cae1207820ea43d6587308.pdf.
Jones TS, et al. Operating room fires. Anesthesiology. 2019 Mar;130(3):492–501. Diakses 5 Jan 2020.
https://anesthesiology.pubs.asahq.org/article.aspx?articleid=2721200.
National Fire Protection Association. Structure Fires in Health Care Facilities. Campbell R. Oct 2017. Diakses 5 Jan 2020.
https://www.nfpa.org/-/media/Files/News-and-Research/Fire-statistics-and-reports/Building-and-life-
safety/oshealthcarefacilities.ashx.
Sharma R, Kumar A, Koushal V. Fire incidents in healthcare organizations: Readiness, response, and preparedness. I J Sci Res.
2019; 8(8): 40-41. Diakses 5 Jan 2020. http://worldwidejournals.co.in/index.php/ijsr/article/viewFile/5754/5734.
Peralatan Medis
Kutor Jk, Agede P, Ali RH. Maintenance practice, causes of failure and risk assessment of diagnostic medical equipment. Journal
of Biomedical Engineering and Medical Devices. 2017;2(1):1000123. Diakses 5 Jan 2020. https://www.longdom.org/open-
access/maintenance-practice-causes-of-failure-and-risk-assessment-ofdiagnostic-medical-equipment-2475-7586-
1000123.pdf.
Subhan, A. 2017 Joint Commission medical equipment standards. J Clin Eng: 2017 Apr–Jun;42(2):56–57.
World Health Organization. Global Atlas of Medical Devices. 2017. Diakses 5 Jan 2020.
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/255181/1/9789241512312-eng.pdf?ua=1.
World Health Organization. Medical Devices: Management and Use. 2017. Diakses 5 Jan 2020.
http://www.who.int/medical_devices/management_use/en/.
Sistem Utilitas
Iervolino M, Mancini B, Cristino S. Industrial cooling tower disinfection treatment to prevent Legionella spp. Int J Environ Res
Public Health. 2017 Sep 26;14(10):E1125.
Kanamori H, Weber DJ, Rutala WA. Healthcare outbreaks associated with a water reservoir and infection prevention strategies.
Clin Infect Dis. 2016 Jun 1;62(11):1423–1435.
Lorenzi N. Critical features of emergency power generators. Health Facil Manage. Epub 2015 Sep 2. Diakses 5 Jan 2020.
http://www.hfmmagazine.com/articles/1712-critical-features-of-emergency-power generators.
Organization for Safety, Asepsis and Prevention. Dental Unit Waterline Toolkit. Diakses 5 Jan 2020.
https://www.osap.org/page/Issues_DUWL.
Pankhurst CL, Scully C, Samaranayake L. Dental unit water lines and their disinfection and management: A review. Dental Update.
2017 Apr;44(4):284–285, 289–292.
Pérez-García R, et al. [Guideline for dialysate quality (Second edition, 2015)]. Nefrologia. 2016 May–Jun;36(3):e1–e52.
Pyrek, KM. Preventing waterborne pathogen transmission. Infection Control Today. Epub 2019 Mar 18. Diakses 5 Jan 2020.
https://www.infectioncontroltoday.com/transmission-prevention/preventing-waterborne-pathogen-transmission.
Renal Association. Guideline on Water Treatment Systems, Dialysis Water and Dialysis Fluid Quality for Haemodialysis and Related Therapies.
Hoenich N, et al. Jan 2016. Diakses 5 Jan 2020. https://renal.org/wp-content/uploads/2017/06/raandartguidelineversion-
12647da131181561659443ff000014d4d8-2.pdf.
Syymiest, DL. Planning for hospital utility failures and recovery. Health Facil Manage. Epub 2017 Jul 5. Diakses 5 Jan 2020.
https://www.hfmmagazine.com/articles/2975-planning-for-hospital-utility-failures-and-recovery.
World Health Organization. Hospital Safety Index: Evaluation Forms, 2nd ed. 2015. Diakses 5 Jan 2020.
https://www.who.int/hac/techguidance/preparedness/hospital_safety_index_forms.pdf?ua=1.
Standar
Berikut ini adalah daftar semua standar untuk fungsi ini. Standar-standar tersebut disajikan di sini untuk
memudahkan Anda, tanpa mencantumkan maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaiannya. Untuk
informasi lebih lanjut mengenai standar-standar ini, silakan lihat bagian berikutnya dari bab ini, yakni bagian
Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen-elemen Penilaian.
Perencanaan
SQE.1 Pimpinan departemen dan unit layanan di rumah sakit menetapkan persyaratan pendidikan,
keterampilan, pengetahuan, dan persyaratan lainnya bagi semua anggota staf.
SQE.1.1 Tanggung jawab tiap anggota staf didefinisikan dalam uraian tugas yang masih berlaku.
SQE.2 Pimpinan departemen dan unit layanan rumah sakit menyusun dan menerapkan proses-
proses untuk merekrut, mengevaluasi, dan mengangkat staf serta prosedur-prosedur terkait lainnya
yang diidentifikasi oleh rumah sakit.
SQE.3 Rumah sakit menggunakan proses yang sudah ditetapkan untuk memastikan bahwa pengetahuan
dan keterampilan staf klinis sesuai dengan kebutuhan pasien.
SQE.4 Rumah sakit menggunakan proses yang sudah ditetapkan untuk memastikan bahwa pengetahuan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 308
dan keterampilan staf nonklinis sesuai dengan kebutuhan rumah sakit dan sesuai dengan persyaratan
untuk posisi tersebut.
SQE.5 Terdapat informasi kepegawaian yang terdokumentasi untuk setiap anggota staf.
SQE.6 Rencana susunan kepegawaian bagi rumah sakit, yang disusun secara kolaboratif oleh pimpinan
departemen dan unit layanan, mengidentifikasi jumlah, jenis, dan kualifikasi staf yang diinginkan.
SQE.6.1 Rencana susunan kepegawaian ditinjau secara berkelanjutan dan diperbarui sesuai
kebutuhan.
SQE.7 Semua anggota staf klinis dan nonklinis diberikan orientasi mengenai rumah sakit, departemen atau
unit layanan tempat mereka ditugaskan dan mengenai tanggung jawab pekerjaan spesifik mereka
pada saat pengangkatan staf.
SQE.8 Tiap anggota staf diberikan pelatihan internal serta pendidikan dan pelatihan lain yang berkelanjutan
untuk menyokong atau meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya.
SQE.8.1 Anggota staf yang memberikan perawatan pasien dan staf lainnya yang diidentifikasi
rumah sakit dilatih dan dapat mendemonstrasikan kemampuan melakukan teknik
resusitasi yang tepat yang sesuai dengan tingkat pendidikan/pelatihan mereka.
SQE.8.1.1 Staf lain yang ditentukan rumah sakit telah diberikan pelatihan dan
mampu menunjukkan kompetensi yang sesuai dalam hal teknis resusitasi.
Staf Keperawatan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 309
SQE.13 Rumah sakit memiliki proses yang seragam untuk mengumpulkan, memverifikasi, dan mengevaluasi
kredensial staf keperawatan (izin praktik, pendidikan, pelatihan dan pengalaman kerja).
SQE.14 Rumah sakit memiliki prosedur standar untuk menentukan tanggung jawab pekerjaan dan untuk
membuat penugasan pekerjaan klinis berdasarkan kredensial anggota staf keperawatan dan
persyaratan menurut peraturan yang berlaku.
SQE.14.1 Rumah sakit memiliki prosedur standar untuk menentukan partisipasi staf keperawatan
dalam kegiatan-kegiatan peningkatan mutu rumah sakit, termasuk evaluasi kinerja
individu jika diperlukan.
Perencanaan
Standar SQE.1
Pimpinan departemen dan unit layanan di rumah sakit menetapkan persyaratan pendidikan, keterampilan,
pengetahuan, dan persyaratan lainnya bagi semua anggota staf.
❑ 2. Persyaratan pendidikan, keterampilan dan pengetahuan yang diinginkan ditentukan untuk tiap staf.
❑ 3. Peraturan dan undang-undang yang berlaku dimasukkan dalam perencanaan.
Standar SQE.1.1
Tanggung jawab tiap anggota staf didefinisikan dalam uraian tugas yang masih berlaku.
Standar SQE.2
Pimpinan departemen dan unit layanan rumah sakit menyusun dan menerapkan proses-proses untuk
merekrut, mengevaluasi, dan mengangkat staf serta prosedur-prosedur terkait lainnya yang diidentifikasi oleh
rumah sakit.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 311
Standar SQE.3
Rumah sakit menggunakan proses yang sudah ditetapkan untuk memastikan bahwa pengetahuan dan
keterampilan staf klinis sesuai dengan kebutuhan pasien.
Untuk praktisi kesehatan rumah sakit yang merupakan praktisi mandiri (yaitu staf yang tidak berpraktik
menggunakan uraian tugas), proses tersebut diidentifikasi dalam SQE.9 hingga SQE.12.
Untuk staf klinis yang menggunakan uraian tugas, proses tersebut meliputi:
• Evaluasi awal untuk memastikan bahwa individu tersebut dapat memikul tanggung jawab yang tertera
dalam uraian tugas. Evaluasi ini dilaksanakan sebelum atau pada saat mulai melaksanakan tanggung
jawab pekerjaan. Rumah sakit dapat memiliki periode ‘percobaan’ atau periode lain untuk mengawasi
secara ketat dan mengevaluasi anggota staf klinis tersebut. Bisa juga proses tersebut tidak berlangsung
terlalu formal. Apa pun proses yang dijalankan, rumah sakit memastikan bahwa staf yang memberikan
pelayanan berisiko tinggi atau memberikan perawatan bagi pasien berisiko tinggi dievaluasi pada saat
mereka mulai memberikan perawatan, sebelum periode percobaan atau orientasi selesai. Evaluasi
mengenai keterampilan yang dibutuhkan, pengetahuan serta perilaku kerja yang diinginkan, dilakukan
oleh departemen atau unit di mana staf tersebut ditugaskan. (Lihat juga SQE.9.2)
• Evaluasi keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan, serta perilaku kerja yang diinginkan juga
mencakup menilai kemampuan anggota staf untuk mengoperasikan peralatan medis, alarm klinis, dan
mengawasi pengelolaan obat-obatan yang sesuai dengan area tempat ia akan bekerja (sebagai contoh,
staf yang bekerja di unit perawatan intensif harus dapat secara efektif mengelola ventilator, pompa
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 312
infus, serta pemantauan jantung secara berkelanjutan, dan staf yang bekerja di unit obstetri harus dapat
secara efektif mengelola peralatan pemantauan janin).
• Rumah sakit kemudian menetapkan proses untuk evaluasi kemampuan staf dan frekuensi evaluasi
tersebut secara berkesinambungan. (Lihat juga SQE.5 and SQE.11)
Evaluasi yang berkesinambungan memastikan bahwa pelatihan dilaksanakan jika diperlukan dan bahwa staf
tersebut mampu untuk memikul tanggung jawab baru atau diberikan perubahan tanggung jawab. Meskipun
evaluasi tersebut paling baik dilaksanakan secara terus-menerus, terdapat setidaknya satu evaluasi yang
didokumentasikan untuk tiap staf klinis yang bekerja menggunakan uraian tugas setiap tahunnya.
Standar SQE.4
Rumah sakit menggunakan proses yang sudah ditetapkan untuk memastikan bahwa pengetahuan dan
keterampilan staf nonklinis sesuai dengan kebutuhan rumah sakit dan sesuai dengan persyaratan untuk posisi
tersebut.
Standar SQE.5
Terdapat informasi kepegawaian yang terdokumentasi untuk setiap anggota staf.
pelatihan yang dibutuhkan oleh staf untuk menjalankan tanggung jawab kerja yang dimilikinya. (Lihat juga
SQE.9; SQE.13; and SQE.15) Selain itu, catatan tersebut juga menunjukkan bukti dari kinerja pegawai dan
apakah mereka memenuhi ekspektasi dari pekerjaannya. Berkas pegawai dapat mengandung informasi sensitif
dan dengan demikian harus dijaga kerahasiaannya. (Lihat juga MOI.2)
Tiap anggota staf dalam rumah sakit, termasuk yang diizinkan oleh undang-undang dan rumah sakit untuk
bekerja secara mandiri, memiliki berkas yang berisi informasi mengenai kualifikasi; informasi kesehatan
yang dipersyaratkan, seperti imunisasi dan bukti imunitas; bukti partisipasi dalam kegiatan orientasi serta
pendidikan selama bekerja yang tengah berlangsung dan pendidikan berkelanjutan; hasil evaluasi, termasuk
kinerja individual terhadap tanggung jawab kerja dan kompetensi mereka; serta riwayat kerja staf tersebut.
Berkas tersebut distandardisasi dan terus diperbarui sesuai dengan kebijakan rumah sakit. (Lihat juga SQE.4;
SQE.7; SQE.8; SQE.8.1; SQE.8.1.1; SQE.8.2; and SQE.9.2)
Standar SQE.6
Rencana susunan kepegawaian bagi rumah sakit, yang disusun secara kolaboratif oleh pimpinan departemen
dan unit layanan, mengidentifikasi jumlah, jenis, dan kualifikasi staf yang diinginkan.
Standar SQE.6.1
Rencana susunan kepegawaian ditinjau secara berkelanjutan dan diperbarui sesuai kebutuhan.
Standar SQE.7
Semua anggota staf klinis dan nonklinis diberikan orientasi mengenai rumah sakit, departemen atau unit
layanan tempat mereka ditugaskan dan mengenai tanggung jawab pekerjaan spesifik mereka pada saat
pengangkatan staf.
Standar SQE.8
Tiap anggota staf diberikan pelatihan internal serta pendidikan dan pelatihan lain yang berkelanjutan untuk
menyokong atau meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 315
Standar SQE.8.1
Anggota staf yang memberikan perawatan pasien dan staf lainnya yang diidentifikasi rumah sakit dilatih dan
dapat mendemonstrasikan kemampuan melakukan teknik resusitasi yang tepat yang sesuai dengan tingkat
pendidikan/pelatihan mereka.
Standar SQE.8.1.1
Staf lain yang ditentukan rumah sakit telah diberikan pelatihan dan mampu menunjukkan kompetensi yang
sesuai dalam hal teknis resusitasi.
(Lihat juga COP.3.3) Sebagai contoh, rumah sakit dapat menentukan bahwa semua staf yang merawat pasien
di departemen tertentu, seperti di unit gawat darurat atau unit perawatan intensif, atau semua staf yang akan
melaksanakan dan memantau sedasi prosedural, harus menjalani pelatihan bantuan hidup lanjut. (Lihat juga
ASC.3) Rumah sakit juga dapat menentukan bahwa staf lain yang tidak merawat pasien, seperti pekarya atau
staf registrasi, harus menjalani pelatihan bantuan hidup dasar.
. Tingkat pelatihan yang sesuai bagi staf tersebut yang diidentifikasi harus diulang berdasarkan persyaratan
dan/atau jangka waktu yang diidentifikasi oleh program pelatihan yang diakui, atau setiap dua tahun jika tidak
menggunakan program pelatihan yang diakui. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa tiap anggota staf yang
menghadiri pelatihan benar-benar mencapai tingkat kompetensi yang diinginkan. (Lihat juga SQE.5)
Standar SQE.8.2
Rumah sakit menyediakan suatu program kesehatan dan keselamatan staf yang membahas kesehatan fisik dan
mental staf dan kondisi kerja yang aman.
b) Tindakan-tindakan untuk mengendalikan pajanan kerja yang berbahaya, seperti pajanan terhadap
obat-obatan beracun dan tingkat kebisingan yang berbahaya (Lihat juga AOP.5.3; COP.4; and
COP.4.1)
c) Pendidikan, pelatihan, dan intervensi terkait penanganan pasien yang aman
d) Pendidikan, pelatihan, dan intervensi terkait manajemen kekerasan di tempat kerja (Lihat juga
QPS.7 and QPS.7.1)
e) Pendidikan, pelatihan, dan intervensi terhadap staf yang berpotensi menjadi second victim dari
kejadian tidak diharapkan (KTD) atau kejadian sentinel
f) Pengobatan terhadap kondisi umum terkait kerja, seperti cedera punggung, atau cedera yang lebih
mendesak
Apa pun bentuk staf dan struktur program, staf harus memahami cara untuk melaporkan, mendapatkan
pengobatan, dan menerima konseling dan tindak lanjut untuk cedera seperti yang mungkin terjadi akibat jarum
suntik, paparan penyakit menular, atau tindakan kekerasan di tempat kerja; identifikasi risiko dan kondisi
berbahaya di fasilitas rumah sakit; dan masalah kesehatan dan keselamatan lainnya. Rancangan program
mencakup masukan dari staf dan penggunaan sumber daya klinis yang ada di rumah sakit dan juga di
masyarakat.
Staf keperawatan dan staf lainnya yang membantu dalam memindahkan pasien berisiko tinggi terhadap cedera
punggung dan cedera muskuloskeletal lainnya dikarenakan tuntutan fisik dari penanganan pasien. Teknik
penanganan pasien yang tidak tepat juga dapat memberikan dampak negatif terhadap keselamatan pasien dan
mutu perawatan. Tugas-tugas pemindahan dan penanganan pasien dilakukan di berbagai jenis situasi klinis.
Dengan demikian, tidak terdapat satu solusi spesifik yang sesuai untuk seluruh area di mana dilakukan
pemindahan dan penanganan pasien. Contoh dari intervensi penanganan yang aman dapat mencakup
penggunaan sabuk pengaman, alat bantu transfer lateral, pelatihan terkait mekanika tubuh, implementasi dari
tim transfer, dan sejenisnya.
Tindakan kekerasan di tempat kerja telah menjadi masalah yang semakin umum dijumpai di organisasi
kesehatan. Kekurangan staf, peningkatan akuitas pasien (patient acuity), dan konsep yang salah bahwa tindakan
kekerasan tidak terjadi di organisasi kesehatan–-atau kalaupun terjadi, sudah merupakan bagian dari pekerjaan–
-adalah beberapa hambatan dalam menyadari adanya masalah tindak kekerasan di tempat kerja dan juga
menjadi hambatan dalam mengembangkan program pencegahan tindak kekerasan. (Lihat juga QPS.7)
Lingkungan perawatan sering kali menghadirkan tantangan emosional yang dapat menimbulkan stres fisik dan
mental. Praktisi kesehatan yang memberikan dukungan empati dan emosional bagi pasien dan keluarga pasien,
sering kali mengalami dilema dalam mengambil keputusan etis, sering terpapar dengan situasi akhir hayat dan
kematian, serta memberikan perawatan pasien, penanganan, dan pelayanan di lingkungan dengan tingkat stres
yang tinggi. Paparan yang berulang terhadap tantangan-tantangan emosional dan fisik ini dapat menyebabkan
staf tersebut mengalami compassion fatigue (kelelahan akibat empati yang tinggi) dan dapat menyebabkan
terjadinya banyak kejadian yang tidak diinginkan (KTD) serta memengaruhi luaran kualitas hidup bagi tenaga
kesehatan. Mendorong dan memastikan pemeliharaan ketahanan mental staf dapat meminimalisasi stres dan
penting dalam menciptakan budaya yang positif yang ke depannya akan memberikan manfaat bagi pasien
maupun staf. Selain itu, praktisi kesehatan sering kali menjadi second victim dari kesalahan dan kejadian sentinel
yang terjadi. Ketika terjadi kesalahan medis terhadap pasien dan anggota keluarganya, rasa bersalah dan
kekhawatiran yang dirasakan oleh staf yang memberikan perawatan dan beban moral yang mereka rasakan
sering kali tidak disorot atau diperhatikan. Rumah sakit perlu menyadari bahwa kesehatan emosional dan
kinerja dari praktisi kesehatan yang terlibat dalam KTD atau kejadian sentinel dapat memberikan dampak
terhadap mutu dan keselamatan dari pelayanan pasien. Penelitian mengenai praktik terbaik untuk
menanggulangi compassion fatigue dan burnout (perasaan lelah atas pekerjaan) merekomendasikan bahwa rumah
sakit menyusun suatu program untuk mendukung staf yang terlibat dalam KTD serta secara proaktif
mendorong ketahanan mental staf serta memastikan kesehatan dan kesejahteraan staf.
❑ 3. Rumah sakit mengidentifikasi area yang berpotensi untuk terjadi tindakan kekerasan di tempat kerja
(workplace violence) dan menerapkan upaya untuk mengurangi risiko tersebut.
❑ 4. Rumah sakit melaksanakan evaluasi, konseling, dan tata laksana lebih lanjut untuk staf yang
mengalami cedera akibat tindakan kekerasan di tempat kerja.
❑ 5. Rumah sakit memberikan pendidikan, evaluasi, konseling, dan tindak lanjut terhadap staf yang
menjadi second victim dari KTD atau kejadian sentinel.
❑ 6. Rumah sakit memastikan kesejahteraan staf dengan menciptakan budaya wellness yang mendukung
kesejahteraan fisik dan kesehatan emosional.
Standar SQE.8.3
Rumah sakit mengidentifikasi staf yang berisiko terhadap pajanan dan kemungkinan transmisi penyakit yang
dapat dicegah dengan vaksin dan mengimplementasikan vaksinasi staf dan program imunisasi.
Standar SQE.9
Rumah sakit mempunyai satu proses yang sama untuk mengumpulkan kredensial para anggota staf medis yang
diizinkan untuk memberikan perawatan pasien tanpa supervisi.
Standar SQE.9.1
Rumah sakit melakukan verifikasi terhadap pendidikan, izin/registrasi, dan kredensial lain para anggota staf
medis sebagaimana disyaratkan oleh peraturan atau undang-undang dan oleh rumah sakit serta menjaga agar
kredensial tersebut tetap berlaku tetap aktual.
Standar SQE.9.2
Terdapat proses pengambilan keputusan yang sama dan transparan untuk setiap pengangkatan awal anggota
staf medis.
Kredensial
Kredensial adalah dokumen yang dikeluarkan oleh suatu badan yang diakui, yang menunjukkan pemenuhan
persyaratan atau kelayakan, seperti gelar sarjana dari fakultas kedokteran, sertifikat atau surat penyelesaian masa
pelatihan khusus (residensi), pemenuhan persyaratan dari organisasi profesi medis, izin praktik, atau surat
tanda registrasi dari konsil kedokteran atau kedokteran gigi. Dokumen-dokumen tersebut harus diverifikasi
dari sumber asli yang mengeluarkan dokumen tersebut, sebagaimana disyaratkan oleh peraturan dan undang-
undang ataupun oleh kebijakan rumah sakit.
Kredensial dapat juga merupakan dokumen dari seseorang atau suatu badan mengenai beberapa aspek riwayat
kerja atau kompetensi pelamar, sebagai contoh surat rekomendasi, riwayat kerja dari semua rumah sakit
sebelumnya, catatan perawatan kesehatan sebelumnya, riwayat kesehatan, foto, atau pemeriksaan latar belakang
kepolisian. Dokumen-dokumen tersebut mungkin disyaratkan dalam kebijakan rumah sakit sebagai bagian
proses pengumpulan kredensial, tetapi tidak diverifikasi dengan sumber yang mengeluarkan dokumen
kecuali disyaratkan dalam kebijakan rumah sakit. Persyaratan verifikasi kredensial akan bervariasi sesuai dengan
posisi jabatan yang diminati. Sebagai contoh, rumah sakit mungkin akan melakukan verifikasi informasi
tentang posisi administratif dan pengalaman kerja sebelumnya bagi pelamar jabatan kepala departemen/unit
layanan klinis. Selain itu, untuk posisi klinis, rumah sakit mungkin mensyaratkan beberapa tahun pengalaman
dan akan melakukan verifikasi mengenai hal tersebut.
Staf medis
Staf medis adalah semua dokter, dokter gigi, dan profesi lain yang memiliki izin praktik mandiri (tanpa supervisi)
dan memberikan pelayanan preventif, kuratif, restoratif, bedah, rehabilitatif, atau pelayanan medis dan dental
lainnya kepada pasien; atau memberikan pelayanan interpretatif untuk pasien, seperti patologi, radiologi, atau
laboratorium. Semua klasifikasi kepegawaian, semua jenis dan tingkatan staf (pegawai tetap, honorer, kontrak,
tamu, dan anggota staf komunitas khusus) termasuk di dalamnya. Staf tamu termasuk dokter pengganti sementara,
atau dokter ahli yang diundang, guru besar, serta semua yang diizinkan memberikan pelayanan perawatan
pasien sementara. Rumah sakit harus mendefinisikan praktisi lain, seperti ‘dokter jaga (house officers),”
“hospitalists,” dan “dokter muda (junior doctors)”, yang sudah tidak dalam pelatihan lagi, tetapi mungkin diizinkan
atau tidak diizinkan oleh rumah sakit untuk praktik secara mandiri. Istilah staf medis mencakup semua dokter
dan profesi lain yang diizinkan untuk menangani pasien dengan kemandirian parsial atau penuh, tanpa
memandang hubungan mereka dengan rumah sakit (sebagai contoh, pegawai tetap atau konsultan praktik
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 320
mandiri). (Lihat juga SQE.1.1) Di beberapa negara, praktisi pengobatan tradisional, seperti ahli akupunktur,
chiropractor, dan praktisi lainnya, dapat diizinkan oleh hukum dan rumah sakit untuk melakukan praktik mandiri.
Praktisi-praktisi tersebut termasuk anggota staf medis, dan standar-standar ini berlaku penuh untuk mereka.
(Lihat juga GLD.6.2)
Verifikasi
Verifikasi adalah proses pemeriksaan validitas dan kelengkapan kredensial dari sumber yang mengeluarkan
kredensial tersebut. Proses ini dapat dilakukan dengan mencari informasi melalui basis data daring (online),
sebagai contoh, data tentang individu yang memiliki izin praktik di kota atau negara tempat rumah sakit
tersebut berada. Proses tersebut juga dapat dilakukan dengan dokumentasi percakapan telepon dengan sumber
yang mengeluarkan, atau dengan berkorespondensi melalui surat elektronik (surel/e-mail) atau surat
konvensional untuk meminta informasi. Verifikasi kredensial dari luar negeri dapat lebih kompleks dan pada
beberapa kasus tidak memungkinkan, tetapi harus terdapat bukti upaya verifikasi kredensial yang dapat
dipercaya. Upaya yang dapat dipercaya ditandai dengan beberapa kali upaya (setidaknya 2 kali dalam 60 hari)
yang dilakukan dengan berbagai metode (sebagai contoh, telepon, e-mail, dan surat) dengan dokumentasi dari
upaya dan hasilnya.
Tiga keadaan di bawah ini merupakan pengganti yang dapat diterima untuk verifikasi sumber primer kredensial
yang dilakukan rumah sakit:
1) Berlaku untuk rumah sakit yang diawasi langsung oleh badan pemerintahan, proses verifikasi yang
dilakukan pemerintah, yang didukung oleh peraturan pemerintah mengenai verifikasi sumber
primer; ditambah dengan izin dari pemerintah, atau yang setara seperti registrasi; dan pemberian status
tertentu (sebagai contoh, konsultan, spesialis, dan lainnya) dapat diterima. Verifikasi bahwa pihak
ketiga (sebagai contoh, badan pemerintahan) menerapkan proses verifikasi sesuai dengan yang
dijabarkan dalam kebijakan atau peraturan dan memenuhi ekspektasi yang dijabarkan dalam standar-
standar ini sangatlah penting, sebagaimana juga dengan proses verifikasi lain yang dilakukan
pihak ketiga.
2) Berlaku untuk semua rumah sakit, verifikasi sumber primer yang telah dilakukan oleh rumah sakit
mitra (affiliated hospital) dapat diterima selama rumah sakit mitra tersebut memiliki akreditasi Joint
Commission International (JCI) dengan “kepatuhan penuh” (“full compliance”) terhadap proses
verifikasi yang terdapat pada SQE.9.1, EP 1 dan 2. Kepatuhan penuh berarti pada Laporan Temuan
Survei Resmi (Official Survey Findings Report) rumah sakit menunjukkan bahwa semua elemen penilaian
telah terpenuhi (fully met), atau elemen-elemen penilaian yang tidak terpenuhi (not met) atau terpenuhi
sebagian (partially met) yang perlu ditindaklanjuti dengan Rencana Perbaikan Strategis (Strategic
Improvement Plan, SIP) telah ditangani dan elemen tersebut kini telah terpenuhi semua.
3) Berlaku untuk semua rumah sakit, kredensial telah diverifikasi oleh pihak ketiga yang independen,
seperti badan yang ditunjuk, badan resmi, badan pemerintah, atau badan nonpemerintah, selama
syarat-syarat berikut berlaku: Semua rumah sakit yang mendasarkan sebagian keputusannya atas
informasi dari badan yang ditunjuk, badan resmi, badan pemerintah, atau badan nonpemerintah harus
yakin bahwa informasi tersebut lengkap, akurat, dan aktual. Untuk dapat yakin mengenai hal tersebut,
rumah sakit harus melakukan evaluasi awal terhadap badan pemberi informasi dan kemudian
melakukan evaluasi secara berkala untuk memastikan standar JCI terus dipenuhi.
Proses pengeluaran beberapa kredensial penting untuk dimengerti. Sebagai contoh, apakah badan pemerintah
yang mengeluarkan izin praktik mendasarkan keputusannya atas beberapa atau semua hal berikut: verifikasi
latar belakang pendidikan, ujian kompetensi, pelatihan oleh asosiasi dokter spesialis, atau keanggotaan dan
pembayaran biaya? Apabila pendaftaran masuk program pendidikan spesialis sudah berdasarkan verifikasi latar
belakang pendidikan dan pengalaman, rumah sakit tidak perlu lagi melakukan verifikasi latar belakang
pendidikan. Proses yang dilakukan badan pemerintah didokumentasikan oleh rumah sakit. Jika rumah sakit
tidak mengetahui secara langsung proses verifikasi latar belakang pendidikan yang digunakan, atau rumah sakit
tidak pernah memiliki kesempatan untuk melakukan verifikasi terhadap proses yang dilakukan badan tersebut
seperti yang telah dijabarkan, maka rumah sakit perlu melakukan proses verifikasi sendiri. (Lihat juga SQE.13
and SQE.15)
Pengecualian untuk SQE.9.1, EP 1, hanya untuk survei awal. Pada saat survei akreditasi awal JCI,
rumah sakit diwajibkan telah menyelesaikan verifikasi sumber primer untuk praktisi kesehatan baru yang
bergabung dengan staf medis dalam dua belas (12) bulan menjelang survei awal. Selama dua belas (12) bulan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 321
setelah survei awal, rumah sakit diwajibkan untuk menyelesaikan verifikasi sumber primer untuk seluruh
anggota staf medis lainnya. Proses ini dicapai dalam kurun waktu 12 bulan setelah survei sesuai dengan rencana
yang memprioritaskan verifikasi kredensial bagi tenaga medis aktif yang memberikan pelayanan berisiko tinggi.
Catatan: Pengecualian ini hanya untuk verifikasi kredensial saja. Semua kredensial anggota staf medis harus
dikumpulkan dan ditinjau, dan kewenangan mereka diberikan. Tidak ada “penahapan” dalam proses ini.
Pengangkatan/penugasan
Pengangkatan/penugasan merupakan proses peninjauan kredensial awal pelamar untuk memutuskan apakah orang
tersebut memenuhi syarat untuk memberikan pelayanan yang dibutuhkan pasien rumah sakit dan dapat
didukung rumah sakit dengan staf yang kompeten dan dengan kemampuan teknis rumah sakit. Untuk pelamar
pertama, informasi yang ditinjau kebanyakan berasal dari sumber luar. Individu atau mekanisme yang berperan
pada peninjauan, kriteria yang digunakan untuk membuat keputusan, dan bagaimana keputusan
didokumentasikan diidentifikasi dalam kebijakan rumah sakit. Kebijakan rumah sakit mengidentifikasi proses
pengangkatan praktisi kesehatan mandiri untuk keperluan gawat darurat atau untuk sementara waktu.
Pengangkatan dan identifikasi kewenangan untuk praktisi kesehatan tersebut tidak dibuat sampai setidaknya
verifikasi izin telah dilakukan.
Pengangkatan/penugasan kembali
Pengangkatan/penugasan kembali merupakan proses peninjauan dokumen anggota staf medis untuk verifikasi
• perpanjangan izin;
• bahwa anggota staf medis tidak dikenai sanksi disipliner oleh badan perizinan dan sertifikasi;
• bahwa berkas berisi cukup dokumentasi untuk pencarian kewenangan atau tugas baru/perluasan di
rumah sakit; dan
• anggota staf medis mampu secara fisik dan mental untuk memberikan perawatan dan tata laksana
terhadap pasien tanpa supervisi.
Informasi untuk peninjauan ini berasal dari sumber internal maupun eksternal. Jika suatu departemen/unit
layanan klinis (contohnya, pelayanan subspesialis) tidak memiliki kepala/pimpinan, rumah sakit mempunyai
kebijakan untuk mengidentifikasi siapa yang melakukan peninjauan untuk para tenaga profesional di
departemen/unit layanan tersebut. Berkas kredensial anggota staf medis harus merupakan sumber informasi
yang dinamis dan ditinjau secara konstan. (Lihat juga SQE.5) Sebagai contoh, ketika anggota staf medis
mendapatkan sertifikat pencapaian yang berhubungan dengan peningkatan gelar atau pelatihan khusus lanjutan,
kredensial yang baru harus segera diverifikasi dari sumber yang mengeluarkan. Demikian pula jika ada badan
luar yang melakukan investigasi tentang kejadian sentinel yang berkaitan dengan anggota staf medis dan
mengeluarkan sanksi, informasi ini harus segera digunakan untuk mengevaluasi ulang kewenangan klinis
dari anggota staf medis tersebut. Untuk memastikan bahwa berkas staf medis lengkap dan akurat, berkas
ditinjau sedikitnya setiap tiga tahun, dan terdapat catatan pada berkas tentang tindakan yang telah dilakukan
atau tidak diperlukannya tindak lanjut sehingga pengangkatan staf medis dilanjutkan.
Keanggotaan staf medis dapat tidak diberikan jika rumah sakit tidak memiliki peralatan medis khusus atau staf
untuk mendukung praktik profesi tersebut. Sebagai contoh, ahli nefrologi yang ingin melakukan pelayanan
dialisis di rumah sakit, dapat tidak diberikan keanggotaan staf medis bila rumah sakit tidak menyelenggarakan
pelayanan dialisis.
Akhirnya, jika izin/registrasi pelamar telah diverifikasi dengan sumber yang mengeluarkan, tetapi dokumen
lain––seperti edukasi dan pelatihan––belum diverifikasi, staf tersebut dapat diangkat menjadi anggota staf
medis dan kewenangan klinis dapat diberikan untuk orang tersebut untuk kurun waktu yang tidak melebihi 90
hari. Pada kondisi di atas, orang-orang tersebut tidak boleh melakukan praktik secara mandiri dan memerlukan
supervisi hingga seluruh kredensial telah diverifikasi. Supervisi secara jelas didefinisikan dalam kebijakan rumah
sakit dalam hal tingkat dan kondisi, dan berlangsung tidak lebih dari 90 hari. (Lihat juga SQE.3)
❑ 3. Pendidikan, lisensi/surat tanda registrasi setiap anggota staf medis yang disyaratkan oleh undang-
undang dimiliki salinannya oleh rumah sakit dan disimpan dalam berkas kepegawaian atau dalam
berkas kredensial terpisah.
❑ 4. Kredensial dari semua anggota staf yang disyaratkan oleh kebijakan rumah sakit dimiliki salinannya
oleh rumah sakit dan disimpan dalam berkas kepegawaian staf tersebut atau dalam berkas kredensial
terpisah.
Standar SQE.10
Rumah sakit memiliki tujuan dan prosedur berbasis bukti yang terstandardisasi untuk mengesahkan semua
anggota staf medis untuk menerima dan merawat pasien serta untuk memberikan pelayanan klinis lainnya yang
konsisten dengan kualifikasi mereka.
memberikan bukti jelas dan objektif tentang kompetensi klinis terkini, tetapi setidaknya dapat
mengidentifikasi aspek kompetensi yang diharapkan. (Lihat juga SQE.2) Evaluasi praktik profesional
berkelanjutan akan memvalidasi aspek kompetensi yang diharapkan. (Lihat juga SQE.11)
• Tidak ada cara terbaik untuk menjabarkan aktivitas klinis yang diizinkan dilakukan oleh anggota staf
medis baru. Program pendidikan dokter spesialis dapat mengidentifikasi dan menyusun daftar
kompetensi umum spesialis tersebut di bidang diagnosis dan tata laksana–-dengan rumah sakit
memberikan kewenangan untuk mendiagnosis dan melakukan tata laksana pasien di bidang
kompetensi spesialis tersebut. Organisasi lain dapat memilih untuk membuat daftar terperinci setiap
jenis pasien dan prosedur pengobatan.
• Proses penggambaran kewenangan dalam setiap bidang spesialisasi adalah sama; tetapi proses ini
mungkin tidak seragam untuk semua bidang spesialisasi. Sebagai contoh, kewenangan ini akan
berbeda untuk dokter umum, dokter anak, dokter gigi, atau dokter radiologi; tetapi dalam setiap
kelompok ini terdapat standardisasi proses penggambaran kewenangan. Untuk dokter keluarga, dokter
layanan primer, dan dokter yang memberikan pelayanan kedokteran umum, obstetri, pediatri, serta
pelayanan lainnya yang bervariasi, penggambaran kewenangan untuk praktisi kesehatan tersebut
menunjukkan pelayanan “spesialistis” apa yang dapat diberikan.
• Keputusan cara penggambaran kewenangan klinis di bidang spesialisasi berhubungan dengan proses
lainnya, termasuk
0 seleksi oleh pemimpin departemen/unit layanan tentang proses apa yang dipantau melalui
pengumpulan data (Lihat juga GLD.11.1);
0 penggunaan data tersebut dalam proses pemantauan dan evaluasi praktik profesional
berkelanjutan staf medis di departemen/unit layanan (Lihat juga SQE.11); dan
0 penggunaan data pemantauan dalam proses pengangkatan kembali dan pembaruan kewenangan.
(Lihat juga SQE.12)
• Di samping kewenangan klinis yang diberikan sehubungan dengan pendidikan dan pelatihan
seseorang, rumah sakit mengidentifikasi bidang-bidang yang memiliki risiko tinggi, seperti pemberian
obat kemoterapi, obat-obatan golongan lain, atau prosedur berisiko tinggi, dan secara eksplisit
disebutkan anggota staf medis yang diberikan atau tidak diberikan kewenangan tersebut. Prosedur,
obat-obatan, atau pelayanan risiko tinggi lainnya diidentifikasi pada setiap bidang spesialisasi dan
tampak jelas pada proses penggambaran kewenangan. Beberapa prosedur mungkin berisiko tinggi
dikarenakan instrumen yang digunakan, seperti pada kasus operasi atau peralatan terapeutik yang
menggunakan robot dan komputerisasi lainnya atau yang dilakukan dari jarak jauh. Perangkat medis
implan juga memerlukan keterampilan implantasi, kalibrasi, dan pemantauan sehingga harus diberikan
kewenangan khusus. (Lihat juga ASC.7.4)
• Kewenangan juga tidak diberikan jika rumah sakit tidak memiliki peralatan medis khusus atau staf
untuk mendukung pelaksanaan kewenangan. Sebagai contoh, ahli nefrologi yang kompeten
melakukan dialisis, atau ahli kardiologi yang kompeten untuk memasang sten, tidak diberikan
kewenangan untuk melakukan prosedur tersebut jika rumah sakit tidak menyelenggarakan pelayanan
tersebut.
• Akhirnya, jika izin/surat tanda registrasi pelamar telah diverifikasi dengan sumber yang mengeluarkan,
tetapi dokumen lain–-seperti bukti pendidikan dan pelatihan-–belum diverifikasi, keanggotaan staf
medis dan kewenangan klinis dapat diberikan untuk orang tersebut. Akan tetapi, orang tersebut tidak
dapat melakukan praktik mandiri sampai semua kredensial telah diverifikasi.
• Supervisi semacam ini didefinisikan secara jelas dalam kebijakan rumah sakit mencakup tingkatan,
kondisi, dan durasinya.
Catatan: Jika anggota staf medis juga memiliki tanggung jawab administratif, seperti kepala departemen klinis,
administrator rumah sakit, atau posisi sejenis lainnya, tanggung jawab pekerjaan tersebut diidentifikasi dalam
uraian tugas. (Lihat juga SQE.1.1) Kebijakan rumah sakit mengidentifikasi verifikasi sumber primer terhadap
kredensial yang mendukung pekerjaan administratif ini.
Proses penggambaran kewenangan
a) a) merupakan proses standar, objektif, dan berbasis bukti;
b) didokumentasikan dalam kebijakan rumah sakit;
c) merupakan proses aktif dan berkelanjutan seiring perubahan kredensial anggota staf medis;
d) berlaku untuk semua golongan keanggotaan staf medis; dan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 324
Standar SQE.11
Rumah sakit menggunakan proses standar yang berkesinambungan untuk mengevaluasi mutu dan
keselamatan serta pelayanan pasien yang disediakan oleh tiap anggota staf medis.
Perilaku
Anggota staf medis merupakan contoh dan mentor dalam menciptakan budaya aman di rumah sakit. Budaya
aman ditandai oleh partisipasi penuh semua staf, tanpa ketakutan akan sanksi atau marginalisasi .
Kebudayaan yang aman juga mencakup rasa hormat antar kelompok profesional tanpa adanya perilaku
mengganggu ataupun yang lainnya. Umpan balik dari staf melalui survei dan mekanisme lain dapat
membentuk perilaku yang diinginkan dan mendukung para panutan staf medis.
Evaluasi perilaku dapat mencakup
• evaluasi apakah anggota staf medis mengerti dan mendukung aturan berperilaku rumah sakit dan
identifikasi perilaku yang dapat diterima dan tidak dapat diterima;
• tidak adanya laporan perilaku anggota staf medis yang diidentifikasi sebagai perilaku yang tidak dapat
diterima; dan
• pengumpulan, analisis, serta penggunaan informasi dan data dari survei staf dan sumber lainnya
mengenai budaya aman di rumah sakit.
Proses evaluasi praktik profesional berkelanjutan sebagai bagian dari proses peninjauan, harus menunjukkan
pencapaian yang relevan dan tantangan anggota staf medis dalam upaya menjadi peserta penuh dalam budaya
yang aman dan adil. (Lihat juga SQE.10)
Kemajuan Profesional
Anggota staf medis tumbuh dan bertambah matang seiring evolusi dari organisasi tempat mereka berpraktik,
dengan diperkenalkannya kelompok pasien, teknologi, dan ilmu klinis yang baru. Setiap anggota staf medis,
dalam berbagai tingkatan, akan mencerminkan kemajuan dan perbaikan dalam dimensi penting praktik
profesional dan kesehatan sebagai berikut:
• Perawatan pasien, termasuk ketentuan perawatan pasien yang penuh kasih sayang, tepat, dan efektif
untuk peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, tata laksana penyakit, dan perawatan di saat akhir
hayat (end of life). (Langkah potensial termasuk frekuensi pelayanan preventif dan laporan /keluhan dari
pasien dan keluarga.) (Lihat juga PCC.3.1)
• Pengetahuan medis/klinis, termasuk pengetahuan biomedis, klinis, epidemiologis, dan ilmu perilaku-
sosial yang telah mapan dan yang terus berkembang, juga aplikasi pengetahuan untuk pelayanan pasien
dan edukasi orang-orang lain. (Langkah potensial mencakup aplikasi panduan praktik klinis, termasuk
adaptasi dan revisi panduan, partisipasi dalam konferensi profesi, dan publikasi.) (Lihat juga GLD.11.2)
• Pembelajaran dan perbaikan berbasis praktik, termasuk penggunaan bukti ilmiah dan metode
investigasi, evaluasi, dan secara terus-menerus meningkatkan perawatan pasien berdasarkan evaluasi
mandiri dan pembelajaran seumur hidup. (Contoh langkah potensial mencakup penelitian/pertanyaan
klinis yang dimotivasi diri sendiri, kewenangan klinis baru yang didapatkan berdasarkan pembelajaran
dan perolehan keterampilan baru, dan partisipasi penuh dalam memenuhi persyaratan profesi khusus
atau persyaratan pendidikan berkelanjutan untuk mendapatkan izin).
• Keterampilan interpersonal dan komunikasi, termasuk penetapan dan pemeliharaan penukaran
informasi yang efektif dan kolaborasi dengan pasien, keluarganya, dan anggota lain tim kesehatan
(Contoh langkah potensial mencakup partisipasi dalam ronde pengajaran, tim konsultasi,
kepemimpinan tim, dan umpan balik pasien dan keluarga.)
• Profesionalisme, termasuk komitmen terhadap perkembangan profesi yang berkelanjutan,
pengertian dan sensitivitas terhadap keanekaragaman, serta perilaku yang bertanggung jawab terhadap
pasien, profesi, dan masyarakat. (Contoh langkah potensial mencakup pemimpin opini dalam staf
medis tentang masalah klinis dan profesi, pelayanan pada panel etika atau diskusi tentang masalah
etika, menjaga jadwal yang telah disusun, dan partisipasi masyarakat.)
• Praktik-praktik berbasis sistem, termasuk kesadaran dan tanggung jawab terhadap konteks dan sistem
yang lebih besar dari sistem kesehatan, juga kemampuan meminta sumber daya lain dalam sistem
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 326
secara efektif untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal. (Contoh langkah potensial
mencakup pemahaman arti sistem yang sering dan umum digunakan di rumah sakit, seperti sistem
obat-obatan; dan kesadaran akan implikasi dari pemakaian berlebih (overuse), pemakaian yang terlalu
sedikit (underuse), dan penyalahgunaan (misuse) sistem.)
• Penataan sumber daya, termasuk pemahaman tentang perlunya penataan sumber daya dan
memberikan perawatan dengan memperhatikan biaya, termasuk menghindari pemakaian berlebih dan
penyalahgunaan uji diagnostik dan terapi yang tidak memberikan manfaat terhadap perawatan pasien
tetapi menambah biaya perawatan kesehatan. (Contoh langkah potensial mencakup partisipasi dalam
keputusan pembelian di ruang lingkup praktik staf medis, partisipasi dalam upaya pemahaman
penggunaan sumber daya yang tepat, dan menyadari beban untuk pasien dan pembayar jasa yang
mereka sediakan.) (Lihat juga GLD.7)
Proses evaluasi praktik profesional berkelanjutan harus meliputi bidang yang relevan untuk pencapaian dan
potensi perbaikan anggota staf medis pada bidang kemajuan profesional ini sebagai bagian dari proses
peninjauan.
Hasil Klinis
Proses evaluasi praktik profesional berkelanjutan untuk anggota staf medis meninjau informasi yang umum
untuk semua anggota staf medis dan juga informasi spesifik yang berkaitan dengan kewenangan klinis anggota
tersebut dan pelayanan yang diberikan oleh keahliannya.
Sumber Data Rumah Sakit. Rumah sakit mengumpulkan berbagai data untuk digunakan dalam
manajemen; sebagai contoh, laporan kepada pihak berwenang kesehatan untuk mendukung alokasi sumber
daya atau pembayaran jasa pelayanan. Agar dapat berguna dalam evaluasi berkelanjutan seorang anggota staf
medis, data rumah sakit tersebut
• perlu dikumpulkan sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah mengidentifikasi seorang praktisi
kesehatan;
• harus berhubungan dengan praktik klinis anggota staf medis tersebut; dan
• dapat dilakukan perbandingan secara internal dan/atau eksternal untuk memahami pola praktik
praktisi kesehatan.
Contoh-contoh penggunaan sumber data potensial tersebut mencakup antara lain lama perawatan, frekuensi
uji diagnostik, penggunaan darah, dan penggunaan obat-obatan tertentu.
Sumber Data dari Departemen. Data juga dikumpulkan pada tingkatan departemen/unit layanan.
Pimpinan departemen/unit layanan menetapkan prioritas penilaian dalam departemennya untuk tujuan
pemantauan dan juga perbaikan. Penilaian tersebut spesifik untuk pelayanan yang disediakan dan kewenangan
klinis anggota staf medis dalam departemen tersebut. Seperti halnya sumber data rumah sakit, agar dapat
berguna dalam evaluasi berkelanjutan anggota departemen/unit layanan, data tersebut
• perlu dikumpulkan sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah mengidentifikasi seorang
praktisi kesehatan;
• harus berhubungan dengan praktik klinis anggota staf medis tersebut; dan
• dapat dilakukan perbandingan secara internal dan/atau eksternal untuk memahami pola praktik
praktisi kesehatan.
Contoh-contoh data potensial departemen/unit layanan mencakup antara lain frekuensi prosedur klinis yang
dilakukan, komplikasi, hasil, dan penggunaan sumber daya seperti konsultan.
Penting juga untuk diperhatikan bahwa tidak semua departemen/unit layanan memiliki kapasitas atau
kebutuhan untuk memantau semua kewenangan yang ada dalam daftar setiap praktisi kesehatan. Pengumpulan
data pelayanan utama atau beberapa aspek pelayanan utama pada tingkat departemen, dengan semua atau
sebagian besar anggota staf departemen/pelayanan mempunyai kewenangan untuk pelayanan tersebut, akan
lebih mampu laksana.
Maka, tidak ada satu set data pun yang akan mencukupi untuk pemantauan dan evaluasi semua anggota staf
medis. Pemilihan data, frekuensi pemantauan dan analisis, serta penggunaan aktual data dan dokumentasi pada
catatan anggota staf medis sangat spesifik untuk setiap departemen/unit layanan, untuk setiap profesi yang
terkait, dan untuk setiap kewenangan praktisi kesehatan. Evaluasi praktik profesional berkelanjutan terhadap
anggota staf medis didukung oleh berbagai sumber data, termasuk catatan elektronik dan catatan cetak,
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 327
Standar SQE.12
Sedikitnya setiap tiga tahun, berdasarkan evaluasi praktik profesional berkelanjutan terhadap setiap anggota staf
medis, rumah sakit menentukan apabila keanggotaan staf medis dan kewenangan klinis dapat dilanjutkan
dengan atau tanpa modifikasi.
Pengangkatan/Penugasan kembali
Pengangkatan/penugasan kembali merupakan proses peninjauan, sedikitnya dilakukan setiap tiga tahun, terhadap
berkas anggota staf medis untuk verifikasi
• perpanjangan izin;
• bahwa anggota staf medis tidak dikenakan sanksi disipliner dari badan perizinan dan sertifikasi;
• bahwa berkas memuat dokumentasi yang cukup untuk pencarian dan perluasan kewenangan atau
tugas baru di rumah sakit; dan
• bahwa anggota staf medis secara fisik dan mental mampu menyelenggarakan perawatan pasien dan
tata laksana tanpa supervisi.
Informasi untuk peninjauan ini dikumpulkan dari sumber internal, evaluasi praktik profesional berkelanjutan
anggota staf medis, dan juga dari sumber eksternal seperti organisasi atau badan pengatur ataupun organisasi
profesi. Kebijakan rumah sakit mengidentifikasi individu, seperti pimpinan unit layanan khusus; atau
mekanisme, seperti fungsional staf medis ketika pimpinan departemen/unit layanan tidak hadir untuk
peninjauan; kriteria yang digunakan untuk pengambilan keputusan; dan bagaimana keputusan tersebut
didokumentasikan. Berkas kredensial anggota staf medis harus merupakan sumber informasi yang dinamis dan
terus-menerus ditinjau. Sebagai contoh, ketika anggota staf medis mendapatkan sertifikat pencapaian
berkaitan dengan peningkatan gelar atau pelatihan spesialistis lanjutan, kredensial yang baru segera diverifikasi
dari sumber yang mengeluarkan. Demikian pula ketika badan luar melakukan investigasi tentang kejadian
sentinel yang berkaitan dengan anggota staf medis dan mengenakan sanksi, informasi ini harus segera
digunakan untuk evaluasi ulang kewenangan klinis anggota staf medis tersebut. Untuk memastikan berkas
staf medis lengkap dan akurat, berkas ditinjau sedikitnya setiap tiga tahun, dan terdapat catatan dalam berkas
yang menunjukkan tindakan yang telah dilakukan atau bahwa tidak diperlukan tindakan apa pun dan
pengangkatan staf medis dilanjutkan.
Pertimbangan untuk penggambaran kewenangan klinis saat pengangkatan ulang mencakup hal-hal berikut:
• Anggota staf medis dapat diberikan kewenangan tambahan berdasarkan pendidikan dan pelatihan
lanjutan. Pendidikan dan pelatihan diverifikasi dari penyelenggara pendidikan atau pelatihan ataupun
dari sumber yang mengeluarkan kredensial. Pelaksanaan kewenangan tambahan dapat ditunda sampai
proses verifikasi selesai atau ketika terdapat periode persyaratan untuk praktik di bawah supervisi
sebelum pemberian kewenangan baru mandiri; sebagai contoh, persyaratan jumlah kasus operasi
robotik yang dilakukan di bawah supervisi.
• Kewenangan anggota staf medis dapat dilanjutkan, dibatasi, dikurangi, atau dihentikan berdasarkan
0 hasil proses peninjauan praktik profesional berkelanjutan (Lihat juga SQE.11);
0 batasan kewenangan yang dikenakan kepada staf oleh profesional luar, pemerintah, atau badan
pengatur;
o temuan rumah sakit dari evaluasi terhadap kejadian sentinel atau kejadian lainnya;
o status kesehatan praktisi tersebut; atau
o permintaan dari praktisi kesehatan.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 329
Staf Keperawatan
Standar SQE.13
Rumah sakit memiliki proses yang seragam untuk mengumpulkan, memverifikasi, dan mengevaluasi kredensial
staf keperawatan (izin praktik, pendidikan, pelatihan dan pengalaman kerja).
semua perawat lain yang dipekerjakan hingga saat itu. Proses ini diselesaikan dalam waktu 12 bulan setelah
survei sesuai dengan rencana prioritas verifikasi kredensial untuk perawat yang saat itu bekerja di unit layanan
risiko tinggi, seperti di kamar operasi, unit gawat darurat, atau unit perawatan intensif.
Catatan: Pengecualian ini hanya berlaku untuk verifikasi kredensial.
Apabila verifikasi tidak memungkinkan, seperti misalnya berkas hilang akibat bencana, hal ini
didokumentasikan.
Rumah sakit memiliki suatu proses yang memastikan bahwa kredensial setiap perawat kontrak juga telah
dikumpulkan, diverifikasi, dan diperiksa untuk memastikan kompetensi klinis yang masih berlaku sebelum
penugasan. (Lihat juga GLD.6) Rumah sakit mengumpulkan dan menyimpan berkas kredensial perawat. Berkas
tersebut memuat izin praktik yang masih berlaku jika peraturan mewajibkan perbaruan secara berkala. Terdapat
dokumentasi tentang pelatihan yang berkaitan dengan kompetensi tambahan. (Lihat juga SQE.5)
Standar SQE.14
Rumah sakit memiliki prosedur standar untuk menentukan tanggung jawab pekerjaan dan untuk membuat
penugasan pekerjaan klinis berdasarkan kredensial anggota staf keperawatan dan persyaratan menurut
peraturan yang berlaku.
Standar SQE.14.1
Rumah sakit memiliki prosedur standar untuk menentukan partisipasi staf keperawatan dalam kegiatan-
kegiatan peningkatan mutu rumah sakit, termasuk evaluasi kinerja individu jika diperlukan.
Standar SQE.15
Rumah sakit memiliki proses yang seragam untuk mengumpulkan, memverifikasi, dan mengevaluasi kredensial
anggota staf profesional lainnya (izin praktik, pendidikan, pelatihan dan pengalaman).
Situasi-situasi yang dijabarkan untuk staf medis dalam maksud dan tujuan SQE.9 dianggap sebagai pengganti
yang dapat diterima bagi suatu rumah sakit yang melakukan verifikasi sumber utama kredensial staf praktisi
kesehatan lainnya. (Lihat juga GLD.6.2)
Kepatuhan pada standar mewajibkan verifikasi sumber utama dilaksanakan untuk semua praktisi kesehatan
lainnya.
Pengecualian: Untuk survei inisial akreditasi JCI, rumah sakit harus menyelesaikan verifikasi sumber primer
untuk setiap kandidat pegawai baru dalam waktu dua belas (12) bulan sebelum survei inisial. Rumah sakit
diharapkan telah menyelesaikan verifikasi sumber primer untuk semua praktisi kesehatan lain yang
dipekerjakan hingga saat itu sebelum survei akreditasi tiga tahunan.
Catatan: Pengecualian ini hanya berlaku untuk verifikasi kredensial
Apabila tidak terdapat kewajiban untuk menyelesaikan proses pendidikan formal, izin praktik atau proses
registrasi ataupun kredensial dan bukti kompetensi lainnya, hal ini didokumentasikan dalam catatan individu.
Apabila verifikasi tidak memungkinkan, seperti misalnya berkas hilang akibat bencana, hal ini
didokumentasikan dalam catatan individu. Rumah sakit mengumpulkan dan menyimpan suatu berkas
kredensial tiap praktisi kesehatan. Berkas tersebut memuat izin praktik atau surat tanda registrasi yang masih
berlaku jika peraturan mewajibkan pembaruan secara berkala. (Lihat juga SQE.5)
Standar SQE.16
Rumah sakit memiliki proses yang seragam untuk mengidentifikasi tanggung jawab pekerjaan dan untuk
membuat penugasan klinis berdasarkan kredensial praktisi kesehatan lainnya dan persyaratan menurut
peraturan yang berlaku.
Standar SQE.16.1
Rumah sakit memiliki proses yang seragam untuk menentukan partisipasi praktisi kesehatan lainnya dalam
kegiatan-kegiatan peningkatan mutu rumah sakit.
Referensi
Perencanaan Kepegawaian
Griffiths P, et al. Nurse staffing levels, missed vital signs and mortality in hospitals: Retrospective longitudinal observational
study. Health Services and Dietary Research. 2018 Nov;6(38). https://doi.org/10.3310/hsdr06380.
Mitchell BG, et al. Hospital staffing and health care–associated infections: A systematic review of the literature. Jt Comm J Qual
Patient Saf. 2018 Oct;44(10):613–622. https://doi.org/10.1016/j.jcjq.2018.02.002.
Shaffer FA, et al. Code for ethical international recruitment practices: The CGFNS alliance case study. Hum Resour Health. 2016
Jun 30;14(Supple 1):113–119. https://doi.org/10.1186/s12960-016-0127-6.
World Health Organization. WISN: Workload Indicators of Staffing Need User’s Manual. 2010. Diakses 6 Jan 2020.
https://www.who.int/hrh/resources/WISN_Eng_UsersManual.pdf?ua=1.
World Health Organization. Workload Indicators of Staffing Need (WISN): Selected Country Implementation Experiences. 2016. Diakses 6
Jan 2020. https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/205943/9789241510059_eng.pdf.
Tripathi R, Srivastava A. Recruitment and selection process in healthcare industry in India. Amity Journal of Healthcare Management.
2017;2(1):36–49.
Dukungan Kepegawaian
Alkorashy HA, Al Moalad FB. Workplace violence against nursing staff in a Saudi university hospital. Int Nurs Rev. 2016
Jun;63(2):226–232. https://doi.org/10.1111/inr.12242.
Arnetz JE, et al. Preventing patient-to-worker violence in hospitals: Outcome of a randomized controlled intervention. J Occup
Environ Med. 2017 Jan;59(1):18–27. https://doi.org/10.1097/JOM.0000000000000909.
Auta A, et al. Health-care workers’ occupational exposures to body fluids in 21 countries in Africa: Systematic review and meta-
analysis. Bull World Health Organ. 2017 Dec 1;95(12):831–841. https://doi.org/10.2471/BLT.17.195735.
Burlison JD, et al. The second victim experience and support tool: Validation of an organizational resource for assessing second
victim effects and the quality of support resources. J Patient Saf. 2017 Jun;13(2):93–102.
https://doi.org/doi:10.1097/PTS.0000000000000129.
Cheung T, Yip PS. Workplace violence towards nurses in Hong Kong: Prevalence and correlates. BMC Public Health. 2017 Feb
14;17(1):196. https://doi.org/10.1186/s12889-017-4112-3.
Choi SD, Brings K. Work-related musculoskeletal risks associated with nurses and nursing assistants handling overweight and
obese patients: A literature review. Work. 2015;53(2):439–448. https://doi.org/10.3233/WOR-152222.
Cocker F, Joss N. Compassion fatigue among healthcare, emergency and community service workers: A systematic review. Int J
Environ Res Public Health. 2016 Jun 22;13(6):E618. https://doi.org/10.3390/ijerph13060618.
Dennerlein JT, et al. Lifting and exertion injuries decrease after implementation of an integrated hospital-wide safe patient
handling and mobilization programme. Occup Environ Med. 2017:74:336–343. https://doi.org/10.1136/oemed-2015-103507.
Donaghy C, Doherty R, Irwin T. Patient safety: A culture of openness and supporting staff. Surgery. 2018 Sep;36(9):509–514.
National Academy of Medicine. A Pragmatic Approach for Organizations to Measure Health Care Professional Well-Being.
Dyrbye LN, et al. Oct 1, 2018. Diakses 6 Jan 2020. https://nam.edu/a-pragmatic-approach-for-organizations-to-measure-
health-care-professional-well-being/.
Edrees H, et al. Implementing the RISE second victim support programme at the Johns Hopkins Hospital: A case study. BMJ
Open. 2016 Sep 30;6(9):e011708. Diakses 6 Jan 2020. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5051469/.
Frenzel E, et al. Association of increased influenza vaccination in health care workers with a reduction in nosocomial influenza
infections in cancer patients. Am J Infect Control. 2016 Sep 1;44(9):1016–1021. https://doi.org/10.1016/j.ajic.2016.03.024.
Haridi HK, et al. Influenza vaccine uptake, determinants, motivators, and barriers of the vaccine receipt among healthcare
workers in a tertiary care hospital in Saudi Arabia. J Hosp Infect. 2017 Jul;96(3):268–275.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 335
https://doi.org/10.1016/j.jhin.2017.02.005.
Heiss K, Clifton M. The unmeasured quality metric: Burn out and the second victim syndrome in healthcare. Semin Pediatr Surg.
2019 Jun;28(3):189–194. https://doi.org/10.1053/j.sempedsurg.2019.04.011.
Hofmann, PB. Stress among healthcare professionals calls out for attention. J Healthc Manag. 2018 Sep–Oct;63(5):294–297.
The Joint Commission. Developing resilience to combat nurse burnout. Quick Safety, Issue 50. Jul 2019. Diakses 6 Jan 2020.
https://www.jointcommission.org/assets/1/23/Quick_Safety_Nurse_resilience_FINAL_7_19_19.pdf.
National Taskforce for Humanity in Healthcare. Position Paper: The Business Case for Humanity in Healthcare. Apr 2018. Diakses 6 Jan
2020. http://healthcareexcellence.org/wp-content/uploads/2018/04/NTH-Business-Case_2018.pdf.
Nosewothy J, et al. Physician burnout is a public health crisis: Aa message to our fellow health care CEOs. Health Aff (Millwood)
blog. Mar 28, 2017. Diakses 6 Jan 2020. https://www.healthaffairs.org/do/10.1377/hblog20170328.059397/full/.
Olinski C, Norton CE. Implementation of a safe patient handling program in a multihospital health system from inception to
sustainability: Successes over 8 years and ongoing challenges. Workplace Health Saf. 2017 Nov;65(11):546–559.
https://doi.org/10.1177/2165079917704670.
Pousette A, et al. The relationship between patient safety climate and occupational safety climate in healthcare—A multi-level
investigation. J Safety Res. 2017 Jun;61:187–198. https://doi.org/10.1016/j.jsr.2017.02.020.
Rashid H, et al. Assessing interventions to improve influenza vaccine uptake among healthcare workers. Health Aff (Millwood).
2016 Feb;35(2):284–292. https://doi.org/10.1377/hlthaff.2015.1087.
Sinclair S, et al. Compassion fatigue: A meta-narrative review of the healthcare literature. Int J Nurs Stud. 2017 Apr;69:9–24.
https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2017.01.003.
US Centers for Disease Control and Prevention. Vaccine Information for Adults: Recommended Vaccines for Healthcare
Workers. (Updated: Apr 20, 2107.) Diakses 6 Jan 2020. http://cdc.gov/vaccines/adults/rec-vac/hcw.html.
Patel R, Sharma S. Credentialing. (Updated: Sep 11, 2019.) Treasure Island, FL. StatPearls Publishing, 2019. Diakses 5 Jan 2020.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK519504/#_NBK519504_pubdet_.
Wind A, van Harten WH. Benchmarking specialty hospitals, a scoping review on theory and practice. BMC Health Serv Res. 2017
Apr 4;17(1):245. https://doi.org/10.1186/s12913-017-2154-y.
Standar
Berikut ini adalah daftar semua standar untuk fungsi ini. Standar-standar tersebut disajikan di sini untuk
memudahkan Anda, tanpa mencantumkan maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaiannya. Untuk
informasi lebih lanjut mengenai standar-standar ini, silakan lihat bagian berikutnya dari bab ini, yakni bagian
Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen-elemen Penilaian.
Manajemen Informasi
MOI.1 Rumah sakit merencanakan dan merancang proses manajemen informasi untuk memenuhi
kebutuhan informasi bagi individu yang menyelenggarakan pelayanan klinis, pimpinan rumah sakit,
dan individu dari luar rumah sakit yang memerlukan data dan informasi dari rumah sakit.
MOI.2 Rumah sakit menjaga kerahasiaan, keamanan, privasi, dan integritas data dan informasi melalui
proses untuk mengelola dan mengontrol akses.
MOI.2.1 Rumah sakit menjaga kerahasiaan, keamanan, privasi, dan integritas data dan informasi
melalui proses yang melindungi data dan informasi dari kehilangan, pencurian,
kerusakan, dan penghancuran.
MOI.3 Rumah sakit menentukan lama penyimpanan rekam medis, data, dan informasi pasien lainnya.
MOI.4 Rumah sakit menggunakan kode diagnosis dan kode prosedur yang terstandardisasi serta
memastikan keseragaman penggunaan simbol dan singkatan baku yang boleh digunakan di seluruh
rumah sakit.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 337
MOI.5 Kebutuhan data dan informasi dari pihak dalam dan luar rumah sakit dipenuhi secara tepat waktu
dalam format yang memenuhi harapan pengguna dan dengan frekuensi yang diinginkan.
MOI.6 Staf klinis, para pengambil keputusan dan anggota staf lainnya diedukasi dan dilatih mengenai
sistem informasi, keamanan informasi, serta prinsip manajemen dan penggunaan informasi.
Manajemen Informasi
Standar MOI.1
Rumah sakit merencanakan dan merancang proses manajemen informasi untuk memenuhi kebutuhan
informasi bagi individu yang menyelenggarakan pelayanan klinis, pimpinan rumah sakit, dan individu dari luar
rumah sakit yang memerlukan data dan informasi dari rumah sakit.
• Pimpinan rumah sakit dan para kepala departemen/layanan rumah sakit (Lihat juga GLD.3.2)
• Individu, unit pelayanan, dan badan di luar rumah sakit yang membutuhkan atau memerlukan data
atau informasi tentang operasional dan proses perawatan rumah sakit (Lihat juga GLD.3.1)
Perencanaan tersebut juga mencakup misi rumah sakit, layanan yang diberikan, sumber daya, akses ke
teknologi yang terjangkau, dan dukungan untuk menciptakan komunikasi yang efektif antar pemberi pelayanan.
Kebutuhan berbagai sumber tersebut akan prioritas informasi memengaruhi strategi manajemen informasi
rumah sakit dan kemampuan menerapkan strategi tersebut. Strategi tersebut memenuhi kebutuhan rumah sakit
berdasarkan pada ukuran rumah sakit, kompleksitas pelayanan, ketersediaan staf yang terlatih, serta sumber
daya manusia dan teknis lainnya. Proses informasi ini bersifat komprehensif dan mencakup semua departemen
dan layanan yang ada di rumah sakit. Perencanaan untuk manajemen informasi ini tidak memerlukan program
informasi yang tertulis secara formal, namun memerlukan bukti adanya pendekatan yang terencana untuk
mengidentifikasi kebutuhan informasi rumah sakit serta proses untuk memenuhi kebutuhan tersebut. (Lihat
juga QPS.4 dan PCI.3)
Standar MOI.2
Rumah sakit menjaga kerahasiaan, keamanan, privasi, dan integritas data dan informasi melalui proses untuk
mengelola dan mengontrol akses.
Standar MOI.2.1
Rumah sakit menjaga kerahasiaan, keamanan, privasi, dan integritas data dan informasi melalui proses yang
melindungi data dan informasi dari kehilangan, pencurian, kerusakan, dan penghancuran.
dalam rekam medis, siapa yang dapat memasukkan instruksi untuk pasien, siapa yang dapat mengakses kasus
pasien dengan keamanan tinggi, siapa yang dapat mengakses data peningkatan kualitas, dan sebagainya.
Setiap tingkat akses individu berwenang atas data dan informasi didasarkan pada kebutuhan dan ditentukan
oleh peran dan tanggung jawab individu tersebut. Mahasiswa, trainee, juru tulis, dan lainnya, sebagaimana
ditentukan oleh rumah sakit, juga harus diperhitungkan. (Lihat juga MOI.9) Proses yang efektif mendefinisikan
• siapa yang memiliki akses terhadap data dan informasi, termasuk rekam medis pasien;
• informasi mana yang dapat diakses oleh individu tertentu (dan tingkat aksesnya);
• proses untuk memberikan hak akses kepada individu yang berwenang;
• kewajiban individual untuk menjaga kerahasiaan dan keamanan informasi;
• proses untuk menjaga integritas data (keakuratan, konsistensi, dan kelengkapannya); serta
• proses yang dilakukan apabila terjadi gangguan atau pelanggaran terhadap kerahasiaan, keamanan, atau
pun integritas data.
Untuk rumah sakit dengan sistem informasi elektronik, pemantauan akses terhadap data dan informasi pasien
melalui audit keamanan log akses dapat membantu melindungi kerahasiaan dan keamanan. Rumah sakit
menerapkan proses untuk secara proaktif memantau log akses. Audit keamanan rutin dapat mengidentifikasi
kerentanan sistem selain pelanggaran kerahasiaan dan kebijakan keamanan. Sebagai contoh, sebagai bagian dari
proses ini, rumah sakit dapat mengidentifikasi pengguna sistem yang telah mengubah, mengedit, atau
menghapus informasi dan dapat melacak perubahan yang dibuat pada rekam medis elektronik. Hasil dari
proses audit ini dapat digunakan untuk memvalidasi bahwa izin pengguna telah ditetapkan dengan tepat.
Melakukan audit keamanan juga dapat efektif dalam mengidentifikasi kerentanan dalam keamanan, seperti
akses pengguna dan izin yang perlu diperbarui atau dihapus karena perubahan atau pergantian staf.
Ketika asisten dokumentasi, atau juru tulis, membantu praktisi kesehatan untuk melakukan dokumentasi,
rumah sakit memiliki proses untuk memastikan perlindungan data dan informasi pasien. Rumah sakit
mengidentifikasi kualifikasi, pelatihan, dan kompetensi yang diperlukan untuk juru tulis, serta tanggung jawab
pekerjaan mereka, termasuk ruang lingkup kegiatan dokumentasi yang dapat dilakukan juru tulis. Seperti halnya
siapa pun yang memiliki akses ke rekam medis pasien, juru tulis harus memiliki wewenang untuk mengakses
dan membuat entri dalam catatan medis, dan tingkat aksesnya diidentifikasi. Saat menggunakan rekam medis
elektronik, langkah-langkah keamanan tambahan untuk masuk/login ke sistem harus ditentukan dan
diimplementasikan. Sebagai contoh, rumah sakit memiliki proses untuk memastikan bahwa individu
masuk/login dan mengakses sistem menggunakan kredensial unik yang diberikan hanya untuk mereka dan
bahwa kredensial tersebut tidak dipakai bersama orang lain.
Selain proses untuk mengelola dan mengendalikan akses, rumah sakit memastikan bahwa rekam medis
berbentuk cetak atau elektronik, data, dan informasi lainnya dilindungi dari kehilangan, pencurian, gangguan,
kerusakan, dan penghancuran yang tidak diinginkan. Penting bagi rumah sakit untuk menilai kerentanan di
rumah sakit yang berpotensi menimbulkan risiko bagi keamanan data dan informasi. Rumah sakit melakukan
dan mendokumentasikan pengkajian risiko keamanan informasi yang sedang berlangsung setidaknya setiap
tahun. Pengkajian risiko mempertimbangkan peninjauan proses dan layanan baru dan layanan terencana yang
dapat menimbulkan risiko terhadap data dan informasi, di mana pun diakses atau disimpan. Risiko
diprioritaskan berdasarkan hasil pengkajian risiko, dan tindakan perbaikan diidentifikasi dan diimplementasikan
untuk mengatasi risiko. Tindakan perbaikan dipantau untuk memastikan bahwa risiko dicegah atau dihilangkan.
Untuk melindungi data dan informasi, rumah sakit menerapkan praktik terbaik untuk keamanan data dan
memastikan penyimpanan catatan, data, dan informasi medis yang aman dan terjamin. Contoh langkah-
langkah dan strategi keamanan termasuk, tetapi tidak terbatas pada, berikut ini:
• Memastikan perangkat lunak keamanan dan pembaruan sistem sudah menggunakan versi terkini dan
terbaru
• Mengenkripsi data, seperti data yang disimpan dalam bentuk digital
• Melindungi data dan informasi melalui strategi pencadangan seperti penyimpanan di luar lokasi
dan/atau layanan pencadangan cloud (Lihat juga MOI.13)
• Menyimpan rekam medis fisik di lokasi di mana berkas tersebut tidak terkena panas, air, dan api
• Menyimpan rekam medis aktif di area yang hanya dapat diakses praktisi kesehatan
• Memastikan bahwa ruang server dan ruang untuk penyimpanan rekam medis fisik diamankan dan
hanya dapat diakses oleh individu yang berwenang
• Memastikan bahwa ruang server dan ruang untuk penyimpanan rekam medis fisik memiliki suhu dan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 340
Standar MOI.3
Rumah sakit menentukan lama penyimpanan rekam medis, data, dan informasi pasien lainnya.
Standar MOI.4
Rumah sakit menggunakan kode diagnosis dan kode prosedur yang terstandardisasi serta memastikan
keseragaman penggunaan simbol dan singkatan baku yang boleh digunakan di seluruh rumah sakit.
Standar MOI.5
Kebutuhan data dan informasi dari pihak dalam dan luar rumah sakit dipenuhi secara tepat waktu dalam
format yang memenuhi harapan pengguna dan dengan frekuensi yang diinginkan.
Standar MOI.6
Staf klinis, para pengambil keputusan dan anggota staf lainnya diedukasi dan dilatih mengenai sistem informasi,
keamanan informasi, serta prinsip manajemen dan penggunaan informasi.
Semua individu diedukasi dan dilatih sesuai tanggung jawab, uraian tugas, serta kebutuhan data dan informasi.
Rumah sakit dengan sistem rekam medis elektronik memastikan bahwa staf yang perlu mengakses, meninjau,
dan/atau mendokumentasikan dalam rekam medis pasien mendapatkan edukasi, pelatihan berkelanjutan, dan
penilaian untuk menggunakan sistem secara efektif dan efisien. Berbagai metode dapat digunakan untuk
pelatihan berkelanjutan; sebagai contoh, “tip dan trik,” panduan referensi cepat, modul edukasi singkat, dan
buletin dapat diposting atau dikirim melalui email kepada staf untuk memberikan panduan bermanfaat tentang
cara menggunakan sistem. Pelatihan berkelanjutan harus relevan dengan kebutuhan anggota staf dan
penggunaan sistem. Staf dinilai untuk memastikan bahwa mereka memiliki kompetensi dan keterampilan yang
diperlukan untuk menggunakan sistem secara efektif dan efisien guna melaksanakan tanggung jawab pekerjaan
mereka.
Proses manajemen informasi memungkinkan penggabungan informasi dari berbagai sumber dan menyusun
laporan untuk menunjang pengambilan keputusan. Secara khusus, kombinasi informasi klinis dan manajerial
membantu pimpinan departemen/pelayanan untuk menyusun rencana secara kolaboratif. Proses manajemen
informasi mendukung para pimpinan departemen/pelayanan dengan data perbandingan dan data longitudinal
terintegrasi.
Standar MOI.7
Dokumen tertulis, termasuk kebijakan, prosedur, dan program dikelola secara konsisten dan seragam.
Standar MOI.7.1
Kebijakan, prosedur, perencanaan, dan dokumen lain yang memandu proses dan praktik klinis dan non-klinis
diterapkan sepenuhnya secara konsisten dan seragam.
tugas seseorang, maka tindakan-tindakan yang disebutkan dalam dokumen tersebut harus terlihat dalam
tindakan individu tersebut.
Standar MOI.8
Rumah sakit memprakarsai dan mempertahankan rekam medis yang terstandardisasi untuk setiap pasien yang
dikaji atau ditangani, serta menetapkan isi, format, dan lokasi penulisan dalam rekam medis.
Standar MOI.8.1
Rekam medis berisi informasi yang memadai untuk mengidentifikasi pasien, untuk menunjang diagnosis,
memberikan justifikasi untuk tata laksana yang diberikan, serta untuk mendokumentasikan rangkaian dan hasil
tata laksana.
termasuk pedoman untuk penggunaan yang benar dari fungsi salin dan tempel, pengisian otomatis, koreksi-
otomatis, dan templat dalam rekam medis elektronik, serta pemantauan penggunaannya. Pemantauan dapat
dilakukan sambil bermitra dengan vendor rekam medis elektronik untuk mengembangkan cara melacak
informasi yang telah disalin dan ditempelkan (sebagai contoh, menampilkan informasi ini dalam jenis font yang
berbeda atau digarisbawahi) atau menggunakan proses manual untuk meninjau Informasi yang disalin dan
ditempelkan. Rumah sakit juga memberikan pelatihan dan edukasi tentang penggunaan yang tepat dari fungsi
salin dan tempel, pengisian-otomatis, koreksi-otomatis, dan templat untuk semua staf yang dapat
mendokumentasikan catatan dalam rekam medis.
Proses untuk memastikan keakuratan rekam medis pasien membahas baik informasi tertulis maupun
elektronik. Ketika terdapat ketidakakuratan dalam rekam medis, terdapat juga implikasi terkait keselamatan
pasien dan mutu perawatan dan layanan. Sebagai contoh, ketidakkonsistenan dalam penentuan waktu dan
penanggalan entri, seperti dua waktu kedatangan berbeda yang didokumentasikan di lokasi terpisah dalam
rekam medis untuk pasien di unit gawat darurat dapat memengaruhi antara lain perawatan yang diterima
pasien, aktivitas penagihan, dan/atau indikator mutu rumah sakit. Selain itu, perbedaan dalam rekam medis
dapat menyebabkan kebingungan tentang informasi mana yang benar dan harus diikuti — sebagai contoh,
ringkasan pemulangan pasien yang menyatakan, “pasien disarankan untuk membuat janji temu di lain hari,”
dan dari kunjungan yang sama, instruksi pemulangan pasien menuliskan, "Tidak perlu tindak lanjut." Untuk
mencegah ketidakkonsistenan dan perbedaan dalam rekam medis pasien, rumah sakit menetapkan dan
menerapkan proses dan pedoman untuk memfasilitasi dokumentasi yang akurat dan lengkap. Sebagai contoh,
untuk memfasilitasi pencatatan waktu yang akurat, jam disinkronkan di seluruh area rumah sakit, termasuk jam
dinding, jam komputer, jam pada peralatan medis dan perangkat yang terhubung ke jaringan komputer, dan
sebagainya.
Isi, format, dan lokasi penulisan rekam medis pasien terstandardisasi untuk membantu terciptanya integrasi
antara praktisi kesehatan dan kesinambungan perawatan. Rumah sakit menentukan data dan informasi spesifik
yang harus tercantum dalam rekam medis tiap pasien yang dikaji atau ditata laksana dalam situasi rawat inap,
rawat jalan, atau gawat darurat. Rekam medis harus mengandung informasi yang memadai untuk mendukung
diagnosis, memberikan justifikasi atas perawatan, pelayanan, dan tata laksana yang diberikan kepada pasien,
mendokumentasi rangkaian dan hasil perawatan, pelayanan, dan tata laksana, serta mendukung perawatan yang
berkesinambungan. (Lihat juga ACC.5.1; AOP.1.2; AOP.1.2.1; COP.2; COP.2.1; ASC.5; ASC.6; ASC.7.2; dan
MMU.4.2)
Standar MOI.9
Setiap catatan (entry) pada rekam medis pasien mencantumkan identitas penulis dan kapan catatan tersebut
ditulis di dalam rekam medis.
Standar MOI.10
Sebagai bagian dari kegiatan pemantauan dan peningkatan kinerja, rumah sakit secara rutin mengkaji isi dan
kelengkapan rekam medis pasien.
inap maupun rawat jalan ditinjau setidaknya setiap tiga bulan atau lebih sering sebagaimana
ditetapkan dalam peraturan dan undang-undang.
❑ 2. Peninjauan dilakukan oleh dokter, perawat, dan petugas lain yang berwenang untuk menulis di dalam
rekam medis pasien ataupun mengelola rekam medis pasien.
❑ 3. Peninjauan difokuskan pada ketepatan waktu, keakuratan, kelengkapan, dan keterbacaan rekam
medis.
❑ 4. Isi rekam medis yang disyaratkan dalam peraturan dan undang-undang tercakup dalam proses
peninjauan.
❑ 5. Hasil proses peninjauan dimasukkan ke dalam mekanisme pengawasan mutu rumah sakit.
Standar MOI.11
Pimpinan rumah sakit mengidentifikasi individu yang kompeten untuk mengawasi sistem dan proses teknologi
informasi kesehatan rumah sakit.
Teknologi informasi kesehatan merupakan suatu investasi besar dari sumber daya untuk rumah sakit. Karena
itu, teknologi harus disesuaikan dengan kebutuhan rumah sakit saat ini dan pada masa yang akan datang serta
juga dengan sumber-sumber daya lain yang dimiliki. (Lihat juga GLD.7) Namun demikian, teknologi baru dapat
tidak terintegrasi baik dengan teknologi dan proses yang sudah dimiliki rumah sakit saat ini. Sistem teknologi
baru dapat tidak menangani seluruh area pelayanan (sebagai contoh, kamar bedah atau departemen gawat
darurat), atau dapat tidak memungkinkan adanya antarmuka (interface) dengan sistem yang telah ada sekarang.
Sebagai konsekuensinya, evaluasi yang menyeluruh dan pengujian akan membantu rumah sakit menilai
bagaimana proses dan teknologi yang sudah ada dapat dioptimalkan, diubah, dan dibantu dengan adanya
teknologi yang baru ini.
Teknologi informasi tidak berjalan sendiri. Teknologi informasi kesehatan berinteraksi dengan proses-proses
yang ada di dalam rumah sakit, organisasi lain di luar rumah sakit, praktisi kesehatan internal maupun eksternal,
dan juga dengan pasien dan keluarga. Tingkatan integrasi kompleks ini memerlukan partisipasi yang
terkoordinasi dari pemangku kepentingan (stakeholder) teknologi informasi kesehatan penting. Di bawah
kepemimpinan individu yang mengawasi teknologi informasi kesehatan di rumah sakit, para pemangku
kepentingan, seperti staf klinis dan nonklinis dan kepala departemen/layanan terlibat dalam analisis alur kerja,
proses seleksi untuk teknologi/sistem baru, serta pengujian, implementasi, dan evaluasi teknologi.
Semua atau sebagian dari pengintegrasian teknologi informasi kesehatan baru dan yang sudah ada dapat
dilakukan melalui layanan yang dikontrak. Tingkat analisis alur kerja, penilaian, pengujian, dan evaluasi yang
sama diperlukan untuk layanan yang dikontrak dan melibatkan pemangku kepentingan yang tepat. Pengawasan
untuk kontrak dilakukan oleh individu yang mengawasi teknologi informasi kesehatan. (Lihat juga GLD.6 dan
GLD.6.1) Setelah penerapan sistem teknologi informasi, penting juga bagi rumah sakit untuk memiliki suatu
proses untuk mengevaluasi penggunaan dan efektivitas dari teknologi tersebut. Evaluasi termasuk, tetapi tidak
terbatas pada, apakah teknologi tersebut digunakan dan diterapkan sesuai aturan; bagaimana teknologi tersebut
berintegrasi dengan teknologi yang sudah ada; dan apa efek dari teknologi tersebut dalam meningkatkan
keselamatan pasien, mengurangi kesalahan, dan meningkatkan kinerja rumah sakit; serta bagaimana teknologi
tersebut dapat memengaruhi staf (sebagai contoh, meningkatkan efisiensi, meningkatkan stres/burnout, dan
lain sebagainya).
Standar MOI.12
Ketika perangkat seluler digunakan untuk mengirim pesan teks, mengirim email, atau komunikasi lainnya
tentang data dan informasi pasien, rumah sakit mengimplementasikan proses untuk memastikan mutu
perawatan pasien dan menjaga keamanan serta kerahasiaan informasi pasien.
catatan tentang perawatan pasien. Praktisi kesehatan dapat saling berkomunikasi dengan praktisi lain, di dalam
dan di luar rumah sakit, atau dapat menerima pesan teks atau email dari pasien. Rumah sakit dapat
menyediakan perangkat seluler kepada praktisi kesehatan mereka atau memungkinkan praktisi menggunakan
perangkat pribadi mereka sendiri. Ketika perangkat seluler digunakan, rumah sakit perlu memastikan bahwa
data dan informasi pasien dijaga kerahasiaannya. (Lihat juga COP.2) Sebagai contoh, rumah sakit menerapkan
kontrol akses dengan autentikasi pengguna, kebijakan kata sandi yang aman, kemampuan untuk menonaktifkan
atau menghapus data dan informasi pasien dari perangkat seluler dari jarak jauh jika hilang atau dicuri, dan
bentuk kontrol keamanan lain. Ketika perangkat seluler disediakan untuk staf oleh rumah sakit, terdapat
prosedur untuk mengambil kembali perangkat tersebut ketika staf tidak lagi dipekerjakan atau terkait dengan
rumah sakit.
Platform pesan teks yang lebih baru dapat menawarkan fungsionalitas untuk mengatasi masalah sebelumnya
terkait dengan pengiriman pesan dan kerahasiaan, keamanan informasi, keakuratan, ketepatan waktu,
dokumentasi, dan keselamatan pasien. Ketika rumah sakit memungkinkan informasi pasien yang rahasia dan
pribadi untuk ditransmisikan melalui pesan teks (sebagai contoh, identifikasi pasien, diagnosis, riwayat, hasil
tes, dan informasi rahasia lainnya), rumah sakit memastikan bahwa platform pengiriman pesan yang aman
diterapkan dan mencakup hal-hal berikut:
a) Proses masuk yang aman dan terenkripsi untuk autentikasi pengguna (proses masuk yang dilindungi
kata sandi dan unik untuk setiap pengguna)
b) Proses untuk memastikan bahwa hanya individu yang berwenang yang ada di direktori platform
pengguna yang dapat menerima pesan
c) Tanda pesan terkirim dan terbaca
d) Stempel tanggal dan waktu untuk pesan
e) Proses untuk melindungi dan mengamankan informasi pasien dari akses dan penggunaan yang tidak
sah (sebagai contoh, logout otomatis setelah periode tidak aktif, kemampuan bagi rumah sakit untuk
menonaktifkan perangkat seluler dari jarak jauh atau menghapus data dari perangkat jika hilang atau
dicuri, dan sebagainya)
Selain itu, rumah sakit menetapkan proses untuk memastikan bahwa pesan teks dengan informasi pasien
didokumentasikan dalam rekam medis ketika isinya berkaitan dengan perawatan pasien. (Lihat juga MOI.8 dan
MOI.8.1) Sebagai contoh, praktisi kesehatan yang saling berkirim pesan teks yang berisi informasi yang
digunakan untuk membuat keputusan tentang perawatan pasien perlu didokumentasikan dalam rekam medis
pasien tersebut.
E-mail semakin menjadi bagian dari komunikasi normal dalam pelayanan kesehatan. Ada banyak keuntungan
komunikasi e-mail; Namun, mungkin juga terdapat masalah yang terkait dengan keamanan, kerahasiaan, dan
ketepatan waktu, seperti ketika perangkat seluler digunakan atau ketika pasien memulai kontak melalui email
dengan dokter. Dokter atau rumah sakit mungkin memiliki sistem e-mail yang aman, tetapi pasien sering kali
tidak. Selain itu, masalah sensitif waktu yang dikirim melalui email, seperti masalah kesehatan yang mendesak,
mungkin tidak dapat dilihat oleh dokter secara tepat waktu, sehingga dapat terjadi penundaan tindakan yang
mungkin diperlukan saat itu juga. Salah satu cara untuk memastikan kerahasiaan dan mencegah keterlambatan
dalam tindakan mendesak adalah membatasi penggunaan e-mail di wilayah-wilayah di mana risiko pelanggaran
kerahasiaan atau keterlambatan dalam respons lebih rendah (sebagai contoh, penjadwalan janji temu dan
pelaporan catatan rumah seperti tekanan darah atau tekanan darah atau pertambahan berat badan dari pasien
dengan gagal ginjal atau gagal jantung kongestif). Seperti halnya pesan teks, rumah sakit menetapkan proses
untuk memastikan bahwa pesan e-mail dengan data dan informasi yang berkaitan dengan perawatan pasien
didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
Cara lain bagi pasien untuk berkomunikasi dengan praktisi perawatan kesehatan mereka adalah melalui portal
pasien. Portal pasien menyediakan berbagai layanan yang dapat dilakukan secara online atau melalui aplikasi
pada perangkat seluler, seperti mengisi formulir pendaftaran, meminta resep obat, mengakses hasil tes,
menjadwalkan janji temu yang tidak mendesak, mengirim/menerima pesan dengan dokter, mengunduh materi
edukasi, dan melakukan pembayaran secara elektronik.
Rumah sakit yang menerapkan portal pasien memastikan kerahasiaan dan keamanan informasi pasien yang
disimpan dan dipertukarkan melalui portal. Implementasi dan penggunaan portal pasien memerlukan enkripsi
data/informasi pasien; proses masuk yang aman dengan persyaratan kata sandi untuk pengguna; jejak audit
yang mencatat dan membuat log kegiatan utama; dan persetujuan dari pasien untuk berpartisipasi dalam portal
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 351
Standar MOI.13
Rumah sakit mengembangkan, memelihara, dan menguji program untuk mengatasi waktu henti (downtime) dari
sistem data, baik yang terencana maupun yang tidak terencana.
proses untuk mengelola waktu henti di area pencitraan diagnostik atau farmasi.
Komunikasi adalah elemen penting dari strategi kesinambungan selama waktu henti. Memberitahu staf tentang
waktu henti yang direncanakan memungkinkan mereka melakukan persiapan yang diperlukan untuk
memastikan bahwa operasional dapat berlanjut dengan cara yang aman dan efektif. Komunikasi sebelum waktu
henti yang direncanakan harus mencakup setidaknya informasi berikut:
• Sistem atau aplikasi teknologi informasi yang akan dihentikan dan departemen/area layanan yang akan
terpengaruh
• Kapan waktu henti akan dimulai dan ekspektasi durasi sistem atau aplikasi tidak tersedia
• Alasan untuk waktu henti dan perubahan apa yang bisa diharapkan setelah waktu henti yang
direncanakan selesai; sebagai contoh:
o Pemeliharaan rutin—tidak diharapkan terjadi perubahan
o Penguatan atau peningkatan sistem
Ketika terjadi waktu henti yang tidak direncanakan, staf harus diberi tahu segera setelah kejadian itu
diidentifikasi. Cara mengomunikasikan informasi kepada staf akan tergantung pada sistem yang terhenti.
Sebagai contoh, jika jaringan rumah sakit mati, mungkin diperlukan komunikasi dengan staf melalui telepon.
Berbagai strategi komunikasi harus dikembangkan untuk mengatasi berbagai sistem yang mungkin terpengaruh.
Selain strategi komunikasi internal, mungkin perlu untuk mengembangkan strategi komunikasi eksternal.
Sebagai contoh, jika rumah sakit memiliki aplikasi penghubung dengan laboratorium atau layanan radiologi
luar/kontrak dan aplikasi tersebut menjadi tidak tersedia karena waktu henti, perlu ada proses untuk
memperoleh hasil pemeriksaan selama waktu henti dan rencana untuk melaporkan kembali hasil tersebut
kembali melalui antarmuka ketika waktu henti berakhir.
Mutu dan keselamatan perawatan pasien tergantung pada kemampuan rumah sakit untuk mempertahankan
layanan perawatan pasien selama periode waktu henti, baik yang direncanakan maupun yang tidak
direncanakan. Rumah sakit harus mengembangkan strategi dan langkah-langkah untuk melanjutkan perawatan
pasien selama gangguan sistem data. Satu pendekatan untuk mengelola waktu henti dapat mencakup praktik
memiliki paket formulir waktu henti dalam bentuk salinan kertas atau binder waktu henti yang tersedia untuk
melanjutkan perawatan jika waktu henti yang tidak direncanakan berlangsung melebihi ambang waktu tertentu
(biasanya lebih dari 30 menit). Pendekatan lain mungkin untuk menyediakan komputer waktu henti yang
memungkinkan akses hanya-baca (read-only) ke data pasien.
Setelah waktu henti, perawatan pasien dan layanan yang diberikan selama periode waktu henti mungkin perlu
dimasukkan secara manual, melalui manajemen dokumen/sistem pemindaian, atau melalui transkripsi hard copy
ke soft copy selama periode tidak aktif. Organisasi perlu menentukan data apa yang mungkin perlu dimasukkan
kembali dalam format rahasia (sebagai contoh, semua obat yang diresepkan selama waktu henti, instruksi
tertentu, alergi, daftar masalah, dan sebagainya), data apa yang mungkin perlu dipindai, dan data apa mungkin
perlu ditranskripsi dari hard copy ke soft copy. Untuk memastikan kerahasiaan dan keamanan informasi, organisasi
harus memiliki proses terdokumentasi untuk pengelolaan dokumentasi kertas yang digunakan selama waktu
henti. (Lihat juga MOI.8 dan MOI.8.1)
Taktik pemulihan untuk waktu henti meliputi sistem “pemulihan bencana (disaster recovery)” dan “failover” untuk
pencadangan, pemulihan, dan pemeliharaan sistem data. Sistem pemulihan bencana biasanya berada pada suatu
lokasi yang jauh untuk memulihkan data yang mungkin telah rusak, atau terhapus secara tidak sengaja. Untuk
sistem-sistem ini biasanya dibuatkan data cadangan secara berkala, biasanya setiap malam. Sistem failover
meminimalkan gangguan pada perawatan pasien dan hilangnya data. Sistem failover biasanya ada di tempat dan
dapat dialihkan dalam beberapa detik atau menit ketika sistem primer tidak berfungsi karena waktu henti, baik
terencana maupun tidak terencana. Ada banyak perangkat yang tersedia untuk membuat data cadangan. Pada
rumah sakit yang menggunakan sistem data cadangan berbasis cloud, vendor dari sistem berbasis cloud perlu
memiliki suatu sistem cadangan yang cukup untuk meminimalkan gangguan pada perawatan, mencegah
hilangnya data, dan menjaga integritas data. (Lihat juga MOI.2) Solusi pencadangan yang optimal untuk tiap
rumah sakit tergantung pada banyak faktor, termasuk jumlah data yang perlu dicadangkan, kecepatan
pencadangan dan pemulihan data, lokasi dari sistem pemulihan, biaya, dan faktor-faktor lainnya.
Sebagian besar rumah sakit melakukan pengujian rencana pemulihan data setiap setahun sekali. Namun
demikian, sistem cadangan data sederhana harus diuji setidaknya sekali setiap 3 bulan, dan ketika terjadi
perubahan peranti keras serta peranti lunak dari sistem cadangan data. Melakukan pengujian setelah suatu
peningkatan (upgrade) terutama sangat penting untuk memastikan bahwa upgrade tersebut sesuai dengan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 353
seluruh sistem. Rumah sakit memiliki suatu perencanaan untuk mengatasi interupsi dengan melatih staf tentang
prosedur alternatif, menguji program pengelolaan gawat darurat yang dimiliki rumah sakit (lihat juga FMS.6),
melakukan pencadangan data terjadwal secara teratur, dan menguji prosedur pemulihan data. Tanpa
memandang apakah rumah sakit menggunakan sistem manual atau sistem elektronik, harus ada sebuah rencana
yang disusun untuk menangani proses kesinambungan informasi, termasuk informasi yang berbasis
pengetahuan. Rumah sakit yang memiliki rencana untuk memelihara akses pada sistem informasi elektronik
dengan menggunakan berbagai proses pencadangan dan pemulihan data, cenderung memiliki proses perawatan
pasien berkesinambungan yang lebih mulus dan kehilangan data yang minimal.
Referensi
Manajemen Informasi
Abouelmehdi K, Beni-Hessane A, Khaloufi H. Big healthcare data: Preserving security and privacy. Big Data. Epub 2018 Jan 9.
https://doi.org/10.1186/s40537-017-0110-7.
Arain MA, Tarraf R, Ahmad A. Assessing staff awareness and effectiveness of educational training on IT security and privacy in a
large healthcare organization. J Multidiscip Healthc. 2019 Jan 9;12:73–81.
Bleiberg H, et al. A need to simplify informed consent documents in cancer clinical trials. A position paper of the ARCAD
Group. Ann Oncol. 2017 May 1;28(5):922–930.
Fernandez-Aleman JL, et al. Technical solutions for mitigating security threats caused by health professionals in clinical settings.
Conf Proc IEEE Eng Med Biol Soc. 2015 Aug;2015:1389–1392.
Hepp SL, et al. Evaluation of the awareness and effectiveness of IT security programs in a large publicly funded health care
system. Health Inf Manag. 2018 Sep;47(3):116–124.
Institute for Safe Medication Practices. ISMP’s List of Error-Prone Abbreviations, Symbols, and Dose Designations. Oct 2, 2017. Diakses
6 Jan 2020. https://www.ismp.org/tools/errorproneabbreviations.pdf.
Jayabalan M, O’Daniel T. Access control and privilege management in electronic health record: A systematic literature review. J
Med Syst. 2016 Dec;40(12):261.
Kruse CS, et al. Security techniques for the electronic health records. J Med Syst. 2017 Aug;41(8):127.
Moon S, McInnes B, Melton GB. Challenges and practical approaches with word sense disambiguation of acronyms and
abbreviations in the clinical domain. Healthc Inform Res. 2015 Jan;21(1):35–42.
Rezaeibagha F, Win KT, Susilo W. A systematic literature review on security and privacy of electronic health record systems:
Technical perspectives. Health Inf Manag. 2015;44(3):23–38.
Sharp K, et al. Conversion of provider EMR training from instructor-led training to eLearning at an academic medical center.
Appl Clin Inform. 2017 Jul 26;8(3):754–762.
Sher ML, et al. How can hospitals better protect the privacy of electronic medical records? Perspectives from staff members of
health information management departments. Health Inf Manag. 2017 May;46(2):87–95.
Zakaria H, et al. A systematic liternature review of security perimeter in hospital facility. Open International Journal of Informatics.
2018;6(4):104–129. Diakses 5 Jan 2020. http://apps.razak.utm.my/ojs/index.php/oiji/article/view/68/49.
Khanna RR, Wachter RM, Blum M. Reimagining electronic clinical communication in the post-pager smartphone era. JAMA.
2016 Jan 5;315(1):21–22.
Newhouse N, et al. Patient use of email for health care communication purposes across 14 European countries: An analysis of
users according to demographic and health-related factors. J Med Internet Res. 2015 Mar 6;17(3):e58.
Nguyen C, et al. The use of technology for urgent clinician to clinician communications: A systematic review of the literature. Int
J Med Inform. 2015 Feb;84(2):101–110.
Oral B, et al. Downtime procedures for the 21st century: Using a fully integrated health record for uninterrupted electronic
reporting of laboratory results during laboratory information system downtimes. Am J Clin Pathol. 2015 Jan;143(1):100–104.
Poterack KA, Gottlieb O, Rothman BS. Paper charting anesthetics: Forgotten but not gone . . . especially during an EHR
downtime. ASA Monitor. 2017 Apr;81:30–32.
Serrano KJ, et al. Willingness to exchange health information via mobile devices: Findings from a population-based survey. Ann
Fam Med. 2016 Jan–Feb;14(1):34–40. https://doi.org/10.1370/afm.1888.
The Joint Commission. Update: Texting orders. Jt Comm Perspect. 2016 May;36(5):15.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 356
Bagian IV:
Standar untuk Rumah
Sakit Pendidikan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 357
Standar Pendidikan Profesi Medis (MPE) dan Program Penelitian dengan Subjek Manusia (HRP) untuk
Rumah Sakit Pendidikan disusun dan pertama kali dipublikasikan pada tahun 2012 karena disadari bahwa
rumah sakit yang demikian membutuhkan sumber daya yang khusus untuk menjalankan pendidikan profesi
kesehatan dan penelitian dengan subjek manusia di komunitas dan negara tempat rumah sakit tersebut berada.
Standar-standar ini juga menyajikan kerangka kerja untuk mengintegrasikan pendidikan kedokteran dan
penelitian dengan subjek manusia ke dalam kegiatan program mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit
pendidikan. Apabila tidak dicantumkan secara lugas dalam kerangka kerja mutu, pendidikan dan penelitian
sering kali terlewatkan dalam pemantauan dan perbaikan perawatan pasien.
Standar-standar ini dibagi menjadi dua bab, karena pendidikan kedokteran dan riset klinis sering kali dikelola
dan dilaksanakan secara terpisah di rumah sakit pendidikan. Untuk semua rumah sakit yang memenuhi kriteria
di bagian “Ringkasan Kebijakan Utama Akreditasi” dari buku ini, kepatuhan terhadap persyaratan yang ada
dalam kedua bab ini, selain dari persyaratan lain yang dijabarkan dalam buku standar edisi ke-7 ini, akan
digunakan dalam menentukan apakah rumah sakit layak diakreditasi menggunakan Standar Joint Commission
International untuk Rumah Sakit Pendidikan.
Rumah sakit yang memiliki pertanyaan mengenai apakah mereka memenuhi kriteria untuk akreditasi Rumah
Sakit Pendidikan dapat menghubungi Kantor Pusat Akreditasi JCI di alamat email jciaccreditation@jcrinc.com.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 358
Standar
Berikut ini adalah daftar semua standar untuk fungsi ini. Standar-standar tersebut disajikan di sini untuk
memudahkan Anda, tanpa mencantumkan maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaiannya. Untuk
informasi lebih lanjut mengenai standar-standar ini, silakan lihat bagian berikutnya dari bab ini, yakni bagian
Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen-elemen Penilaian.
MPE.1 Badan tata kelola dan kepemimpinan rumah sakit menyetujui dan memantau partisipasi rumah sakit
dalam menyelenggarakan program pendidikan kedokteran.
MPE.2 Staf klinis, populasi pasien, teknologi, dan fasilitas rumah sakit harus konsisten dengan sasaran dan
tujuan program pendidikan.
MPE.3 Staf pengajar klinis diidentifikasi, dan peranan serta hubungan setiap anggota staf dengan institusi
akademik perlu dijelaskan.
MPE.4 Rumah sakit mengerti dan menyediakan supervisi medis dengan frekuensi dan intensitas yang
diperlukan untuk setiap jenis dan jenjang mahasiswa kedokteran dan trainee.
MPE.5 Pendidikan kedokteran yang diselenggarakan di rumah sakit dikoordinasi dan diatur melalui
mekanisme operasional serta struktur manajemen yang jelas.
MPE.6 Mahasiswa kedokteran dan trainee tunduk pada semua kebijakan dan prosedur rumah sakit, dan
semua pelayanan yang diberikan sesuai dengan parameter mutu dan keselamatan pasien di rumah
sakit.
MPE.7 Trainee yang memberikan perawatan atau pelayanan di rumah sakit—di luar penilaian
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 359
Standar MPE.2
Staf klinis, populasi pasien, teknologi, dan fasilitas rumah sakit harus konsisten dengan sasaran dan tujuan
program pendidikan.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 360
Standar MPE.3
Staf pengajar klinis diidentifikasi, dan peranan serta hubungan setiap anggota staf dengan institusi akademik
perlu dijelaskan.
Standar MPE.4
Rumah sakit mengerti dan menyediakan supervisi medis dengan frekuensi dan intensitas yang diperlukan untuk
setiap jenis dan jenjang mahasiswa kedokteran dan trainee.
Standar MPE.5
Pendidikan kedokteran yang diselenggarakan di rumah sakit dikoordinasi dan diatur melalui mekanisme
operasional serta struktur manajemen yang jelas.
Standar MPE.6
Mahasiswa kedokteran dan trainee tunduk pada semua kebijakan dan prosedur rumah sakit, dan semua
pelayanan yang diberikan sesuai dengan parameter mutu dan keselamatan pasien di rumah sakit.
Standar MPE.7
Trainee yang memberikan perawatan atau pelayanan di rumah sakit—di luar penilaian program
akademiknya—diberikan izin untuk memberikan pelayanan dengan melalui proses kredensial, pemberian
kewenangan klinis, spesifikasi tugas, dan proses relevan lain yang sudah baku di rumah sakit.
Referensi
Accreditation Council for Graduate Medical Education. ACGME Common Program Requirements (Residency). Jun 10, 2018. Diakses
Jan 6, 2020. https://www.acgme.org/Portals/0/PFAssets/ProgramRequirements/CPRResidency2019.pdf.
Barajaz M, Turner T. Starting a new residency program: A step-by-step guide for institutions, hospitals, and program directors.
Med Educ Online. 2016 Aug 8;21:32271. https://doi.org/10.3402/meo.v21.32271.
D’Souza N, et al. Comparative outcomes of resident vs attending performed surgery: A systematic review and meta-analysis. J
Surg Educ. 2016 May–Jun;73(3):391–399. https://doi.org/10.1016/j.jsurg.2016.01.002.
World Federation for Medical Education. Postgraduate Medical Education: WFME Global Standards for Quality Improvement: The 2015
Revision. Jan 1, 2016. (Diperbarui: 2017.) Diakses Jan 6, 2020. https://wfme.org/download/wfme-global-standards-for-
quality-improvement-pgme-
2015/?wpdmdl=884&refresh=5dbaefea5400c1572532202%27;return%20false;%22%3EDownload%3C/a%3E%20%20%2
0%20%20%20%20%20%3C/div%3E%20%20%20%20%3C/div%3E%3C/div%3E%3Cdiv%20style=%22clear:%20both
%22%3E%3C/div%3E%3C/div%3E.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 365
Standar
Berikut ini adalah daftar semua standar untuk fungsi ini. Standar-standar tersebut disajikan di sini untuk
memudahkan Anda, tanpa mencantumkan maksud dan tujuan serta elemen-elemen penilaiannya. Untuk
informasi lebih lanjut mengenai standar-standar ini, silakan lihat bagian berikutnya dari bab ini, yakni bagian
Standar, Maksud dan Tujuan, serta Elemen-elemen Penilaian.
HRP.1 Pimpinan rumah sakit bertanggung jawab untuk melindungi manusia sebagai subjek penelitian.
HRP.1.1 Pimpinan rumah sakit mematuhi semua peraturan dan persyaratan profesional serta
menyediakan sumber daya yang adekuat agar program penelitian berjalan dengan
efektif.
HRP.2 Pimpinan rumah sakit menetapkan ruang lingkup aktivitas penelitian.
HRP.3 Pimpinan rumah sakit menyusun persyaratan bagi sponsor penelitian untuk memastikan komitmen
mereka dalam menjalankan etika penelitian.
HRP.3.1 Apabila satu atau lebih dari tugas dan fungsi sponsor dilakukan oleh organisasi
penelitian luar yang dikontrak, baik organisasi akademik atau komersial, maka tanggung
jawab organisasi penelitian luar yang dikontrak harus dijabarkan secara jelas.
HRP.4 Pimpinan rumah sakit membuat suatu proses atau ikatan kerja sama untuk melakukan peninjauan
awal dan peninjauan berkelanjutan untuk semua penelitian dengan subjek manusia.
HRP.5 Rumah sakit mengidentifikasi dan mengelola konflik kepentingan dalam penelitian yang berjalan di
rumah sakit.
HRP.6 Rumah sakit mengintegrasikan program penelitian dengan subjek manusia ke dalam program mutu
dan keselamatan pasien rumah sakit.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 366
HRP.7 Rumah sakit menyusun dan menerapkan proses persetujuan (informed consent) sehingga pasien
mendapatkan informasi dan kemudian dapat memutuskan secara sukarela untuk berpartisipasi
dalam penelitian klinis, investigasi klinis, atau uji klinis.
HRP.7.1 Rumah sakit menginformasikan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai cara
memperoleh akses ke dalam suatu penelitian klinis, investigasi klinis, atau uji klinis,
termasuk mengenai perlindungan terhadap populasi yang rentan untuk meminimalisasi
kemungkinan terjadinya paksaan atau pengaruh yang tidak semestinya.
Standar HRP.1.1
Pimpinan rumah sakit mematuhi semua peraturan dan persyaratan profesional serta menyediakan sumber daya
yang adekuat agar program penelitian berjalan dengan efektif.
❑ 3. Pimpinan rumah sakit menyediakan atau memastikan terdapat asuransi ganti rugi yang adekuat
sebagai kompensasi untuk pasien yang berpartisipasi dalam uji klinis dan mengalami KTD.
Standar HRP.2
Pimpinan rumah sakit menetapkan ruang lingkup aktivitas penelitian.
Standar HRP.3
Pimpinan rumah sakit menyusun persyaratan bagi sponsor penelitian untuk memastikan komitmen mereka
dalam menjalankan etika penelitian.
❑ 2. Dalam persyaratan tercantum bahwa pihak sponsor menggunakan tim penelitian yang terlatih dan
kompeten dalam menjalankan penelitian.
❑ 3. Dalam persyaratan tercantum bahwa pihak sponsor melindungi privasi dan menjaga kerahasiaan data
subjek.
❑ 4. Dalam persyaratan tercantum bahwa pihak sponsor memastikan data penelitian dapat diandalkan
serta sahih, dan hasil serta pelaporan hasil bersifat akurat secara statistik, sesuai etika, dan tidak bias.
❑ 5. Dalam persyaratan tercantum bahwa pihak sponsor tidak mengizinkan adanya insentif kepada pasien
atau peneliti yang dapat mengganggu integritas penelitian.
Standar HRP.3.1
Apabila satu atau lebih dari tugas dan fungsi sponsor dilakukan oleh organisasi penelitian luar yang dikontrak,
baik organisasi akademik atau komersial, maka tanggung jawab organisasi penelitian luar yang dikontrak harus
dijabarkan secara jelas.
Standar HRP.4
Pimpinan rumah sakit membuat suatu proses atau ikatan kerja sama untuk melakukan peninjauan awal dan
peninjauan berkelanjutan untuk semua penelitian dengan subjek manusia.
penelitian yang dikontrak. Pimpinan rumah sakit juga bertanggung jawab untuk menentukan jenis penelitian
yang menjadi pengecualian dari fungsi kaji ini, serta pendokumentasian aktivitas kelompok kaji. Dokumentasi
ini merupakan komponen penting dalam tanggung jawab pimpinan untuk meninjau seberapa baik proses kaji
penelitian berjalan, minimal satu tahun sekali.
Standar HRP.5
Rumah sakit mengidentifikasi dan mengelola konflik kepentingan dalam penelitian yang berjalan di rumah
sakit.
Standar HRP.6
Rumah sakit mengintegrasikan program penelitian dengan subjek manusia ke dalam program mutu dan
keselamatan pasien rumah sakit.
penggunaan off-label dari obat formularium terkini, penggunaan modalitas pengobatan pasien dewasa pada
populasi anak, serta berbagai topik dan metodologi lain. Hal yang terpenting adalah memasukkan aktivitas
penelitian dalam proses rutin yang terjadi di rumah sakit; sebagai contoh proses pemesanan/instruksi obat,
pengadaan, dan pemberian obat yang sedang dalam penelitian. Proses rutin juga mencakup pelaporan kejadian
yang tidak diharapkan (KTD) melalui proses pemantauan mutu dan keselamatan pasien. Oleh karena itu,
pelaporan KTD terkait pasien rumah sakit yang berpartisipasi dalam protokol penelitian harus masuk ke
pemantauan mutu rumah sakit, selain juga ke sponsor penelitian atau organisasi penelitian yang dikontrak.
(Lihat juga QPS.7 dan QPS.7.1)
Pelaporan kejadian yang berkaitan dengan protokol penelitian dapat memberikan informasi penting yang
mengarah pada pemahaman keseluruhan mutu dan keselamatan pelayanan pasien di rumah sakit. Sebagai
contoh, KTD yang bermakna saat obat digunakan secara off-label merupakan informasi keselamatan pasien
yang penting dan harus menjadi bagian dari proses pemantauan obat secara berkelanjutan di rumah sakit. Hal
yang tidak kalah pentingnya adalah penanganan dan pembuangan beberapa obat penelitian tertentu, yang
seharusnya merupakan komponen dari penanganan B3. Selain itu, peralatan medis yang digunakan dalam
prosedur eksperimen sebaiknya dipantau dan dipelihara.
Oleh sebab itu, setiap aspek dari program penelitian dengan subjek manusia harus dievaluasi sesuai dengan
program mutu dan keselamatan rumah sakit yang sesuai, dan selanjutnya proses pelaporan dan pemantauan
yang sedang berjalan di rumah sakit sebaiknya dimasukkan dalam program penelitian. Hal ini juga berlaku bila
aktivitas penelitian dilakukan oleh organisasi penelitian yang dikontrak. (Lihat juga GLD.6)
Standar HRP.7
Rumah sakit menyusun dan menerapkan proses persetujuan (informed consent) sehingga pasien mendapatkan
informasi dan kemudian dapat memutuskan secara sukarela untuk berpartisipasi dalam penelitian klinis,
investigasi klinis, atau uji klinis.
Standar HRP.7.1
Rumah sakit menginformasikan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai cara memperoleh akses ke dalam
suatu penelitian klinis, investigasi klinis, atau uji klinis, termasuk mengenai perlindungan terhadap populasi
yang rentan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya paksaan atau pengaruh yang tidak semestinya.
• penjelasan mengenai penelitian, durasi partisipasi pasien, dan prosedur yang akan diikuti oleh pasien;
• manfaat yang diharapkan;
• potensi ketidaknyamanan dan risiko;
• alternatif terapi dan prosedur alternatif yang mungkin juga akan bermanfaat;
• batas kerahasiaan rekam medis yang akan dipertahankan;
• kompensasi atau penanganan medis yang tersedia bila terjadi cedera;
• pernyataan bahwa partisipasi bersifat sukarela;
• jaminan bahwa penolakan untuk berpartisipasi atau penarikan diri dari partisipasi tidak akan
mengganggu pelayanan atau akses terhadap pelayanan rumah sakit; dan
• siapa yang dapat dihubungi untuk bertanya tentang penelitian.
Jaring pengaman ditetapkan di dalam fungsi kaji penelitian rumah sakit untuk melindungi pasien rentan yang
berisiko mengalami paksaan atau pengaruh yang tidak semestinya untuk berpartisipasi dalam proyek penelitian.
Pasien-pasien rentan tersebut adalah anak, narapidana, wanita hamil, orang dengan gangguan mental, orang
dengan keterbatasan ekonomi atau pendidikan, dan mereka yang tidak memiliki kapasitas untuk menerima
informasi atau membuat keputusan secara sukarela untuk berpartisipasi dalam penelitian. Kelompok lain yang
dapat dipertimbangkan sebagai populasi rentan adalah staf rumah sakit. Staf dapat merasa diberikan tekanan
untuk berpartisipasi; sebagai contoh, bila peneliti utamanya adalah atasan/supervisor mereka.
Saat pasien memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian dan memberikan persetujuannya, data
individu yang memberikan informasi dan memperoleh persetujuan pasien harus dicatat di dalam rekam medis
pasien. Kadang kala, protokol penelitian dapat berubah sesuai temuan awal; sebagai contoh, dosis obat dapat
berubah. Persetujuan pasien harus dimintakan kembali pada kondisi seperti ini atau kondisi yang serupa. (Lihat
juga PCC.4.2)
Referensi
Council for International Organizations of Medical Sciences. International Ethical Guidelines for Health-Related Research Involving
Humans. 2016. Diakses Jan 6, 2020. https://cioms.ch/wp-content/uploads/2017/01/WEB-CIOMS-EthicalGuidelines.pdf.
World Health Organization. Ethics and Health: Ethical Standards and Procedures for Research with Human Beings. Diakses Jan
6, 2020. https://www.who.int/ethics/research/en/.
Catatan akhir
Standar Praktik Klinis yang Baik/Good Clinical Practice (GCP) dari
International Conference on Harmonisation (ICH)/World Health Organization
(WHO)
Penelitian klinis harus dijalankan sesuai dengan Standar Praktik Klinis yang Baik/Good Clinical Practice (GCP)
dari International Conference on Harmonisation (ICH)/World Health Organization (WHO). Standar ini seragam untuk
Uni Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat, juga Australia, Kanada, negara-negara Nordik, serta WHO. Oleh
sebab itu, negara mana pun yang menerapkan pedoman ini secara teknis harus mengikuti standar yang sama.
ICH adalah proyek unik yang menggabungkan pihak-pihak yang berwenang dalam penyusunan undang-undang
di Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat serta para ahli industri farmasi dari tiga wilayah untuk mendiskusikan
aspek teknis dan ilmiah dari registrasi produk.
Tujuannya adalah untuk membuat rekomendasi guna mencapai keselarasan yang lebih baik dalam interpretasi
dan penerapan pedoman teknis, dan sebagai persyaratan untuk registrasi produk dalam rangka menurunkan
ataupun mencegah kebutuhan menduplikasi pengujian (testing) yang dilakukan dalam penelitian dan
pengembangan obat baru. Tujuan dari penyelarasan adalah penggunaan sumber daya manusia, hewan dan
materi secara lebih ekonomis serta untuk mengurangi keterlambatan yang tak semestinya dalam hal
perkembangan global dan ketersediaan obat baru, seraya tetap mempertahankan jaring pengaman untuk mutu,
keselamatan, efikasi, dan ketaatan terhadap peraturan untuk melindungi kesehatan masyarakat. Misi ini
tercantum di dalam Terms of Reference of ICH.
Secara spesifik mengenai organisasi penelitian yang dikontrak (CRO) yang menyediakan jasa uji klinis, ICH-
GCP (E6 1.20) mendefinisikan CRO sebagai: “seseorang atau sebuah organisasi (komersial, akademik, atau
lainnya) yang dikontrak oleh sponsor untuk melakukan satu atau lebih tugas dan fungsi sponsor terkait
penelitian.” Penjelasan lebih lanjut, berupa:
• (5.2.1) Sponsor dapat mengalihkan sebagian atau seluruh tugas dan fungsi sponsor terkait penelitian
kepada CRO, namun tanggung jawab akhir akan mutu dan integritas data penelitian selalu berada pada
sponsor. CRO harus menerapkan penjaminan mutu dan kendali mutu.
• (5.2.2) Segala bentuk tugas dan fungsi terkait penelitian yang dialihkan kepada dan diambil oleh CRO
harus ditulis secara spesifik.
• (5.2.3) Segala bentuk tugas dan fungsi terkait penelitian yang tidak secara spesifik dialihkan kepada dan
diambil alih oleh CRO tetap menjadi tugas dan fungsi sponsor.
• (5.2.4) Semua referensi yang mengacu kepada sponsor dalam pedoman ini juga berlaku untuk CRO
yang telah mengambil alih tugas dan fungsi sponsor terkait penelitian.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 373
Sebelum survei:
• 24 bulan sebelum dimulainya survei, pelamar melengkapi proses pendaftaran awal atau
Initial registration process (IRP). Setelah disetujui, kemudian aplikasi dilengkapi dan
diserahkan untuk keperluan akreditasi (E-App) bagi kepentingan survei, bila sudah siap.
Dapatkan Standar JCI dan mulai proses pengajaran standar dan menerapkan nilai-nilai
yang diharapkan.
Catatan: Banyak organisasi-organisasi memulai proses dengan menghadiri satu dari
banyak program-program edukatif JCI yang tersedia di berbagai tempat di dunia. Untuk
mendapatkan panduan lebih lengkap mengenai proses aplikasi dapat dilihat di situs web
JCI.
• 9–24 bulan sebelum survei, mulailah peningkatan implementasi sehingga lebih
meyakinkan bahwa mereka telah memenuhi persyaratan yang diminta pada standar.
Lakukan pelatihan pada staf yang ada untuk praktik-praktik baru yang ada. Evaluasi
efektivitas dan lakukan perbaikan bila diperlukan.
• 6–12 bulan sebelum survei – Mengkaji kesiapan; Melengkapi profil elektronik, mengkaji
E-App, memasukkan aplikasi untuk survei tiga tahunan atau survei Inisial, serta tanggal
dan jadwal.
• 4–6 bulan sebelum survei – Menerima, melengkapi, dan menandatangani kontrak survei
JCI.
• 2 bulan sebelum survei – Ketua Tim Survei JCI menghubungi pihak rumah sakit untuk
menentukan logistik dan agenda survei.
Survei:
• Survei langsung
Setelah Survei:
• Dalam waktu 15 hari setelah survei – Menerima keputusan akreditasi dan Laporan
Temuan Survei Resmi dari JCI.
• Dalam kurun waktu 7 hari sejak penerimaan Laporan Resmi Temuan Survei, organisasi
dapat mengajukan permintaan tertulis pada Akreditasi JCI untuk revisi laporan (bacalah
"Kebijakan Umum Pascasurvei" dalam situs web JCI)..
• 6–12 bulan sebelum survei tiga tahunan – Pembaharuan dan pengiriman E-App untuk
survei dan penjadwalan tanggal survei.
Urutan kronologis kegiatan dapat dikaji di situs web JCI dengan alamat
https://www.jointcommissioninternational.org/pathway/.
Setelah formulir web tersebut ditinjau, rumah sakit akan diberikan tautan untuk memasukkan
registrasi awal. Setelah registrasi awal disetujui, rumah sakit akan mendapatkan perincian login
dan kata sandi untuk mengakses JCI Direct Connect (lihat di bawah) serta selanjutnya diminta
mengisi dan memasukkan aplikasi elektronik (E-app) untuk ditinjau oleh staf JCI Accreditation
Central Office. E-App menyediakan informasi terperinci dan statistik utama untuk membuat profil
rumah sakit yang diperlukan bagi JCI untuk mengelola proses akreditasi, menyusun kontrak untuk survei,
dan merencanakan agenda survei dan proses evaluasi langsung. E-app ini harus dimasukkan sekitar 6
hingga 12 bulan sebelum tanggal survei yang diminta. E-app menyajikan informasi yang
dibutuhkan untuk menyusun kontrak yang menjabarkan biaya, jumlah surveior, dan berapa hari
survei akan dilaksanakan.
Rumah sakit yang telah terakreditasi atau tersertifikasi mengajukan permohonan untuk
melanjutkan akreditasi atau sertifikasi melalui E-App di JCI Direct Connect (Sambungan
Langsung JCI) (lihat di bawah) 4-6 bulan sebelum tanggal survei yang diajukan. Rumah sakit
harus memberitahukan kepada JCI dalam waktu 30 hari, atau setidaknya 30 hari sebelum tanggal
survei yang telah dijadwalkan, apabila terdapat perubahan apa pun pada informasi yang
dilaporkan dalam permohonan survei.
0 Survei Tindak Lanjut—Evaluasi langsung yang dijadwalkan paling sedikit 120 hari
setelah tanggal rumah sakit menerima Laporan Temuan Survei Awal setelah survei
tiga tahunan untuk mengevaluasi elemen penilaian (EP) yang mendapatkan nilai
“tidak terpenuhi” (“not met”) atau “terpenuhi sebagian” (“partially met”) yang
mengakibatkan kegagalan rumah sakit untuk memenuhi ketentuan keputusan
akreditasi
masuk akal untuk dijalankan. Pembatalan karena salah satu alasan yang disebutkan di atas
harus dikomunikasikan secara tertulis secepatnya dimungkinkan. Jika rumah sakit membatalkan
survei dalam waktu tiga puluh (30) hari atau kurang sebelum tanggal dimulainya survei karena
alasan lain selain dari yang disebutkan di atas, JCI akan meminta pembayaran untuk semua biaya
langsung yang terkait, ditambah dengan biaya pembatalan sesuai dengan yang telah
dicantumkan dalam kontrak yang telah ditandatangani. Jika rumah sakit membatalkan survei
lebih dari satu kali setelah tanggal survei dikonfirmasi melalui email oleh JCI, JCI juga akan
meminta biaya penjadwalan ulang. Biaya penjadwalan ulang ini akan meningkat seiring dengan
bertambahnya permintaan pembatalan. Jika JCI membatalkan survei untuk alasan apa pun selain
yang telah disebutkan sebelumnya, JCI tidak akan meminta biaya tambahan dari rumah sakit.
Jika rumah sakit menunda survei tiga puluh (30) hari atau kurang dari tanggal hari pertama
survei karena alasan selain yang telah disebutkan sebelumnya, JCI akan meminta biaya
tambahan untuk semua biaya langsung yang terkait, ditambah dengan biaya penundaan sesuai
dengan yang telah dicantumkan dalam kontrak yang telah ditandatangani. Jika rumah sakit
menunda survei lebih dari satu kali setelah tanggal survei dikonfirmasi melalui email oleh JCI, JCI
juga akan meminta biaya penjadwalan ulang. Biaya penjadwalan ulang ini akan meningkat seiring
dengan bertambahnya permintaan penundaan. Jika JCI menunda survei untuk alasan apa pun
selain yang telah disebutkan sebelumnya, JCI tidak akan meminta biaya tambahan dari rumah
sakit.
pelaku survei (surveior). Biaya tersebut termasuk biaya transportasi (tiket pesawat, kereta api,
dan mobil) dan akomodasi hotel serta makanan yang wajar, termasuk biaya harian yang telah
ditentukan untuk makanan dan kebutuhan tidak terduga.
Rumah sakit harus mempelajari Panduan Proses Survei Rumah Sakit (Hospital Survey Process
Guide)-yang diberikan oleh JCI setelah rumah sakit mengembalikan kontrak survei yang telah
ditandatangani kepada pihak JCI- untuk deskripsi rinci mengenai apa saja yang terjadi selama
survei awal atau tiga tahunan yang umum, termasuk deskripsi rinci mengenai seluruh aktivitas
survei, dokumentasi yang dibutuhkan, dan sumber daya lainnya.
Pelaku survei (surveior) akan berunding dengan direktur organisasi dan para pimpinan lainnya
pada konferensi dengan pimpinan di akhir setiap survei. Selama konferensi ini, para pelaku
survei (surveior) memberikan informasi awal mengenai temuan mereka. Penting untuk dicatat
bahwa informasi awal apa pun bukanlah merupakan keputusan akhir sampai tinjauan oleh
Program Akreditasi JCI selesai.
Jika, selama survei, pelaku survei (surveior) menemukan kondisi apa pun yang mereka percaya
dapat menimbulkan ancaman serius bagi keselamatan publik atau pasien, mereka akan
memberitahu Program Akreditasi JCI. Dalam situasi demikian, JCI memutuskan apakah akan
mempercepat pengeluaran keputusan Penolakan Akreditasi dan apakah harus memberitahukan
otoritas publik terkait.
Penarikan Akreditasi
Rumah sakit memiliki hak untuk mengajukan banding atas keputusan akreditasi yang merugikan.
Jika, berdasarkan survei penuh atau tindak lanjut, atau situasi yang mengancam nyawa dan
keselamatan, terdapat keputusan untuk menolak atau menarik akreditasi, suatu organisasi
memiliki waktu 10 hari sejak diterimanya Laporan Temuan Survei Resmi atau pemberitahuan
penarikan akreditasi, untuk memberi tahu JCI secara tertulis atau melalui email, mengenai
niatnya untuk mengajukan banding atas keputusan tersebut.
Proses banding memberikan rumah sakit kesempatan untuk menyajikan materi, serta hadir di
hadapan Komite Peninjau Permintaan Banding sebagaimana dijabarkan dalam Kebijakan Banding
JCI. JCI memiliki hak untuk memperbarui kebijakan dan prosedurnya dari waktu ke waktu dan
mengakui situs web JCI Direct Connect sebagai lokasi resmi untuk menyampaikan pengumuman
mengenai kebijakan dan prosedur yang saat ini berlaku terkait proses banding JCI. Jika terdapat
pertentangan antara buku standar JCI yang saat ini berlaku dan kebijakan atau prosedur JCI yang
diumumkan di situs web JCI Direct Connect, kebijakan atau prosedur pada JCI Direct Connect tersebutlah yang
akan diterapkan.
mencerminkan perubahan nama atau jika akreditasi organisasi ditarik atau ditolak dengan alasan
apa pun.
Sebuah rumah sakit yang diakreditasi oleh JCI harus akurat dalam menggambarkan kepada
publik, sifat dan makna penghargaan akreditasinya, dan tidak salah menggambarkan status
akreditasinya atau fasilitas dan layanan yang mendapatkan akreditasi. Pihak JCI memberikan
kepada setiap rumah sakit yang menerima akreditasi, pedoman publisitas yang sesuai untuk
mengumumkan akreditasi yang diperoleh.
masalah yang tepat waktu, teliti, dan dapat dipercaya; mengembangkan rencana kerja yang
dirancang untuk melaksanakan perbaikan untuk mengurangi risiko; melaksanakan perbaikan; dan
memantau efektivitas perbaikan tersebut. Staf Kantor Pusat Akreditasi JCI meninjau analisis akar
masalah dan rencana kerja dengan rumah sakit untuk membantu memastikan perbaikan yang
akan mengurangi risiko terjadinya kejadian serupa di masa depan.
Selama survei langsung di lokasi, pelaku survei (surveior) menilai kepatuhan rumah sakit dengan
standar terkait kejadian sentinel (misalnya, QPS.7). Jika, selama survei, tim survei menemukan
kejadian sentinel yang tidak dilaporkan, Direktur rumah sakit dan lain-lain diberitahu bahwa
kejadian tersebut telah dilaporkan ke Kantor Pusat Akreditasi JCI untuk ditinjau lebih lanjut.
Glosarium
air handling system – Sistem utilitas yang terdiri dari kipas, filter, pelembap, penurun kelembapan,
elemen pemanas dan/atau pendingin, mixer udara, dan peralatan lain yang diperlukan untuk
mengontrol suhu, kelembaban, pergerakan udara, dan kebersihan udara suatu ruangan.
akreditasi – Penentuan oleh badan pemberi akreditasi bahwa program, lembaga, atau organisasi
yang memenuhi syarat, seperti organisasi kesehatan, telah mematuhi serangkaian standar yang
disyaratkan, yang menunjukkan bahwa tingkat kualitas, kinerja, atau atribut serupa telah dipenuhi.
Lihat juga sertifikasi; evaluasi berbasis standar.
alarm kebakaran – Perangkat atau sistem perangkat yang memberikan peringatan yang dapat
didengar dan/atau terlihat mengenai kebakaran di suatu gedung atau area di mana sistem tersebut
dipasang. Sistem alarm kebakaran dapat bersifat otomatis, semi otomatis, atau manual.
alarm klinis – Komponen dari beberapa perangkat medis yang dirancang untuk memberi tahu
pelaku rawat tentang perubahan penting dalam status fisiologis pasien. Alarm klinis biasanya
menyediakan notifikasi yang dapat didengar dan / atau terlihat mengenai perubahan status pasien.
alat implan medis – Sebuah peralatan yang secara permanen ditanam ke dalam suatu rongga tubuh,
baik rongga tubuh yang secara normal ada atau yang dibuat melalui pembedahan, dengan tujuan
untuk secara terus menerus membantu, mengembalikan, atau mengganti fungsi atau struktur dari
tubuh sepanjang masa pakai dari alat tersebut. Sebagai contoh, protesis (panggul), stent, alat pacu
jantung, dan pompa infus.
alat pemadam api ringan (APAR) – Perangkat portabel yang digunakan untuk memadamkan api
kecil, atau untuk mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh api sebelum petugas pemadam
kebakaran tiba. Berbagai jenis alat pemadam api ringan dapat digunakan untuk berbagai jenis
kebakaran. Misalnya, APAR berbahan busa digunakan untuk api pada benda padat dan cair,
sedangkan APAR berbahan karbon dioksida dapat digunakan untuk api pada benda padat, cair, gas,
minyak, lemak, dan listrik.
alur – Regimen tata laksana yang telah disepakati dan meliputi semua elemen perawatan. Lihat juga
alur klinis.
alur klinis (clinical pathway) – Proses yang telah ditentukan, biasanya berbasis bukti, yang
memandu manajemen perawatan untuk kelompok pasien tertentu, mengurangi variasi, dan kerap
menggunakan tim multidisiplin. Lihat juga alur (pathway).
analisis kerentanan terhadap bahaya (hazard vulnerability analysis, HVA) – Suatu perangkat yang
digunakan untuk identifikasi keadaan darurat potensial serta efek langsung dan tidak langsung
keadaan darurat ini yang mungkin memengaruhi proses operasional organisasi pelayanan kesehatan
dan pelayanan yang diberikan oleh organisasi tersebut.
analisis modus kegagalan dan dampak (failure mode and effects analysis, FMEA) – Cara sistematis
untuk memeriksa desain secara prospektif untuk kemungkinan cara menangani kegagalan yang
dapat terjadi. Modus kegagalan kemudian diprioritaskan untuk membantu organisasi membuat
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 386
suatu desain perbaikan yang akan memiliki keuntungan paling besar. Perangkat ini mengasumsikan
bahwa meskipun orang-orang memiliki pengetahuan yang baik atau telah berhati-hati, kesalahan
akan terjadi dalam beberapa situasi dan bahkan mungkin cenderung terjadi.
analisis sistematik komprehensif – Suatu proses untuk mengidentifikasi dasar atau faktor penyebab
yang mendasari adanya variasi dalam kinerja, termasuk kemungkinan adanya suatu kejadian
sentinel. Analisis akar masalah merupakan salah satu contoh analisis sistematik komprehensif.
analit – Substansi atau konstituen tempat pengujian dilakukan. Lihat juga bahan kalibrasi.
ancaman langsung terhadap kesehatan atau keselamatan – Ancaman yang mencerminkan risiko
langsung yang telah atau berpotensi dapat menyebabkan kejadian tidak diharapkan yang serius bagi
Kesehatan atau keselamatan pasien, residen, atau individu yang diberikan perawatan/pelayanan.
Ancaman ini diidentifikasi langsung di lapangan oleh surveior. Dikenal juga dengan nama ancaman
langsung terhadap kehidupan.
anestesia – Terdiri dari anestesi umum dan spinal atau anestesi regional lainnya. Anestesi lokal tidak
termasuk di sini. Anestesi umum adalah suatu hilangnya kesadaran yang diinduksi oleh obat, di
mana pasien tidak bisa dibangunkan, bahkan oleh stimulus nyeri. Kemampuan untuk
mempertahankan fungsi pernapasan secara independen mungkin terganggu. Pasien mungkin
membutuhkan bantuan untuk mempertahankan jalan napas terbuka, dan ventilasi tekanan positif
mungkin diperlukan karena adanya penurunan fungsi ventilasi spontan atau penurunan dari fungsi
neuromuskular yang diinduksi oleh obat. Fungsi kardiovaskular bisa jadi terganggu. Lihat juga sedasi
prosedural.
assay – Analisis yang dilakukan untuk menentukan ada-tidaknya atau jumlah dari satu atau lebih
komponen.
badan tata kelola – Individu, kelompok atau badan yang paling berwenang dan bertanggung jawab
untuk menyusun kebijakan, memelihara mutu perawatan, serta melaksanakan manajemen dan
perencanaan untuk rumah sakit/organisasi. Contoh struktur badan tata kelola meliputi sekelompok
individu (seperti dewan direksi), satu atau lebih pemilik. Nama kelompok dapat bervariasi,
mencakup ‘dewan’, ‘dewan pengawas’, ‘dewan gubernur’, ‘dewan komisaris’ dan ‘badan pengatur’,
dan lain sebagainya. Sering kali, badan tata kelola untuk rumah sakit milik pemerintah adalah
Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
badan usaha mandiri – Bisnis mandiri yang menempati ruang dalam rumah sakit; sebagai contoh,
kedai kopi, toko suvenir, dan bank.
bagan (struktur) organisasi – Suatu gambaran grafis dari jabatan dan hubungan atasan-bawahan
dalam suatu organisasi.
bahan dan limbah berbahaya – Bahan-bahan yang penanganan, penggunaan, dan penyimpanannya
dipandu oleh peraturan lokal, regional, atau nasional. Jenis bahan berbahaya dan limbah meliputi
bahan dan limbah farmasi, kimia, sitotoksik, dan infeksius.
bahan kalibrasi – Suatu cairan yang memiliki jumlah analit dalam berat tertentu atau memiliki nilai
yang ditentukan oleh pengujian berulang, menggunakan nilai rujukan atau metode pengujian
definitif. Bahan kalibrasi, juga disebut sebagai standar, dapat menggunakan standar National
Institute of Standards and Technology (NIST). Lihat juga analit.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 387
banding – Suatu proses di mana suatu organisasi atau program perawatan klinis yang gagal
terakreditasi atau sertifikasi dapat menggunakan haknya untuk audiensi.
bencana – Kejadian mendadak dan tak terduga yang menyebabkan kerusakan dan gangguan luas,
serta cedera dan / atau hilangnya nyawa; mungkin terjadi secara alami atau buatan manusia. Lihat
juga kesiapan menghadapi bencana; gawat darurat (emergency).
beroperasi penuh – Kriteria yang menunjukkan kesiapan organisasi untuk menjalani evaluasi
langsung di lokasi secara komprehensif terhadap semua standar JCI yang terkait, berdasarkan
identifikasi hal-hal berikut ini pada formulir aplikasi elektronik untuk survei (E-App): daftar semua
layanan klinis yang saat ini tersedia untuk pasien rawat inap dan pasien rawat jalan; statistik
pemanfaatan untuk layanan klinis yang menunjukkan tingkat aktivitas rawat inap dan rawat jalan
yang konsisten dan jenis layanan disediakan untuk setidaknya empat bulan atau lebih sebelum
pengajuan permohonan elektronik rumah sakit (E-App); dan semua layanan, unit, serta departemen
rawat inap dan rawat jalan.
bias – Pengaruh yang menyebabkan suatu hasil selalu menyimpang dari nilai yang sebenarnya.
biaya modal – Biaya investasi dalam pembangunan baru atau peningkatan fasilitas, layanan, atau
peralatan. Tidak termasuk biaya operasional.
budaya rasa aman – Juga dikenal sebagai budaya aman, suatu lingkungan kolaboratif di mana klinisi
terampil dapat saling menghargai satu sama lain, para pimpinan dapat menggerakkan kerja sama tim
yang efektif dan mendorong keselamatan psikologis, anggota tim dapat belajar dari kesalahan dan
kejadian nyaris cedera, para pemberi perawatan dapat menyadari adanya keterbatasan manusia
yang bekerja dalam suatu sistem yang kompleks (pengenalan stres), dan terdapat suatu proses
belajar dan upaya mendorong perbaikan yang nyata melalui debriefing. Anggota staf dapat
melaporkan kekhawatiran mereka terkait keselamatan atau mutu pelayanan tanpa takut akan
mendapatkan hukuman dari pimpinan rumah sakit atau dimusuhi oleh anggota staf lainnya.
catatan residen/rekam medis residen – Suatu catatan tertulis mengenai berbagai informasi
Kesehatan residen, seperti temuan saat pengkajian, perincian perawatan, catatan perkembangan,
dan resume pulang. Catatan ini dibuat oleh tenaga Kesehatan profesional.
cedera – Cedera fisik atau psikologis, termasuk meningkatnya kecemasan, ketidaknyamanan (seperti
pada perawatan jangka panjang), hilangnya uang, dampak sosial, dan/atau efek negatif lainnya pada
seseorang.
cedera sementara derajat berat – Cedera kritis yang berpotensi mengancam nyawa dan
berlangsung selama periode tertentu tanpa cedera sisa permanen tetapi menyebabkan pasien harus
ditransfer ke tingkat perawatan/pemantauan yang lebih tinggi untuk periode waktu yang lama,
ditransfer ke tingkat perawatan yang lebih tinggi karena kondisi yang mengancam jiwa, atau
membutuhkan tindakan, operasi besar, maupun perawatan tambahan untuk mengatasi kondisi
tersebut.
daftar ‘tidak boleh digunakan’ (do-not-use list) – Katalog tertulis yang memuat singkatan, akronim
dan simbol yang tidak boleh digunakan di dalam rumah sakit – baik dalam tulisan tangan ataupun
dalam teks bebas yang dimasukkan ke dalam komputer – karena dapat membingungkan.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 388
darurat (urgent) – Klasifikasi derajat akuitas yang digunakan dalam sistem triase untuk menandai
bahwa kondisi pasien berpotensi mengancam jiwa dan membutuhkan pengkajian dan intervensi
segera.
data – Fakta, pengamatan klinis, atau pengukuran yang dikumpulkan selama kegiatan penilaian. Data
yang belum dianalisis disebut data mentah.
defisiensi – Keadaan tidak patuh atau memiliki defek; kurang memiliki kualitas atau elemen yang
diperlukan; atau gagal memenuhi harapan atau standar. Organisasi layanan kesehatan dapat
memiliki defisiensi dalam proses, prosedur, kebijakan, kinerja, dan area lainnya.
denominator – Bagian bawah dari suatu pecahan yang digunakan untuk menghitung nilai, proporsi,
atau rasio. Pernyataan yang menggambarkan populasi primer atau keseluruhan populasi yang diukur
dalam rangka evaluasi (sebagai contoh, pasien dengan diagnosis utama dan/atau diagnosis penyerta
berupa diabetes yang tergantung insulin).
detektor asap – Suatu perangkat yang dapat mendeteksi asap sebagai penanda awal adanya
kebakaran, dan dapat mengaktifkan sistem alarm kebakaran.
detektor panas – Perangkat yang dapat merasakan suhu tinggi luar biasa dan/atau kenaikan suhu
mendadak dan mengaktifkan sistem alarm kebakaran. Perangkat ini biasanya digunakan di tempat-
tempat di mana detektor asap dapat menyebabkan alarm palsu.
direksi/direktur utama – Pimpinan eksekutif paling senior dari organisasi kesehatan, dijabat oleh
satu atau lebih individu yang dipilih oleh badan tata kelola untuk mengelola kegiatan sehari-hari
rumah sakit.
disinfeksi – Suatu proses menghilangkan sebagian besar atau seluruh mikroorganisme patogen,
kecuali spora dari bakteri, pada objek tidak hidup, biasanya menggunakan cairan kimia atau
pasteurisasi basah.
dokter bedah penanggung jawab – Dalam kasus prosedur pembedahan, adalah orang yang
melakukan tindakan bedah. Penyebutan yang berbeda digunakan untuk dokter bedah penanggung
jawab ini, termasuk di antaranya : DPJP bedah, konsultan, dll.
dokter penanggung jawab – Dokter yang bertanggung jawab secara keseluruhan untuk perawatan
dan pengelolaan dari seorang pasien pada suatu waktu tertentu selama pasien dirawat di rumah
sakit.
dokumen, tertulis – Dokumen cetak atau elektronik yang menyajikan informasi formal atau informal
untuk tujuan yang spesifik.
duplikasi terapi – Seseorang yang menggunakan dua obat, dari kategori terapeutik yang sama pada
saat yang bersamaan, sementara sebenarnya tidak perlu demikian.
efek samping obat – Efek farmakologis dari obat, yang biasanya merugikan, yang berbeda dengan
efek yang diharapkan dari obat tersebut.
efisiensi – Hubungan antara hasil (hasil perawatan) dan sumber daya yang digunakan untuk
menyediakan perawatan. Sebagai contoh, apabila terdapat dua program yang menggunakan jumlah
sumber daya yang sama program yang mencapai tingkat cakupan lebih tinggi adalah yang lebih
efisien. Peningkatan efisiensi menyangkut pencapaian output yang sama dengan sumber daya yang
lebih sedikit atau output yang lebih besar dengan jumlah sumber daya yang sama.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 389
elemen data – Data yang harus ditangani dengan hati-hati, seperti tanggal lahir pasien atau
diagnosis utama.
elemen nonstruktural (suatu bangunan) – Komponen fisik suatu bangunan yang tidak menyediakan
struktur pendukung yang diperlukan dan kurang penting untuk stabilitas bangunan. Elemen
nonstruktural termasuk elemen arsitektur yang tidak memiliki beban (atap, langit-langit, jendela,
dan pintu); akses darurat dan rute keluar; komponen sistem utilitas (seperti listrik, pipa ledeng,
pengelolaan limbah, perlindungan kebakaran); dan peralatan medis dan laboratorium. Lihat juga
elemen struktural (suatu bangunan)
elemen penilaian (EP) – Persyaratan spesifik suatu standar yang menunjukkan apa yang harus
ditinjau dan diberikan skor selama proses survei lapangan.
elemen struktural (suatu bangunan) – Komponen penahan beban internal dan eksternal dari suatu
bangunan yang penting untuk stabilitasnya. Elemen struktural suatu bangunan meliputi fondasi,
kolom, balok, dinding, lempengan lantai, dan sebagainya. Komponen ini juga meliputi lokasi
bangunan. Lihat juga elemen nonstruktural (suatu bangunan)
enkripsi – Suatu sarana untuk menyamarkan informasi agar terlindungi dari akses oleh pihak yang
tidak berwenang.
evaluasi berbasis standar – Proses penilaian yang menentukan kepatuhan organisasi kesehatan atau
praktisi kesehatan terhadap standar yang telah ditetapkan. Lihat juga akreditasi; sertifikasi.
evaluasi praktik profesional berkelanjutan – Proses pengumpulan data berkelanjutan untuk menilai
kompetensi klinis dan perilaku profesional seorang praktisi. Informasi yang dikumpulkan selama
proses ini diperhitungkan dalam keputusan untuk mempertahankan, merevisi, atau mencabut
kewenangan klinis yang ada sebelum atau pada akhir siklus tiga tahun pembaruan kewenangan
klinis.
faktor risiko penyintas – Kemungkinan anggota keluarga atau orang-orang lainnya yang ditinggalkan
pasien untuk mengalami kesulitan akibat adanya kematian orang yang dicintai.
gawat (emergent) – Klasifikasi penilaian pasien yang digunakan dalam sistem triase untuk
menandakan kondisi yang mengancam jiwa pasien dan memerlukan intervensi segera. Lihat juga
gawat (urgent).
gawat darurat (emergency) – 1. Kejadian tidak terduga, tiba-tiba atau yang mengancam nyawa,
seperti insiden yang menyebabkan pasien membutuhkan resusitasi atau pembedahan darurat untuk
mencegah kematian atau cacat yang serius. Dan/atau 2. Peristiwa alami atau buatan yang
mengganggu lingkungan perawatan secara signifikan (sebagai contoh, kerusakan pada gedung dan
area rumah sakit akibat angin kencang, badai atau gempa); yang mengganggu perawatan dan
pengobatan secara signifikan (sebagai contoh, terganggunya aliran listrik, air atau telepon akibat
banjir, gangguan sipil, kecelakaan atau keadaan darurat dalam rumah sakit atau masyarakatnya);
atau yang mengakibatkan permintaan tiba-tiba, yang berubah secara signifikan atau yang
meningkat, akan layanan rumah sakit (sebagai contoh, serangan bioteroris, keruntuhan bangunan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 390
atau kecelakaan pesawat terbang dalam lingkungan masyarakat rumah sakit). Beberapa keadaan
darurat disebut sebagai bencana. Lihat juga bencana, kesiapan menghadapi bencana.
gejala primer – Indikasi pertama atau paling menonjol dari suatu penyakit atau kelainan lainnya.
gejala sekunder – Indikasi penyakit atau kelainan lainnya yang muncul setelah atau karena gejala
primer.
hasil abnormal – Hasil yang berada di luar rentang yang diharapkan untuk pemeriksaan yang
dilakukan tetapi tidak langsung mengancam jiwa. Lihat juga hasil kritis.
hasil kritis – Variasi dari kisaran normal yang mencerminkan keadaan patofisiologis yang berisiko
tinggi atau mengancam jiwa, dianggap bersifat mendesak atau gawat, dan mungkin memerlukan
tindakan medis segera untuk melindungi kehidupan atau mencegah kejadian yang tidak diinginkan.
Lihat juga hasil abnormal.
histogram – Tampilan grafik (biasanya menggunakan diagram batang) mengenai distribusi frekuensi
suatu variabel. Batang digambar sedemikian rupa sehingga dasarnya terletak pada skala linear yang
mewakili interval yang berbeda, dan tinggi batang sebanding dengan frekuensi nilai dalam masing-
masing interval.
indikator – Ukuran untuk menentukan kinerja fungsi, proses, dan luaran dari suatu organisasi
sepanjang periode waktu tertentu.
indikator baku – Indikator kinerja yang memiliki spesifikasi yang ditentukan secara tepat, memiliki
protokol pengumpulan data yang baku, memenuhi kriteria evaluasi yang ditetapkan, dan dapat
diterapkan secara seragam.
indikator berbasis-angka – Suatu indikator data agregat di mana nilai indikator disajikan dalam
bentuk proporsi atau rasio.
indikator kinerja – Penggunaan instrumen kuantitatif (sebagai contoh, tingkat, rasio, indeks,
persentase) untuk menggambarkan kinerja organisasi atau program dalam kaitannya dengan proses
atau hasil tertentu.
indikator kinerja perawatan klinis – Indikator yang dirancang untuk mengevaluasi proses atau
luaran perawatan yang terkait dengan pemberian layanan klinis. Indikator ini memungkinkan
perbandingan internal dan eksternal untuk digunakan guna terus meningkatkan luaran kesehatan
pasien; dapat berfokus pada ketepatan pengambilan keputusan klinis dan implementasi dari
keputusan ini; serta harus spesifik kondisi atau prosedur atau membahas fungsi penting perawatan
pasien (misalnya, penggunaan obat, pencegahan dan pengendalian infeksi, pengkajian pasien,
keselamatan pasien).
indikator kinerja status kesehatan – Indikator mengenai kesejahteraan fungsional populasi tertentu,
baik secara umum maupun dalam kaitannya dengan kondisi tertentu, sehingga menunjukkan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 391
perubahan dari waktu ke waktu (sebagai contoh, fungsi fisik, rasa nyeri pada tubuh, fungsi sosial,
kesehatan mental).
indikator proses – Suatu indikator yang digunakan untuk menilai serangkaian tindakan atau langkah
yang saling berhubungan guna mencapai sasaran tertentu (sebagai contoh, berapa kali suatu
tindakan dilakukan).
indikator struktur – Suatu indikator tentang bagaimana suatu organisasi atau program mengatur
sumber dayanya agar dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan (sebagai contoh, jumlah
fasilitas yang menyelenggarakan pelayanan).
indikator yang ditetapkan – Suatu indikator terstruktur untuk satu populasi tertentu yang mengukur
nilai atau kejadian yang spesifik; indikator ini mungkin memiliki numerator dan denominator,
disajikan dalam bentuk variabel kontinu, atau hasil dari wawancara tinjauan.
individu yang kompeten – Individu atau anggota staf yang dapat memiliki peran penting dalam
rumah sakit. Sesuai kebutuhan, kualifikasi ditentukan oleh berikut ini: pendidikan, pelatihan,
pengalaman, kompetensi, lisensi, peraturan undang-undang, pendaftaran atau sertifikasi yang masih
berlaku.
infeksi yang didapat di laboratorium (laboratory-acquired infection, LAI) – Infeksi yang didapat dari
laboratorium atau kegiatan terkait laboratorium. Infeksi yang didapat di laboratorium dapat berasal
dari beragam bakteri, virus, jamur, dan parasit.
informed consent – Suatu proses memberikan informasi kepada pasien tentang prosedur, tata
laksana, atau uji klinis/penelitian sehingga pasien dapat membuat suatu keputusan sukarela setelah
memperoleh informasi, untuk menerima atau menolak suatu prosedur atau pengobatan. Pasien
harus sudah memperoleh informasi dan memahami sepenuhnya informasi yang telah diberikan
kepadanya sebelum memberikan persetujuan. Elemen dari persetujuan tertulis, termasuk tetapi
tidak terbatas pada, informasi tentang prosedur/ pengobatan yang akan dilakukan, potensial
keuntungan dan risiko, dan alternatif kemungkinan lain dari prosedur, tata laksana, atau uji
klinis/penelitian.
Insiden keselamatan pasien – Suatu kejadian, insiden, atau kondisi yang dapat menyebabkan atau
telah menyebabkan cedera pada pasien. Lihat juga kejadian tidak diharapkan (KTD); kejadian nyaris
cedera (KNC); kejadian tidak cedera (KTC); kejadian sentinel.
International Normalized Ratio – Pengukuran mengenai berapa lama waktu yang dibutuhkan hingga
darah membeku; dilakukan di laboratorium dan digunakan untuk menentukan efek obat
antikoagulan oral terhadap sistem pembekuan darah pasien.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 392
intervensi gizi – Perawatan dan konseling untuk meningkatkan asupan gizi yang tepat. Kegiatan ini
didasarkan pada penilaian gizi dan informasi mengenai makanan, sumber-sumber gizi lain, dan
penyiapan makanan. Kegiatan ini mempertimbangkan latar belakang budaya dan status sosial
ekonomi pasien.
jeda (time-out) – Periode jeda, sesaat sebelum prosedur bedah atau lainnya, di mana seluruh tim
bedah atau tim prosedural memverifikasi ketepatan pasien, prosedur, atau lokasi. Bahkan jika hanya
satu orang yang melakukan prosedur, periode jeda sesaat untuk memastikan pasien, prosedur dan
lokasi yang benar ini perlu dilaksanakan.
juru tulis – Seorang individu yang terlatih dan kompeten untuk membantu praktisi Kesehatan
melakukan dokumentasi.
kabur – secara sengaja meninggalkan fasilitas kesehatan tanpa memberitahu fasilitas tersebut dan
tanpa persetujuan dari staf medis.
keamanan – Perlindungan dari bahaya hilang, kerusakan, gangguan ataupun akses maupun
penggunaan oleh pihak yang tidak berwenang.
keandalan – Suatu karakteristik dari indikator yang mengindikasikan seberapa akurat dan konsisten
suatu indikator memberikan hasil yang sama. Sebagai contoh, suatu indikator atau alat pengukuran
yang dapat dipercaya memberikan hasil yang akurat dan konsisten, ketika digunakan oleh orang
yang berbeda, dalam lokasi yang berbeda, dengan pasien yang berbeda, dll.
kebijakan – Suatu pernyataan ekspektasi, biasanya tertulis, yang dimaksudkan untuk memengaruhi
atau menentukan keputusan dan tindakan. Kebijakan adalah peraturan dan prinsip yang memandu
dan menginformasikan prosedur dan proses dari suatu rumah sakit .
kejadian nyaris cedera (KNC) – Suatu insiden keselamatan pasien yang tidak mencapai pasien. Disebut
juga hampir cedera/close call. Lihat juga kejadian tidak diharapkan (KTD); kejadian tidak cedera (KPC);
insiden keselamatan pasien; kejadian sentinel.
kejadian potensi cedera (KPC)/kondisi berbahaya (hazardous condition) – Kondisi yang berpotensi
menyebabkan kejadian tidak diharapkan di masa yang akan datang.
kejadian sentinel – Kejadian tidak diharapkan yang melibatkan kematian atau cedera fisik atau
psikologis yang serius. Pernyataan maksud dan tujuan Standar QPS.7 dan QPS.7.1 mencakup
informasi terperinci tentang kejadian sentinel. Lihat juga kejadian tidak diharapkan (KTD); kejadian
nyaris cedera (KNC); kejadian tidak cedera (KTC); insiden keselamatan pasien.
kejadian simpang obat (adverse drug event) – Cedera akibat intervensi medis yang terkait dengan
obat, termasuk cedera akibat reaksi obat yang merugikan (reaksi simpang obat) atau kesalahan
pengobatan.
kejadian tidak cedera – Suatu insiden keselamatan pasien yang telah mencapai pasien namun tidak
menyebabkan cedera. Lihat juga kejadian tidak diharapkan (KTD); kejadian nyaris cedera (KNC);
insiden keselamatan pasien; kejadian sentinel.
kejadian tidak diharapkan (KTD) – Insiden keselamatan pasien yang mengakibatkan bahaya bagi
pasien. Lihat juga kejadian nyaris cedera (KNC); kejadian tidak cedera (KTC); insiden keselamatan
pasien; kejadian sentinel.
kelompok pembanding – Kelompok organisasi atau program kesehatan yang dapat digunakan oleh
satu organisasi untuk membandingkan organisasi atau programnya.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 393
keluarga – Orang dengan peran penting dalam kehidupan pasien. Mungkin termasuk orang yang
tidak secara hukum berkaitan dengan pasien. Orang ini sering disebut sebagai pembuat keputusan
pengganti jika berwenang untuk membuat keputusan perawatan untuk pasien apabila pasien
kehilangan kemampuan pengambilan keputusan.
kendali mutu – Kinerja suatu proses yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja aktual dan
membandingkannya dengan sasaran. Kesenjangan yang dijumpai harus ditanggulangi.
kepala departemen/unit layanan – Seseorang yang mengelola dan mengarahkan berbagai layanan
di dalam rumah sakit, yang sering disebut sebagai departemen, pelayanan, dan/atau unit.
keputusan akreditasi – Terkait akreditasi Joint Commission International (JCI), suatu organisasi dapat
mencapai kategori akreditasi berikut berdasarkan survei JCI:
terakreditasi: Organisasi menunjukkan kepatuhan yang dapat diterima dengan semua standar
JCI dan Sasaran Keselamatan Pasien Internasional (IPSG).
gagal terakreditasi: Organisasi tidak menunjukkan kepatuhan yang dapat diterima dengan
standar JCI dan/atau IPSG, JCI menarik akreditasi karena alasan lain, atau organisasi secara
sukarela menarik diri dari proses akreditasi.
keputusan sertifikasi – Kategori sertifikasi yang dapat dicapai organisasi berdasarkan survei JCI.
Kategori-kategori tersebut adalah sebagai berikut:
gagal tersertifikasi: Organisasi tidak menunjukkan kepatuhan yang dapat diterima dengan
standar JCI dan/atau IPSG, JCI menarik sertifikasi karena alasan lain, atau organisasi secara
sukarela menarik diri dari proses akreditasi.
kerahasiaan – 1. Akses terbatas ke data dan informasi untuk praktisi kesehatan dan staf klinis yang
memiliki kebutuhan, alasan, serta izin untuk mengakses data dan informasi tersebut. 2. Hak individu
akan privasi diri dan informasi, termasuk rekam medisnya.
kerangka kerja – Kerangka, ikhtisar, atau "rangka" dari pokok-pokok yang saling berhubungan yang
dapat dimodifikasi setiap waktu dengan menambahkan atau menghapus pokok tertentu.
kerangka kerja sertifikasi – Struktur dan proses dalam organisasi yang diperlukan untuk organisasi
pemberi sertifikasi untuk melakukan hal berikut:
kesalahan pengobatan – Suatu kejadian yang dapat dicegah dan dapat menyebabkan penggunaan
obat yang tidak tepat atau cedera bagi pasien atau staf saat obat berada dalam kendali tenaga
kesehatan profesional, pasien, staf, atau konsumen. Kejadian semacam ini dapat berkaitan dengan
praktik profesional; produk kesehatan; prosedur dan sistem, termasuk peresepan; komunikasi
instruksi obat; label produk, pengemasan, dan nomenklatur; peracikan; penyerahan; distribusi;
pemberian; edukasi; pemantauan; dan penggunaan.
keselamatan Tingkat di mana gedung-gedung, daerah dan peralatan rumah sakit tidak
menimbulkan bahaya atau risiko bagi pasien, staf atau pengunjung.
keterlibatan pasien – Pasien menjadi peserta aktif dalam perawatannya, sesuai dengan tingkat
pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan kerelaan pasien untuk mengelola kesehatannya
sendiri.
kohor – 1. Sekelompok pasien yang memiliki satu atau lebih karakteristik yang sama (sebagai
contoh, usia atau diagnosis klinis). 2. Proses menempatkan sekelompok pasien dalam satu ruangan
yang sama untuk mendapatkan tata laksana. Sebagai contoh, pasien yang terpapar atau terinfeksi
dengan patogen yang sama dapat dikohorkan untuk mengendalikan infeksi.
Komponen darah – Bagian dari darah lengkap yang telah dipisahkan (sebagai contoh, sel darah
merah, plasma, trombosit, granulosit).
komunitas – Terkait dengan pusat perawatan primer, komunitas adalah sekelompok orang dalam
suatu batas geografis tertentu atau yang memiliki karakteristik yang serupa, seperti risiko kesehatan
atau proses penyakit yang sama. Lihat juga populasi.
kontaminasi – Adanya bahan dan organisme yang tidak diinginkan, misalnya agen infeksius bakteri,
parasit, atau kontaminan lainnya, yang ada pada suatu lingkungan, permukaan, objek atau bahan,
misalnya air, makanan atau perbekalan medis steril.
korban sekunder (second victim) – Seorang praktisi kesehatan yang terlibat dalam suatu kejadian
yang tidak diharapkan yang tidak dapat diantisipasi, kesalahan medis, dan/ atau suatu cedera terkait
pasien, yang menjadi korban dalam pengertian bahwa praktisi tersebut mengalami trauma akibat
kejadian tersebut.
kredensial – Dokumen yang dikeluarkan oleh badan yang diakui untuk menunjukkan pemenuhan
persyaratan kelayakan, termasuk pendidikan (seperti ijazah dari fakultas kedokteran, sertifikat
penyelesaian pelatihan khusus [PPDS]), penyelesaian persyaratan medis organisasi profesional,
lisensi, bukti registrasi dalam suatu konsil kedokteran atau konsil kedokteran gigi, pelatihan, dan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 395
pengalaman, yang menunjukkan bahwa seseorang dapat terus memenuhi perannya di rumah sakit.
Kriteria lain dapat ditambahkan oleh rumah sakit. Lihat juga kompetensi.
kriteria – 1. Tingkat pencapaian yang diharapkan, atau spesifikasi yang dapat dibandingkan kinerja
atau kualitasnya. 2. Terkait kelayakan untuk menjalani evaluasi oleh JCI, kriteria berarti kondisi yang
harus dipenuhi oleh suatu program agar dapat ditinjau untuk mendapatkan sertifikasi dari JCI.
kriteria berbasis fisiologis – Kriteria yang berpusat pada cabang biologi yang mempelajari fungsi-
fungsi organisme hidup dan bagian-bagiannya serta faktor dan proses fisik dan kimianya.
laboratorium – Fasilitas yang dilengkapi peralatan khusus untuk memeriksa spesimen yang berasal
dari tubuh manusia guna memberikan informasi yang dapat digunakan dalam menegakkan
diagnosis, pencegahan, atau pengobatan penyakit; juga disebut laboratorium klinis atau
laboratorium medis.
laboratorium rujukan (kontrak) – Laboratorium yang dimiliki dan dijalankan oleh organisasi lain di
luar rumah sakit, dengan siapa rumah sakit atau program tersertifikasi atau organisasi kesehatan
lainnya mengadakan perjanjian kontrak untuk pemeriksaan laboratorium.
langsung tersedia – Ketika suatu item, individu, dokumen, atau sumber daya lain yang dapat
disediakan dan digunakan segera setelah diminta. Lihat juga segera tersedia.
layanan akhir hayat (end-of-life) – Layanan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan medis, fisis,
mental, spiritual, dan sosial untuk pasien di akhir hayat.
layanan kuratif – Layanan yang disediakan untuk menangani penyakit dan mendorong proses
kesembuhan. Layanan atau terapi kuratif berbeda dengan layanan paliatif, yang meringankan sakit,
tetapi tidak menyembuhkan. Lihat juga layanan paliatif.
layanan laboratorium patologi dan klinis – Layanan yang memberikan informasi tentang diagnosis,
pencegahan, atau tata laksana penyakit maupun pemeriksaan kesehatan, melalui pemeriksaan
perubahan struktural dan fungsional pada jaringan dan organ tubuh yang menyebabkan atau
disebabkan oleh penyakit. Layanan ini juga mencakup pemeriksaan spesimen biologis, mikrobiologis,
serologis, kimia, imunohematologis, hematologi, atau spesimen lain yang berasal dari tubuh
manusia.
layanan paliatif – Pengobatan dan layanan pendukung yang lebih dimaksudkan untuk mengurangi
rasa sakit dan penderitaan daripada menyembuhkan penyakit. Terapi paliatif dapat mencakup
pemberian obat atau pelaksanaan prosedur untuk meningkatkan kualitas hidup. Layanan paliatif
termasuk juga memperhatikan kebutuhan psikologis dan spiritual pasien serta membantu pasien di
akhir hayat beserta keluarganya. Lihat juga layanan kuratif.
layanan preventif – Intervensi yang dilakukan untuk meningkatkan Kesehatan dan mencegah
penyakit. Intervensi ini meliputi identifikasi dan konseling mengenai faktor risiko (sebagai contoh,
merokok, kurang beraktivitas fisik), skrining untuk mendeteksi penyakit (sebagai contoh, kanker
payudara, penyakit menular seksual), dan imunisasi. Lihat juga pencegahan penyakit.
layanan rehabilitasi – Penggunaan langkah-langkah medis, sosial, pendidikan dan kejuruan bersama-
sama untuk pelatihan atau pelatihan kembali orang-orang yang cacat akibat penyakit atau cedera.
Tujuannya adalah untuk memungkinkan pasien untuk mencapai tingkat setinggi mungkin untuk
kemampuan fungsional mereka.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 396
layanan resusitasi – Layanan yang berkaitan dengan penyediaan staf yang kompeten dan praktisi
mandiri berizin, perbekalan, serta proses untuk memulihkan kesadaran seorang individu.
layanan transfusi darah – Layanan yang terkait dengan transfusi dan pemberian darah, komponen
darah, atau produk turunan darah melalui infus.
layanan yang dikontrak – Layanan yang diberikan melalui perjanjian tertulis dengan organisasi,
lembaga, atau individu yang lain. Perjanjian tersebut menyebutkan secara spesifik layanan atau
personil yang akan diberikan atas nama organisasi pemohon dan biaya untuk menyediakan layanan
atau personil tersebut.
lembar data keselamatan (safety data sheet, SDS) – Suatu dokumen resmi dengan informasi terkait
karakteristik dan bahaya, aktual maupun potensial, dari suatu bahan; termasuk di antaranya,
instruksi terkait pertolongan pertama, tumpahan, dan penyimpanan yang aman. Sebelumnya
disebut sebagai lembar data keselamatan bahan (MSDS).
lembar data keselamatan zat (material safety data sheet, MSDS) – Lihat lembar data keselamatan
(safety data sheet, SDS).
lingkup pelayanan – Berbagai kegiatan, seperti layanan klinis, yang ditawarkan oleh rumah sakit dan
dilaksanakan oleh praktisi kesehatan, staf penunjang, staf manajerial, badan tata kelola, dan
sebagainya.
lingkup praktik – Berbagai kegiatan yang dijalankan seorang praktisi dalam suatu rumah sakit.
Lingkup tersebut ditentukan oleh pelatihan, tradisi, lisensi, peraturan dan undang-undang atau
rumah sakit.
lisensi/izin praktik – Suatu hak legal untuk melakukan praktik profesional yang diberikan
berdasarkan hukum oleh badan pemerintahan sesuai dengan undang-undang yang mengatur suatu
bidang pekerjaan tertentu (seperti dokter, dokter gigi, perawat, psikiater, atau pekerjaan sosial klinis
maupun pengoperasian fasilitas pelayanan kesehatan).
lokasi pelayanan – Lokasi yang menawarkan layanan program perawatan klinis. Dalam proses
sertifikasi, lokasi layanan dianggap unik jika lokasi tersebut bertanggung jawab atas setidaknya dua
dari tiga kegiatan berikut: manajemen program (perekrutan, alokasi anggaran, sistem informasi),
kepemimpinan klinis (pemilihan pedoman, pengelolaan program pelatihan) , atau koordinasi
perawatan (pemantauan dan edukasi untuk peserta program perawatan tersebut).
lokasi utama (principal site) – Lokasi atau tempat di mana rumah sakit pendidikan mengadakan
mayoritas program spesialisasi medis untuk trainee medis pascasarjana (sebagai contoh, PPDS atau
mahasiswa internship) dan tidak hanya satu spesialisasi, seperti halnya dalam organisasi/rumah sakit
spesialisasi tunggal (sebagai contoh, rumah sakit mata, rumah sakit gigi, atau rumah sakit bedah
tulang).
luaran – Efek yang dihasilkan oleh suatu intervensi pada gejala, kondisi, atau masalah kesehatan
tertentu. Luaran mencerminkan tujuan intervensi.
maksud dan tujuan – Penjelasan singkat mengenai alasan, makna dan kepentingan suatu standar.
‘Maksud dan Tujuan’ dapat berisi rincian ekspektasi standar yang dievaluasi dalam proses survei di
lapangan.
manajemen informasi – Pembuatan, penggunaan, pemakaian bersama dan pembuangan data atau
informasi dalam rumah sakit. Praktik ini penting bagi kegiatan operasional rumah sakit yang efektif
dan efisien. Hal ini mencakup peran manajemen untuk memproduksi dan mengendalikan
penggunaan data dan informasi dalam kegiatan-kegiatan kerja, manajemen sumber daya informasi,
teknologi informasi, dan layanan informasi.
manajemen informasi klinis – Manajemen informasi pasien atau klinis untuk mendefinisikan,
memproses, dan mengurutkan aktivitas, sehingga memaksimalkan koordinasi perawatan untuk
meningkatkan perawatan. Metodologi khusus dalam mengelola informasi klinis, baik berbasis kertas
atau elektronik, didasarkan pada prinsip-prinsip manajemen informasi yang baik.
menerapkan keberulangan – Duplikasi komponen, fungsi, atau proses penting untuk meningkatkan
keandalan suatu sistem dan meningkatkan kinerja sistem. Contohnya termasuk penyediaan
cadangan dan mekanisme pengaman.
Mengirim pesan – Tindakan mengirim pesan teks elektronik dari satu telepon selular ke telepon
selular lainnya.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 398
mengukur/ukuran – 1. Mengumpulkan data yang dapat diukur mengenai suatu fungsi, sistem, atau
proses (kita “mengukur”). 2. Suatu instrumen kuantitatif. Lihat juga status fungsional.
metodologi telusur – Sebuah proses yang digunakan pelaku survei (surveyor) JCI selama survei di
lapangan untuk menganalisis proses dan sistem yang ada di rumah sakit dengan cara mengikuti tiap-
tiap pasien dalam proses pelayanan kesehatan rumah sakit dengan urutan sesuai yang dialami
pasien. Pelaku survei (surveyor) mungkin perlu mengunjungi beberapa unit perawatan, departemen
atau area dalam rumah sakit untuk ‘melacak’ perawatan yang diberikan kepada pasien tergantung
pada setting perawatannya. Lihat juga telusur pasien; telusur residen; telusur sistem.
modifikasi perilaku – Luaran yang ditargetkan dari program edukasi pasien terorganisir di mana
pasien berhasil mengintegrasikan teori dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengelola penyakit
atau kondisi mereka.
multidisiplin – Melibatkan wakil-wakil dari berbagai profesi, disiplin ilmu atau area layanan.
mutu data – Keakuratan dan kelengkapan data indikator kinerja, dalam konteks data yang akan
digunakan dalam analisis.
mutu pelayanan – Tingkat di mana perawatan kesehatan untuk individu dan populasi meningkatkan
kemungkinan tercapainya hasil akhir kesehatan yang diharapkan dan konsisten dengan pengetahuan
profesional terbaru. Dimensi kinerja meliputi sebagai berikut: masalah perspektif pasien,
keselamatan lingkungan perawatan; serta aksesibilitas, kesesuaian, kontinuitas, efektivitas,
keberhasilan, efisiensi dan ketepatan waktu perawatan.
numerator – Bagian atas dari suatu bilangan pecahan yang digunakan untuk menghitung tingkat,
proporsi, atau rasio. Numerator/pembilang menggambarkan sebagian dari populasi
denominator/penyebut yang memenuhi persyaratan untuk menjadi indikator suatu kinerja atau
kejadian (misalnya, jumlah orang dengan penyakit tertentu yang telah menjalani prosedur).
obat dengan nama dagang – Obat yang dijual oleh perusahaan obat dengan nama atau merek
dagang tertentu yang dilindungi oleh paten. Obat-obatan dengan nama dagang meliputi obat resep
dan obat bebas. Lihat juga obat generik.
obat generik – Obat yang dibuat dengan bentuk sediaan, keamanan, kekuatan dosis, rute
pemberian, kualitas, dan karakteristik kinerja yang sama dengan obat yang memiliki nama dagang
yang sudah disetujui. Obat generik termasuk obat resep dan obat bebas. Lihat juga obat dengan
nama dagang.
obat-obatan – Obat-obatan dengan resep; obat-obatan sampel, obat herbal, vitamin, nutriceutical;
obat-obat tanpa resep, vaksin, zat diagnostik dan agen kontras yang digunakan pada atau diberikan
kepada orang-orang untuk mendiagnosis, merawat atau mencegah penyakit maupun kondisi
abnormal lainnya; obat-obatan radioaktif, pengobatan terapi pernapasan; nutrisi parenteral; darah
dan turunannya; serta cairan infus (biasa, dengan elektrolit dan/atau obat).
obat-obatan berbahaya – Obat-obatan yang (diamati pada penelitian terhadap hewan atau manusia)
memiliki potensi untuk menyebabkan kanker, toksisitas terhadap reproduksi atau tumbuh-kembang,
genotoksisitas, atau kerusakan pada organ. Contoh obat berbahaya meliputi obat kemoterapi, obat
antivirus, hormon, dan beberapa obat bioteknologi lainnya.
obat-obatan terkontrol – Obat atau zat lain yang dikontrol ketat oleh pemerintah atau badan
pengawas karena dapat menyebabkan ketergantungan fisik dan mental dan memiliki batasan
tentang bagaimana obat tersebut dapat diresepkan dan diresepkan ulang. Kontrol dilakukan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 399
terhadap cara zat dibuat, digunakan, ditangani, disimpan, dan didistribusikan. Obat terkontrol
meliputi opioid, stimulan, depresan, halusinogen, dan steroid anabolik. Obat terkontrol dengan
penggunaan medis yang disetujui, seperti morfin, Valium, dan Ritalin, hanya tersedia dengan resep
tenaga kesehatan profesional berizin.
observasi – Waktu di mana seorang pasien diawasi secara ketat oleh praktisi kesehatan.
organisasi kesehatan – Istilah umum yang digunakan untuk menjabarkan organisasi yang
menyediakan layanan perawatan kesehatan. Termasuk di sini adalah pusat-pusat pelayanan
kesehatan rawat jalan, institusi kesehatan perilaku/mental, organisasi pusat pelayanan kesehatan,
perawatan di rumah, laboratorium, dan penyedia perawatan yang berjangka panjang, dan pusat
pelayanan primer.
para pemimpin dan pimpinan – Dalam standar JCI, istilah pemimpin digunakan untuk satu atau lebih
individu yang bertanggung jawab atas pencapaian ekspektasi standar. Pimpinan digunakan untuk
merujuk pada sekelompok pemimpin yang secara kolektif bertanggung jawab akan pencapaian
ekspektasi standar. Seorang pemimpin adalah satu individu yang menentukan ekspektasi,
menyusun rencana, dan mengimplementasikan prosedur untuk menilai dan meningkatkan mutu
proses serta fungsi tata Kelola, manajemen, klinis, dan penunjang di suatu organisasi. Para pemimpin
yang dijabarkan dalam standar JCI meliputi setidaknya kepala badan tata kelola, direktur utama
rumah sakit, serta manajer senior lainnya, kepala departemen, kepala SMF yang dipilih atau
ditugaskan, kepala departemen klinis dan staf medis lainnya yang memiliki jabatan administratif
dalam rumah sakit, serta direktur keperawatan atau pimpinan senior perawat lainnya. Lihat juga
tata kelola.
pasien – Seorang Individu yang menerima perawatan, tata laksana, dan pelayanan. Lihat juga pasien
rawat inap; pasien rawat jalan.
pasien rawat inap – Secara umum, orang yang diterima dan dirawat di dalam suatu organisasi
Kesehatan setidaknya selama satu malam. Lihat juga pasien rawat jalan; pasien.
pasien rawat jalan – Pada umumnya, yang dimaksud di sini adalah pasien-pasien yang tidak
membutuhkan tingkat perawatan berupa program rawat inap atau residensial yang lebih terstruktur.
Lihat juga pasien rawat inap; pasien.
patologi anatomi – Layanan yang terkait dengan patologi bedah, patologi, autopsi, dan sitologi.
patologi klinik – Layanan yang berkaitan dengan penyelesaian masalah-masalah klinis, khususnya
dengan menggunakan metode laboratorium dalam diagnosis klinis. Yang termasuk di dalamnya:
kimia klinis, bakteriologi dan ilmu penyakit jamur (mycology), parasitologi, virologi. Mikroskopi klinis,
hematologi, imunohematologi koagulasi, imunologi, serologi dan radiobioassay.
pedoman berbasis bukti – Pedoman yang telah dikembangkan secara ilmiah berdasarkan tinjauan
literatur terbaru dan didorong oleh konsensus.
pedoman praktik klinis – Pernyataan-pernyataan yang mencakup rekomendasi yang bertujuan untuk
mengoptimalkan perawatan pasien, yang disusun berdasarkan tinjauan sistematis bukti ilmiah serta
penilaian manfaat dan bahaya suatu opsi perawatan alternatif. Pedoman praktik klinis digunakan dalam
membuat keputusan terkait perawatan dan mengembangkan proses perawatan klinis untuk diagnosis
dan kondisi dan kerap memerlukan alur klinis (clinical pathway) dan protokol klinis.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 400
pelayanan primer – Perawatan kesehatan dasar, umum, atau esensial pada titik di mana seorang
pasien pertama kali mencari perawatan. Pelayanan primer meliputi penyediaan layanan promosi
kesehatan dan pencegahan penyakit melalui perawatan kesehatan terintegrasi yang mudah diakses.
Pelayanan ini berupaya menggunakan komunikasi terbuka dan menciptakan kemitraan antara
pasien dan dokter untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup bagi individu, keluarga, dan
masyarakat.
pemalsuan (informasi) – Pemalsuan, baik secara keseluruhan atau sebagian, dari informasi yang
diberikan oleh pemohon atau organisasi terakreditasi/tersertifikasi ke pihak JCI.
pemangku kepentingan – Seorang individu atau kelompok yang terlibat dan dipengaruhi oleh
kebijakan atau tindakan. Dalam pelayanan kesehatan, pemangku kepentingan dapat mencakup
pasien dan keluarga mereka; dokter, perawat, dan klinisi serta praktisi lainnya; anggota staf
nonklinis; pimpinan dan badan tata kelola; vendor dan karyawan yang dikontrak; anggota
masyarakat; dan lain-lain.
pemantauan – Pelacakan informasi secara rutin. Tujuan pemantauan adalah untuk mengidentifikasi
perubahan dalam situasi, peralatan atau kondisi pasien, dan/atau efektivitas intervensi.
pembersihan – Proses menyingkirkan semua benda asing (sebagai contoh, kotoran, bahan organik)
yang tampak pada objek dan permukaan objek, yang biasanya dilakukan secara manual atau
mekanis menggunakan air dan detergen atau produk enzimatik.
pemisahan api – Metode yang menggunakan dinding, lantai, pintu, saluran, dan elemen tahan api
lainnya untuk mencegah api menyebar ke area yang berdekatan untuk periode waktu yang
ditentukan.
pemisahan/pengurungan asap – Suatu ruang dalam gedung yang dilindungi pembatas asap di
semua sisinya, termasuk atas dan bawahnya.
pemulangan – Titik di mana keterlibatan aktif individu dengan organisasi atau program dihentikan
dan organisasi atau program tidak lagi mempertahankan tanggung jawab aktif untuk perawatan
individu.
penambahan cairan asam (souring) – Suatu proses di mana bahan kimia tertentu ditambahkan ke
bahan cucian selama siklus pembilasan akhir untuk menurunkan pH air dan untuk membantu
menghilangkan detergen dan noda karat. Sebagian besar bahan kimia untuk proses ini adalah bahan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 401
kimia berbasis fluorida, termasuk amonium silikofluorida, amonium bifluorida, dan asam
hidrofluosilikat; asam glikolat dapat juga digunakan.
penarikan ulang, obat – Ketika suatu obat ditarik dari pasar karena ditemukan cacat atau berpotensi
berbahaya. Cacat mungkin terkait dengan pengemasan yang salah, potensi kontaminasi, atau tata
cara produksi yang buruk, sehingga terjadi ketidakmurnian atau kesalahan dalam kekuatan
dosis/potensi obat. Obat-obatan dapat ditarik kembali secara sukarela oleh produsen, atau atas
permintaan lembaga pemerintah.
penarikan ulang, peralatan medis – Ketika peralatan medis ditarik dari pasar karena ditemukan
rusak atau berpotensi berbahaya. Peralatan dapat ditarik kembali oleh produsen, pemasok, atau
badan pengendalian.
pencegahan penyakit – Kegiatan dan strategi yang secara khusus bertujuan untuk mengurangi risiko
terkena penyakit akut atau kronis, serta untuk menghentikan perburukan penyakit dan
meminimalkan konsekuensi dari suatu penyakit jika ada. Lihat juga layanan preventif.
pendidikan selama bekerja (in-service education) – Suatu pendidikan terorganisasi yang biasanya
diberikan saat seorang individu sedang bekerja atau di tempat kerja, yang dirancang untuk
meningkatkan keterampilan anggota staf atau untuk mengajarkan keterampilan baru yang sesuai
dengan pekerjaan dan disiplin mereka.
penelitian – penelitian investigasi atau eksplorasi yang mungkin membutuhkan pengawasan dari
suatu Institutional Review Board (IRB)/komite etik atau mekanisme kaji etik penelitian lainnya.
Penelitian dapat melibatkan subjek manusia—seperti pasien—berinteraksi dengan individual, dan
dapat mencakup informasi pribadi. Penelitian-penelitian seperti ini membutuhkan pengawasan IRB.
Penelitian ini dapat meliputi antara lain uji klinis, riset luaran (outcome research), intervensi
terapeutik, dan pengembangan suatu teknologi medis baru. Penelitian juga dapat memiliki subjek
non–manusia dan tidak melibatkan kontak langsung dengan individu. Contohnya meliputi penelitian
tinjauan rekam medis, studi kasus, penelitian terhadap data/spesimen, dan lain-lain. Suatu
penelitian yang tidak secara langsung melibatkan pasien— seperti penelitian tinjauan rekam medis
retrospektif— tetap membutuhkan tinjauan oleh IRB jika melibatkan informasi pribadi pasien. Dalam
penelitian seperti ini, tinjauan oleh IRB perlu dilakukan untuk memastikan adanya perlindungan
terhadap subjek manusia.
penelitian dengan subjek manusia – Penelitian yang melibatkan manusia hidup dari mana peneliti
mendapatkan data dengan melakukan intervensi atau interaksi dengan individu atau informasi
pribadi yang diidentifikasi lainnya. Protokol penelitian yang melibatkan subjek manusia biasanya
ditinjau oleh suatu Dewan Tinjauan Penelitian atau melalui mekanisme tinjauan etika penelitian
lainnya dan menerima pengawasan secara berkala sesuai kebutuhan.
penelitian medis – Penelitian dasar, klinis dan pelayanan kesehatan, termasuk di antaranya,
berbagai jenis penelitian, misalnya pengujian klinis, intervensi terapi, perkembangan teknologi/
peralatan medis baru, dan penelitian hasil/;luaran.
pengalaman pasien – Bagaimana seorang pasien dipengaruhi (secara fisik, emosional, dan
psikologis) oleh kunjungannya atau masa perawatannya di fasilitas kesehatan. Pengalaman pasien
dipengaruhi oleh elemen-elemen seperti manajemen nyeri; interaksi dengan staf; preferensi,
kebutuhan, dan nilai-nilai pasien; serta lingkungan fisik.
pengambilan sampel – Proses pemilihan sekelompok unit atau observasi dari sekelompok unit atau
observasi yang lebih besar, yang dapat memberikan informasi yang dapat digunakan untuk
mengambil keputusan terkait kuantitas yang lebih besar.
pengangkatan/penugasan – penugasan resmi staf medis atau dokter gigi untuk melakukan
perawatan pasien, yang disertai dengan delineasi kewenangan klinis resmi. Proses penugasan klinis
mencakup tinjauan kredensial dan kualifikasi praktisi kesehatan untuk menentukan apakah mereka
sejalan dengan kebutuhan organisasi kesehatan dan dapat melakukan perawatan pasien. Lihat juga
pengangkatan/penugasan ulang.
pengangkatan/penugasan ulang – Proses penelusuran ulang berkas staf medis untuk memverifikasi
surat izin yang diperpanjang; bahwa staf medis tersebut tidak bermasalah dengan tindikan disiplin
terkait perizinan dan sertifikasi; bahwa berkas memiliki dokumentasi yang mencukupi untuk melihat
adanya tugas atau kewenangan baru ataupun yang diperluas di organisasi; dan bahwa staf medis
secara fisik dan mental mampu memberikan perawatan dan tata laksana pasien tanpa pengawasan.
Lihat juga pengangkatan/penugasan.
pengkajian (pasien) – Proses yang ditetapkan oleh suatu organisasi atau program untuk
memperoleh informasi yang sesuai dan dibutuhkan (seperti informasi fisiologis, psikologis,
kesehatan, spiritual / budaya, sosial, dan / atau ekonomi) tentang setiap individu yang masuk ke
lingkungan perawatan kesehatan, layanan, atau program. Informasi tersebut digunakan untuk
membantu menegakkan diagnosis dan / atau perencanaan perawatan, mengidentifikasi suatu
kondisi dan derajat keparahannya, serta menentukan rekomendasi perawatan. Pengkajian
menggabungkan informasi dari berbagai sumber mendalam, termasuk skrining, dan mencocokkan
kebutuhan, preferensi, serta sasaran individual dengan jenis dan tingkat perawatan, tata laksana,
atau layanan yang sesuai. Lihat juga skrining.
pengkajian medis praoperasi – Suatu pengkajian risiko klinis yang mengkaji kesehatan pasien untuk
menentukan apakah pasien dalam kondisi aman untuk menjalani anestesi dan pembedahan.
pengkajian risiko – Identifikasi dan evaluasi potensi kegagalan dan sumber kesalahan dalam suatu
proses. Pengkajian risiko ini diikuti dengan penentuan area prioritas untuk perbaikan, berdasarkan
dampak berdasarkan dampak aktual atau potensial terhadap suatu perawatan, tata laksana, atau
pelayanan yang diberikan.
pengkajian ulang – Pengumpulan data berkelanjutan yang dimulai pada pengkajian awal, melalui
perbandingan data terbaru dengan data yang dikumpulkan pada pengkajian sebelumnya.
pengujian point-of-care – Pengujian analitis yang dilaksanakan pada lokasi-lokasi di luar lingkungan
laboratorium, biasanya pada tempat atau di dekat lokasi perawatan pasien, seperti di samping
tempat tidur atau di ruang tindakan.
pengukuran – Data yang dapat diukur mengenai luaran suatu proses, atau struktur.
penilaian (peningkatan kinerja) – Pengumpulan dan tinjauan sistematik terhadap data yang bersifat
spesifik-pasien, spesifik-proses, spesifik-program, atau spesifik-organisasi.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 403
peningkatan kinerja – Proses sistematis untuk mendeteksi dan menganalisis masalah kinerja,
merancang dan mengembangkan intervensi untuk mengatasi masalah tersebut,
mengimplementasikan intervensi, mengevaluasi hasilnya, dan mempertahankan peningkatan
kinerja.
peningkatan mutu – Pendekatan terhadap studi dan perbaikan proses yang terus-menerus dari
proses penyediaan perawatan kesehatan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasien dan lainnya.
Sinonimnya antara lain perbaikan kualitas secara terus-menerus, perbaikan yang terus menerus,
perbaikan kinerja di tingkat rumah sakit dan manajemen mutu total.
peralatan medis – Peralatan yang digunakan untuk tujuan tertentu terkait diagnosis dan pengobatan
dari penyakit atau rehabilitasi setelah penyakit atau cedera. Peralatan medis memerlukan kalibrasi,
pemeliharaan, perbaikan, pelatihan buat pengguna, dan penonaktifan – aktivitas-aktivitas tersebut
biasanya dikelola oleh teknisi medis.
perangkat medis – Sebuah instrumen, alat atau mesin, yang digunakan dalam pencegahan,
diagnosis, atau pengobatan dari sakit atau penyakit, atau untuk mendeteksi, mengukur,
memulihkan, memperbaiki atau memodifikasi struktur atau fungsi dari tubuh untuk tujuan
perawatan kesehatan.
perangkat pematian otomatis untuk air handling system (AHU) – Perangkat yang secara otomatis
mengganggu daya listrik ke air handling system ketika terdeteksi adanya asap, untuk mencegah
penyebaran asap ke seluruh bangunan.
perangkat pintu tahan api – Rangkaian perangkat pelindung api yang terdiri dari kombinasi pintu
tahan api, kerangka, perangkat keras, dan aksesori lainnya yang bersama-sama memberikan
perlindungan bagi suatu rongga/lubang jika terjadi kebakaran.
perangkat sekali pakai – Perangkat medis yang menurut ketentuan produsen harus dibuang setelah
satu kali penggunaan, tanpa memandang bagaimana kondisi perangkat tersebut setelah digunakan.
peraturan dan undang-undang – Pernyataan atau arahan dari badan berwenang setempat atau
tingkat nasional yang merinci keputusan atau tindakan. Penalti, hukuman atau yang semacamnya,
biasanya dikaji bila peraturan dan undang-undang tidak dipatuhi.
peraturan dan undang-undang – Pernyataan atau arahan yang menentukan suatu tindakan atau
keputusan. Jika peraturan dan undang-undang tidak dipatuhi, biasanya diberikan sanksi, baik secara
legal maupun dalam bentuk lain.
perawatan akut – Suatu tingkatan perawatan kesehatan di mana pasien diobati untuk episode
penyakit yang berat tapi singkat; untuk kondisi-kondisi yang merupakan akibat dari penyakit atau
trauma; dan selama pemulihan dari pembedahan. Banyak rumah sakit merupakan fasilitas
perawatan akut yang bertujuan untuk memulangkan pasien segera setelah pasien dianggap sehat
dan stabil, dengan instruksi pemulangan yang sesuai.
perawatan ambulatori – Perawatan diberikan secara rawat jalan dan meliputi diagnosis, observasi,
perawatan / intervensi, dan layanan rehabilitasi. Perawatan rawat jalan meliputi berbagai layanan
dan pengaturan, termasuk poliklinik, pusat layanan khusus, pusat bedah rawat sehari, dan lainnya.
perawatan di rumah – Istilah yang umumnya digunakan untuk merujuk pada layanan yang
disediakan di rumah atau di komunitas untuk orang-orang dalam masa pemulihan, penyandang
disabilitas, atau orang-orang dengan penyakit kronis dan keluarga mereka. Layanan ini dapat
mencakup beberapa kombinasi layanan kesehatan profesional dan perawatan diri serta layanan
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 404
penunjang. Layanan kesehatan profesional (juga dikenal sebagai “perawatan tenaga kesehatan
terlatih”) dapat mencakup pengkajian fisik dan/atau psikologis, perawatan medis dan asuhan
keperawatan, edukasi dan pemberian obat, perawatan luka, manajemen nyeri, edukasi dan
manajemen penyakit, terapi fisik, terapi wicara, atau terapi okupasi. Layanan perawatan penunjang
di rumah (juga dikenal sebagai “perawatan bukan oleh tenaga kesehatan terlatih”) dapat mencakup
hal-hal seperti tata graha ringan, persiapan makan, pengingat pengobatan, bantuan berpakaian,
binatu, bantuan berbelanja, transportasi, dan pendampingan. Selain itu, perawatan paliatif, respite,
hospice, dan layanan terkait lain dapat juga diberikan di rumah. Perawatan di rumah dapat juga
meliputi penyediaan peralatan medis dan perbekalan bagi mereka yang membutuhkan.
perawatan jangka panjang – Perawatan diberikan kepada individu yang membutuhkan perawatan
fisik, penunjang, rehabilitasi, atau paliatif. Perawatan ini dapat mencakup asuhan keperawatan yang
terampil, perawatan subakut, perawatan medis atau rehabilitasi yang kompleks, perawatan khusus
demensia, tingkat perawatan alternatif, perawatan intermediat, dan/atau layanan perawatan jangka
panjang lainnya. Layanan ini dapat diberikan dalam lingkungan rumah sakit, berafiliasi dengan
rumah sakit lain, atau dalam organisasi perawatan jangka panjang yang berdiri sendiri (termasuk
rumah sakit perawatan akut jangka panjang).
perawatan yang berfokus pada pasien – Suatu perawatan yang menghormati, dan responsif
terhadap preferensi, kebutuhan dan nilai-nilai dari individu pasien. Memastikan bahwa pasien
dilibatkan dalam pengambilan keputusan klinis mengenai dirinya sendiri.
pernyataan misi – Suatu pernyataan tertulis yang memaparkan tujuan atau ‘misi’ suatu rumah sakit
maupun salah satu komponennya. Penyusunan pernyataan misi biasanya dilaksanakan sebelum
pembentukan tujuan dan sasaran.
persepsi tentang indikator kinerja mutu pelayanan – Indikator kepuasan yang berfokus pada
penyelenggaraan perawatan klinis dari perspektif pasien/peserta, termasuk, tetapi tidak terbatas
pada, keselamatan pasien dan edukasi pasien, penggunaan obat, manajemen nyeri, komunikasi
tentang rencana perawatan dan hasilnya, pencegahan dan penyakit, serta peningkatan dalam status
kesehatan. Suatu indikator dapat mencakup satu atau beberapa aspek-aspek perawatan di atas.
peserta – Pasien atau orang (biasanya anggota keluarga) yang menerima layanan dari program
perawatan klinis untuk membantu pasien (sebagai contoh, orang tua dapat menerima layanan dari
program perawatan klinis untuk membantu anaknya yang menderita penyakit kronis).
pimpinan rumah sakit – Sekelompok orang yang biasanya melapor kepada Direktur Utama dari
rumah sakit dan seringnya terdiri dari Direktur Medis yang mewakili staf medis, Direktur
Keperawatan yang mewakili seluruh tingkatan perawat di rumah sakit, administrator senior, dan
individu lain yang dipilih rumah sakit, misalnya Kepala Bagian Mutu, Kepala Sumber Daya Manusia,
Direktur Operasional, dl.
pintu tahap api – Suatu jenis pintu yang dibuat agar tahan terhadap paparan langsung terhadap api
untuk jangka waktu yang lama, tanpa membiarkan api menyebar ke sisi lain dari pintu tersebut.
pompa kebakaran – Alat yang digunakan untuk meningkatkan tekanan air dalam sistem sprinkler
kebakaran dan sistem pipa tegak. Alat ini memberikan jumlah air yang tepat, terutama ketika sistem
ini disuplai oleh tangki air yang tidak bertekanan atau pasokan air lainnya yang tidak memiliki
tekanan yang memadai. Pompa kebakaran dapat digerakkan oleh motor listrik, mesin diesel, atau
turbin uap.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 405
populasi – Dalam organisasi kesehatan, populasi mengacu pada pasien yang dilayani oleh rumah
sakit. Ini juga dapat didefinisikan sebagai area geografis atau karakteristik individu yang dilayani oleh
organisasi, seperti usia, tingkat pendidikan, pendapatan, risiko kesehatan, proses penyakit, jenis
perawatan, dan informasi demografis lainnya. Lihat juga komunitas.
populasi yang dieksklusikan – Informasi terperinci yang menggambarkan populasi yang tidak boleh
dimasukkan dalam numerator dan denominator, atau perhitungan variabel kontinu indikator
(sebagai contoh, kelompok usia tertentu, diagnosis, prosedur, periode pendaftaran peserta
penelitian, asuransi kesehatan).
populasi yang diinklusikan – Informasi terperinci yang menguraikan populasi — atau variabel
kontinu — yang hendak diukur sebagai numerator dan denominator (sebagai contoh, kelompok usia
tertentu, diagnosis, prosedur, periode pendaftaran peserta penelitian, dan asuransi kesehatan).
portal pasien – Suatu situs web daring aman yang memungkinkan pasien untuk mengakses
informasi Kesehatan pribadi mereka melalui Internet.
praktik kepegawaian – Analisis, skrining, atau metode lain yang digunakan untuk merekrut,
memperkerjakan, memilih, mentransfer, mempromosikan, memberikan santunan, atau yang
memengaruhi karyawan atau calon karyawan secara setara.
praktik terbaik – Metode, atau proses klinis, ilmiah, atau teknik profesional yang diakui oleh
mayoritas tenaga profesional di bidang tertentu sebagai praktik yang lebih efektif dalam
memberikan hasil tertentu dibandingkan praktik lainnya. Praktik-praktik ini, juga kadang-kadang
disebut praktik yang baik (good practice) atau praktik yang lebih baik (better practice), biasanya
berdasarkan bukti dan konsensus.
praktisi – Semua orang yang telah menyelesaikan pendidikan dan memiliki keterampilan dalam
bidang kesehatan. Praktisi meliputi antara lain dokter, dokter gigi, perawat, apoteker, dan terapis
respirasi. Praktisi diberikan izin praktik oleh badan pemerintah atau disertifikasi oleh organisasi
profesi. Lihat juga praktisi kesehatan; praktisi mandiri; praktisi mandiri berizin.
praktisi kesehatan – Seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan dan memiliki keahlian dalam
bidang perawatan kesehatan. Bisa merupakan perawat, dokter, dokter gigi, apoteker, terapis
pernafasan, fisioterapis, dan ahli gizi. Praktisi kesehatan diberikan lisensi oleh agen pemerintah atau
disertifikasi oleh organisasi profesi. Lihat juga praktisi mandiri; praktisi mandiri berizin; praktisi.
praktisi mandiri – Setiap individu yang diizinkan oleh hukum dan oleh organisasi untuk memberikan
perawatan dan pelayanan tanpa arahan atau supervisi, dalam lingkup izin praktik individu tersebut.
Di banyak negara, praktisi mandiri yang memiliki izin praktik meliputi dokter, dokter gigi, beberapa
kategori perawat, podiatris, ahli optometri, dan praktisi kiropraktik. Lihat juga praktisi kesehatan;
praktisi mandiri berizin; praktisi.
praktisi mandiri berizin – Seorang individu yang berkualifikasi secara pendidikan, pelatihan dan
diizinkan, melalui lisensi, dan sesuai hukum (ketika diperlukan) dan oleh organisasi, untuk
memberikan perawatan dan pelayanan, di dalam batasan cakupan praktik individu tersebut tanpa
pengarahan atau supervisi. Di banyak negara, praktisi mandiri berlisensi di antaranya dokter, dokter
gigi, beberapa kategori perawat, ahli penyakit kaki, optisien, dan ahli kiropraktik. Lihat juga praktisi
kesehatan; praktisi mandiri; praktisi.
profil – Suatu catatan elektronik atau tertulis yang dimasukkan dalam rekam medis pasien yang
memuat informasi medis penting terbaru mengenai pasien tersebut, (sebagai contoh, obat yang saat
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 406
ini diminum, diagnosis pasien, hasil pemeriksaan laboratorium, dan lain sebagainya). Profil dapat
disusun untuk pasien yang harus menjalani perawatan untuk waktu yang lama dan pasien yang
membutuhkan perawatan yang kompleks atau memiliki diagnosis yang kompleks.
program – Suatu sistem atau rencana yang terorganisir dan resmi, untuk memandu suatu tindakan
dalam mencapai tujuan spesifik. Program mengidentifikasi kebutuhan, daftar strategi untuk
memenuhi kebutuhan tersebut, termasuk staf yang terlibat, dan menetapkan target dan tujuan.
Bentuk dari program bisa berupa narasi, kebijakan dan prosedur, rencana, protokol, panduan
praktik, alur klinis (clinical pathway), peta perawatan, atau kombinasi dari semuanya.
Program Akreditasi JCI – Divisi JCI yang bertanggung jawab melaksanakan segala kegiatan yang
berkaitan dengan akreditasi atau sertifikasi organisasi kesehatan.
program laboratorium khusus – Program yang menyertakan disiplin laboratorium, seperti kimia
(termasuk toksikologi, pengujian obat terapeutik, dan pengujian penyalahgunaan obat), sitogenetika
imunogenetika klinis, imunologi diagnostik, embriologi, hematologi (termasuk di antaranya uji
koagulasi), histokompatibilitas, imunohematologi, mikrobiologi (termasuk bakteriologi,
mikrobakteriologi, mikologi, virologi, dan parasitologi), biologi molekuler, patologi (termasuk
patologi bedah, sitopatologi, dan nekropsi), serta radiobioassay.
program manajemen dan keselamatan fasilitas – Suatu rangkaian program spesifik untuk area
operasional berikut: keamanan dan keselamatan, bahan-bahan berbahaya, kesiagaan menghadapi
bencana, keselamatan kebakaran, peralatan medis, dan sistem utilitas.
program manajemen risiko – Kegiatan klinis dan administratif yang dilakukan oleh organisasi untuk
mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengurangi risiko cedera terhadap pasien, staf, dan
pengunjung, serta risiko kerugian rumah sakit itu sendiri.
program pemeliharaan, preventif – Evaluasi peralatan yang direncanakan dan terjadwal, baik secara
visual, mekanis, teknik, dan fungsional yang dilakukan sebelum menggunakan peralatan baru dan
pada interval yang ditentukan sepanjang masa pakai peralatan. Tujuannya adalah untuk menjaga
kinerja peralatan sesuai pedoman dan spesifikasi produsen serta untuk membantu memastikan
diagnosis, tata laksana, atau pemantauan yang akurat. Evaluasi ini termasuk mengukur spesifikasi
kinerja dan menilai faktor keselamatan tertentu.
Program Sertifikasi JCI – Divisi JCI yang bertanggung jawab melaksanakan semua kegiatan yang
berkaitan dengan sertifikasi organisasi kesehatan.
promosi kesehatan – Kegiatan yang meningkatkan kontrol individu atas kesehatannya sendiri,
sehingga berujung pada meningkatnya kesehatan pribadi. Kegiatan-kegiatan ini dapat dilakukan
pada tingkat individu, keluarga, komunitas, dan sistem; kegiatan ini mempromosikan perilaku sehat
dan perubahan lain yang mengurangi risiko penyakit dan cedera akut maupun kronis.
prosedur – Bagaimana suatu pekerjaan dilaksanakan, biasanya mencakup instruksi langkah demi
langkah.
prosedur darurat – Suatu prosedur yang tidak direncanakan sebelumnya namun perlu dilakukan
karena adanya situasi yang mendesak atau gawat. Lihat juga prosedur elektif.
prosedur elektif – Suatu prosedur yang direncanakan sebelumnya oleh pasien. Lihat juga prosedur
darurat.
prosedur invasif – Tusukan atau sayatan pada kulit, pemasangan instrumen, atau pemasangan
benda asing ke dalam tubuh untuk tujuan diagnostik atau tata laksana. Contoh prosedur invasif
meliputi pemasangan vena sentral dan selang dada, serta kateterisasi jantung. Pungsi vena tidak
dikategorikan sebagai prosedur invasif.
proses – Suatu kumpulan tindakan yang menghasilkan atau mengarah pada suatu hasil tertentu.
proses akreditasi – Suatu proses berkelanjutan di mana organisasi kesehatan menunjukkan kepada
JCI bahwa mereka menyediakan perawatan pasien yang aman dan berkualitas tinggi, sebagaimana
dibuktikan melalui kepatuhan dengan standar JCI dan persyaratan IPSG. Komponen utama dari
proses ini adalah survei di lokasi organisasi oleh surveior JCI.
proses pemberian kewenangan (privileging) – Proses di mana lingkup dan cakupan layanan
perawatan pasien secara spesifik (berupa kewenangan klinis) diberikan kepada praktisi kesehatan
oleh rumah sakit, berdasarkan evaluasi kinerja dan kredensial individu tersebut. Lihat juga proses
penilaian kredensial; proses penilaian kredensial ulang.
proses penilaian kredensial – Proses untuk mendapatkan, memverifikasi, dan menilai kualifikasi dari
praktisi kesehatan untuk memberikan layanan perawatan pasien di dalam atau untuk suatu
organisasi pelayanan kesehatan. Lihat juga pemberian kewenangan klinis; proses penilaian
kredensial ulang.
proses penilaian kredensial ulang (rekredensial) – Proses pemeriksaan kualifikasi staf secara berkala
untuk menyediakan layanan perawatan pasien di organisasi kesehatan. Lihat juga proses penilaian
kredensial; kewenangan klinis
proses perawatan pasien – Tindakan penyediaan akomodasi, kenyamanan dan pengobatan untuk
seseorang. Hal ini secara tidak langsung menyatakan tanggung jawab untuk keselamatan, termasuk
pengobatan, layanan, habilitasi, rehabilitasi, atau program-program lainnya yang diminta oleh rumah
sakit atau jaringan untuk individu tersebut.
proses perawatan residen – Tindakan pemberian akomodasi, rasa nyaman, dan tata laksana pada
seorang residen. Tindakan ini harus dibarengi dengan tanggung jawab atas keselamatan, termasuk
untuk tata laksana, pelayanan, habilitasi, rehabilitasi, atau program lainnya yang diminta oleh
organisasi atau jaringan untuk residen tersebut.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 408
proses sertifikasi – Suatu proses berkelanjutan di mana organisasi kesehatan menunjukkan kepada
JCI bahwa mereka menyediakan perawatan pasien yang aman dan berkualitas tinggi, sebagaimana
dibuktikan melalui kepatuhan dengan standar JCI dan persyaratan IPSG. Komponen utama dari
proses ini adalah survei di lokasi organisasi oleh surveior JCI.
prospektif – Fokus pada potensi kemungkinan sesuatu akan terjadi di masa yang akan datang.
protokol – Rencana pengobatan atau garis besar suatu studi ilmiah untuk suatu tindakan
eksperimental atau pengobatan baru dengan tujuan mengukur aplikasinya pada manusia (sebagai
contoh, tata laksana diabetes melitus tipe 2). Protokol sering kali memiliki komponen antara lain
sebagai berikut: peserta penelitian, jadwal, prosedur yang digunakan, serta jenis obat-obatan dan
dosisnya.
pusat pelayanan primer – Terdapat berbagai jenis organisasi perawatan kesehatan yang bervariasi
berdasarkan tingkat integrasi dengan komunitas kesehatan yang lebih besar dan keterlibatannya
dalam meningkatkan kesehatan komunitas terdekat yang dilayani. Pusat pelayanan primer berupaya
untuk menciptakan pelayanan yang mudah diakses, lengkap, terkoordinasi, memelihara
kesinambungan perawatan, dapat mengelola penyakit kronis, dan memiliki akuntabilitas pada
tingkat pasien secara individu dan tingkat masyarakat. Pusat pelayanan primer juga lebih
menekankan pada promosi kesehatan dan pencegahan penyakit.
radiobioassay – Analisis bahan radioaktif dalam tubuh manusia melalui pengukuran langsung atau
evaluasi bahan yang dikeluarkan.
rangkaian indikator – Sekelompok indikator-indikator khas yang dipilih secara saksama, yang jika
dikaji bersamaan, dapat memberikan pemahaman atau penilaian komprehensif mengenai kinerja
suatu unit, departemen, organisasi, atau program.
rangkaian kesatuan perawatan (continuum of care) – Pencocokan kebutuhan individu yang terus
menerus dengan tingkat dan jenis perawatan, tata laksana, serta layanan yang sesuai dalam suatu
organisasi atau di beberapa organisasi. Lihat juga tingkat perawatan.
rantai perbekalan – Langkah-langkah yang ditempuh dalam memindahkan produk akhir (obat,
perangkat medis, atau perbekalan medis) dari sumbernya (pabrik) menuju pembelinya (rumah sakit).
Pertimbangan utama dalam rantai perbekalan adalah risiko yang dapat terjadi pada produk (sebagai
contoh, perlindungan terhadap ketidakstabilan, kontaminasi, dan kerusakan); potensi risiko dari tiap
titik dalam rantai perbekalan (sebagai contoh, kualitas dari produk, kondisi penyimpanan, bea cukai,
metode pengiriman); serta pemilihan vendor, distributor, dan lain sebagainya, berdasarkan risiko
yang ada dalam rantai perbekalan.
rasio – Hubungan antara dua rangkaian data yang dihitung, yang mungkin memiliki nilai lebih dari
atau sama dengan nol. Dalam suatu rasio, numerator/pembilang tidak selalu merupakan bagian dari
denominator/penyebut (sebagai contoh, jumlah pasien yang menggunakan kurang dari tiga obat:
jumlah pasien-hari).
reagen – Suatu zat yang digunakan untuk menguji keberadaan zat lain dengan menyebabkan
terjadinya reaksi kimia, sehingga peneliti dapat mendeteksi, mengukur, membuat, atau mengubah
zat-zat lainnya.
reaksi simpang obat – Respons terhadap produk obat yang berbahaya dan tidak diinginkan serta
terjadi pada dosis yang biasanya digunakan pada manusia untuk profilaksis, diagnosis, atau
pengobatan penyakit atau untuk pemulihan, koreksi, atau modifikasi fungsi fisiologis atau psikologis.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 409
rekam medis – Suatu laporan tertulis atau dokumentasi elektronik mengenai berbagai informasi
kesehatan pasien, seperti temuan-temuan dari pengkajian, rincian perawatan, catatan
perkembangan, dan resume medis pasien pulang. Catatan ini dibuat oleh petugas kesehatan
profesional. Lihat juga rekam medis elektronik (EMR); rekam medis pasien.
rekam medis elektronik (EMR) – Suatu catatan elektronik dari informasi terkait kondisi kesehatan
pasien. Lihat juga rekam medis, rekam medis pasien.
rekam medis pasien – Dokumentasi berbagai informasi kesehatan pasien secara elektronik atau
tertulis, yang dapat meliputi temuan penilaian, perincian perawatan, catatan perkembangan, dan
resume pulang. Catatan ini dibuat, dikumpulkan, dikelola, diakses, dan dikonsultasikan oleh praktisi
perawatan kesehatan yang berwenang. Lihat juga rekam medis elektronik (EMR); rekam medis.
rekonsiliasi obat – Proses mengidentifikasi obat-obatan yang saat ini sedang dikonsumsi oleh
seorang individu. Obat-obatan ini dibandingkan dengan obat yang baru diinstruksikan, dan jika
teridentifikasi adanya kesenjangan, maka kesenjangan tersebut harus ditanggulangi.
rencana – Suatu metode yang menjabarkan detail dari strategi dan sumber daya yang diperlukan
untuk memenuhi suatu target dan tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Contoh rencana
termasuk, tetapi tidak terbatas pada, rencana yang dibahas dalam program manajemen fasilitas dan
keselamatan (rencana keselamatan, keamanan, pengelolaan bahan berbahaya, penanggulangan
kedaruratan, keselamatan kebakaran, pengelolaan peralatan medis, dan sistem utilitas).
residen – Penerima perawatan di suatu pusat perawatan masyarakat atau di suatu kelompok
komunitas penerima perawatan (assisted living community).
resume pulang – Bagian dari rekam medis pasien yang merangkum alasan untuk masuk, temuan
yang bermakna, prosedur yang dilakukan, tata laksana yang diberikan, kondisi pasien pada saat
pemulangan, dan setiap instruksi khusus yang diberikan kepada pasien atau keluarganya.
risiko – 1. Gabungan kemungkinan terjadinya suatu cedera dan tingkat keparahan cedera tersebut.
2. Probabilitas suatu bahaya dapat menyebabkan cedera dan derajat keparahan cedera tersebut.
risiko tinggi, obat-obatan – Obat apa pun yang memiliki risiko tinggi untuk menyebabkan cedera
signifikan pada pasien bila digunakan secara tidak tepat. Meskipun kesalahan bisa saja lebih umum
terjadi pada penggunaan obat-obatan ini, konsekuensi dari kesalahan tersebut jelas lebih merugikan
bagi pasien. Disebut juga obat-obatan high alert.
rujukan – Pengiriman individu dari satu dokter ke dokter atau spesialis lain; atau dari satu tempat
atau bagian ke tempat/bagian yang lain ataupun ke sumber daya lain, baik untuk konsultasi atau
perawatan karena perujuk tidak siap atau tidak memenuhi syarat untuk menyediakan layanan yang
dibutuhkan.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 410
sampel representatif – Sehubungan dengan standar JCI, sampel yang representatif dari rekam medis
ditinjau sebagai bagian dari aktivitas pemantauan dan peningkatan kinerja dari organisasi. Sampel
tersebut disebut representatif karena meliputi rekam medis dari seluruh pelayanan yang ada di
dalam rumah sakit, baik rekam medis rawat inap maupun rawat jalan, dan baik rekam medis pasien
yang masih aktif atau yang sudah pulang. Jumlah rekam medis harus masuk akal untuk organisasi.
Sebagai contoh, pengambilan sampel acak dan memilih sekitar 5% dari rekam medis bisa mencapai
suatu sampel yang representatif.
sedasi prosedural – Suatu teknik pemberian sedasi atau agen disosiatif dengan atau tanpa analgesik
untuk menginduksi suatu keadaan di mana pasien bisa menoleransi prosedur yang tidak nyaman
dengan tetap mempertahankan fungsi kardiorespirasinya. Lihat juga anestesia.
segera tersedia – Satu item, individu, dokumen, atau sumber daya lainnya yang dapat disediakan
atau digunakan dalam waktu yang singkat setelah diminta. Lihat juga langsung tersedia.
selang kebakaran – Selang bertekanan sangat tinggi yang digunakan untuk menyalurkan air atau
bahan tahan api lainnya ke lokasi kebakaran.
sensitivitas analitik – Konsentrasi terendah atau jumlah analit atau zat lain yang dapat diukur.
serah terima – Pengalihan tanggung jawab untuk pasien dan perawatan pasien yang dicapai melalui
komunikasi yang efektif (sebagai contoh, antara praktisi kesehatan; dari satu departemen, unit, atau
layanan ke yang lain dalam satu organisasi; antara organisasi dan tingkat perawatan kesehatan
lainnya; antara staf dan pasien/keluarga). Disebut juga handoff (operan). Lihat juga kesinambungan
perawatan.
sertifikasi – 1. Prosedur dan tindakan yang dipakai suatu organisasi yang berwenang untuk
mengevaluasi dan menyatakan bahwa seseorang, suatu institusi atau suatu program memenuhi
persyaratan, misalnya standar (termasuk standar sertifikasi JCI). Sertifikasi berbeda dengan
akreditasi dalam hal bahwa sertifikasi juga berlaku bagi individu (sebagai contoh, spesialis medis). 2.
Proses di mana lembaga atau asosiasi nonpemerintah menyatakan bahwa seseorang telah
memenuhi kualifikasi yang telah ditentukan oleh lembaga atau asosiasi tersebut. Lihat juga
akreditasi; evaluasi berbasis standar.
sistem manajemen asap otomatis – Sistem mekanis yang mengontrol pergerakan asap selama
kebakaran secara otomatis, tanpa memerlukan kontrol manual.
sistem pipa tegak (standpipe) – Serangkaian pipa yang menghubungkan pasokan air ke sambungan
selang kebakaran di lokasi strategis di dalam gedung. Pipa-pipa ini umumnya dijumpai di gedung
bertingkat dan bangunan besar lainnya di mana sebagian besar ruangan jauh dari pintu masuk luar,
karena dengan adanya pipa-pipa ini, selang api tidak perlu terbentang panjang di tangga ataupun di
tanah.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 411
sistem sprinkler kebakaran – Sebuah alat yang ditempatkan di langit-langit menghadap ke lantai
yang dirancang untuk memadamkan api yang timbul menggunakan air yang disalurkan melalui
pasokan bertekanan tinggi.
sistem supresi kebakaran – Seperangkat komponen yang dirancang untuk memadamkan api melalui
aplikasi bahan eksternal seperti air atau busa. Banyak sistem supresi kebakaran juga meliputi sistem
deteksi kebakaran dan alarm kebakaran.
sistem utilitas – Sistem dan peralatan yang berlaku di seluruh bagian organisasi yang menunjang hal-
hal berikut: distribusi listrik; tenaga untuk situasi darurat, air; transpor vertikal dan horizontal;
pemanasan, ventilasi, dan pendingin udara; pipa, pemanas air, dan uap; gas-gas pipa; sistem
pengisap; atau sistem komunikasi, termasuk sistem pertukaran data.
skrining – Evaluasi tingkat tinggi sederhana untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi untuk
suatu kondisi tertentu. Skrining pada umumnya singkat, memiliki ruang lingkup yang sempit, dan
dilakukan oleh dokter, staf penunjang, dan/atau pasien, menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang
disusun oleh individu yang kompeten. Proses ini digunakan untuk menentukan jenis dan tingkat
perawatan, tata laksana, atau pelayanan yang akan diberikan dan dapat mengidentifikasi adanya
kebutuhan untuk evaluasi lebih lanjut; namun, hasil skrining bukan merupakan diagnosis pasti dan
tidak menunjukkan adanya kondisi tertentu. Lihat juga pengkajian (pasien).
spesifisitas analitik – Sejauh mana suatu metode hanya berespons terhadap analit yang akan diukur.
spesimen – Sampel yang akan digunakan dalam suatu uji, tes, atau pemeriksaan.
staf – Semua orang yang menyediakan perawatan, pengobatan dan layanan dalam rumah sakit
sesuai peran dan tanggung jawab mereka (sebagai contoh, staf medis dan staf keperawatan, staf
rumah tangga, petugas registrasi, teknisi, dll.), termasuk orang-orang yang menerima honor
(karyawan tetap, sementara dan paruh waktu, serta karyawan kontrak) serta staf magang dan
mahasiswa (contohnya, mahasiswa sekolah kedokteran, sekolah keperawatan dll.). Lihat juga staf
klinis; staf nonklinis.
staf klinis – staf yang secara langsung memberikan perawatan bagi pasien (antara lain dokter, dokter
gigi, perawat, fisioterapis, dietisien). Lihat juga staf nonklinis; staf.
staf medis – Semua dokter, dokter gigi dan tenaga Kesehatan profesional lainnya yang memiliki izin
untuk berpraktik secara mandiri (tanpa pengawasan) dan yang memberikan layanan preventif,
kuratif, restoratif, bedah, rehabilitatif, atau layanan medis atau gigi lainnya kepada pasien; termasuk
juga individu yang menyediakan jasa interpretatif kepada pasien, seperti patologi, radiologi, atau
layanan laboratorium, tanpa memandang klasifikasi pengangkatan, status pekerjaan, kontrak
maupun pengaturan-pengaturan rumah sakit lainnya dengan individu tersebut untuk menyediakan
layanan perawatan pasien.
staf nonklinis – Staf yang menurut peran dan tanggung jawabnya dalam organisasi mendukung
perawatan pasien secara tidak langsung (antara lain petugas admisi, layanan makanan, tata
graha/housekeeping). Lihat juga staf klinis; staf.
standar – Suatu pernyataan yang mendefinisikan ekspektasi struktur atau proses kinerja yang harus
dijalankan suatu organisasi untuk dapat memberikan perawatan, tata laksana, serta pelayanan yang
aman dan bermutu tinggi.
standar manajemen organisasi kesehatan – Dalam akreditasi atau sertifikasi JCI, standar
manajemen organisasi Kesehatan adalah standar yang diatur sedemikian rupa sesuai dengan apa
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 412
yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung guna menyediakan organisasi dan fasilitas yang
aman, efektif, dan dikelola dengan baik (sebagai contoh, pencegahan dan pengendalian infeksi,
manajemen fasilitas, kualifikasi staf).
Standar yang berfokus pada pasien – Dalam akreditasi JCI, standar yang diatur berdasarkan apa
yang dilakukan secara langsung atau tidak langsung bagi pasien (sebagai contoh, edukasi pasien,
pembuatan rekam medis pasien, pengkajian pasien).
standar yang berfokus pada residen – Dalam akreditasi JCI, standar-standar ini mengacu pada
standar yang diatur sedemikian rupa berdasarkan apa yang dilakukan secara langsung dan tidak
langsung bagi residen (sebagai contoh, edukasi residen, pembuatan catatan residen, pengkajian
residen).
status fungsional – Kemampuan individu untuk merawat dirinya sendiri secara fisik dan emosional
berdasarkan norma-norma yang diharapkan untuk kelompok usianya. Status fungsional dapat dibagi
menjadi fungsi ‘sosial’, ‘fisik’ dan ‘psikologis’. Status fungsional dapat dinilai dengan cara
memberikan pertanyaan selama pemeriksaan kesehatan berkala dengan menggunakan alat-alat
pemeriksaan formal. Lihat juga indikator.
sterilisasi – Penggunaan prosedur fisik atau kimiawi untuk membunuh mikroba, termasuk endospora
bakteri yang sangat resisten.
struktur tata kelola – Komite, gugus tugas, dan kelompok lain yang dibentuk oleh entitas tata kelola
rumah sakit untuk memberikan bantuan atau saran.
sumber asli (suatu indikator) – Suatu organisasi, individu, atau kelompok individu yang bertugas
untuk menyusun indikator.
sumber data – Dokumen sumber utama yang digunakan untuk pengumpulan data (misalnya, data
tagihan atau administrasi, formulir pertemuan, formulir pendaftaran, rekam medis).
sumber data eksternal – Repositori data yang berada di luar kendali organisasi.
survei akreditasi – Evaluasi terhadap suatu organisasi untuk menilai kepatuhan terhadap standar
dan IPSG yang berlaku dan untuk menentukan status akreditasinya. Survei akreditasi JCI meliputi:
Survei tiga tahunan – Survei di suatu organisasi setelah siklus tiga tahun akreditasi.
Survei validasi – Sebuah survei yang dapat dilakukan JCI di suatu organisasi yang sukarela
sebagai komponen dari proses pemantauan peningkatan mutu internal JCI. Survei ini tidak
berdampak pada status akreditasi organisasi dan dilakukan tanpa biaya kepada organisasi.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 413
survei karena sebab tertentu – Sebuah survei yang dilakukan ketika JCI mengetahui potensi
ketidakpatuhan terhadap standar yang bersifat serius, masalah perawatan atau keselamatan pasien
yang serius, masalah terkait peraturan atau sanksi, atau masalah serius lainnya dalam organisasi
terakreditasi atau tersertifikasi yang mungkin menyebabkan organisasi tersebut Berisiko Ditolak
untuk Akreditasi.
survei penuh – Survei atas semua standar yang berlaku di seluruh organisasi. Dapat berupa survei
awal, survei tiga tahunan, atau survei validasi. Lihat juga survei akreditasi.
survei perpanjangan – Sebuah survei yang dapat dilakukan ketika dalam organisasi kesehatan terjadi
perubahan dalam informasi inti, layanan, dan / atau faktor-faktor lain (misalnya, perubahan yang
menghasilkan peningkatan volume pasien yang dilayani). Organisasi tersebut harus memberitahukan
JCI dalam waktu 30 hari sejak tanggal perubahan mulai berlaku.
survei sertifikasi – Evaluasi terhadap suatu organisasi untuk menilai kepatuhannya terhadap standar
yang berlaku dan untuk menentukan status sertifikasinya. Survei sertifikasi JCI meliputi:
tahapan penanganan sampel (chain of custody) – Prosedur yang dapat diverifikasi yang melacak,
memantau, dan mendokumentasikan pergerakan dan lokasi spesimen biologis untuk menjaga
integritas sampel. Proses tersebut meliputi identifikasi, pengambilan, pemrosesan, dan pemeriksaan.
Tahapan penanganan sampel (chain of custody) juga merupakan faktor yang memengaruhi
penanganan/transfer bagian tubuh manusia yang sudah meninggal secara penuh hormat dan aman,
dari unit pemulasaran jenazah ke tempat peristirahatan.
tata kelola – Tingkat kepemimpinan dipegang oleh badan tata kelola organisasi kesehatan, yang
dapat memiliki berbagai konfigurasi. Lihat juga para pemimpin dan pimpinan.
telusur pasien – Proses lapangan yang digunakan oleh JCI untuk mengevaluasi keseluruhan
perawatan pasien yang dirawat di suatu organisasi kesehatan. Lihat juga telusur sistem; metodologi
telusur.
telusur residen – Proses lapangan yang digunakan oleh JCI untuk mengevaluasi keseluruhan
perawatan residen dalam suatu organisasi kesehatan. Lihat juga telusur sistem; metodologi telusur.
Telusur sistem – Proses yang digunakan oleh JCI untuk mengevaluasi isu-isu sistem prioritas terkait
keselamatan dan mutu perawatan di seluruh organisasi. Contoh isu tersebut termasuk pencegahan
dan pengendalian infeksi, manajemen obat-obatan, manajemen fasilitas, dan penggunaan data.
Lihat juga telusur pasien; metodologi telusur.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 414
tempat tidur observasi – Tempat tidur yang digunakan untuk memberikan perawatan dan observasi
pasien hingga 24 jam, sambil menentukan apakah pasien dapat dipulangkan dengan aman atau
apakah ia harus dirawat untuk perawatan akut. Istilah lain untuk layanan ini mungkin termasuk,
tetapi tidak terbatas pada, istilah-istilah berikut: unit/bangsal keputusan klinis (Clinical decision
unit/ward, CDU/CDW), unit/bangsal perawatan jangka pendek (short-stay), atau unit/bangsal nyeri
dada.
tempat tidur transit – Tempat tidur yang terhubung ke unit gawat darurat, unit rawat jalan, atau
ruang operasi di mana pasien dapat menunggu keputusan tentang perlunya tingkat perawatan yang
lebih tinggi atau transfer ke area klinis lain, seperti masuk ke ruang rawat inap, pindah ke fasilitas
lain, atau pemulangan dari rumah sakit. Tempat tidur ini dianggap terpisah dari jumlah tempat tidur
yang ada di unit/bangsal.
terapi gizi – Pengobatan medis yang mencakup gizi enteral dan parenteral.
tindakan korektif – Setiap kegiatan atau tindakan yang diambil untuk mengatasi kerusakan,
kerentanan, kekurangan, atau risiko yang diidentifikasi sebagai respons terhadap suatu kejadian atau
secara proaktif (misalnya, melalui inspeksi, pemeliharaan, pengkajian risiko, atau kegiatan serupa).
tindakan sementara – Tindakan yang diambil untuk memastikan keselamatan penghuni gedung
pada saat fitur dan sistem untuk keselamatan kebakaran rusak, terganggu, atau tidak dapat
dioperasikan karena konstruksi, pemeliharaan, kerusakan, atau perbaikan. Langkah sementara
mungkin perlu diterapkan untuk memastikan keselamatan penghuni sampai perbaikan dapat
diselesaikan. Beberapa contoh tindakan sementara meliputi memulai patroli kebakaran, memeriksa
pintu keluar di daerah yang terkena dampak setiap hari, menyediakan peralatan pemadam
kebakaran tambahan, menyediakan alarm kebakaran sementara dan sistem deteksi yang setara, dan
kegiatan lain yang sesuai.
tingkat perawatan – Suatu klasifikasi tingkat layanan perawatan kesehatan. Tingkat-tingkat ini dibagi
berdasarkan jenis perawatan yang diberikan, jumlah orang yang dilayani, dan jumlah orang yang
memberikan perawatan. Tingkat-tingkat utama perawatan adalah perawatan primer, sekunder dan
tersier. Tingkat-tingkat perawatan yang diklasifikasikan berdasarkan akuitas pasien atau intensitas
pelayanan yang diberikan adalah perawatan darurat, intensif dan umum. Lihat juga rangkaian
kesatuan perawatan (continuum of care).
tinjauan sertifikasi – Evaluasi program perawatan klinis untuk menilai tingkat kepatuhannya
terhadap standar JCI yang berlaku dan untuk membuat keputusan tentang status sertifikasi program
tersebut. Evaluasi meliputi penilaian dokumentasi, meninjau laporan pengukuran kinerja,
mengumpulkan informasi lisan, melakukan pengamatan di lokasi, serta memberikan edukasi dan
konsultasi dengan program tentang kepatuhan standar dan peningkatan kinerja.
titik data – Penyajian nilai untuk serangkaian pengamatan atau pengukuran dapa suatu rentang
waktu tertentu (sebagai contoh, angka kematian perioperatif bulan Juni 2019).
trainee – Seorang individu yang menjalani pelatihan dalam hal pelayanan medis setelah lulus dari
institusi pendidikan kedokteran. Sebutan lain untuk trainee meliputi intern, residen, house officer,
dan fellow.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 415
trainee, medis – Orang yang sedang menjalani pendidikan medis setelah lulus dari institusi
pendidikan medis. Untuk tujuan akreditasi dan sertifikasi JCI, peserta didik yang disebut trainee
termasuk intern, residen, dan fellow.
transfer – Serah terima tanggung jawab formal atas perawatan seorang pasien dari satu unit
perawatan ke unit perawatan lainnya, dari satu layanan klinis ke layanan klinis lainnya, dari satu
praktisi kompeten ke praktisi lainnya, atau dari satu organisasi ke organisasi lainnya.
troli emergensi – Serangkaian laci dan/atau rak yang digunakan untuk menyimpan dan mentranspor
semua peralatan, obat, dan perbekalan yang dibutuhkan untuk melakukan tindakan bantuan hidup.
uji klinis – Pengujian obat, alat, atau teknik tertentu dalam tiga atau terkadang empat tahap,
tergantung dari tujuan, ukuran dan ruang lingkup uji coba tersebut. Uji coba ‘Fase I’ mengevaluasi
keamanan obat-obatan, peralatan atau teknik diagnostik, terapi, atau profilaksis untuk menentukan
rentang dosis yang aman (apabila sesuai). Hal tersebut melibatkan sejumlah kecil subjek yang sehat.
Uji coba berlangsung sekitar setahun. Uji coba ‘Fase II’ biasanya terkontrol untuk menilai efektivitas
dan dosis (apabila sesuai) obat-obatan, peralatan atau teknik-teknik. Studi ini melibatkan beberapa
ratus relawan, termasuk sejumlah pasien yang memiliki penyakit atau gangguan yang ditargetkan.
Uji coba ini berlangsung sekitar dua tahun. Uji coba ‘Fase III’ memverifikasi efektivitas obat-obatan,
peralatan, teknik-teknik yang diuji dalam studi pada Fase II. Para pasien dari Fase II dimonitor untuk
mengidentifikasi apabila ada reaksi-reaksi yang tidak baik dari penggunaan jangka panjang. Studi ini
melibat sekelompok besar pasien, cukup besar untuk mengidentifikasi respons-respons klinis yang
signifikan. Uji coba ini biasanya berlangsung sekitar tiga tahun. Uji coba ‘Fase IV’ meneliti obat-
obatan, peralatan atau teknik yang sudah disetujui untuk dijual di kalangan umum. Penelitian ini
sering dilakukan untuk memperoleh data yang lebih banyak mengenai keamanan dan keampuhan
suatu produk.
uji profisiensi – Pengujian sampel yang tidak diketahui di suatu laboratorium oleh program uji
profisiensi guna menentukan kinerja yang terkait dengan pengujian dan pengukuran spesifik serta
untuk memantau kinerja berkelanjutan. Istilah serupa mencakup uji perbandingan antar
laboratorium eksternal.
uraian tugas – Penjelasan dari posisi pekerjaan, termasuk tugas, tanggung jawab, dan kondisi yang
diperlukan untuk melakukan pekerjaan.
utilisasi – Penggunaan, pola penggunaan atau tingkat penggunaan suatu layanan perawatan
kesehatan. Penggunaan yang berlebih (overuse) terjadi jika layanan perawatan kesehatan diberikan
dalam keadaan di mana kemungkinan bahaya melebihi kemungkinan manfaatnya. Penggunaan yang
kurang (underuse) adalah tidak digunakannya layanan perawatan kesehatan yang mungkin
dibutuhkan pasien dan dapat memberikan hasil yang menguntungkan bagi pasien. Penggunaan salah
(misuse) terjadi apabila layanan yang sesuai telah dipilih namun terjadi komplikasi yang seharusnya
dapat dicegah. Ketiganya mencerminkan suatu masalah dalam mutu perawatan kesehatan, yang
juga dapat meningkatkan risiko kematian dan mengurangi kualitas hidup. Lihat juga manajemen
utilisasi.
utilitas esensial/penting – Sistem utilitas yang harus terus beroperasi dengan aman dan efektif
untuk memberikan perawatan yang aman dan mencegah terjadinya cedera. Sistem termasuk, tetapi
tidak terbatas pada, listrik, air, dan gas medis.
variasi – Perbedaan hasil dari pengukuran peristiwa yang sama lebih dari sekali. Sumber variasi
dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok utama: penyebab umum dan penyebab khusus.
© The Joint Commission 2020 Prepublication Copy – Not for Distribution page 416
Terlalu banyak variasi sering menyebabkan pemborosan dan kerugian, seperti terjadinya kondisi
kesehatan pasien yang tidak diinginkan dan meningkatnya biaya layanan kesehatan.
vendor – Seseorang atau perwakilan perusahaan yang memiliki kontrak dengan rumah sakit dan /
atau sedang berusaha memperoleh persetujuan untuk memberikan dukungan, layanan, atau
pemeliharaan untuk produk atau layanan perusahaan di rumah sakit.
verifikasi – Proses pemeriksaan validitas dan kelengkapan kredensial klinis atau yang lainnya,
langsung ke sumber yang mengeluarkan kredensial tersebut. Lihat juga verifikasi sumber primer.
verifikasi kalibrasi – Proses yang digunakan untuk memverifikasi rentang hasil pemeriksaan pasien
yang dilaporkan laboratorium, yang meliputi bahan kalibrasi dengan setidaknya nilai minimum, nilai
titik tengah, dan nilai maksimum. Kinerja proses ini didasarkan pada rekomendasi pabrik atau
riwayat instrumen. Perubahan besar dalam reagen atau peralatan atau instrumen dapat
memengaruhi kalibrasi..
verifikasi sumber primer – Verifikasi kualifikasi yang dilaporkan untuk seorang praktisi kesehatan
dari sumber asli atau institusi yang disahkan sumber tersebut. Metode-metode untuk melaksanakan
verifikasi pada sumber utama kredensial mencakup korespondensi langsung, verifikasi lewat telepon
yang didokumentasikan, verifikasi elektronik yang aman dari sumber kualifikasi utama, atau laporan-
laporan dari lembaga verifikasi kredensial yang memenuhi persyaratan JCI. Lihat juga verifikasi.
waktu henti Lihat waktu henti terencana; waktu henti tidak terencana.
waktu henti terencana – Gangguan sistem data yang dijadwalkan guna melakukan pemeliharaan,
perbaikan, peningkatan, dan perubahan lainnya terhadap sistem. Lihat juga waktu henti tidak
terencana.
waktu henti tidak terencana – Suatu interupsi sistem data yang tidak direncanakan, diakibatkan
oleh, antara lain, kegagalan sumber tenaga atau peralatan, kegagalan sistem pemanas/ pendingin,
bencana alam, kesalahan manusia, atau interupsi pada jaringan internet dan intranet. Suatu waktu
henti tidak terencana bisa memiliki dampak negatif pada sistem data, misalnya hilangnya data,
kegagalan peranti keras, dan kerusakan data. Lihat juga waktu henti terencana.